• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI,"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 21 TAHUN 2011

TENTANG

RETRIBUSI PELAYANAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA DUMAI,

Menimbang : a. bahwa kebijakan daerah mengenai penetapan tarif retribusi jasa umum perlu diarahkan agar sesuai dengan prinsip-prinsip penggunaan Retribusi Jasa Umum sebagaimana diatur dalam Pasal 110 huruf f Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan;

b. bahwa Retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah dan perlu payung hukum untuk mengakomodir hal tersebut, sebagaimana tercantum dalam pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menyatakan bahwa Retribusi ditetapkan dengan peraturan daerah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b perlu menetapkan Retribusi Pelayanan Pasar dengan Peraturan Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3209);

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3829); 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan (Lembaran Negera Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3829);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

(2)

7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 Nomor 82 tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);

10. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 15 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Dumai (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2008 Nomor 8 Seri D);

11. Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 13 Tahun 2002 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kota Dumai (Lembaran Daerah Kota Dumai Tahun 2002 Nomor 26 Seri D);

Dengan persetujuan bersama :

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DUMAI Dan

WALIKOTA DUMAI MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Dumai.

2. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Kota Dumai. 3. Walikota adalah Walikota Dumai.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Dumai.

5. Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Pelayanan Pasar Kota Dumai.

6. Pasar adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai Pusat Perbelanjaan, Pasar tradisional, Pertokoan, Mall, Plaza, Pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.

7. Pasar Tradisional adalah Pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.

8. Toko adalah bangunan gedung dengan fungsi usaha yang digunakan untuk menjual barang dan terdiri dari hanya satu penjualnya.

9. Kios adalah bangunan di pasar yang beratap dan dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan dinding pemisah mulai dari lantai sampai langit-langit yang dipergunakan untuk usaha berjualan.

10. Los adalah bangunan tetap di dalam lingkungan pasar berbentuk bangunan memanjang tanpa dilengkapi dinding.

(3)

11. Kaki lima/emperan/lapak adalah tempat-tempat terbuka yang terletak di muka, belakang dan samping kedai/toko yang sewaktu-waktu dapat dipergunakan untuk berjualan/berdagang yang pada dasarnya tidak dipergunakan untuk berjualan/berdagang.

12. Pedagang adalah orang atau badan yang melakukan aktivitas jual beli barang dan atau jasa di pasar.

13. Kartu Identitas Pedagang yang selanjutnya disingkat KIP adalah bukti diri bagi pedagang yang berada di Kota Dumai diberikan hak penggunaan kios, los dan kaki lima/emperan.

14. Retribusi Pelayanan Pasar yang selanjutnya disebut retribusi adalah pembayaran atas penyediaan fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa pelataran, los dan atau kios yang dikelola pemerintah dan disediakan untuk pedagang, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan pihak swasta.

15. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan Perundang-Undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

16. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke Kas Daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Walikota.

17. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

18. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

19. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

20. Pemeriksaan, adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatutan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.

21. Insentif Pemungutan Pajak dan Retribusi yang selanjutnya disebut Insentif adalah tambahan penghasilan yang diberikan sebagai penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan Pajak dan Retribusi.

22. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti 1 membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi yang telah terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI Pasal 2

Dengan nama Retribusi Pelayanan Pasar dipungut Retribusi atas setiap pelayanan dan penyediaan fasilitas pasar yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 3

Objek Retribusi Pelayanan Pasar adalah penyediaan fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa pelataran, los dan kios yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dan khusus disediakan untuk pedagang.

(4)

Pasal 4

Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan fasilitas pasar.

BAB III

GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5

Retribusi Pelayanan Pasar digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum. BAB IV

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 6

Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis, luas serta waktu pelayanan. BAB V

PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARAN RETRIBUSI Pasal 7

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Jasa Umum ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut.

(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal.

(3) Dalam hal penetapan tarif sepenuhnya memperhatikan biaya penyediaan jasa, penetapan tarif hanya untuk menutup sebagian biaya.

BAB VI

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 8

(1) Struktur dan besarnya tarif Pelayanan Pasar digolongkan berdasarkan jenis fasilitas, jenis dagangan, tempat dan jangka waktu pemakaian.

(2) Struktur dan besarnya tarif Pelayanan Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagaimana terlampir dalam lampiran Peraturan Daerah ini :

a. tarif Pelayanan Pasar;

b. tarif kamar mandi atau WC ditetapkan berdasarkan Peraturan Walikota (terlampir);

c. tarif sewa lahan pasar yang dinyatakan dalam Rupiah (Rp) permeter persegi (m2) perhari berdasarkan lokasi lahan, jenis penggunaan lahan dan rekomendasi sewa lahan yang ditetapkan (terlampir);

d. tarif tempat bongkar muat dihitung berdasarkan tonase kendaraan angkut yang dipergunakan untuk sekali bongkar atau muat (terlampir);

e. setiap pemanfaatan instalasi listrik dikenakan tarif pemakaian listrik;

f. tarif pemakaian listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (g) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.

Pasal 9

Apabila terjadi Perubahan Struktur dan besaran tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) dan (2) adalah sebagai berikut :

a. tarif ditinjau kembali paling lama 3 (tiga) tahun sekali;

b. peninjauan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian;

(5)

c. penetapan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

BAB VII

WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 10

Retribusi dipungut di dalam wilayah daerah. BAB VIII

PENENTUAN PEMBAYARAN, TEMPAT PEMBAYARAN, ANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN

Pasal 11

(1) Pemungutan dilakukan dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan (karcis, kupon, kartu langganan).

(2) Hasil pemungutan retribusi secara bruto disetor ke Kas Daerah.

(3) Penetapan angsuran dan penundaan retribusi tergantung dari jenis dan objek retribusi.

BAB IX PENAGIHAN

Pasal 12

(1) Penagihan harus didahului dengan Surat Teguran. (2) Penagihan dilakukan dengan menggunakan STRD.

(3) Tata cara lebih lanjut dapat diatur dengan Peraturan Walikota. BAB X

PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KEDALUWARSA Pasal 13

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.

(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika :

a. diterbitkan Surat Teguran; atau

b. ada pengakuan utang retribusi dan wajib retribusi, baik langsung maupun tidak langsung.

(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud ayat 2 huruf a kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.

(4) Pengakuan utang retribusi secata langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b adalah wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

(5) Pengakuan utang retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b dapat diketahui dan pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran keberatan oleh wajib retribusi.

Pasal 14

(1) Piutang Retribusi Daerah yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan.

(6)

(2) Walikota menetapkan keputusan penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Walikota

BAB XI

PEMBAYARAN RETRIBUSI Pasal 15

(1) Pembayaran dilakukan oleh wajib retribusi di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk Walikota sesuai waktu yang ditentukan.

(2) Apabila Pembayaran Retribusi dilakukan ditempat lain yang ditunjuk maka hasil penerimaan retribusi harus disetor ke Kas Daerah paling lambat 1x24 jam.

(3) Pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dilakukan sekaligus atau lunas dengan mempergunakan Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD).

(4) Walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan izin kepada wajib retribusi untuk mengangsur atau menunda retribusi terutang dalam jangka waktu tertentu dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

(5) Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB XII

PEMBERIAN KERINGANAN, PENGURANGAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI Pasal 16

(1) Walikota dapat memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan retribusi.

(2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi.

(3) Pembebasan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan melihat fungsi objek Retribusi.

Pasal 17

(1) Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pembetulan SKRD dan STRD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah.

(2) Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan saksi administrasi berupa bunga dan denda kenaikan retribusi yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib retribusi atau bukan karena kesalahannya.

(3) Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan retribusi yang tidak benar.

(4) Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud ayat (1), pengurangan ketetapan, penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud ayat (2) dan disampaikan secara tertulis oleh wajib retribusi kepada Walikota atau pejabat yang ditunjukkan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya SKRD dan STRD dengan memberikan alasan yang jelas dan meyakinkan untuk mendukung permohonannya.

(7)

(5) Keputusan atau permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikeluarkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sebagaimana diterima.

(6) Apabila sudah lewat 3 (tiga) bulan sebagaimana pada ayat (1), (2) dan (5), Walikota atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan maka permohonan pembetulan, pengurangan ketetapan, penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dan pembatalan dianggap dikabulkan.

BAB XIII KEBERATAN

Pasal 18

(1) Wajib Retribusi tertentu dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi. (5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan

pelaksanaan penagihan retribusi. BAB XIV

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN RETRIBUSI Pasal 19

(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian secara tertulis kepada Walikota.

(2) Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Walikota tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi atau lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi dimaksud.

Pasal 20

(1) Dalam hal kelebihan pembayaran retribusi yang masih tersisa setelah dilakukan perhitungan, diterbitkan SKRDLB paling lambat 2 (dua) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi. (2) Kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikembalikan kepada wajib retribusi paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKRDLB.

(3) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB, Walikota memberikan imbalan bunga 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.

(8)

Pasal 21

(1) Pengembalian dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi (SPMKR).

(2) Atas perhitungan sebagaimana dimaksud pada pasal 20 ayat (1) diterbitkan bukti pemindahbukuan yang berlaku juga sebagai bukti pembayaran.

BAB XV

PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN Pasal 22

(1) Walikota berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah dan Retribusi Daerah.

(2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib :

a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek Retribusi yang terutang;

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau

c. memberikan keterangan yang diperlukan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Retribusi diatur dengan Peraturan Walikota.

BAB XVI

INSTANSI PEMUNGUT Pasal 23

Instansi pemungut adalah Instansi yang ditunjuk sebagai pengelola pelayanan pasar dan pihak lain yang membantu Instansi Pelaksana pemungut Retribusi Daerah.

BAB XVII

INSENTIF PEMUNGUTAN Pasal 24

(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi daerah dapat diberi insentif atas dasar kinerja tertentu.

(2) Instansi yang melaksanakan pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Dinas/Badan/Lembaga yang tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pemungutan retribusi.

(3) Besarnya insentif ditetapkan 5% (lima persen) dari rencana penerimaan retribusi dalam tahun anggaran yang berkenaan.

(4) Besaran insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran berkenaan. (5) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XVIII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 25

Pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan Peraturan Daerah ini selain dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pasar juga dilakukan oleh Polisi Pamong Praja Kota Dumai atau Instansi yang ditunjuk.

(9)

BAB XIX PENYIDIKAN

Pasal 26

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk dilakukan penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berweangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pindak dibidang retribusi daerah;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyelidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;

i. memanggil orang untuk mendengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyelidikan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negera Republik Indonesia, Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-Undang Hukum Acara Pidana.

BAB XX

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 27

(1) Dalam hal ini wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

(10)

BAB XXI KETENTUAN PIDANA

Pasal 28

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XXII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 29

(1) Pendapatan dari jasa-jasa pelayanan pasar lainnya yang belum tercantum dalam Retribusi Daerah ini akan diatur berdasarkan kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk perjanjian antara Pengelola pasar dengan Pemerintah Daerah.

(2) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Walikota.

Pasal 30

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Pasar dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 31

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Dumai.

Ditetapkan di Dumai

pada tanggal 1 Maret 2011 WALIKOTA DUMAI,

H. KHAIRUL ANWAR Diundangkan di Dumai

pada tanggal 2 Maret 2011

Plt. SEKRETARIS DAERAH KOTA DUMAI,

H. M. SYUKRI HARTO PEMBINA UTAMA MUDA NIP. 19590727 198603 1 009

(11)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 21 TAHUN 2011

TENTANG

RETRIBUSI PELAYANAN PASAR

I. PENJELASAN UMUM

Sejalan dengan upaya pemerintah Kota Dumai untuk meningkatkan Pelaksanaan pembanguna dari semua sektor, maka untuk mencapai hasil yang maksimal, produktivitas dan kemampuan seluruh kekuatam ekonomi perlu ditingkatkan, sehingga dapat digerakkan untuk menggali sumber-sumber dan potensi bagi mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Untuk menggali sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Pasal 79 huruf a, dimana daerah diberi kemampuan memungut hasil dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain Pendapata Asli Daerah (PAD) yang sah.

Oleh karena itu pemerintah Kota Dumai berupaya memberikan pembinaan, pengendalian dan pengawasan dengan membuat produk hukum mengenai retribusi pelayanan pasar yang menyediakan fasilitas pasar tradisional/ sederhana berupa pelataran, los dan atau kios yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan pihak swasta.

