• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umun Komoditi Wortel

Wortel (Daucus carota L.) merupakan salah satu tanaman yang termasuk dalam kelas umbi-umbian yang tumbuh sepanjang tahun. Tanaman ini dapat tumbuh dengan sempurna baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan. Wortel mengandung nutrisi vitamin A yang lebih tinggi yang berguna untuk pemeliharaan mata dan selaput mata. Wortel bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu berasal dari Asia Timur Dekat dan Asia Tengah. Ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu. Budidaya wortel pada mulanya terjadi di daerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia dan akhirnya ke seluruh bagian dunia yang telah terkenal daerah pertaniannya (Rukmana, 1995).

Dalam taksonomi tumbuhan, wortel diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-Divisi : Angiospermae

Klas : Dicotyledonae Ordo : Umbelliferales

Famili : Umbelliferae (Apiaceae) Genus : Daucus

Spesies : Daucus carrota L.

Sunarjono (2006) mengelompokkan jenis wortel berdasarkan umbinya ke dalam tiga golongan, yaitu :

1. Tipe imperatur, golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang dengan ujung runcing, mirip bentuk kerucut.

2. Tipe chantenay, golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang dengan ujung tumpul dan tidak berakar serabut.

3. Tipe nantes, golongan wortel yang mempunyai bentuk umbi tipe peralihan antara bentuk imperator dan tipe chantenay.

(2)

11 2.2 Kandungan Gizi

Wortel (Daucus carota L) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berasal dari kelompok sayuran dan memiliki berbagai sumber vitamin A karena mengandung ß-karoten. Selain itu, wortel juga mengandung beberapa zat gizi dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh seperti : protein, karbohidrat, kalsium, besi, dan fosfor. Berikut merupakan data mengenai kandungan kimia pada umbi wortel (100 gr).

Tabel 5. Komposisi Kandungan Kimia Wortel Gizi Wortel dalam Setiap 100 gr Umbi Wortel

Kandungan Gizi Satuan Jumlah

Energi kal 42,00 Protein gr 1,20 Lemak gr 0,30 Karbohidrat gr 9,30 Kalsium mg 39,00 Fosfor mg 37,00 Besi mg 0,80 Vitamin A Si 12000,00 Vitamin B1 mg 0,06 Vitamin m 6,0 Sumber : www.iptek.net.id

Wortel merupakan bahan pangan (sayuran) yang digemari dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahkan mengkonsumsi wortel sangat dianjurkan, terutama untuk menghadapi masalah kekurangan vitamin A. Dalam setiap 100 gram bahan mengandung 12.000 S.I vitamin A. Merupakan bahan pangan bergizi tinggi, harga murah dan mudah mendapatkannya

2.3 Syarat Tumbuh

Di Indonesia wortel umunya ditanam di dataran tinggi pada ketinggian 1.000-1.200 m dpl. tetapi dapat pula ditanam di dataran medium (ketinggian lebih dari 500 m dpl.), akan tetapi produksi dan kualitas yang dihasilkan kurang memuaskan. Untuk dapat tumbuh dengan baik wortel memerlukan beberapa syarat tumbuh, antara lain :

(3)

12 2.3.1 Iklim

a. Tanaman wortel merupakan sayuran dataran tinggi. Tanaman wortel pada permulaan tumbuh menghendaki cuaca dingin dan lembab. Tanaman ini bisa ditanaman sepanjang tahun baik musim kemarau maupun musim hujan. b. Tanaman wortel membutuhkan lingkungan tumbuh dengan suhu udara yang dingin dan lembab. Untuk pertumbuhan dan produksi umbi dibutuhkan suhu udara optimal antara 15,6-21,1 derajat celcius. Suhu udara yang terlalu tinggi (panas) seringkali menyebabkan umbi kecil-kecil (abnormal) dan berwarna pucat/kusam. bila suhu udara terlalu rendah (sangat dingin), maka umbi yang terbentuk menjadi panjang kecil.

2.3.2 Media Tanam

a. Keadaan tanah yang cocok untuk tanaman wortel adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (humus), tata udara dan tata airnya berjalan baik (tidak menggenang).

b. Jenis tanah yang paling baik adalah andosol. Jenis tanah ini pada umumnya terdapat di daerah dataran tinggi (pegunungan).

c. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada keasaman tanah (pH) antara 5,5-6,5 untuk hasil optimal diperlukan pH 6,0-6,8. Pada tanah yang pH-nya kurang dari 5,0, tanaman wortel akan sulit membentuk umbi.

d. Demikian pula tanah yang mudah becek atau mendapat perlakuan pupuk kandang yang berlebihan, sering menyebabkan umbi wortel berserat, bercabang dan berambut.

