• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I - Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak(Studi Kasus Putusan No.300/PID.B/2013/PN.KBJ)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I - Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak(Studi Kasus Putusan No.300/PID.B/2013/PN.KBJ)"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

A. Latar Belakang

Kasus pemerkosaan banyak terjadi di masyarakat , khususnya pemerkosaan yang

terjadi terhadap anak. Kasus pemerkosaan terhadap anak sering terbaikan oleh

lembaga lembaga yang seharusnya memperjuangkan hak anak sebagi korban tindak

pidana pemerkosaan.

Dimana seharusnya lembaga lembaga tersebut seharusnya memberikan perhatian

dan perlindungan . Tidak jarang pula pelaku dari tindak pidana pemerkosaan itu

adalah orang terdekat atau orang yang berada disekeliling anak itu berada.

Pemerkosaan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma yang berlaku

di masayarakat. Pemerkosaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang

laki laki untuk memaksa seorang wanita untuk bersetubuh di luar perkawinan.

Pemerkosaan merupakan satu hal yang paling menimbulkan traumatik bagi

perempuan terlebih seorang anak yang menjadi korban pemerkosaan

Anak adalah generasi penerus bangsa yang seharusnya mereka harus dibina

dan dibentuk potensi diri yang dimiliki oleh seorang anak dan kepribadian anak.

Dalam pembentukan potensi dan dan kepribadian anak maka perkembangan

teknologi dan ilmu pengetahuan sangat mempengaruhi anak. Perkembangan tersebut

dapat memberikan dampak positif dan negative terhadap perkembangan anak

(2)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga mempengaruhi

perkembangan kesusilaan. Jika dahulu orang orang membicarakan seks dianggap

tabu,tetapi pada masa sekarang telah dibahas secara ilmiah dalam ilmu seksiologi.1

Dalam kasus-kasus pemerkosaan terhadap anak, para pelaku sering tidak

tersentuh oleh hukum,karena tidak dilaporkan oleh korban dan keluarga korban

sendiri. Karena didalam masyarakat sendiri menganut budaya jaga praja , menjaga

ketat kerahasiaan keluarga, membuka aib dalam keluarga berarti membuka aib

sendiri.

Setiap kejahatan seksual merupakan hasil interaksi antara pelaku dan korban ,

Pada kejahatan tertentu korban lah sebagai pemicu kejahatan terjadi kepadanya.Misal

nya pemerkosaan terjadi karena cara berpakaian korban mengundang nafsu dari

pelaku sehingga terjadi pemerkosaan. Dalam kedudukan nya anak sebagai korban

tindak pidana pemerkosaan , dapat dilihat jika korban itu adalah orang yang

menderita jasmani dan rohaniah sebagai akibat dari tindakan orang lain yang

bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang mencari

pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan

kepentingan hak asasi yang menderita

Pada umum nya tindak pidana pemerkosaan terjadi karena pelaku, yang tidak

mampu pelaku dalam menahan nafsu seksual dan keinginan pelaku untuk balasa

1

(3)

dendam terhadap sikap, ucapan korban,perilaku korban yang dianggap menyakiti dan

merugikan pelaku , namun faktor pelaku pun dipengaruhi oleh faktor lain yaitu gaya

hidup , mode pergaulan , Antara laki laki dan perempuan yang sudah tidak

mengindahkan etika ketimuran, rendah nya pengalaman dan penghayatan terhadap

norma norma keagamaan yang ada ditengah kehidupan nya karena nilai nilai agama

sudah mulai terkikis di masyarakat atau pola relasi horizontal yang cenderung

meniadakan peran agama adalah sangat potensial untuk mendorong seseorang berbuat

jahat dan merugikan orang lain.Tetapi kejahatan pemerkosaan pun tentu tidak akan

timbul apabila adanya control dari masyarakat. 2

Anak – anak menjadi korban pemerkosaan ( Child Rape ) adalah kelompok

yang paling sulit pulih . Mereka cenderung akan menderita trauma akut. Masa depan

anak tersebut akan hancur , dan bagi anak yang tidak kuat menanggung beban , maka

pilihan satu-satunya adalah bunuh diri. Perasaan merasa perempuan yang sudah tidak

terhormat lagu, malu karena cibiran masyarakat akan menghantui para korban tinndak

pidana pemerkosaan. Anak korban tindak pidana pemerkosaan mengalami

penderitaan yang lebih berat lagi karena akan menjadi trauma yang akan mengiringi

perjalanan hidup anak tersebut, anak yang mengalami traumatic korban pemerkosaan.

Akan cenderung takut bertemu dengan laki laki, menjadi takut untuk menjalin

pertemanan dengan laki-laki.

2

(4)

Stres akibat pemerkosaan dapat dibagi menjadi dua yaitu stres langsung dan

stres jangka panjanng. Stres langsung yaitu reaksi yang terjadi setelah pemerkosaan

yaitu kesakitan secara fisik, rasa bersalah , takut , cemas , malu , marah , dan perasaan

tidak berdaya . stress jangka panjang yaitu gejala psikologis yang dirasakan oleh

korban pemerkosaan sebagai rasa trauma yang menjadikan korban kurang memiliki

rasa percaya diri , menutup diri dari pergaulan dan reaksi lainya yang dirasakan

korban.

Pada saat ini hukum Indonesia sudah mengatur secara khusus mengenai

perlindungan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak – anak.

Diantara nya lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak lalu , Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga , Undang Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

Perlindungan Saksi dan Korban.Meskipun sudah diatur secara khusus tetapi dari

sudut pandang hukum acara pidana , korban tetap memiliki kedudukan yang pasif

,karena kepentingan korban diwakilkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Bahkan dalam

prakteknnya banyak aparat hukum yang menolak untuk menegakkan hukum apabila

kejahatan itu berlangsung didalam lingkup domestik. Pada praktek nya di Pengadilan

terdapat cara pandang hakim dan jaksa yang konvensional terhadap korban kejahatan

seksual anak – anak , seperti yang diunggkapkan oleh Jaringan Kerja Penanganan

(5)

“ Dalam menangani kasus perkosaan anak sebagai kasus kejahatan terhadap

manusia yang berdampak serius terhadap masa depan korban , hakim

sebaiknya mengubah sikap dan cara pandang nya . Hakim sepatut nya

menjatuhkan hukuman seadil-adilnya sesuai hukum yang berlaku kepada

pelaku , dengan memperhatikan kepentingan korban “

Kekerasan seksual terhadap anak , menyebabkan anak sebagai korban

seharusnya mendapat perhatian khusus oleh lembaga hukum dan aparat aparat

hukum, seluruh lembaga hukum , aparat hukum , dan masyarakat seharusnya mencari

apa yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual seperti pemerkosaan yang

menjadikan anak sebagai korban nya. Perlindungan hukum terhadap anak sebagai

korban pemerkosaan memerlukan perhatian khusus dari lembaga hukum , aparat

hukum dan masyarakat , karena anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus

dijaga dan dilindungi.

