• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN RESPONS NON-LINEAR MATERIAL BETON AKIBAT BEBAN AKSIAL DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS FINITE ELEMENT ANALYSIS ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMODELAN RESPONS NON-LINEAR MATERIAL BETON AKIBAT BEBAN AKSIAL DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS FINITE ELEMENT ANALYSIS ABSTRAK"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEMODELAN RESPONS NON-LINEAR MATERIAL BETON AKIBAT BEBAN AKSIAL DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BERBASIS FINITE ELEMENT

ANALYSIS

Nama Mahasiswa : ADITYA IRWANTO

NRP : 3107 100 090

Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS

Dosen Pembimbing : Endah Wahyuni ST, MT, PhD. DR. Eng Januarti J.E ST, MT. Data Iranata ST, MT, PhD

ABSTRAK

Berkembangnya teknologi dalam berbagai bidang saat ini juga turut membuat teknologi dalam komputer simulasi berkembang dengan pesat. Teknologi simulasi saat ini

banyak dikembangkan dalam program bantu yang berbasiskan Finite Element Methode

(FEM). Dalam dunia teknik sipil material beton merupakan salah satu bahan yang sangat populer sebagai pembentuk sebuah elemen struktur. Pemahaman mengenai perilaku sebuah material beton biasanya didapat dari hasil pengujian eksperimental di laboratorium.

Pada tugas akhir ini akan dilakukan studi analisis simulasi terhadap perilaku non-linear material beton akibat beban aksial yang dimodelkan dalam silinder beton polos standar 150x300 dengan menggunakan program bantu LUSAS dan ABAQUS. Studi analisis yang dilakukan meliputi analisa sensitivitas dan analisa perbandingan hasil uji simulasi dengan hasil eksperimen. Analisa sensitivitas dari program bantu yang digunakan meliputi analisa pada beton normal dengan mutu 25MPa-40 MPa dan analisa pengaruh deskretisasi kontinum pada elemen material beton. Sedangkan dalam analisa dengan menggunakan hasil eksperimen sebagai pembanding meliputi analisa perilaku linear dan non-linear dari beton normal dengan mutu 3000Psi, 4000Psi, dan 5000Psi.

Dari hasil studi yang dilakukan terlihat bahwa secara umum kedua program bantu yang digunakan dapat menunjukan perilaku yang mendekati dengan hasil eksperimen. Respons perilaku linear material yang dihasilkan dari studi simulasi dapat dengan baik digambarkan oleh kedua program tersebut. Pada respons perilaku non- linear, program LUSAS dengan baik memodelkan perilaku hardening hingga peak stress material beton sedangkan perilaku post peak untuk analisa ini tidak dapat dihasilkan dengan baik. Pada simulasi perilaku non-linear dengan program bantu ABAQUS kedua perilaku beton baik pada saat pre-peak hingga post-peak dapat dimodelkan dengan tepat.

(2)

2

2 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring berkembangnya teknologi dalam berbagai bidang, teknologi dalam bidang komputer simulasi juga terus semakin maju. Teknologi komputer simulasi saat ini telah banyak dipergunakan dalam berbagai bidang

engineering contohnya teknik sipil, mesin, mikroelektronik, luar angkasa,

penerbangan hingga bioengineering.

Pendekatan simulasi banyak berguna dalam menghitung kasus-kasus kekuatan material, analisa thermal, kekuatan struktur bahkan pada mekanika fluida.

Selain kelebihan diatas, dalam dunia teknik sipil sendiri pendekatan simulasi banyak digunakan dalam bidang struktural. Hal ini berkaitan dengan dengan perilaku material yang umunya dibagi menjadi dua yaitu perilaku elastik (linear) dan inelastik (non-linear). Material beton merupakan bahan yang sangat umum digunakan dalam struktur beton bertulang. Beton sendiri bukan merupakan material yang bersifat elastis, dengan perilaku ketidaklinearannya mulai dari tahap pembebanan yang paling awal hingga

mencapai kekuatan batas (ultimate)

terdapat bebarapa perilaku yang

mempengaruhi kinerjanya dalam sebuah sistem struktur (Nawy, 1998). Pemahaman mengenai perilaku material beton pada umumnya diperoleh dari hasil pengujian eksperimental di laboratorium. Uji eksperimental ini sangat penting untuk mendapatkan hasil gambaran mengenai respons struktur yang sesuai berdasarkan keadaan nyata. Akan tetapi kendala yang dihadapi untuk mendapatkan sebuah hasil ekperimental yang akurat adalah diperlukannya data pengujian yang sangat banyak sehingga diperlukan jumlah benda uji yang banyak pula. Tentunya hal ini mengakibatkan besarnya biaya yang dibutuhkan serta waktu yang panjang.

Perilaku beton yang selain bisa didapatkan melalui hasil uji ekperimental di laboratorium sendiri sebenarnya dapat dilakukan dengan dengan salah satu pendekatan simulasi motode numerik yaitu

dengan metode elemen hingga (Finite

element mothode). Perilaku material beton yang bersifat tidak elastis umumnya menjadi persoalan tersendiri dalam melakukan studi simulasi dengan

menggunakan program berbasis finite

element analysis. Dimana saat ini tidak banyak perogram bantu yang beredar dimasyarakat dapat memodelkan perilaku

softening dari material dengan tepat. Selain daripada itu saat ini kebanyakan program bantu teknik sipil yang banyak dikenal dimasyarakat merupakan program analisa struktur secara open frame (gambar 1.1). Berangkat pada hal diatas maka pada tugas akhir ini akan dilakukan studi simulasi perilaku non-linear dari material beton dengan program bantu berbasis metode elemen hingga. Simulasi ini bertujuan agar para desainer struktur dalam menggunakan program bantu analisa terutama yang berjenis rigorous component model (RCM)

dapat dengan tepat mendefinisikan propertis dari material itu sendiri.

Gambar 1.1

Contoh software SAP2000 yang menganalisa rangka struktur

Untuk melakukan simulasi akan

dipergunakan program bantu LUSAS dan

ABAQUS. Kedua program bantu ini dipilih karena memiliki kelebihan tersendiri dibanding dengan program-program sejenis dimana tidak hanya dapat menganalisis struktur frame tetapi juga elemen-elemen dari struktur tersebut.

(3)

3

Program bantu LUSAS dinilai memiliki

kelebihan pada ketepatan dalam

memodelkan perilaku hardening dari

material beton sedangkan sebaliknya pemilihan ABAQUS (gambar1.2) didasarkan pada kemampuan program ini

memodelkan perilaku softening dari

material serta penggunaan program bantu ini telah luas digunakan di masyarakat khususnya para engineer.

Gambar 1.2

Contoh pemodelan benda dengan menggunakan

Software berbasis finite element analysis(ABAQUS, 2008)

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat ditarik beberapa permasalahan yaitu :

1. Bagaimana menentukan pemodelan

elemen material beton yang akan dianalisa perilakunya?

2. Bagaimana melakukan analisa

perilaku linear material akibat

beban uniaksial yang dikenakan dengan program LUSAS ?

3. Bagaimana melakukan analisa

perilaku linear material akibat

beban uniaksial yang dikenakan dengan program ABAQUS ?

4. Bagaimana melakukan analisa

perilaku non-linear material akibat beban uniaksial yang dikenakan dengan program LUSAS ?

5. Bagaimana melakukan analisa

perilaku non-linear material akibat beban uniaksial yang dikenakan dengan program ABAQUS ?

6. Bagaimana melakukan analisa

sensitivitas dari hasil analisa

material dengan LUSAS dan

ABAQUS ?

7. Bagaimana melakukan

perbandingan hasil analisa model material beton dari program LUSAS

dengan hasil studi ekperimental ? 1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari pembahasan tugas akhir ini diuraikan sebagai berikut :

1. Dapat memodelkan elemen

material beton yang akan dianalisa perilakunya.

2. Mendapatkan hasil analisa perilaku

linear material akibat beban

uniaksial yang dikenakan dengan program LUSAS.

3. Mendapatkan hasil analisa perilaku

linear material akibat beban

uniaksial yang dikenakan dengan program ABAQUS.

4. Mendapatkan hasil analisa perilaku non-linear material akibat beban uniaksial yang dikenakan dengan program LUSAS.

5. Mendapatkan hasil analisa perilaku non-linear material akibat beban uniaksial yang dikenakan dengan program ABAQUS.

6. Mendapatkan hasil sensitivitas dari hasil analisa material dengan

LUSAS dan ABAQUS.

7. Menilai hasil perbandingan hasil

analisa model material dari

program LUSAS dan ABAQUS

dengan hasil studi ekperimental. 1.4 Batasan Masalah

Dari beberapa permasalahan yang timbul diatas penulis membatasi permasalahan sebagai berikut :

1. Material beton yang dimodelkan

adalah silinder beton dengan ukuran 15x30 cm.