Pada umumnya, jumlah produksi sayur-sayuran akan ditentukan dari proses budidaya sayur-sayuran itu sendiri, begitu pula dengan wortel. Semakin tepat teknik budidaya yang dilakukan, maka semakin besar pula kemampuan seorang petani untuk menghasilkan komoditi atau output. Berikut adalah standart operating prosedure (SOP) dalam good agricultural practised sesuai dengan rujukan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian :

(4)

13 1. Pembibitan

Untuk mendapatkan hasil yang optimal, sumber benih yang menjadi bibit harus memenuhi syarat antara lain tanaman tumbuh subur dan kuat, bebas hama dan penyakit/sehat, bentuknya seragam, dari jenis yang berumur pendek, berproduksi tinggi. Wortel diperbanyak secara generatif (dengan biji). Sebelum ditanam, dilakukan terlebih dahulu penyemaian.

2. Penyemaian Benih

Biji wortel di taburkan langsung di tempat penanaman, dapat disebarkan merata di bedengan atau dengan dicicir memanjang dalam barisan. Jarak barisan paling tidak 15 cm, kemudian kalau sudah tumbuh dapat dilakukan penjarangan sehingga tanaman wortel itu berjarak 3-5 cm satu sama lain. Kebutuhan benih untuk penanaman setiap are antara 150-200 gram. Para petani sayuran jarang menggunakan lebih dari 10 kg benih untuk tiap hektar. Biji wortel akan mulai berkecambah setelah 8-12 hari.

3. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Selama ditanam, pemeliharaan wortel relatif mudah, yakni penyiangan bersamaan dengan pemupukan pada waktu tanaman berumur 1 bulan sejak tanam. Pupuk yang diberikan berupa ZA 2 kuintal dan ZK 1 kuintal/hektar diletakkan sejauh 5 cm dari batangnya, baik sejajar dengan barisan maupun dilarutkan dalam air untuk disiramkan kepada tanah. Untuk merangsang pembentukkan umbi yang optimal perlu ditunjang pembubunan dan pengguludan sekaligus memperjarang tanaman yang tumbuhnya sangat rapat. Sisakan tanaman yang pertumbuhannya baik dan sehat pada jarak 5-10 cm. Untuk mengendalikan hama serangga Semiaphis aphid dan S. daucisi penyerang daun serta lalat Psilarosae pelubang umbi wortel perlu disemprot insektisida yang dianjurkan, misal Folidol 0,2 persen.

4. Persiapan Media Tanam

Mula-mula tanah dicangkul sedalam 40 cm, dan diberi pupuk kandang atau kompos sebanyak 15 ton setiap hektarnya. Tanah yang telah diolah itu diratakan dan dibuat alur sedalam 1 cm dan jarak antara alur 15-20 cm. Areal yang akan

(5)

14 dijadikan kebun wortel, tanahnya diolah cukup dalam dan sempurna, kemudian diberi pupuk kandang 20 ton/ha, baik dicampur maupun menurut larikan sambil meratakan tanah. Idealnya dipersiapkan dalam bentuk bedengan-bedengan selebar 100 cm dan langsung dibuat alur-alur/larikan jarak 20 cm, hingga siap ditanam. 5. Pemupukan Dasar

a. Sebarkan pupuk kandang yang telah matang (jadi) sebanyak 15-20 ton/ha di permukaan bedengan, kemudian campurkan dengan lapisan tanah atas secara merata. Pada tanah yang masih subur (bekas kubis atau kentang), pemberian pupuk dapat ditiadakan.

b. Ratakan permukaan bedengan hingga tampak datar dan rapi. 6. Penanaman

Tata cara penanaman (penaburan) benih wortel melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. Sebarkan (taburkan) benih wortel secara merata dalam alur-alur/garitan-garitan yang tersedia.

b. Tutup benih wortel dengan tanah tipis sedalam 0,5-1 cm.

c. Buat alur-alur dangkal sejauh 5 cm dari tempat benih arah barisan (memanjang) untuk meletakkan pupuk dasar. Jenis pupuk yang diberikan adalah campuran TSP ± 400 kg (± 200 kg P2 O5/ha) dengan KCl 150 kg (± 75 kg K2O/ha).

d. Sebarkan pupuk tersebut secara merata, kemudian tutup dengan tanah tipis.

e. Tutup tiap garitan (alur) dengan dedaunan kering atau pelepah daun pisang selama 7-10 hari untuk mencegah hanyutnya benih wortel oleh percikan (guyuran) air sekaligus berfungsi menjaga kestabilan kelembaban tanah. Setelah benih wortel tumbuh di permukaan tanah, penutup tadi segera di buka kembali.

