BAB I
A. Latar Belakang
Kasus pemerkosaan banyak terjadi di masyarakat , khususnya pemerkosaan yang
terjadi terhadap anak. Kasus pemerkosaan terhadap anak sering terbaikan oleh
lembaga lembaga yang seharusnya memperjuangkan hak anak sebagi korban tindak
pidana pemerkosaan.
Dimana seharusnya lembaga lembaga tersebut seharusnya memberikan perhatian
dan perlindungan . Tidak jarang pula pelaku dari tindak pidana pemerkosaan itu
adalah orang terdekat atau orang yang berada disekeliling anak itu berada.
Pemerkosaan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma yang berlaku
di masayarakat. Pemerkosaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang
laki laki untuk memaksa seorang wanita untuk bersetubuh di luar perkawinan.
Pemerkosaan merupakan satu hal yang paling menimbulkan traumatik bagi
perempuan terlebih seorang anak yang menjadi korban pemerkosaan
Anak adalah generasi penerus bangsa yang seharusnya mereka harus dibina
dan dibentuk potensi diri yang dimiliki oleh seorang anak dan kepribadian anak.
Dalam pembentukan potensi dan dan kepribadian anak maka perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan sangat mempengaruhi anak. Perkembangan tersebut
dapat memberikan dampak positif dan negative terhadap perkembangan anak
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga mempengaruhi
perkembangan kesusilaan. Jika dahulu orang orang membicarakan seks dianggap
tabu,tetapi pada masa sekarang telah dibahas secara ilmiah dalam ilmu seksiologi.1
Dalam kasus-kasus pemerkosaan terhadap anak, para pelaku sering tidak
tersentuh oleh hukum,karena tidak dilaporkan oleh korban dan keluarga korban
sendiri. Karena didalam masyarakat sendiri menganut budaya jaga praja , menjaga
ketat kerahasiaan keluarga, membuka aib dalam keluarga berarti membuka aib
sendiri.
Setiap kejahatan seksual merupakan hasil interaksi antara pelaku dan korban ,
Pada kejahatan tertentu korban lah sebagai pemicu kejahatan terjadi kepadanya.Misal
nya pemerkosaan terjadi karena cara berpakaian korban mengundang nafsu dari
pelaku sehingga terjadi pemerkosaan. Dalam kedudukan nya anak sebagai korban
tindak pidana pemerkosaan , dapat dilihat jika korban itu adalah orang yang
menderita jasmani dan rohaniah sebagai akibat dari tindakan orang lain yang
bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang mencari
pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan
kepentingan hak asasi yang menderita
Pada umum nya tindak pidana pemerkosaan terjadi karena pelaku, yang tidak
mampu pelaku dalam menahan nafsu seksual dan keinginan pelaku untuk balasa
1
dendam terhadap sikap, ucapan korban,perilaku korban yang dianggap menyakiti dan
merugikan pelaku , namun faktor pelaku pun dipengaruhi oleh faktor lain yaitu gaya
hidup , mode pergaulan , Antara laki laki dan perempuan yang sudah tidak
mengindahkan etika ketimuran, rendah nya pengalaman dan penghayatan terhadap
norma norma keagamaan yang ada ditengah kehidupan nya karena nilai nilai agama
sudah mulai terkikis di masyarakat atau pola relasi horizontal yang cenderung
meniadakan peran agama adalah sangat potensial untuk mendorong seseorang berbuat
jahat dan merugikan orang lain.Tetapi kejahatan pemerkosaan pun tentu tidak akan
timbul apabila adanya control dari masyarakat. 2
Anak – anak menjadi korban pemerkosaan ( Child Rape ) adalah kelompok
yang paling sulit pulih . Mereka cenderung akan menderita trauma akut. Masa depan
anak tersebut akan hancur , dan bagi anak yang tidak kuat menanggung beban , maka
pilihan satu-satunya adalah bunuh diri. Perasaan merasa perempuan yang sudah tidak
terhormat lagu, malu karena cibiran masyarakat akan menghantui para korban tinndak
pidana pemerkosaan. Anak korban tindak pidana pemerkosaan mengalami
penderitaan yang lebih berat lagi karena akan menjadi trauma yang akan mengiringi
perjalanan hidup anak tersebut, anak yang mengalami traumatic korban pemerkosaan.
Akan cenderung takut bertemu dengan laki laki, menjadi takut untuk menjalin
pertemanan dengan laki-laki.
2
Stres akibat pemerkosaan dapat dibagi menjadi dua yaitu stres langsung dan
stres jangka panjanng. Stres langsung yaitu reaksi yang terjadi setelah pemerkosaan
yaitu kesakitan secara fisik, rasa bersalah , takut , cemas , malu , marah , dan perasaan
tidak berdaya . stress jangka panjang yaitu gejala psikologis yang dirasakan oleh
korban pemerkosaan sebagai rasa trauma yang menjadikan korban kurang memiliki
rasa percaya diri , menutup diri dari pergaulan dan reaksi lainya yang dirasakan
korban.
Pada saat ini hukum Indonesia sudah mengatur secara khusus mengenai
perlindungan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak – anak.
Diantara nya lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak lalu , Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga , Undang Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Perlindungan Saksi dan Korban.Meskipun sudah diatur secara khusus tetapi dari
sudut pandang hukum acara pidana , korban tetap memiliki kedudukan yang pasif
,karena kepentingan korban diwakilkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Bahkan dalam
prakteknnya banyak aparat hukum yang menolak untuk menegakkan hukum apabila
kejahatan itu berlangsung didalam lingkup domestik. Pada praktek nya di Pengadilan
terdapat cara pandang hakim dan jaksa yang konvensional terhadap korban kejahatan
seksual anak – anak , seperti yang diunggkapkan oleh Jaringan Kerja Penanganan
“ Dalam menangani kasus perkosaan anak sebagai kasus kejahatan terhadap
manusia yang berdampak serius terhadap masa depan korban , hakim
sebaiknya mengubah sikap dan cara pandang nya . Hakim sepatut nya
menjatuhkan hukuman seadil-adilnya sesuai hukum yang berlaku kepada
pelaku , dengan memperhatikan kepentingan korban “
Kekerasan seksual terhadap anak , menyebabkan anak sebagai korban
seharusnya mendapat perhatian khusus oleh lembaga hukum dan aparat aparat
hukum, seluruh lembaga hukum , aparat hukum , dan masyarakat seharusnya mencari
apa yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual seperti pemerkosaan yang
menjadikan anak sebagai korban nya. Perlindungan hukum terhadap anak sebagai
korban pemerkosaan memerlukan perhatian khusus dari lembaga hukum , aparat
hukum dan masyarakat , karena anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus
dijaga dan dilindungi.