B. Ruang Lingkup Permasalahan

Berdasarkan latar belakang penulisan skripsi ini , maka permasalahan yang

akan menjadi bahasan penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut .

1. Bagaimana pandangan teori kriminologi terhadap faktor penyebab

terjadinya pemerkosaan terhadap anak ?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak

(6)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pandangan teori kriminologi terhadap faktor penyebab

terjadinya pemerkosaan terhadap anak.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban

tindak pidana pemerkosaan.

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penulisan skripsi ini Antara lain :

1. Manfaat teoritis, Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dan

dingunakan untuk menambah ilmu pengetahuan segi hukum dan

kriminologi , yang membahas mengenai sebab terjadinya pemerkosaan

dan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana

pemerkosaan .

2. Manfaat praktis , dengan adanya penulisan skripsi ini dapat mengetahui

faktor faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya pemerkosaan

terhadap anak,dan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban

tindak pidana pemerkosaan.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi yang berjudul “ Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap

(7)

Kabanjahe No.300/Pid.B/2013/PN.KBJ ) “ adalah merupakan hasil pemikiran penulis

sendiri , tanpa ada penipuan , penjiplakan atau dengan cara lain yang merugikan

pihak lain. Dimana penulis banyak melihat dan membaca, baik melalui media cetak ,

media elektronik sehingga membuat penulis tertarik untuk membahas nya lebih lanjut

menjadi judul skripsi .

Dalam penulisan skripsi ini , penulis juga telah memeriksa judul-judul skripsi

yang ada di Fakultas Hukum ,maka topik mengenai Analisis Yuridis dan Kriminologi

Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur , belum ada yang

mengangkatnnya dan apabila ada penulis juga yakin sudut pembahasan nya pasti

berbeda , atas dasar itu penulis dapat mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini

secara ilmiah. Bila dikemudian hari terdapat permasalahan dan pembahasan yang

sama sebelum skripsi ini dibuat saya dapat mempertanggungjawabkannya.

E. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah dari tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal di hukum pidana

Belanda yaitu “ strafbaar feit " . Para ahli hukum mengemukakan istilah yang

berbeda – beda dalam upaya memberikan arti dari strafbaar feit . Adami Chazawi

mengemukakan istilah – istilah yang digunakan dalam perundang – undangan dan

(8)

1. Tindak pidana dapat dikatakan merupakan istilah resmi dalam perundang –

undangan pidana kita. Dan hampir seluruh peraturan Perundang – Undangan

kita menggunakan istilah tindak pidana seperti UU No . 19 Tahun 2002

tentang Hak Cipta , UU No . 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi jo . UU No. 20 Tahun 2001 , dan perundang –undangan lain

nya.

2. Peristiwa Pidana digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya Mr. R.Tresna

dalam buku nya “Asas – Asas Hukum Pidana Mr . Drs .H.J van schavendijik

, Prof. A. Zainal Abidin , S.H dalam bukunya Hukum Pidana .

3. Delik yang sebenarnya berasal dari Bahasa latin “delictum “ juga digunakan

untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit .

Istilah ini dapat dijumpai dalam berbagai literature , misalnya Prof. Drs . E .

Utrecht ,S.H walaupun ia mengunakan istilah lain yakni peristiwa pidana

(dalam hukum pidana 1) . Prof.A.ZainalAbidin dalam buku beliau

HukumPidana 1. Prof.Moeljatno menggunakan istilah dalam judul bukunya “

Delik –Delik Percobaan Delik Penyertaan “,walaupun menurutnya lebih tepat

menggunakan istilah perbuatan pidana .

4. Pelanggaran pidana dapat dijumpai dalam buku Mr.M.H Tirtaamidjaja yang

berjudul Pokok Pokok Hukum Pidana .

5. Perbuatan yang boleh dihukum istilah ini dingunakan oleh M . Karni dalam

buku beliau . “Ringkasan Tentang Hukum Pidana begitu juga Schravendijk

(9)

6. Perbuatan yang dapat dihukum , digunakan oleh pembentuk Undang –

Undang di dalam UU No . 12 /Drt/1952 tentang senjata api dan bahan peledak

pasal 3

7. Perbuatan Pidana dingunakan oleh Prof .Moeljatno dalam berbbgai tulisan

beliau , misalnya Azas – Azas Hukum Pidana .3

Pengertian tindak pidana menurut para ahli hukum pidana dapat dibagi menjadi

dua pandangan yaitu Aliran Monistis dan Aliran Dualistis.

A. Pengertian tindak pidana menurut aliran Monistis

Pandangan monistis adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat

untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan . Pandangan ini

memberikan prinsip – prinsip pemahaman , Bahwa didalam pengertian , perbuatan /

tindak pidana sudah tercakup didalam nya perbuatan yang dilarang ( criminal act )

dan pertanggung jawaban pidana / kesalahan ( criminal responbility ) . 4Beberapa

sarjana yang menganut paham monistis yaitu :

1. D. Simons

Menurut Simons , tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah

dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat

dipertanggung jawabkan atas tindakannya sebagai suatu tindakan yang dapat

3

M . Ekaputera , Dasar Dasar Hukum Pidana ,(Medan, USU Press ,2010), hal 73 4

(10)

dihukum oleh undang – undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat

dihukum. Alasan dari simons merumuskan “strafbaar feit“ di atas karena 5:

a. Untuk adanya suatu straafbaar feit diberikan syarat bahwa harus terdapat

suatu tindakan yang dilarang atau pun yang diwajibkan oleh Undang –

Undang , dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu

telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum .

b. Agar suatu tindakan itu dapat dihukum , maka tindakan tersebut harus

memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan dalam Undang –

Undang.

c. Setiap straafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban

menurut Undang – Undang itu pada hakekat nya merupakan suatu tindakan

melawan hukum onrechtnatige handeling .

