PEMANFAATAN E-LEARNING DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FT UNP
Fivia Eliza1
ABSTRACT
This article aims to provide an overview of the use of E-Learning in the learning process. There are three important lessons in implementing e-learning model, ie control of computer technology and the Internet, the availability of the Internet-based LMS, and the planning and creation of teaching materials that complete the evaluation that will be accessed by students. Department of Electrical Engineering FT UNP has been using this model of E-Learning in the lecture, although for some courses which are theoretical. Through E-Learning, not only saving time and practicalities perceived by both lecturers and students. But also facilitate student access to other information relating to the lecture material, because it is always connected to the internet.
Keywords: E-Learning, Model Learning, Vocational Education
INTISARI
Artikel ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang pemanfaatan E-Learning dalam proses pembelajaran. Ada tiga hal penting dalam melaksanakan pembelajaran dengan model E-Learning, yaitu penguasaan teknologi komputer dan internet, tersedianya jaringan internet yang berbasis LMS, dan perencanaan serta pembuatan bahan ajar yang lengkap dengan evaluasi yang akan diakses oleh mahasiswa. Jurusan Teknik Elektro FT UNP sudah menggunakan model E-Learning ini dalam proses perkuliahan, meskipun untuk beberapa mata kuliah yang bersifat teori. Melalui E-Learning, tidak hanya penghematan waktu dan praktikalitas yang dirasakan baik oleh dosen maupun mahasiswa. Akan tetapi juga mempermudah mahasiswa dalam mengakses informasi lain yang berkaitan dengan materi perkuliahan, karena selalu terhubung dengan internet.
Kata Kunci : E-Learning, Model Pembelajaran, Pendidikan Kejuruan
PENDAHULUAN
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. [1]. Sedangkan pembelajaran adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan
satu dengan yang lain, komponen tersebut meliput : tujuan, materi, metode, dan evaluasi [2]. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan belajar.
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengharuskan institusi pendidikan memberikan kesempatan belajar yang seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat Indonesia. Fakultas Teknik Universitas Negei Padang sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi yang menyelenggarakan Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan, selalu berusaha seefektif mungkin dalam mengaplikasikan Undang-Undang tersebut dalam menghasilkan calon-calon profesional muda di Indonesia. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional telah dimasukkan sebuah paradigma baru pendidikan yang mampu memperkaya kebudayaan Indonesia pada masa depan dan menjadikannya kekuatan pembangunan, yaitu : "Pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal".
Jika hal ini dapat diimplementasikan dengan baik, pendidikan dapat mengubah nasib masyarakat lokal pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya di masa depan. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dimaksudkan selain
peserta didik memiliki keakraban dengan lingkungan terdekatnya, juga untuk menghasilkan lulusan yang siap mengembangkan potensi lokal dan dengan keunggulan dan keunikan lokal tersebut dapat mengembangkan dalam era global. Selain itu, pendidikan berbasis keunggulan lokal ini dapat mencegah urbanisasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan pembangunan daerah.
Perluasan kesempatan belajar tersebut, kemudian lebih direalisasikan oleh UNP dengan adanya wider
mandate dari Dikti untuk
menyelenggarakan program-program non kependidikan, dari tahun 1997 hingga saat ini sudah banyak program studi baru dengan basis non kependidikan. Sejalan dengan wider
mandate dan amanah UU Sisdknas
tersebut, Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang, mengembangkan program-program pendidikan yang lebih bermutu dan relevan dengan kebutuhan industri dan kebutuhan di bidang kependidikan (tenaga pendidik), dan salah satu bentuk program pendidikan tersebut diselenggarakan dalam bentuk pembelajaran yang berbasis web (Web
Based Learning) untuk beberapa mata
kuliah.
Dalam pembelajaran yang dilakukan secara konvensional, kendala yang dihadapi diantaranya tidak optimalnya pengawasan proses pembelajaran oleh dosen pembina mata kuliah, antara dosen dan mahasiswa tidak berada pada satu lokasi yang sama, proses evaluasi yang tidak maksimal dan beberapa persoalan lainnya. Oleh karena itu seiring dengan meningkatkan kapabilitas UNP dalam pemanfaatan Teknologi informasi (TI), maka dipandang bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi dalam proses merupakan salah satu solusi yang dapat ditawarkan, dalam bentuk online
learning dengan pendekatan blended
learning, yang merupakan gabungan
antara metode konvensional dengan metoda Web BasedLearning.
