• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekerasan Seksual Ilmu Forensik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kekerasan Seksual Ilmu Forensik"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

JOURNAL READING

JOURNAL READING

CEDERA GENITAL DAN ANAL: STUDI CROSS

CEDERA GENITAL DAN ANAL: STUDI CROSS SECTIONAL

SECTIONAL

AUSTRALIA TERHADAP 1266 WANITA

AUSTRALIA TERHADAP 1266 WANITA

YANG MELAPORKAN MENGALAMI

YANG MELAPORKAN MENGALAMI

KEJAHATAN SEKSUAL

KEJAHATAN SEKSUAL

Diajukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian Kepaniteraan Diajukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian Kepaniteraan

di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Dosen Penguji: dr. Intarniati Nur Rohmah, Sp.KF, Msi Med Dosen Penguji: dr. Intarniati Nur Rohmah, Sp.KF, Msi Med

Residen Pembimbing: dr. Marlis Tarmizi Residen Pembimbing: dr. Marlis Tarmizi

Disusun Oleh : Disusun Oleh : William

William Bramero Bramero Advento Advento 1161050163 1161050163 (FK (FK UKI)UKI) Shinta

Shinta Nur Nur Puspitasari Puspitasari 1161050171 1161050171 (FK (FK UKI)UKI) Reni

Reni Astuti Astuti 1161050176 1161050176 (FK (FK UKI)UKI) Diajeng

Diajeng Tri Tri Herwinda Herwinda 030.12.076 030.12.076 (FK (FK Usakti)Usakti)  Nadya Yosvara

 Nadya Yosvara 030.12.183 (FK 030.12.183 (FK Usakti)Usakti) Rahim

Rahim 030.12.218 030.12.218 (FK (FK Usakti)Usakti)

KEPANITERAAN KLINIK KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

RSUP DR.

(2)

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas  berkah

 berkah dan dan rahmatnya rahmatnya kami kami dapat dapat menyelesaikan menyelesaikan makalahmakalah journal  journal readingreading yang yang  berjudul

 berjudul “CEDERA “CEDERA GENITAL GENITAL DAN DAN ANAL: ANAL: STUDI STUDI CROSS CROSS SECTIONALSECTIONAL

AUSTRALIA TERHADAP 1266 WANITA YANG MELAPORKAN

AUSTRALIA TERHADAP 1266 WANITA YANG MELAPORKAN

MENGALAMI KEJAHATAN SEKSUAL”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi MENGALAMI KEJAHATAN SEKSUAL”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi  persyaratan

 persyaratan ujian kepaniteraujian kepaniteraan klinik an klinik Ilmu Kedokteran Ilmu Kedokteran Forensik dan Forensik dan MedikolegalMedikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia dan Universitas Trisakti. Kami Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia dan Universitas Trisakti. Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini tidak akan tercapai tanpa menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini tidak akan tercapai tanpa  bantuan pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan makalah  bantuan pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan makalah

ini. ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaankasih dan penghargaan kepada:

kepada:

1.

1. dr. Intarniati Nur Rohmah, Sp.KF Msi.Med selaku dosen dr. Intarniati Nur Rohmah, Sp.KF Msi.Med selaku dosen penguji yang telahpenguji yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar, meningkatkan ilmu memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar, meningkatkan ilmu dan pengetahuan.

dan pengetahuan. 2.

2. dr. Marlis Tarmizi selaku residen pembimbing makalah yang berkontribusidr. Marlis Tarmizi selaku residen pembimbing makalah yang berkontribusi  besar dalam memberikan bimbingan d

 besar dalam memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan man arahan dalam pembuatan makalahakalah ini.

ini. 3.

3. Teman-teman dokter muda di Kepaniteraan Klinik Ilmu KedokteranTeman-teman dokter muda di Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Forensik dan Medikolegal RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan sempurna, untuk itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan kedepannya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat kedepannya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat serta menjadi sumber motivasi

serta menjadi sumber motivasi dan inspirasi untuk pembuatan makalah selanjutnya.dan inspirasi untuk pembuatan makalah selanjutnya.

Semarang, Juli 2017 Semarang, Juli 2017

Tim Penulis Tim Penulis

(3)

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas  berkah

 berkah dan dan rahmatnya rahmatnya kami kami dapat dapat menyelesaikan menyelesaikan makalahmakalah journal  journal readingreading yang yang  berjudul

 berjudul “CEDERA “CEDERA GENITAL GENITAL DAN DAN ANAL: ANAL: STUDI STUDI CROSS CROSS SECTIONALSECTIONAL

AUSTRALIA TERHADAP 1266 WANITA YANG MELAPORKAN

AUSTRALIA TERHADAP 1266 WANITA YANG MELAPORKAN

MENGALAMI KEJAHATAN SEKSUAL”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi MENGALAMI KEJAHATAN SEKSUAL”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi  persyaratan

 persyaratan ujian kepaniteraujian kepaniteraan klinik an klinik Ilmu Kedokteran Ilmu Kedokteran Forensik dan Forensik dan MedikolegalMedikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia dan Universitas Trisakti. Kami Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia dan Universitas Trisakti. Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini tidak akan tercapai tanpa menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini tidak akan tercapai tanpa  bantuan pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan makalah  bantuan pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan makalah

ini. ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaankasih dan penghargaan kepada:

kepada:

1.

1. dr. Intarniati Nur Rohmah, Sp.KF Msi.Med selaku dosen dr. Intarniati Nur Rohmah, Sp.KF Msi.Med selaku dosen penguji yang telahpenguji yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar, meningkatkan ilmu memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar, meningkatkan ilmu dan pengetahuan.

dan pengetahuan. 2.

2. dr. Marlis Tarmizi selaku residen pembimbing makalah yang berkontribusidr. Marlis Tarmizi selaku residen pembimbing makalah yang berkontribusi  besar dalam memberikan bimbingan d

 besar dalam memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan man arahan dalam pembuatan makalahakalah ini.

ini. 3.

3. Teman-teman dokter muda di Kepaniteraan Klinik Ilmu KedokteranTeman-teman dokter muda di Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Forensik dan Medikolegal RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata Penulis sangat menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan sempurna, untuk itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan kedepannya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat kedepannya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat serta menjadi sumber motivasi

serta menjadi sumber motivasi dan inspirasi untuk pembuatan makalah selanjutnya.dan inspirasi untuk pembuatan makalah selanjutnya.

Semarang, Juli 2017 Semarang, Juli 2017

(4)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

Kata

Kata pengantar………... pengantar………... .... .... ii Daftar

Daftar Isi………... Isi………... .... .... iiii BAB

BAB I I PENDAHULUAN……….. PENDAHULUAN……….. ... ... 11 1.1

1.1 Latar Latar Belakang………... Belakang………... ... ... 11 1.2

1.2 Rumusan Rumusan Masalah……… Masalah……… .... .... 11 1.3

1.3 Tujuan Tujuan Penulisan……… Penulisan……… 11 1.4

1.4 Manfaat……… Manfaat……… ... ... 22 1.4.1

1.4.1 Bagi Bagi Mahasiwa……… Mahasiwa……… ... ... 22 1.4.2

1.4.2 Bagi Bagi Instansi Instansi Terkait……….. Terkait……….. ... ... 22 1.4.3

1.4.3 Bagi Bagi Masyarakat.. Masyarakat.. ... ... 22 BAB

BAB II II JURNAL………... JURNAL………... ... ... 33 2.1

2.1 Jurnal Jurnal Asli……… Asli……… ... ... 33 2.2

2.2 Terjemahan Terjemahan Jurnal……… Jurnal……… 1111 BAB

BAB III III TINJAUAN TINJAUAN PUSTAKA PUSTAKA ... ... 3030 3.1

3.1 Definisi Definisi ... ... 3030 3.1.1.

3.1.1. Kejahatan Kejahatan Seksual Seksual ... ... 3030 3.1.2.

3.1.2. Persetubuhan Persetubuhan ... ... 3030 3.2

3.2 Klasifikasi Klasifikasi ... ... 3030 3.3

3.3 Aspek Aspek Medikolegal Medikolegal ... ... 3333 3.3.1.

3.3.1. Kitab Kitab Undang-undang Undang-undang Hukum Hukum Pidana Pidana ... ... 3333 3.3.2.

3.3.2. Undang-undang Undang-undang Perkawinan Perkawinan ... ... 3737 3.3.3.

3.3.3. Undang-undang Undang-undang Perlindungan Perlindungan Anak Anak ... ... 3838 3.4

3.4 Peran Peran Dokter Dokter ... ... 3838 3.5

3.5 Pemeriksaan Pemeriksaan ... ... 4040 3.5.1.

3.5.1. Wawancara Wawancara Forensik Forensik ... ... 4141 3.5.2.

3.5.2. Pemeriksaan Pemeriksaan Medis Medis ... ... 4242 3.5.3.

3.5.3. Pemeriksaan Pemeriksaan Laboratorium Laboratorium ... ... 5050 3.5.4.

3.5.4. Pemeriksaan Pemeriksaan Tempat Tempat Kejadian Kejadian Perkara Perkara ... ... 5252 BAB

BAB IV IV JURNAL JURNAL PEMBANDING PEMBANDING ... ... 5454 OPINI

(5)

KESIMPULAN ... 57

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejahatan seksual sebagai salah satu bentuk dari kejahatan yang menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia, mempunyai kaitan yang erat dengan Ilmu Kedokteran Forensik; yaitu di dalam upaya pembuktian bahwasanya kejahatan tersebut memang telah terjadi. Adanya kaitan antara Ilmu Kedokteran dengan kejahatan seksual dapat dipandang sebagai konsekuensi dari pasal-pasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Kitab Undang-Undang Acara Hukum Pidana (KUHAP), yang memuat ancaman hukuman serta tatacara pembuktian pada setiap kasus yang termasuk di dalam pengertian kasus kejahatan seksual.