Unsur- unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh Simons yaitu :

1. Perbuatan manusia , baik dalam arti perbuatan positif ( berbuat ) maupun

perbuata negative ( tidak berbuat ),

2. Diancam dengan pidana,

3. Melawan hukum,

4. Dilakukan dengan kesalahan,

5. Dilakukan oleh orang yang memang mampu bertanggung jawab.

5

(11)

Rumusan tindak pidana yang dikemukakan oleh Simons , menunjukkan bahwa

dalam membicarakan perihal tindak pidana selalu dibicarakan dan telah dibayangkan

jika ada orang yang melakukan perbuatan pidana dan oleh karena itu akan ada orang

yang akan dipidana.sifat melawan hukum menurut Simons seperti dikemukan diatas

timbul dengan sendirinya dari kenyataan , bahwa tindakan tersebut bertentangan dari

suatu peraturan peundang – undangan . Menurut pemaparan diatas apabila Seseorang

Telah Melanggar pasal 338 KUHP , tetapi orang yang melakukan pembunuhan itu

adalah orang yang tidak mampu bertanggung jawab , misalnya Ia adalah orang gila

maka dalam hal ini tidak dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan tindak pidana ,

karena unsur – unsur tindak pidanya tidak terpenuhi , yaitu unsur – unsur orang yang

mampu bertanggung jawab oleh karena itu tidak ada tindak pidana.

2. J. Bauman

Menurut J.Bauman tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan

delik , bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.

3. Wirjono Prodjodikoro

Meyatakan bahwa tindak pidana berarti suautu perbuatan dapat dikenakan

(12)

4. J.E Jonkers

Memberikan pengertian strafbaar feit menjadi dua pengertian yaitu

Pengertian Pendek dan Pengertian Panjang.Pengertian Pendek dari strafbaar feit

yaitu suatu kejadian ( feit ) yang dapat diancam pidana oleh undang – undang .

Pengertian panjang dari strafbaar feit adalah suatu kelakuan yang melawan

hukum(wederrechttelijk) berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh

orang – oreng yang dapat dipertanggung jawabkan . Menurut jonkers sifat

melawan hukum dipandang sebagai unsur yang tersembunyi dari setiap peristiwa

pidana , namun ketiadaan kemampuan untuk dapat dipertanggung jawabkan

merupakan alasan umum untuk dibebaskan dari pidana . Kesalahan dan

kesengajaan merupakan merupakan unsur dari kejahatan .

B. Pengertian tindak pidana menurut aliran Dualistik

Berbeda dengan pandangan monistis yang melihat keseluruhan syarat adanya

pidana telah melekat pada perbuatan pidana , pandangan dualistis memisahkan Antara

perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana . Apabila menurut pandangan

monistis dalam pengertian tindak pidana sudah tercakup didalam nya perbuatan

pidana dan pertanggung jawaban pidana.

1. W.P.J Pompe

(13)

dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum”. Pompe mengatakan , bahwa

menurut teori ( defenisi menurut teori ) strafbaar feit itu adalah perbuatan , yang

bersifat melawan hukum , yang dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.

Dalam hukum positif, sifat melawan hukum ( wederrechtelijkheid ) dan kesalahan

(schuld) bukanlah sifat mutlak untuk adanya tindak pidana ( strafbaar feit ) . Untuk penjatuhan pidana tidak cukup , dengan adanya tindak pidana , akan tetapi selain itu

harus ada orang yang dapat pidana.

2. Moeljatno

Menurut Moeljatno , perbuatan pidana adalah perbuatan yang diancam dengan

pidana , barangsiapa melanggar larangan tersebut . Unsur – unsur tindak pidana

menurut Moeljatno adalah sebagai berikut:

a. Adanya perbuatan ( manusia)

b. Yang memenuhi rumusan dalam undang – undang ( hal ini merupakan syarat

formil , terkait dengan berlakunnya pasal 1 ayat 1 KUHP

c. Bersifat melawan hukum ( hal ini merupakan syarat materil , terkait dengan

diikutinya ajaran sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang

negative).

Dapat disimpulkan bahwa pengertian tindak pidana tidak tercakup pertanggung

jawaban pidana (criminal responbility ), meskipun demikian 6 menegaskan , bahwa

6

(14)

untuk adanya pidana tidak cukup hanya telah terjadi tindak pidana , tanpa

mempersoalkan apakah orang yang melakukan perbuatan itu mampu bertanggung

jawab atau tidak . jadi peristiwanya adalah , tindak pidana ,tetapi apakah orang yang

melakukan perbuatan itu benar – benar dipidana atau tidak , akan dilihat bagaimana

hubungan batin Antara perbuatan yang terjadi dengan orang itu .

Apabila perbuatan itu dapat mencelakakan kepada orang itu ,yang berarti

kesalahan dalam diri orang itu maka orang itu dapat dipidana , dan demikian sebalik

nya .

3. H.B . Vos

Strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh undang – undang .

4. R. Tresna

Peristiwa pidana adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia ,

yang bertentangan dengan Undang – undang atau peraturan – peraturan lain ,

terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman . R. Tresna menyatakan

dapat diambil patokan bahwa peristiwa pidana itu harus memenuhi syarat – syarat

sebagai berikut :

(15)

b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan

hukum .

c. Harus terbukti adanya “ dosa “ pada orang yang berbuat yaitu orang nya harus

dapat mempertanggung jawabkan .

d. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum .

e. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam Undang –

undang .

Dari kedua pandangan tentang perbuatan pidana yaitu pandangan monistis dan

pandangan dualistis ,apabila dikaitkan dengan syarat penjatuhan pidana , kedua

pernyataan diatas tidak memiliki perbedaan yang mendasar . Dua pandangan

monistis dan dualistis sama – sama mempersyaratkan bahwa untuk adanya pidana

harus ada perbuatan / tindak pidana ( criminal act ) dan pertanggung jawaban pidana (

criminal responsibility / criminal liability ) . Yang membedakan kedua pandangan

diatas adalah pandangan monistis keseluruhan syarat untuk adanya pidana dianggap

melekat pada perbuatan pidana oleh karena dalam pengertian tindak pidana tercakup

baik criminal act maupun criminal responsibility ,sementara pandangan dualistis

keseluruhan syarat untuk adanya pidana tidak melekat pada perbuatan pidana oleh

karena dalam pengertian tindak pidana hanya mencakup criminal act tidak mencakup

criminal responsibility . Ada pemisahan Antara perbuatan pidana dengan orang yang

melakukan perbuatan pidana itu . Jadi dapat disimpulkan apabila pandangan monistis

(16)

Sedangkan pandangan dualistis telah terjadi tindak pidana , tidak berarti pidana sudah

dapat dipenuhi sebab menurut pandangan dualistis tindak pidana hanya menunjuk

pada sifat perbuatan nya ,yaitu sifat dilarang nya perbuatan ,tidak mencakup

kesalahan , padahal syarat untuk adanya pidana mutlak harus ada kesalahan .