2. Pemodelan material akan

disimulasikan dalam software

LUSAS 14.03 dan ABAQUS 6.7-1.

3. Penggunaan satuan akan mengikuti

(4)

4

4. Pembebanan dilakukan secara

monotonik.

5. Beban yang dikenakan adalah

beban uniaksial

6. Hasil ekperimental yang digunakan

sebagai pembanding adalah kurva tegangan-ragangan.

7. Analisa non-linear yang dilakukan

meliputi tahap cracking, hardening, dan Failure.

8. Tidak memperhatikan pengaruh

dari gaya geser yang dialami beton.

9. Mutu beton yang ditinjau adalah

mutu beton normal menurut peraturan ACI-363.

10.Retak dimodelkan dengan smeared.

11.Data ekperimental yang akan

digunakan sebagai pembanding diambil dari penelitian terdahulu.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Kajian mengenai perilaku beton sendiri bisa didapatkan dari hasil pengujian eksperimental yang dilakukan di laboratorium. Pengujian ini dapat dijadikan gambaran bagaimana perilaku beton apabila menerima beban secara nyata. Dari hasil data eksperimental ini juga dapat memberikan informasi-informasi untuk keperluan perbaikan dan pembanding. Biaya dan waktu seringkali menjadi kendala dalam melakukan penelitian eksperimental di laboratorium guna mendapatkan hasil yang akurat. Kendati demikian belum tentu semua informasi dapat diperoleh dari hasil pengujuan ekperimental.

Untuk melengkapi informasi yang tidak diperoleh dari hasil studi ekperimental, dapat dilakukan analisa studi numerik. Studi numerik saat ini telah berkembang pesat seiring dengan semakin berkembangnya teknologi simulasi komputer. Motede numerik yang paling banyak digunakan saat ini adalah dengan menggunakan metode elemen hingga(finite element methode).

2.2 Material Beton

Beton merupakan material yang tersusun dari campuran beberapa material alam seperti semen, agregat halus dan agregat kasar, adanya beberapa macam material tersebut membuat sifat beton menjadi heterogen, hal tersebut menjadikan perilaku beton sukar untuk didefinisikan.

2.2.1 Perilaku Tegangan-Regangan Akibat Beban Uniaksial

Kuat tekan beton (fc’) biasanya

diperoleh dari hasil uji terhadap sampel silinder yang memiliki rasio perbandingan antara tinggi dan diameternya dua. Berdasarkan peraturan ACI 1993, untuk ukuran silinder standar yaitu berdiameter 6 inchi (152mm) dan tinggi 12 inchi (305mm). Dengan menggunanakan faktor konversi, maka akan didapatkan hasil tes kuat tekan yang setara dengan ukuran yang disyaratkan. Perlu ditekankan bahwa fc’ ini bukan kekuatan rata-rata silider, kekuatan rata-rata harus direncanakan melebihi fc’

dan besarnya harus disesuaikan dengan kondisi dilapangan.

Gambar 2.1

Kurva hubungan tegangan – regangan (Winter dan Nilson dalam Bazant,

1979)

Pada (gambar 2.1) menjelaskan

bagaimana hubungan kurva tegangan-regangan yang didapat dari pembebanan uniaksial pada beton silinder yang dilakukan secara monotonik dengan menambahkan beban bertahap hingga terjadinya keruntuhan. Bagian pertama kurva ini (sampai dengan 40% dari fc’) pada umumnya untuk tujuan yang praktis

Concrete strain, in/in

C on cr et e s tres s f' c, ksi 0.001 0.002 0.003 0.004 0 1000 0.001 2000 3000 5000 f'c= 6000 ps i 4000 0 1 2 3 4 5 6 0 10 20 30 40 Mpa

(5)

5

dapat dianggap linear. Sesudah mendekati 70% tegangan hancur, materialnya banyak kehilangan kekakuannya sehingga akan bertransisi menjadi non-linear.

Pada beban batas, retak yang searah dengan arah beban menjadi sangat terlihat dan hampir terjadi pada semua silinder beton (kecuali yang kekuatannya sangat rendah) akan hancur (Nawy 1998). Dengan demikian dari kurva diatas dapat ditarik kesimpulan :

a. Semakin rendah kekuatan beton

maka semakin tinggi regangan hancurnya.

b. Semakin tinggi kekuatan tekan

beton, maka panjang bagian linear dari kurva diatas juga semakin bertambah.

c. Nilai daktilitas akan tereduksi

apabila kekuatan beton bertambah. 2.2.2 Kuat Tarik Beton

Kekuatan tarik beton relatif rendah. Secara umum hanya 10% dari kekuatan tekannya. Pendekatan yang baik untuk

menghitung kekuatan tarik beton f’ct

adalah dengan persamaan 0,1fc’<f’ct<0,2fc’. Kekuatan tarik lebih

sulit diukur dibandingkan dengan kekuatan tekan karena masalah penjepitan (gripping) pada mesin. Ada sejumlah metode yang tersedia untuk menguji kekuatan tarik, dan yang paling sering digunakan adalah tes pembelahan atau tes split (gambar 2.2).

Gambar 2.2

Tes Pembelahan (R.Park & T. Paulay, 1974)

Berdasarkan studi eksperimental yang dilakukan oleh Carrasquillo, Nilson

dan Slate yang juga dikutip oleh ACI Comitee 363, memberikan korelasi antara kuat tekan belah (split test) beton dengan kuat tekannya, untuk beton yang memiliki kuat tekan antara 21 Mpa sampai dengan 83 Mpa adalah sebagai berikut :

𝑓𝑠𝑝′= 0,59 �𝑓𝑐′ N/mm2

2.3 Finite Element Analysis

Analisis element hingga (FEA) atau yeng dikenal dengan metode element hingga (FEM) adalah sebuah metode untuk solusi numerik dari masalah yang biasa dijumpai di lapangan. Suatu masalah dilapangan umumnya mengharuskan kita untuk menyelesaikan satu atau lebih variebel yang ada.

Bila suatu kontinum dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil, maka bagian-bagian kecil ini disebut elemen hingga. Proses pembagian suatu kontinum menjadi elemen-elemen hingga ini sering dikenal sebagai proses

diskretisasi atau pembagian. Dengan menggunakan metode elemen hingga kita dapat mengubah suatu masalah yang memiliki jumlah derajat kebebasan tidak berhingga menjadi suatu masalah yang memiliki jumlah derajat kebebasan tertentu sehingga proses pemecahannya menjadi lebih sederhana. Tujuan utama analisis dengan menggunakan metode elemen hingga adalah untuk memperoleh nilai pendekatan tegangan yang terjadi.

Sebaliknya, pendekatan dengan

metode element hingga (finite element

methode) merupakan suatu analisis pendekatan yang berdasarkan asumsi peralihan atau asumsi tegangan, bahkan dapat juga berdasarkan kombinasi dari kedua asumsi tadi dalam setiap elemennya (Cook, 2002). Secara umum metode elemen hingga memiliki beberapa kelebihan,diantaranya:

1. Metode elemen hingga dapat

digunakan pada berbagai masalah, contohnya : perpindahan panas,

f1 f2 P P d h Tension Compression

Stress distribution on loaded diameter

(6)

6

analisa tegangan, analisa medan magnet dan masih banyak lagi.

2. Metode elemen hingga tidak

membatasi geometri dari benda, banda apapun dapat dimodelkan.

3. Kondisi batas dan pembebanan

yang dilakukan juga tidak dibatasi.

4. Data meterial yang yang

didefinisikan pada elemen juga tidak dibatasi, sehingga pada elemen tersebut dapat diubah-ubah data materialnya sesuai kebutuhan.

5. Dapat menggabungkan beberapa

tipe elemen, contohnya pada beton bertulang.

Metode pelaksanaan analisa sebuah struktur dengan metode elemen hingga secara garis besar dapat dibagi menjadi seperti berikut :

1. Membagi struktur menjadi

elemen-elemen hingga (diskretisasi).

2. Menyusun formulasi sifat atau

propertis dari masing-masing elemen.

3. Menggabungkan elemen-elemen

hingga dan formulasinya menjadi elemen utuh/elemen dari struktur

4. Memberikan beban sesuai rencana

5. Menentukan kondisi batas

(tergantung dari tipe tumpuan struktur)

6. Menyelesaikan persamaan yang

terbentuk (hasilnya berupa displacement pada batas-batas antar elemen tadi.

7. Menghitung tegangan dan

gaya-gaya dalam dari elemen-elemen (berdasar formulasi sifat masing-masing elemen).

2.4 Pemodelan Beton

Material beton pada umumnya

menunjukan perilaku hardening. Untuk

material yang memperlihatkan perilaku

hardening, pemodelannya dapat dilakukan dengan menggunakan teori elastik-plastik

hardening. Pada material yang mengalami

hardening terjadi peningkatan tegangan leleh material seiring dengan

meningkatnya deformasi plastik atau kerja plastik. Ada dua pendekatan yang biasa digunakan untuk memodelkan material yang berperilaku hardening, yaitu : Teori Deformasi plastisitas, dan teori Incremental plastisitas.