Di dalam upaya pembuktian secara kedokteran forensik, faktor keterbatasan di dalam ilmu kedokteran itu sendiri dapat sangat berperan, demikian halnya dengan faktor waktu serta faktor keaslian dari barang bukti (korban), maupun faktor-faktor dari pelaku kejahatan seksual itu sendiri.

Dengan demikian upaya pembuktian secara kedokteran forensik pada setiap kasus kejahatan seksual sebenarnya terbatas di dalam pembuktian ada tidaknya tanda-tanda persetubuhan, ada tidaknya tanda-tanda kekerasan, perkiraan umur serta pembuktian apakah seseorang itu memang sudah pantas atau sudah mampu untuk dikawin atau tidak.

Pemeriksaan kasus-kasus persetubuhan yang merupakan tindak pidana ini, hendaknya dilakukan dengan teliti dan waspada. Pemeriksa harus yakin akan semua bukti-bukti yang ditemukannya karena tidak adanya kesempatan untuk melakukan pemeriksaan ulang guna memperoleh lebih banyak bukti. Dalam melaksanakan kewajiban tersebut, dokter hendaknya tidak meletakkan kepentingan korban di  bawah kepentingan pemeriksaan. Terutama bila korban adalah anak-anak pemeriksaan sebaiknya tidak

sampai menambah trauma psikis yang sudah dideritanya. 1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana frekuensi cedera genital dan anus dan karakteristik demografi dan  penyerangan yang terkait pada wanita yang melaporkan kejahatan seksual?

2. Apakah ruang lingkup kejahatan seksual dan perkosaan? 3. Bagaimana aspek hukum dan medikolegal kejahatan seksual?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Menggambarkan frekuensi cedera genital dan anus dan karakteristik demografi dan  penyerangan yang terkait pada wanita yang melaporkan kejahatan seksual.

(7)

2. Mengetahui ruang lingkup kejahatan seksual dan perkosaan.

3. Mengetahui dan menjelaskan aspek hukum dan medikolegal kejahatan seksual.

1.4. Manfaat

1.4.1. Bagi Mahasiswa

- Meningkatkan kemampuan dalam penyusunan suatu makalah dari berbagai sumber dan teknik penulisan.

- Melatih kerjasama tim dalam penyusunan suatu makalah.

- Menambah pengetahuan dalam bidang ilmu kedokteran forensik.

1.4.2. Bagi Instansi Terkait

- Menambah bahan referensi bagi dokter dalam proses hukum kejahatan seksual dalam bidang ilmu kedokteran forensik.

1.4.3. Bagi Masyarakat

- Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat bagaimana hukuman pada pelaku tindak pidana kejahatan seksual yang terjadi di masyarakat para korban maupun pelaku pada kasus tindak pidana yang terjadi di masyarakat.

(8)

BAB II

JURNAL

(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

2.2. Terjemahan Jurnal

Cedera Genital Dan Anal: Studi Australia Cross-Sectional  Terhadap 1266

Wanita Yang Melaporkan Mengalami Kejahatan Seksual

ABSTRAK

Tujuan: Untuk menggambarkan frekuensi cedera genital dan anal dan karakteris tik demografi

serta penyerangan yang terkait pada wanita yang melaporkan mengalami kejahatan seksual.

Desain: Studi cross-sectional.

Lokasi : Sexual Assault Resource Centre (SARC), Australia Barat.

Peserta: Total 1266 wanita yang menghadiri SARC dari Januari 2009 sampai Maret 2015.

Metode: Wanita menjalani prosedur pengumpulan data terstandar oleh dokter yang dilatih

secara forensik menggunakan analisis regresi logistik multivariat. Pengukuran utama: (1)

Frekuensi cedera genital dan anal menurut jenis serangan seksual. (2) Identifikasi faktor

independen yang terkait dengan cedera genital dan anal mengikuti penetrasi vagina dan anal.

Hasil: Cedera genital diamati pada 24,5% wanita yang dilaporkan mengalami penetrasi vagina;

wanita dengan riwayat tanpa hubungan seksual sebelumnya 52,1% mengalami luka kelamin.

Cedera kelamin lebih mungkin terjadi tanpa hubungan seksual sebelumnya (adjusted odds ratio

[adj OR] 4,4, interval kepercayaan 95% [95% CI] 2,4-8,0), beberapa jenis penetran (adj. OR

1.5, 95% CI 1.0- 2.1), jika terjadi cedera tubuh secara umum dan kecil kemungkinannya dengan

 penggunaan obat penenang dan penundaan pemeriksaan. Cedera anal, yang diamati pada

27,0% dari penetrasi komplit anal yang dilaporkan, lebih mungkin terjadi pada beberapa jenis

 penetran (disesuaikan OR 5.0, 95% CI 1,2-21,0), jika terjadi cedera tubuh secara umum dan

kemungkinannya kecil dengan penundaan pemeriksaan.

Kesimpulan: Penelitian ini secara terpisah menghitung frekuensi cedera genital dan anal pada

wanita yang diserang secara seksual. Cedera kelamin tidak ada dalam proporsi besar wanita

(17)

memberi informasi kepada masyarakat, polisi dan medikolegal kepada sistem peradilan pidana

dengan lebih baik.

1. Pendahuluan

Adanya luka tubuh secara umum telah dikaitkan dengan tingkat pelaporan yang lebih

tinggi [1] dan tuntutan kekerasan seksual [2-5]. Tingkat hukuman juga tinggi pada wanita yang

menderita luka kelamin setelah mengalami kekerasan seksual. Dalam sebuah studi besar di

Afrika Selatan 2009, baik cedera umum dan genital sangat terkait dengan hukuman. Meskipun

secara historis beberapa pengadilan mengandalkan adanya cedera kelamin untuk

"membuktikan" serangan seksual [7], diketahui dengan baik bahwa cedera kelamin tidak

terlihat pada mayoritas wanita yang mengikuti serangan seksual. Dalam memberikan kesaksian

ahli ke pengadilan, penting untuk mengetahui perkiraan preval ensi yang terpisah untuk cedera

genital dan anal setelah masing-masing, penetrasi vaginal atau anal tanpa konsensual. Ada

sejumlah laporan dalam literatur tentang prevalensi luka genital berikut dugaan penyerangan

seksual. Sayangnya, beragam teknik pemeriksaan / pengamatan, kriteria inklusi peserta dan

definisi cedera yang digunakan oleh banyak penelitian ini membuat mereka sulit untuk

menerapkannya di lingkungan Australia. Di Australia, pemeriksaan makroskopis (telanjang

mata) secara rutin digunakan untuk mendeteksi luka genitoanal setelah serangan seksual dan

kemerahan genital dan / atau pembengkakan dianggap sebagai temuan yang tidak spesifik dan

tidak termasuk dalam definisi cedera genital. Dari 85 studi tentang data prevalensi cedera

genital yang ditinjau oleh Lincoln dkk. Pada tahun 2013 [8] hanya lima belas digunakan 'mata

telanjang' pemeriksaan makroskopik [4,7,9-19]. Hanya enam dari cedera genital terpisah ini

dari cedera anal / peri-anal [4,11,14,15,19,20] dan hanya tiga dari enam [4,19,20]

(18)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui frekuensi kedua luka genital dan

anal pada wanita yang menghadiri layanan serangan seksual sesuai dengan sifat serangan

seksual (yaitu penetrasi vs percobaan vs. tidak diketahui). Penelitian ini juga berusaha untuk

menentukan karakteristik demografi dan penyerangan mana yang terkait dengan deteksi luka

genital pada wanita dengan penetrasi vagina yang lengkap dan dengan luka anal pada wanita

yang melaporkan penetrasi anal komplit.

2. Metode

2.1. Definisi

Penggunaan alkohol mengacu pada alkohol yang dikonsumsi dalam periode 6 jam

sebelum serangan.

Cedera anal termasuk luka di daerah perianal, anal dan rektum.

Tipe penyerang dikategorikan sebagai orang asing, pasangan intim, kenalan / teman,

kenalan yang tidak disengaja (diketahui <24 jam), tidak diketahui (tidak ada memori), saudara

dan orang lain (termasuk rekan kerja dan petugas kesehatan). Mitra intim termasuk saat ini dan

mantan (termasuk suami, de facto dan pacar).

Penyakit jiwa saat ini didasarkan pada riwayat pasien yang dilaporkan sendiri dan

termasuk psikotik (misalnya gangguan skizofrenia, bipolar) dan gangguan non-psikotik

(misalnya kegelisahan, depresi).