Pengertian tindak pidana menurut hukum adat atau delik adat adalah setiap

gangguan segi satu terhadap keseimbangan dan setiap penubrukan dari segi satu pada

barang – barang kehidupan materil dan immaterial orang – orang atau daripada

orang–orang banyak yang merupakan satu kesatuan , tindakan yang sedemikian ini

menimbulkan suatu reaksi yang sifat nya dan besar kecil nya ditetapkan oleh hukum

adat ialah reaksi adat karena reaksi mana keseimbangan dapat dan harus dipulihkan

kembali.7

Menurut Bashar Muhammad8 , delik adat adalah suatu perbuatan sepihak dari

seseorang atau kumpulan peseorangan , mengancan atau menyinggung atau

menggangu keseimbangan dalam kehidupan persekutuan , bersifat materil atau

immaterial , terhadap orang seorang atau terhadap masyarakat berupa kesatuan ,

tindakan atau perbuatan yang demikian mengakibatkan reaksi adat yang dipercayai

dapat memulihkan keseimbangan yang telah tergangu , Antara lain dengan berbagai

jalan dan cara , dengan pembayaran adat berupa barang , uang , mengadakan

7

Tongat , Op.Cit hal 110

(17)

selamatan, memotong hewan besar / kecil. Adapun Delik adat memiliki unsur – unsur

sebagai berikut :

1. Perbuatan sepihak dari seorang atau kumpulan perorangan

2. Perbuatan tersebut menggangu keseimbangan persekutuan / masyarakat

3. Perbuatan tersebut bersifat materiil dan immaterial

4. Perbuatan tersebut ditujukan terhadap orang seorang atau masyarakat

5. Mengakibatkan reaksi adat

Van Apeldoorn mengemukakan bahwa elemen delik itu harus terdiri dari elemen

objektif yang berupa adanya suatu kelakuan ( perbuatan ) yang bertentangan dengan

hukum ( onrechtmatig / wederrechtlelijk ) dan elemen subjektif yang berupa adanya

seorang pembuat (dader ) yang mampu dipersalahkan (toerekeningsvatbaarheid)

terhadap kelakuan yang bertentangan dengan hukum .9 Jadi delik harus mengandung

suatu kelakuan ( perbuatan ) yang bertentangan dengan hukum ( onrechtmatig /

wederrechtlelijk ) serta adanya pelaku dari suatu perbuatan yang dapat diminta

pertanggung jawaban nya.

Van bammelen menyatakan bahwa elemen – elemen dari strafbaarfeit dibedakan

menjadi dua yaitu :

9

(18)

a. Element voor de strafbaarheid van het feit yaitu terletak dalam bidang objektif karena pada dasar nya menyangkut tata kelakuan yang melanggar

hukum .

b. Element voor strafbaarheid van dadader yaitu terletak dalam bidang subjektif karena pada dasar nya menyangkut keadaan sikap / batin orang yang

melanggar hukum yang kesemuanya itu merupakan elemen yang diperlukan

untuk menentukan dijatuhkannya pidana sebagaimana diancamkan .

Pompe membagi elemen dari strafbaar menjadi tiga yaitu :

a. Wederrechtelijkheid ( unsur melawan hukum ) b. Schuld ( unsur kesalahan )

c. Subsociale ( unsur bahaya / ganguan yang merugikan

Pada umunya unsur – unsur tindak pidana terdiri dari unsur objektif dan unsur

subjektif. Adapun yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur yang melekat

pada diri si pelaku termasuk apa yang ada di hati si pelaku. Unsur subjektif terdiri

atas :

1. Kesalahan

2. Kesengajaan

Adapun yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yang ada hubungan

nya dengan keadaan – keadaan dimana tindak pidana itu dilakukan . unsur objektif

(19)

1. Perbuatan manusia

2. Akibat dari perbuatan manusia

3. Keadaan – keadaan

4. Sifat yang dapat dihukum dan sifat melawan hukum

2. Pengertian Kriminologi

Kriminologi berasal dari kata “Crimen “ yang berarti kejahatan atau penjahat dan

“ logos “ yang berarti ilmu pengetahuan. Kriminologi khusus berusaha untuk

menggali sebab musabab kejahatan melalui berbagai penelitian dan argumentasi teori

dan disiplin ilmu. Kriminologi merupakan bagian dari hukum pidana yang berusaha

mencari sebab mengapa terjadi kejahatan di lingkungan masyarakat. Kriminologi

berusaha memperhatikan gejala-gejala yang ada dan mencoba menyelidiki

sebab-sebab dan gejala terjadi nya kejahatan atau sering disebut dengan aetiologi.10

Beberapa pendapat sarjana mengenai kriminologi , diantara nya :

A. Menurut Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey

Kriminologi adalah ilmu dari berbagai ilmu pengetahuan yang mempelajari

kejahahatan sebagai fenomena sosial dan meliputi :

1) Sosiologi hukum sebagai analisa alamiah atas kondisi - kondisi

perkembangan hukum pidana .

10

(20)

2) Etiologi criminal yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai

sebab-sebab kejahatan .

3) Penology yang menaruh perhatian atas perbaikan narapidana .

B. Menurut Bonger

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala

-gejala kejahatan seluas - luas nya .

C. Mr. Paul Moedikdo Moeliono

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang membahas

kejahatan sebagai masalah manusia .11

D. Michael dan Adler

Kriminologi adalah keseluruhan keterangan tentang perbuatan lingkungan

mereka dan bagaimana mereka diperlakukan oleh godaan – godaan masyarakat dan

oleh anggota masyarakat nya .

E. Wood

Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang didasarkan pada teori

pengalaman yang berhubungan dengan kejahatan dan penjahat , termasuk reaksi –

reaksi masyarakat atas kejahatan dan penjahat .

11

(21)

F. Prof . Vrij

Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan

kejahatan sebagai gejala maupun sebagai faktor penyebab dari kejahatan itu sendiri .

G. Muljatno

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan – kejahatan dan

kelakuan jelek dan tentang orang nya yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan

jelek itu . Dengan kejahatan dimaksudkan pula pelanggaran artinya perbuatan yang

menurut undang – undang diancan dengan pidana , dan kriminalitas meliputi

kejahatan dan kelakuan jelek .

H. Ediwarman

Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan (baik

yang dilakukan oleh individu , kelompok ,atau masyarakat ) dan sebab musabab

timbulnya kejahatan serta upaya – upaya penanggulangan nya sehingga orang tidak

berbuat kejahatan lagi . 12

I. Noach

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala – gejala

kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh , sebab musabab serta akibat – akibat

nya .