B. Ruang Lingkup Permasalahan
Berdasarkan latar belakang penulisan skripsi ini , maka permasalahan yang
akan menjadi bahasan penulis dalam skripsi ini adalah sebagai berikut .
1. Bagaimana pandangan teori kriminologi terhadap faktor penyebab
terjadinya pemerkosaan terhadap anak ?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pandangan teori kriminologi terhadap faktor penyebab
terjadinya pemerkosaan terhadap anak.
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban
tindak pidana pemerkosaan.
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penulisan skripsi ini Antara lain :
1. Manfaat teoritis, Penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dan
dingunakan untuk menambah ilmu pengetahuan segi hukum dan
kriminologi , yang membahas mengenai sebab terjadinya pemerkosaan
dan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana
pemerkosaan .
2. Manfaat praktis , dengan adanya penulisan skripsi ini dapat mengetahui
faktor faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya pemerkosaan
terhadap anak,dan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban
tindak pidana pemerkosaan.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi yang berjudul “ Analisis Yuridis dan Kriminologi Terhadap
Kabanjahe No.300/Pid.B/2013/PN.KBJ ) “ adalah merupakan hasil pemikiran penulis
sendiri , tanpa ada penipuan , penjiplakan atau dengan cara lain yang merugikan
pihak lain. Dimana penulis banyak melihat dan membaca, baik melalui media cetak ,
media elektronik sehingga membuat penulis tertarik untuk membahas nya lebih lanjut
menjadi judul skripsi .
Dalam penulisan skripsi ini , penulis juga telah memeriksa judul-judul skripsi
yang ada di Fakultas Hukum ,maka topik mengenai Analisis Yuridis dan Kriminologi
Terhadap Tindak Pidana Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur , belum ada yang
mengangkatnnya dan apabila ada penulis juga yakin sudut pembahasan nya pasti
berbeda , atas dasar itu penulis dapat mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini
secara ilmiah. Bila dikemudian hari terdapat permasalahan dan pembahasan yang
sama sebelum skripsi ini dibuat saya dapat mempertanggungjawabkannya.
E. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Tindak Pidana
Istilah dari tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal di hukum pidana
Belanda yaitu “ strafbaar feit " . Para ahli hukum mengemukakan istilah yang
berbeda – beda dalam upaya memberikan arti dari strafbaar feit . Adami Chazawi
mengemukakan istilah – istilah yang digunakan dalam perundang – undangan dan
1. Tindak pidana dapat dikatakan merupakan istilah resmi dalam perundang –
undangan pidana kita. Dan hampir seluruh peraturan Perundang – Undangan
kita menggunakan istilah tindak pidana seperti UU No . 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta , UU No . 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo . UU No. 20 Tahun 2001 , dan perundang –undangan lain
nya.
2. Peristiwa Pidana digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya Mr. R.Tresna
dalam buku nya “Asas – Asas Hukum Pidana Mr . Drs .H.J van schavendijik
, Prof. A. Zainal Abidin , S.H dalam bukunya Hukum Pidana .
3. Delik yang sebenarnya berasal dari Bahasa latin “delictum “ juga digunakan
untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit .
Istilah ini dapat dijumpai dalam berbagai literature , misalnya Prof. Drs . E .
Utrecht ,S.H walaupun ia mengunakan istilah lain yakni peristiwa pidana
(dalam hukum pidana 1) . Prof.A.ZainalAbidin dalam buku beliau
HukumPidana 1. Prof.Moeljatno menggunakan istilah dalam judul bukunya “
Delik –Delik Percobaan Delik Penyertaan “,walaupun menurutnya lebih tepat
menggunakan istilah perbuatan pidana .
4. Pelanggaran pidana dapat dijumpai dalam buku Mr.M.H Tirtaamidjaja yang
berjudul Pokok Pokok Hukum Pidana .
5. Perbuatan yang boleh dihukum istilah ini dingunakan oleh M . Karni dalam
buku beliau . “Ringkasan Tentang Hukum Pidana begitu juga Schravendijk
6. Perbuatan yang dapat dihukum , digunakan oleh pembentuk Undang –
Undang di dalam UU No . 12 /Drt/1952 tentang senjata api dan bahan peledak
pasal 3
7. Perbuatan Pidana dingunakan oleh Prof .Moeljatno dalam berbbgai tulisan
beliau , misalnya Azas – Azas Hukum Pidana .3
Pengertian tindak pidana menurut para ahli hukum pidana dapat dibagi menjadi
dua pandangan yaitu Aliran Monistis dan Aliran Dualistis.
A. Pengertian tindak pidana menurut aliran Monistis
Pandangan monistis adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat
untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan . Pandangan ini
memberikan prinsip – prinsip pemahaman , Bahwa didalam pengertian , perbuatan /
tindak pidana sudah tercakup didalam nya perbuatan yang dilarang ( criminal act )
dan pertanggung jawaban pidana / kesalahan ( criminal responbility ) . 4Beberapa
sarjana yang menganut paham monistis yaitu :
1. D. Simons
Menurut Simons , tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah
dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat
dipertanggung jawabkan atas tindakannya sebagai suatu tindakan yang dapat
3
M . Ekaputera , Dasar Dasar Hukum Pidana ,(Medan, USU Press ,2010), hal 73 4
dihukum oleh undang – undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat
dihukum. Alasan dari simons merumuskan “strafbaar feit“ di atas karena 5:
a. Untuk adanya suatu straafbaar feit diberikan syarat bahwa harus terdapat
suatu tindakan yang dilarang atau pun yang diwajibkan oleh Undang –
Undang , dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu
telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum .
b. Agar suatu tindakan itu dapat dihukum , maka tindakan tersebut harus
memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan dalam Undang –
Undang.
c. Setiap straafbaar feit sebagai pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban
menurut Undang – Undang itu pada hakekat nya merupakan suatu tindakan
melawan hukum onrechtnatige handeling .