Universitas Negeri Padang, saat ini terus berbenah diri dalam manfaatkan Teknologi Infromasi (TI), yang tergambar jelas dengan perkembangan TI yang cukup signifikan, salah satunya dengan perbaikan kualitas koneksi ke internet dengan bandwidth sebesar 512 Kbps per-Januari 2006, yang kemudian dengan semakin membengkaknya penggunaan beban bandwidth ini, maka mulai 1 Juni 2006 bandwidth diperlebar menjadi 2 Mbps dan terhitung sejak Agustus 2007 menjadi 4 Mbps dan 1 Mbps koneksi ke Jaringan Pendidikan Nasional.
Dengan bertambahnya
bandwidth ini, maka pemanfaatan
fasilitas internet oleh Dosen dan Mahasiswa meningkat dengan tajam, namun umumnya pemanfaatan ini digunakan untuk kebutuhan pencarian informasi, surat elektronik (e-mail),
chatting dan download file, yang
kadang tidak berhubungan dengan kegiatan akademis. Peningkatan pemanfaatan fasilitas jaringan ini dapat dilakukan melalui pengembangan aplikasi pendukung akademik, seperti situs pribadi dosen yang dilengkapi dengan dukungan terhadap materi kuliah yang dibina oleh dosen atau program E-learning dan jenis layanan akademik lainnya yang dapat meningkatkan utilisasi jaringan UNP, sehingga tujuan pengembangan Teknologi Informasi UNP sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas akademis dapat tercapai secara maksimal.
Dengan kondisi pemanfaatan kapasitas Teknologi Informasi di UNP yang masih belum maksimal, maka fasilitas ini akan dapat dimanfaatkan untuk menunjang proses perkuliahan. Oleh karena itu dipandang perlu dan sangat mendesak untuk mengembangkan model pembelajaran
E-Learning dengan LMS-nya untuk
optimalisasi pengawasan dan pelaksanaan perkuliahan yang dimaksud di atas.
PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH
Paradigma Pendidikan Kejuruan
Denzin & Lincoln [3]
mendefinisikan paradigma sebagai: “Basic belief system or worldview that guides the investigator, not only in choices of method but in ontologically
and epistomologically fundamental
ways”.
Pengertian tersebut mengandung makna paradigma adalah sistem keyakinan dasar atau cara memandang dunia yang membimbing peneliti tidak hanya dalam memilih metode tetapi juga cara-cara fundamental yang bersifat ontologis dan epistomologis. Paradigma merupakan sistem keyakinan dasar berdasarkan asumsi ontologis, epistomologis, dan metodologi..
Suatu paradigma dapat dipandang sebagai seperangkat kepercayaan dasar (atau yang berada di balik fisik yaitu metafisik) yang bersifat pokok atau prinsip utama. suatu paradigma dapat dicirikan oleh respon terhadap tiga pertanyaan mendasar yaitu pertanyaan ontologi, epistomologi, dan metodologi. Paradigma juga dapat dianggap sebagai kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra subjektif seseorang mengenai realita dan akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu.
Melihat peluang besar dan peran penting sekolah kejuruan dalam upaya penyiapan tenaga kerja siap pakai untuk menekan tingkat pengangguran dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, perubahan paradigma penyelengaraan pendidikan kejuruan mulai dilakukan. Perubahan paradigma tersebut terjadi pada orientasi pendidikan dan pelatihan kejuruan yang dikembangkan dari yang bersifat supply driven menjadi
demand driven, sistem pengelolaan
berubah menjadi desentralistik. Pendekatan pembelajarannya pun bergeser, dari pendekatan mata pelajaran menjadi pembelajaran berbasis kompetensi. Pola penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pun berkembang dari yang semula sangat terstruktur menjadi lebih fleksibel/luwes dan
permeable/terbuka.
