• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Effect of Naupli Artemia Feeding Which is Enriched by Squalene In Different Dose on The Growth and Survival Rate of Juvenile Sea Horse

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "The Effect of Naupli Artemia Feeding Which is Enriched by Squalene In Different Dose on The Growth and Survival Rate of Juvenile Sea Horse"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 2, No. 1, 2006 : 83 – 93

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN NAUPLI ARTEMIA YANG

DIPERKAYA DENGAN SQUALEN PADA DOSIS YANG BERBEDA

TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN

JUVENIL KUDA LAUT

The Effect of Naupli Artemia Feeding Which is Enriched by Squalene In Different Dose on The Growth and Survival Rate of Juvenile Sea Horse

Limin Santoso

Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian - Universitas Lampung, Lampung

Diserahkan : 13 Juni 2006; Diterima : 4 Juli 2006

ABSTRAK

Penelitian pemberian pakan alami yang diperkaya squalene ini bertujuan untuk mengetahui dosis yang paling baik untuk pertumbuhan dan kelulushidupan anakan kuda laut (Hippocampus kuda). Anakan kuda laut yang digunakan dalam penelitian mempunyai bobot rata-rata 0, 074 g, panjang rata-rata 18 mm, dan berumur 16 hari. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 penggulangan yaitu : A (nauplia artemia tanpa squalene), B (naupli artemia + squalene 0,3 g/L), C (naupli artemia + squalene 0,6 g/L), D (naupli artemia + squalene 0,9 g/L), E (naupli artemia + squalene 1,2 g/L). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan kelulushidupan anakan kuda laut berbeda nyata. Pemberian naupli artemia yang diperkaya squalene dosis 0,9 g/L memberikan pengaruh terbaik terhadap anakan kuda laut, yaitu tingkat kelulushidupan 69, 97%, pertambahan berat rata-rata 0,320 g, pertambahan panjang rata-rata 2,67cm, dan laju pertumbuhan harian 5, 43%/hari. Perlakuan D (naupli artemia + squalene 0,9 g/L) adalah optimal untuk pertumbuhan dan kelulushidupan juvenil kuda laut

Kata kunci : anakan kuda laut, dosis berbeda, pengkayaan dengan squalene ABSTRACT

A feeding experiment was conducted to determine the optimal dose of growth and survival rate for sea horse(Hippocampus kuda) juveniles (initial average weight 0.074 g, initial average body length 18 mm and old 16 days). Completely randomized design with five treatments and three replications were use: A (naupli artemia), B (naupli artemia + squalene 0,3 g/L), C (naupli artemia + squalene 0,6 g/L), D (naupli artemia + squalene 0,9 g/L), E (naupli artemia + squalene 1,2 g/L). The results showed that the growth and survival rate of the juvenile sea horse content increased. There was significant differences (P<0.01) in survival rate (SR), growth of body weight (AW), and growth of body length (AL). Based on the evaluation of the some parameters; SR (69, 97%), AW (0,320 g) and AL (2,67cm), SGR (5, 43%/day). It can be concluded that treatment D (naupli artemia + squalene 0,9 g/L) is optimal for growth and survival rate for sea horse juveniles.

(2)

Pertumbuhan dan Kelulushidupan Juvenil Kuda Laut (L. Santoso) PENDAHULUAN

Kuda laut merupakan spesies ikan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, karena selain dapat dipelihara sebagai ikan hias yang unik juga dapat digunakan sebagai bahan baku obat yang berkhasiat untuk berbagai macam penyakit antara lain penyakit impotensi, asma, ginjal, dan kolesterol (Kusdiarti et al., 1999). Konsumsi kuda laut di wilayah Asia mencapai 45 ton/tahun dengan negara pemakai terbesar adalah Cina (20 ton/tahun), Taiwan (11,2 ton/tahun), Hongkong (10 ton/tahun) dan negara – negara Asia lain (3,8 ton/tahun). Sampai saat ini untuk memenuhi permintaan pasar, para nelayan masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Menurut Vincent (1996) dalam Al Qodri et al., (1998a) dalam 5 tahun terakhir telah terjadi penurunan populasi kuda laut hingga 50% diperairan Indonesia. Karena itu, upaya pengkajian dan pengembangan teknologi pembenihan kuda laut merupakan solusi dalam mengatasi penurunan populasi kuda laut tersebut. Salah satu tahapan penting dalam usaha budidaya kuda laut adalah pembenihan, dimana tingkat keberhasilan ditentukan tingkat kelulushidupan dan pertumbuhan anakan kuda laut yang dipelihara. Kendala utama adalah masih tingginya mortalitas anakan kuda laut karena tidak tersedianya pakan alami dalam jumlah dan mutu yang sesuai kebutuhan. (Al-Qodri dan Sudaryanto, 1993). Salah satu persyaratan yang harus diperhatikan dalam penggunaan pakan alami adalah kandungan nutrisi. Kandungan nutrisi yang sangat dibutuhkan larva ikan adalah asam lemak