Unsur- unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh Simons yaitu :
1. Perbuatan manusia , baik dalam arti perbuatan positif ( berbuat ) maupun
perbuata negative ( tidak berbuat ),
2. Diancam dengan pidana,
3. Melawan hukum,
4. Dilakukan dengan kesalahan,
5. Dilakukan oleh orang yang memang mampu bertanggung jawab.
5
Rumusan tindak pidana yang dikemukakan oleh Simons , menunjukkan bahwa
dalam membicarakan perihal tindak pidana selalu dibicarakan dan telah dibayangkan
jika ada orang yang melakukan perbuatan pidana dan oleh karena itu akan ada orang
yang akan dipidana.sifat melawan hukum menurut Simons seperti dikemukan diatas
timbul dengan sendirinya dari kenyataan , bahwa tindakan tersebut bertentangan dari
suatu peraturan peundang – undangan . Menurut pemaparan diatas apabila Seseorang
Telah Melanggar pasal 338 KUHP , tetapi orang yang melakukan pembunuhan itu
adalah orang yang tidak mampu bertanggung jawab , misalnya Ia adalah orang gila
maka dalam hal ini tidak dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan tindak pidana ,
karena unsur – unsur tindak pidanya tidak terpenuhi , yaitu unsur – unsur orang yang
mampu bertanggung jawab oleh karena itu tidak ada tindak pidana.
2. J. Bauman
Menurut J.Bauman tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan
delik , bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.
3. Wirjono Prodjodikoro
Meyatakan bahwa tindak pidana berarti suautu perbuatan dapat dikenakan
4. J.E Jonkers
Memberikan pengertian strafbaar feit menjadi dua pengertian yaitu
Pengertian Pendek dan Pengertian Panjang.Pengertian Pendek dari strafbaar feit
yaitu suatu kejadian ( feit ) yang dapat diancam pidana oleh undang – undang .
Pengertian panjang dari strafbaar feit adalah suatu kelakuan yang melawan
hukum(wederrechttelijk) berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh
orang – oreng yang dapat dipertanggung jawabkan . Menurut jonkers sifat
melawan hukum dipandang sebagai unsur yang tersembunyi dari setiap peristiwa
pidana , namun ketiadaan kemampuan untuk dapat dipertanggung jawabkan
merupakan alasan umum untuk dibebaskan dari pidana . Kesalahan dan
kesengajaan merupakan merupakan unsur dari kejahatan .
B. Pengertian tindak pidana menurut aliran Dualistik
Berbeda dengan pandangan monistis yang melihat keseluruhan syarat adanya
pidana telah melekat pada perbuatan pidana , pandangan dualistis memisahkan Antara
perbuatan pidana dan pertanggung jawaban pidana . Apabila menurut pandangan
monistis dalam pengertian tindak pidana sudah tercakup didalam nya perbuatan
pidana dan pertanggung jawaban pidana.
1. W.P.J Pompe
dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum”. Pompe mengatakan , bahwa
menurut teori ( defenisi menurut teori ) strafbaar feit itu adalah perbuatan , yang
bersifat melawan hukum , yang dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.
Dalam hukum positif, sifat melawan hukum ( wederrechtelijkheid ) dan kesalahan
(schuld) bukanlah sifat mutlak untuk adanya tindak pidana ( strafbaar feit ) . Untuk penjatuhan pidana tidak cukup , dengan adanya tindak pidana , akan tetapi selain itu
harus ada orang yang dapat pidana.
2. Moeljatno
Menurut Moeljatno , perbuatan pidana adalah perbuatan yang diancam dengan
pidana , barangsiapa melanggar larangan tersebut . Unsur – unsur tindak pidana
menurut Moeljatno adalah sebagai berikut:
a. Adanya perbuatan ( manusia)
b. Yang memenuhi rumusan dalam undang – undang ( hal ini merupakan syarat
formil , terkait dengan berlakunnya pasal 1 ayat 1 KUHP
c. Bersifat melawan hukum ( hal ini merupakan syarat materil , terkait dengan
diikutinya ajaran sifat melawan hukum materil dalam fungsinya yang
negative).
Dapat disimpulkan bahwa pengertian tindak pidana tidak tercakup pertanggung
jawaban pidana (criminal responbility ), meskipun demikian 6 menegaskan , bahwa
6
untuk adanya pidana tidak cukup hanya telah terjadi tindak pidana , tanpa
mempersoalkan apakah orang yang melakukan perbuatan itu mampu bertanggung
jawab atau tidak . jadi peristiwanya adalah , tindak pidana ,tetapi apakah orang yang
melakukan perbuatan itu benar – benar dipidana atau tidak , akan dilihat bagaimana
hubungan batin Antara perbuatan yang terjadi dengan orang itu .
Apabila perbuatan itu dapat mencelakakan kepada orang itu ,yang berarti
kesalahan dalam diri orang itu maka orang itu dapat dipidana , dan demikian sebalik
nya .
3. H.B . Vos
Strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh undang – undang .
4. R. Tresna
Peristiwa pidana adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia ,
yang bertentangan dengan Undang – undang atau peraturan – peraturan lain ,
terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman . R. Tresna menyatakan
dapat diambil patokan bahwa peristiwa pidana itu harus memenuhi syarat – syarat
sebagai berikut :
b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan
hukum .
c. Harus terbukti adanya “ dosa “ pada orang yang berbuat yaitu orang nya harus
dapat mempertanggung jawabkan .
d. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum .
e. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam Undang –
undang .
Dari kedua pandangan tentang perbuatan pidana yaitu pandangan monistis dan
pandangan dualistis ,apabila dikaitkan dengan syarat penjatuhan pidana , kedua
pernyataan diatas tidak memiliki perbedaan yang mendasar . Dua pandangan
monistis dan dualistis sama – sama mempersyaratkan bahwa untuk adanya pidana
harus ada perbuatan / tindak pidana ( criminal act ) dan pertanggung jawaban pidana (
criminal responsibility / criminal liability ) . Yang membedakan kedua pandangan
diatas adalah pandangan monistis keseluruhan syarat untuk adanya pidana dianggap
melekat pada perbuatan pidana oleh karena dalam pengertian tindak pidana tercakup
baik criminal act maupun criminal responsibility ,sementara pandangan dualistis
keseluruhan syarat untuk adanya pidana tidak melekat pada perbuatan pidana oleh
karena dalam pengertian tindak pidana hanya mencakup criminal act tidak mencakup
criminal responsibility . Ada pemisahan Antara perbuatan pidana dengan orang yang
melakukan perbuatan pidana itu . Jadi dapat disimpulkan apabila pandangan monistis
Sedangkan pandangan dualistis telah terjadi tindak pidana , tidak berarti pidana sudah
dapat dipenuhi sebab menurut pandangan dualistis tindak pidana hanya menunjuk
pada sifat perbuatan nya ,yaitu sifat dilarang nya perbuatan ,tidak mencakup
kesalahan , padahal syarat untuk adanya pidana mutlak harus ada kesalahan .