Kebersambungan (link) diantara pengguna lulusan pendidikan dan penyelenggara pendidikan dan kecocokan (match) diantara employee dengan employer menjadi dasar penyelenggaraan dan ukuran keberhasilan penyelenggaraan pendidikan vokasi dapat dilihat dari tingkat mutu dan relevansi yaitu jumlah penyerapan lulusan dan kesesuaian bidang pekerjaan dengan bidang keahlian yang dipilih dan ditekuninya. Pendidikan vokasi melayani sistim ekonomi, sistim sosial, dan politik.
SMK sebagai bentuk satuan penyelenggara dari pendidikan menengah kejuruan yang berada di bawah Direktorat Pembinaan Sekolah Kejuruan, merupakan lembaga pendidikan yang berorientasi pada pembentukan kecakapan hidup, yaitu melatih peserta didik untuk menguasai keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja (termasuk dunia bisnis dan industri), memberikan pendidikan tentang kewirausahaan, serta membentuk kecakapan hidup (life
skill). Siswa SMK lebih ditekankan
untuk melakukan praktik sehingga mereka berpengalaman dan mantap untuk langsung memasuki dunia kerja, tetapi ini tidak menutup kemungkinan para lulusan SMK untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu saat ini banyak SMK yang bertaraf internasional untuk menghadapi persaingan di era globalisasi.
Meskipun pendidikan kejuruan tidak terpisahkan dari sistim pendidikan secara keseluruhan, namun sudah barang tentu mempunyai kekhususan atau karakteristik tertentu yang
membedakannya dengan pendidikan yang lain. Perbedaan ini tidak hanya dalam definisi, struktur organisasi dan tujuan pendidikannya saja, tetapi juga tercermin dalam aspek-aspek lain yang erat kaitannya dengan perencanaan kurikulum. Oleh Karena itu, prinsip, karakteristik dan asumssi tidak boleh diabaikan pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Implikasinya adalah perubahan perspektif dari pendidikan sebagai layanan masa menjadi pendidikan sebagai investasi personal. Artinya pendidikan kejuruan bukan hanya usaha sekedar membekali ijazah, angka kelulusan siswa atau angka partisipasi masyarakat pada sekolah kejuruan tetapi pendidikan kejuruan merupakan usaha peningkatan mutu dan keunggulan dalam persaingan yang sehat baik secara nasional maupun global.
Permasalahan program pendidikan di sekolah menengah kejuruan (SMK) adalah ketidaksesuaian antara program pendidikan dengan tuntutan lapangan kerja. Faktor penyebabnya adalah sistem penilaian (asesmen) di SMK yang lebih menekankan pada pengukuran pengetahuan keterampilan (knowledge of
performance), asesmen bersifat
segmental berdasarkan domain kognitif, afektif dan psikomotor. Cara untuk mengatasi permasalahan pendidikan kejuruan pada aspek
learning outcomes tersebut adalah
pengembangan asesmen vokasional standar kompetensi secara holistik, yaitu penilaian komprehensif dan terpadu aspek pengetahuan keterampilan (knowledge of
performance), sikap pekerjaan, dan
kemampuan keterampilan (performance skill).
Permasalahan mendasar saat ini, bagaimana mungkin menghasilkan lulusan dengan kualitas terbaik dan relevan dengan dunia kerja apabila -di sekolah menengah kejuruan- asesmen hasil belajar lebih menekankan pada penggunaan instrumen asesmen
tertulis (paper and pencil test) dan penilaian pengetahuan keterampilan (knowledge of performance) dibanding asesmen untuk skill performance. Hal ini menjadi satu faktor rendahnya tingkat relevansi hasil pendidikan kejuruan, yaitu ketidaksesuaian antara program pendidikan dengan tuntutan lapangan kerja Masalah lain yang lebih spesifik, asesmen (penilaian) menjadi titik lemah dalam pembelajaran.