12

(22)

Dari pendapat para sarjana diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang

menjadi penyelidikan kriminologi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para

penjahat yang dapat merugikan masyarakat baik moril maupun materil. Kejahatan

dipandang dari sudut formil ( menurut hukum ) adalah suatu perbuatan yang diberi

pidana oleh masyarakat ( dalam hal ini Negara ) . Bila ditinjau lebih dalam lagi ,

maka kejahatan merupakan sebagian perbuatan – perbuatan yang bertentangan

dengan kesusilaan, dalam hal ini kesusilaan berhubungan sangat erat dengan sistem

nilai – nilai budaya yang biasanya berfungsi sebagai pedoman untuk berbuat , dan

sebagai suatu sistem yang mengontrol perbuatan – perbuatan manusia di dalam

masyarakat . Di dalam hal yang mengontrol perbuatan –perbuatan masyarakat

tersebut diperlukan suatu pola yang mengatur apakah perbuatan itu baik atau buruk ,

diperbolehkan atau tidak diperbolehkan oleh masyarakat dimana para pelaku

perbuatan tadi hidup dan menjadi anggota masyarakat .13

Wolfgang , Savitz dan Jhonston dalam buku nya The Sociology Of Crime and Delinquency memberikan defenisi kriminologi sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang kejahatan

yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang gejala

kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan

-keterangan , keseragaman – keseragaman , pola-pola dan faktor- faktor causal yang

berhubunngan dengan kejahatan pelaku serta reaksi masyarakat terhadap kedua nya .

13

(23)

jadi dapat ditarik kesimpulan dari pendapat diatas , bahwa objek kriminologi

mencakup :

1. Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan

2. Pelaku kejahatan

3. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun

terhadap pelaku nya . ketiga hal ini tidak dapat dipisah – pisahkan karena

suatu kejahatan baru dapat dikatakan sebagai kejahahtan apabila mendapat

reaksi dari masyarakat.14

Masih banyak lagi penjabaran mengenai pengertian kriminologi yang tidak hanya

membahas mengenai pengertian dari kriminologi , melainkan membahas mengenai

pendekatan kriminologi , diantaranya :

a. Pendekatan deskriptif

Kriminologi diartikan disini sebagai suatu observasi terhadap kejahatan dan penjahat

sebagai gejala sosial , sehingga disebut juga pendekatan phenomenology atau

sistomatologi . Namun deskriptif bukan pendekatan kriminologi dalam arti sempit

karena pendekatan deskriptif memberikan fakta yang tidak memiliki makna pabila

tidak ada interpretasi evaluasi dari suatu pengetahuan umum yang jelas .tugas dari

seorang kriminolog adalah memberikan suatu penulisan deskriptif ,dan apabila

14

(24)

dimungkinkan ia harus memberikan suatu penjelasan yang bermakna objektif , maka

pendekatan deskriptif tidak hanya secara harafiah memaparkan fenomena yang ada

melainkan dengan analisa analisa yang tajam berdasarkan acuan- acuan teoritus dan

empiris sesuai dengan perkembangan perspektif kriminologi.

b. Pendekatan kausal

Pendekatan ini berupa suatu interpretasi tentang fakta yang dapat dingunakan untuk

mencari sebab musabab kejahatan baik secara umum maupun dalam kasus – kasus

individual. Sering pendapat ini disebut sebagai Etologi kriminal .

c. Pendekatan normatif

Pendekatan normative penting dalam kriminologi , antara lain dalam proses

kriminalisasi dan de – kriminalisasi sebagai salah satu pencerminan perspektif baru

dalam kriminologi yang berkembang sejak tahun 1960

Kriminologi sebagai ilmu bantu hukum pidana memiliki hubungan yang

sangat erat dengan hukum pidana . Kriminologi membahas mengenai kejahatan .

pelaku kejahatan dan reaksi terhadap kejahatan . Kriminologi begitu tergantung pada

hasil – hasil ilmu pengetahuan lain , yang diantara nya : Antropologi , Sosiologi ,

Psikologi , Ekonomi , Kedokteran , Statistik. Kriminologi mengintegrasikan dari hasil

hasil penemuan dari berbagai disiplin di bidang kemasyarakatan dan perilaku orang .

hubungan Antara kriminologi dan hukum pidana adalah bahwa hukum pidana

(25)

sesuai dengan rumusan delik hukum pidana , inilah yang menjadi ruang pakal dari

kriminologi karena sebagai suatu disiplin ilmu yang ideografis harus berusaha

melukiskan kenyatan – kenyatan yang terjadi di masyarakat . Kriminologi

memberikan manfaat terhadap hukum pidana dalam penentuan penjatuhan pidana .15

3. Pengertian Anak

Pengertian anak menurut hukum perdata . Didalam hukum perdata khusus nya

pasal 330 ayat 1 memberikan status hukum seorang anak sebagai berikut . “ Belum

dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih

dahulu telah kawin . Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap

21 tahun , maka mereka tidak kembali lagi kedalam kedudukan belum dewasa”.

Kedudukan seorang anak , akibat dari anak tersebut belum dewasa ,menimbulkan

hak – hak anak yang perlu direalisasikan dengan kentutuan hukum khusus yang

menyangkut urusan hak – hak keperdataan dari seorang anak .

Pengertian anak menurut hukum pidana . Anak di dalam lapangan hukum pidana

tidak dirumuskan secara eksplisit mengenai pengertian anak itu sendiri, tetapi dapat

dilihat di dalam pasal 45 dan pasal 72 yang memakai batasan usia 16 tahun .Dimana

pasal 45 berbunyi 16:

15

Ediwarman , Op.Cit hal 24 16

(26)

“ Jika seorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan nya yang dikerjakan ketika umurnya belum enam belas tahun , hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tua nya , walinya ,atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman atau pun memerintahkan supaya si tersalah diserahkan kepada pemerintah dan dikenakan suatu hukuman yakni jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau salah satu pelannggaran yang diterangkan pasal 489 ,490 , 492 ,497 , 503 -505 , 514 ,517-519,526 ,536 dan 540 dan perbuatan itu dilakukan sebelum dua tahun lalu sesudah keputusan terdahuku yang menyalahkan dia

melakukan salah satu suatu kejahatan , menghukum si tersalah “.

Namun ketentuan pasal 45 KUHP tidak berlaku lagi dengan dikeluarkanya UU No.

3 Tahun 1997

Sedangkan di dalam pasal 283 memberikan ukuran kedewasaan itu pada usia 17

tahun adapun didalam pasal 283 ayat 1 berbunyi :

“ Dengan hukuman penjara selama – lamanya Sembilan bulan dan denda

sebanyak – banyak nya Rp 9000,- dihukum barangsiapa menawarkan ,

menyerahkan buat selama – lamanya atau sementara waktu , menyampaikan

ditangan atau mempertunjukkan kepada orang yang belum dewasa yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa orang itu belum berumur 17 tahun sesuatu tulisan , gambar atau sesuatu barang yang menyinggung perasaaan kesopanan atau sesuatu cara yang dipergunakan untuk mencegah kehamilan , jika isi surat itu diketahuinya atau jika gambar , barang , dan cara itu diketahui nya “. Namun setelah disahkan nya UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak,maka pasal 283 KUHP tidak dipakai lagi “.