Pengertian tindak pidana menurut hukum adat atau delik adat adalah setiap
gangguan segi satu terhadap keseimbangan dan setiap penubrukan dari segi satu pada
barang – barang kehidupan materil dan immaterial orang – orang atau daripada
orang–orang banyak yang merupakan satu kesatuan , tindakan yang sedemikian ini
menimbulkan suatu reaksi yang sifat nya dan besar kecil nya ditetapkan oleh hukum
adat ialah reaksi adat karena reaksi mana keseimbangan dapat dan harus dipulihkan
kembali.7
Menurut Bashar Muhammad8 , delik adat adalah suatu perbuatan sepihak dari
seseorang atau kumpulan peseorangan , mengancan atau menyinggung atau
menggangu keseimbangan dalam kehidupan persekutuan , bersifat materil atau
immaterial , terhadap orang seorang atau terhadap masyarakat berupa kesatuan ,
tindakan atau perbuatan yang demikian mengakibatkan reaksi adat yang dipercayai
dapat memulihkan keseimbangan yang telah tergangu , Antara lain dengan berbagai
jalan dan cara , dengan pembayaran adat berupa barang , uang , mengadakan
7
Tongat , Op.Cit hal 110
selamatan, memotong hewan besar / kecil. Adapun Delik adat memiliki unsur – unsur
sebagai berikut :
1. Perbuatan sepihak dari seorang atau kumpulan perorangan
2. Perbuatan tersebut menggangu keseimbangan persekutuan / masyarakat
3. Perbuatan tersebut bersifat materiil dan immaterial
4. Perbuatan tersebut ditujukan terhadap orang seorang atau masyarakat
5. Mengakibatkan reaksi adat
Van Apeldoorn mengemukakan bahwa elemen delik itu harus terdiri dari elemen
objektif yang berupa adanya suatu kelakuan ( perbuatan ) yang bertentangan dengan
hukum ( onrechtmatig / wederrechtlelijk ) dan elemen subjektif yang berupa adanya
seorang pembuat (dader ) yang mampu dipersalahkan (toerekeningsvatbaarheid)
terhadap kelakuan yang bertentangan dengan hukum .9 Jadi delik harus mengandung
suatu kelakuan ( perbuatan ) yang bertentangan dengan hukum ( onrechtmatig /
wederrechtlelijk ) serta adanya pelaku dari suatu perbuatan yang dapat diminta
pertanggung jawaban nya.
Van bammelen menyatakan bahwa elemen – elemen dari strafbaarfeit dibedakan
menjadi dua yaitu :
9
a. Element voor de strafbaarheid van het feit yaitu terletak dalam bidang objektif karena pada dasar nya menyangkut tata kelakuan yang melanggar
hukum .
b. Element voor strafbaarheid van dadader yaitu terletak dalam bidang subjektif karena pada dasar nya menyangkut keadaan sikap / batin orang yang
melanggar hukum yang kesemuanya itu merupakan elemen yang diperlukan
untuk menentukan dijatuhkannya pidana sebagaimana diancamkan .
Pompe membagi elemen dari strafbaar menjadi tiga yaitu :
a. Wederrechtelijkheid ( unsur melawan hukum ) b. Schuld ( unsur kesalahan )
c. Subsociale ( unsur bahaya / ganguan yang merugikan
Pada umunya unsur – unsur tindak pidana terdiri dari unsur objektif dan unsur
subjektif. Adapun yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur yang melekat
pada diri si pelaku termasuk apa yang ada di hati si pelaku. Unsur subjektif terdiri
atas :
1. Kesalahan
2. Kesengajaan
Adapun yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yang ada hubungan
nya dengan keadaan – keadaan dimana tindak pidana itu dilakukan . unsur objektif
1. Perbuatan manusia
2. Akibat dari perbuatan manusia
3. Keadaan – keadaan
4. Sifat yang dapat dihukum dan sifat melawan hukum
2. Pengertian Kriminologi
Kriminologi berasal dari kata “Crimen “ yang berarti kejahatan atau penjahat dan
“ logos “ yang berarti ilmu pengetahuan. Kriminologi khusus berusaha untuk
menggali sebab musabab kejahatan melalui berbagai penelitian dan argumentasi teori
dan disiplin ilmu. Kriminologi merupakan bagian dari hukum pidana yang berusaha
mencari sebab mengapa terjadi kejahatan di lingkungan masyarakat. Kriminologi
berusaha memperhatikan gejala-gejala yang ada dan mencoba menyelidiki
sebab-sebab dan gejala terjadi nya kejahatan atau sering disebut dengan aetiologi.10
Beberapa pendapat sarjana mengenai kriminologi , diantara nya :
A. Menurut Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey
Kriminologi adalah ilmu dari berbagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
kejahahatan sebagai fenomena sosial dan meliputi :
1) Sosiologi hukum sebagai analisa alamiah atas kondisi - kondisi
perkembangan hukum pidana .
10
2) Etiologi criminal yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai
sebab-sebab kejahatan .
3) Penology yang menaruh perhatian atas perbaikan narapidana .
B. Menurut Bonger
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala
-gejala kejahatan seluas - luas nya .
C. Mr. Paul Moedikdo Moeliono
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang membahas
kejahatan sebagai masalah manusia .11
D. Michael dan Adler
Kriminologi adalah keseluruhan keterangan tentang perbuatan lingkungan
mereka dan bagaimana mereka diperlakukan oleh godaan – godaan masyarakat dan
oleh anggota masyarakat nya .
E. Wood
Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang didasarkan pada teori
pengalaman yang berhubungan dengan kejahatan dan penjahat , termasuk reaksi –
reaksi masyarakat atas kejahatan dan penjahat .
11
F. Prof . Vrij
Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
kejahatan sebagai gejala maupun sebagai faktor penyebab dari kejahatan itu sendiri .
G. Muljatno
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan – kejahatan dan
kelakuan jelek dan tentang orang nya yang tersangkut pada kejahatan dan kelakuan
jelek itu . Dengan kejahatan dimaksudkan pula pelanggaran artinya perbuatan yang
menurut undang – undang diancan dengan pidana , dan kriminalitas meliputi
kejahatan dan kelakuan jelek .