7. Pemeliharaan Tanaman

Penjarangan tanaman wortel dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam. Tujuan penjarangan adalah untuk memperoleh tanaman wortel cepat tumbuh dan subur, sehingga hasil produksinya dapat tinggi. Rumput-rumput

(6)

15 liar (gulma) yang tumbuh disekitar kebun merupakan pesaing tanaman wortel dalam kebutuhan air, sinar matahari, unsur hara dan lain-lain, sehingga harus disiangi. Waktu penyiangan biasanya saat tanaman wortel berumur 1 bulan, bersamaan dengan penjarangan tanaman dan pemupukan susulan. Rumput liar yang tumbuh dalam parit dibersihkan agar tidak menjadi sarang hama dan penyakit.

Untuk pemupukan, jenis pupuk yang digunakan untuk pemupukan susulan adalah urea atau ZA. Dosis pupuk yang adalah urea 100 kg/ha atau ZA 200 kg/ha. Waktu pemberian pupuk susulan dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyiangan, yakni pada saat tanaman wortel berumur 1 bulan. Cara pemupukan yang baik adalah dengan menyebarkan secara merata dalam alur-alur atau garitan-garitan dangkal atau dimasukkan ke dalam lubang pupuk (tugal) sejauh 5-10 cm dari batang wortel, kemudian segera ditutup dengan tanah dan disiram atau diairi hingga cukup basah.

Sedangkan untuk kegiatan pengairan dan penyiraman, pada fase awal pertumbuhannya tanaman wortel memerlukan air yang memadai, sehingga perlu disiram (diairi) secara kontinue 1-2 kali sehari, terutama pada musim kemarau. Bila tanaman wortel sudah tumbuh besar, maka pengairan dapat dikurangi. Hal penting yang harus diperhatikan adalah agar tanah tidak kekeringan. Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida Furadan 3 G atau Indofuran 3 G pada saat tanam atau disemprot Hostathion 40 EC dan lain-lain pada konsentrasi yang dianjurkan.

8. Panen

Ciri-ciri tanaman wortel sudah saatnya dipanen adalah sebagai berikut: a. Tanaman wortel yang telah berumur ± 3 bulan sejak sebar benih atau

tergantung varietasnya. Varietas Ideal dipanen pada umur 100-120 hari setelah tanam (hst).

b. Ukuran umbi telah maksimal dan tidak terlalu tua. Panen yang terlalu tua (terlambat) dapat menyebabkan umbi menjadi keras dan berkatu, sehingga kualitasnya rendah atau tidak laku dipasarkan. Demikian pula panen terlalu awal hanya akan menghasilkan umbi berukuran kecil-kecil, sehingga produksinya menurun (rendah).

(7)

16 Cara panen wortel yaitu dengan mencabut seluruh tanaman bersama umbinya. Tanaman yang baik dan dipelihara secara intensif dapat menghasilkan umbi antara 20-30 ton/hektar.

9. Pascapanen

Kumpulkan seluruh rumpun (tanaman) wortel yang usai dipanen pada suatu tempat yang strategis, misalnya di pinggir kebun yang teduh, atau di gudang penyimpanan hasil. Penyortiran dan penggolongan dilakukan dengan memisahkan umbi yang rusak, cacat, atau busuk secara tersendiri dan klasifikasikan umbi wortel yang baik berdasarkan ukuran dan bentuknya yang seragam. Untuk penyimpanan, simpan hasil panen wortel dalam wadah atau ruangan yang suhunya dingin dan berventilasi baik. Tahap selanjutnya yaitu pengemasan dan pengangkutan. Pengemasan dilakukan sesuai dengan pasar atau konsumen yang dituju, misalnya untuk sasaran pasar Swalayan, Gelael, Hero, dan lain-lain di kota-kota besar, sedangkan untuk pasar tradisional wortel biasanya diikat menjadi ikatan-ikatan tertentu sehingga praktis dalam pengangkutan dan penyimpanannya. Setekah itu, diangkut ke pasar dengan menggunakan alat angkut yang tersedia di daerah setempat.