Teori deformasi plastisitas mengasumsikan bahwa tegangan total yang terjadi hanya merupakan fungsi regangan total atau sebaliknya dan bersifat unik. Asumsi ini berbeda dengan yang digunakan pada teori incremental plastisitas, dimana pada teori incremental plastisitas regangan plastik diasumsikan tergantung pada lintasan beban. Atau dengan kata lain, peningkatan regangan yang terjadi tidak hanya tergantung pada incremental tegangan, tetapi juga pada keadaan tegangan.

Asumsi dasar yang digunakan untuk mengembangkan model material yang berperilaku hardening adalah sebagai berikut:

1. Adanya permukaan leleh awal yang

mendefinisikan batas elastis material terhadap semua kombinasi pembebanan.

2. Pengembangan permukaan leleh

diatur oleh hardening rule.

3. Penyusutan permukaan leleh diatur

oleh softening rule.

4. Arah regangan plastis diatur oleh

(7)

7 BAB III

METODOLOGI

3.1 Diagram Alir Metodologi

MULAI

STUDI LITERATUR (Perilaku non-linear pada beton)

Analisa beban uniaksial dengan LUSAS

ANALISA MODEL DENGAN LUSAS & ABAQUS

Kesimpulan

SELESAI

YA

Membandingkan hasil eksperimental laboratorium

dengan hasil analisa LUSAS dan ABAQUS

INPUT DATA

TIDAK

Analisa Pre-Peak Respons akibat beban uniaksial

Analisa Post-Peak Respons akibat beban uniaksial Analisa Tekan

Analisa Sensitivitas terhadap hasil output LUSAS

Analisa beban uniaksial dengan ABAQUS

Analisa Pre-Peak Respons akibat beban uniaksial

Analisa Post-Peak Respons akibat beban uniaksial Analisa Tekan

Analisa Sensitivitas terhadap hasil output ABAQUS

Gambar 3.1 Diagram alir metodologi

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menyelesaikan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Studi literatur

Pada tahap ini dilakukan studi literatur respons non-linear material beton dari literatur-literatur yang ada.

2. Input data LUSAS dan ABAQUS

Pada tahap ini dilakukan studi perilaku dengan bantuan

program LUSAS dan ABAQUS.

3. Perbandingan dengan hasil eksperimental

Setelah hasil analisa dengan

LUSAS dan ABAQUS didapatkan maka tahap selanjutnya adalah melakukan analisa dengan membandingkan perilaku non

linear material beton dari hasil uji ekperimental laboratorium dengan hasil analisa dengan program bantu tersebut. Dalam melakukan perbandingan ini, hasil uji ekperimental yang digunakan adalah kurva hubungan tegangan-regangan akibat beban uniaksial yang dilakukan oleh Winter dan Nilson dalam jurnal yang dipublikasikan oleh ASCE dengan judul “Finite Elemet Analysis of Reinforced Concrete”.

4. Kesimpulan

Kesimpulan yang nantinya diharapkan adalah simulasi pemodelan yang dilakukan akan memiliki respons perilaku yang hampir sama dengan perlaku yang didapatkan dari hasil uji laboratorium.

3.2 Studi Kasus

Elemen struktur yang akan digunakan sebagai bahan tugas akhir ini menggunakan silinder beton standar dengan ukuran 150mm x 300mm. Silinder beton yang digunakan merupakan beton polos tanpa tulangan (Gambar 3.1). Pemilihan bentuk dan ukuran ini mengacu pada peraturan SNI 03-2847-2002.

(b) Gambar 3.1

Permodelan silinder beton dengan (a). LUSAS dan (b). ABAQUS

(8)

8 BAB IV

PEMODELAN DAN ANALISA DENGAN PROGRAM BANTU BERBASIS FINITE ELEMENT

METHODE

4.1 Pemodelan Material Beton

Dengan Program LUSAS

Dalam melakukan pemodelan material beton silinder polos dengan program

LUSAS dapat melalui bebarapa tahapan, yaitu :

1. Melakukan suatu bentuk

pemodelan material silinder beton polos sesuai dengan yang diinginkan. Dalam tahap pemodelan ini diperlukan beberapa langkah untuk dapat mencapai bentuk pemodelan yang diinginkan yaitu :

a. Membuat suatu bentuk struktur penampang seperti yang diinginkan.

b. Melakukan grouping untuk

memudahkan input attributes

pada penampang.

c. Melakukan input variabel pada

attributes, misalkan meshing,

geometry, material, dll. Input ini disesuaikan dengan pemodelan yang diinginkan.

2. Melakukan input data material

yang diinginkan. Input data

material ini merupakan salah satu bagian penting, yang mana dengan mendefinisikan karakteristik dari material yang digunakan nantinya akan mempengaruhi kinerja dan kemampuan dari bahan tersebut.

3. Melakukan input perletakan pada

penampang tersebut, serta melakukan input pembebanan pada pemodelan yang telah dibuat dan

diberi attributes. Beban dapat

diletakan pada titik garis maupun pada permukaan pada penampang tersebut.

4. Setelah pemodelan dibuat, diberi

perletakan, dan diberi beban, maka program sudah siap untuk

dilakukan running. Sebelum

melakukan running diperlukan

pengaturan terlebih dahulu pada

loadcase untuk proses running

yang lebih jelas sesuai dengan yang diinginkan (linear atau non-linear). Setelah pengaturan dilakukan maka program dapat running.

5. Setelah proses running selesai, akan muncul hasil dari proses

running tersebut. Hasil dapat dilihat langsung pada lembar kerja tersebut.

Pemodelan respon material beton 4.2 Pemodelan Material Beton Dengan Program ABAQUS

Dalam melakukan pemodelan material beton dengan program bantu ABAQUS sebenarnya memiliki tahapan yang hampir sama dengan tahapan pemodelan yang dilakukan dalam program

LUSAS. Pemodelan yang dilakukan juga meliputi :

1. Membuat geometri ukuran benda

yang diinginkan.

2. Mendefinisikan material yang akan

digunakan.

3. Melakukan diskretisasi kontinum.

4. Memberikan pembebanan.

5. Menentukan kondisi batas

(boundary condition),dan

6. Melakukan analisa terhadap elemen

yang dimasukan.

Pemodelan respon material beton dengan program bantu ABAQUS ini bertujuan sama seperti dengan pemodelan yang dilakukan sebelumnya dengan

program LUSAS yaitu untuk melihat

(9)

9

9 BAB V

VERIFIKASI HASIL ANALISA TERHADAP

HASIL EKSPERIMETAL LABORATORIUM

5.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas hasil dari analisa uji material beton dengan program

bantu LUSAS dan ABAQUS serta

verifikasi hasil analisa dengan hasil eksperimen yang dilakukan di laboratorium. Perbandingan hasil eksperimen menggunakan parameter kuat tekan beton dengan membandingkan kurva tegangan - regangan yang didapat dari penelitian yang dilakukan oleh Winter dan Nilson. Penelitian yang dilakukan keduanya tersebut meliputi beberapa jenis mutu beton dari 1000 Psi hingga 6000Psi (gambar 5.1).

Gambar 5.1

Kurva hubungan tegangan – regangan (Winter dan Nilson dalam Bazant, 1979)

Untuk keperluan verifikasi hasil analisa dari tugas akhir ini mutu beton yang akan digunakan sebagai pembanding adalah sebagai berikut :

Tabel 5.1

Tabel Propertis Material Berbagai Mutu Beton

σ Young Modulus Poisson's Ratio

(Mpa) (E) (υ) 1 2 3 4 fc'= 3000Psi 20.685 21375.95963 0.2 fc' = 4000Psi 26.787 24325.42881 0.2 fc' = 5000Psi 32.889 26954.0595 0.2 Mutu

Tabel 5.1 diatas merupakan data properties untuk masing-masing mutu yang akan digunakan sebagai bahan verifikasi. Pada kolom 1 dari tabel diatas menunjukan mutu yang digunakan sebagai data verifikasi antara hasil ekperimen dengan hasil analisa. Kolom ke-2 dari tabel tersebut mutu beton dikonversikan menjadi satuan Mpa dengan mengalikannya dengan 0,006895 agar seluruh satuan yang digunakan menjadi seragam. Setelah fc’

ditetapkan, pada kolom 3 dengan menggunakan rumusan sesuai pada SNI 03-2847-2002 kita dapat mengetahui modulus elastisitas beton dengan pendekatan rumus Ec

Verifikasi yang dilakukan pada bagian ini akan melihat perilaku elastis (linear) dan perilaku plastis (non-linear) dari material beton diatas. Selain dengan melakukan verifikasi hasil analisa, nantinya juga akan dilakukan analisa sensitivitas terhadap proses diskretisasi

dari salah satu elemen yang dimodelkan dalam program serta analisa sensitivitas terhadap beberapa mutu beton normal. Karena pada tugas akhir ini digunakan dua program bantu sekaligus maka perlu diberikan penamaan untuk masing-masing analisa yang dilakukan yaitu sebagai berikut :

=4700x�𝑓𝑐′. Untuk nilai dari Poisson’s Ratio sendiri pada kolom 4 diambil sebesar 0,2 karena berdasarkan penelitian dari Winter dan Nilson tidak mengeluarkan nilai Poisson’s Ratio dari beton yang mereka uji.