Cedera badan umum (non-genitoanal) termasuk luka yang ditemukan di kepala (kulit

kepala / rambut, mata, telinga, wajah), mulut (bibir, gigi dan rongga mulut), leher, dada ( dada,

 payudara, punggung atas, perut, punggung bawah dan bokong), lengan (lengan atas, lengan,

tangan, dan kuku), dan kaki (paha bagian dalam, sisa paha, kaki bagian bawah, kaki, lutut).

Cedera genital termasuk luka pada mons pubis, genitalia internal / eksternal dan

(19)

Serangan tidak senonoh adalah tindakan seksual tanpa persetujuan tanpa adanya

 penetrasi selesai atau percobaan.

Jenis luka termasuk memar, lecet, laserasi, luka yang diiris, luka tembus (luka tusuk)

dan luka bakar. Kemerahan dan / atau kelembutan tidak disertakan karena sifatnya yang tidak

spesifik. Kecelakaan yang dipertimbangkan oleh dokter forensik untuk ditimbulkan sendiri

tidak dikecualikan.

Obat penenang yang tidak ditentukan termasuk cannabinoids (ganja & sintetis), opiat

(heroin) dan benzodiazepin.

Serangan seksual yang termasuk dalam penelitian ini komplit atau diupayakan penetrasi

vagina atau anal pasien dengan penis, jari tangan, tangan atau objek tanpa persetujuan mereka.

Sifat penetrasi diklasifikasikan sebagai tidak diketahui jika pasien mencurigai adanya serangan

seksual namun tidak memiliki atau tidak mengetahui kejadian tersebut.

Stimulan meliputi amfetamin, ekstasi, kokain (tidak a da halusinogen dalam kohort ini).

Jenis penetran mengacu pada bagian tubuh atau benda yang menembus vagina atau anal seperti

 penis, jari tangan, dan / atau benda.

2.2. Pemilihan peserta studi

Sexual Assault Resource Centre (SARC) adalah satu-satunya pusat rujukan

 penyerangan seksual untuk polisi dan penyedia layanan darurat lainnya di Perth, ibu kota

Australia Barat. Peserta studi termasuk remaja pasca pubertas dan wanita dewasa berusia 13

tahun ke atas dirujuk ke SARC untuk konsultasi darurat antara 1 Januari 2009 dan 31 Maret

2015 setelah dituduh melakukan kekerasan seksual terakhir. Pengecualian dari penelitian ini

adalah pasien yang (i) tidak memberikan persetujuan untuk penelitian, (ii) diserang secara tidak

(20)

serangan seksual, (v) tidak menyetujui pemeriksaan genital / anal, (vi) mengakui bahwa

laporan tersebut salah dan / atau dugaan serangan tersebut dianggap sebagai laporan palsu oleh

Polisi atau dokter forensik, (vii) hanya melaporkan serangan lisan dengan penis, (viii) hanya

melaporkan serangan vagina dan / atau anal dengan lidah.

Gambar 1 : Diagram daerah genito anal untuk mendeskripsikan suatu luka.

2.3. Pemeriksaan forensik dan pengumpulan data

Sebanyak 24 dokter memeriksa pasien selama masa studi dengan 12-15 dokter staf

setiap tahunnya. Rata-rata, setiap dokter memeriksa 53 pasien studi (kisaran interkuartil

14-85). Dokter SARC dilatih secara forensik: enam dokter telah menyelesaikan Master of Forensic

Medicine, dua adalah Fellows of the Australasian College of Legal Medicine (FACLM), tujuh

memiliki beasiswa Fakultas Kedokteran Forensik Klinik dari Royal College of Pathologists

Australasia. Sebagai bagian dari pekerjaan mereka di SARC, semua dokter mengikuti

 pendidikan reguler. Pemeriksaan fisik dilakukan sesuai dengan protokol pemeriksaan

(21)

Australia Barat. Ini termasuk pemeriksaan seluruh tubuh (kepala sampai kaki, depan dan

 belakang) dan daerah genito-anal, dengan pengukuran dan dokumentasi adanya luka dan

temuan pada diagram bodi standar di Catatan Forensik SARC. Gambar. 1 menunjukkan

diagram yang digunakan untuk mendokumentasikan cedera genitoanal eksternal. Visualisasi

makroskopik, bukan kolposkopi atau pewarnaan, digunakan untuk pemeriksaan genito-anal.

Informed consent Pasien dan / atau wali diperoleh untuk penggunaan data yang tidak

teridentifikasi untuk penelitian. Dokter yang menjadi peserta penelitian memasukkan data

riwayat dan pemeriksaan ke dalam Sistem Informasi Klinik Medis forensik SARC [21].

Data database yang hilang atau tidak konsisten dipertanyakan dan diubah bila

memungkinkan mengikuti tinjauan bagan klinisi.

2.4. Analisis statistik

Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik wanita dan serangan

seksual dan diringkas sebagai penyimpangan standar untuk data kontinu dan persentase data

kategoris. Tes Chi Square dan Fisher Exact digunakan untuk membandingkan proporsi dengan

subkelompok. Pemilihan kovarian digunakan secara khusus untuk menilai faktor prognostik

untuk cedera pada pasien dan untuk membangun model regresi logistik multivariat. Semua

model awal termasuk kovariat yang memiliki nilai p <0,25 dalam analisis bivariat beserta

faktor-faktor yang diketahui secara klinis; Model kovariat. Dengan nilai p 0,15 atau kurang

dipertahankan pada model. Nilai 25% digunakan sebagai indikator perubahan penting dalam

koefisien. Model penentuan tujuan dari kovariat dan proses pemodelan dijelaskan oleh Hosmer

dkk. [22]. Tidak ada interaksi dua arah yang signifikan pada p <0,01 yang terdeteksi. Odds

ratios dan 95% confidence interval diperkirakan. Semua analisis statistik dilakukan dengan

(22)

2.5. Rincian persetujuan etika

Persetujuan etika diperoleh dari Komite Etika Penelitian Kesehatan Wanita dan

Kesehatan Baru (nomor persetujuan 2014089EWEW) dan Komite Etika Penelitian Manalia

Curtin University, Australia Barat (nomor persetujuan HR98 / 2015).

3. Hasil

Sebanyak 1.755 wanita (dan 103 pria) dipresentasikan ke SARC untuk konsultasi

darurat selama periode studi 75 bulan, di antaranya 1266 termasuk dalam penelitian ini. Tingkat

eksklusi adalah 27,9% (n = 489): 5,4% (n = 95) tidak menyetujui penelitian, 2,0% (n = 35)

yang dipresentasikan setelah serangan tidak senonoh, 1,1% (n = 19) serangan seksual dianggap

salah laporan, 4,0% (n = 70) yang disajikan> 10 hari setelah serangan, 0,9% (n = 15)

melaporkan serangan oral hanya, 0,7% (n = 12) melaporkan serangan vagina hanya dengan

lidah, 13,8% (n = 243) Tidak menyetujui pemeriksaan genito / anal. Keterlibatan polisi pada

saat konsultasi darurat adalah 69,4% (n = 879). Delapan bel as wanita mengalami dua atau lebih

serangan seksual terpisah selama masa studi dengan setiap konsultasi termasuk dalam analisis.

Gambar Diagram alur 2 memberikan gambaran umum rancangan studi dan rincian jumlah

 peserta yang diperiksa untuk cedera spesifik lokasi dan prevalensi cedera berdasarkan jenis

serangan. Tabel 1 memberikan rincian tentang karakteristik demografi dan penyerangan dari

1.266 peserta penelitian (usia rata-rata 26,5 10,9 tahun, kisaran 13-88 tahun). Wanita dengan

 penyakit jiwa saat ini menyumbang 39,7% (n = 503) peserta studi dan riwayat mengkonsumsi

alkohol dalam periode 6 jam sebelum serangan tersebut diperoleh pada 60,7% (n = 768). Lima

 puluh satu persen wanita dipresentasikan ke SARC dalam waktu 24 jam dari dugaan serangan

seksual dan 81,9% dalam 72 jam. Penetrasi vagina yang komplit adalah bentuk serangan

seksual yang paling umum (n = 948, 74,9%), dengan 10,4% (n = 132) melaporkan serangan

(23)