2.4 Studi Penelitian Terdahulu

Beberapa judul penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan sistem tataniaga, diantaranya adalah :

Analisis Tataniaga Ubi Jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan tenjolayan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yang diteliti oleh (Purba, 2010). Tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga, diantaranya petani, pedagang pengumpul tingkat pertama (pedagang pengumpul desa / tengkulak), pedagang pengumpul tingka kedua (bandar besar), pedagang grosir (pedagang pasar induk), pedagang pengecer. Saluran tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang memiliki tiga saluran, yaitu saluran tataniaga pertama merupakan saluran tataniaga antara petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pabrik keripik (saluran tataniaga terpendek). Saluran tataniaga kedua yaitu saluran tataniaga antara petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua –

(8)

17 pedagang grosir – pedagang pengecer – konsumen (saluran tataniga terpanjang). Sedangkan saluran tataniaga ketiga yaitu antara petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir – konsumen. Dari ketiga saluran tataniaga tersebut, saluran tataniaga yang relatif lebih efisien adalah saluran tataniaga pertama, karena memiliki marjin tataniaga terkecil yaitu sebesar Rp 325/kg dan farmer’s share terbesar yaitu sebesar 74,51 persen. Sementara saluran tataniaga yang relatif kurang efisien karena memiliki marjin tataniaga dan farmer’s share terkecil yaitu masing-masing sebesar Rp 1.550/kg dan 38 persen.

Penelitian mengenai Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dilakukan oleh Maryani (2008) dengan tujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan usahatani kedelai, mengkaji saluran tataniaga, struktur pasar dan permasalahan yang ada di setiap pelaku pasar, dan menganalisis tingkat efisiensi tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Untuk tataniaga digunakan penelusuran saluran tataniaga, analisis margin pemasaran, analisis struktur pasar, dan analisis efisiensi tataniaga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat dua saluran tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kecamatan Cianjur, Jawa Barat. Dua saluran tataniaga tersebut yakni saluran tataniaga kedelai polong tua dan saluran tataniaga polong muda. Saluran tataniaga kedelai polong muda yaitu, kedelai yang dihasilkan oleh petani kemudian didistribusikan kepada pedagang pengumpul dan didistribusikan kembali ke pedagang Pasar Induk di Parung. Sedangkan untuk saluran tataniaga kedelai polong tua terdapat delapan saluran saluran tataniaga yang digunakan oleh petani hingga sampai produk sampai kepada konsumen akhir. Struktur yang dihadapi antara petani dan pedagang pengumpul, petani dan pedagang Kecamatan, serta antara petani dan pedagang besar adalah persaingan dan oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah persaingan, sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh Kecamatan adalah oligopsoni. Berdasarkan perhitungan margin tataniaga total margin tataniaga, yaitu Rp 1.000/kg dan farmer’s share yang paling tinggi yaitu sebesar 77,78 persen.

(9)

18 Sihombing (2010) melakukan penelitian mengenail Analisis Sistem Tataniaga Nenas Bogor di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasaran nenas Bogor di Desa Cipelang memiliki tiga pola saluran pemasaran dan melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Adapun lembaga pemasaran yang terlibat diantaranya pedagang pengumpul desa, pengecer dan pedagang besar. Ketiga pola saluran pemasaran tersebut yaitu pola saluran pertama adalah petani – pedala petani – pedagang gang pengumpul desa – pedagang besar / grosir – pedagang pengecer – konsumen lokal (saluran terpanjang). Pada pola pemasaran pertama rantai tataniaga nenas yang digunakan oleh 17 orang petani responden (85 persen dari total petani reponden). Pola saluran pemasaran kedua yaitu petani – pedagang pengumpul desa – konsumen (pedagang pengolah), pola pemasaran ini hanyta digunakan oleh satu pedagang pengumpul desa (PPD) yang menjadi responden. Pedagang pengumpul desayang terlibat dalam saluran ini adalah pedagang pengumpul desa (PPD) yang menjual nenas terhadap pedagang pengolah (processors and manufacture). Sedangkan pola pemasaran ketiga adalah petani – pedagang pengecer – konsumen lokal, pada pola pemasaran ini hanya digunkan oleh 3 orang responden (15 pesen dari total petani responden).