Guru lebih sering menekankan aspek isi (materi) pembelajaran, sedangkan penilaian menjadi aspek yang kurang diperhatikan dalam siklus pembelajaran. Ketidaktahuan guru pada pentingnya asesmen, cenderung menghasilkan proses pembelajaran yang “kering” makna bagi siswa. Guru hanya menyampaikan materi, siswa belajar tentang materi pelajaran dari guru tetapi tidak tahu untuk apa materi pelajaran tersebut. Hal ini menjadi faktor lain rendahnya kualitas kompetensi lulusan dan rendahnya relevansi hasil pendidikan. Solusi untuk mengatasi permasalahan relevansi hasil pendidikan kejuruan pada aspek learning outcomes adalah pengembangan asesmen vokasi standar kompetensi secara holistik. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan Model Pembelajaran Teknologi dan Kejuruan
Pengembangan pembelajaran merupakan analisis, desain, konstruksi, implementasi, evaluasi, dan pengelolaan proses pembelajaran dan non pembelajaran serta sumber daya untuk meningkatkan pembelajaran dan kinerja dalam berbagai situasi, institusi pendidikan serta lokasi. Penelitian tentang model-model pembelajaran telah dilakukan sejak tahun 1950-an oleh beberapa ahli di Amerika Serikat, perintisnya adalah Marc Belth. Penelitian tersebut berusaha menemukan model pembelajaran. Model yang ditemukan dapat diubah, diuji kembali dan dikembangkan, untuk selanjutnya diterapkan dalam kegiatan pembelajaran berdasarkan pola pembelajaran yang digunakan [2].
Model-model pembelajaran disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisa sistem, atau teori-teori lain yang mendukung [4]. Lebih lanjut Joyce & Weil mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Pengembangan model pembelajaran merupakan suatu keharusan dalam kegiatan pembelajaran, karena kualitas pembelajaran bergantung kepada perencanaan dan proses pembelajaran. Dengan berpedoman kepada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan menyelaraskan dengan perkembangan IPTEK, proses pembelajaran tidak lagi layak dilakukan dengan teacher centered melainkan student centered. Mengingat akan paradigma pendidikan teknologi dan kejuruan yang berbeda dengan sekolah umum, serta meningkatkan usaha memenuhi tuntutan dunia kerja di bidang teknologi dan kejuruan, diperlukan pengembangan model pembelajaran dalam pelaksanaan proses pembelajaran teknologi dan kejuruan. Model Pembelajaran Berbasis Web (E-Learning)
Pendidikan jarak jauh dapat didefinisikan sebagai suatu proses pendidikan yang berupa suatu program pengajaran terorganisir
(organized instructional program),
dimana antara pengajar (teacher) dan siswa (learner) secara fisik berada pada lokasi yang berbeda. Hal ini ditujukan untuk mengatasi persoalan akses pendidikan. Wetzel mengemukakan bahwa belajar jarak jauh (distance learning) perlu dikembangkan sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari perencanaan strategis organisasi dalam rangka untuk mendukung misinya, memenuhi kebutuhan, mengambil keunggulan dari sebuah peluang baru dan tepadu dalam semua tujuannya.
Hefazallah [5], menyatakan bahwa dalam sejarah perkembangan pendidikan jarak jauh, pendekatan model pembelajaran yang dilakukan telah berkembang dalam 5 (lima) fase yaitu : 1) korespondensi dan belajar mandiri; 2) media broadcast seperti radio dan TV; 3) Konsep universitas terbuka; 4) online education dan 5) integrated (blended) learning.
Sebagai universitas yang telah berpengalaman dalam mengembangkan model distance
learning, Hawkridge mengemukakan
bahwa dalam pengembangan kelas internasional pada Universitas Terbuka di Inggris (Open University of the United Kingdom), model belajar jarak jauh merupakan salah satu solusi yang dapat diambil, seiring dengan berkembangnya teknologi internet dan komunikasi. Maka untuk kebutuhan tersebut dibutuhkan tenaga profesional dalam bidang instructional designer dan tenaga ahli teknologi e-learning.
Long mengungkapkan bahwa dengan perkembangan teknologi digital, internet dan multimedia yang sangat cepat web telah menjadi satu kekuatan global, interaktif, dinamis, serta menjadi media belajar dan pengajaran. Internet menyediakan suatu peluang untuk mengembangkan
learning–on-demand dan
learner-centered instruction and training.