3.1. Cedera kelamin 3.1. Cedera kelamin

Empat puluh tiga (3,4%) dari 1266 peserta penelitian tidak berisiko mengalami luka Empat puluh tiga (3,4%) dari 1266 peserta penelitian tidak berisiko mengalami luka

kelamin karena mereka menyatakan bahwa percobaan penetrasi

kelamin karena mereka menyatakan bahwa percobaan penetrasi vagina yang dilakukan denganvagina yang dilakukan dengan

 baik

 baik dan dan tidak tidak komplit komplit telah telah terjadi. terjadi. Dari Dari 1223 1223 perempuan perempuan yang yang dievaluasi dievaluasi untuk untuk cederacedera

kelamin, 77,5% (n = 948) melaporkan penetrasi vagina yang komplit, 3,3% (n = 40) kelamin, 77,5% (n = 948) melaporkan penetrasi vagina yang komplit, 3,3% (n = 40)

melaporkan upaya penetrasi vagina dan 19,2% (n = 235) mencurigai adanya serangan seksual melaporkan upaya penetrasi vagina dan 19,2% (n = 235) mencurigai adanya serangan seksual

namun tidak memiliki ingatan yang jelas terhadap kecelakaan. Secara keseluruhan, luka namun tidak memiliki ingatan yang jelas terhadap kecelakaan. Secara keseluruhan, luka

kelamin terdeteksi pada 22,0% (269/1223) diperiksa untuk cedera kelamin. Cedera kelamin kelamin terdeteksi pada 22,0% (269/1223) diperiksa untuk cedera kelamin. Cedera kelamin

terdeteksi pada 24,5% (232/948) dari mereka yang diperiksa karena dugaan penetrasi vagina terdeteksi pada 24,5% (232/948) dari mereka yang diperiksa karena dugaan penetrasi vagina

yang dilakukan, 15,0% (6/40) dari mereka yang mencoba penetrasi vagina dan 13,2% (31/235) yang dilakukan, 15,0% (6/40) dari mereka yang mencoba penetrasi vagina dan 13,2% (31/235)

wanita dengan dugaan serangan seksual namun tidak ada ingatan yang jelas tentang jenis wanita dengan dugaan serangan seksual namun tidak ada ingatan yang jelas tentang jenis

 penetrasi

 penetrasi (Gambar 2). (Gambar 2). Dari Dari 71 wanita 71 wanita tanpa tanpa hubungan seksual hubungan seksual sebelumnya yang sebelumnya yang melaporkanmelaporkan

 penetrasi

 penetrasi vagina selvagina selesai, esai, 52,1% (n 52,1% (n = = 37) mengalami 37) mengalami luka luka kelamin dan kelamin dan 47,9% (n 47,9% (n = = 34) tidak.34) tidak.

232 wanita dengan cedera kelamin setelah menyelesaikan penetrasi vagina rata-rata memiliki 232 wanita dengan cedera kelamin setelah menyelesaikan penetrasi vagina rata-rata memiliki

2,4 luka kelamin masing-masing, dengan 50% (n = 117) hanya memiliki s

2,4 luka kelamin masing-masing, dengan 50% (n = 117) hanya memiliki s atu luka genital. Jenisatu luka genital. Jenis

cedera kelamin yang paling umum pada wanita yang melaporkan penetrasi vagina yang cedera kelamin yang paling umum pada wanita yang melaporkan penetrasi vagina yang

komplit adalah laserasi yang diikuti oleh lecet; daerah yang paling umum dengan setidaknya komplit adalah laserasi yang diikuti oleh lecet; daerah yang paling umum dengan setidaknya

satu luka adalah fornix posterior, fossa navicularis, labia minora dan selaput dara (Tabel 2). satu luka adalah fornix posterior, fossa navicularis, labia minora dan selaput dara (Tabel 2).

Tabel 3 merinci frekuensi dan kemungkinan cedera kelamin pada 948 wanita yang Tabel 3 merinci frekuensi dan kemungkinan cedera kelamin pada 948 wanita yang

melaporkan penetrasi vagina yang lengkap sehubungan dengan delapan karakteristik melaporkan penetrasi vagina yang lengkap sehubungan dengan delapan karakteristik

demografi dan penyerangan yang terkait dengan cedera kelamin dalam analisis bivariat (p demografi dan penyerangan yang terkait dengan cedera kelamin dalam analisis bivariat (p

<0,25). Pemodelan regresi logistik menentukan bahwa empat dari delapan faktor ini (te

<0,25). Pemodelan regresi logistik menentukan bahwa empat dari delapan faktor ini (te rmasukrmasuk

 penggunaan ob

 penggunaan obat penenang, at penenang, riwayat hubungan riwayat hubungan seksual sebelumnya, wseksual sebelumnya, waktu untuk aktu untuk pemeriksaan,pemeriksaan,

 jumlah p

(24)

0,1, 0,7). Faktor dengan dampak terbesar pada risiko cedera kela

0,1, 0,7). Faktor dengan dampak terbesar pada risiko cedera kela min adalah riwayat hubunganmin adalah riwayat hubungan

seksual tanpa vagina sebelumnya (disesuaikan OR = 4,7, 95% CI 2,8, 8,1). Kemungkinan seksual tanpa vagina sebelumnya (disesuaikan OR = 4,7, 95% CI 2,8, 8,1). Kemungkinan

mengamati luka genital menurun seiring dengan meningkatnya waktu pemeriksaan. mengamati luka genital menurun seiring dengan meningkatnya waktu pemeriksaan.

Faktor-faktor yang tidak terkait dengan cedera kelamin yang diperiksa dalam analisis univariat faktor yang tidak terkait dengan cedera kelamin yang diperiksa dalam analisis univariat

tercantum dalam Tabel 3 catatan kaki. tercantum dalam Tabel 3 catatan kaki.

Penetrasi vagina komplit dengan satu, dua dan tiga jenis penetran (misalnya penis, jari, Penetrasi vagina komplit dengan satu, dua dan tiga jenis penetran (misalnya penis, jari,

 benda atau tangan) dilaporkan masing-masing 74,0% (n = 701), 24,9% (n = 236) dan 1,2% (n  benda atau tangan) dilaporkan masing-masing 74,0% (n = 701), 24,9% (n = 236) dan 1,2% (n

= 11) wanita yang melakukan penetrasi vagina. Proporsi cedera genital meningkat dengan = 11) wanita yang melakukan penetrasi vagina. Proporsi cedera genital meningkat dengan

 penggunaan

 penggunaan beberapa beberapa penetrasi penetrasi (Tabel (Tabel 3). 3). Setelah Setelah penyesuaian penyesuaian untuk untuk faktor faktor lain lain (Tabel (Tabel 3),3),

 penetrasi

 penetrasi vagina vagina oleh oleh beberapa beberapa penetrasi penetrasi dikaitkan dikaitkan dengan dengan peningkatan peningkatan risiko risiko 1,5 1,5 kali kali lipatlipat

(95% CI 1,1, 2,1) dari cedera kelamin dibandingkan dengan wanita yang diserang dengan satu (95% CI 1,1, 2,1) dari cedera kelamin dibandingkan dengan wanita yang diserang dengan satu

 penetran.  penetran.

Frekuensi cedera kelamin menurut jenis penetrasi diperiksa pada 948 wanita yang Frekuensi cedera kelamin menurut jenis penetrasi diperiksa pada 948 wanita yang

melaporkan penetrasi vagina secara komplit. Dua penetran paling umum pada kasus penetrasi melaporkan penetrasi vagina secara komplit. Dua penetran paling umum pada kasus penetrasi

701 "tunggal" adalah penis (n = 550, 78,5%) dan jari (n = 133, 19,0%). Perbedaan proporsi 701 "tunggal" adalah penis (n = 550, 78,5%) dan jari (n = 133, 19,0%). Perbedaan proporsi

cedera genital akibat

cedera genital akibat penetrasi penis (126/550, 22,9%) dan jari (22/133, 16,5%) tidak signifikanpenetrasi penis (126/550, 22,9%) dan jari (22/133, 16,5%) tidak signifikan

secara statistik (p = 0,111). Penetrasi vagina dengan tangan dan benda dilaporkan secara statistik (p = 0,111). Penetrasi vagina dengan tangan dan benda dilaporkan

masing-masing adalah 7 (1,0%) dan 11 (1,6%) dari 70 juta kasus penetrasi tunggal. Prevalensi cedera masing adalah 7 (1,0%) dan 11 (1,6%) dari 70 juta kasus penetrasi tunggal. Prevalensi cedera

kelamin akibat penetrasi tangan dan objek masing-masing adalah 71,4% (5/7) dan 36,4% kelamin akibat penetrasi tangan dan objek masing-masing adalah 71,4% (5/7) dan 36,4%

(4/11). (4/11).

Pada subkelompok 807 wanita dengan penetrasi vagina yang komplit pemeriksaan Pada subkelompok 807 wanita dengan penetrasi vagina yang komplit pemeriksaan

umum dan pemeriksaan genito-anal, 69,8% (n = 563) memiliki cedera tubuh secara umum. umum dan pemeriksaan genito-anal, 69,8% (n = 563) memiliki cedera tubuh secara umum.

Wanita dengan cedera tubuh secara umum lebih cenderung hadir dengan cedera kelamin Wanita dengan cedera tubuh secara umum lebih cenderung hadir dengan cedera kelamin

(27,9% (157/563) vs 20,9% (51/244), p = 0,037). Model regresi logistik multivariat (27,9% (157/563) vs 20,9% (51/244), p = 0,037). Model regresi logistik multivariat

menentukan bahwa, pada sub kelompok ini, lima faktor, termasuk (i) ri

(25)

sebelumnya, (ii) cedera tubuh sec

sebelumnya, (ii) cedera tubuh secara umum, (iii) jumlah penetrasi vagina, (iara umum, (iii) jumlah penetrasi vagina, (iv) penggunaan obatv) penggunaan obat

 penenang d

 penenang dan (v) an (v) Waktu uWaktu untuk pemntuk pemeriksaan, secara inderiksaan, secara independen terkait ependen terkait dengan cedera dengan cedera kelamin.kelamin.