Tabel 5.2

Tabel Penamaan Untuk Jenis Analisa

LUSAS ABAQUS

Analisa Perilaku Linear EL EA

Analisa Perilaku Non-Linear PL PA

Analisa Sensitivitas Meshing AML AMA

Kode Je nis Analisa

Tabel 5.3

Tabel Penamaan Untuk Analisa Linear

LUSAS ABAQUS

fc'= 3000Psi EL1 EA1

fc' = 4000Psi EL2 EA2

fc' = 5000Psi EL3 EA3 Mutu Analisa Line ar Concrete strain, in/in

C on cr et e s tres s f' c, ksi 0.001 0.002 0.003 0.004 0 1000 0.001 2000 3000 5000 f'c= 6000 ps i 4000 0 1 2 3 4 5 6 0 10 20 30 40 Mpa

(10)

10

Tabel 5.4

Tabel Penamaan Untuk Analisa Non-Linear LUSAS ABAQUS PL1A PL1B PL1C PL1D PL2A PL2B PL2C PL2D PL2E PL3A PL3B PL3C PL3D PL3E fc' = 4000Psi fc' = 5000Psi Analisa Non-Line ar PA3 PA1 PA2 fc'= 3000Psi Mutu Tabel 5.5

Tabel Penamaan Untuk Analisa Sensitivitas Meshing LUSAS ABAQUS AML1 AMA1 AML2 AMA2 AML3 AMA3 AML4 AMA4 AML5 AMA5 AML6 AMA6 AML7 AMA7

Mutu Analisa Se nsitivitas Meshing

fc' = 26,787MPa

Tabel 5.6

Tabel Penamaan Untuk Analisa Sensitivitas

Mutu Beton Normal

Analisa Se nsitivitas Mutu Be ton Normal Young Modulus

LUSAS (E) fc' = 25 Mpa ASM1 23500 fc' = 30 Mpa ASM2 25742.9602 fc' = 35 Mpa ASM3 27805.57498 fc' = 40 Mpa ASM4 29725.41001 Mutu

Pada tabel 5.2 sebelumnya merupakan penamaan yang diberikan pada masing-masing analisa yang dilakukan dengan kedua program bantu yang digunakan. Terdapat empat analisa yang nantinya akan dilakukan yaitu analisa perilaku linear, analisa perilaku non-linear, analisa sensitivitas terhadap ukuran

meshing, serta analisa sensitivitas terhadap beberapa mutu beton normal. Seperti yang telah ditampilkan sebelumnya pada tabel 5.1, dimana akan dilakukan analisa terhadap tiga mutu beton yang berbeda maka penamaan untuk masing-masing analisa tersebut secara berurutan dapat dilihat pada tabel 5.3, tabel 5.4 dan tabel 5.5.

Analisa linear yang dilakukan pada tugas akhir ini hanya dilakukan satu kali untuk masing-masing mutu beton sesuai

penamaan yang diberikan pada tabel 5.3. Analisa linear ini dilakukan hanya satu kali karena hanya akan meninjau sampai dimana batas elastis material yang ditunjukan dari hasil pemodelan yang dilakukan.

Sedangkan untuk analisa non-linear akan dilakukan beberapa kali untuk pemodelan dengan program LUSAS, dimana pemodelan yang dilakukan pertama kali untuk masing-masing mutu beton akan menggunakan data properties yang sesuai dengan hasil eksperimen. Pemodelan berikutnya dari analisa ini akan dilakukan perubahan terhadap properties material untuk melihat sampai dimana model dapat berperilaku mendekati hasil ekperimen. Untuk pemodelan non-linear yang dilakukan dengan program bantu ABAQUS tidak dilakukan perubahan properties material dari masing-masing mutu beton karena program ini memiliki

fasilitas untuk melakukan input data

properties material yang cukup baik. Dimana hasil dari eksperimen dapat langsung dimasukan dalam modul materialnya sehingga analisa hanya dilakukan satu kali. Penamaan yang diberikan untuk analisa non-linear ini secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.4

Pada analisa sensitivitas ukuran

meshing akan dilakukan beberapa kali pemodelan dengan berbagai ukuran

meshing. Analisa ini hanya dilakukan pada beton mutu f’c:26,787 MPa seperti yang terdapat pada tabel 5.5 sebelumya dengan anggapan bahwa hasil dari analisa terhadap mutu ini dapat mewakili respon dari beton normal lainnya. Pada analisa sensitivitas dengan program LUSAS akan mengambil salah satu analisa non-linear dengan properties material yang menunjukan respons terbaik. Sedangan pada analisa sensitivitas dengan program ABAQUS langsung menggunakan properties mutu beton fc’: 26,787Mpa karena analisa non-linear hanya dilakukan satu kali.

Analisa terakhir yang dilakukan adalah analisa sensitivitas terhadap

(11)

11

berbagai mutu beton normal. Analisa ini bertujuan untuk melihat apakah program bantu ini memiliki respons yang baik terhadap terhadap berbagai mutu beton serta menguji apakah bentuk model kekauan elemen yang ada pada program bantu ini sudah baik. Analisa sensitivitas terhadap mutu beton normal ini hanya dilakukan pada program bantu LUSAS mengingat pada program ABAQUS pengguna harus memasukan beberapa parameter yang harus diambil dari hasil eksperimen. Analisa sensitivitas mutu beton ini nantinya juga tidak untuk dibandingkan dengan hasil eksperimen sebab tujuan dari analisa ini untuk mengetahui seberapa jauh respons program bantu ini terhadap beberapa mutu material.. Penamaan untuk analisa yang terakhir ini dapat dilihat pada tabel 5.6.

5.2 Perbandingan Hasil Eksperimen dengan Perhitungan Teoritis untuk Kondisi Linear

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Winter dan Nilson seperti yang terdapat pada gambar 5.1 sebelumnya terlihat perilaku beton dengan masing-masing mutu yang tergambar dari bentuk kurva tegangan-regangannya. Sehingga dari data tersebut kita bisa mendapatkan data properties material sepeti yang ada pada tabel 5.1

Perbandingan hasil eksperimen dengan hasil perhitungan teoritis pada bagian ini hanya dilakukan untuk kondisi linear. Hal ini lebih disebabkan karena apabila perbandingan dengan perhitungan teoritis dilanjutkan hingga melewati batas linear material beton harus ada faktor koreksi terhadap modulus elastisitas beton ketika material berubah sifat menjadi plastis. Berikut adalah hasil perbandingan antara data ekperimen dengan hasil perhitungan teoritis untuk masing-masing mutu beton :

Tabel 5.7

Tabel Perbandingan tegangan pada AE1

Strain(in/in) Stre ss (MPa) E σl

1 2 3 4 0 0 21375.95963 0 0.00005 1.07562 21375.95963 1.06879798 0.0001 2.2064 21375.95963 2.13759596 0.00015 3.3096 21375.95963 3.20639394 0.0002 4.4128 21375.95963 4.27519193 0.00025 5.509105 21375.95963 5.34398991 0.0003 6.55025 21375.95963 6.41278789 0.00035 7.5845 21375.95963 7.48158587 0.0004 8.515325 21375.95963 8.55038385

(AE1) MUTU FC' = 20,685 Mpa

Tabel 5.8

Tabel Perbandingan AE2

Strain(in/in) Stre ss (MPa) E σl

1 2 3 4 0 0 24325.42881 0 0.00005 1.379 24325.42881 1.21627144 0.0001 2.751105 24325.42881 2.43254288 0.00015 4.137 24325.42881 3.64881432 0.0002 5.509105 24325.42881 4.86508576 0.00025 6.7571 24325.42881 6.0813572 0.0003 7.922355 24325.42881 7.29762864 0.00035 9.066925 24325.42881 8.51390008 0.0004 10.2046 24325.42881 9.73017152 0.00045 11.369855 24325.42881 10.946443 0.0005 12.445475 24325.42881 12.1627144 0.00055 13.5142 24325.42881 13.3789858 0.0006 14.6174 24325.42881 14.5952573 0.00065 15.5827 24325.42881 15.8115287