ω3-HUFA berantai panjang terutama

Eicosa Pentanoic Acid/EPA (20:5ω3) dan Decosa Hexanoid Acid/DHA (22:6ω3) untuk pertumbuhan dan metamorfosis secara normal (Watanabe et al., 1980). Hasil penelitian Tim IPB (1994)

dalam Harefa (1997) menyatakan bahwa

sampai saat ini artemia lebih unggul dibandingkan dengan pakan alami yang lain karena memiliki kandungan protein kasar yang cukup tinggi mencapai 58,58% dan beberapa jenis asam lemak yang sangat diperlukan untuk kelulushidupan dan pertumbuhan larva ikan dan udang.

Untuk mengatasi tingginya tingkat mortalitas larva yang telah diberi artemia, maka perlu adanya upaya peningkatan nilai nutrisi artemia dengan berbagai cara seperti dengan pengkayaan alga, vitamin, minyak ikan atau emulsi (Redzeki et al., 1996). Pengkayaan kandungan nutrisi pada artemia dilakukan dengan memanfaatkan sifatnya yang filter feeder

non selectif, yaitu dengan cara

memberikan bahan yang kaya akan

nutrisi dalam hal ini asam lemak

ω3 – HUFA pada media kultur artemia (Sorgeloos et al., 1986). Bahan pengkaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah squalene yang merupakan hidrokarbon tidak jenuh yang diperoleh dari destilasi lemak ikan hiu dibawah kondisi vakum yang berbentuk cair, berwarna kuning transparan, dan mempunyai bau yang spesifik.

Berdasarkan penelitian Nurhayati

(1996), kandungan asam lemak

ω3 – HUFA squalene cukup tinggi yaitu 49,96%, dimana kandungan EPA sebesar 4,05% dan kandungan DHA sebesar 1,23%. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengkayaan naupli artemia

(3)

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 2, No. 1, 2006 : 83 – 93 dengan squalene dosis berbeda dan

kemudian diberikan kepada anakan kuda laut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan kelulus- hidupan anakan kuda laut yang diberi pakan naupli artemia yang telah diperkaya squalene dengan dosis berbeda serta untuk mengetahui dosis paling tepat sebagai bahan pengakayaan pada naupli artemia sehingga memberikan pengaruh yang terbaik untuk pertumbuhan dan tingkat kelulushidupan anakan kuda laut. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember plastik 15 liter, tangki kerucut, akuarium 80 liter, filter bag, stoples volume 2 liter, selang sipon, selang aerasi, batu aerasi, plankton net,

scoopnet, baskom plastik, mikroskop,

neraca elektrik, gunting, mikrometer, DO-meter, pH-meter, refraktometer, spektrofotometer, dan thermometer. Sedangkan bahan yang digunakan adalah hewan uji (anakan kuda laut) umur 16 hari, media air, minyak squalene, kista artemia dan kaporit. Hewan uji digunakan anakan kuda laut hasil pemijahan sepasang induk secara alami dengan panjang rata – rata 18 mm dan berat rata – rata 0,074 gram per ekor. Air yang digunakan untuk media pemeliharaan anakan kuda laut diperoleh dari Teluk Hurun yang diambil dengan pompa yang kemudian disaring dengan filter bag

supaya partikel – partikel organik dan mikroorganisme laut tidak terikut. Setelah itu air disterilkan dengan larutan kaporit 60 ppm dan didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya diambilkan Dunaliella dari bak kultur dan kemudian dimasukkan ke wadah pemeliharaan dengan kapasitas 200.000 cell/mL sebagai pakan alami dan sekaligus berperan sebagai water stability

(Puja et al., 1998).

