• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 113 JAKARTA TAHUN 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 113 JAKARTA TAHUN 2012"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP

KEKERASAN DALAM PACARAN PADA SISWA KELAS XI

SMA NEGERI 113 JAKARTA TAHUN 2012

Nurul Izati dan Adi Sasongko

Pendidikan Kesehatan Dan llmu Perilaku FKM Universitas Indonesia ABSTRAK

Pacaran tidak selamanya selalu indah bahkan ada beberapa yang mengaku pernah mengalami kekerasan dalam pacaran. Kasus kekerasan dalam pacaran seperti fenomena gunung es, di mana kasus yang lebih besar tidak muncul ke permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran pada siswa kelas XI SMA Negeri 113 Jakarta. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain cross sectional. Pengumpulan data primer menggunakan instrumen berupa kuesioner, yang diisi oleh 138 siswa. Hasil penelitian ditemukan 91,3% responden pernah mengalami kekerasan dalam pacaran. Dari beberapa variabel yang diteliti, tidak ada yang mempunyai hubungan bermakna dengan kekerasan dalam pacaran.

Kata Kunci: pengetahuan; sikap; kekerasan dalam pacaran

ABSTRACT

Dating is not always beautiful, as even claimed have ever dating violence. Cases of dating violence like a ice mountain phenomena, where the bigger cases are never known. The aim of this research is to get to know about the relation of knowledge and attitude towards dating violence on XIth grade students at SMA Negeri 113 Jakarta. The type of research is quantitative with the research design cross sectional. The primiere data was collected use instrument which is questionnaires. The result of the research shows 91,3% of respondents have ever dating violence. From some of the variables of the research, there is no have a significant relation to dating violence.

Key Words: knowledge; attitude; dating violence

PENDAHULUAN

Pacaran tidak selamanya selalu indah dan romantis, bahkan ada beberapa yang telah mengalami kekerasan dalam pacaran. Kasus kekerasan dalam pacaran yang terjadi hanya kasus-kasus yang dilaporkan atau tanpa sengaja terbukti. Kasus ini merupakan fenomena gunung es, di mana kasus yang lebih besar lagi tidak muncul, salah satunya karena tidak dilaporkan. Dari beberapa kasus kekerasan dalam pacaran biasanya yang menjadi korban adalah perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa laki-laki juga bisa menjadi korban kekerasan dalam pacaran.

(2)

Menurut Yuniyati Chuzalifah (Ketua Komnas Perempuan), yang sering menjadi korban kekerasan dalam pacaran adalah berusia 13–18 tahun (Komnas Perlindungan Anak, 2011). Sepanjang tahun 2011 Komnas Perempuan mencatat ada 119.107 kasus kekerasan terhadap perempuan. Ranah personal mencatat kasus terbanyak, yaitu 113.878 kasus, dan sebanyak 1.405 kasus adalah kekerasan dalam pacaran. Ranah personal adalah pelaku merupakan orang yang memiliki hubungan darah (ayah, kakak, adik, paman, kakek), kekerabatan, perkawinan (suami) maupun relasi intim (pacaran) dengan korban (Komnas Perempuan, 2012). Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Dian Ariestina di salah satu SMAN di Jakarta, sebesar 72,1% siswi pernah mengalami kekerasan dalam pacaran dan 27,9% menjawab tidak pernah mengalami kekerasan dalam pacaran (Ariestina, 2008).

Salah satu alasan penelitian yang membahas mengenai kekerasan dalam pacaran remaja di tingkat Sekolah Menengah Atas masih terbatas, karena masih sedikit orang yang peduli pada kekerasan dalam pacaran yang terjadi pada remaja. Di SMA Negeri 113 Jakarta belum pernah ada penelitian yang membahas mengenai kekerasan dalam pacaran. Berdasarkan hasil survei awal yang peneliti lakukan di sekolah tersebut, bahwa sebagian besar siswa-siswa kelas XI berstatus pernah atau sedang berpacaran. Bahkan ada yang pernah dipanggil ke ruang BK karena tertangkap kamera CCTV sedang duduk bermesraan di lingkungan sekolah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap kekerasan dalam pacaran pada siswa kelas XI SMA Negeri 113 Jakarta tahun 2012.

TINJAUAN TEORITIS

Menurut Wolf dan Feiring (2000) Kekerasan Dalam Pacaran didefinisikan sebagai segala usaha untuk mengontrol atau mendominasi pasangan secara fisik, seksual, atau psikologi yang mengakibatkan luka atau kerugian (Trifiani & Margaretha, 2012). Definisi lain menurut Pusat Pencegahan dan Kesadaran Serangan Seksual pada Universitas Michigan di Ann Arbor, kekerasan dalam pacaran sebagai penggunaan dengan sengaja taktik kekerasan dan tekanan fisik untuk mendapatkan serta mempertahankan kekuasaan dan kontrol terhadap pacarnya (Murray, 2000).

Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Pacaran (Komnas Perempuan, 2002)

1) Kekerasan Ekonomi adalah kekerasan yang tampil dalam manifest atau terkait dengan berbagai dimensi ekonomi. Contohnya seperti meminta uang kepada pacar, meminta

(3)

dibelikan barang-barang yang mahal, menguasai uang pacar, selalu minta ditraktir, meminjam barang tanpa pernah mengembalikannya, dan lain sebagainya.

2) Kekerasan Psikologi biasa disebut kekerasan non fisik/ kekerasan emosional/ kekerasan mental. Contohnya adalah cemburu berlebihan, ucapan-ucapan menyakitkan, penghinaan, bentakan, mengontrol kehidupan, ancaman, dan lain sebagainya.

3) Kekerasan Fisik, yaitu kekerasan yang meninggalkan bekas nyata di tubuh korban. Contoh kekerasan fisik antara lain adalah mentoyor kepala, mencubit, menampar, memukul, menjambak, mendorong, menginjak, melempari dengan barang, sampai menusuk dengan pisau.