(AE2) MUTU FC' = 26,787 Mpa

Tabel 5.9

Tabel Perbandingan AE3

Strain(in/in) Stre ss (MPa) E σl

1 2 3 4 0 0 26954.0595 0 0.00005 1.379 26954.0595 1.34770297 0.0001 2.77179 26954.0595 2.69540595 0.00015 4.17837 26954.0595 4.04310892 0.0002 5.58495 26954.0595 5.3908119 0.00025 6.998425 26954.0595 6.73851487 0.0003 8.377425 26954.0595 8.08621785 0.00035 9.825375 26954.0595 9.43392082 0.0004 11.204375 26954.0595 10.7816238 0.00045 12.583375 26954.0595 12.1293268 0.0005 13.893425 26954.0595 13.4770297 0.00055 15.10005 26954.0595 14.8247327 0.0006 16.2066975 26954.0595 16.1724357 0.00065 17.44435 26954.0595 17.5201387

(AE3) MUTU FC' = 32,889 MPa

Pada kolom ke-1 dari tabel 5.7sampai tabel 5.9 diatas menunjukan nilai regangan dari berbagai mutu beton yang akan dianalisa. Seluruh nilai regangan diatas memiliki selisih sebesar 0,00005, hal ini karena nilai dari regangan inilah yang

(12)

12

digunakan sebagai dasar pada saat melakukan plotting kembali dari hasil ekperimen yang ada, sehingga akan didapatkan nilai dari tegangannya seperti yang terdapat pada kolom ke-2. Nilai dari modulus elastisitas yang ada pada kolom ke-3 didapatkan sesuai perhitungan yang kurang lebih telah dijelaskan pada tabel 5.1 sebelumnya.

Dari hubungan antara modulus elastisitas dengan nilai regangan ini maka akan didapatkan hasil perhitungan untuk tegangan hingga kondisi batas linear(σl) pada kolom 4. Perhitungan secara teoritis ini menggunakan hubungan sederhana yang mana adalah :

𝜎= 𝐸𝑥𝜀

Setelah hasil perhitungan tegangan batas linear didapatkan maka dilakukan kembali plotting untuk mengetahui secara teoritis dan visual batas material tersebut berkondisi linear. Pada tabel 5.7 hingga tabel 5.9 sebelumnya terdapat arsiran berwarna biru yang menunjukan inilah kondisi batas dari material untuk berperilaku linear (elastis).

5.3 Perbandingan Hasil Analisis

Program LUSAS dengan Hasil

Eksperimen

Proses verifikasi antara hasil analisa dengan hasil eksperimen yang didapat telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Proses verifikasi ini dibagi atas tiga bagian yaitu berdasarkan pengujian properties material beton,

pengaruh dari jumlah meshing dan

bagaimana perilaku yang ditunjukan dari hasil analisa terhadap berbagai jenis mutu beton normal.

5.3.1 Hasil Analisa Sensitivitas Berbagai Mutu Beton Normal

Analisa sensitivitas dengan berbagai mutu beton normal ini dilakukan terhadap empat sampel mutu yaitu 25MPa, 30MPa, 35MPa, dan 40MPa. Data properties material dari keempat mutu tersebut dapat dilihat pada tabel 5.6 sebelumnya. Analisa sensitivitas ini

bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh respons yang ditunjukan oleh program lusas terhadap beberapa jenis mutu beton normal. Hasil dari analisa sensitivitas ini dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 5.10

Tabel Hasil Analisa Sensitivitas Mutu Beton Normal

Mutu Beton Normal (Mpa) Model Rasio

ASM1 25 24.97194 0.99888

ASM2 30 29.94916 0.99831

ASM3 35 34.86743 0.99621

ASM4 40 39.75634 0.99391

Analisa Te gangan puncak

Gambar 5.2

Kurva Hasil Analisa Sensitivitas Mutu beton Normal

Dari hasil analisa sensitivitas yang ditunjukan tabel 5.10 dan gambar 5.2 diatas memperlihatkan respon perilaku dari program LUSAS. Program ini dapat menghasilkan bentuk kurva yang beragam dari berbagai mutu beton yang dianalisa. Hal tersebut menunjukan modulus elastisitas masing-masing mutu diatas mempengaruhi respons perilaku yang akan dihasilkan pada saat awal pembebanan. Pada tabel 5.10 diatas juga menunjukan hasil dimana rasio tegangan puncak yang terjadi antara model dengan benda uji sangat kecil.

5.3.2 Berdasarkan properties

material beton (kondisi elastis)

Dari hasil analisa linear pemodelan yang dilakukan menunjukan perilaku material beton pada kondisi elastis dapat berperilaku sebagaimana yang diharapkan. Hal ini ditunjukan dengan grafik yang saling berhimpit antara hasil pemodelan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003 0.0035 0.004 0.0045 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Hasil Analisa Sensitivitas Mutu Beton Normal

Hasil Analisa ASM1 Hasil Analisa ASM2 Hasil Analisa ASM3 Hasil Analisa ASM4

(13)

13

dengan hasil dari ekperimen di laboratorium. Hasil analisa elastis dengan

LUSAS dapat dilihat pada gambar 5.3 hingga gambar 5.5 seperti berikut:

Gambar 5.3

Perbandingan kurva tegangan-regangan EL1 dengan hasil eksperimen

Gambar 5.4

Perbandingan kurva tegangan-regangan EL2 dengan hasil eksperimen

Gambar 5.5

Perbandingan kurva tegangan-regangan EL3 dengan eksperimen

Tabel 5.11

Perbandingan hasil analisa saat tegangan batas kondisi material elastis dengan

LUSAS

Eksperimen Model Rasio Eksperimen Model Rasio

(AE1) fc'= 3000Psi 8.515325 14.25064 1.67 0.0004 0.00066667 1.666667 68.89 (AE2) fc' = 4000Psi 15.5827 16.21693 1.04 0.00065 0.00066667 1.025641 60.54 (AE3) fc' = 5000Psi 17.44435 17.969373 1.03 0.00065 0.00066667 1.025641 54.64 Analisa Line ar Te gangan Batas Re gangan saat te gangan BatasPe rse ntasi (%)

Secara umum hasil analisa yang ditunjukan gambar 5.3 sampai gambar 5.5 serta tabel 5.11 diatas memperlihatkan respon material saat kondisi elastis sangatlah baik. Nilai diatas menunjukan seberapa besar batas tegangan elastis yang terjadi pada masing-masing mutu material beton sebelum bergeser pada kondisi plastis yang mana ditandai dengan adanya retakan awal (initial crack). Dapat terlihat juga rasio perbandingan yang ditunjukan pada tabel 5.11 diatas antara pemodelan yang dilakukan dengan hasil ekperimen untuk analisa AE1 sebesar 1,67 untuk tegangan batas linear dan 1,67 untuk regangan saat tegangan batas linear, analisa AE2 sebesar 1,04 untuk tegangan batas linear dan 1,026 untuk regangan saat tegangan batas linear, serta untuk analisa AE3 sebesar 1,15 untuk tegangan batas linear dan 1,026 untuk regangan saat tegangan batas linear. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pemodelan material ketika kondisi linear pada program LUSAS

sangatlah baik.

5.3.3 Berdasarkan properties

material beton (kondisi plastis)

Parameter karakteristik dari material beton yang ada dalam program

LUSAS ini telah disinggung pada bab sebelumnya. Setelah dilakukan analisa terhadap perilakunon-linear material beton dengan program ini diketahui beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja atau perilaku dari material beton tersebut, parameter-parameter tersebut adalah :

1. Uniaxial compressive strength (f’c) 2. Uniaxial tensile strength (ft)

3. Strain at peak uniaxial compression

(εc 0 5 10 15 20 25 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 T egan gan M P a Regangan mm/mm

Kurva Perbandingan Hasil Analisa (EL1 ) dengan

Eksperimen (Kondisi Linear)

Kurva Hasil Eksperimen Kurva Linear Eksperimen Hasil Analisa EL1 dengan LUSAS

) 0 5 10 15 20 25 30 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 T egan gan M P a Regangan mm/mm

Kurva Perbandingan Hasil Analisa (EL2 ) dengan

Eksperimen (Kondisi Linear)

Kurva Hasil Eksperimen Kurva Linear Eksperimen Hasil analisa EL2 dengan LUSAS

0 5 10 15 20 25 30 35 0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003 0.0035 0.004 T egan gan M P a Regangan mm/mm

Kurva Perbandingan Hasil Analisa (EL3 ) dengan

Eksperimen (Kondisi Linear)

Kurva Hasil Eksperimen Kurva Linear Eksperimen Hasil Analisa EL3 dengan LUSAS

(14)

14

Ketiga parameter tersebut diatas diambil berdasarkan hasil eksperimen yang ada sebagai pembanding. Sedangkan parameter-parameter properties material beton lainnya yang ada dalam LUSAS tidak menunjukan respon yang berarti ketika dilakukan analisa untuk beton polos. Berangkat dari hal ini untuk parameter material beton lainnya yang ada dalam program ini akan mengikuti default dari