Wadah yang digunakan untuk media pemeliharaan adalah ember plastik warna putih dengan volume 15 liter. Padat tebar kuda laut 2 ekor per liter, sehingga setiap ember berisi 30 ekor anakan kuda laut. Pakan uji yang diberikan yaitu naupli artemia umur 12 jam yang diperoleh dengan cara menetaskan kista artemia dalam tabung kerucut yang berisi air laut dengan pemberian aerasi kuat. Setelah dipanen kemudian dilakukan pengkayaan dengan emulsi squalene sesuai dosis yang ditentukan.

Metoda

Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eks- perimental laboratoris. Rancangan per- cobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan yaitu:

Perlakuan A : pemberian naupli Artemia

sp yang tidak diperkaya squalene

Perlakuan B : pemberian naupli Artemia

sp yang diperkaya squalene dosis 0,3 g/L Perlakuan C : pemberian naupli Artemia

sp yang diperkaya squalene dosis 0,6 g/L

(4)

Pertumbuhan dan Kelulushidupan Juvenil Kuda Laut (L. Santoso) Perlakuan D : pemberian naupli Artemia

sp yang diperkaya squalene dosis 0,9 g/L Perlakuan E : pemberian naupli Artemia

sp yang diperkaya squalene dosis 1,2 g/L Cara pengkayaan yakni naupli artemia yang sudah berumur 12 jam dari waktu penetasan (stadia Instar II) dipindahkan ke dalam stoples yang berisi air laut 1 liter, kemudian ditambahkan emulsi squalene menurut dosis yang telah ditentukan. Kepadatan naupli artemia di dalam stoples 150 individu/mL. Penghitungan padat tebar dilakukan dengan teknik sampling menggunakan gelas ukur 10 mL. Pada stoples dipasang aerasi sehingga terjadi suplai oksigen ke media kultur serta proses pengadukan air yang menyebabkan emulsi squalene menjadi tersuspensi. Setelah dilakukan pengkayaan selama 12 jam, naupli dipanen dengan plankton net dan kemudian dicuci dengan air tawar sampai bersih. Selanjutnya pakan diberikan kepada anakan kuda laut sebagai hewan uji. Pemberian pakan dilakukan dengan cara mengambil sebanyak 200 mL air dari stoples, dimana pemberian dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 07.00 dan sore hari pukul 17.00 dengan kepadatan 2 ind/mL. Untuk mempertahankan kualitas air media pemeliharaan, maka setiap pagi dilakukan penyiponan untuk membuang feses atau sisa – sisa pakan yang mati dan dilakukan pergantian air maksimal 20% (Al- Qodri dan Sudaryanto, 1993).

Data hasil penelitian yang

dikumpulkan meliputi : tingkat kelulushidupan anakan kuda laut, pertumbuhan anakan kuda laut,

kandungan ω3 – HUFA, efisiensi pemanfaatan ω3 – HUFA, serta kualitas air. Tingkat kelulushidupan masing-masing perlakuan ditentukan dengan menghitung jumlah anakan kuda laut diakhir penelitian dibandingkan jumlah anakan diawal penelitian. Penghitungan ini dilakukan pada akhir pengamatan.

% 100 x Eo Et SR= Keterangan :

SR = Kelulushidupan anakan kuda laut ( % )

Et = Jumlah anakan kuda laut pada waktu akhir ( ekor )

Eo = Jumlah anakan kuda laut awal ( ekor )

Pertumbuhan anakan kuda laut yang diukur adalah pertambahan panjang dan pertambahan berat. Pengukuran panjang dilakukan dengan menggunakan mikrometer dengan cara mengambil satu ekor anakan kuda laut dari wadah penelitian secara acak dan kemudian diukur panjang total tubuhnya yaitu dari ujung moncong ke celah insang ditambah dari celah insang sampai ke ujung ekor (Al-Qodri dan Sudaryanto, 1993). Sedangkan pengukuran berat dilakukan dengan menggunakan neraca elektrik dengan cara mengambil anakan kuda laut dari wadah penelitian secara acak pada tiap – tiap perlakuan kemudian ditimbang

di atas neraca. Pengukuran pada tiap – tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Selama penelitian dilakukan empat kali pengukuran yakni setiap tujuh hari sekali.