Berbagai istilah diberikan untuk aktifitas online learning ini muncul seperti : Web-based learning (WBL),
Web-based instruction (WBI),
Web-based training, Internet-Based training (IBT) dan banyak istilah lainnya, yang disarikan bahwa e-learning digunakan untuk merepresentasikan pengajaran yang bersifat terbuka (open), fleksibel, dan terdistribusi. Lebih jauh Khan [6], mendefinisikan e-learning :
E-learning can be viewed as an innovative approach for delivering
well-design, learner-centered,
interactive, and facilitated learning environment to anyone, anyplace, anytime by utilizing the attributes and
resources of various digital
technologies along with other form of learning materials suited for open,
flexible and ditributed learning
environtment.
Pengembangan e-learning tersebut harus dikembangkan dalam berbagai aspek, yang disebut dengan
e-learning framework, yang mencakup
semua aspek dalam pengajaran seperti pedagogiik, teknologi, perancangan antar muka, evaluasi, manajemen, sumber daya pendukung, etika dan institusional, yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Online learning menurut Shank
dan Sitze adalah usaha pembelajaran yang melibatkan penggunaan teknologi jaringan (seperti internet atau jaringan bisnis) untuk proses penyampaian dan penyebaran informasi, pendukung dan penilaian formal dan informal pengajaran. Melalui sumber daya dan material online, pustaka elektronik (digital
library), material pengajaran dan
kursus, diskusi realtime dan non-realtime, chatting, e-mail, konferensi dan aplikasi-aplikasi knowledge sharing, tapi perlu dicatat bahwa online learning bukanlah aplikasi online yang bersifat eksklusif. Penggunaan teknologi untuk penmbelajaran merupakan suatu tambahan yang
berarti untuk pengajaran di kelas dan peluang dalam mengembangkan bentuk lain dari face-to-face learning.
Beberapa alasan utama, untuk menggunakan online-learning, menurut Shank dan Sitze, antara lain :
1. Meningkatkan akses dan fleksibilitas (Improved access and flexibility). User dapat login di terminal komputer manapun, kapanpun untuk menuntaskan suatu pelajaran yang mengacu pada material pengajaran.
2. Cepat dalam penyebaran dan hemat (Faster delivery and cost
savings). Untuk organisasi
pendidikan (seperti Perguruan Tinggi besar) yang membutuhkan penyampaian infromasi secara cepat. Modul
online merupakan cara yang
cepat dan murah dari pada mengirimkan melalui paket (Contohnya pada Universitas Terbuka).
3. Peningkatan pengawasan dan Standardisasi (Improved control
and standardization). Dengan
memanfaatkan online learning, lembaga training skala besar (nasional/ internasinal), akan mempunyai standar mutu yang sama di setiap perwakilannya (Seperti Sertifikasi Cisco).
4. Memperbaiki Komunikasi dan Kerjasama (Enhanced
communication and
collaboration). Perangkat lunak tertentu, memungkinkan peserta saling berkomunikasi, bekerjasama dalam suatu projek dan berbagi dokumen tanpa harus melakukan perjalanan jauh.
Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pengembangan model e-learning tersebut, perlu dipertimbangkan aspek instructional
technology-nya dan perlu juga
dipertimbangkan hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan peserta didik secara virtual. Pratt dan Pallof, mengemukakan bahwa dalam model virtual student, terdapat
beberapa kebutuhan utama mereka dalam mendukung kesuksesan pelaksanaan e-learning, antara lain :
1. Fakus pada peserta didik (focus on learner)
Kursus dan program dikembangkan dengan mengutamakan kebutuhan peserta, dan peserta diperlakukan layaknya seorang customer
2. Pelatihan dan Dukungan Teknis (training and technical support) Peserta medapatkan pelatihan dalam penggunaan teknologi dan mempunyai akses ke layanan dukungan (suport services) 3. Layanan siswa terpadu
(integrated student services) Siswa mengharapkan mereka memperoleh layanan layaknya seperti layanan kampus yang sesungguhnya
4. Pembiayaan dan aturan (fees
and policy development)
Secara garis besar, ada tiga komponen utama yang menyusun e-Learning [7], yaitu :
1. e-Learning System
Sistem perangkat lunak yang mem-virtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian online dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut dengan Learning
Management System (LMS).