Faktor dengan dampak terbesar pada risiko cedera kelamin adalah riwayat hubungan seksual Faktor dengan dampak terbesar pada risiko cedera kelamin adalah riwayat hubungan seksual

tanpa vagina sebelumnya (adjusted OR = 4,4, 95% CI 2,4, 8,0), diikuti oleh adanya cedera tanpa vagina sebelumnya (adjusted OR = 4,4, 95% CI 2,4, 8,0), diikuti oleh adanya cedera

tubuh secara umum (OR disesuaikan: 1,6, 95% CI 1.1, 2.3) dan penggunaan beberapa jenis tubuh secara umum (OR disesuaikan: 1,6, 95% CI 1.1, 2.3) dan penggunaan beberapa jenis

 penetrants (OR disesuaikan = 1,5,

 penetrants (OR disesuaikan = 1,5, 95% CI 1,095% CI 1,0, 2,1). Pengg, 2,1). Penggunaan sedatif dalam 6 unaan sedatif dalam 6 jam seranganjam serangan

seksual melindungi luka genital (disesuaikan OR = 0,3, 95% CI 0,1, 0,7). Peningkatan waktu seksual melindungi luka genital (disesuaikan OR = 0,3, 95% CI 0,1, 0,7). Peningkatan waktu

untuk pemeriksaan dikaitkan dengan penurunan luka kelamin. untuk pemeriksaan dikaitkan dengan penurunan luka kelamin.

Dalam sebuah analisis sub kelompok terhadap 189 wanita berusia 13-17 tahun yang Dalam sebuah analisis sub kelompok terhadap 189 wanita berusia 13-17 tahun yang

diperiksa setelah menyelesaikan penetrasi vagina, 24,3% (n = 46) tidak memiliki riwayat seks diperiksa setelah menyelesaikan penetrasi vagina, 24,3% (n = 46) tidak memiliki riwayat seks

vaginal sebelumnya, dan 70,4% (n = 133) telah aktif secara seksual sebelum Penyerangan vaginal sebelumnya, dan 70,4% (n = 133) telah aktif secara seksual sebelum Penyerangan

(missing information n = 10). Prevalensi cedera kelamin secara signifikan lebih tinggi pada (missing information n = 10). Prevalensi cedera kelamin secara signifikan lebih tinggi pada

kelompok "tidak ada kelompok seks sebelumnya" bila dibandingkan dengan rekan mereka kelompok "tidak ada kelompok seks sebelumnya" bila dibandingkan dengan rekan mereka

(52,2% (24/46) vs 19,5% (26/133); p <0,001). Dari 46 wanita muda yang tidak memiliki (52,2% (24/46) vs 19,5% (26/133); p <0,001). Dari 46 wanita muda yang tidak memiliki

riwayat seks vaginal sebelumnya yang melaporkan penetrasi vagina secara komplit, luka di riwayat seks vaginal sebelumnya yang melaporkan penetrasi vagina secara komplit, luka di

lokasi spesifik adalah sebagai berikut: selaput dara 30% (n = 14), labia minora 20% (n = 9), lokasi spesifik adalah sebagai berikut: selaput dara 30% (n = 14), labia minora 20% (n = 9),

fourchette posterior 15% (n = 7), fossa navicularis 11% (n =

fourchette posterior 15% (n = 7), fossa navicularis 11% (n = 5), klitoris 4% (n = 2), vagina atas5), klitoris 4% (n = 2), vagina atas

4% (n = 2), vagina rendah 2% (n = 1) uretra 2% (n = 1) , Labia majora 2% (n = 1), serviks 2% 4% (n = 2), vagina rendah 2% (n = 1) uretra 2% (n = 1) , Labia majora 2% (n = 1), serviks 2%

(n =

(n = 1). T1). Tidak ada idak ada luka yanluka yang tergolong g tergolong vestibular atau vestibular atau perineal pada perineal pada 46 w46 wanita ini. anita ini. Dari Dari 133133

wanita muda dengan riwayat seks vaginal sebelumnya yang melaporkan mengalami penetrasi wanita muda dengan riwayat seks vaginal sebelumnya yang melaporkan mengalami penetrasi

vagina, luka di lokasi spesifik adalah: selaput dara 5% (n = 4), labia minora 2% (n = 3), vagina, luka di lokasi spesifik adalah: selaput dara 5% (n = 4), labia minora 2% (n = 3),

 posterior fourchette 6% (n = 8 ), Fossa navicularis 6% (n = 8), klitoris 2% (n = 3), Rendahnya  posterior fourchette 6% (n = 8 ), Fossa navicularis 6% (n = 8), klitoris 2% (n = 3), Rendahnya

vagina 2% (n = 2), labia majora 2% (n = 2), vestibulum 1% (n = 1). Tidak ada luka yang vagina 2% (n = 2), labia majora 2% (n = 2), vestibulum 1% (n = 1). Tidak ada luka yang

diklasifikasikan sebagai perineum, vagina tinggi, uretra atau serviks pada 133 perempuan ini. diklasifikasikan sebagai perineum, vagina tinggi, uretra atau serviks pada 133 perempuan ini.

(26)

Gambar.2. Diagram alur desain penelitian menunjukkan prevalensi luka genito-anal pada wanita dengan status penetrasi vagina. Pasien menduga terjadi penyerangan seksual namun tidak ada ingatan yang jelas akan kejadian tersebut.

(27)

Tabel 1 : Karakter demografis dan penyerangan dari 1266 wanita yang hadir ke Pusat Sumber Seksual (Australia Barat) dan menyetujui pemeriksaan genito-anal setelah kejahatan vaginal dan / atau anal

(28)

3.2. Cedera anal

Analisis cedera anal terbatas pada 463 wanita yang melaporkan adanya penetrasi anal

atau percobaan anal atau dugaan penyerangan seksual namun tidak ada ingatan yang jelas

mengenai kejadian tersebut. Secara keseluruhan, cedera anal terdeteksi pada 14,3% (66/463)

dari wanita yang terkena kejahatan seksual.. Luka pada anal dideteksi pada 27,0% (47/174)

kasus dengan dugaan penetrasi anal, pada 9,3% (5/54) kasus dengan upaya penetrasi anal dan

6,0% (14/235) wanita yang mencurigai adanya kejahatan seksual namun Tidak ada ingatan

yang jelas tentang kejadian tersebut (Gambar 2). 47 wanita dengan cedera anal setelah

melakukan penetrasi anal dengan rata-rata 2,1 cedera anal, dengan 45% (n = 21) hanya

memiliki satu cedera anal. Jenis yang paling umum dari cedera anal pada wanita yang

melaporkan penetrasi anal adalah laserasi yang diikuti oleh memar; tempat yang paling umum

dengan setidaknya satu luka adalah wilayah perianal (Tabel 2).

Penetrasi anal lengkap dengan satu, dua dan tiga penetrasi dilaporkan masing-masing

92,5% (161/174), 6,9% (12/174) dan 0,6% (1/174) kasus yang melaporkan penetrasi anal. Dua

 penetran paling umum dalam kasus penetran "tunggal" adalah penis (123/161, 76,4%) dan jari

(32/161, 19,6%) dengan hanya 6 wanita yang melaporkan penetrasi tunggal dengan sebuah

 benda. Jenis penetran dalam kasus penetran tunggal tidak terkait dengan cedera anal (nilai pasti

 p Fisher 0.584). Kasus penetran tunggal memiliki risiko cedera anal yang lebih sedikit

dibandingkan dengan beberapa penetrasi (24,8% (40/161) vs 53,9% (7/13), nilai p-value Fisher

0,045).

Tabel 4 memberikan frekuensi dan kemungkinan relatif cedera anal pada wanita yang

diperiksa setelah melakukan penetrasi anal lengkap untuk empat faktor yang terkait dengan

cedera anal pada analisis univariat (yaitu waktu untuk pemeriksaan, usia dan kecacatan

(29)

terkait secara independen dengan cedera anal. Faktor-faktor yang tidak terkait dengan cedera

anal yang diperiksa dalam analisis univariat tercantum dalam Tabel 4.

Pada subkelompok 151 wanita dengan penetrasi anal yang menyele saikan pemeriksaan

umum dan pemeriksaan genito-anal, 74,2% (112/151) mengalami cedera tubuh secara umum.

Wanita dengan cedera tubuh secara umum lebih cenderung hadir dengan cedera anal (31,3%

(35/112) vs 15,4% (6/39), p = 0,055). Pemodelan regresi logistik multivariat menentukan

 bahwa, pada sub kelompok ini, tiga faktor, termasuk (i) jumlah penetrasi anal (ii) cedera tubuh

secara umum, dan (iii) waktu untuk pemeriksaan, secara independen terkait dengan cedera

kelamin. Faktor dengan dampak terbesar pada risiko cedera anal adalah penggunaan beberapa

 jenis penetran (OR = 5,0, 95% CI 1,2, 21,0) diikuti oleh adanya cedera tubuh secara umum

(OR = 2,7, 95% CI 1.0, 7.3). Meningkatkan waktu untuk pemeriksaan dikaitkan dengan

 penurunan cedera anal.