LUSAS. Berikut adalah hasil analisa dan perbandingan dari pemodelan non-linear dengan program bantu LUSAS :

a. Hasil Pemodelan Mutu Beton fc’: 20,685 MPa

Pada pemodelan non-linear untuk mutu beton fc’:20,685MPa, digunakan data properties material yang didapat dari hasil ekperimen sebelumnya. Oleh karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya

input untuk data material yang dapat dimasukan dalam properties material program LUSAS dapat dituliskan kedalam tabel 5.12 seperti berikut :

Tabel 5.12

Tabel properties material LUSAS analisa PL1

uniaxial compressive strength (fc') = 20.685

uniaxial tensile strength (ft) = 2.0685

strain at peak uniaxial compression (εc) = 0.0018

strain at the end softening curve (ε0) = 0

fracture energi per unit area (Gf) = 0.1

biaxial to uniaxial stress ratio (βr) = 1

initial relative position of yield surface (Zo) = 0.6

dilatancy factor (Ψ) = 0.1

constant in interlock state fuction (mg) = 0.425

final contact multiplier on ε0 (mful) = 5

shear intercept to tensile strength (rσ) = 1.25

slope of friction asymptote for damage (μ) = 1

angular limit between crack planes (αd) = 1

DATA PROPERTIS PLASTIS LUSAS

Young modulus (E) = 21375.96

poisson's ratio (ν) = 0.2

mass density (Wc) = 2.40E-09

DATA PROPERTIS ELASTIS LUSAS

Pada tabel 5.13 dibawah menunjukan hasil perbandingan analisa non-linear antara yang dilakukan dengan

model dan hasil eksperimen di

laboratorium. Analisa non-linear ini

dilakukan sebanyak empat kali dimana penamaan yang digunakan untuk analisa

tersebut telah dijelaskan seperti yang terdapat pada tabel 5.4. Pada tabel ini juga diketahui nilai rata-rata dan juga deviasi standar dari perbandingan ini.

Tabel 5.13

Perbandingan Hasil Analisa Material Kondisi

Non-Linear Untuk Mutu fc’:20,685MPa Eksperimen Model Rasio Eksperimen Model Rasio PL1A 20.685 20.6827194 0.999890 0.0018 0.002 1.111111036 PL1B 20.685 20.6824512 0.999877 0.0018 0.002 1.111111036 PL1C 20.685 20.6849973 1.000000 0.0018 0.002 1.043146801 PL1D 20.685 20.6516702 0.998389 0.0018 0.002 1.111111111 rata-rata SD

Analisa Te gangan puncak Re gangan saat te gangan puncak

0.999538773 0.000768704

1.094119996 0.03398213

Hasil dari analisa yang dilakukan dengan program bantu LUSAS selain didapatkan hasil perbandingan seperti yang tertuang pada tabel perbandingan 5.13 diatas juga dapat berupa bentuk grafik seperti yang tergambar seperti berikut ini:

Gambar 5.6

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa PL1A pada LUSAS

Gambar 5.7

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa PL1B pada LUSAS

0 5 10 15 20 25 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen mutu 20 MPa Hasil Analisa PL1A

0 5 10 15 20 25 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen mutu 20 MPa Hasil Analisa PL1B

(15)

15 Gambar 5.8

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa PL1C pada LUSAS

Gambar 5.9

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa PL1D pada LUSAS

Gambar 5.10

Perbandingan kurva tegangan-regangan berbagai pemodelan

untuk analisa non-linear pada LUSAS

Secara umum betuk kurva tegangan-regangan hasil permodelan plastis (non-linear) yang berdasarkan properties material dengan program LUSAS ini menunjukan hasil yang mendekati dengan hasil eksperimen. Dari kurva pada gambar 5.6 sampai gambar 5.9 terlihat ketika awal pembebanan dilakukan model beton menunjukan perilaku yang sama dengan hasil eksperimen. Hal ini terlihat dari bentuk kurva yang saling berhimpit ketika material beton mulai

mengalami perilaku hardening hingga

pada saat tegangan puncak terjadi. Pada saat tegangan puncak terjadi perilaku material akan bertransisi ke perilaku

softening yang secara umum dipengaruhi oleh model flowrule. Dari keseluruhan gambar kurva diatas menunjukan model

softening pada LUSAS memberikan hasil yang kurang memuaskan akan tetapi secara umum model non-linear pada program ini cukup baik.

Pada analisa PL1A dimana propertis material yang digunakan mengikuti keadaan asli propetis hasil ekperimen menunjukan rasio pada saat tegangan puncak sebesar 0,99 dan rasio regangan pada saat tegangan puncak sebesar 1,11. Sedangakan pada analisa PL1B hingga analisa PL1D properties material dirubah untuk mengetahui model properties mana yang menunjukan perilaku yang paling mendekat dengan dengan hasil ekperimen.

Perubahan properties yang dilakukan hanya pada lingkup input strain at peak uniaksial compression dimana apabila dilihat pada grafik PL1A terdapat pergeseran nilai ragangan pada saat tegangan puncak. Dari hasil analisa PL1B hingga PL1D dapat ditarik kesimpulan model PL1C yang menunjukan hasil paling baik dimana rasio pada saat tegangan puncak sebesar 1,00 dan rasio regangan pada saat tegangan puncak sebesar 1,043.

b. Hasil Pemodelan Mutu Beton fc’: 26,787 MPa

Sama halnya dengan analisa sebelumnya, untuk pemodelan non-linear mutu beton fc’:26,787MPa, digunakan data properties material yang didapat juga dari hasil eksperimen. Maka dari itu dengan langkah yang sama seperti analisa

sebelumnya, untuk input data material

yang dapat dimasukan dalam properties material program LUSAS dapat dituliskan kedalam tabel 5.14 seperti berikut :

Tabel 5.14 0 5 10 15 20 25 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen mutu 20 MPa Hasil Analisa PL1C 0 5 10 15 20 25 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen mutu 20 MPa Hasil Analisa PL1D 0 5 10 15 20 25 0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003 0.0035 0.004 0.0045 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen mutu 20 MPa Hasil Analisa PL1A Hasil Analisa PL1B Hasil Analisa PL1C Hasil Analisa PL1D

(16)

16

Tabel properties material LUSAS analisa PL2

uniaxial compressive strength (fc') = 26,787

uniaxial tensile strength (ft) = 2,6787

strain at peak uniaxial compression (εc) = 0,0019

strain at the end softening curve (ε0) = 0

fracture energi per unit area (Gf) = 0,1

biaxial to uniaxial stress ratio (βr) = 1

initial relative position of yield surface (Zo) = 0,6

dilatancy factor (Ψ) = 0,1

constant in interlock state fuction (mg) = 0,425

final contact multiplier on ε0 (mful) = 5

shear intercept to tensile strength (rσ) = 1,25

slope of friction asymptote for damage (μ) = 1

angular limit between crack planes (αd) = 1

DATA PROPERTIS PLASTIS LUSAS

Young modulus (E) = 24325.43

poisson's ratio (ν) = 0.2

mass density (Wc) = 2.40E-09

DATA PROPERTIS ELASTIS LUSAS

Pada tabel 5.15 dibawah menunjukan bahwa analisa non-linear untuk mutu ini dilakukan sebanyak lima kali dimana penamaan yang digunakan untuk analisa tersebut juga telah dijelaskan seperti yang terdapat pada tabel 5.4. Pada tabel 5.15 ini juga diketahui nilai rata-rata dan juga deviasi standar dari perbandingan ini.

Tabel 5.15

Perbandingan Hasil Analisa Material Kondisi

Non-Linear Untuk Mutu fc’:26,787 MPa

Hasil dari analisa yang dilakukan dengan program bantu LUSAS selain didapatkan hasil perbandingan seperti yang tertuang pada tabel perbandingan 5.15 diatas juga dapat berupa bentuk grafik

seperti yang tergambar berikut ini :

Gambar 5.11

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa PL2A pada LUSAS

Gambar 5.12

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa PL2B pada LUSAS

Gambar 5.13

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa PL2C pada LUSAS

Gambar 5.14

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa PL2D pada LUSAS

Eksperimen Model Rasio Eksperimen Model Rasio PL2A 26.787075 26.7480340 0.99854254 0.0019 0.002 1.0526315 PL2B 26.787075 26.7800381 0.99973730 0.0019 0.002 1.0526315 PL2C 26.787075 26.7690737 0.99932799 0.0019 0.002 0.9882444 PL2D 26.787075 26.7869268 0.99999447 0.0019 0.002 1.0526314 PL2E 26.787075 26.6813176 0.99605192 0.0019 0.002 1.0526317 rata-rata SD 0.99873085 0.00159518 1.0397541 0.0287948

Analisa Tegangan puncak Regangan saat tegangan puncak

0 5 10 15 20 25 30 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Mutu 26MPa Hasil Analisa PL2A