Pertambahan panjang adalah selisih panjang rata–rata anakan kuda laut diawal

(5)

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 2, No. 1, 2006 : 83 – 93 pengamatan dengan panjang rata–rata

diakhir pengamatan, yang dihitung berdasarkan rumus dari Effendie (1979) yaitu:

L = Lt – Lo Keterangan :

L : Pertambahan panjang anakan kuda laut (cm)

Lo : Panjang total anakan kuda laut pad awal pengamatan (cm)

Lt : Panjang total anakan kuda laut pada akhir pengamatan (cm)

Pertambahan berat merupakan selisih antara berat rata rata anakan kuda laut di awal pengamatan dengan berat rata rata diakhir pengamatan dan dihitung berdasarkan rumus dari Effendie (1979) yakni :

W = Wt-Wo Keterangan :

W : Pertambahan berat anakan kuda laut (g)

Wo : Berat total anakan kuda laut pada awal pengamatan (g)

Wt : Berat total anakan kuda laut pada akhir pengamatan (g)

Laju pertumbuhan spesifik adalah pertumbuhan anakan kuda laut dalam kurun waktu tertentu dan dihitung dengan persamaan eksponensial positif dari Jauncey dan Ross (1982) yaitu:

% 100 1 2 1 ln 2 ln x T T W W SGR − − = Keterangan :

SGR : Laju pertumbuhan spesifik anakan kuda laut (%/hari)

W1 : Berat total anakan kuda laut pada awal pengamatan (g)

W2 : Berat total anakan kuda laut pada akhir pengamatan (g)

T2-T1 : Lama waktu antara dua waktu pengamatan (hari).

Efisiensi pemanfaatan ω3 – HUFA dihitung dengan membandingkan kandungan asam lemak ω3 – HUFA pada anakan kuda laut dengan kandungan asam lemak ω3 – HUFA pada naupli artemia yang diberikan berdasarkan rumus berikut:

FE = Ft/Fo x 100% Keterangan :

FE : Efisiensi pemanfaatan asam lemak

ω3 – HUFA (%)

Ft : Kandungan asam lemak ω3 – HUFA pada anakan kuda laut (%) Fo : Kandungan asam lemak ω3 –

HUFA pada naupli artemia (%) Parameter kualitas air seperti : suhu, salinitas, DO, pH, total amonia, dan nitrit diukur dengan alat-alat yang telah disediakan. Sedangkan untuk kandungan total ω3-HUFA pada naupli artemia dan anakan kuda laut dianalisa dengan metode GLC (Gas Liquid

Chromatografi).

Analisa statistik

Data yang dianalisa secara statistik adalah data kelulushidupan dan pertumbuhan anakan kuda laut dengan menggunakan model penduga rancangan acak lengkap. Data disajikan dalam bentuk tabel dan gambar kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh nyata terhadap variabel – variabel yang diamati.

(6)

Pertumbuhan dan Kelulushidupan Juvenil Kuda Laut (L. Santoso) Untuk mengetahui perbedaan antar

perlakuan dilakukan Uji Ganda Duncan. Sedangkan data kualitas air dianalisa secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat kelulushidupan anakan kuda laut selama penelitian (Tabel 1) dari yang tertinggi berturut–turut adalah perlakuan D (69,97%), C (62,20%), E (62,17%), B (59,97%), dan A (53,30%). Semakin tinggi dosis perlakuan ternyata semakin meningkat pula tingkat kelulushidupan anakan kuda laut, kecuali pada perlakuan E (naupli Artemia sp yang diperkaya squalene dosis 1,2 g/L).

Hasil analisa statistik dengan tabel sidik ragam terhadap data kelulushidupan anakan kuda laut menunjukkan bahwa perlakuan pengkayaan naupli artemia dengan squalene pada dosis berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01). Hasil uji wilayah ganda Duncan terhadap data kelulushidupan anakan kuda laut menunjukkan bahwa perlakuan D berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan B, C, dan E serta berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan A. Histogram data kelulushidupan anakan kuda laut selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Perlakuan D memberikan kelulus- hidupan tertinggi karena kebutuhan akan asam lemak ω3-HUFA pada anakan kuda laut tersebut dapat tercukupi dibandingkan perlakuan yang lain. Berdasarkan analisa laboratorium, naupli artemia pada perlakuan D memiliki kandungan asam lemak ω3-HUFA tertinggi yaitu 14,96% dengan kandungan EPA sebesar 1,78% dan kandungan DHA