Tabel 3. Rasio frekuensi dan odds untuk cedera kelamin menurut karakteristik demografi dan kejahatan pada wanita yang melaporkan penetrasi vagina (n = 948)

(30)

4. Diskusi

Karena banyaknya wanita dalam penelitian kami, kami dapat menilai frekuensi genital

dan anal individu yang terkait dengan jenis kekerasan seksual tertentu. Kecelakaan genital dan

anal telah dianalisis dengan tipe penetrasi (penis, jari tangan, tangan atau benda), jumlah

 penetran dan penetrasi percobaan. Analisis terpisah terhadap luka genital dan anal tidak

terdokumentasi dengan baik dalam literatur.

Kami memeriksa remaja pasca pubertas dan perempuan dewasa terkait keahatan

seksual tanpa pembesaran atau pewarnaan genital untuk mendeteksi luka pada genital dan anal.

Perbandingan dengan penelitian menggunakan metode kolposkopi dan / atau pewarnaan sangat

kompleks, karena studi ini sering melaporkan tingkat cedera yang jauh lebih tinggi daripada

yang dilihat oleh 'mata telanjang'. Dari lima belas penelitian yang menggunakan pemeriksaan

makroskopik yang ditinjau oleh Lincoln dkk. pada tahun 2013, hanya enam luka genital yang

tidak termasuk / terpisah dari cedera anal / peri-anal . Dari keenam, hanya tiga di samping

studi Australia yang dilakukan oleh Lincoln et al. mengecualikan kemerahan dan

 pembengkakan karena luka-luka dan oleh karena itu cocok untuk perbandingan frekuensi

cedera kelamin setelah menyelesaikan penetrasi vagina dengan penelitian kami. Empat studi

lebih lanjut yang belum diulas oleh Lincoln, memiliki perbedaan metodologis yang signifikan

terhadap penelitian kami yang menghalangi perbandingan dengan temuan kami .

Dari empat studi cedera genital yang sebanding, studi paling awal (1992) melaporkan

 prevalensi genital 9% [9], jauh lebih rendah daripada prevalensi keseluruhan kita sebesar 22%.

Perbedaan besar ini mungkin karena penggunaan dokter yang terlatih secara forensik dalam

 penelitian kami, tidak ada yang menyebutkan pelatihan dokter khusus dalam penelitian di AS.

Studi kedua terbatas pada remaja yang diberi stratifikasi oleh apakah mereka pernah melakukan

hubungan seksual vagina sebelumnya. Prevalensi cedera genital dalam penelitian ini pada

(31)

 penelitian kami. Studi ketiga, oleh kelompok riset Manchester yang sama, melaporkan bahwa

 prevalensi cedera kelamin pada pengadu orang dewasa adalah 23%, sama dengan wanita

 berusia di atas 19 tahun dengan penetrasi vagina yang lengkap dalam penelitian ini. Studi

keempat, yang dilakukan di Queensland (Australia) melaporkan prevalensi 54% prevalensi

genital pada 41 wanita berusia 18-44 tahun, dua kali lipat prevalensi pada wanita berusia

20-49 tahun . Prevalensi yang lebih tinggi dalam penelitian di Queensland mungkin karena yang

diperiksa hanya kasus dalam waktu 72 jam dari kejahatan seksual yang disertakan sedangkan

 penelitian kami meliputi wanita yang diperiksa sampai 10 hari setelah dugaan penyerangan

seksual. Namun, ini tidak bisa menjadi penjelasan keseluruhan karena hanya 30% peserta studi

kami yang hadir dalam 72 jam mengalami luka kelamin. Faktor lain yang mungkin

menyebabkan tingkat cedera genital yang lebih tinggi dalam studi di Queensland yaitu semua

wanita melaporkan kejahatan seksual mereka ke polisi dibandingkan dengan hanya 69% wanita

dalam penelitian kami. Kami berpendapat bahwa wanita yang melapor ke polisi mungkin

termotivasi untuk melakukannya karena cedera tubuh dan / atau genito-anal. Kami telah

menunjukkan bahwa cedera fisik pada tubuh secara umum dikaitkan dengan peningkatan risiko

cedera kelamin. Namun satu penelitian di AS menentukan bahwa cedera tubuh secara umum

 bukanlah pendorong bagi wanita untuk melaporkan ke polisi. Apakah ini berlaku untuk kasus

di Australia masih belum dapat diketahui.

Temuan yang menarik adalah bahwa walaupun jumlah penyerang dengan kontak seksual tidak

dikaitkan dengan peningkatan cedera genital dan / atau anal, jumlah jenis penetran yang

 berbeda meningkatkan frekuensi cedera genito-anal. Kami dapat mempelajari cedera anal pada

463 wanita yang kami anggap berisiko mengalami cedera ini. Kami menetapkan bahwa 27%

wanita melaporkan penetrasi anal yang lengkap dan 9% wanita yang melakukan percobaan

(32)

luka anal. Sayangnya, perbandingan langsung temuan kami dengan penelitian lain sulit

dilakukan karena data yang dipublikasikan yang menunjukkan adanya luka anal setelah

 penetrasi anal jarang terjadi. Hal ini karena kebanyakan penelitian hanya menyajikan temuan

secara luas sebagai cedera genito-anal setelah penetrasi anal (dan / atau vagina). Meskipun ada

dua penelitian yang melaporkan prevalensi cedera anal pada 8- 11%, ini terjadi pada semua

kasus kekerasan seksual yang diperiksa terlepas dari status penetrasi anal .

Sebuah studi di Swedia menemukan bahwa kemungkinan cedera anal lebih t inggi pada korban

 pasangan intim dan kenalan bila dibandingkan dengan korban orang asing. Kami tidak

menemukan tipe penyerang yang terkait dengan cedera anal. Memang, hanya waktu untuk

 pemeriksaan, jumlah penetrasi anal (single vs multiple) dan cedera tubuh secara umum terkait

secara independen dengan cedera anal pada wanita yang melaporkan penetrasi anal.

Tabel 4.Rentang frekuensi dan odds untuk cedera anal sesuai karakteristik demografi dan  penyerangan pada wanita yang melaporkan penetrasi anal lengkap (n = 174).

(33)

4.1. Kelebihan dan Keterbatasan

Penelitian ini memiliki sejumlah kelebihan. Dengan memasukkan sejumlah besar

 peserta studi, kami dapat memperkirakan estimasi prevalensi cedera spesifik lokasi

 berdasarkan berbagai jenis kejahatan seksual. Ukuran studi yang besar juga memungkinkan

kami untuk menggunakan regresi multivariat untuk mengidentifikasi faktor-fa ktor yang terkait

secara independen dengan cedera. Selanjutnya, penggunaan protokol standar secara eksklusif

oleh klinisi yang dilatih secara forensik untuk memeriksa semua peserta studi memberikan

kepercayaan pada kualitas data. Ada sejumlah keterbatasan studi. Hasil penelitian tidak

digeneralisasikan untuk semua wanita yang mengikuti kekerasan seksual karena sejumlah

alasan. Pertama, 5% wanita yang merujuk ke SARC tidak menyetujui penggunaan data mereka

untuk penelitian. Kelompok ini mencakup beberapa wanita yang tidak termasuk menderita luka

 parah dimana persetujuan tidak dapat diperoleh. Juga 11% dari mereka yang disebutkan dalam

10 hari setelah kejahatan seksual menolak semua pemeriksaan forensik. Kedua, kejahatan

seksual kurang dilaporkan ke polisi dan layanan kesehatan. Meskipun ada bukti bahwa cedera

tidak memotivasi wanita AS untuk melapor ke polisi , ada kemungkinan wanita Australia yang

merujuk SARC mungkin memiliki lebih banyak luka daripada mereka yang tidak dirujuk ke

SARC. Jika demikian, maka frekuensi cedera kita mungkin lebih dari perkiraan tingkat

 populasi. Sebagai alternatif, beberapa wanita dengan luka yang mengancam jiwa yang tidak

 parah yang diderita dari kejahatan pasangan intim mungkin enggan untuk menghadiri SARC

yang menyebabkan kita meremehkan prevalensi cedera. Wanita dengan luka yang mengancam

 jiwa yang dirawat di rumah sakit mungkin tidak diidentifikasi karena telah diserang secara

seksual. Seperti semua penelitian yang meneliti hubungan antara kejahatan seksual dan cedera,

sejarah penyerangan bersifat subyektif dan bergantung pada pasien. Dalam upaya untuk

(34)

dalam konteks dengan riwayat wanita yang dilaporkan sendiri. Hal ini telah dilakukan untuk

memungkinkan dokter yang menghadiri pengadilan untuk menghubungkan temuan kasus

mereka dengan kasus yang memiliki karakteristik serupa.