H. Ediwarman
Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan (baik
yang dilakukan oleh individu , kelompok ,atau masyarakat ) dan sebab musabab
timbulnya kejahatan serta upaya – upaya penanggulangan nya sehingga orang tidak
berbuat kejahatan lagi . 12
I. Noach
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki gejala – gejala
kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh , sebab musabab serta akibat – akibat
nya .
12
Dari pendapat para sarjana diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
menjadi penyelidikan kriminologi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para
penjahat yang dapat merugikan masyarakat baik moril maupun materil. Kejahatan
dipandang dari sudut formil ( menurut hukum ) adalah suatu perbuatan yang diberi
pidana oleh masyarakat ( dalam hal ini Negara ) . Bila ditinjau lebih dalam lagi ,
maka kejahatan merupakan sebagian perbuatan – perbuatan yang bertentangan
dengan kesusilaan, dalam hal ini kesusilaan berhubungan sangat erat dengan sistem
nilai – nilai budaya yang biasanya berfungsi sebagai pedoman untuk berbuat , dan
sebagai suatu sistem yang mengontrol perbuatan – perbuatan manusia di dalam
masyarakat . Di dalam hal yang mengontrol perbuatan –perbuatan masyarakat
tersebut diperlukan suatu pola yang mengatur apakah perbuatan itu baik atau buruk ,
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan oleh masyarakat dimana para pelaku
perbuatan tadi hidup dan menjadi anggota masyarakat .13
Wolfgang , Savitz dan Jhonston dalam buku nya The Sociology Of Crime and Delinquency memberikan defenisi kriminologi sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang kejahatan
yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang gejala
kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan
-keterangan , keseragaman – keseragaman , pola-pola dan faktor- faktor causal yang
berhubunngan dengan kejahatan pelaku serta reaksi masyarakat terhadap kedua nya .
13
jadi dapat ditarik kesimpulan dari pendapat diatas , bahwa objek kriminologi
mencakup :
1. Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan
2. Pelaku kejahatan
3. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun
terhadap pelaku nya . ketiga hal ini tidak dapat dipisah – pisahkan karena
suatu kejahatan baru dapat dikatakan sebagai kejahahtan apabila mendapat
reaksi dari masyarakat.14
Masih banyak lagi penjabaran mengenai pengertian kriminologi yang tidak hanya
membahas mengenai pengertian dari kriminologi , melainkan membahas mengenai
pendekatan kriminologi , diantaranya :
a. Pendekatan deskriptif
Kriminologi diartikan disini sebagai suatu observasi terhadap kejahatan dan penjahat
sebagai gejala sosial , sehingga disebut juga pendekatan phenomenology atau
sistomatologi . Namun deskriptif bukan pendekatan kriminologi dalam arti sempit
karena pendekatan deskriptif memberikan fakta yang tidak memiliki makna pabila
tidak ada interpretasi evaluasi dari suatu pengetahuan umum yang jelas .tugas dari
seorang kriminolog adalah memberikan suatu penulisan deskriptif ,dan apabila
14
dimungkinkan ia harus memberikan suatu penjelasan yang bermakna objektif , maka
pendekatan deskriptif tidak hanya secara harafiah memaparkan fenomena yang ada
melainkan dengan analisa analisa yang tajam berdasarkan acuan- acuan teoritus dan
empiris sesuai dengan perkembangan perspektif kriminologi.
b. Pendekatan kausal
Pendekatan ini berupa suatu interpretasi tentang fakta yang dapat dingunakan untuk
mencari sebab musabab kejahatan baik secara umum maupun dalam kasus – kasus
individual. Sering pendapat ini disebut sebagai Etologi kriminal .
c. Pendekatan normatif
Pendekatan normative penting dalam kriminologi , antara lain dalam proses
kriminalisasi dan de – kriminalisasi sebagai salah satu pencerminan perspektif baru
dalam kriminologi yang berkembang sejak tahun 1960
Kriminologi sebagai ilmu bantu hukum pidana memiliki hubungan yang
sangat erat dengan hukum pidana . Kriminologi membahas mengenai kejahatan .
pelaku kejahatan dan reaksi terhadap kejahatan . Kriminologi begitu tergantung pada
hasil – hasil ilmu pengetahuan lain , yang diantara nya : Antropologi , Sosiologi ,
Psikologi , Ekonomi , Kedokteran , Statistik. Kriminologi mengintegrasikan dari hasil
hasil penemuan dari berbagai disiplin di bidang kemasyarakatan dan perilaku orang .
hubungan Antara kriminologi dan hukum pidana adalah bahwa hukum pidana
sesuai dengan rumusan delik hukum pidana , inilah yang menjadi ruang pakal dari
kriminologi karena sebagai suatu disiplin ilmu yang ideografis harus berusaha
melukiskan kenyatan – kenyatan yang terjadi di masyarakat . Kriminologi
memberikan manfaat terhadap hukum pidana dalam penentuan penjatuhan pidana .15
3. Pengertian Anak
Pengertian anak menurut hukum perdata . Didalam hukum perdata khusus nya
pasal 330 ayat 1 memberikan status hukum seorang anak sebagai berikut . “ Belum
dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih
dahulu telah kawin . Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap
21 tahun , maka mereka tidak kembali lagi kedalam kedudukan belum dewasa”.
Kedudukan seorang anak , akibat dari anak tersebut belum dewasa ,menimbulkan
hak – hak anak yang perlu direalisasikan dengan kentutuan hukum khusus yang
menyangkut urusan hak – hak keperdataan dari seorang anak .
Pengertian anak menurut hukum pidana . Anak di dalam lapangan hukum pidana
tidak dirumuskan secara eksplisit mengenai pengertian anak itu sendiri, tetapi dapat
dilihat di dalam pasal 45 dan pasal 72 yang memakai batasan usia 16 tahun .Dimana
pasal 45 berbunyi 16:
15
Ediwarman , Op.Cit hal 24 16
“ Jika seorang yang belum dewasa dituntut karena perbuatan nya yang dikerjakan ketika umurnya belum enam belas tahun , hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tua nya , walinya ,atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman atau pun memerintahkan supaya si tersalah diserahkan kepada pemerintah dan dikenakan suatu hukuman yakni jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau salah satu pelannggaran yang diterangkan pasal 489 ,490 , 492 ,497 , 503 -505 , 514 ,517-519,526 ,536 dan 540 dan perbuatan itu dilakukan sebelum dua tahun lalu sesudah keputusan terdahuku yang menyalahkan dia
melakukan salah satu suatu kejahatan , menghukum si tersalah “.