Pengertian anak menurut UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak,

“ Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah

anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18

(delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.

“Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak

(27)

mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana”.

“Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak

Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang

didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri”.

Jadi menurut UU No.11 Tahun 2012 Trntang Sistem Peradilan Pidana Anak

adalah anak yang belum berumur 18 tahun.

Hukum pidana itu sendiri memberikan pengertian anak sebagai penafsiran hukum

secara negative tidak diketahui pasti berapa usia kedewasaan seorang anak menurut

hukum pidana karena tidak dijelaskan secara langsung didalam pasal mengenai usia

anak yang dikatakan dewasa. Seorang anak yang berstatus hukum sebagai seorang

subjek hukum seharusnya bertanggung jawab terhadap tindak pidana yang dilakukan

anak tersebut , karena kedudukan anak tesebut sebagai seorang yang belum dewasa

maka diberikan hak hak khusus dan perlu mendapatkan perlindungan hukum khusus

menurut ketentuan hukum yang berlaku. Kedudukan anak sendiri dalam bidang

hukum pidana dijelaskan secara lebih rinci di dalam peraturan perundang undangan .

Pengertian anak menurut Undang –Undang No . 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan anak , Undang – Undang ini mengklasifikasikan pengertian anak sebagai

(28)

“ Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur

delapan tahun tetapi belum mencapai umur delapan belas tahun dan belum

pernah kawin “

Yang dimaksud dengan anak nakal adalah

a. Anak yang melakukan tindak pidana

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang babgi anak , baik

menurut peraturan perundang – undangan maupun menurut peraturan hukum

lain nya yang hidup dan berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan .

Untuk dapat disebut sebagi seorang anak maka orang itu harus berada pada usia

minimum nol tahun yang dihitung sejak di dalam kandungan sampai dengan batas

usia maksimum delapan belas tahun sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat 1 UU No. 3

Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak .

Pengertian anak menurut Undang – Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusiapengertian anak diatur di dalam pasal 1 huruf 5 yang mengatakan :

“ Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah delapan belas tahun dan

belum menikah , termasuk anak yang masih di dalam kandungan apabila hal tersebut

adalah demi kepentingan nya “

Undang – Undang No 39 Tahun 1999 ini memiliki makna yang tidak jauh

(29)

dalam pengertian politik dan anak dalam pengertian perdata . anak wajib untuk

mendapat perlindungan dari hukum untuk dipelihara dan direhabilitasi apabila anak

tersebut melakukan perbuatan yang melanggar hukum.

Di dalam hukum kita , terdapat pluralisme mengenai kriteria dari anak

tersebut , karena setiap peraturan perundang – undangan mengatur secara tersendiri

mengenai kriteria anak . Batas usia seorang anak memberikan pengelompokan

tersendiri mengenai batas dikatakan seorang anak dan usia seorang yang dikatakan

dewasa. Batas usia anak sendiri adalah pengelompokan usia maksimum sebagai

wujud dari kemampuan anak di dalam status hukum nya, sehingga dapat diketahui

anak tersebut telah beralih menjadi dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang

bertanggung jawab terhadap perbuatan – perbuatan hukum serta tindakan – tindakan

yang dilakukan anak tersebut .

Setiap ketentuan hukum yang ada memberikan batas usia maksimum

seseorang dikatakan seorang anak , dan ditemukan banyak pendapat hukum yang

beranekaragan mengenai kedudukan hukum seorang anak. Berbagai

keanekarangaman menganai peraturan perundang – undangan mengenai usia

kedewasaan seorang anak dapat dilihat di dalam :

1. Batas usia seorang anak menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974

(30)

a. Pasal 7 ayat 1 menyebutkan batas usia seorang anak untuk dapat kawin

bagi seorang anak laki – laki yaitu Sembilan belas tahun , dan bagi

seorang wanita yaitu enam belas tahun .

b. Pasal 47 ayat 1 menyebutkan batas usia seorang anak minimum delapan

belas tahun berada didalam kekuasaan orang tua selama kekuasaan itu

belum dicabut .

c. Didalam pasal 50 ayat 1 menyebutkan batas usia seorang anak yang belum

mencapai usia delapan belas tahun dan belum menikah berada di dalam

status perwalian.

2. Undang – Undang nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak ,

menurut ketentuan pasal 1 ayat 2 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979

maka seorang anak adalah seseorang yang belum mencapai usia dua puluh

satu tahun dan belum pernah menikah .

3. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak diartikan

sebagai seseorang yang dalam perkara Anak Nakal telah berumur delapan

(31)

5. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ,

merumuskan batas usia Antara tiga belas tahun sampai empat belas tahun

boleh bekerja dengan syarat tidak menganggu fisik , mental maupun social.

6. Keppres Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak – Hak

Anak ,membuat batasab usia seorang anak yaitu setiiap orang yang berusia

dibawah delapan belas , kecuali berdasarkan atas Undang – undang berlaku

bagi anak yang dewasa lebih awal .

7. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yaitu, batas

usia seorang anak adalah duapuluh satu tahun.

8. Batas usia seorang anak menurut ketentuan hukum perdata meletakkan bats

usia anak berdasarkan pasal 330 ayat 1 KUH Perdata adalah :

a. Batas usia belum dewasa dengan telah dewasa adalah dua puluh satu tahun

b. Seorang anak yang telah berada dalam usia dibawah dua puluh satu tahun

tetapi sudah menikah dianggap telah dewasa.

9. Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) undang – undang ini tidak mengatur secara

eksplisit mengenai pengertian anak dikatakan dewasa namun di dalam pasal

153 ayat 5 memberi wewenang kepada seorang Hakim untuk melarang

seorang anak yang belum mencapai usia tujuh belas tahun menghadiri

sidang.17

(32)

10.Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan,

menurut ketentuan pasal 1 angka 8 huruf a,b,c UU No 12 Tahun 1995

bahwaanak didik pemasyarakata bagi anak pidana , anak Negara , dan anak

sipil untuk dapat di didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling tinggi

sampai batas usia delapan belas tahun .

11.Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 1988 Tentang Usaha Kesejahteraan Anak

Bagi Anak Yang Mempunyai Masalah , menurut ketentuan ini , anak adalah

seorang yang belum berumur dua puluh satu tahun dan belum pernah kawin .