5. Kesimpulan

Prevalensi cedera kelamin setelah penetrasi vagina non-konsensual serupa dengan

 prevalensi cedera anal setelah penetrasi anal non-konsensual. Kecelakaan genital dan anal

keduanya ditemukan pada wanita yang mencurigai adanya kejahatan seksual namun tidak

memiliki ingatan yang jelas terhadap kejadian tersebut. Oleh karena itu kami

merekomendasikan agar wanita ini juga membutuhkan penyediaan layanan kesehatan dan

forensik. Sementara lebih dari setengah wanita tanpa hubungan seksual sebelumnya

mengalami luka kelamin setelah penetrasi vagina selama kejahatan seksual. Seperti semua

 penelitian yang dipublikasikan sebelumnya di daerah ini, sejumlah besar wanita yang

melaporkan kejahatan seksual tidak memiliki luka anal dan tidak adanya bukti

(35)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

3.1.1. Kejahatan Seksual

Kejahatan adalah perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku yang telah disahkan oleh hukum tertulis. Seksual adalah berkenaan dengan seks (jenis kelamin) dan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Jadi, kejahatan seksual adalah  perilaku yang bertentangan dengan hukum-hukum yang mengatur mengenai seksualitas.1

3.1.2. Persetubuhan

Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana terjadi penetasi penis ke dalam vagina,  penetrasi tersebut dapat dapat lengkap atau tidak lengkap dan dengan atau tanpa diesertai

ejakulasi.2

3.2. Klasifikasi

Kejahatan seksual dikategorikan menjadi: a. Perkosaan

Umumnya negara – negara maju mendefinisikan perkosaan sebagai perbuatan  bersenggama yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan ( force), menciptakan ketakutan ( fear ) atau dengan cara memperdaya ( fraud ). Bersenggama dengan wanita idiot atau embecil  juga termasuk perkosaan (statutory rape) tidak mempersoalkan apakah wanita tersebut menyetujui atau menolak ajakan bersenggama sebab dengan kondisi mental seperti itu tidak mungkin yang bersangkutan mampu (berkompeten) memberikan konsen yang dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis.

Di negara bagian Florida, pelaku perkosaan tidak hanya dibatasi pada kaum laki – laki saja. Hukum di sana memungkinkan kaum perempuan melakukan perkosaan terhadap laki – laki, sebab prinsip yang dianut di sana adalah bahwa perkosaan sebagai male crime dan female crime. Beberapa negara bagian lainnya bahkan menetapkan pekosaan sebagai tindakan pidana

(36)

 perkawinan tidak secara otomatis dianggap sebagai bentuk konsen bagi suami untuk melakukan senggama dengan isterinya sendiri.

Sedangkan di Indonesia, pengertian perkosaan dapat dilihat pada pasal 285 KUHP. Berdasarkan bunyi pasal tersebut perkosaan di sini digolongkan sebagai tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh laki – laki (male crime) terhadap wanita yang bukan isterinya (extra-marital crime) dan persetubuhannyapun harus bersifat intravaginal coitus. Persetubuhan oral atau anal yang dilakukan dengan kekerasan tidak dapat diklasifi kasikan sebagai perkosaan, melainkan perbuatan menyerang kehormatan kesusilaan (Pasal 289 KUHP).

Jadi tindak pidana perkosaan di Indonesia harus memenuhi unsur – unsur sebagai berikut:

1. Unsur pelaku, yaitu: a. Harus orang laki – laki

 b. Mampu melakukan persetubuhan 2. Unsur korban:

a. Harus orang perempuan  b. Bukan isteri dari pelaku

3. Unsur perbuatan, terdiri atas:

a. Persetubuhan dengan paksa (against her will)

 b. Pemaksaan tersebut harus dilakukan dengan menggunakan kekerasan fisik atau ancaman kekerasan

Karena hanya laki – laki saja yang dapat menjadi pelakunya menunjukkan bahwa kebijakan kriminal yang dianut di sini tentang perkosaan adalah sebagai male crime. Kebijakan kriminal seperti itu nampaknya disebabkan karena pembuat undang – undang masih menggunakan atau setidak – tidaknya masih dipengaruhi oleh konsep perkosaan sebagai offence against property, di mana kaum perempuan masih ditempatkan sebagai subjek kepemilikan, yaitu oleh orang tuanya bagi wanita yang belum menikah atau suaminya bagi yang sudah bersuami.

Di beberapa negara maju konsep perkosaan sudah mengalami perubahan, yaitu sebagai sexual offence, sehingga kaum wanita dimungkinkan melakukan perkosaan. Bahkan kecenderungannya sekarang, perkosaan dianggap sebagai  physical assault dengan tetap memperhintungkan dampak trauma psikik yang dialami korban.

Kendati konsep yang dianut di sini masih dipengaruhi oleh konsep offence against  propertynamun sebenarnya ditinjau dari sudut biologik sangan relevan sebab laki – laki hanya

(37)

dapat melakukan persetubuhan dalam keadaan aktif sedangkan wanita dapat disetubuhi dalam keadaan aktif maupun pasif. Jika seandainya wanita menjadi pelaku perkosaan dan laki – laki menjadi korbannya maka persetubuhan yang menjadi salah satu unsur dari perkosaan diragukan dapat terjadi karena dalam keadaan sedang mengalami tekanan jiwa kar ena dipaksa, diragukan dapat mengalami respon seksual (ereksi) yang merupakan syarat terjadinya penetrasi  penis.

Perkosaan di sini juga tidak mungkin dilakukan terhadap istrinya sendiri sebab ikatan  perkawinan dianggap sebagai suatu persetujuan bagi laki – laki untuk melakukan senggama dengan wanita yang dinikahi. Dengan kata lain, kebijakan kriminal yang dianut disini adalah sebagai extra marital crime.3

 b. Persetubuhan di luar perkawinan

Persetubuhan diluar perkawinan antara pria dan wanita yang berusia di atas 15 tahun tidak dapat dihukum kecuali jika perbuatan tersebut dilakukan terhadap wanita yang dalam keadaan  pingsan atau tidak berdaya.

Untuk perbuatan yang terakhir ini pelakunya dapat dihukum maksimal 9 tahun penjara (pasal 286 KUHP) jika persetubuhan dilakukan terhadap wanita yang diketahui at au sepatutnya dapat diduga berusia dibawah 15 tahun atau belum pantas dikawin maka pelakunya dapat diancam hukuman penjara maksimal 9 tahun.

Untuk penuntutan ini harus ada pengaduan dari korban atau keluarganya (pas al 287 KUHP) . Khusus untuk yang usianya dibawah 12 tahun maka untuk penuntutan tidak diperlukan adanya  pengaduan.4

c. Perzinahan

Perzinahan adalah persetubuhan antara pria dan wanita diluar perkawinan, dimana salah satu diantaranya telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

Khusus untuk delik ini penuntutan dilakukan oleh pasangan dari yang te lah kawin tadi yang diajukan dalam 3 bulan disertai gugatan cerai/pisah kamar/pisah ranjang. Perzinahan ini diancam dengan hukuman pen]ara selama maksimal 9 bulan.4

(38)

Seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, maka ia diancam dengan hukuman  penjara maksimal 9 tahun (pasal 289 KUHP).

Hukuman perbuatan cabul lebih ringan, yaitu 7 tahun saja jika perbuatan cabul ini dilakukan terhadap orang yang sedang pingsan, tidak berdaya. berumur dibawah 15 tahun atau  belum pantas dikawin dengan atau tanpa bujukan (pasal 290 KUHP). Perbuatan cabul yang

dilakukan terhadap orang yang belum dewasa oleh sesama jenis diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 291 KUHP).

Perbuatan cabul yang dilakukan dengan cara pemberian, menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan wibawa atau penyesatan terhadap orang yang belum dewasa diancam dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun (pasal 293 KUHP) .

Perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak, anak tiri, anak angkat, anak yang belum dewasa yang pengawasan, pemeliharaan, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya, dengan bujang atau bawahan yang belum dewasa diancam dengan hukuman  penjara maksimal 7 tahun.

Hukuman yang sama juga diberikan pada pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan bawahan atau orang yang penjagaannya dipercayakan kepadanya, pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat peker]aan negara, tempat  pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial yang melakukan  perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya (pasal 294 KUHP).

Orang yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan, menjadi penghubung bagi  perbuatan cabul terhadap korban yang belum cukup umur diancam dengan hukuman penjara

maksimal 5 tahun (pasal 295 KUHP).

Jika perbuatan ini dilakukan sebagai pencarian atau kebiasaan maka ancaman hukumannya satu tahun 4 bulan atau denda paling banyak Rp. 15.000,-4

3.3. Aspek Medikolegal

(39)

Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh undang-undang, dapat dilihat pada pasal-pasal yang tertera pada bab XIV KUHP, yaitu bab tentang kejahatan terhadap kesusilaan; yang meliputi baik persetubuhan di dalam perkawinan maupun  persetubuhan di luar perkawinan.

KUHP pasal 284

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:

1. a. Seorang pria telah kawin yang melakukan gendak ( overspel), padahal diketahui, bahwa pasal 27 BW ( Burgerlyk Wetboek ) berlaku baginya.

 b. Seorang wanita telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui, bahwa pasal 27 BW ( Burgelyk Wetboek ) berlaku baginya.

2. a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui, bahwa yang turut bersalah telah kawin.

 b. Seorang wanita tidak kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu padal diketahui olehnya, bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW ( Burgerly Wetboek )  berlaku baginya.

(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan  bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tempo tiga bulan diikuti dengan  permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat tidur, karena alasan itu juga.

(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.

(5) Jika bagi suami istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan ini tidak diindahkan selama  perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum keputusan yang menyatakan  pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.