0 5 10 15 20 25 30 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Mutu 26MPa Hasil Analisa PL2B 0 5 10 15 20 25 30 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Mutu 26MPa Hasil Analisa PL2C 0 5 10 15 20 25 30 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Mutu 26MPa Hasil Analisa PL2D

(17)

17 Gambar 5.15

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa PL2E pada LUSAS

Gambar 5.16

Perbandingan kurva tegangan-regangan berbagai pemodelan

untuk analisa non-linear pada LUSAS

Berdasarkan betuk kurva tegangan-regangan hasil permodelan plastis (non-linear) dengan program LUSAS ini menunjukan hasil yang mendekati dengan hasil eksperimen. Pada analisa PL2A dimana propertis material yang digunakan juga mengikuti keadaan asli propertis hasil ekperimen menunjukan rasio pada saat tegangan puncak sebesar 0,998 dan rasio regangan pada saat tegangan puncak sebesar 1,052. Sedangakan sama halnya dengan analisa dengan mutu yang sebelumnya untuk analisa PL2B hingga analisa PL2E properties material dirubah untuk mengetahui model properties mana yang menunjukan perilaku yang paling mendekat dengan dengan hasil ekperimen. Dimana dari hasil analisa PL2B hingga analisa PL2E dapat ditarik kesimpulan model PL2D yang menunjukan hasil paling baik dimana rasio pada saat tegangan puncak sebesar 1,00 dan rasio regangan pada saat tegangan puncak sebesar 1,052.

c. Hasil Pemodelan Mutu Beton fc’: 32,889 MPa

Sama halnya juga dengan analisa sebelumnya, untuk pemodelan non-linear mutu beton fc’:32,889MPa, digunakan data properties material yang didapat juga dari hasil eksperimen. Maka dari itu dengan langkah yang sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya untuk input data material yang dapat dimasukan dalam properties material program LUSAS dapat dituliskan kedalam tabel 5.16 seperti berikut :

Tabel 5.16

Tabel properties material LUSAS analisa PL3

uniaxial compressive strength (fc') = 32.88915

uniaxial tensile strength (ft) = 3.288915

strain at peak uniaxial compression (εc) = 0.0019

strain at the end softening curve (ε0) = 0

fracture energi per unit area (Gf) = 0.1

biaxial to uniaxial stress ratio (βr) = 1

initial relative position of yield surface (Zo) = 0.6

dilatancy factor (Ψ) = 0.1

constant in interlock state fuction (mg) = 0.425

final contact multiplier on ε0 (mful) = 5

shear intercept to tensile strength (rσ) = 1.25

slope of friction asymptote for damage (μ) = 1

angular limit between crack planes (αd) = 1

DATA PROPERTIS PLASTIS LUSAS

Young modulus (E) = 26954.06

poisson's ratio (ν) = 0.2

mass density (Wc) = 2.40E-09

DATA PROPERTIS ELASTIS LUSAS

Pada tabel 5.17 dibawah menunjukan hasil perbandingan analisa non-linear antara yang dilakukan dengan

model dan hasil eksperimen di

laboratorium. Analisa non-linear ini

dilakukan sebanyak lima kali dimana penamaan yang digunakan untuk analisa tersebut telah dijelaskan seperti yang terdapat pada tabel 5.4. Pada tabel ini juga diketahui nilai rata-rata dan juga deviasi standar dari perbandingan ini.

Tabel 5.17

Perbandingan Hasil Analisa Material Kondisi

Non-Linear Untuk Mutu fc’:32,889MPa Eksperimen Model Rasio Eksperimen Model Rasio PL3A 32.88915 32.78890 0.99695 0.0019 0.002 1.052631528 PL3B 32.88915 32.86157 0.99916 0.0019 0.002 1.052631525 PL3C 32.88915 32.89008 1.00003 0.0019 0.002 1.052631519 PL3D 32.88915 32.86420 0.99924 0.0019 0.002 1.052631311 PL3E 32.88915 32.77638 0.996571 0.0019 0.002 1.052631745 ratarata SD

Analisa Te gangan puncak Re gangan saat te gangan puncak

0.99839082 0.001531367 1.052631526 1.53381E-07 0 5 10 15 20 25 30 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Mutu 26MPa Hasil Analisa PL2E

0 5 10 15 20 25 30 0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003 0.0035 0.004 0.0045 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm

Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Mutu 26MPa Hasil Analisa PL2A Hasil Analisa PL2B Hasil Analisa PL2C Hasil Analisa PL2D Hasil Analisa PL2E

(18)

18

Hasil dari analisa yang dilakukan dengan program bantu LUSAS selain didapatkan hasil perbandingan seperti yang tertuang pada tabel perbandingan 5.17 diatas juga dapat berupa bentuk grafik seperti yang tergambar dibawah ini :

Gambar 5.17

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa PL3A pada LUSAS

Gambar 5.18

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa PL3B pada LUSAS

Gambar 5.19

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa PL3C pada LUSAS

Gambar 5.20

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa PL3D pada LUSAS

Gambar 5.21

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa PL3E pada LUSAS

Gambar 5.22

Perbandingan kurva tegangan-regangan berbagai pemodelan

untuk analisa non-linear pada LUSAS

Berdasarkan hasil analisa perilaku material pada mutu beton yang terakhir ini menunjukan hasil yang baik. Dari kurva pada gambar 5.17 sampai gambar 5.21 terlihat ketika awal pembebanan dilakukan model beton menunjukan perilaku yang sama dengan hasil eksperimen. Hal ini terlihat dari bentuk kurva yang saling berhimpit ketika material beton mulai

mengalami perilaku hardening hingga

pada saat tegangan puncak terjadi.

Pada analisa PL3A dimana propertis material yang digunakan juga sama dengan mengikuti keadaan asli propertis hasil ekperimen menunjukan 0 5 10 15 20 25 30 35 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Mutu 30MPa Hasil Analisa PL3A

0 5 10 15 20 25 30 35 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Mutu 30MPa Hasil Analisa PL3B 0 5 10 15 20 25 30 35 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Mutu 30MPa Hasil Analisa PL3C 0 5 10 15 20 25 30 35 0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003 0.0035 0.004 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Mutu 30MPa Hasil Analisa PL3D 0 5 10 15 20 25 30 35 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Mutu 30MPa Hasil Analisa PL3E

0 5 10 15 20 25 30 35 0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003 0.0035 0.004 0.0045 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen mutu30 MPa Hasil Analisa PL3A Hasil Analisa PL3B Hasil Analisa PL3C Hasil Analisa PL3D Hasil Analisa PL3E

(19)

19

rasio pada saat tegangan puncak sebesar 0,997 dan rasio regangan pada saat tegangan puncak sebesar 1,052. Sedangakan sama halnya dengan analisa dengan mutu yang sebelumnya untuk analisa PL3B hingga analisa PL3E properties material dirubah untuk mengetahui model properties mana yang menunjukan perilaku yang paling mendekat dengan dengan hasil ekperimen. Perubahan properties yang dilakukan juga hanya pada lingkup input strain at peak uniaksial compression. Dimana dari hasil analisa PL3B hingga analisa PL3E dapat ditarik kesimpulan model PL3C yang menunjukan hasil paling baik dimana rasio pada saat tegangan puncak sebesar 1,00 dan rasio regangan pada saat tegangan puncak sebesar 1,052.

5.3.4 Perbandingan Hasil Analisa

Sensitivitas Jumlah Meshing Dengan

Hasil Eksperimen Pada LUSAS

Secara umum analisa dari sensitivitas jumlah meshing yang dilakukan ini memiliki tujuan untuk melihat pengaruh dari proses diskretisasi kontinum terhadap perilaku yang ditunjukan oleh material beton. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, analisa ini hanya dilakukan

pada mutu beton fc’:26,787MPa dengan

mengambil respons perilaku non-linear yang terbaik dari analisa yang dilakukan sebelumnya. Berikut adalah input data properties yang digunakan dalam analisa ini :

Tabel 5.18

Tabel properties material LUSAS analisa AML

uniaxial compressive strength (fc') = 26.787

uniaxial tensile strength (ft) = 2.6787

strain at peak uniaxial compression (εc) = 0.0016

strain at the end softening curve (ε0) = 0

fracture energi per unit area (Gf) = 0.1

biaxial to uniaxial stress ratio (βr) = 1

initial relative position of yield surface (Zo) = 0.6

dilatancy factor (Ψ) = 0.1

constant in interlock state fuction (mg) = 0.425

final contact multiplier on ε0 (mful)= 5

shear intercept to tensile strength (rσ) = 1.25

slope of friction asymptote for damage (μ) = 1

angular limit between crack planes (αd) = 1

DATA PROPERTIS PLASTIS LUSAS

Young modulus (E) = 24325.43

poisson's ratio (ν) = 0.2

mass density (Wc) = 2.40E-09

DATA PROPERTIS ELASTIS LUSAS

Pada tabel 5.18 diatas menunjukan data properties yang akan digunakan dalam analisa ini. Data properties ini menunjukan hasil yang sangat baik dalam analisa non-linear yang dilakukan sebelumnya. Hasil dari analisa sensitivitas jumlah meshing ini selanjtnya akan dituangkan dalam tabel 5.19 sebagai berikut :