3,49%. Dengan demikian kebutuhan asam lemak ω3-HUFA pada anakan kuda laut tercukupi secara optimal, sehingga kemampuan adaptasi dan daya tahan meningkat yang akhirnya menyebabkan tingkat mortalitas lebih rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian Isnansetyo (1992) yang menyatakan defisiensi ω 3-HUFA pada ikan dapat menyebabkan kematian dan terhambatnya pertumbuhan. Ditambahkan oleh Halver (1991) dalam

Nurhayati (1996) bahwa dengan adanya penambahan ω3-HUFA, walaupun sedikit dapat meningkatkan kelulushidupan dan mempercepat laju pertumbuhan. Kelulus- hidupan anakan kuda laut pada penelitian ini lebih tinggi yaitu 69% pada anakan berumur 46 hari dibandingkan hasil penelitian Syahrul (1995) yang hanya mencapai 30% hingga anakan berumur 50 hari. Pada penelitian tersebut anakan kuda laut diberi pakan naupli artemia yang dibioenkapsulasi dengan minyak ikan.

Pertambahan panjang anakan kuda laut selama penelitian berturut–turut dari yang tertinggi adalah perlakuan D (2,67 cm), C (2,45 cm), B (2,44 cm), E (2,39 cm ) dan perlakuan A (2,24 cm). Hasil analisa sidik ragam terhadap data pertambahan panjang anakan kuda laut menunjukkan bahwa perlakuan peng- kayaan naupli artemia dengan dosis squalene pada dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01). Hasil uji wilayah ganda Duncan terhadap data pertambahan panjang anakan kuda laut menunjukkan bahwa perlakuan D berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan B, C, dan E serta berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan A. Histogram rata-rata pertambahan panjang anakan kuda laut

(7)

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 2, No. 1, 2006 : 83 – 93 selama penelitian dapat dilihat pada

Gambar 2.

Perlakuan yang menghasilkan pertambahan panjang terbaik adalah perlakuan D (2,67 cm) dibandingkan empat perlakuan lainnya yaitu perlakuan C (2,45 cm), B (2,44 cm), E (2,39 cm) dan perlakuan A (2,24 cm). Hal ini disebabkan karena pada perlakuan D yaitu pemberian naupli artemia yang diperkaya emulsi squalene dengan dosis 0,9 g/l mampu memberikan sumbangan asam lemak ω3-HUFA dalam jumlah paling besar pada naupli yang diperkaya yaitu 14,96%, dimana dengan kandungan

ω3-HUFA tersebut pertambahan panjang anakan kuda laut dapat maksimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Watanabe et al

(1980),bahwa asam lemak ω3-HUFA berantai panjang terutama EPA dan DHA sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan metamorfosis secara normal. Kandungan asam lemak ω3-HUFA yang tinggi dalam pakan dapat memberikan kemungkinan untuk mempercepat pertumbuhan dan mempertinggi tingkat kelulushidupan larva ikan yang dipelihara (Isnansetyo, 1992). Dengan tercukupinya kebutuhan asam lemak ω3-HUFA, maka metabolisme di dalam tubuh anakan kuda laut yang dipelihara berjalan baik sehingga pertambahan panjang berlangsung maksimal dibandingkan anakan kuda laut yang tidak tercukupi kebutuhannya.

Sedangkan perlakuan E yang menggunakan emulsi squalene dengan dosis yang lebih tinggi dari pada perlakuan D justru memberikan hasil pertambahan panjang yang lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan naupli artemia untuk menyerap emulsi

squalene yang tersuspensi dalam media kultur. Selain itu, karena emulsi squalene yang diberikan terlalu banyak menyebabkan penurunan kualitas pada media sehingga mengganggu kehidupan naupli artemia yang diperkaya dan akhirnya kandungan asam lemak ω 3-HUFA naupli artemia pada perlakuan E rendah (11,64%). Hal ini sesuai dengan pernyataan Sunyoto et al. (1992), yaitu bahwa pemberian dosis emulsi minyak ikan yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air media kultur sehingga aktivitas metabolisme naupli artemia terganggu dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Perlakuan A, B dan C memberikan hasil per- tambahan panjang yang relatif lebih kecil karena emulsi squalene yang diserap oleh artemia kurang mencukupi sehingga kandungan asam lemak ω3-HUFA pada naupli dari perlakuan tersebut rendah

yaitu pada perlakuan A (9,21%), B (11,23%) dan C (12,12%).