BW pasal 27

Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai suaminya.

(40)

KUHP Pasal 285

Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara  paling lama dua belas tahun.

KUHP Pasal 286

Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan padahal diketahuinya  bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara  paling lama sembilan tahun.

KUHP Pasal 89

Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. KUHP pasal 287

(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana penjara  paling lama sembilan tahun.

(2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umurnya wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah suatu hal tersebut pasal 291 dan pasal 294

KUHP pasal 288

(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di dalam perkawinan, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum mampu dikawin, diancam, apabila

 perbuatan mengakibatkan luka-luka dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama

delapan tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun. KUHP pasal 289

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana pejara paling lama sembilan tahun.

KUHP pasal 290

(41)

(1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul, dengan seorang padahal diketahui, bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;

(2) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahui atau

sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin.

(3) Barang siapa membujuk seorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalu umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.

KUHP pasal 292

Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan  pidana penjara paling lama lima tahun.

KUHP pasal 293

(1) Barang siapa dengan member atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan  perbawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan menyesatkan sengaja

menggerakkan seorang belum cukup umur dan baik tingkahlakunya, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum cukup umurnya itudiketahui atau selayaknya harus diduga, diancam dengan pidana penjara lima tahun.

(2) Penuntutan hanya dilakuan atas pngaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu.

(3) Tenggang tersebut dalam pasal 74, bagi pengaduan ini adalah masing-masing 9 bulan dan 12 bulan.

KUHP pasal 294

Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya, yang belum cukup umur, atau dengan orang yang  belum cukup umur pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya,

diancam dengan pidana penjarapaling lama tujuh tahun:

(42)

(2) Seorang pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pemudikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.

KUHP pasal 295

Diancam:

(1) Dengan pidana penjara paling lama 5 tahun, barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang belum cukup umur, atau oleh orang yang belum cukup umur yang pemeliharaannya, pendidikan, atau penjagaannya diserahkan kepadanya, atau pun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang lain;

(2) Dengan pidana penjara paling lama empat tahun, barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul kecuali tersebut ke-1 di atas yang dilakukan oleh orang yang diketahui belum cukup umurnya atau yang sepatutnya harus diduga demikian, dengan orang lain.

Jika yang bersalah, melakukan keahatan itu sebagai pencaharian atau kebiasaan, maka  pidana dapat ditambah sepertiga.

KUHP pasal 296

Barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, atau denda paling banyak.5

3.3.2. Undang-undang Perkawinan

Pasal 3 UU no. 1 /1974 tentang Perkawinan

(1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.

(2) Pengadilan dpat member izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

(43)

Pasal 7 UU no. 1 / 1974 tentang Perkawinan

(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapau umur 16 (enam belas) tahun.

(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orangtua piak pria maupun piak    wanita.4

3.3.3. Undang-undang Perlindungan Anak

UU NO 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 1) Pasal 81

Dengan kekerasan atau ancaman memaksa anak (belum18 tahun) bersetubuh dengannya atau dengan orang lain dikenai pidana penjara paling lama lima belas tahun atau pidana denda sebesar paling banyak tiga ratus juta rupiah.

2) Pasal 82

Dengan kekerasan atau ancaman, tipuan, kebohongan, bujukan terhadap anak (belum 18 tahun) berbuat cabul dengannya atau dengan orang lain dikenai pidana penjara paling lama lima belas tahun atau pidana sebesar paling banyak tiga ratus juta rupiah.4

3.4. Peran Dokter

a. Menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan

Persetubuhan adalah suatu peristiwa dimana alat kelamin laki-laki masuk ke dalam alat kelamin perempuan, sebagian atau seluruhnya dan dengan atau tanpa terjadinya pancaran air mani. Pemeriksaan dipengaruhi oleh : besarnya zakar dengan ketegangannya, seberapa jauh zakar masuk, keadaan selaput dara serta posisi persetubuhan.

Adanya robekan pada selaput dara hanya menunjukkan adanya benda padat/kenyal yang masuk (bukan merupakan tanda pasti persetubuhan). Jika zakar masuk seluruhnya & keadaan selaput dara masih cukup baik, pada pemeriksaan diharapkan adanya robekan pada selaput dara. Jika elastis, tentu tidak akan ada robekan.

Adanya pancaran air mani (ejakulasi) di dalam vagina merupakan tanda pasti adanya  persetubuhan. Pada orang mandul, jumlah spermanya sedikit sekali (aspermia), sehingga  pemeriksaan ditujukan adanya zat-zat tertentu dalam air mani seperti asam fosfatase, spermin

(44)

1) Sperma masih dapat ditemukan dalam keadaan bergerak dalam vagina 4-5 jam setelah  persetubuhan.

2) Pada orang yang masih hidup, sperma masih dapat ditemukan (tidak bergerak) sampai sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan, sedangkan pada orang mati sperma masih dapat ditemukan dalam vagina paling lama 7-8 hari setelah persetubuhan.

3) Pada laki-laki yang sehat, air mani yang keluar setiap ejakulasi sebanyak 2-5 ml, yang mengandung sekitar 60 juta sperma setiap mililiter dan 90% bergerak (motile)

4) Untuk mencari bercak air mani yang mungkin tercecer di TKP, misalnya pada sprei atau kain maka barang-barang tersebut disinari dengan cahaya ultraviolet dan akan terlihat  berfluoresensi putih, kemudian dikirim ke laboratorium.

5) Jika pelaku kekerasan segera tertangkap setelah kejadian, kepala zakar harus diperiksa, yaitu untuk mencari sel epitel vagina yang melekat pada zakar. Ini dikerjakan dengan menempelkan gelas objek pada gland penis (tepatnya sekeliling korona glandis) dan segera dikirim untuk mikroskopis.

6) Robekan baru pada selaput dara dapat diketahui jika pada daerah robekan tersebut masih terlihat darah atau hiperemi/kemerahan. Letak robekan selaput dara pada persetubuhan umumnya di bagian belakang (comisura posterior ), letak robekan dinyatakan sesuai menurut angka pada jam. Robekan lama diketahui jika robekan tersebut sampai ke dasar (insertio) dari selaput dara.

7) VeR yang baik harus mencakup keempat hal tersebut di atas (fungsi penyelidikan), dengan disertai perkiraan waktu terjadinya persetubuhan. hal ini dapat diketahui dari keadaan sperma serta dari keadaan normal luka (penyembuhan luka) pada selaput dara, yang pada keadaan normal akan sembuh dalam 7-10 hari.

 b. Menentukan adanya tanda-tanda kekerasan

Kekerasan tidak selamanya meninggalkan bekas/luka, tergantung dari penampang  benda, daerah yang terkena kekerasan, serta kekuatan dari kekerasan itu sendiri. Tindakan membius juga termasuk kekerasan, maka perlu dicari juga adanya racun dan gejala akibat obat  bius/racun pada korban.

Adanya luka berarti adanya kekerasan, namun tidak ada luka bukan berarti tidak ada kekerasan. Faktor waktu sangat berperan. Dengan berlalunya waktu, luka dapat sembuh atau tidak ditemukan, racun/obat bius telah dikeluarkan dari tubuh. faktor waktu penting dalam menemukan sperma.

Gambar

Gambar 1 : Diagram daerah genito anal untuk mendeskripsikan suatu luka.
Tabel 2. Frekuensi tipe dan lokasi cedera pada wanita yang melaporkan adanya penetrasi
Tabel 3. Rasio frekuensi dan odds untuk cedera kelamin menurut karakteristik demografi dan kejahatan pada wanita yang melaporkan penetrasi vagina (n = 948)
Tabel 4.Rentang frekuensi dan odds untuk cedera anal sesuai karakteristik demografi dan  penyerangan pada wanita yang melaporkan penetrasi anal lengkap (n = 174).

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini, Senin tanggal Dua Puluh Enam Bulan Oktober Tahun Dua Ribu Lima Belas, Pokja Barang Unit Layananan Pengadaan Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2015

Pada hari ini Rabu tanggal dua puluh tujuh bulan Mei tahun dua ribu lima belas (27-05- 2015), Panitia Lelang Pengadaan Barang dan Jasa SUPM Negeri Tegal Tahun Anggaran 2015, telah

Pada hari ini, Senin tanggal Dua Puluh Enam Bulan Oktober Tahun Dua Ribu Lima Belas, Pokja Barang Unit Layananan Pengadaan Kabupaten Kepulauan Aru Tahun 2015

sorang wanita yang bukan istrinya, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umur wanita itu belum lima belas tahun, atau kalau umumya tidak jelas,

Sedangkan pada pelaku KDRT sesuai UU Nomor 23 tahun 2004 Bab VIII Pasal 44; diancam hukuman dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, dan

Setelah umurnya Khojan maimun lima tahun, maka di serahkan oleh bapaknya mengaji kepada banyak guru sehingga sampai umur Khojan Maimun lima belas tahun, ia

Dalam upaya pembuktian hukum bahwa telah terjadi tindak pidana perkosaan, maka dalam hal ini Ilmu Kedokteran Forensik sangat berperan dalam melakukan pemeriksaan dan untuk

(3) Barang siapa membujuk (menggoda) seseorang, yang diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa