• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi sistem pembelajaran ilmu Agama di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I Ganjaran Gondanglegi Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi sistem pembelajaran ilmu Agama di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I Ganjaran Gondanglegi Malang"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)IMPLEMENTASI SISTEM PEMBELAJARAN ILMU AGAMA DI PONDOK PESANTREN “RAUDLATUL ULUM” I GANJARAN GONDANGLEGI MALANG. SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.PdI). Oleh: M. KHOLIL 02110042. JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG MARET 2008.

(2) IMPLEMENTASI SISTEM PEMBELAJARAN ILMU AGAMA DI PONDOK PESANTREN “RAUDLATUL ULUM” I GANJARAN GONDANGLEGI MALANG. SKRIPSI. Oleh: M. KHOLIL 02110042. JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG MARET 2008.

(3) PERSEMBAHAN. Teriring sujud ta‚dzim dalam untaian kata, ku persembahkan karya eksklusif ini sebagai amal baktiku dengan penuh kebanggaan untuk : Ayahanda tercinta H. Zubayyir Abdullah Dan Ibunda tersayang Hj. Siti Fatwa Ahmad yang selalu mengiringi setiap langkah untuk menggapai ilmu demi bekal kehidupan yang lebih kekal Teruntuk silviana penggugah inspirasiku dan selalu memberikan semangat untuk tetap bertahan dalam liku ganasnya ide pemikiran sehingga berubah dengan kebahagiaan. ‚Teruslah tersenyum sayangku, karena kita akan bersama‚ Untuk si kecil M. Zaki dan adik-adikku tercinta. Ilmu dan motivasiku kan terus tercurahkan menjadi teman karib kalian untuk menggapai keberhasilan hidup. Berkaryalah!.

(4) MOTTO. ‫ﻏ ْﻴ ِﺮ َزﻣَﺎ ِﻧ ُﻜ ْﻢ‬ َ ‫ﻦ‬ ْ ‫ﻦ ِﻣ‬ ٍ ‫ﺧ ِﻠ ُﻘﻮْا ِﻟ َﺰ َﻣ‬ ُ ‫ﻋ ِﻠ ْﻤ ُﺘ ْﻢ َﻓ ِﺎ ﱠﻧ ُﻬ ْﻢ‬ َ ‫ﻏ ْﻴ َﺮ ﻣَﺎ‬ َ ‫ﻋﱢﻠ ُﻤﻮْا َا ْو َﻻ َد ُآ ْﻢ‬ َ Ajarilah anak-anakmu (dengan pengetahuan) yang bukan seperti kamu pelajari, karena mereka itu adalah diciptakan untuk generasi zaman yang berbeda dengan zaman kamu sekalian” (Atsar : Ali bin Abi Thalib) Hitamnya-hitam pasti gelap Putihnya-putih belum tentu bercahaya Maka jadilah putih yang bercahaya Agar bisa menerangi yang ada disekitarmu. Shahabat yang baik bukan diukur dari dekatnya sesuatu atau benda Tapi bagaimana dia menangapai sebuah pengalaman untuk menjadikan yang terbaik Kalau ada yang hilang di jiwamu, jangan pernah engkau lepas untuk kedua kalinya, terimalah dia seperti pertama engkau mencintai dan mengenalnya.

(5) NOTA DINAS PEMBIMBING DR. H. Mujab. MA Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. NOTA DINAS PEMBIMBING Hal : Skripsi M. Kholil Lamp : 4 (empat) Eksemplar. Malang, 26 Maret 2008. Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang Di Malang Assalamu’alaikum Wr. Wb. Sesudah beberapa kali melakukan bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut dibawah ini: Nama NIM Jurusan Judul Skripsi. : M. KHOLIL : 02110042 : Pendidikan Agama Islam : Sistem Pembelajaran Santri Dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang. Maka selaku pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan. Demikian, mohon dimaklumi adanya Wassalamu’alaikum Wr. Wb.. Pembimbing. Dr. H. Mudjab. MA NIP. 150 215 385.

(6) SURAT PERNYATAAN. Dengan ini kami menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengatahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.. Malang, 26 Maret 2008. M. KHOLIL 02110042.

(7) LEMBAR PENGESAHAN IMPLEMENTASI SISTEM PEMBELAJARAN ILMU AGAMA DI PONDOK PESANTREN “RAUDLATUL ULUM” I GANJARAN GONDANGLEGI MALANG SKRIPSI Dipersiapkan dan disusun oleh M. Kholil (02110042) telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 14 April 2008 dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Pada tanggal 20 April 2008 Panitia Ujian Ketua Sidang. Sekretaris Sidang. Dr. H. M. Mujab, MA. NIP. 150 321 635. Drs. M. Asrori Alfa, M.Ag. NIP. 150 302 235. Pembimbing. Dr. H. M. Mujab, MA. NIP. 150 321 635 Penguji Utama. Drs. H. Baharuddin, M.Pd.I.. NIP. 150 215 385 Mengesahkan Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang. Dr. H.M. Djunaidi Ghony NIP. 150 042 031.

(8) KATA PENGANTAR Puji syukur keharibaan Ilahi Robbi yang Maha Mengetahui, sholawat salam semoga tetap terlimpah keapada junjungan umat seluruh alam Nabi Muhamad Saw, keluarga dan para sahabatnya. Berkat pertolongan Allah Swt. Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan, namun kami sadar bahwa skripsi ini masih terdapat kelemahan-kelemahan baik dari segi metodologis maupun dari segi analisanya. Oleh karena itu kritik konstruktif dari pembaca sangat diharapakan sebagai upaya penyempurnaan temuan intelektual. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini. Lebih khusus dengan segala hormat, penulis menghaturkan terima kasih kepada : 1. Ayahanda H. Zubayyir Abdullah dan Ibunda Hj. Siti Fatwa yang dengan ikhlas dan penuh kesabaran mengasuh, membimbing disertai doa tulus dalam penulisan ini. 2. Adik-adikku tercinta Mustakim, Muttaqin, Mahmudha, Asror, sikecil M. Zaki kalian adalah inspirasiku. 3. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, MA selaku Rektor UIN Malang, atas kemudahan-kemudahan yang telah diberikan. 4. Prof. Dr. Junaidi Ghoni selaku dekan Fakultas Tarbiyah terima kasih atas tutur bimbinganya yang berkesan. 5. Dr. H. Mudjab selaku Pembimbing dalam penulisan skripsi ini. 6. Segenap Dosen yang telah Mendidik dan memberikan banyak ide cemerlang dalam penulisan skripsi ini. 7. Segenap guru-guruku KH. Yahya Syabrowi, alm. KH. Khozin Yahya, KH. Mukhlis Yahya dan dewan asatidz lainnya, Gus Zuhdi, ust ismail muadz dan lain-lainnya yang tak bisa kami sebutkan satu persatu. berkat petunjuk dan fatwa-fatwanya penulis lebih mengerti makna hidup dan kehidupan ini 8. Sahabat-sahabatku, Gus Faisol S.H, Cak Sulthoni Imami S.psi, Bang Mail dan kelurga, Bibi’Samuna dan keluarga, Mudassir, Chosbari, Nasiruddin, Abd. Rohim Seker, Mahrus Agak sahabat-sahabat borneo Club, Ahmad Kholis, M.Pd.I, Agus Ismail S.psi, Abi Fiza. bersama kalian perantauan ini kian menarik dan penuh tantangan. 9. Sahabat-sahabat pondok pesantren RU, Ibrahim Hasyim, Mahri, Marefa, Kamsur, Muhammadi. Semoga segala bantuannya diterima dan dicatat sebagai amal shaleh serta mendapat balasan dari Allah Swt. Amin.. Malang, 15 April 2008 Penulis. M. Kholil.

(9) ABSTRAK. M. Kholil, 2008, Implementasi Sistem Pembelajaran Ilmu Agama Di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Dosen Pembimbing, Dr. H. Mujab. MA Kata Kunci: Implementasi Sistem Pembelajaran, Ilmu Agama, Pondok Pesantren, Pondok pesantren Raudlatul Ulum I, merupakan sebuah lembaga pendidikan keagamaan yang bersifat salafi yang mengkaji kitab-kitab kuning (klasik). Secara kultural pondok merupakan lembaga pendidikan guna mencetak santrinya menjadi orang-orang yang berwawasan luas serta mengamalkan ilmunya yang telah didapat dari pondok pesantren dan siap menjadi pemimpin di tengah masyarakat. Secara struktural, pondok pesantren Raudlatul Ulum I merupakan lembaga pendidikan yang bertujuan untuk menata daerah sekitar khususnya, dan masyarakat pada umumnya, agar menjadi kawasan yang religius bagi masyarakat sekitar. Dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran santri yang berwawasan luas dan siap mengamalkan ilmunya di tengah-tengah masyarakat, maka hal ini yang menarik peneliti untuk menulis skripsi yang berjudul “Implementasi Sistem Pembelajaran Ilmu Agama Di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang“, yang bertujuan untuk mengetahui : Pertama, Bagaimana implemetasi sistem pembelajaran ilmu agama di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang ? Kedua, Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan sistem pembelajaran di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang? Untuk mengungkap dan menganalisa fakta-fakta yang ada dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif diskriptif. Dan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam lapangan, maka penulis menggunakan metode observasi, interview, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : Implementasi sistem pembelajaran ilmu agama di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I terdiri atas lima kegiatan pokok: (1) Tujuan pembelajaran Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I adalah membentuk pribadi muslim yang bertaqwa, berilmu, berakhlaqul karimah, berwawasan serta berdasarkan pancasila dan UUD 1945. (2) Materi pembelajaran ilmu agama baik yang berupa kegiatan kurikuler dan extrakurikuler. (3) Pengembangan metode yang bervariasi dalam rangka mengembangkan ilmu agama. (4) modul yang digunakan berisi tentang lembar kegiatan peserta didik dan lembar kerja guru (5) Evaluasi yang dilakukan kepada santri senior oleh pengasuh dan dewan asatidz. Adapun Faktorfaktor pendukung penyelenggaraan pembelajaran di pondok pesantren “Raudlatul Ulum” I meliputi : (1) Pelatihan guru dalam rangka mewujudkan guru-guru yang profesional dan ideal, (2) Mengadakan rapat rutin yang dilakukan oleh Pengasuh, Dewan Asatidz dan Pengurus, dalam rangka mengevaluasi kinerja selama satu bulan. (3) Mendatangkan guru tugas, sesuai dengan kedisiplinan ilmunya. (4) Pengkaderan dengan melakukan training selama satu atau dua tahun di Orda masing-masing, sebelum menjadi pengurus atau asatidz, (5) Memberikan kelonggaran kepada dewan guru untuk tetap melangsungkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi, dalam rangka mendidik dan mengembangkan SDM dewan guru. (6) Merenovasi tempat-tempat yang tidak layak lagi digunakan sebagai proses belajar mengajara. (7) Adanya buku panduan atau kitab bagi dewan guru. (8) Menggunakan sistem klasikal dan metode belajar mengajar seperi halnya sekolah pada umumnya. (9) Adanya perjenjangan.

(10) materi antara kelas satu dengan kelas lainnya. (10) Adanya daftar hadir guru dan materi yang disampaikan setiap pertemuan. Sedangkan factor-faktor penghambat terdiri atas : (1) Kurangnya profesionalisme guru dalam mendidik santri, begitu pula guru-guru yang mengajar dalam bidang umum. (2) Kesibukan beberapa dewan guru terhadap aktivitas kepentingan pribadi mereka, seperti padatnya kuliah atau pekerjaan lainnya, sehingga banyak jadwal pengajaran yang berbenturan. (3) Lokal yang kurang kondusif dalam pelaksanaan proses pembelajaran, karena tempatnya di depan kamar santri, di dalam musholla dan lain sebagainya. (4) Kurang dana penunjang dalam melengkapi sarana prasarana fisik. (5) Kurang optimalnya perpustakaan dalam rangka sebagai tempat rujukan belajar. Berdasarkan pada deskripsi temuan penelitian tersebut, maka beberapa saran yang dapat diperkirakan dapat mengembangkan komponen-komponen pendidikan pesantren di pondok pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang. Saran-saran yang diajukan dan bersifat konstruktif, antara lain : Pertama, Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran, seyogyanya melakukan program, kegiatan-kegiatan ilmiah dan pelatihan-pelatihan secara kontinuitas sesuai dengan perencanaan (planning) yang telah disepakati, sehingga terciptanya generasi yang berkualitas dan memiliki kemampuan IMTAQ dan IPTEK. Kedua, Dalam rangka menciptakan terwujudnya visi dan misi pondok pesantren, manajemen keuangan merupakan hal yang essensial dan tidak boleh terabaikan. Ketiga, Untuk menjawab tantangan zaman dan problematikanya di masa depan pesantren ikut berperan memberikan corak pendidikan pesantren yang memiliki kemampuan ilmu dan teknologi..

(11) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... ii HALAMAN MOTTO .......................................................................................... iii HALAMAN NOTA DINAS PEMBIMBING .................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. v HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. vi KATA PENGANTAR......................................................................................... vii ABSTRAK ............................................................................................................ ix DAFTAR ISI......................................................................................................... xi BAB I. : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian..................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian .................................................................. 4 E. Fokus Penelitian ...................................................................... 6 F. Sistematika Penulisan .............................................................. 7. BAB II. : KAJIAN PUSTAKA A. Sistem Pendidikan Pesantren .................................................. 9 B. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam..................... 19. C. Sistem Pendidikan Pesantren Dalam Pembelajaran Ilmu Agama .......................................................................... 25 BAB III. : METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian................................................................... 39 B. Pendekatan Penelitian ........................................................... 41 C. Subjek Penelitian................................................................... 44 D. Lokasi Penelitian................................................................... 44.

(12) E. Kehadiran Peneliti ................................................................. 45 F. Tekhnik Pengumpulan Data .................................................. 45 G. Analisa Data.......................................................................... 50 H. Pengecekan Keabsahan Data ............................................... 51 I. Tahap-Tahap Penelitian......................................................... 54 BAB IV. : HASIL PENELITIAN A. Implementasi Sistem Pembelajaran Ilmu Agama Di Pondok. Pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang 56 B. Faktor-Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi Sistem Pembelajaran Ilmu Agama Di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang. ........... 80 BAB V. : PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA A. Implementasi Sistem Pembelajaran Ilmu Agama. Di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang. 84. B. Faktor-Faktor Pendukung Dan Penghambat Implementasi Sistem Pembelajaran Ilmu Agama Di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I .............................................................. 99. BAB VI. : PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................... 102 B. Saran-Saran ........................................................................ 104. DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 106 LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 109.

(13) BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam struktur pendidikan nasional, pesantren merupakan mata rantai yang sangat penting. Hal ini tidak hanya Karena sejarah munculnya yang cukup lama, tetapi juga Karena pesantren secara signifikan telah ikut andil dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, menumbuhkembangkan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 1 Kendatipun pondok pesantren. dalam kenyataan social sudah mapan. keberadaannya dalam masyarakat Indonesia, namun tidak memperoleh. perhatian. yang signifikan dari pemerintah untuk mengembangkan atau memberdayakannya. Hal ini menjadikan pesantren tumbuh dan berkembang dengan kemampuan sendiri yang pada akhirnya menumbuhkan varian yang sangat besar, karena sangat tergantung pasca kemampuan masyarakat itu sendiri. Terkadang kesan yang muncul adalah bahwa pesantren merupakan lembaga yang ekskutif dan kurang mengakomodasi perkembangan zaman. Baik dalam system maupun teknologi pembelajaran, misalnya, pesantren terlalu lamban bahkan acuh tak acuh dengan berbagai temuan baru yang berhubungan dengan bagaimana sebuah lembaga pembelajaran bisa berkembang maju, dan kelompok “professional” yang di dalamnya dapat terus menerus menjalankan pembelajarannya.. 1. Undang-Undang Republic Indonesia No. 20, Tahun 2003. tentang sidiknas. Bandung, Citra Umbara.

(14) Perkembangan penelitian pembelajaran, dengan berbagai teori pembelajaran yang mampu melahirkan teknologi pembelajaran (educational technology, learning technology) yang menyediakan berbagai teknik pembelajaran yang dipandang efektif dan efisien. Dalam bentuknya yang paling menarik, misalnya saat ini sudah muncul sebuah sistem atau lebih tepatnya istilah pendekatan pembelajaran yang disebut juga dengan Quantum Learning yang berpasangan dengan Quantum Teaching. Kehadiran dua pendekatan ini disebutkan oleh para tokoh pembelajaran sebagai indikasi revolusi pembelajaran (learning revolution). Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan masyarakat yang pada dasarnya. tidak. mengembangkan. sistem. marasah,. dalam. penyelenggaraan. pendidikannya pesantren lebih bersifat informal. Dewasa ini banyak pondok pesantren yang menyelenggarakan seperti pendidikan formal. Hal ini disebabkan oleh tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat serta akibat kemajuan dan perkembangan pedidikan di tanah air. 2 Pesantren merupakan bagian dari infra struktur mayarakat yang secara makro telah menyadarkan komnitas masyarakat untuk memiliki idealisme, kemampuan intelektual, dan prilaku mulia guna menata dan membangun karakteristik bangsa yang paripurna. Hal ini dapat dilihat dari peran strategis pesantren yang dikembangkan dalam kultur internal pendidikan pesantren, misalnya melalui dikursus intlektual dengan standarisasi kitab kuning atau khasanah intlektual klasik. Dalam kelembagaan islam di Indonesia pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua yang memiliki konsentrasi dalam bidang pengajaran ilmu keislaman klasik seperti ilmu nahwu, shorof, ilmu aqidah, ilmu tasawuf dan lain-lain. Karena sifatnya yang hanya mengajarkan disiplin ilmu tertentu, seringkali pesantren. 2. Abd Rahman Saleh Dkk 1982. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, DPAG RI, hal 9.

(15) dianggap sebagai lembaga yang ekskutif oleh masyarakat luar pesantren. Lembaga ini memiliki ciri khas yang spesifik baik dari kyai sebagai sentral figur, santri sebagai muridnya, kurikulum, tradisi maupun masjid sebagai pusat kegiatannya. Dari berbagai ciri khas itupun pesantren mampu bertahan keberadaannya hingga saat ini walau banyak pendidikan formal dengan berbagai polanya yang tumbuh berkembang di negeri ini. Berbicara pendidikan di pesantren tidak lepas dari kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajarnya, di mana kegiatan dan peroses pembelajaran merupakan suatu sistem yang tidak dapat dipisahkan dari komponenkomponen lainnya yang akan digunakan bersama-sama untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji tentang "Implementasi Sistem Pembelajaran Ilmu Agama Di Pondok Pesantren "Raudlatul Ulum" I Ganjaran Gondanglegi Malang. 2. Rumusan Masalah Berawal dari latar belakang tersebut di atas, maka menurut peneliti dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi sistem pembelajaran ilmu agama di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang? 2. Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat implementasi sistem pembelajaran ilmu agama di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang? 3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban yang signifikan dan jelas terhadap permasalahan di atas yaitu:.

(16) 1. Menjelaskan implementasi sitem pembelajaran ilmu agama di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang. 2. Menjelaskan faktor-faktor pendukung dan penghambat implementasi sistem pembelajaran ilmu agama di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang. 4. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini, diharapkan nantinya bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dan berkepentingan dengan penelitian ini, baik scara teoritis maupun praktis, untuk lebih jelasnya manfaat atau kegunaan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut: a. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengembangan ilmu pengetahuan terutama dibidang teknis maupun strategi bimbingan bagi para pembimbing dan santri dalam pengembangan ilmu pengetahuan. b. Bagi lembaga (Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I) Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu masukan untuk bahan pengembangan ilmu pemgetahuan dalam melaksanakan peroes belajar mengajar di pondok pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang c. Bagi Kampus Universitas Islam Negeri Malang Hasil penelitian ini berguna sebagai bahan refrensi dan pijakan untuk penelitian selanjutnya, serta untuk menambah wawasan keilmuan khususnya dalam pembelajaran agama Islam.

(17) d. Bagi Peneliti Memberikan pengalaman dan wawasan baru dalam pengembangan metodologi sesuai dengan profesi peneliti sebagai calon pendidik nantinya pada lembaga pendidikan 5. Fokus Penelitian Untuk menghindari terjadinya salah paham dan timbulnya interpretasi terhadap skripsi yang berjudul “Implementasi Sistem Pembelajaran Ilmu Agama di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I Ganjaran Gondanglegi Malang” ini, maka perlu adanya penegasan dan pembatasan masalah terhdap istilah yang ada dalam judul tersebut. Implementasi adalah suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan atau inovasi dalam tindakan praktis, sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan, pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap. Pengertian istilah sistem pembelajaran ”adalah merupakan keseluruhan yang terpadu dari satuan kegiatan pendidikan yang berkaitan antara satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan" 3 Sebagaimana yang dikemukakan oleh Mastuhu bahwa sistem pembelajaran adalah totalitas dari seperangkat unsur-unsur pendidikan yang bekerjasama secara terpadu, dan saling melengkapi satu sama lain menuju tercapainya tujuan pendidikan yang menjadi cita-cita bersama para pelakunya. Yang dimaksud dalam penelitian ini, sebagai mana dikemukakan Mastuhu, bahwa hal tersebut meliputi: (1) Pelaku pendidikan terdiri atas : kyai, ustazd, pengurus dan santri (2) Sarana prasarana yang bersifat non fisik atau abstrak misalnya: tujuan, kurikulum, penilaian, dan metode pengajaran.dan (3) Sarana dan prasarana yang mengacu kepada. 3. Muhaimin, 2004. paradigma Pendidikan Islam, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya. Hal 159.

(18) pengertian alat-alat yang bersifat fisik seperti: gedung kelas atau pembelajaran, mushollah dan lain sebagainya. Pengertian istilah Ilmu Agama merupakan ilmu yang mengatur terhadap kehidupan manusia dan manusia atau manusia dengan tuhannya, seperti ilmu fiqih, tasawwuf, alat (mahwu atau shorrof), tauhid, akhlaq, tafsir dan hadits. Pengertian Pondok Pesantren yang dimaksud adalah pondok pesantren yang di dalam sistem pendidikan dan pengajarannya mengintegrasikan sistem sekolah ke dalam pondok pesantren dengan segala jiwa dan nilai-nilainya. Serta di dalam pengajarannya memakai sistem evaluasi serta klasikal dan ditambah dengan disiplin yang ketat dengan full asrama (Full Day). 6. Sistematika Penulisan Agar dalam penelitian ini dapat diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh, maka sistematik penulisannya dapat dirinci sebagaimana berikut : BAB I. Mengemukakan pendahuluan yang di dalamnya memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, fokus penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB II. Kajian pustaka meliputi landasan teori atau deskripsi yang memuat pembahasan umum tentang sistem dan metode pembelajaran, pengertian metode dan sistem. Macam-macam metode pembelajaran, dan teori-teori belajar.. BAB III. Metodologi penelitian, pembahasan dalam bab ini akan dibahas tentang desain penelitian, kehadiran peneliti, pengumpulan data, lokasi penelitian, teknik analisis data teknik pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian..

(19) BAB IV. Paparan data dan temuan penelitian meliputi : implementasi sistem pembelajaran ilmu agama dan. faktor-faktor pendukung dan. penghambat implementasi sistem pembelajaran ilmu agama di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang. BAB V. Pembahasan terhadap paparan data dan temuan peneliti meliputi : Implementasi sistem pembelajaran ilmu agama dan faktor-faktor pendukung dan penghambat implementasi sistem pembelajaran ilmu agama di Pondok Pesantren “Raudlatul Ulum” I Ganjaran Gondanglegi Malang.. BAB VI. Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

(20) BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Sistem Pendidikan Pesantren 1. Pengertian Sistem Pendidikan Sistem adalah keseluruhan dari suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan antara beberapa komponennya sebab, dari komponen-komponen tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya yang secara bersamaan berfungsi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama-sama. Sebagaimana pendapat Ridwan Nasir bahwa: Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani sistem yang berarti hubungan fungsional yang teratur antara unit-unit atau komponen-komponen. Untuk mempertegas dan memperjelas pengertian di sini. Pengertian sistem adalah suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian bagian. Atau sistem adalah hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur. Sistem adalah jumlah keseluruhan dari bagian-bagian yang bekerja secara sendiri-sendiri dan bersama untuk mencapai hasil yang diperlukan, berdasarkan keperluan. Jadi, dengan kata lain, istilah “sistem” mengandung arti komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan satu keseluruhan yang bekerja sendiri-sendiri maupun bersma untuk mencapai satu tujuan 4 Sistem meliputi konsep yang sangat luas seperti contoh, manusia, organisasi, mobil, susunan tata surya merupakan suatu sistem, dan masih banyak lagi. contoh tersebut di atas memiliki batasan sendiri-sendiri yang satu sama lain berbeda. Meskipun demikian terdapat kesamaan dari segi prosesnya dalam hal ini terdapat masukan (In put) dan menghasilkan keluaran (Out put). Itulah sebabnya pengertian sistem tidak lain adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang saling berinteraksi secara fungsional yang memperoleh masukan menjadi keluaran. Kesamaan lain dapat dilihat melalui ciri-cirinya sebagaimana dikemukakan dan digambarkan oleh Hamzah Uno yang meliputi: 4. Ridwan Nasir, 2005, Mencari tipologi Format Pendidkan Ideal pondok pesantren di tengah arus perubahan. Yokyakarta, Pustaka Pelajar, hal. 27.

(21) (a) Adanya tujuan. (b) Adanya fungsi untuk mencapai tujuan. (c) Ada bagian komponen yang melaksanakan fungsi-fungsi tersebut. (d) Adanya interaksi antara komponen atau saling berhubungan. (e) Adanya penggabungan yang menimbulkan jalinan keterpaduan. (f) Adanya proses tranformasi. (g) Adanya proses umpan balik untuk perbaikan, dan (h) Adanya daerah batasan dan lingkungan. 5 Dari uraian di atas, maka yang dimaksud dengan sistem pendidikan adalah suatu keseluruhan dari unsur-unsur pendidikan yang berkaitan dan berhubungan satu sama lain serta saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karena itu, melalui proses mendesain sistem si perancang membuat rancangan keputusan atas dasar pemberian kemudahan untuk mencapai tujuan system. Adapun unsur-unsur minimal yang harus ada dalam system pengajaran adalah adanya siswa, guru, suatu tujuan dan suatu prosedur kerja untuk mencapai tujuan. 1.1. Tujuan Sistem Setiap sistem mempunyai tujuan. Tujuan ini merupakan akhir dari apa yang dikehendaki oleh suatu kegiatan. Demikian pula tujuan suatu lembaga pendidikan. ialah. untuk. memberikan. pelayanan. pendidikan. kepada. yang. membutuhkan. Tujuan intruksional ialah agar siswa belajar mengalami perubahan perilaku tertentu sesuai dengan tingkatan yang telah dirumuskan terlebih dahulu. Setiap sistem tidak hanya memiliki satu tujuan terkadang memiliki dua bahkan lebih sebagaimana pendapat Hamzah Uno: Suatu sistem bisa mempunyai tujuan lebih dari satu macam tujuan. Secara umum tujuan sistem adalah menciptakan atau mencapai suatu yang berharga dan mempunyai nilai, entah apa wujud dan ukurannya. Penciptaan atau pencapaian sesuatu yang bernilai itu dilakukan dengan memadukan dan mendayagunakan berbagai macam bahan atau dengan suatu cara tertentu. Misalnya, sekolah yang terdiri dari orang, kurikulum, sarana dan prasarana. 5. B. Hamzah Uno, 2007, perencanaan pembelajaran, Jakarta. PT Bumi Aksara, hal 11.

(22) Adapun tujuan khusus sistem tersebut antara lain : (a) Manusia dapat terdidik; (b) Pengembangan ilmu; (c) Pembinaan masyarakat 6 Sebagaimana uraian di atas bahwa tujuan sistem adalah untuk mencapai sesuatu yang bermanfaat dan bermakna dengan mengkombinasikan berbagai bahan dengan menggunakan suatu cara yang mempertimbangkan kreteria mutu, biaya, dan lain sebagainya. 1.2. Fungsi-Fungsi Sistem Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, diperlukan berbagai fungsi yang beraktivitas. Misalnya seorang manusia agar dapat hidup dan menunaikan tugasnya di dalam dirinya diperlukan adanya fungsi koordinasi dan penggerak, fungsi pernapasan, fungsi perencanaan makanan, fungsi peredaran darah, dan fungsi pengindraan, fungsi perlindungan terhadap penyakit dan berbagai bahaya, serta fungsi pembiakan lainnya. 1.3. Komponen-Komponen Sistem Setiap sistem memiliki beberapa komponen yang saling menunjang dan memiliki fungsi sendiri-sendiri. Agar masing-masing fungsi dapat mencapai tujuannya, maka dalam suatu sistem diperlukan bagian-bagian yang melaksanakan fungsinya. Bagian suatu sistem yang melaksanakan fungsi untuk menunjang usaha mencapai tujuan sistem disebut komponen. Dengan demikian, jelaslah bahwa sistem itu terdiri atas komponen-komponen dan masing-masing komponen mempunyai fungsi. Adapun komponen yang melakukan peroses tranformasi disebut subsistem, karena masing-masing bagian komponen itu sesungguhnya adalah suatu sistem pula. Sebagai sistem tersendiri, masing-masing komponen itu juga mempunyai tujuan yang. 6. Ridwan Nasir, 2005, Mencari tipologi Format Pendidkan Ideal pondok pesantren di tengah arus perubahan. Yokyakarta, Pustaka pelajar, hal 28.

(23) terdiri dari komponen-komponen yang lebih kecil serta berfungsi untuk mendukung pencapaian tujuan. 7 1.4. Ciri-Ciri Sistem Untuk membedakan suatu kegiatan apakah termasuk sistem atau non-sistem maka dapat dibedakan dari ciri-cirinya. Adapun ciri-ciri sistem secara umum adalah melaksanakan kegiatan transformasi, berkesinambungan, terdiri dari subsistem, memiliki batas, dan mempunyai tujuan. 8 1.5. Pengertian Pesantren Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Pengertian “tradisional” dalam batasan ini menunjukkan bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun (300-400 tahun) yang lalu dan telah menjadi bagian yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian besar umat Islam Indonesia, yang merupakan golongan mayoritas bangsa Indonesia, dan telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan hidup umat. Bukan “tradisional” dalam arti tetap tanpa mengalami penyesuaian. 9 Zamakhsyari Dhofier mengatakan bahwa sebelum tahun 60-an, pusat-pusat pendidikan di jawa dan madura lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok berasal dari asrama-asrama santri atau tempat tinggal yang terbuat dari bambo. Selain itu kata pondok dapat pula dipahami berasal dari bahasa Arab funduk yang berarti. 7. Ibid, hal 12 Ridwan Nasir, 2005, Mencari tipologi Format Pendidkan Ideal pondok pesantren di tengah arus perubahan. Yokyakarta, Pustaka pelajar, hal 28 9 Mastuhu, 1994. Dinamika System Pendidikan Pesantre, Jakarta. INIS 8.

(24) hotel atau asrama. Pesantren itu sendiri berasal dari kata santri, yang mendapat awalan pe-dan akhiran –an. Makna dari kata ini berarti tempat tinggal santri. 10 Dari uraian di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa pengertian pondok pesantren. adalah. tempat. tinggal. santri. untuk. mendalami,. menghayati,. mengembangkan dan mendalami ilmu agama sebagai bekal kehidupannya baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. 1.6. Tipologi Pendidikan Pesantren Sistem pendidikan berbeda dengan pendidikan yang terdapat dalam sistem pendidikan umum, dalam sistem pendidikan pesantren tidak terdapat aliran-aliran sebagaimana yang terdapat di dalam pendidikan umum. Setiap pesantren memiliki sumber yang sama, yakni ajaran Islam. Akan tetapi terdapat perbedaan filosofis di antara mereka dalam memahami dan menerapkan ajaran-ajaran Islam pada bidang pendidikan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang melingkarinya. Perbedaan-perbedaan itu pada dasarnya berangkat dari cara pandang hidup kiai yang memimpin pesantren tersebut. Menurut Bakry Sama’un “Dalam kenyataannya pesantren memiliki ciri khas sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dan lainnya, sesuai dengan tekanan bidang studi yang ditekuni dan gaya kepemimpinan yang dibawakannya” 11 2. Pendekatan Pembelajaran Pendekatan pembelajaran adalah peroses pembelajaran yang dimulai dari objek nyata atau sumber yang sebeharnya dengan menggunakan pengalaman langsung, sehingga dalam kegiatan belajar mengajar, siswa diarahkan, diajak, dilatih, dan dibiasakan melakukan observasi sendiri. Oleh sebab itu ada beberapa hal yang. 10. Bakry Sama’un, 2005. Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam. Bandung Pustaka Bani Quraisy. Hal 157 11 Mastuhu,1994, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta. Inis, hal.19..

(25) perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar. Sebagaimana pendapat Jamaluddin Idris : (1) Perkembangan anak didik. Artinya perkembangan anak didik harus menjadi fokus pelaksanaan pendidikan. Dalam kerangka ini fungsi guru adalah membantu anak untuk mengetahui sesuatu yang ada dalam dirinya itu. Jadi guru menjadi bidan yang harus aktif untuk menolong anak, akan tetapi proses kelahirannya harus dilakukan oleh anak didik sendiri. (2) Kemandirian anak, terkait dengan hal di atas yang perlu dihidupkan dalam peroses belajar mengajar adalah otonomi, karena aktivitas mandiri ini merupakan jaminan satu-satunya untuk membentuk kepribadian yang sebenarnya. Artinya, upaya guru melatih peserta didik untuk mempunyai pendirian terhadap sesuatu hal perlu mendapat perhatian. (3) Vitalisasi model hubungan demokratis. Artinya yang diberlakukan dalam proses belajar mengajar bukan sikap otoriter, yang menempatkan murid sebagai lawan dari guru, melainkan sikap parsipatif dan kooperatif, dalam sikap partisiatif dan kooperatif itu anak justru diakui sebagai pelaku, bukan sebagai objek. (4) Vitalitas jiwa ekploratif. Perlu diakui bahwa peserta didik kaya dengan daya cipta, rasa dan karsa. Potensi-potensi ini harus diakui dan ditumbuh kembangkan dalam proses pembelajaran. Justru disini fungsi pendidikan amat kelihatan. Dalam kerangka ini jiwa eksploratif sangatlah penting mendapat ruang gerak. (5) Kebebasan. Kebebasan yang dimaksudkan disini bukan berarti kebebasan yang sewenang-wenang, melainkan kebebasan yang menjunjung tinggi disiplin. Dengan kata lain, kebebasan harus disertai dengan tanggung jawab. (6) Menghidupkan pengalaman anak. Tak bisa disangka bahwa salah satu esensi pendidikan adalah membuat anak agar tidak terasing dari pengalamannya. Ini berarti materi pelajaran yang diberikan harus terkait dengan dunia praktis serta lingkungan yang disaksikan oleh anak di sekitarnya. (7) Keseimbangan pengembangan aspek personal dan sosial. Dua nilai ini merupakan nilai mendasar peserta didik. Artinya dimensi individualitas yang terungkap dalam pengembangan kemampuan anak untuk menemukan hal-hal baru melalui daya ekploratif dan kreatif serta inovatifnya harus diimbangi dengan sikap kebersamaan dan penghargaan terhadap sesamanya. (8) Kecerdasan emosional. Membentuk anak didik menjadi manusia berkualitas baik secara moral, personal maupun social tidak cukup hanya dengan mengembangkan dimensi kognitifnya (IQ), melainkan harus juga disertai dengan pengembangan afektif atau emosionalnya. 12. 12. Jamaluddin Idris. 2005, Kompilasi Pemikiran Pendidikan, Yogyakarta: Taufiqiyah Sa’adah. Hal. 8286.

(26) 3. Tujuan Pembelajaran. Tujuan merupakan suatu yang sangat vital dalam proses pembelajaran, oleh sebab itu tujuan pengajaran harus dirumuskan secara jelas, karena dengan adanya tujuan akan memberi petunjuk dalam memilih kurikulum yang tepat, mengalokasikan waktu, serta sebagai petunjuk untuk memilih alat bantu. Tujuan merupakan dasar untuk mengukur hasil belajar, yang juga dapat dijadikan landasan dalam menentukan isi pelajaran metode mengajar. Karena tujuan dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan intruksional, maka sebenarnya perumusan tujuan harus mengandung empat komponen. Komponen yang keempat itu adalah suatu deskripsi tentang cara pengukuran terhadap tingkah laku. Deskripsi itu mungkin dalam bentuk deskripsi tingkah laku yang dapat diamati/diukur secara langsung, atau tingkah laku yang dapat diamati/diukur secara tidak langsung. Keteramp ilan menyepak bola adalah perilaku yang dapat diamati secara langsung. Sedangkan bagaimana sikap siswa tehadap warga dari suku bangsa lain, adalah perilaku yang tidak dapat diamati secara langsung. Untuk mengukur kedua jenis perilaku ini per alat ukur yang berbeda, yang satu dapat menggunakan test tindakan, sedangkan yang lain mungkin harus menggunakan skala atau dengan kuensioner. Dengan demikian, keempat komponen perumusan tujuan perilaku tadi perlu dilukiskan dalam format, yang meliputi komponenkomponen sebagai berikut: a. Kondisi-kondisi eksternal yang perlu. b. Peformance atau tingkah laku yang diharapkan. c. Standar atau criteria. d. Instrument evaluasi 13 Tujuan pembelajaran pada hakikatnya mengacu pada hasil pembelajaran yang diharapkan. Sebagai hasil yang diharapkan, tujuan pembelajaran ditetapkan terlebih dahulu sehingga semua upaya pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan. Ada beberapa tujuan pendidikan. 3.1. Tujuan Umum Tujuan umum pendidikan disebut juga tujuan yang sempurna atau membentuk peserta didik menjadi insan kamil. Artinya tujuan pendidikan itu harus 13. Oemar Hamalik. 2005, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta. PT Bumi Aksara.

(27) meliputi segenap aspek yang berhubungan dengan sikap, penampilan, kebiasaan, dan prilaku. Agar bentuk insan kamil dengan pola takwa dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik, maka cara yang paling efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan itu ialah pengajaran. 14 3.2. Tujuan Khusus Yang dimaksud dengan tujuan khusus adalah perubahan-perubahan yang diinginkan yang merupakan bagian yang termasuk di bawah tiap tujuan umum pendidikan. Dengan kata lain, gabungan pengetahuan, keterampilan, pola-pola tingkah laku, sikap nilai-nilai dan kebiasaan yang terkandung dalam tujuan akhir atau tujuan umum pendidikan, yang tanpa terlaksananya maka tujuan akhir dan tujuan umum juga tidak akan terlaksana dengan sempurna.15 Tujuan khusus diidentikkan dengan tujuan belajar yang hendak dicapai. Tujuan belajar ini akan menjadi arah isi bidang studi apa saja yang akan disajikan atau dipelajari sekaligus bagaimana cara mengorganisasikan antar bidang studi, bahkan antar topik dalam satu bidang studi. 3.3. Tujuan Akhir Tujuan akhir pendidikan adalah empat aspek yang terdapat dalam diri anak didik adapun ke-empat aspek itu adalah: akal, kemauan yang bebas, memiliki fitrah, dan roh agar manusia dapat menempati kedudukan sebagai khalifah di bumi. Karena pendidikan adalah bagian dari suatu proses yang diharapkan dalam mencapai suatu tujuan. Tujuan-tujuan akhir pada esensinya ditentukan oleh masyarakat dan dirumuskan secara singkat dan padat seperti kematangan dan integritas atau kesempurnaan pribadi dan terbentuknya kepribadian muslim. 16 Orang yang sudah takwa dalam bentuk insan kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka. 14. Nur Unbiati. 1999, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, CV, Pustaka Setia, hal 41-42 Ibid, hal 53 16 Sama’un Bakry. 2005, menggagas konsep ilmu pendidikan islam, Bandung:Pustaka bani Quraisy. Hal. 37 15.

(28) pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bukan pendidikan formal. Tujuan akhir pendidikan itu dapat dipahami dalam firman Allah surat Ali Imran yang berbunyi:. ☺ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam. 17. Mati dalam keadaan berserah diri kapada Allah sebagai muslim yang merupakan tujuan dari taqwa sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan, inilah akhir dari peroses pendidikan yang dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan kamil yang mati dan akan menghadap Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan. 18 3.4. Tujuan Sementara Tujuan Sementaara ialah tujuan yang ingin dicapai dalam fase-fase tertentu dari pendidikan. Misalnya, anak dimasukkan ke sekolah. Diantaranya tujuannya agar anak dapat membaca dan menulis. Dapat membaca dan menulis inilah merupakan tujuan sementara. Tujuan yang lebih lanjut ialah agar anak dapat belajar ilmupengetahuan dari buku-buku. Dapat belajar dari buku, ini pun merupakan tujuan sementara. Tujuan sebenarnya dari belajar itu ialah agar memiliki ilmu-pengetahuan tertentu. Memiliki ilmu pengetahuan, ini pun merupakan tujuan sementara juga. Dan. 17 18. Al-Qur’an, Surat Ali Imran Ayat 102 Zakiah Darajat, dkk. 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta. PT. Bumi Aksara, hal 31.

(29) seterusnya. Demikian tujuan-tujuan sementara ini semakin meningkat untuk menuju kepada tujuan umum. 19 3.5. Tujuan Operasional Tujuan oporasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan baha-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan oprasional. Dalam pendidikan formal, tujuan oprasional ini disebut juga tujuan instruksional yang selanjutnya dikembangkan menjadi tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional khusus (TIU dan TIK). Tujuan intruksional ini merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalam unit-unit kegiatan pengajaran. Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian. Untuk tingkat yang lebih rendah, sifat yang berisi kemampuan dan keterampilan yang ditonjolkan. 20 B. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam 1. Sejarah Berdirinya Pesantren Keberadaan pondok pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam pertama kali datang ke negeri ini. Sejarah dan perkembangan pondok pesantren tidak lepas dari sejarah masuknya Islam ke Nusantara. Menurut ahli sejarah, Islam masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke 7 masehi. Seperti telah dijelaskan bahwa keberadaan pesantren di Indonesia beriring dengan kehadiran Islam di Nusantara. Karena kehadiran pesantren teriring dengan kehadiran Islam di Nusantara, maka kehadiran pondok pesantren di tanah air erat kaitannya dengan datangnya Islam ke Indonesia itu sendiri. Awal berdirinya pesantren 19 20. Amir Daien Indrakusuma. 1973, Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional. Hal, 73-74. Opcid, hal, 32-33.

(30) adalah kuatnya model adaptasi agama terhadap lingkungan yang ada, yang dilakukan oleh para “misionaris” muslim dalam penyebaran ajaran agamanya. Para pedagang muslim umumnya melakukan peroses akulturasi antara Islam dengan kebudayaan setempat yang waktu itu menganut faham Animisme dan Dinamisme. Artinya penyebaran Islam yang dilakukan oleh para pedagang tidak dilakukan dengan cara kekerasan, melainkan dengan cara damai, atau dilakukan melalui perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian, dan politik. Proses seperti ini berlangsung terus menerus dan berkembang dalam masyarakat Jawa khususnya dan masyarakat Nusantara umumnya. Karena semakin hari semakin banyak jumlah siswa yang belajar sedangkan fasilitas yang ada tidak cukup untuk menampung mereka, maka dibangunlah pemondokan sebagai tempat tinggal bagi mereka yang belajar dan berasal dari tempat yang jauh. 21 Pondok. Pesantren. di. Indonesia. baru. diketahui. keberadaan. dan. perkembangannya setelah abad ke -16. karya-karya Jawa klasik seperti serat cabolek dan serat centi mengungkapkan dijumpai lembaga-lembaga yang mengajarkan berbagai kitab Islam klasik dalam bidang fiqih, tasawuf, dan menjadi pusat-pusat penyiaran Islam yaitu pondok pesantren. Sebagai suatu sistem, pesantren jauh lebih dahulu muncul bila dibandingkan dengan sistem pendidikan yang ada di Indonesia. 22 2. Elemen-Elemen Pesantren 2. 1. kyai Menurut asal usul bahasa, perkataan “Kyai” dalam basa jawa dipakai untuk 3 (tiga) jenis gelar yang saling berbeda. ketiga makna di atas adalah: a. Gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat; b. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya; 21. Bakry Sama’un. 2005, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, Bandung. Pustaka Bani Quraisy, hal 158-160 22 Op cit, hal 8-9.

(31) c. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama (Islam) yang memiliki atau menjadi pimpinan pondok pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya. 23 Dari beberapa pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan kyai adalah seseorang yang diberi gelar oleh masyarakat dikarenakan dia memiliki, mendalami, dan memahami serta mengamalkan ilmu agama dan biasanya dia memimpin sebuah pondok pesantren, selain itu dia juga dijadikan panutan bagi santrinya khususnya dan panutan bagi masyarakat pada umumnya. 2. 2. Santri Santri ialah siswa atau seorang murid yang belajar di pondok pesantren yang tujuannya adalah untuk mendalami, memahami, mengamalkan, serta belajar suatu keahlian tertentu yang dimiliki oleh kyai. Santri dapat digolongkan kedalam dua kelompok: a. Santri mukim yaitu murid-murid yang belajar pada pondok pesantren, dan berasal dari daerah yang jauh kemmudian menetap dalam kelompok pondok pesantren. b. Santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling pondok pesantren dan biasanya tidak menetap dalm kelompokan pondok pesantren. Untuk mengikuti pelajaran di pesantren mereka bolak balik dari rumahnya sendi 24 2. 3. Pondok Pondok pesantren adalah lembaga keagamaan, yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam. Pondok Pesantren adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan dan keagamaan yang ada di Indonesia. Secara lahiriyah, pesantren pada umumnya merupakan suatu komplek bangunan tempat tinggal para santri dan ruangan belajar. Disinilah para santri tinggal. 23. Zamaksyari Dhofier. 1990, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES. Hal. 55 24 Sama’un Bakry. 2005, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Isalm. Bandung, Pustaka Bani Quraisy, hal 163.

(32) beberapa tahun dan belajar langsung dari kyai tentang ilmu-ilmu agama. Pada umumnya pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren diberikan dengan sistem bandongan dan sorogan. Artinya seorang kyai mengajar para santrinya berdasarkan kitab-kitab bahasa Arab yang dikarang oleh ulama-ulama besar. Sebuah pondok pesantren pada dasarnya terdiri dari beberapa asrama atau pondok, di mana santrinya tinggal dan belajar bersama di bawah naungan seorang guru atau lebih. Guru yang di pondok pesantren lebih dikenal Kyai atau ajengan. Ada tiga alasan utama kenapa pesantren harus menyediakan asrama (pondok) bagi santrinya: Pertama, Kemasyhuran seorang Kyai dan kedalaman pengetahuannya tentang islam, sehingga santri-santri yang datang dari jauh untuk menggali ilmu dari Kyai tersebut harus meninggalkan kampung halamannya dan menetap di dekat kediaman Kyai. Kedua, Hampir semua pondok pesantren berada di desa-desa sehingga tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukuap dan dapat menampung santri-santrinya. Ketiga, Ada sikap timbal balik antara Kyai dan santri di mana para santri menganggap Kyai seolah-olah sebagai bapaknya sendiri. Sedangkan Kyai menganggap para santrinya sebagai titipan Allah yang harus dilindungi 25 2. 4. Masjid Masjid merupakan bagian terpenting bagi pondok pesantren sebab disanalah proses belajar mengajar dilangsungkan, selain itu masjid juga berfungsi sebagai sarana beribadah seperti shalat dan ibadah-ibadah lainnya, namun tidak semua pesantren melaksanakan proses belajar mengajar di sebuah mesjid seperti halnya yang terjadi dewasa ini banyak pesantren yang bertaraf modern tidak lagi melaksanakan proses belajar mengajar di masjid melinkan di kelas sebagaimana pelaksanaan pendidikan di sekolah umum. 26 2. 5. Kitab Kuning Selain santri dan majid yang menjadi unsur pokok pesantren ada satu lagi elemen yang membedakan pesantren dengan lembaga pendidikan lain yaitu kitab kuning, kitab kuning yang dimaksud adalah kitab-kitab klasik karangan para ulama terdahulu pada umumnya kitab klasik yang dimaksud tidak menggunakan harakat, 25 26. Bakry Sama’un. Op. cit., hal 164 Bakry Sama’un. Idem., hal. 164.

(33) untuk mengkaji, dan memahinya dibutuhkan waktu yang agak lama serta dibutuhkan ilmu penunjang seperti ilmu nahu, sharaf, balaghah, dan ilmu-ilmu alat lainnya. 27 3. Tujuan Pesantren Tujuan pondok pesantren secara umum ialah membina santrinya agar menjadi seorang muslim yang bertaqwa kepada Allah, berahklak mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan, sehat jasmani dan rohani, berjiwa ikhlas, tabah, taat dam menjalankan syari’ah islam secara utuh, menanamkan rasa keagamaan dalam kehidupanmya, menjadikan manusia yang berguna bagi bangsa, Negara dan masyarakat. Oleh sebab itulah pondok pesantren mampu bertahan hinga sekarang semua itu tidak lain karena pesantren mampu mempertahankan eksistensinya yang tidak hanya identik dengan makna ke-islaman tetapi juga pondok pesantren merupakan lembaga penyiaran dan pengembangan ajaran Islam. 28 4. Pesantren Dalam Pendidikan Nasional Regulasi pendidikan keagamaan dalam UU 20/2003 dapat diduga bertujuan mengakomodir tuntutan pengakuan terhadap model-model pendidikan yang selama ini sudah berjalan di masyarakat secara formal (misalnya madrasah diniyah salafiyah, kulyat al muallimin), namun tidak diakreditasi Negara karena karena kurikulumnya mandiri, alias tidak mengikuti kurikulum sekolah ataupun madrasah pada umumnya. Justru kemandirian kurikulum pendidikan keagamaan ini dipandang perlu dipertahankan dalam rangka memenuhi ragam karakter layanan pendidikan sesuai kebutuhan masyarakat. Banyak orang beranggapan, pendidikan keagamaan ini tak ubahnya seperti madrasah atau nantinya bakal mengulangi sejarah madrasah. Atau kurang lebih sama dengan jurusan keagamaan (MAK) pada madrasah aliyah.. 27. Bakry Sama’un. Op. cit., hal. 165. 28. Mastuhu. Op. Cit., 55-56.

(34) Sejak UUSPN Nomor 2 tqhun 1989 madrasah sudah berubah tidak lagi dikategorikan sebagai pedidikan keagamaan karena telah menjadi penddidikan umum (berciri agama Islam), dan selama ini tidak lagi dipersoalkan legalitas ijazahnya. Agaknya UU SISDIKNAS sadar dan sengaja mendefinisikan pendidikan keagamaan sebagai model-model pendidikan di luar model sekolah dan madrasah. Pendidikan keagamaan tidak lain adalah bentuk lama pendidikan zaman dulu, yang masih merupakan perguruan untuk penyebaran agama, namun lama dipinggirkan dan kini diketengahkan kembali. Hal ini karena semenjak maadrasah bersetatus pendidikan umum, tujuan madrasah nilai semakin jauh dari misi cikal bakal kelahirannya, yakni untuk tujuan pembelajaran ilmu agama, atau untuk mempersiapkan ahli agama. Kelahiran kembali pendidikan keagamaan Islam seolah-olah menutup kelemahan madrasah ini. Sekedar bercermin kepada masa lalu, agar reformasi kelihatan berbeda, adalah bahwa pada zaman dahulu, suatu pendidikan yang tidak mengikuti aturan pendidikan sekolah umum/kejuruan tidak diakui sebagai satuan pendidikan yang terakreditasi sehingga tidak dapat doregulasi, ataui dibantu layaknya pendidikan umum. Saat itu agar eksistensi pendidikan keagamaan terbilang sederajat maka harus disetarakan terlebih dahulu dengan cara siswanya mengikuti “ujian persamaan” di sekolah/madrasah yang sudah terakreditasi. Harus diakui, teradisi penyetaraan dengan ikut ujian persamaan di masa lalu walau ada gunanya untuk pengakuan ijazah, tetapi di dalamnya mengandung keganjilan sosial yang tajam karena memiliki konotasi pandangan rendah kepada pendidikan keagamaan..

(35) C. Sistem Pendidikan Pesantren Dalam Pembelajaran Ilmu Agama 1. Teori-Teori Belajar Untuk menjelaskan bagaimana proses belajar itu berlangsung, timbul berbagai teori. Kekeliruan yang banyak dilakukan ialah menganggap bahwa segala macam belajar dapat diterangkan dengan satu teori tertentu. Tiap teori mempunyai dasar tertentu. Ada teori belajar yang didasarkan atas asosiasi, ada pula atas ansight misalnya, dan perinsip yang satu tidak dapat dipadukan dengan yang lain. Tiap teori memberi penjelasan tentang aspek belajar tertentu dan tidak sesuai dengan segala macam bentuk belajar. 29 Secara paragmatis, teori belajar dapat difahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Diantara sekian banyak teori yang berdasarkan hasil eksperimen terdapat. tiga macam teori yang sangat. menonjol, yakni: connectionism, classical conditioning, dan operant conditioning. Teori-teori tersebut merupakan ilham yang mendorong para ahli untuk melakukan eksperimen-eksprerimen lainya untuk mengembangkan teori-teori baru yang juga berkaitan dengan belajar seperti: contigious conditioning (Guthrie), sign learning (Tolman), Gestalt theory, dan lain sebagainya. 30 1.1. Teori Koniksionisme Teori koneksionisme (conectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874/1949) pada tahun 1890-an. Thondike memandang belajar diartikan sebagai suatu usaha memecahkan problem.. 29. S. Nasution.2006, berbagai pendekatan dalam peruses belajar dan mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hal, 131-132 30 Muhibbin Syah, 2004, Psikologi Pendekatan Denganpendekatan Baru. Bandung, Rosda Karya. Hal 105.

(36) 1.2. Pembiasaan Klasik Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov, seorang ilmuan Rusia yang berhasil hadiah Nobel pada tahun 1909. pada dasarnya classcal conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya reflek tersebut. Kata classical yang mengawali teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu dibidang conditioning (upaya pembiasaan) dan untuk membedakn dengan teori-teori conditioning lainnya. Selanjutnya, mungkin karena fungsinya, teori Pavlov ini juga dapat disebut respondent conditioning (pembiasaan yang dituntut). 31 1.3. Pembiasaan Perilaku Respon Teori pembiasaan perilaku respons (operant conditioning) ini merupakan teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh di kalangan para ahli psikologi belajar masa kini. Penciptanya bernama Burrhus Frederic Skinner (lahir tahun 1904), operant adalah sejumlah perilaku atau respon yang membawa efek sama terhadap lingkungan yang dekat. Tidak seperti dalam respondent conditioning yang responnya ditanggapi oleh stimulus tertentu, respon dalam respondent conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri sesungguhnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical respondent conditioning. 32 1.4. Teori Pendekatan Kognitif Teori psikologi kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang telah memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi 31 32. Muhibbin Syah, 2004, Op. Cit., hal 106-107 Muhibbin Syah, 2004, Ibidt., hal, 109.

(37) pendidikan. Sains kognitif, ilmu-ilmu computer, linguistik, intlegensi buatan, matematika, epistemologi, psikologi syaraf (neuro psykology). Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Dalam pandangan ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan peruses mental, seperti: motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya. 33 2. Tipe-Tipe Belajar Dalam praktek pengajaran, penggunaan suatu dasar teori untuk segala situasi merupakan tindakan kurang bijaksana. Sebab, tidak ada suatu teori belajar pun yang cocok untuk segala situasi, karena masing-masing mempunyai landasan yang berbeda dan cocok untuk situasi tertentu. Oleh karena itu, Teori belajar yang satu dengan yang lain merupakan satu kebulatan yang saling melengkapi dan tidak bertentangan. Seperti halnya yang diungkapkan Gegne bahwa belajar mempunyai delapan tipe. Kedelapan tipe itu bertingkat-tingkat dalam masing-masing tipe. Setiap tipe merupakan prasyarat bagi tipe belajar sebelumnya. Tipe-tipe tersebut adalah sebagai berikut: 2.1. Belajar Isyarat (Signal Learning) Belajar isyarat mirip dngan conditioned respons atau respon bersyarat. Seperti menutup mulut dengan telunjuk, dan lambaian tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan dating adalah respons. Tipe belajar semacam ini dilakukan dengan merespon suatu isyarat. Jadi, respon yang dilakukan itu bersifat umum, kabur, dan emosional. Bentuk belajar seperti ini biasanya bersifat tidak disadari, dalam arti respo diberikan secara tidak sadar. 34. 33 34. Muhibbin Syah, 2004, ibid, hal, 111 Idem. hal 8.

(38) 2.2. Belajar Stimulus-Respons (Stimulus Respons Learning) Berbeda dengan belajar isyarat, respons bersifat umum, kabur, dan emosional. Tipe belajar S-R, respons bersifat spesifik. 2x3 = 6 adalah bentuk suatu hubungan SR. Mencium bau masakan sedap, keluar air liur, itu pun respon ikatan S-R. jadi, belajar stimulus respon sama dengan teori asosiasi (S-R bond). Setiap respon dapat diperkuat dengan reinforcement. Hal ini berlaku pula pada tipe belajar stimulus respons. 35 2.3. Belajar Rangkaian (Chaining) Rangkaian atau rantai dalam Chaining. adalah semacam rangkaian antara. berbagai S-R yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik; seperti gerakan dalam mengikat sepatu, makan-minum, merokok; atau gerakan verbal seperti selamat-tinggal, bapak ibu. Chaining tejadi bila tebentuk hubungan antara beberapa SR, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan “contiguity”. 36 2.4. Asosiasi Verbal (Verbal Assiosition) Tipe belajar ini adalah mengaitkan suatu yang bersifat verbalisme kepada sesuatu yang sudah dimilikinya. Missal ”pyramide itu berbangun limas” adalah contoh tipe belajar asiosiasi verbal. Seorang dapat menyatakan bahwa pyramide berbangun limas kalau kalau ia mengetahui berbagai bangun, seperti balok, kubus, kerucut. Hubungan atau asosiasi verbal terbentuk bila unsur-unsurnya terdapat dalam urutantertentu, yang satu mengikuti yang lainnya. 37 2.5. Belajar Diskriminasi (Discrimination Learning) Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian seperti membedakan berbagai bentuk wajah, hewan, tumbuhan, dan lain-lain. Diskrimininasi 35. Idem. hal 8 Idem. hal 8-9 37 Idem hal. 9 36.

(39) didasarkan atas “chain”. Anak misalnya harus mengenal mobil tertentu beserta namanya. Untuk mengenal mobil lain harus pula diadaknnya “chain” baru, dengan kemungkinan yang satu akan mengganggu yang satu lagi. Semakin banyak yang harus dirangkaikan, semakin besar kesulitan yang dihadapi, karena kemungkinan gangguan atau “interference” itu, dan kemungkinan suatu chain dilupakan. 2.6. Belajar Konsep (Concept Learning) Konsep merupakan simbol berfikir. Hal ini diperoleh dari hasil memuat tafsiran terhadap fakta atau realita, dan hubungan antara berbagai fakta. Suatu konsep dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri tertentu. Misalnya konsep tentang manusia, konsep burung, konsep ikan, dan lain-lain kemampuan seseprang dapat membentuk konsep apa bila arang tersebut dapat melakukan diskriminasi. 38 2.7. Belajar Aturan (Rule Learning) Tipe belajar aturan adalah lebih meningkat dari tipe belajar konsep. Dalam belajar aturan, seseorang dipandang telah memiliki berbagai konsep yang dapat digunakan untuk mengemukakan berbagai formula, hukum, atau adil. Misalnya seseorang langsung mengatakan bahwa dalam suatu segi tiga besar sudut seluruhnya adalah 180 drajat. Mengenal atuaran tanpa memahaminya akan merupakan “verbal chain” saja dan ini hanya manunjukkan cara belajar yang salah. 39 2.8. Belajar Pemecahan Masalah Tipe belajar yang terakhir adalah tipe belajar memecahkan masalah. Tipe belajar ini dapat dilakukan oleh seseorang apabila dalam dirinya sudah mampu mengaplikasikan berbagai aturan yang relevan dengan masalah yang dihadapinya. Dalam memecahkan masalh diperlukan waktu yang cukup, bahkan ada yang memakan waktu terlalu lama. Juga seringkali harus melalui berbagai langkah, seperti 38 39. Idem hal. 9 S. Nasution. 2006, Op. Cit. hal 139.

(40) mengenal tiap unsur dalam masalah itu. Dalam segala langkah diperlukan pemikiran sehingga dalam memecahkan masalah akan diperoleh hasil yang optimal. 40 3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Perencanaan dan pengembangan pembelajaran yang hendak memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode pembelajaran perlu memahami prinsipprinsip pembelajaran yang mengacu pada teori belajar dan pembelajaran. Sebab, mengajar bukan pekerjaan yang sederhana, bila belajar mengajar ingin menerapkan prinsip tepat dan cepat dalam penguasaan materi maka, kegiatan pembelajaran dibutuhkan kesiapan seorang guru dalam menanamkan pengetahuan, menentukan teori yang meliputi kesiapan belajar, motivasi, persepsi, retensi, dan transfer dalam pembelajaran. Dari konsep belajar dan pembelajaran dapat diidentifikasikan prinsipprinsip belajar dalam pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut: 3.1. Prinsip Kesiapan (Readiness) Proses belajar sangat dipengaruhi oleh kegiatan individu sebagai subjek yang melakukan kegiatan belajar. Kesiapan belajar adalah kondisi fisik-psikis (jasmanimental) individu yang memungkinkan subjek dapat melakukan belajar. Peserta didik yang siap melaksanakan suatu tugas dalam belajar akan mengalami kesulitan atau malah putus asa tidak mau untuk belajar. Kesiapan belajar adalah kematangan dan pertumbuhan fisik, psikis, intelegensi, latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku, motivasi, persepsi, dan factor-faktor lain yang memungkinkan seseorang dapat belajar. Berdasarkan prinsip kesiapan belajar tersebut, dapat dikemukakan hal-hal yang terkait dengan pembelajaran, antara lain:. 40. Hamzah B. Uno. 2007, Op. Cit. hal 9-10.

(41) 1) Individu akan belajar dengan baik apabila tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kesipan (kematangan usia, kemampuan, minat, dan latar belakang pengalamannya) 2) Kesiapan belajar harus dikaji lebih dahulu untuk memperoleh gambaran kesiapan belajar siswanya dengan mengetes kesiapan atau kemampuan. 3) Jika individu kurang siap dalam melaksanakan suatu tugas belajar maka akan menghambat proses pengaitan pengetahuan baru kedalam struktur kognitif yang dimilikinya. Karena itu, jika kesiapan sebagai prasyrat belajar, maka prasyarat itu harus diberikan lebih dahulu. 4) Kesiapan belajar mencermeinkan jenis dan taraf kesiapan untuk menerima suatu yang baru dalam membantu atau mengembangkan kemampuan yang lebih mantap. 5) Bahan dan tugas-tugas belajar akan sangat baik kalau divariasi sesuai dengan factor kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotorik pseerta didik yang akan belajar. 3.2. Prinsip Motivasi (Motivation) Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong atau. penarik yang. menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. (Morgan, 1986). Berdasarkan sumbernya, motivasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) Motivasi intrinsic, yaitu motivasi yang dating dari dalam dari peserta didik 2) Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari lingkungan di luar peserta didik Oleh karena itu, ada tidaknya suatu motivasi dalam diri peserta didik dapat diamati atau di observasi dari tingkah lakunya. Peserta mempunyai motivasi apabila ia akan:. didik bisa dikatakan.

(42) 1) Bersungguh-sungguh, menunjukkan minat, mempunyai perhatian dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar. 2) Berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut. 3) Terus-menerus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan. Berkenaan dengan prinsip motivasi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan pembelajaran pendidikan agama islam: a. Memberikan dorongan (drive) Tingkah akan terdorongDorongan ke arah (tingkah suatu tujuan apabila kebutuhanlaku seseorang dorongan laku) tertentutujuan Pengurangan kebutuhan. ada kebutuhan. Kebutuhan ini menimbulkan dorongan internal, yang selanjutnyan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu menuju tercapainya suatu tujuan. Setelah. tujuan dapat dicapai maka intensitas. dorongan semakin menurun. b. Memberi Insentif Dalam kegiatan pembelajaran pendidikan agama islam juga diperlukan insentif untuk lebih meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Insentif dalam pembelajaran pendidikan agama islam tidak selalu berupa materi, tetapi bisa berupa nilai atau penghargaan sesuai dengan kadar kemampuan yang dapat dicapai peserta didik. c. Motivasi Berperestasi Semua orang mempunyai motivasi untuk bekerja keras karena kebutuhan akan prestasi. McClelland mengetakan bahwa motivasi merupakan fungsi dari tiga variable, yaitu: harapan untuk melakukan tugas dengan berhasil, prestasi tertinggi tentang nilai tugas, dan kebutuhan untuk keberhasilan atau.

(43) kesuksesan. Oleh karena itu, guruperlu mengetahui sejauh mana kebutuhan berprestasi setiap peserta didik. d. Motivasi Kompetensi Setiap peserta didik memiliki keinginan untuk menunjukkan kompetensinya dengan berusaha menaklukkan lingkungannya. Motivasi belajar tidak akan lepas dari keinginannya untuk menunjukkan kemampuan dan penguasaan kepada yang lain. Oleh karena itu, diperlukan keterampilan mengevaluasi diri, nilai tugas bagi peserta didik, kontrol belajar, harapan untuk sukses, dan penguatan dirinya untuk mencapai tujuannya. 3.3. Prinsip Perhatian Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan factor yang paling besar pengaruhnya. Kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai apa yang disajikan atau dipelajari, maka peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan diri pada tugas yang akan diberikan dan bisa memilih dan memberikan focus pada masalah yang harus diselesaikan, serta mengabaikan sesuatu yang tidak relevan. 3.4. Prinsip Persepsi Persepsi adalah suatu proses yang yang bersifat kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Persepsi dianggap sebagai kegiatan awal struktur kognitif seseorang. Persepsi bersifat relative, selektif dan teratur. Oleh karena itu, peserta didik perlu ditanamkan memiliki persepsi yang baik dan akurat mengenai apa yang dipelajari. Kalau persepsi peserta didik terhadap apa yang akan dipelajari salah maka akan mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan kegiatan belajar yang akan ditempuh..

(44) 3.5. Prinsip Retensi Prinsip retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah seseorang mempelajari sesuatu. Dengan retensi membuat apa yang dipelajari dapat bertahan atau tertinggal lebih lama dalam struktur kognitif dan dapat diingat kembali jika diperlukan. Oleh karena itu, retensi sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran perlu diperhatikan prinsip-prinsip untuk meningkatkan retensi belajar seperti yang diungkapkan. dari hasil temuan Thomburg yang. menunjukkan bahwa: 1) Isi pembelajaran yang bermakna akan lebih diingat dibandingkan dengan isi pembelajaran yang tidak bermakna. 2) Benda yang jelas dan lebih kongkrit akan lebih mudah diingat dibandingkan dengan benda yang bersifat abstrak. 3) Retensi akan lebih baik untuk isi pembelajaran yang bersifat konstektual atau serangkaian kata-kata yang mempunyai kekuatan asosiatif di bandingkan dengan kata-kata yang tidak mempunyai kesamaan internal. 4) Tidak ada kesamaan antara retensi dengan apa yang telah dipelajari peserta didik yang mempunyai berbagai tingkat IQ. Ada beberapa fator yang mempengaruhi retensi belajar adalah: a. apa yang yang dipelajari pada permulaan (original learning), b. belajar melebihi penguasaan (Over Learning) d. pengulangan dengan interval waktu (Spaced Review).

(45) 3.6. Prinsip Transfer Transfer merupakan suatu proses dimana sesuatu yang pernah dipelajari dapat mempengaruhi peroses dalam mempelajari sesuatu yang baru. Dengan demikian, transfer berarti pengaitan pengetahuan yang sudah dipelajari dengan pengetahuan yang baru dipelajari. Pengetahuan atau keterampilan yang diajarkan di sekolah selalu di asumsikan atau diharapkan dapat dipakai untuk memecahkan masalah yang dialami dalam kehidupan atau dalam pekerjaan yang akan dihadapi kelak. Transfer belajar atau transfer latihan berarti aplikasi atau pemindahan pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap, atau respon-respon lain dari suatu situasi ke dalam situasi yang lain. Ada beberapa bentuk transfer yaitu: 1). Transfer positif, terjadi apabila pengalaman sebelumnya dapat membantu atau mempermudah pembentukan untuk kerja peserta didik dalam tugastugas selanjutnya; 2). Transfer nigatif, terjadi apabila pengalaman yang diperoleh sebelumnya menghambat atau mempersulit untuk kerja dalam tugas-tugas baru; 3). Transfer nol, terjadi apabila pengalaman yang diperoleh sebelumnya tidak mempengaruhi unjuk kerja dalam tugas-tugas barunya. Ada beberapa teori yang melandasi transfer dalam pembelajaran yaitu: 1). Teori disiplin mental (mental discipline theory), dimana seseorang dapat dilihat seperti badan yang terdiri atas bagian-bagian; 2). Teori unsure-unsur yang sama (identical elements), dimana sesuatu yang dipelajari dapat ditransfer ke dalam situasi lain selama teerdapat unsurunsur yang identik pada kedua macam pengalaman tersebut; 3). Teori generalisasi, dimana transfer belajar dapat terjadi apabila si pelajar dapat memahami prinsip-prinsip umum , bukan pemecahan masalah.

(46) yang bersifat spesifik. Tekanan dari teori ini terletak pada inteligensi yang menyebabkan seseorang dapat memakai dan menerapkan pengetauan tentang tentang prinsip-prinsip dari satu situasi ke dalam situasi lain; 4). Tori transposisi, dimana terjadinya persamaan persepsi antara situasi dengan apa yang dalam bentuk umum. Belajar dapat menumbuhkan sesuatu dalam pola yang utuh atau dalam suatu konfigurasi yang mempunyai makna. Peroses yang terjadi dalam transfer adalah: pengelompokan, generalisasi, strukturisasi materi, terdapat hubungan dalam berbagai bentuk atau ukuran, adanya struktu dalam, dan adanya peroses berfikir yang konsisten. 41. 41. Muhaimin, 2001, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya..

(47) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Winarno Sucachmad mengemukakan metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai satu tujuan misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis, dengan mempergunakan teknik serta alat-alat tertentu. Sedangkan WJS. Perwadarminta mengungkapkan metode adalah cara yang teratur dan berfikir baikbaik untuk mencapai suatu tujuan/maksud. Lebih lanjut Koentjoroningrat menjelaskan metode sebagai suatu cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa metode merupakan suatu cara berfikir yang dipergunakan untuk mengadakan penelitian agar dapat dicapai dengan baik. Hal ini sesuai dengan perdapat Kartini Kartono, metode penelitian adalah cara-cara berfikir yang dipergunakan untuk mengadakan penelitian dan untuk mencapai suatu tujuan penelitian. Metode penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan yang secara sistematis, direncanakan oleh para peneliti untuk memecahkan permasalahan yang hidup dan berguna bagi masyarakat, maupun bagi peneliti sendiri. 42 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dalam kaitannya dengan penelitian yang dilakukan, maka dapat penulis simpulkan bahwa pengertian metode penelitian yaitu suatu jalan atau cara yang sebaik-baiknya yang harus kita lalui untuk mencapai suatu tujuan dalam ilmu pengetahuan untuk mengetahui secara mendalam tentang Impplementasi Sistem Pembelajaran Ilmu Agama Di Pondok Pesantren "Raudlatul Ulum" I Ganjaran Gondanganlegi Malang.. 42. Sukardi. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi Dan Praktiknya. Yokyakarta. PT. Bumi Aksara. Hal, 17.

(48) Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Deskriptif. Penelitian deskripsi ini hampir sama dengan rancangan correlational studies atau causal comparative, Yaitu Peneliti mengumpulkan data dari populasi untuk satu atau lebih variabel. Selanjutnya diolah menjadi distribusi frekuensi, tendensi sentral, variabilitas untuk mendiskripsikan populasi tiap-tiap variabel. 43 Penelitian deskriptif ini juga sering disebut sebagai penelitian pra eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan eksplorasi, menggambarkan, dengan tujuan untuk dapat menerangkan dan memprediksi terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan. Penelitian deskriptif mempunyai bermacam jenis termasuk diantaranya laporan diri dengan menggunakan observasi, dalam penelitian ini dianjurkan menggunakan teknik informasi secara langsung, yaitu individu yang diteliti dikunjungi dan dilihat dalam situasi yang alami. 44 Karena penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara variable satu dengan variabel yang lainya. Pada desain penelitian ini, peneliti terjun langsung ke lapangan dengan membawa rancangan konseptual, teori, dan hipotesis. 45 B. Pendekatan Penelitian Sesuai dengan judul dan fokus penelitian maka pendekatan yang dipakai dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor metodologi kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif : Ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri. Pendekatan tersebut langsung menunjukkan setting dan individu-individu dalam setting tersebut secara keseluruhan. 43. ; subyek pendidikan, baik organisasi. Suharsimi Arikunto. 2006 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. PT. Rineka Cipta. Hal 239 44 Op. Cit hal 14 45 Op. Cit hal. 12.

Referensi

Dokumen terkait

Seperti mengembangkan silabus dan menyusun Program Tahunan (Prota), Program Semester (Prosem), Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 05 Tahun 2010 tentang Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor (Lembaran Daerah

• Dari tulisannya tersebut kita melihat bahwa pada awal abad pertama setelah masehi, Pliny berhasil mengidentifikasi adanya bahaya debu di tempat kerja dan menuliskan

3 10.00 - 22.00 WIB Pameran Fotografi dengan tema "Medan Tempo Doeloe" Dinas Kebudayaan Kota Medan Merdeka Walk Medan 4 09.00 - 12.00 WIB Tehnik Merangkai Bunga Kepala

Faktor – faktor personaliti proaktif dan motivasi pembelajaran dijadikan sebagai pemboleh ubah bebas manakala faktor pembangunan kerjaya sebagai pemboleh ubah

Hambatan-hambatan yang di hadapi dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Hindu bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah luar biasa (SLB) Negeri 1 Tabanan Kecamatan

Dengan menggunakan warna dingin dan panas, desainer dapat membuat suatu desain yang membangkitkan suatu mood sehingga dapat menarik audiens untuk melihat dan berpartisipasi dalam

Dalam pemberian pelayanan yang berkulitas baik yang perlua diperhatikan adalah tiga aspek yakni SDM (pelatihan, pengalaman dan pendidikan) dan prasana dan sarana menunjukkan