Hasil analisa dari data pertambahan berat menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis squalene yang digunakan, maka pertambahan berat anakan kuda laut semakin baik. Namun ada keterbatasan dalam pemberian dosis mengingat pemberian dosis emulsi squalene yang terlalu tinggi justru menimbulkan kematian karena kemampuan artemia untuk menyerap emulsi squalene ada batasnya.

Perlakuan D merupakan perlakuan yang memberikan hasil pertambahan berat terbaik yaitu (0,320 g), kemudian

perlakuan C (0,300 g), B (0,294), E (0,292) dan terendah A (0,249 g).

Perlakuan D memberikan hasil pertambahan berat yang terbaik karena

(8)

Pertumbuhan dan Kelulushidupan Juvenil Kuda Laut (L. Santoso) 5 3 .3 5 9 .9 7 6 2 .2 6 9 .9 7 6 2 .1 7 0 10 20 30 40 50 60 70 K e lu lu s h id u p a n ( % ) A B C D E Perlakuan 2 .2 4 2 .4 4 2.45 2 .6 7 2 .3 9 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 P e rt u m b u h a n p a n ja n g ( c m ) A B C D E Perlakuan banyaknya asam lemak ω3-HUFA

(terutama EPA dan DHA) dari emulsi squalene yang diserap oleh naupli dan kemudian ditransformasikan ke dalam tubuh anakan kuda laut sesuai dengan kebutuhan. Hal ini didukung oleh hasil analisa kandungan asam lemak ω3-HUFA pada anakan kuda laut dari tiap-tiap perlakuan yang menunjukkan bahwa kandungan asam lemak ω3-HUFA pada perlakuan D adalah yang tertinggi yaitu

sebesar 14,96%. Kesimpulan ini diperkuat oleh pendapat Kanazawa (1990) dalam Waspada et al (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan asam lemak esensial suatu spesies ikan sebanding dengan asam lemak esensial yang terkandung di dalam tubuhnya. Efisiensi pemanfaatan asam lemak ω 3-HUFA pada perlakuan C adalah yang tertinggi, yaitu 78,8% kemudian diikuti perlakuan D (75,6%), E (70,7%), Tabel 1. Hasil dari perlakuan anakan kuda laut yang diberi pakan naupli artemia yang

telah diperkaya dengan dosis berbeda. Parameter Perlakuan A Dosis 0 g/L B Dosis 0,3 g/L C Dosis 0,6 g/L D Dosis 0,9 g/L E Dosis1,2 g/L Kelulushidupan (%) 53,30a ±2,69 59,97ab±2,74 62,20ab±3,11 69,97b±2,74 62,17ab±4,16 Pertambahan panjang rata–rata(cm) 2,24a±0,78 2,44ab±0,33 2,45ab±0,58 2,67b±0,63 2,39ab±0,25 Pertambahan berat rata–

rata (g)

0,25a±0,01 0,29ab±0,01 0,30b±0,01 0,32b±0,00 0,29ab±0,01 Rata- rata Laju

pertumbuhan (%/hari) 5,03 5,33 5,34 5,43 5,23

Tanda pangkat a,b : tanda pangakat yang sama berarti tidak berbeda nyata dalam uji Duncan (P> 0.05).

Gambar 1. Histogram rata-rata tingkat kelulushidupan anakan kuda laut

Gambar 2. Histogram rata–rata pertambahan panjang anakan kuda laut

(9)

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 2, No. 1, 2006 : 83 – 93 5 3 .3 5 9 .9 7 6 2 .2 6 9 .9 7 6 2 .1 7 0 10 20 30 40 50 60 70 P e rt u m b u h a n h a ri a n ( % h a ri a n ) A B C D E Perlakuan 0 .2 4 9 0 .2 9 4 0 .3 0 .3 2 0 .2 9 2 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 P e rt u m b u h a n b e ra t (g ) A B C D E Perlakuan

Gambar 3. Histogram rata–rata pertambahan berat anakan kuda laut

Gambar 4. Histogram pertumbuhan harian anakan kuda laut

B(60,5%) dan terendah pada perlakuan

A(41,1%). Meskipun perlakuan C memiliki efisiensi tertinggi dalam

pemanfaatan ω3-HUFA, namun tidak memberikan hasil pertambahan berat terbaik. Hal ini terjadi karena kandungan 20:5ω3 (EPA) dalam naupli artemia pada perlakuan D lebih tinggi dari kandungan 20:5ω3 dalam naupli artemia pada perlakuan C. Sesuai dengan pernyataan Fujita et al (1980) dalam Syahrul (1995) yaitu artemia yang mempunyai kandungan asam lemak 20:5ω3 yang tinggi, mampu mendukung pertumbuhan yang lebih baik bagi organisme laut jika dibandingkan dengan artemia yang mempunyai kandungan asam lemak 20:5ω3 rendah.

Laju pertumbuhan harian anakan kuda laut selama penelitian yang tertinggi adalah perlakuan D (5,43%/hari), diikuti perlakuan C (5,34%/hari), B (5,33%/hari), E (5,23%/hari) dan

terendah A (5,03%/hari). Laju pertumbuhan harian anakan kuda selama

penelitian menunjukkan terjadinya penurunan dengan semakin bertambahnya umur (Tabel.1). Hal ini terjadi karena energi yang tersimpan dalam tubuh banyak terbuang seiring bertambahnya aktivitas anakan kuda laut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan harian anakan kuda laut sebanding dengan pertumbuhannya. Pertumbuhan anakan kuda laut berlangsung cepat karena tercukupinya kebutuhan asam lemak essensial terutama EPA dan DHA. Hal ini seiring dengan pendapat Kanazawa (1985) dalam

Syahrul (1995) yang menyatakan bahwa asam lemak ω3-HUFA, khususnya 20:5ω3 dalam jumlah yang relatif besar dibutuhkan oleh larva yang sedang dalam masa pertumbuhan.

Kualitas air selama penelitian masih menunjukkan angka yang relatif stabil sehingga masih mendukung untuk media pemeliharaan anakan kuda laut dengan suhu berkisar 27-29 oC, salinitas 32-33 ppt, pH 7,1-8,2, oksigen terlarut 5,3-6,5

(10)

Pertumbuhan dan Kelulushidupan Juvenil Kuda Laut (L. Santoso) mg/l, total amonia 0,03-0,09 ppm, dan

nitrit 0,097-0,123 ppm. Al – Qodri dan Sudaryanto (1993) menyatakan bahwa kualitas air yang baik untuk pemeliharaan anakan kuda laut adalah suhu berkisar 27,7-28,4 oC, salinitas 31-33 ppt, dan oksigen terlarut 5,1-6,4 ppm.

KESIMPULAN

Pemberian naupli artemia yang diperkaya squalene dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kelulushidupan dan pertumbuhan anakan kuda laut. Perlakuan pemberian naupli artemia yang diperkaya dengan squalene dengan dosis 0,9 g/l memberikan pengaruh terbaik yaitu dengan hasil tingkat kelulushidupan (69,97%), pertumbuhan panjang (2,67 cm) dan pertambahan berat (0,320 g), sekaligus sebagai perlakuan yang optimal.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Sujiharno selaku Kepala Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung yang telah memberikan banyak bantuan, baik berupa fasilitas ataupun bantuan yang lain selama penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Al Qodri, A.H., dan Sudaryanto. 1993. “Pemeliharaan Juwana Kuda Laut

(Hippocampus sp) di bak

Ttrkontrol”. Buletin Budidaya Laut.

Ditjenkan. BBL, Lampung. 7: 10–16

Al Qodri, A.H., dan Sudaryanto., K. Puja, dan Purwanto. 1998. “Rekayasa teknologi pemijahan Kuda Laut

(Hippocampus sp)”. Ditjenkan.

BBL, Lampung

Axelrod, H.R., W.E. Burges., and C.V. Emmens. 1988. “Exotic Marine Fishes”. Gramedia, Jakarta.

Effendie, M.I. 1979. “Metode Biologi Perikanan”. Yayasan Dewi Sri, Bogor.

Harefa, F. 1997. “Pembudidayaan Artemia untuk pakan udang dan ikan”. Penebar Swadaya, Jakarta Isnansetyo, A. 1992. “Nilai nutrisi

Artemia yang diperkaya dengan Asam Lemak Omega-3”. Buletin Budidaya Laut. Ditjenkan. BBL, Lampung. 5: 26 – 31

Isnansetyo, A. dan E. Widiastuti. 1992. “Kandungan nutrisi beberapa plankton”. Buletin Budidaya Laut.

Ditjenkan. BBL, Lampung. 4: 32 – 42

Jouncey, K dan Ross, B. 1982. “A Guide to Tillapia Feed and Feeding. Institute of Aquaculture” University of Stirling. Scotlandia.

Kusniastuty dan Y. Puja. 1992. “Produksi massal Rotifera (Brachionus

plicatilis) untuk menunjang

ketersediaan pakan larva Kakap Putih (Lates calcarifer)”. Buletin Budidaya Laut. Ditjenkan. BBL, Lampung. 5: 20 – 25

Kusdiarti, Asmanelli, dan Soeharmoko. 1999. “Penelitian pendahuluan perbedaan pemberian pakan terhadap kelulusan hidup anakan Kuda Laut”. Prosiding Temu Karya

(11)

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 2, No. 1, 2006 : 83 – 93 Ilmiah. Penelitian Menuju Program

Swasembada Pakan Ikan Budidaya. Puslitbangkan, Jakarta. Hlm.92-95. Nurhayati, S.M. 1996. “Pengaruh

pemberian squalene dengan dosis berbeda pada bioenkapsulasi

Artemia sp terhadap pertumbuhan

dan kelangsungan hidup stadia akhir larva Bandeng (Chanos chanos)”. Skripsi Jurusan Perikanan, FPIK, Universitas Diponegoro, Semarang. (tidak dipublikasikan).

Puja, Y., E. Juliati dan S.A. Indah. 1998. “Penyediaan pakan alami untuk pemeliharaan juwana Kuda Laut”. Ditjenkan. BBL, Lampung.

Redjeki, S., R.Purba, dan S.Murtiningsih. 1996. “Pengkayaan Artemia untuk meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva Kakap Putih (Lates calcarifer)”. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I.

Puslitbangkan, Jakarta. Hlm. 114-122.

Sargeloos, P. 1986. “The use artemia in aquaculture in the Brine Shrimp Artemia”. Volume VIII. Ecologi culturing and the Use Aquaculture. Universe Pers Wettern.

Sunyoto, Pramu. 1996. “Nutrisi jasad pakan sebagai salah satu kendala pada pembenihan ikan laut di Indonesia”. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I. Puslitbangkan, Jakarta. Hlm. 11-21. Syahrul. 1995. “Bioenkapsulasi Artemia

dengan w3-HUFA dosis berbeda, pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup anakan Kuda Laut (Hippocampus sp)”. Skripsi S1, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (tidak dipublikasikan)

Waspada, Y. Setiawan dan M.Rodif. 1991. “Pengaruh berbagai peningkatan gizi Rotifera

(Brachionus plicatilis) terhadap

pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva Ikan Kerapu Macan

(Epinephelus fuscoguttatus)”. Jurnal

Penelitian Budidaya Pantai.2: 57 – 56.

Watanabe, T., et al. 1980. “The production of food organisme with particular emphasis on rotifer”. Coastal Aqua, Songkla, Thailand.

Gambar

Gambar  1.  Histogram rata-rata  tingkat  kelulushidupan  anakan  kuda laut
Gambar 4. Histogram pertumbuhan harian  anakan kuda laut

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kebisingan di Jalan Raya Ciomas serta menentukan jenis pagar vegetasi dan dinding tembok yang paling efektif sebagai

Penelitian yang dilakukan oleh Stubben (2010) mengenai model revenue dan model akrual dalam mendeteksi manajemen laba dari pendapatan dan beban yang

Menurut Martorella (Etin solihatin dan Raharjo,2007). IPS juga merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,

Metode mubahatsah ini, sudah menjadi bagian dari kurikulum yang ditetapkan oleh kepengurusan pondok pesantren Khatamun Nabiyyin sejak awal berdirinya. Pelaksanaan

Faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan dalam sebuah perusahaan dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan perusahaan salah satunya adalah

LDR secara parsial memiliki pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap ROA dan berkontribusi sebesar 3.6 persen terhadap perubahan ROA pada Bank Umum Swasta Nasional

Grammatically, we use to be going to for making report predictions about activities or events over which we have no control (we can ‟ t arrange these); so, in this sentence we

Cicioğlu (1995) yaptığı çalışmada deney grubu sporcularının antrenman öncesi ve sonrası yatay sıçrama değerlerinde istatistiksel olarak anlamlı bir