12.Batas usia anak menurut hukum pidana sendiri terdapat di dalam pasal

Di dalam hukum adat sendiri batas usia seorang anak dikatakan dewasa menurut

ahli hukum adat R.Soepomo menyebutkan ciri – ciri dari ukuran kedewasaan adalah :

a. Dapat bekerja sendiri

b. Cakap dan bertanggung jawab di dalam masyarakat

c. Dapat mengurus harta kekayaan sendiri

(33)

e. Berusia dua puluh satu tahun

Pengertian batas usia kedewasaan seorang anak pada hakikat nya

mempunyaikeanekaragaman bentuk dan spesifikasi tertentu . artinya batas usia

maksimum anak tergantung pada kepentinngan anak tersebut . Dapat ditarik

kesimpulan bahwa yang tergolong anak adalah seorang anak yang masih nol tahun

batas penuntutan seorang anak delapan tahun sampai delapan belas tahun dan belum

pernah menikah adalah seorang anak.

Pengelompokan usia anak dimaksud untuk mengenal secara pasti faktor – faktor

yang menjadi penyebab terjadinya tanggung jawab anak dalam hal – hal berikut :

1. Kewenangan bertanggung jawab kepada anak

2. Kemampuan untuk melakukan peristiwa hukum

3. Pelayanan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana

4. Pengelompokan proses pemeliharaan

5. Pembinaan yang efektif

4. Pengertian Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak

Menurut Wirjono Prodjodikoro Permerkosaan sebenarnya berasal dari bahasa

Belanda Vercrating, bahasa Inggris disingkat Rape,yang jika diterjemahkan kedalam

Bahasa Indonesia adalah Perkosaan. Pengertian Pemerkosaan itu sendiri menurut ahli

(34)

1. Seatandjo Wignojosoebroto mengemukakan bahwa :

“Pemerkosaaan adalah “suatu usaha melampiaskan nafsu oleh seseorang

lelaki terhadap sesorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan

atau hukum yang berlaku melanggar. Dalam pengertian seperti ini, apa yang

disingkat perkosaan, disatu pihak dapat dilihat sebagai suatu perbuatan (ialah

perbuatan seseorang yang secara paksa hendak melampiaskan nafsu

seksualnnya), dan di dalam pihak dapatlah dilihat sebagai suatu peristiwa

(ialah pelanggaran norma-norma dan demikian juga tata tertib sosial)”.

2. Sedangkan R.Sugandi , mengemukakan bahwa :

“Perkosaaan adalah “seorang pria yang memaksa seseorang yang bukan

istrinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman

kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam lubang

kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani.18

3. Menurut Wirdjono Prodjodikoro , yang dimaksud dengan :

Perkosaaan adalah seorang laki-laki, yang memaksa seorang perempuan yang

bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia, sehingga sedemikian rupa tidak

dapat melakukan, maka dengan terpaksa ia mau melakukan persetubuhan itu”.

18

(35)

4. Soesilo merumuskan tentang perkosaan yang lebih cenderung pada aspek

yuridis yang terfokus pada “pemaksaan bersetubuh”, yang berbunyi sebagai

berikut :

“Perkosaan adalah seorang lelaki yang memaksa seorang wanita yang bukan

istrinya untuk bersetubuh dengan dia, sedemikian rupa, sehingga akhirnya si

wanita tidak dapat melawan lagi dengan terpaksa mengikuti kehendaknya

5. Darma Weda yang condong pada pengertian perkosaan secara kriminilogis,

menyatakan bahwa :

Lazimnya dipahami bahwa terjadinya perkosaan yaitu dengan penetrasi secara

paksa atau dimasukkan ke dalam vagina bukan penis si pelaku, tetapi jari,

kuku, botol atau apa saja, baik ke dalam vagina maupun mulut atau anus.

6. Lamintang dan Samosir yang dimaksud dengan :

“Perkosaan adalah perbuatan seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan memaksa seorang wanita untuk melakukan hubungan di luar ikatan

perkawinan dengan dirinya.Secara umum pemerkosaan dapat diartikan

sebagai pemaksaan kehendak dari suatu pihak kepada pihak lainnya, tanpa

memperdulikan hak, kepentingan serta kemauan pihak lain yang dipaksa

untuk maksud keuntungan atau kepentingan pribadi bagi pihak pemaksa”

Di dalam KUHP , pemerkosaan terhadap anak lebih dikenal dengan istilah

perbuatan cabul , sehingga perbuatan cabul terhadap anak tidak dikategorikan sebagai

(36)

mana pemerkosaan dan pencabulan tidak jelas sehingga didalam prakteknya sering

terjadi istilah yang membingungkan.

Dalam Pasal 285 KUHPidana dijelaskan tentang pengertian permerkosaan dan

pencabulan , yang berbunyi sebagai berikut :

“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa,

dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas Tahun.”

Pasal lain yang mengatur yaitu pasal 286 KUHP yang berbunyi :

“Barangsiapa yang bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita didalam keadaan pingsan atau tidak berdaya , diancam dengan pidana penjara Sembilan tahun”.

Pasal lain di dalam KUHP yang mengatur yaitu pasal 287 yang berbunyi :

Ayat 1

“Barangsiapa yang bersetubuh dengan wanita diluar perkawinan , padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, belum waktunya untuk kawin, diancam dengan pidana paling lama sembilan tahun ., diancam dengan melakukan perbuatan menyerang kehormata kesusilaan dengan pidana penjara Sembilan tahun”.

Ayat 2

(37)

Pasal lain nya yang mengatur yaitu pasal 289 yang berbunyi :

“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul” .

Pasal lainya yang mengatur yaitu pasal 290 yang berbunyi,diancam dengan pidana

penjara paling lama tujuh tahun :

1. Barangsiapa yang melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal

diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.

2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui

atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau

umurnya ternyata belum mampu kawin.

3. Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus

diduga bahwa umurnya belum limabelas tahun atau kalau umurnya tidak

ternyata , atau belum mampu untuk dikawini untuk melakukan atau

membiarkan dilakukan nya perbuatan cabul atau bersetubuh diluar

perkawinan dengan orang lain.

Pasal lain nya yang mengatur yaitu pasal 294 KUHP yang berbunyi :

“Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknnya , anak tirinya atau

(38)

Jadi dari ketentuan pasal – pasal di dalam KUHP dapat ditarik kesimpulan

bahwa pemerkosaan unsur pokok dari pemerkosaan baik pemerkosaan yang

dilakukan bagi wanita dewasa ataupun bagi wanita yang belum dewasa adalah

kekerasan , dan pemaksaan untuk melakukan persetubuhan di luar dari perkawinan,

dan dapat diancam pidana.

Dapatlah disimpulkan bahwa pengertian delik pemerkosaan adalah delik yang

dengan atau ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan yang bukan istrinya

ancaman sebagaimana yang dimaksud agar perempuan tersebut tidak berdaya

sehingga dapat disetubuhi.