4) Kekerasan Seksual merupakan bentuk kekerasan yang sering berdampak sangat traumatik, dan mengubah keseluruhan hidup individu. Contoh kekerasan seksual antara lain adalah memaksa menonton film porno, meraba-raba tubuh di bagian yang tidak sepantasnya disentuh, mencium dengan paksa, memaksa petting, dan yang lebih parah memaksa melakukan hubungan seksual.

Penyebab Kekerasan Dalam Pacaran

Menurut Domestic and Dating Violence: An Information and Resource Handbook, yang disusun Metropolitan King City Council tahun 1996, ada beberapa faktor yang meningkatkan kekerasan dalam pacaran (Murray, 2000):

1) Teman sebaya memilki pengaruh besar dalam memberikan kontribusi kekerasan dalam pacaran karena remaja sangat bergantung pada pendapat teman sebaya.

2) Ekspektasi gender.

3) Remaja memiliki sedikit pengalaman dibandingkan orang dewasa dalam menjalin hubungan berpacaran, karena remaja belum mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika berpacaran.

4) Menurut Nanci Worcester dalam “A More Hidden Crime: Adolescent Battered Woman”

(The New York News, Juli/ Agustus 1993), yang menjadi salah satu penyebab remaja

menutupi kekerasan dalam pacaran yang terjadi pada diri mereka adalah karena remaja sering merasa bahwa orang dewasa tidak menanggapi mereka secara serius.

5) Anak di bawah usia 18 tahun kurang memiliki akses ke pengobatan medis dan meminta perlindungan ke tempat penampungan korban yang mengalami kekerasan.

6) Remaja umumnya memilki akses yang sedikit ke pengadilan dan bantuan polisi.

7) Penggunaan obat-obatan dapat meningkatkan peluang dan parahnya kekerasan dalam pacaran.

(4)

Dampak Kekerasan Dalam Pacaran

Remaja yang menjadi korban kekerasan secara ekonomi mendapatkan dampak kerugian secara materil. Dampak psikis yaitu merasa cemas, murung, merasa tertekan, traumatik, depresi bahkan bunuh diri. Dampak fisik kekerasan dalam pacaran bisa meliputi luka ringan hingga berat dan yang lebih parah lagi dapat menyebabkan kematian. Untuk kasus kekerasan seksual (pemaksaan hubungan seksual) implikasi bisa menyebabkan IMS bahkan HIV/AIDS dan KTD yang berujung pada tindakan aborsi yang tidak aman (Annisa 2012).

Tindakan Penanganan Kekerasan Dalam Pacaran

Di Indonesia, hukum yang melindungi korban kekerasan (termasuk KDP) yaitu pasal 351-358 KUHP untuk penganiayaan fisik, pasal 289-296 tentang pencabulan, jika mengalami pelecehan seksual pasal 281-283, pasal 532-533 untuk kejahatan terhadap kesopanan, dan pasal 286-288 untuk persetubuhan dengan perempuan dibawah umur. Jika dalam kasus KDP ini menimpa anak yang masih dibawah umur (dibawah 18 tahun) maka perlindungan lebih lanjut akan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak (www.sapaindonesia.wordpress.com). Kekerasan dalam pacaran merupakan kekerasan yang dilakukan di luar pernikahan yang sah maka kasus ini juga diatur dalam UU perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 2 mencakup kekerasan yang dilakukan oleh mantan suami, mantan pacar, dan pacar (Annisa, 2012).

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan desain cross sectional yang dilaksanakan pada tanggal 8 November 2012 (Survei awal mencari populasi sampel) dan 20 November 2012 (Sampel mengisi Kuesioner) di SMA Negeri 113 Jakarta. Teknik pengambilan sampel dipilih melalui teknik simple random sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut atau dengan penarikan nomor.

Penelitian ini menggunakan data primer, yaitu pertama dengan melakukan survei awal untuk mengetahui populasi siswa yang berstatus pernah atau sedang berpacaran dengan meminta para responden untuk mengisi angket. Pengumpulan data kedua, yaitu para responden yang menjadi sampel diminta mengisi kuesioner untuk mendapatkan data karakteristik responden, pengetahuan, sikap, dan pengalaman kekerasan dalam pacaran pada siswa kelas XI SMA Negeri 113 Jakarta yang berstatus pernah atau sedang berpacaran. Data

(5)

sekunder diperoleh dari dari hasil wawancara dengan pihak sekolah terutama guru BK di SMA Negeri 113 Jakarta.

Penelitian ini menggunakan analisis Univariat yang bertujuan untuk menggambarkan proporsi variabel dependent dan independent dengan menggunakan distribusi frekuensi. Untuk menguji normalitas distribusi frekuensi, peneliti mengunakan Uji Kolmogrov Smirnov, yaitu teknik dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Penelitian ini juga menggunakan analisis bivariat untuk melihat hubungan antara variabel independent dengan dependent.

HASIL PENELITIAN

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Tabel 1

Distribusi Frekuensi Menurut Jenis Kelamin Responden Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 113 Jakarta Tahun 2012

Jenis Kelamin n %

Laki-laki 51 37,0

Perempuan 87 63,0

Jumlah 138 100,0

Jumlah siswa laki-laki kelas XI adalah 151 orang (43%), sedangkan siswi perempuannya adalah 197 orang (57%). Dan total keseluruhan siswa kelas XI adalah 348 orang. Setelah dilakukan seleksi berdasarkan status siswa yang pernah atau sedang berpacaran dan dilanjutkan dengan pengambilan responden secara acak dengan cara penarikan nomor, maka dapat terlihat pada Tabel 1 bahwa jumlah responden sebagian besar adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 63%, sedangkan siswa yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 37%.

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Menurut Pentingnya Pacaran Bagi Responden Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 113 Jakarta Tahun 2012

Pentingnya Pacaran n %

Tidak Penting 39 28,3

Penting 93 67,4

Sangat Penting 6 4,3

Jumlah 138 100

Berdasarkan Tabel 2 dapat terlihat bahwa arti penting pacaran menurut pendapat para siswa adalah sebesar 28,3% siswa mengatakan Pacaran itu “Tidak Penting”, 67,4% siswa mengatakan Pacaran itu “Penting”, dan 4,3% siswa mengatakan Pacaran itu “Sangat Penting”.

(6)

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Kekerasan Dalam Pacaran

Tabel 3

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengelompokkan Pengetahuan Responden Pada Siswa Kelas XI SMA N 113 Jakarta Tahun 2012

Tinggi Rendah Kelompok Pengetahuan n % n % Definisi KDP 62 44,9 76 55,1 Penyebab KDP 52 37,7 86 62,3 Bentuk-Bentuk KDP 120 87,0 18 13,0 Dampak KDP 5 3,6 133 96,4

Tindakan Penanganan Terhadap KDP 25 18,1 113 81,9

Hasil penelitian dari pengetahuan definisi kekerasan dalam pacaran, uji normalitasnya berdistribusi tidak normal dan diketahui nilai median sebesar 66,7. Dari pengkategorian baru menggunakan nilai median didapatkan bahwa nilai pengetahuan responden mengenai definisi kekerasan dalam pacaran dengan nilai pengetahuan Tinggi (nilai ≥ 66,7) sebesar 44,9% dan nilai pengetahuan Rendah (nilai < 66,7) sebesar 55,1%.

Hasil penelitian dari pengetahuan penyebab kekerasan dalam pacaran, uji normalitasnya berdistribusi tidak normal dan diketahui nilai median sebesar 66,7. Dari pengkategorian baru menggunakan nilai median didapatkan bahwa nilai pengetahuan responden mengenai penyebab kekerasan dalam pacaran dengan nilai pengetahuan Tinggi (nilai ≥ 66,7) sebesar 37,7% dan nilai pengetahuan Rendah (nilai < 66,7) sebesar 62,3%.

Hasil penelitian dari pertanyaan mengenai pengetahuan bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran, uji normalitasnya berdistribusi tidak normal dan diketahui nilai median sebesar 33,3. Dari pengkategorian baru menggunakan nilai median didapatkan bahwa nilai pengetahuan responden mengenai pertanyaan bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran mempunyai nilai pengetahuan Tinggi (nilai ≥ 33,3) sebesar 87% dan nilai pengetahuan Rendah (nilai < 33,3) sebesar 13%.

Hasil penelitian dari pertanyaan mengenai pengetahuan dampak kekerasan dalam pacaran, uji normalitasnya berdistribusi tidak normal dan diketahui nilai median sebesar 66,7. Dari pengkategorian baru menggunakan nilai median didapatkan bahwa nilai pengetahuan responden mengenai dampak kekerasan dalam pacaran mempunyai nilai pengetahuan Tinggi (nilai ≥ 66,7) sebesar 3,6% dan nilai pengetahuan Rendah (nilai < 66,7) sebesar 96,4%.

(7)

Hasil penelitian dari pertanyaan mengenai pengetahuan tindakan penanganan kekerasan dalam pacaran, uji normalitasnya berdistribusi tidak normal dan diketahui nilai

median sebesar 66,7. Dari pengkategorian baru menggunakan nilai median didapatkan bahwa

nilai pengetahuan responden mengenai tindakan penanganan kekerasan dalam pacaran mempunyai nilai pengetahuan Tinggi (nilai ≥ 66,7) sebesar 18,1% dan nilai pengetahuan Rendah (nilai < 66,7) sebesar 81,9%.

Jadi, berdasarkan penelitian secara keseluruhan dengan lima belas pernyataan di dalam kuesioner mengenai Pengetahuan Kekerasan Dalam Pacaran, uji normalitasnya berdistribusi tidak normal dan diketahui nilai median sebesar 60,0. Dari pengkategorian baru menggunakan nilai median didapatkan bahwa responden berpengetahuan Tinggi (nilai ≥ 60,0) sebesar 63,8% dan reponden berpengetahuan Rendah (nilai < 60,0) sebesar 36,2%. Gambaran distribusi frekuensi pengetahuan kekerasan dalam pacaran responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Pada Siswa Kelas XI SMA N 113 Jakarta Tahun 2012

Tingkat Pengetahuan n %

Tinggi 88 63,8

Rendah 50 36,2

Jumlah 138 100

Distribusi Frekuensi Sikap Terhadap Kekerasan Dalam Pacaran

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengelompokkan Sikap Responden Pada Siswa Kelas XI SMA N 113 Jakarta Tahun 2012

Kelompok Sikap Setuju Tidak Setuju

n % n %

Keyakinan atau Kepercayaan Terhadap KDP

59 42,8 79 57,2

Kecenderungan Untuk Bertindak Terhadap KDP

57 41,3 81 58,7

Hasil penelitian dari sikap mengenai keyakinan atau kepercayaan yang ditunjukkan responden terhadap kekerasan dalam pacaran, uji normalitasnya berdistribusi tidak normal dan diketahui nilai median sebesar 80,0. Dari pengkategorian baru menggunakan nilai median didapatkan bahwa sikap mengenai keyakinan atau kepercayaan terhadap kekerasan dalam

(8)

pacaran yang ditunjukkan responden sebesar 42,8% bersikap Setuju (nilai < 80,0) dan sebesar 57,2% bersikap Tidak Setuju (nilai ≥ 80,0).

Hasil penelitian dari sikap mengenai kecenderungan untuk bertindak yang ditunjukkan responden terhadap kekerasan dalam pacaran, uji normalitasnya berdistribusi tidak normal dan diketahui nilai median sebesar 76,0. Dari pengkategorian baru menggunakan nilai median didapatkan bahwa sikap mengenai kecenderungan untuk bertindak terhadap kekerasan dalam pacaran yang ditunjukkan responden sebesar 41,3% bersikap Setuju (nilai < 76,0) dan sebesar 58,7% bersikap Tidak Setuju (nilai ≥ 76,0).

Jadi, berdasarkan penelitian secara keseluruhan dengan lima belas pernyataan mengenai sikap yang ditunjukkan para responden terhadap kekerasan dalam pacaran, uji normalitasnya berdistribusi normal dan diketahui nilai mean sebesar 77,8. Dari pengkategorian baru menggunakan nilai mean didapatkan bahwa sikap yang ditunjukkan responden sebesar 49,3% bersikap Setuju (nilai < 77,8) dan sebesar 50,7% bersikap Tidak Setuju (nilai ≥ 77,8). Gambaran distribusi frekuensi sikap responden terhadap kekerasan dalam pacaran dapat dilihat pada tabel 6:

Tabel 6

Distribusi Frekuensi Sikap Responden Pada Siswa Kelas XI SMA N 113 Jakarta Tahun 2012

Sikap Responden n %

Setuju 68 49,3

Tidak Setuju 70 50,7

Jumlah 138 100

Distribusi Frekuensi Kekerasan Dalam Pacaran

Kekerasan Dalam Pacaran dibagi menjadi empat bentuk kekerasan yaitu berdasarkan Kekerasan ekonomi, Kekerasan Psikologi, Kekerasan Fisik, dan Kekerasan seksual. Responden dibedakan berdasarkan pengalaman mengalami kekerasan. Responden yang hanya mengalami satu tindakan kekerasan termasuk ke dalam responden yang mengalami kekerasan dalam pacaran.

(9)

Tabel 7

Distribusi Frekuensi Kekerasan Ekonomi Responden Pada Siswa Kelas XI SMA N 113 Jakarta Tahun 2012

Bentuk Kekerasan Ekonomi

Pernah Mengalami (N= 138) Total

%

L P

Pacar meminta uang 11 12 23 16,7

Pacar meminta dibelikan pulsa

7 10 17 12,3

Pacar meminta dibelikan barang mahal

3 3 6 4,3

Pacar minta ditraktir 12 17 29 21,0

Pacar meminjam barang 11 10 21 15,2

Tabel 8

Distribusi Frekuensi Kekerasan Psikologi Responden Pada Siswa Kelas XI SMA N 113 Jakarta Tahun 2012

Bentuk Kekerasan Psikologi

Pernah Mengalami (N= 138) Total

%

L P

Pacar cemburu berlebihan 34 57 91 65,9

Dihina atau dipanggil dengan kata buruk

12 34 46 33,3

Diteriaki oleh pacar 9 28 37 26,8

Kehidupan dikontrol oleh pacar

13 34 47 34,1

Diancam 5 9 14 10,1

Tabel 9

Distribusi Frekuensi Kekerasan Fisik Responden Pada Siswa Kelas XI SMA N 113 Jakarta Tahun 2012

Bentuk Kekerasan Fisik

Pernah Mengalami (N= 138) Total % L P Kepala ditoyor 3 11 14 10,1 Dicubit 22 44 66 47,8

Dipukul atau ditampar 2 8 10 7,2

Tubuh didorong 5 16 21 15,2

(10)

Tabel 10

Distribusi Frekuensi Kekerasan Seksual Responden Pada Siswa Kelas XI SMA N 113 Jakarta Tahun 2012

Bentuk Kekerasan Seksual

Pernah Mengalami (N= 138) Total

%

L P

Dipaksa nonton film porno 4 0 4 2,9

Tubuh diraba-raba oleh pacar

7 1 8 5,8

Dicium dengan paksa 1 1 2 1,4

Dipaksa Petting 6 0 6 4,3

Dipaksa berhubungan seksual

2 0 2 1,4

Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan dari 138 responden yang pernah atau sedang berpacaran, sebesar 91,3% (126 responden) pernah mengalami kekerasan dalam pacaran dan hanya 8,7% (12 responden) yang tidak pernah mengalami kekerasan dalam pacaran. Gambaran distribusi frekuensi Kekerasan Dalam Pacaran responden dapat dilihat pada tabel 11:

Tabel 11

Distribusi Frekuensi Kekerasan Dalam Pacaran Responden Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 113 Jakarta Tahun 2012

Pengalaman Mengalami Kekerasan Dalam Pacaran n % Pernah 126 91,3 Tidak Pernah 12 8,7 Jumlah 138 100 Analisis Bivariat

Distribusi Frekuensi Hubungan Karakteristik Responden Dengan Kekerasan Dalam Pacaran

Tabel 12

Distribusi Frekuensi Hubungan Jenis Kelamin Dengan KDP Pada Siswa Kelas XI SMA N 113 Jakarta Tahun 2012 Jenis Kelamin Kekerasan Dalam Pacaran Total Pernah Tidak Pernah P - Value OR (95% CI) N % N % N % Laki-laki Perempuan 50 76 98,0 87,4 1 11 2,0 12,6 51 87 100 100 0,056 7,237 Total 126 91,3 12 8,7 138 100

(11)

Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa dari 51 responden laki-laki, terdapat 98% (50 responden) yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran. Dari 87 responden perempuan terdapat 87,4% (76 responden) yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square terlihat bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kejadian Kekerasan Dalam Pacaran dengan jenis kelamin karena nilai p-value (0,056) > α (0,05).

Tabel 13

Distribusi Frekuensi Hubungan Pentingnya Pacaran Dengan KDP Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 113 Jakarta Tahun 2012

Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa dari 39 responden yang mengatakan “Pacaran Tidak Penting”, hanya terdapat 94,9% (37 responden) yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran. Dari 93 responden yang mengatakan “Pacaran Penting” terdapat 90,3% (84 responden) yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran. Sedangkan dari 6 responden yang mengatakan “Pacaran Sangat Penting” terdapat 83,3% (5 responden) yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square terlihat bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kejadian Kekerasan Dalam Pacaran dengan arti penting pacaran karena nilai p-value (0,587) > α (0,05).

Pentingnya Pacaran Kekerasan Dalam Pacaran Total Pernah Tidak Pernah P - Value OR (95%CI) N % N % N % Tidak Penting P Penting 37 84 94,9 90,3 2 9 5,1 9,7 39 93 100 100 0,587 0,27 Sangat Peting Total 5 126 83,3 91,3 1 12 16,7 8,7 6 138 100 100

(12)

Distribusi Frekuensi Hubungan Pengetahuan Dengan Kekerasan Dalam Pacaran

Tabel 14

Distribusi Frekuensi Hubungan Pengetahuan Dengan KDP Pada Siswa Kelas XI SMA N 113 Jakarta Tahun 2012

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa dari 88 responden yang berpengetahuan tinggi, hanya terdapat 89,8% (79 responden) yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran. Dari 50 responden yang berpengetahuan rendah terdapat 94% (47 responden) yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square terlihat bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kejadian Kekerasan Dalam Pacaran dengan pengetahuan karena nilai p-value (0,536) > α (0,05).

Distribusi Frekuensi Hubungan Sikap Dengan Kekerasan Dalam Pacaran Tabel 15

Distribusi Frekuensi Hubungan Sikap Dengan KDP Pada Siswa Kelas XI SMA N 113 Jakarta Tahun 2012 Pengetahuan Kekerasan Dalam Pacaran Total Pernah Tidak Pernah P - Value OR (95% CI) N % N % N % Tinggi Rendah 79 47 89,8 94,0 9 3 10,2 6,0 88 50 100 100 0,536 0,560 Total 126 91,3 12 8,7 138 100 Sikap Kekerasan Dalam Pacaran Total Pernah Tidak Pernah P - Value OR (95% CI) N % N % N % Setuju Tidak Setuju 63 63 92,6 90,0 5 7 7,4 10,0 68 70 100 100 0,764 0,714 Total 126 91,3 12 8,7 138 100

(13)

Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa dari 68 responden yang memberikan sikap Setuju terdapat 92,6% (63 responden) yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran. Dari 70 responden yang memberikan sikap Tidak setuju, hanya terdapat 90% (63 responden) yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square terlihat bahwa tidak ada hubungan bermakna antara kejadian Kekerasan Dalam Pacaran dengan sikap karena nilai p-value (0,764) > α (0,05).

PEMBAHASAN

Karakteristik Responden Jenis Kelamin

Peneliti mengambil sampel responden laki-laki dan perempuan, karena keduanya bisa menjadi korban kekerasan dalam pacaran. Berdasarkan hasil analisis frekuensi didapatkan bahwa jumlah responden dari 138 orang sebagian besar adalah perempuan sebanyak 87 orang (63%) sedangkan responden laki-laki hanya 51 orang (37%). Hal tersebut menunjukkan bahwa responden perempuan banyak yang sudah berpacaran dan ini sesuai dengan penjelasan yang diungkapkan oleh Jill Murray dalam bukunya, bahwa anak perempuan di SMA diharapkan punya pacar untuk mendapatkan status diantara teman-teman sebayanya (Murray, 2000).

Pentingnya Pacaran Bagi Responden

Peneliti ingin mengetahui seberapa pentingkah pacaran bagi para responden. Berdasarkan hasil analisis frekuensi pentingnya pacaran bagi responden didapatkan bahwa dari 138 responden mengatakan pentingnya pacaran bagi mereka adalah Penting sebanyak 93 responden (67,4%). Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengatakan pacaran itu penting bagi mereka saat ini.

Pacaran terjadi karena pada usia remaja mulai butuh sesuatu untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis. Memiliki pacar juga menjadi salah satu cara remaja untuk menunjukkan eksistensinya karena dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka. Itulah sebabnya kadang remaja begitu cemas bila tidak memilki pacar (Adisti, 2010).

Pengetahuan Kekerasan Dalam Pacaran

Pengetahuan adalah hasil penginderaaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2005). Berdasarkan hasil analisis frekuensi didapatkan bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai definisi kekerasan dalam pacaran adalah Rendah (55,1%), tingkat pengetahuan responden mengenai penyebab

(14)

kekerasan dalam pacaran adalah Rendah dengan persentase sebesar 62,3%, tingkat pengetahuan responden mengenai dampak dari kekerasan dalam pacaran adalah sangat Rendah dengan persentase sebesar 96,4%, dan tingkat pengetahuan responden mengenai tindakan penanganan kekerasan dalam pacaran cukup Rendah dengan persentase sebesar 81,9%.

Hal tersebut menunjukkan bahwa responden belum banyak mengetahui mengenai definisi, penyebab, dampak serta tindakan penanganan kekerasan dalam pacaran dan hal ini bisa berbahaya karena apabila mereka dihadapkan dengan kekerasan dalam pacaran, mereka akan bingung untuk mengambil tindakan seperti apa karena mereka belum memahami betul mengenai kekerasan dalam pacaran itu sendiri apa.

Berdasarkan hasil analisis frekuensi didapatkan bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran cukup Tinggi dengan persentase 87%. Hal ini menunjukkan bahwa responden memilki pengetahuan tinggi mengenai bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran dan mereka mengetahui bentuk-bentuk dari kekerasan dalam pacaran.

Jadi, dapat disimpulkan berdasarkan hasil analisis frekuensi secara keseluruhan Pengetahuan didapatkan bahwa responden berpengetahuan Tinggi sebanyak 88 responden (63,8%) dan Rendah sebanyak 50 responden (36,2%). Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilki pengetahuan tinggi mengenai kekerasan dalam pacaran.

Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian Ariestina (2008), bahwa tingkat pengetahuan responden tentang kekerasan dalam pacaran sebagian besar adalah Baik atau Tinggi dengan persentase sebesar 50,5%. Sedangkan besar persentase tingkat pengetahuan kurang atau rendahnya adalah sebesar 49,5%.

Sikap Terhadap Kekerasan Dalam Pacaran

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2005). Dari hasil analisis frekuensi didapatkan bahwa sikap yang ditunjukkan responden mengenai keyakinan atau kepercayaan terhadap kekerasan dalam pacaran menunjukkan sikap Tidak Setuju dengan persentase sebesar 57,2% (79 responden) dan sikap yang ditunjukkan responden mengenai kecenderungan untuk bertindak terhadap kekerasan dalam pacaran menunjukkan sikap Tidak Setuju dengan persentase sebesar 58,7% (81 responden). Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian responden sudah mengetahui bagaimana sikap yang harus diambil apabila dihadapkan dengan kekerasan dalam.

(15)

Jadi, dapat disimpulkan dari hasil keseluruhan analisis frekuensi sikap yang ditunjukkan oleh responden terhadap kekerasan dalam pacaran adalah sikap Setuju sebesar 49,3% (68 responden) dan sikap Tidak Setuju sebesar 50,7% (70 responden). Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian responden memilki sikap tidak setuju terhadap kekerasan dalam pacaran.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian Ariestina (2008), bahwa sikap yang diberikan para responden terhadap kekerasan dalam pacaran sebagian besar adalah tidak setuju terhadap kekerasan dalam pacaran dengan persentase sebesar 54,8% dan sikap setuju terhadap kekerasan dalam pacaran 45,2%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Astrid Farmawati Sianipar (2010) bahwa sebagian besar responden memberikan sikap tidak setuju terhadap kekerasan dalam pacaran 53,1% dan sikap setujunya hanya 46,9%.

Kekerasan Dalam Pacaran

Menurut Wolf dan Feiring (2000) Kekerasan Dalam Pacaran didefinisikan sebagai segala usaha untuk mengontrol atau mendominasi pasangan secara fisik, seksual, atau psikologi yang mengakibatkan luka atau kerugian (Trifiani & Margaretha, 2012).

Dari hasil analisis frekuensi kekerasan ekonomi, yang paling banyak dialami responden adalah “Pacar minta ditraktir” sebesar 21% dan ini sejalan dengan penelitian Dian Ariestina (2008) dengan persentase sebesar 4,5%. Kekerasan ekonomi yang paling sedikit dialami oleh responden adalah “Pacar meminta dibelikan barang mahal” sebesar 4,3%., dan yang mendominasi menjadi korban kekerasan ekonomi adalah perempuan.

Dari hasil analisis frekuensi kekerasan psikologi, yang paling banyak dialami responden adalah “Pacar cemburu berlebihan” sebesar 65,9% dan ini sejalan dengan penelitian Dian Ariestina (2008) dengan persentase sebesar 69,1%. Kekerasan psikologi yang paling sedikit dialami oleh responden adalah “Diancam” sebesar 10,1%, dan yang paling mendominasi menjadi korban kekerasan psikologi adalah perempuan.

Dari hasil analisis frekuensi kekerasan fisik, yang paling banyak dialami oleh responden adalah “Dicubit” sebesar 47,8% dan ini sejalan dengan penelitian Dian Ariestina (2008) dengan persentase sebesar 53,4%. Kekerasan fisik yang paling sedikit dialami oleh responden adalah “Dilempar barang” sebesar 3,6%, dan yang paling mendominasi menjadi korban kekerasan fisik adalah perempuan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikatakan Jill Murray (2000), bahwa anak laki-laki biasanya tidak melapor bila pacarnya melakukan kekerasan fisik kepada mereka, karena mereka merasa orang akan memperolok bahwa mereka kurang jantan.

(16)

Dari hasil analisis frekuensi kekerasan seksual, yang paling banyak dialami oleh responden adalah “Tubuh diraba-raba oleh pacar” sebesar 5,8%. Kekerasa seksual yang paling sedikit dialami oleh responden adalah “Dicium dengan paksa” dan “Dipaksa berhubungan seksual” sebesar 1,4%, dan yang mendominasi menjadi korban kekerasan seksual adalah laki-laki. Hal ini tidak sesuai dengan teori Heidensohn (2005), pada kekerasan domestik, yang korban utamanya adalah perempuan, dan pelaku utamanya adalah laki-laki (Shinta, 2009). Menurut Kate Millett dikutip dalam Tong (1998:73), Ideologi patriarkhal membanding-bandingkan perbedaan biologis antara laki dan perempuan, serta memastikan bahwa laki-laki selalu mempunyai peran yang maskulin dan dominan, sedangkan perempuan selalu mempunyai peran yang subordinat, atau feminin (Guamarawati, 2009).

Jadi dapat disimpulkan dari hasil analisis frekuensi keseluruhan bentuk kekerasan dalam pacaran didapatkan bahwa pengalaman Kekerasan Dalam Pacaran yang pernah dialami responden adalah sebesar 91,3% (126 responden), sedangkan yang tidak pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran sebesar 8,7% (12 responden). Persentase pengalaman Kekerasan Dalam Pacaran yang dialami responden sangat besar, untuk itu perlu diberikan perhatian khusus terhadap remaja untuk mengurangi terjadinya tindakan kekerasan dalam pacaran karena bisa saja para responden sebenarnya mengalami Kekerasan Dalam Pacaran tetapi mereka tidak menyadarinya atau bahkan takut untuk mengungkapkannya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Dian Ariestina (2008), bahwa pengalaman kekerasan dalam pacaran yang dialami siswa dan siswi SMA yang pernah mengalami persentasenya sebesar 72,1% dan yang tidak pernah mengalami sebesar 27,9%.

Kekerasan yang dialami oleh korban seringkali dianggap sebagai hal yang biasa dan bahkan ada yang mengangapnya sebagai suatu hal yang romantis dan wajar dalam berpacaran. Hal tersebutlah yang melatar belakangi para korban dan pelaku tidak menyadari tindak kekerasan dalam pacaran.

Hubungan Karakteristik Responden Dengan Kekerasan Dalam Pacaran Hubungan Jenis Kelamin Dengan Kekerasan Dalam Pacaran

Berdasarkan hasil analisis frekuensi bahwa dari 51 responden laki-laki, yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran adalah sebesar 98% (50 responden). Dari 87 responden perempuan, yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran adalah sebesar 87,4% (51 responden). Dari hasil uji statistik “Tidak ada hubungan bermakna antara kejadian Kekerasan Dalam Pacaran dengan jenis kelamin” p-value (p = 0,056).

(17)

Hal tersebut sejalan dengan sebuah diskusi KDP yang diungkapkan oleh Fitriya Agustin N. S.Pd. I, para remaja perempuan mengakui bahwa mereka menjadi korban pelecehan oleh pasangan mereka dalam 70% waktu pacaran dan para remaja laki-laki mengakui bahwa mereka menjadi korban pelecehan oleh pasangannya sebanyak 27% dari waktu pacaran (Panji, 2012). Oleh karena itu tidak hanya perempuan, laki-laki pun bisa menjadi korban kekerasan dalam pacaran. Sehingga tidak ada hubungan antara kejadian kekerasan dalam pacaran dengan jenis kelamin.

Hubungan Pentingnya Pacaran Bagi Responden Dengan Kekerasan Dalam Pacaran

Berdasarkan hasil analisis frekuensi bahwa dari 39 responden yang mengatakan “Pacaran Tidak Penting”, yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran adalah sebesar 94,9% (37 responden). Dari 93 responden yang mengatakan “Pacaran Penting”, yang mengalami Kekerasan Dalam Pacaran Tinggi adalah sebesar 90,3% (84 responden). Sedangkan dari 6 responden yang mengatakan “Pacaran Sangat Penting”, yang mengalami Kekerasan Dalam Pacaran Tinggi adalah sebesar 83,3% (5 responden). Berdasarkan hasil uji statistik “Tidak ada hubungan bermakna antara kejadian Kekerasan Dalam Pacaran dengan arti penting pacaran” p-value (p = 0,587).

Hal ini sesuai dengan teori yang dikatakan oleh Jill Murray (2000), umumnya remaja mempunyai pengalaman yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang dewasa dalam berpacaran, sehingga belum mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Sifat hubungan pacaran remaja adalah sementara dan intens, jadi mereka terhalang untuk melihat hal tersebut secara objektif karena pengalamannya sedikit (Murray, 2000). Oleh sebab itu karena hubungan remaja yang sifatnya sementara, mengakibatkan mereka kurang mengerti apa pentingnya pacaran yang sebenarnya dan bukan tidak mungkin pendapat mereka tentang pentingnya pacaran akan berubah-ubah nantinya. Sehingga tidak ada hubungan antara kejadian kekerasan dalam pacaran dengan pentingnya pacaran bagi responden.

Hubungan Pengetahuan Dengan Kekerasan Dalam Pacaran

Dari hasil analisis frekuensi bahwa dari 88 responden yang berpengetahuan tinggi, yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran adalah sebesar 89,8% (79 responden). Dari 50 responden yang berpengetahuan rendah, yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran adalah sebesar 94% (47 responden). Dan berdasarkan hasil uji statistik bahwa “Tidak ada hubungan bermakna antara kejadian Kekerasan Dalam Pacaran dengan pengetahuan” p-value (p = 0,536).

(18)

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian Ariestina (2008) dengan nilai p = 0,111, hal ini karena remaja terkadang mengetahui tindakan yang mereka terima adalah bentuk kekerasan tetapi tidak mampu menolak atau menghindarinya dengan alasan takut kehilangan pasangannya tersebut.

Hubungan Sikap Dengan Kekerasan Dalam Pacaran

Dari hasil analisis frekuensi bahwa dari 68 responden yang memberikan sikap setuju terhadap kekerasan dalam pacaran, yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran adalah sebesar 92,6% (63 responden). Dari 70 responden yang memberikan sikap tidak setuju terhadap kekerasan dalam pacaran, yang pernah mengalami Kekerasan Dalam Pacaran adalah sebesar 90% (63 responden). Berdasarkan hasil uji statistik bahwa “Tidak ada hubungan bermakna antara kejadian Kekerasan Dalam Pacaran dengan sikap” p-value (p = 0,764).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutardi (2010) dengan p =0,138 sehingga tidak ada hubungan antara sikap dengan kejadian kekerasan dalam pacaran. Hal tersebut sesuai dengan teori Newcomb, bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksaan motif tertentu. Sehingga sikap belum tentu terwujud dalam tindakan (Notoatmodjo, 2005).

KESIMPULAN

1. Siswa-siswa yang menjadi responden sebagian adalah perempuan sebesar 63% (87 orang) sedangkan laki-laki hanya sebesar 37% (51 orang).

2. Sebesar 64,7% (93 orang) responden mengatakan pentingnya pacaran bagi mereka saat ini adalah penting.

3. Tingkat pengetahuan responden terhadap kekerasan dalam pacaran adalah tinggi dengan persentase sebesar 63,8% (88 orang).

4. Sikap yang ditunjukkan oleh responden terhadap kekerasan dalam pacaran adalah tidak setuju dengan persentase sebesar 50,7% (70 orang).