Namun ketentuan pasal 45 KUHP tidak berlaku lagi dengan dikeluarkanya UU No.
3 Tahun 1997
Sedangkan di dalam pasal 283 memberikan ukuran kedewasaan itu pada usia 17
tahun adapun didalam pasal 283 ayat 1 berbunyi :
“ Dengan hukuman penjara selama – lamanya Sembilan bulan dan denda
sebanyak – banyak nya Rp 9000,- dihukum barangsiapa menawarkan ,
menyerahkan buat selama – lamanya atau sementara waktu , menyampaikan
ditangan atau mempertunjukkan kepada orang yang belum dewasa yang diketahuinya atau patut diketahuinya bahwa orang itu belum berumur 17 tahun sesuatu tulisan , gambar atau sesuatu barang yang menyinggung perasaaan kesopanan atau sesuatu cara yang dipergunakan untuk mencegah kehamilan , jika isi surat itu diketahuinya atau jika gambar , barang , dan cara itu diketahui nya “. Namun setelah disahkan nya UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak,maka pasal 283 KUHP tidak dipakai lagi “.
Pengertian anak menurut UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak,
“ Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah
anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.
“Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak
mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana”.
“Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak
Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang
didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri”.
Jadi menurut UU No.11 Tahun 2012 Trntang Sistem Peradilan Pidana Anak
adalah anak yang belum berumur 18 tahun.
Hukum pidana itu sendiri memberikan pengertian anak sebagai penafsiran hukum
secara negative tidak diketahui pasti berapa usia kedewasaan seorang anak menurut
hukum pidana karena tidak dijelaskan secara langsung didalam pasal mengenai usia
anak yang dikatakan dewasa. Seorang anak yang berstatus hukum sebagai seorang
subjek hukum seharusnya bertanggung jawab terhadap tindak pidana yang dilakukan
anak tersebut , karena kedudukan anak tesebut sebagai seorang yang belum dewasa
maka diberikan hak hak khusus dan perlu mendapatkan perlindungan hukum khusus
menurut ketentuan hukum yang berlaku. Kedudukan anak sendiri dalam bidang
hukum pidana dijelaskan secara lebih rinci di dalam peraturan perundang undangan .
Pengertian anak menurut Undang –Undang No . 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan anak , Undang – Undang ini mengklasifikasikan pengertian anak sebagai
“ Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur
delapan tahun tetapi belum mencapai umur delapan belas tahun dan belum
pernah kawin “
Yang dimaksud dengan anak nakal adalah
a. Anak yang melakukan tindak pidana
b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang babgi anak , baik
menurut peraturan perundang – undangan maupun menurut peraturan hukum
lain nya yang hidup dan berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan .
Untuk dapat disebut sebagi seorang anak maka orang itu harus berada pada usia
minimum nol tahun yang dihitung sejak di dalam kandungan sampai dengan batas
usia maksimum delapan belas tahun sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat 1 UU No. 3
Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak .
Pengertian anak menurut Undang – Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusiapengertian anak diatur di dalam pasal 1 huruf 5 yang mengatakan :
“ Anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah delapan belas tahun dan
belum menikah , termasuk anak yang masih di dalam kandungan apabila hal tersebut
adalah demi kepentingan nya “
Undang – Undang No 39 Tahun 1999 ini memiliki makna yang tidak jauh
dalam pengertian politik dan anak dalam pengertian perdata . anak wajib untuk
mendapat perlindungan dari hukum untuk dipelihara dan direhabilitasi apabila anak
tersebut melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
Di dalam hukum kita , terdapat pluralisme mengenai kriteria dari anak
tersebut , karena setiap peraturan perundang – undangan mengatur secara tersendiri
mengenai kriteria anak . Batas usia seorang anak memberikan pengelompokan
tersendiri mengenai batas dikatakan seorang anak dan usia seorang yang dikatakan
dewasa. Batas usia anak sendiri adalah pengelompokan usia maksimum sebagai
wujud dari kemampuan anak di dalam status hukum nya, sehingga dapat diketahui
anak tersebut telah beralih menjadi dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang
bertanggung jawab terhadap perbuatan – perbuatan hukum serta tindakan – tindakan
yang dilakukan anak tersebut .
Setiap ketentuan hukum yang ada memberikan batas usia maksimum
seseorang dikatakan seorang anak , dan ditemukan banyak pendapat hukum yang
beranekaragan mengenai kedudukan hukum seorang anak. Berbagai
keanekarangaman menganai peraturan perundang – undangan mengenai usia
kedewasaan seorang anak dapat dilihat di dalam :
1. Batas usia seorang anak menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974
a. Pasal 7 ayat 1 menyebutkan batas usia seorang anak untuk dapat kawin
bagi seorang anak laki – laki yaitu Sembilan belas tahun , dan bagi
seorang wanita yaitu enam belas tahun .
b. Pasal 47 ayat 1 menyebutkan batas usia seorang anak minimum delapan
belas tahun berada didalam kekuasaan orang tua selama kekuasaan itu
belum dicabut .
c. Didalam pasal 50 ayat 1 menyebutkan batas usia seorang anak yang belum
mencapai usia delapan belas tahun dan belum menikah berada di dalam
status perwalian.
2. Undang – Undang nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak ,
menurut ketentuan pasal 1 ayat 2 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1979
maka seorang anak adalah seseorang yang belum mencapai usia dua puluh
satu tahun dan belum pernah menikah .
3. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak diartikan
sebagai seseorang yang dalam perkara Anak Nakal telah berumur delapan
5. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ,
merumuskan batas usia Antara tiga belas tahun sampai empat belas tahun
boleh bekerja dengan syarat tidak menganggu fisik , mental maupun social.
6. Keppres Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak – Hak
Anak ,membuat batasab usia seorang anak yaitu setiiap orang yang berusia
dibawah delapan belas , kecuali berdasarkan atas Undang – undang berlaku
bagi anak yang dewasa lebih awal .
7. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yaitu, batas
usia seorang anak adalah duapuluh satu tahun.
8. Batas usia seorang anak menurut ketentuan hukum perdata meletakkan bats
usia anak berdasarkan pasal 330 ayat 1 KUH Perdata adalah :
a. Batas usia belum dewasa dengan telah dewasa adalah dua puluh satu tahun
b. Seorang anak yang telah berada dalam usia dibawah dua puluh satu tahun
tetapi sudah menikah dianggap telah dewasa.
9. Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) undang – undang ini tidak mengatur secara
eksplisit mengenai pengertian anak dikatakan dewasa namun di dalam pasal
153 ayat 5 memberi wewenang kepada seorang Hakim untuk melarang
seorang anak yang belum mencapai usia tujuh belas tahun menghadiri
sidang.17
10.Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan,
menurut ketentuan pasal 1 angka 8 huruf a,b,c UU No 12 Tahun 1995
bahwaanak didik pemasyarakata bagi anak pidana , anak Negara , dan anak
sipil untuk dapat di didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling tinggi
sampai batas usia delapan belas tahun .
11.Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 1988 Tentang Usaha Kesejahteraan Anak
Bagi Anak Yang Mempunyai Masalah , menurut ketentuan ini , anak adalah
seorang yang belum berumur dua puluh satu tahun dan belum pernah kawin .
12.Batas usia anak menurut hukum pidana sendiri terdapat di dalam pasal
Di dalam hukum adat sendiri batas usia seorang anak dikatakan dewasa menurut
ahli hukum adat R.Soepomo menyebutkan ciri – ciri dari ukuran kedewasaan adalah :
a. Dapat bekerja sendiri
b. Cakap dan bertanggung jawab di dalam masyarakat
c. Dapat mengurus harta kekayaan sendiri
e. Berusia dua puluh satu tahun
Pengertian batas usia kedewasaan seorang anak pada hakikat nya
mempunyaikeanekaragaman bentuk dan spesifikasi tertentu . artinya batas usia
maksimum anak tergantung pada kepentinngan anak tersebut . Dapat ditarik
kesimpulan bahwa yang tergolong anak adalah seorang anak yang masih nol tahun
batas penuntutan seorang anak delapan tahun sampai delapan belas tahun dan belum
pernah menikah adalah seorang anak.
Pengelompokan usia anak dimaksud untuk mengenal secara pasti faktor – faktor
yang menjadi penyebab terjadinya tanggung jawab anak dalam hal – hal berikut :
1. Kewenangan bertanggung jawab kepada anak
2. Kemampuan untuk melakukan peristiwa hukum
3. Pelayanan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana
4. Pengelompokan proses pemeliharaan
5. Pembinaan yang efektif
4. Pengertian Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak
Menurut Wirjono Prodjodikoro Permerkosaan sebenarnya berasal dari bahasa
Belanda Vercrating, bahasa Inggris disingkat Rape,yang jika diterjemahkan kedalam
Bahasa Indonesia adalah Perkosaan. Pengertian Pemerkosaan itu sendiri menurut ahli
1. Seatandjo Wignojosoebroto mengemukakan bahwa :
“Pemerkosaaan adalah “suatu usaha melampiaskan nafsu oleh seseorang
lelaki terhadap sesorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan
atau hukum yang berlaku melanggar. Dalam pengertian seperti ini, apa yang
disingkat perkosaan, disatu pihak dapat dilihat sebagai suatu perbuatan (ialah
perbuatan seseorang yang secara paksa hendak melampiaskan nafsu
seksualnnya), dan di dalam pihak dapatlah dilihat sebagai suatu peristiwa
(ialah pelanggaran norma-norma dan demikian juga tata tertib sosial)”.
2. Sedangkan R.Sugandi , mengemukakan bahwa :
“Perkosaaan adalah “seorang pria yang memaksa seseorang yang bukan
istrinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman
kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam lubang
kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani.18
3. Menurut Wirdjono Prodjodikoro , yang dimaksud dengan :
Perkosaaan adalah seorang laki-laki, yang memaksa seorang perempuan yang
bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia, sehingga sedemikian rupa tidak
dapat melakukan, maka dengan terpaksa ia mau melakukan persetubuhan itu”.
18
4. Soesilo merumuskan tentang perkosaan yang lebih cenderung pada aspek
yuridis yang terfokus pada “pemaksaan bersetubuh”, yang berbunyi sebagai
berikut :
“Perkosaan adalah seorang lelaki yang memaksa seorang wanita yang bukan
istrinya untuk bersetubuh dengan dia, sedemikian rupa, sehingga akhirnya si
wanita tidak dapat melawan lagi dengan terpaksa mengikuti kehendaknya
5. Darma Weda yang condong pada pengertian perkosaan secara kriminilogis,
menyatakan bahwa :
Lazimnya dipahami bahwa terjadinya perkosaan yaitu dengan penetrasi secara
paksa atau dimasukkan ke dalam vagina bukan penis si pelaku, tetapi jari,
kuku, botol atau apa saja, baik ke dalam vagina maupun mulut atau anus.
6. Lamintang dan Samosir yang dimaksud dengan :
“Perkosaan adalah perbuatan seseorang yang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa seorang wanita untuk melakukan hubungan di luar ikatan
perkawinan dengan dirinya.Secara umum pemerkosaan dapat diartikan
sebagai pemaksaan kehendak dari suatu pihak kepada pihak lainnya, tanpa
memperdulikan hak, kepentingan serta kemauan pihak lain yang dipaksa
untuk maksud keuntungan atau kepentingan pribadi bagi pihak pemaksa”
Di dalam KUHP , pemerkosaan terhadap anak lebih dikenal dengan istilah
perbuatan cabul , sehingga perbuatan cabul terhadap anak tidak dikategorikan sebagai
mana pemerkosaan dan pencabulan tidak jelas sehingga didalam prakteknya sering
terjadi istilah yang membingungkan.
Dalam Pasal 285 KUHPidana dijelaskan tentang pengertian permerkosaan dan
pencabulan , yang berbunyi sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa,
dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas Tahun.”
Pasal lain yang mengatur yaitu pasal 286 KUHP yang berbunyi :
“Barangsiapa yang bersetubuh dengan seorang wanita diluar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita didalam keadaan pingsan atau tidak berdaya , diancam dengan pidana penjara Sembilan tahun”.
Pasal lain di dalam KUHP yang mengatur yaitu pasal 287 yang berbunyi :
Ayat 1
“Barangsiapa yang bersetubuh dengan wanita diluar perkawinan , padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, belum waktunya untuk kawin, diancam dengan pidana paling lama sembilan tahun ., diancam dengan melakukan perbuatan menyerang kehormata kesusilaan dengan pidana penjara Sembilan tahun”.