Pada masa sekarang kasus – kasus pemerkosaan tidak hanya terjadi pada

orang dewasa saja tetapi juga terjadi pada anak – anak , pemerkosaan terhadap anak

dapat dilakukan oleh orang – orang terdekat nya keluarga nya sendiri,anak yang

diekspoitasi menjadi pekerja seks komersil.

Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tidak mengenal adanya kata “

Perkosaan” yang tertulis dengan tegas di dalam KUHP , tetapi dikenal dengan

perbuatan asusila, perbuatan asusila ditulis didalam pasal 81 ayat 1 UU Nomor 23

Tahun 2002 dapat dikatakan sebagai ketentuan yang mengatur tentang pemaksaan

untuk bersetubuh terhadap anak,

(39)

“ setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengan nya atau orang lain , dipidana dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000”.

Jadi pemerkosaan terhadap anak adalah perbuatan yang memaksa seorang

anak untuk melakukan persetubuhan dengan nya atau dengan orang lain.

F. Metode Penelitian

Metode merupakan salah satu cara untuk memperoleh sesuatu. Didalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia metode merupakan sebagai satu cara teratur yang

digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang

dikehendaki , cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu

kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan . Soerjono Soekanto berpendapat

menurut kebiasaan , metode dirumuskan dengan kemungkinan – kemungkinsn

sebagai berikut :

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian

2. Suatu teknik umum bagi ilmu pengetahuan

3. Cara tertentu untuk melaksanakn suatu prosedur .19

a. Jenis penelitian hukum

Jenis penelitian yang dipergunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini

adalah :

19

(40)

1. Penelitian hukum normatif yaitu pengumpulan data secara studi pustaka

(library research ) yaitu dengan meneliti bahan – bahan pustaka atau

data– data sekunder .

2. Penelitian hukum sosiologis atau empiris yang dilakukan dengan meneliti

data primer yang diperoleh di lapangan yaitu dengan menganalisa suatu

putusan perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak dibawah umur

pada Pengadilan Negri Kabanjahe di Jalan Veteran Kabanjahe dan

kemudian membaca dan membahas mengenai dasar pertimbangan majelis

hakim terhadap dasar putusannya.

b. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder . Data

sekunder diperoleh dengan cara menelusuri bahan – bahan yang berkaitan dengan

masalah pemerkosaan terhadap anak melalui :

1. Bahan hukum primer, yaitu norma atau kaidah dasar seperti peraturan

perundang – undangan.

2. Bahan hukum sekunder , yaiu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer seperti . Rancangan Undang – Undang ,

buku – buku , pendapat para ahli yang berkaitan dengan skripsi .

3. Bahan hukum tertier , yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder missal

(41)

c. Metode Pengumpulan Data

Data yang ada di dalam penulisan skripsi ini dikumpulkan melalui cara

studi kepustakaan yang berarti mempelajari dan menganalisa buku – buku ,

peraturan perundang – undangan , serta keputusan nomor 300 /

Pid.B/2013/PN.KBJ , juga sumber – sumber bacaan lain yang berkaitan

dengan pemerkosaan terhadap anak.

d. Analisis Data

Data yang diperoleh , dianalisis dengan kualitatif yang berarti dengan

menganalisa data – data dan diuraikan melalui kalimat – kalimat yang

merupakan penjelasan atas hal – hal yang berkaitan dengan penulisan skripsi

ini .

G. Sistematika Penulisan

Agar mudah dalam penyusunan dan memahami isi serta pesan yang ingin

disampaikan maka penulis menguraikan secara ringkas pembahasan dalam skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab , yaitu :

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan tentang latar pemikiran penulis sehingga mengangkat

permasalahan tersebut , perumusan masalah , tujuan dan manfaat yang ingin dicapai

melalui penulisan skripsi ini , keasliaan penulisan , tinjauan kepustakaan , metode

(42)

BAB II : Faktor – faktor penyebab terjadinya tindak pidana

Pemerkosaan terhadap anak di bawah umur

Dalam bab ini diuraikan mengenai teori penyebab terjadinya kejahatan

menurut kriminologi, tindak pemerkosaan menurut KUHP dan UU lainya , serta

pemerkosaan terhadap anak menurut UU dam melihat faktor – faktor penyebab

pemerkosaan terhadap anak .

BAB III : Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban

tindak pemerkosaan

Bab ini khusus membahas mengenai pengaturan perlindungan anak di dalam

UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak , UU No. 23 /Tahun 2004

Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga , UU No.13 Tahun 2006

Tentang Perlindungan Saksi dan Korban , KUHP, dan konvensi anak , merupakan

bentuk perlindungan terhadap korban pemerkosaan anak di bawah umur, peranan

pemerintah dan masyarakat dalam memberikan perlindungan hukum bagi anak

korban pemerkosaan.

BAB IV : Analisis Putusan No.300/Pid.B/2013/PN.kbj

Di dalam bab ini penulis secara khusus akan menganalisa kasus yang

diperoleh penulis dari Pengadilan Negri Kabanjahe dengan memberikan uraian

(43)

BAB V : Kesimpulan Dan Saran

Bab ini merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan dan saran atas

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai Optimasi Komposisi Propilen Glikol dan Sorbitol sebagai Humectant dalam Formula Krim Anti Hair Loss Ekstrak Saw Palmetto ( Serenoa repens ): Aplikasi

Sedangkan SAA lebih rumit dalam pengoperasian maupun preparasi sampelnya, mengingat sampel yang akan dianalisis harus berupa cairan bening dan analisis unsur tergantung

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dengan menjatuhkan putusannya bahwa pasal tersebut harus dibaca “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya punya hubungan perdata

Di dalam SK Kepala Dinas Kesehatan sudah terdapat siapa saja yang akan bertanggungjawab dan bidang apa saja atau kegiatan apa saja yang akan dilakukan oleh Tim

Menurut Husain al-Dhahabi, yang dimaksud dengan tafsir ‘ilmi adalah: corak penafsiran yang menggunakan nomenklantur-nomenklantur ilmiah dalam menafsirkan al- Quran,

1. M Quraish Shihab berpendapat kata jahiliyah terambil dari kata jahl yang digunakan Alquran untuk menggambarkan suatu kondisi dimana masyarakatnya

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 13 lokasi taman di Kota Pontianak ditemukan 4 spesies yang termasuk dalam 3 famili lumut hati bertalus kompleks,

Radio SoloRadio FM dan PTPN FM SOLO mempunyai permasalahan yang sama yaitu permasalahan pembayaran iklan niaga yaitu satu mundurnya pembayaran pemasang iklan terhadap