5. Pengalaman kekerasan dalam pacaran yang pernah dialami responden siswa kelas XI SMA Negeri 113 Jakarta adalah sebesar 91,3% (126 orang).

6. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kekerasan dalam pacaran (p-value= 0,056).

7. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pentingnya pacaran bagi responden dengan kekerasan dalam pacaran (p-value= 0,587).

(19)

8. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kekerasan dalam pacaran (p-value= 0,536).

9. Tidak ada hubungan yang bermakna anata sikap dengan kekerasan dalam pacaran (p-value= 0,764).

SARAN

1. Bagi SMA Negeri 113 jakarta

Sebaiknya pihak sekolah menyisipkan materi diskusi dan bimbingan konseling tentang pacaran sehat di dalam pelajaran BK serta bekerjasama dengan para orang tua dalam melakukan pemantauan di rumah.

2. Bagi Orang Tua

Sebaiknya para orang tua membangun komunikasi yang baik dengan anak-anak mereka dan tetap memantau perkembangan pacarannya.

3. Bagi Remaja

Sebaiknya para remaja, hendaknya lebih waspada dengan perlakuan yang diberikan oleh pasangannya.

4. Bagi Puskesmas

Bagi Puskesmas setempat sebaiknya melakukan program rutin memberikan penyuluhan atau konseling ke sekolah-sekolah dengan materi remaja khususnya pacaran sehat.

5. Bagi Peneliti

Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya perlu adanya modifikasi dengan dengan penelitian yang bersifat kualitatif agar informasi yang didapatkan pada para korban atau bahkan para pelaku Kekerasan Dalam Pacaran lebih mendalam lagi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adisti, Prisna. 2010. Pesonality Plus for teens - Mencapai Kesuksesan selagi remaja.

Yogyakarta: Pustaka Grhatama.

http://books.google.co.id/books?id=GRwZPbe2DNYC&pg=PT38&dq=kekerasan+dalam +pacaran&hl=en&redir_esc=y (Diakses tanggal 24 Desember 2012 pukul 14.58 WIB). 2. Annisa, Rifka. 2012. Kekerasan Dalam Pacaran (Dating Violence).

(20)

3. Ariestina, Dian. 2008. Studi Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) Pada Siswi SMAN Di

Jakarta Tahun 2008-Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia.

4. Guamarawati, Nandika Ajeng. 2009. Suatu Kajian Kriminologis Mengenai Kekerasan

Terhadap Perempuan Dalam Relasi Pacaran Heteroseksual – Jurnal Kriminologi

Indonesia Vol.5 No.1 Februari 2009: 43-55.

http://journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/1255/1160 (Diakses tanggal 24 Desember 2012 pukul 17.25 WIB).

5. Komnas Perempuan. 2002. Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia. Jakarta: Publikasi Komnas Perempuan.

6. Komnas Perempuan. 2012. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan –

Lembar Fakta Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan Tahun 2011.

http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2012/03/Lembar-Fakta-Catatan-Tahunan-Catahu-Komnas-Perempuan-20111.pdf (Diakses tanggal 22/09/2012 pukul 08.27 WIB).

7. Komnas Perlindungan Anak. 2011. ABG Perempuan Rentan Terkena Kekerasan Dalam

Pacaran. http://komnaspa.wordpress.com/2011/12/01/abg-perempuan-rentan-terkena-kekerasan-dalam-pacaran/ (Diakses tanggal 22/09/2012 pukul 08.32 WIB).

8. Murray, Jill. 2000. But I Love Him : mencegah Kekerasan dan Dominasi Pasangan

Dalam Berpacaran. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

9. Panji. 2012. Maraknya Kekerasan Masa Pacaran di Kalangan Remaja. http://id.aliansiremajaindependen.org/informasi/maraknya-kekerasan-masa-pacaran-di-kalangan-remaja.html (Diakses tanggal 18 September 2012 pukul 13.27 WIB).

10. Sutardi. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekerasan Dalam Pacaran

Pada Remaja Awal Di SMP Setia Negara Depok Tahun 2010-Skripsi. Depok: Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

11. Trifiani, Nessia Ragil & Margaretha. 2012. Pengaruh Gaya Kelekatan Romantis Dewasa

(Adult Romantic Attachment Style) terhadap Kecenderungan untuk Melakukan Kekerasan Dalam Pacaran – Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial Vol. 1, No. 02, Juni 2012. http://journal.unair.ac.id/filerPDF/110810022_4v.pdf (Diakses tanggal 24

Referensi

Dokumen terkait

Katup asetilen dan katup oksigen digunakan untuk mengontrol pemanasan awal ( preheating ) pada permukaan plat dengan menggunakan campuran gas tadi. Setelah

Untuk menentukan bahan apa yang akan digunakan kita juga harus.. mengetahui sifat-sifat fisik

Furthermore, using such a static factory method mandates that the client refer to the returned object by its interface rather than by its implementation class, which is generally

Jika kepemimpinan sesuai dengan kondisi yang dihadapi dalam perusahaan, maka akan membuat budaya kerja akan menjadi kondusif, dan pada akhirnya akan memberi motivasi yang

Pada grafik 2 aspek landasan SMPN 259 lebih menonjol karena memiliki landasan atau dasar yang jelas di dalam program bimbingan konseling seperti keyakinan (

Ha diterima artinya ada hubungan antara nyeri lutut osteoarthritis dengan aktivitas fisik lanjut usia di posyandu lansia Nedyo Waras dan Ngudi Waras

Masalah dalam pembelajaran sains terutamanya Fizik bukanlah satu perkara yang baru. Matapelajaran Fizik menjadi satu matapelajaran yang susah bagi pelajar apabila mereka tidak

Mewajibkan kepada pemegang izin usaha di bidang kehutanan untuk memiliki sumber daya manusia, sarana dan prasarana pengendalian kebakaran hutan serta melaksanakan