Dengan demikian guna memenuhi maksud di atas, perlu ditetapkan produk hukum retribusi pelayanan pasar dengan Peraturan Daerah.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas

(12)

Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas

(13)

Lampiran : Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor : Tahun 2011 Tanggal : Februari 2011

1. Retribusi Pelayanan Pasar

NO JENIS DAGANGAN TEMPAT

BERDAGANG

TARIF (Rp / HARI) 1. a. Sayur-mayur dan lain sejenisnya

b. Buah-buahan segar

c. Sembilan bahan pokok dan lain jenisnya d. Penggilingan bumbu / tepung / kopi,

daging, parut kelapa dan lain jenisnya e. Bumbu Dapur

f. Tahu, telor, tempe dan lain sejenisnya

Kios Los Kaki lima/ emperan 4.000,- 4.000,- 2.000,-

2. a. Campuran (rokok, makanan kecil, Minuman ringan, buah-buahan dan lain sejenisnya yang berkemasan

b. Barang – barang kelontong c. Pecah belah dan lain sejenisnya d. Buku dan barang cetakan e. Cassete dan lain sejenisnya

f. Obat – obatan / alat kecantikan dan sejenisnya

g. Alat kerajinan, anyaman dan lain sejenisnya

h. Alat pertukangan / pertanian dan lain sejenisnya

i. Bunga / tanaman hias dan lain sejenisnya Kios Gerobak Sorong Kaki lima/ emperan 2.000,- 1.000,- 500,-

3. a. Ikan asin / kering dan lain sejenisnya b. Ikan basah dan lain sejenisnya

c. Ayam / itik dan lain sejenisnya

Kios Los Kaki lima 4.000,- 4.000,- 2.000,- 4. Daging sapi, kerbau, kambing dan lain

sejenisnya

Los 5.000,-

5. a. Pakaian, kain, sepatu, sandal, dan lain sejenisnya b. Barang bekas Kios Los 3.000,- 3.000,- 6. a. Makanan atau minuman

b. Kue – kue panganan

Kios Los Kaki lima 4.000,- 4.000,- 2.000,- 7. Makanan atau minuman dengan gerobak

sorong mempunyai meja dan kursi. Kaki Lima 1.000,-

8. Promosi produk – produk baru Kios

Los

5.000,- 5.000,-

(14)

2. Retribusi Kamar Mandi atau WC

NO Jenis Tarif (Rp)

1. Mandi 2.000,- / sekali pakai

2. Buang Air Besar 1.000,- / sekali pakai 3. Buang Air Kecil 1.000,- / sekali pakai

3. Retribusi Tempat Bongkar Muat

NO Tonase Kendaraan Tarif (Rp)

1. < 500 Kg 1.000,- / sekali bongkar muat

2. >500 s/d 1.000 Kg 2.000,- / sekali bongkar muat 3. > 1.000 s/d 2.500 Kg 5.000,- / sekali bongkar muat 4. >2.500 s/d 5.000 Kg 7.000,- / sekali bongkar muat

5. >5.000 Kg 10.000,- / sekali bongkar muat

WALIKOTA DUMAI,

H. KHAIRUL ANWAR 9. Tempat jualan yang bergerak baik

bermotor maupun yang tidak bermotor.

Bermotor Tidak bermotor

(Gerobak)

1.000,- 1.000,-

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi pada Perusahaan Pengakuisisi yang Terdaftar di BEI”, merupakan hasil karya ilmiah

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI PANITIA UJI KOMPETENSI NASIONAL. PROGRAM DIPLOMA

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul : ”Analisis Kinerja Simpang Menggunakan Perangkat Lunak KAJI dan PTV Vistro (Studi Kasus : Simpang Bersinyal

dengan memasukkan lubang ujung batang roller bagian bawah ke tiang penyangga; menempatkan kincir pada kerangka dengan memasukan ujung poros kincir angin ke lubang bearing

Pengamatan mengukur tinggi sarang dalam pengendalian hama rayap Macrotermes gilvus dengan cara penggunaan bahan oli (bekas), penggunaan insektisida dan kontrol

Tujuan Kompetensi Keahlian Teknik Sepeda Motor secara umum mengacu pada isi Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) pasal 3 mengenai Tujuan Pendidikan Nasional

Jika dirinci menurut jenis usaha penangkapan ikan, terlihat bahwa Kabupaten Lingga merupakan kabupaten yang memiliki potensi usaha Penangkapan Ikan di Laut dan di

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampel purposive. Teknik sampel purposive dikenakan pada sampel yang karakteristiknya sudah