Tabel 5.19

Perbandingan hasil analisa sensitivitas jumlah meshing

dengan hasil eksperimen pada LUSAS

Pe mbagian

Meshing Ekspe rime n Mode l Rasio Ekspe rime n Mode l Rasio

AML1 4 26.787075 26.7533 0.99873795 0.0019 0.002 1.052631373 AML2 5 26.787075 26.7529 0.99872327 0.0019 0.002 1.052631430 AML3 6 26.787075 26.7529 0.99872324 0.0019 0.002 1.052631642 AML4 7 26.787075 26.7533 0.99873792 0.0019 0.002 1.052631486 AML5 8 26.787075 26.7533 0.99873791 0.0019 0.002 1.052631470 AML6 9 26.787075 26.7533 0.99873791 0.0019 0.002 1.052631482 AML7 10 26.787075 26.7533 0.99873791 0.0019 0.002 1.052631499 rata-rata SD 0.998733732 1.052631483 0.00000715504 0.00000008229

Re gangan saat te gangan puncak Te gangan puncak

Analisa

Pada tabel 5.19 diatas menunjukan hasil perbandingan analisa non-linear antara yang dilakukan dengan model dan hasil eksperimen di laboratorium. Seperti yang terlihat, analisa ini dilakukan sebanyak tujuh kali dengan jumlah diskretisasi kontinum beragam dari 4 hingga 10. Pada tabel ini juga diketahui nilai rata-rata dan juga deviasi standar dari perbandingan ini.

Hasil dari analisa yang dilakukan dengan program bantu LUSAS selain didapatkan hasil perbandingan seperti yang tertuang pada tabel perbandingan 5.19

(20)

20

diatas juga dapat berupa bentuk grafik seperti yang tergambar dibawah ini :

Gambar 5.23

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa AML1 pada LUSAS

Gambar 5.24

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa AML2 pada LUSAS

Gambar 5.25

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa AML3 pada LUSAS

Gambar 5.26

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa AML4 pada LUSAS

Gambar 5.27

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa AML5 pada LUSAS

Gambar 5.28

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa AML6 pada LUSAS

Gambar 5.29

Perbandingan kurva tegangan-regangan analisa AML7 pada LUSAS

Gambar 5.30

Perbandingan kurva tegangan-regangan berbagai pemodelan

untuk analisa non-linear pada LUSAS

0 5 10 15 20 25 30 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Mutu

Hasil Analisa AML1

0 5 10 15 20 25 30 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Hasil Analisa AML2

0 5 10 15 20 25 30 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Hasil Analisa AML3

0 5 10 15 20 25 30 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Hasil Analisa AML4

0 5 10 15 20 25 30 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm

Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Hasil Analisa AML5 0 5 10 15 20 25 30 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Hasil Analisa AML6

0 5 10 15 20 25 30 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm

Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Hasil Analisa AML7

0 5 10 15 20 25 30 0 0.0005 0.001 0.0015 0.002 0.0025 0.003 0.0035 0.004 0.0045 0.005 Te gan gan (M Pa) Regangan mm/mm Kurva Perbandingan Hasil Pemodelan

Kurva Hasil Eksperimen Mutu 26 MPa Hasil Analisa AML1 Hasil Analisa AML2 Hasil Analisa AML3 Hasil Analisa AML4 Hasil Analisa AML5 Hasil Analisa AML6 Hasil Analisa AML7

(21)

21

Dari keseluruhuan kurva yang ada pada gambar 5.23 hingga gambar 5.29 terlihat

bahwa pembagian jumlah meshing yang

dilakukan pada pada analisa ini tidak menunjukan hasil yang terlalu signifikan. Ini terlihat dari berhimpitnya seluruh kurva antara satu dengan yang lainnya. Selain itu dari hasil yang terlihat pada tabel 5.19 sebelumnya, nilai dari standar deviasi yang dihitung sangat kecil. Dari kedua parameter ini dapat ditarik kesimpulan

bahwa pembagian jumlah meshing yang

dilakukan pada analisa kali ini tidak memberikan pengaruh. Adapun kemungkinan penyebabnya adalah karena geometri ukuran dari benda yang diuji tidaklah besar.

5.4 Perbandingan Hasil Analisis Program ABAQUS dengan Hasil Eksperimen

Proses verifikasi hasil analisa dengan program ABAQUS ini memiliki tahapan yang hampir sama dengan proses verifikasi hasil analisa dari program LUSAS sebelumnya. Perbedaan yang ada antara proses ini dengan proses sebelumnya hanyalah terletak pada analisa sensitivitas terhadap berbagai mutu beton normal yang tidak dilakukan pada program ABAQUS ini.

5.4.1 Berdasarkan properties

material beton (kondisi elastis)

Dari hasil analisa linear pemodelan yang dilakukan menunjukan perilaku material beton pada kondisi elastis dapat berperilaku sebagaimana yang diharapkan. Hal ini ditunjunkan dengan grafik yang saling berhimpit antara hasil pemodelan dengan hasil dari ekperimen di laboratorium. Hasil analisa elastis dengan ABAQUS dapat ditunjukan pada gambar

5.31 hingga gambar 5.33 seperti berikut:

Gambar 5.31

Perbandingan kurva tegangan-regangan EA1 dengan hasil eksperimen

Gambar 5.32

Perbandingan kurva tegangan-regangan EA2 dengan hasil eksperimen

Gambar 5.33

Perbandingan kurva tegangan-regangan EA3 dengan eksperimen

Tabel 5.20

Perbandingan hasil analisa saat tegangan batas kondisi material elastic dengan

ABAQUS

Eksperimen Model Rasio Eksperimen Model Rasio (AE1) fc'= 3000Psi 8.515325 14.25064 1.67 0.0004 0.00066667 1.666667 68.89 (AE2) fc' = 4000Psi 15.5827 16.21693 1.04 0.00065 0.00066667 1.025641 60.54 (AE3) fc' = 5000Psi17.44435 17.969373 1.03 0.00065 0.00066667 1.025641 54.64

Analisa Line ar Te gangan Batas Re gangan saat te gangan BatasPe rse ntasi (%)

Secara umum hasil analisa yang ditunjukan gambar 5.31 sampai gambar 5.33 serta tabel 5.20 diatas memperlihatkan respon material saat kondisi elastis sangatlah baik. Nilai diatas menunjukan

0 5 10 15 20 25 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 T egan gan M P a Regangan mm/mm

Kurva Perbandingan Hasil Analisa (EA1 )dengan Eksperimen (kondisi linear)

Kurva Hasil Eksperimen Kurva Linear Eksperimen Hasil analisa EA1 dengan ABAQUS

0 5 10 15 20 25 30 0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 T egan gan M P a Regangan mm/mm

Kurva Perbandingan Hasil Analisa (EA2)dengan Eksperimen (kondisi linear)

Kurva Hasil Eksperimen Kurva Linear Eksperimen Hasil analisa EA2 dengan ABAQUS

0 5 10 15 20 25 30 35 0 0.001 0.002 0.003 0.004 T egan gan M P a Regangan mm/mm

Kurva Perbandingan Hasil Analisa (EA3 )dengan Eksperimen (kondisi linear)

Kurva Hasil Eksperimen Kurva Linear Eksperimen

Referensi

Dokumen terkait

Warna merah pada batuan vulkaniklastika di daerah Tanjung Balit diinterpretasikan akibat kandungan oksida besi (hematit), sama halnya dengan batuan berwarna merah yang

Karena tanpa pemahaman ini, maka akan ada semakin banyak proyek-proyek yang tidak mempertimbangkan aspek konservasi sehingga menyebabkan penghancuran pada

beberapa teknik itu, dalam permainan bola basket yang harus dan sangat penting P.. 2 adalah teknik chest pass. Chest pass adalah teknik operan dada yang umum digunakan

Hidrokarbon Polisiklik Aromatik adalah golongan senyawa organik yang terdiri atas dua atau lebih cincin aromatik, biasanya dihasilkan dari pembakaran tak sempurna bahan bakar

(&amp;)  %  %entukan pemaka entukan pemakaian tester dengan memutar sakla ian tester dengan memutar saklar (1) pada posisi dwel r (1) pada posisi dwell maka !arum l maka !arum

Dari revisi siklus I didapatkan hasil yang lebih baik dikarenakan pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan pada siklus I dengan nilai rata-rata 73,74%

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan adalah setelah dilakukan pemodelan loop ekspansi maka tegangan aksial akibat ekspansi termal yang sebelumnya melampaui tegangan

11 Universitas Kristen Maranatha sintaksis dan frase eksosentris itu sendiri, sebagai landasan yang akan digunakan penulis sebagai patokan dalam menganalisa frase