2. e-Learning Content (Isi)
Konten dan bahan ajar yang ada pada e-learning system (learning
management system). Konten
dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk Multimedia-based
Content (konten berbentuk
multimedia interaktif) atau
Text-based Content (konten
berbentuk teks seperti pada buku pelajaran biasa)
3. e-Learning Infrastructure (Peralatan)
Infrastruktur e-Learning dapat berupa personal computer (PC), jaringan komputer dan perlengkapan multimedia. Termasuk didalamnya peralatan
teleconference apabila kita
memberikan layanan
synchronous learning melalui
teleconference.
Proses penyelenggaraan
e-Learning membutuhkan sebuah
Learning Management System (LMS)
yang berfungsi untuk mengatur tata laksana penyelenggaraan pembelajaran di dalam model e-Learning. Sering juga LMS dikenal sebagai CMS (Course Management
System), umunya CMS dibangun
berbasi web yang akan berjalan pada sebuah web server dan dapat diakses oleh pesertanya melalui web browser
(web client). Server biasanya
ditempatkan di universitas atau lembaga lainnya yang dapat diakses darimanapun oleh pesertanya, dengan memanfaatkan koneksi internet. Stone dan Koskinen, menggambarkan pemanfaatan LMS tersebut dalam e
-Learning berada pada level 3
pengembangan, sehingga dalam hal ini sudah melibatkan integrasi dari beberapa komponen e-learning lainnya, seperti terlihat pada Gambar berikut :
Dalam pengembangan content dalam e-Learning, menurut Morrison [8] harus mengacu kepada hirarki konten yang dilandasi oleh konsep kurikulum. Di atas kurikulum ini
kemudian dikembangkan kegiatan belajar (course), materi ajar (module), objek belajar (learning object) dan objek media yang akan digunakan (media). Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Horton dan Horton [9], seperti terlihat pada Gambar berikut :
Pada dasarnya CMS memberikan sebuah tool bagi instruktur, educator atau pendidik untuk membuat website pendidikan dan mengatur akses kontrol, sehingga hanya peserta yang terdaftar yang dapat mengakses dan melihatnya. Selain menyediakan pengontrolan, CMS juga menyediakan barbagai tools yang menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien, seperti menyediakan layanan untuk mempermudah upload dan share material pengajaran, diskusi online,
chatting, penyelenggaraan kuis,
survey, laporan (report) dan sebagainya.
Jason Cole mengungkapkan bahwa secara umum, fungsi-fungsi yang harus terdapat pada sebuah LMS/ CMS antara lain :
1. Uploading and sharing materials
2. Forums and chats
3. Quizzes and surveys
4. Gathering and reviewing
assignments
5. Recording grades
Moodle adalah suatu course
content management (CMS), yang
diperkenalkan pertama kali oleh Martin Dougiamas, seorang computer
Gambar 2. Level 3, Integrasi
LMS
Gambar 3. Basis dan Arsitektur LMS (Horton, 2003)
scientist dan educator, yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mengembangkan sebuah
learning management system di salah
satu perguruan tinggi di kota Perth, Australia.
Nama Moodle memberikan suatu inspirasi bagi pengembangan
e-learning. Dari official Moodle
documentation, Moodle dijelaskan
sebagai berikut :
The word Moodle was originally an
acronym for Modular
Object-Oriented Dynamic Learning Environment, which is mostly
useful to programmers and
education theorists. It's also a verb that describes the process of lazily
meandering through something,
doing things as it occurs to you to do them, an enjoyable tinkering that often leads to insight and creativity. As such it applies both to the way Moodle was developed, and to the way a student or teacher might approach studying or teaching an online course. Anyone who uses
Moodle is a Moodler.