Ayat 2
Pasal lain nya yang mengatur yaitu pasal 289 yang berbunyi :
“Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul” .
Pasal lainya yang mengatur yaitu pasal 290 yang berbunyi,diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun :
1. Barangsiapa yang melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal
diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya.
2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui
atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau
umurnya ternyata belum mampu kawin.
3. Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus
diduga bahwa umurnya belum limabelas tahun atau kalau umurnya tidak
ternyata , atau belum mampu untuk dikawini untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan nya perbuatan cabul atau bersetubuh diluar
perkawinan dengan orang lain.
Pasal lain nya yang mengatur yaitu pasal 294 KUHP yang berbunyi :
“Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknnya , anak tirinya atau
Jadi dari ketentuan pasal – pasal di dalam KUHP dapat ditarik kesimpulan
bahwa pemerkosaan unsur pokok dari pemerkosaan baik pemerkosaan yang
dilakukan bagi wanita dewasa ataupun bagi wanita yang belum dewasa adalah
kekerasan , dan pemaksaan untuk melakukan persetubuhan di luar dari perkawinan,
dan dapat diancam pidana.
Dapatlah disimpulkan bahwa pengertian delik pemerkosaan adalah delik yang
dengan atau ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan yang bukan istrinya
ancaman sebagaimana yang dimaksud agar perempuan tersebut tidak berdaya
sehingga dapat disetubuhi.
Pada masa sekarang kasus – kasus pemerkosaan tidak hanya terjadi pada
orang dewasa saja tetapi juga terjadi pada anak – anak , pemerkosaan terhadap anak
dapat dilakukan oleh orang – orang terdekat nya keluarga nya sendiri,anak yang
diekspoitasi menjadi pekerja seks komersil.
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tidak mengenal adanya kata “
Perkosaan” yang tertulis dengan tegas di dalam KUHP , tetapi dikenal dengan
perbuatan asusila, perbuatan asusila ditulis didalam pasal 81 ayat 1 UU Nomor 23
Tahun 2002 dapat dikatakan sebagai ketentuan yang mengatur tentang pemaksaan
untuk bersetubuh terhadap anak,
“ setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengan nya atau orang lain , dipidana dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000”.
Jadi pemerkosaan terhadap anak adalah perbuatan yang memaksa seorang
anak untuk melakukan persetubuhan dengan nya atau dengan orang lain.
F. Metode Penelitian
Metode merupakan salah satu cara untuk memperoleh sesuatu. Didalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia metode merupakan sebagai satu cara teratur yang
digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki , cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan . Soerjono Soekanto berpendapat
menurut kebiasaan , metode dirumuskan dengan kemungkinan – kemungkinsn
sebagai berikut :
1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian
2. Suatu teknik umum bagi ilmu pengetahuan
3. Cara tertentu untuk melaksanakn suatu prosedur .19
a. Jenis penelitian hukum
Jenis penelitian yang dipergunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini
adalah :
19
1. Penelitian hukum normatif yaitu pengumpulan data secara studi pustaka
(library research ) yaitu dengan meneliti bahan – bahan pustaka atau
data– data sekunder .
2. Penelitian hukum sosiologis atau empiris yang dilakukan dengan meneliti
data primer yang diperoleh di lapangan yaitu dengan menganalisa suatu
putusan perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak dibawah umur
pada Pengadilan Negri Kabanjahe di Jalan Veteran Kabanjahe dan
kemudian membaca dan membahas mengenai dasar pertimbangan majelis
hakim terhadap dasar putusannya.
b. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder . Data
sekunder diperoleh dengan cara menelusuri bahan – bahan yang berkaitan dengan
masalah pemerkosaan terhadap anak melalui :
1. Bahan hukum primer, yaitu norma atau kaidah dasar seperti peraturan
perundang – undangan.
2. Bahan hukum sekunder , yaiu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti . Rancangan Undang – Undang ,
buku – buku , pendapat para ahli yang berkaitan dengan skripsi .
3. Bahan hukum tertier , yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder missal
c. Metode Pengumpulan Data
Data yang ada di dalam penulisan skripsi ini dikumpulkan melalui cara
studi kepustakaan yang berarti mempelajari dan menganalisa buku – buku ,
peraturan perundang – undangan , serta keputusan nomor 300 /
Pid.B/2013/PN.KBJ , juga sumber – sumber bacaan lain yang berkaitan
dengan pemerkosaan terhadap anak.
d. Analisis Data
Data yang diperoleh , dianalisis dengan kualitatif yang berarti dengan
menganalisa data – data dan diuraikan melalui kalimat – kalimat yang
merupakan penjelasan atas hal – hal yang berkaitan dengan penulisan skripsi
ini .
G. Sistematika Penulisan
Agar mudah dalam penyusunan dan memahami isi serta pesan yang ingin
disampaikan maka penulis menguraikan secara ringkas pembahasan dalam skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab , yaitu :
BAB I : Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan tentang latar pemikiran penulis sehingga mengangkat
permasalahan tersebut , perumusan masalah , tujuan dan manfaat yang ingin dicapai
melalui penulisan skripsi ini , keasliaan penulisan , tinjauan kepustakaan , metode
BAB II : Faktor – faktor penyebab terjadinya tindak pidana
Pemerkosaan terhadap anak di bawah umur
Dalam bab ini diuraikan mengenai teori penyebab terjadinya kejahatan
menurut kriminologi, tindak pemerkosaan menurut KUHP dan UU lainya , serta
pemerkosaan terhadap anak menurut UU dam melihat faktor – faktor penyebab
pemerkosaan terhadap anak .
BAB III : Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban
tindak pemerkosaan
Bab ini khusus membahas mengenai pengaturan perlindungan anak di dalam
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak , UU No. 23 /Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga , UU No.13 Tahun 2006
Tentang Perlindungan Saksi dan Korban , KUHP, dan konvensi anak , merupakan
bentuk perlindungan terhadap korban pemerkosaan anak di bawah umur, peranan
pemerintah dan masyarakat dalam memberikan perlindungan hukum bagi anak
korban pemerkosaan.
BAB IV : Analisis Putusan No.300/Pid.B/2013/PN.kbj
Di dalam bab ini penulis secara khusus akan menganalisa kasus yang
diperoleh penulis dari Pengadilan Negri Kabanjahe dengan memberikan uraian
BAB V : Kesimpulan Dan Saran
Bab ini merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan dan saran atas