(www.moodle.org)
Moodle merupakan sebuah CMS berbasis open source yang saat ini digunakan oleh universitas, lembaga pendidikan, bisnis dan instruktur individual yang ingin menggunakan teknologi web untuk pengelolaan kursusny. Moodle saat ini dipakai oleh lebih dari 2000 organisasi pendidikan diseluruh dunia untuk mengirimkan online courses dan sebagai perangkat tambahan (supplement) bagi traditional face-to-face courses. Lebih jauh, William Rice menjelaskan tentang Moodle sebagai berikut :
Moodle is a free learning
management system that enables you to create powerful, flexible, and
engaging online learning
experiences. I use the phrase "online learning experiences" instead of "online courses" deliberately. The phrase "online course" often connotes a sequential series of web pages, some images,
maybe a few animations, and a quiz put online. There might be some
email or bulletin board
communication between the teacher and students. However, online
learning can be much more
engaging than that.
Moodle tersedia secara gratis di
web pada alamat
(http://www.moodle.org), sehingga
siapa saja dapat men-download dan menginstalnya. Telah diterjemahkan ke dalam lebih 100 bahasa di dunia termasuk bahasa Indonesia, sehingga semakin mempermudah kita dalam mengembangkan aplikasi e-learning.
Perbandingan Learning
Management System berbasis Open
Source, Penelitian dari Graf [7]
menunjukkan bahwa Moodle termasuk yang terbaik secara kelengkapan fitur dibandingkan software LMS lain.
Pada Gambar 4 dan 5 memperlihatkan perbandingan LMS berbasis Open Source tersebut, sehingga dapat dilihat bahwa Moodle merupakan salah satu software LMS
Open Source terbaik dengan
kelengkapan fitur yang mendukung dan sesuai dengan kebutuhan dunia
Gambar 4. Perbandingan kelengkapan fitur Open Source
pendidikan. Kekuatan dan kelebihan Moodle tersebut tidaklah terlepas dari filosofi yang digunakan oleh pengembang Moodle. Rice IV, mengemukakan bahwa Moodle dirancang untuk mendukung gaya belajar yang disebut dengan social
constuctionist pedagogy, yang
menggunakan gaya belajar interaktif.
Social constuctionist pedagogy
meyakini bahwa orang akan belajar dengan baik, jika mereka berinteraksi dengan learning material, membangun material baru untuk materi lainnya, dan berinteraksi dengan peserta lainnya tentang material tersebut.
KESIMPULAN
1. Pengembangan model pembelajaran sangat diperlukan guna memenuhi tuntutan dunia kerja dan mengimbangi perkembangan IPTEK.
2. Pengembangan model pembelajaran mencakup 4 aspek pembelajaran, yakni perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan pengawasan secara berkesinambungan.
3. Penggunaan model E-Learning sangat membantu dalam proses perkuliahan di jurusan Teknik Elektro FT UNP, mengingat aspek praktikalitas dari E-Learning tersebut seperti : menghemat waktu tatap muka, dan akses global.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Sudjana. 1989. Metoda Statistika. Jakarta : Tarsito.
[2] Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada Reizer, Robert A. 2007. Trend and Issues in Instructional Design and Technology. Upper Saddle River, NJ : Pearson Education Inc.
[3] Denzin, N.K & Lincoln Y. S. 1994. Handbook of Quality Research. California : Sage Publications Inc [4] Joyce, Bruce & Marsha Weil.
1996. Models of Teaching, Fifth Edition. USA : Allyn and Bacon A Simon & Scuster Company.
[5] Hefzallah, Ibrahim Michael. 2004.The New Educational
Technologies and Learning,
Springfield, Illionis, USA : Charles C Thomas Publisher, Ltd.
[6] Khan, Badrul . 2005. Managing
E-Learning Strategies: Design,
delivery, implementation and
evaluation. Washington :
Information Science Publishing. [7] Romi Satria Wahono. 2007.
Rethinking e
‐
Learning, Makalah Workshop e‐Learning dan Teleconference, Program INHERENT UNP Padang, 11 Desember 2007.[8] Morrison, Don. 2003. E-Learning Strategies : How to Get
Implementation and Delivery Right First Time, Chichester, England : Wiley & Sons, Inc
Gambar 5. Hasil Komparasi Open Source Learning
[9] Horton Douglas. 2003. Evaluating
Capacity Development.