Dari ketiga pola pemasaran tersebut margin pemasaran yang paling besar terdapat pada saluran pertama yaitu sebesar Rp 1.000, hal ini disebabkan karena saluran satu merupakan rantai atau saluran pemasaran terpanjang dalam mendistribusikan nenas ke konsumen akhir dari semua saluran pemasaran yang ada. Sedangkan untuk saluran pemasaran kedua dan ketiga margin pemasarannya hanya sebesar Rp 500 dan Rp 700 karena kedua saluran pemasaran tesebut tidak banyak melibatkan lembaga pemasaran dalam mendistribusikan nenas, bahkan hanya melibatkan satu lembaga pemasaran sehingga menghasilkan saluran pemasaran yang relatif pendek. Secara operasional dari ketiga jalur yang ada jalur dua merupakan jalur yang paling efisien, hal ini terlihat dari margin pemasaran yang rendah dan farmer’s share yang paling tinggi serta keuntungan terhadap biaya yang tinggi dengan volumen penjualan 2.100/minggu atau sekitar 62,59 persen dari total produksi petani.

(10)

19 Rachma (2008) melakukan penelitian tentang Efisiensi Tataniaga Cabai Merah, (Studi kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat). Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima jenis saluran tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum. Saluran tataniaga 1 (pedagang pengumpul – pedagang grosir – pedagang pengecer ke 2), saluran tataniaga Ii (pedagang pengumpul – pedagang grosir – pedagang pengecer 1 – pedagang pengecer 2), saluran tataniaga III (pedagang pengumpul – pedagang grosir – pedagang pengecer 2), saluran tataniaga IV (pedagang pengumpul – pedagang pengecer 1 – pedagang pengecer 2), dan saluran tataniaga V (pedagang pengumpul dan pedagang pengecer 1). Berdasarkan kelima saluran tataniaga tersebut, terlihat bahwa 100 persen cabai merah dijual petani ke pedagang pengumpul. Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan bahwa marjin terbesar terdapat pada saluran II, III, dan IV, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I dan V. Struktur pasar yang terbentuk dalam tataniaga cabai merah adalah bersaing tidak sempurna, maka setelah dianalisis tidak ada keterpaduan. Persaingan yang tidak sempurna dalam tataniaga cabai merah ini menunjukkan bahwa sistem tataniaga cabai merah di lokasi penelitian belum efisien.

Penelitian Peranginangin (2011) dengan judul Analisis Tataniaga Markisa Ungu di Kabupaten Karo dengan studi kasus di Desa Sebaraya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara menganalisis mengenai tataniaga dan tingkat efisiensi tataniaga markisa ungu serta menemukan alternatif saluran tataniaga yang lebih efisien secara relatif jika dibandingkan dengan tataniaga yang lain. Tataniaga markisa ungu merupakan serangkaian kegiatan bisnis dalam menyalurkan markisa ungu mulai dari tingkat petani hingga konsumen akhir. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa lembaga tataniaga yang terlibat yaitu diantaranya petani, pedagang pengumpul (perkoper), grosir, pabrik pengolah, pedagang antar kota, pedagang pengecer, toko minuman serta cafe minuman. Namun selain kedelapan lembaga tataniaga tersebut, dalam penelitian ini “tukang kilo” (pemilik alat timbangan/jasa penimbangan markisa ungu) juga menjadi pelaku tataniaga. Saluran tataniaga yang dihasilkan pada penelitian ini sebanyak 7 saluran tataniaga. Saluran 1 : petani – pabrik pengolahan – toko minuman – konsumen. Saluran 2 : petani –

(11)

20 pedagang pengumpul - grosir – pabrik pengolah – toko minuman – konsumen. Saluran 3 : petani – pedagang pengumpul – grosir – pedagang antar kota – pedagang pengecer luar kota – konsumen. Saluran 4 : petani – grosir – pabrik pengolah – toko minuman – konsumen. Saluran 5 : petani – grosir – pedagang antar kota – pedagang pengecer luar kota – konsumen. Saluran 6 : petani pedagang pengecer lokal – konsumen. Dan saluran 7 : petani – toko minuman – konsumen.

Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Dari ketujuh saluran tataniaga yang dihasilkan saluran tataniaga yang paling efisien secara relatif dibandingkan dengan saluran tataniaga yanag lain dengan produk akhir sirup markisa adalah saluran tataniaga 1. Sedangkan saluran tataniaga yang efisien secara relatif dengan produk akhir buah markisa yaitu saluran tataniaga 5. Namun secara keseluruhan, saluran tataniaga 1 merupakan saluran tataniaga yang paling efisien secara relatif jika dibandingkan dengan saluran tataniaga yang lain yaitu dengan nilai farmer’s share 18,75 persen, margin tataniaga 81,25 persen, penerimaan bersih petani Rp 2.710/kg dan mampu menampung 19,43 persen volume markisa yang dihasilkan petani dengan nilai penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya relatif merata. 2.5 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu

Secara umum pemasaran maupun pendistribusian komoditas agribsinis masih belum mengarah kepada bentuk pasar yang efisien secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat pada kurang meratanya margin yang dihasilkan pada lembaga yang terlibat salah satunya yaitu petani sebagai produsen dan menjadi titik awal dalam tataniaga. Disamping itu, struktur pasar juga masih belum mengarah kepada pasar persaingan sempurna sehingga pada umumnya sangat merugikan pihak petani, yang dimana penentuan harga dilakukan oleh lembaga pemasaran diatas petani dan petani hanya sebagai penerima harga (price taker).

Berdasarkan uraian diatas maka sangat perlu dalam pengkajian mengenai saluran pemasaran. Pada umumnya penelitian mengenai saluran pemasaran yang dianalisis yaitu bagaimana saluran tataniaga beserta fungsi masing-masing lembaga yang terlibat di dalamnya, perilaku para pelaku pasar, struktur pasar yang

(12)

21 terbentuk pada setiap lembaga, serta keragaan pasar yang di ukur melalui margin tataniaga, bagian yang diterima oleh petani, rasio keuntungan dan biaya serta keterpaduan pasar.

Pada penelitian ini yang akan dianalisis yaitu mengenai Sistem Tataniaga Wortel. Terdapat beberapa persamaan dengan beberapa penelitan terdahulu yang telah dilakukan seperti pada penggunaan alat analisis untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga, struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat, serta efisiensi saluran tataniaga berdasarkan margin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Namun pada penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitan yang dilakukan yaitu cakupan daerah yang dikaji dan dari segi komoditas yaitu Wortel.

Tabel 6. Studi Penelitian Terdahulu Tentang Analisis Tataniaga

No Peneliti Judul Alat Analisis

1 Purba (2010)

Analisis Tataniaga Ubi Jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan tenjolayan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

Kelembagaan, fungsi-fungsi dan saluran tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, margin tataniaga, farmer’s share, R/C rasio

2 Meryani (2008)

Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

Analisis pendapatan usahatani, R/C rasio, margin tataniaga, farmer’s share, analisis struktur pasar

3 Sihombing (2010)

Analisis Sistem Tataniaga Nenas Bogor di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Analisis deskriptif, saluran tataniaga, struktur dan perilaku pasar, margin pemasaran, R/C rasio, dan farmer’s share

4 Rachma

(2008)

Efisiensi Tataniaga Cabai Merah, (Studi kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat)

Analisis deskriptif, saluran tataniaga, struktur dan perilaku pasar, margin pemasaran, R/C rasio, dan farmer’s share

5 Peranginangin (2011)

Analisis Tataniaga Markisa Ungu di Kabupaten Karo dengan studi kasus di Desa Sebaraya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara

Kelembagaan, fungsi-fungsi dan saluran tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, margin tataniaga, farmer’s share, R/C rasio

Gambar

Tabel 6.  Studi Penelitian Terdahulu Tentang Analisis Tataniaga

Referensi

Dokumen terkait

Semasa tempoh Promosi, Ahli Kad layak menikmati potongan 10% pada pakej perjalanan eksklusif yang dinyatakan dalam Lampiran A dengan membuat tempahan melalui

Pada komponen afektif, individu yang terlibat dalam perilaku bullying tidak mampu merasakan kondisi emosional individu lain yang menjadi sasaran, pelaku bullying tidak

membina dan mengendalikan tugas – tugas di bidang pengkoordinasian, pengkomandoan dan pelaksanaan penanggulangan bencana yang meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi

Kedua, Imam Malik menganggap bahwa perbuatan liwath adalah perbuatan jarimah (tindak pidana) karena ia sama seperti dengan perbuatan zina yang dikategorikan

kemungkinannya untuk mengeliminasi seluruh risiko dari sebuah proyek. Strategi ini menggambarkan bahwa tim proyek telah memutuskan untuk tidak merubah rencana manajemen proyek

Dengan memanfaatkan penyedot debu portebel sebagai mesin utama penghisapnya ditunjang dengan motor DC sebagai motor penggerak roda belakang alat ini, servo

Proyek Akhir dengan judul Perancangan Komunikasi Visual “Semarang Hidden Travelling” Sebagai Bentuk Destinasi Wisata Baru dan Berbeda di Semarang disusun sebagai salah satu

diminta menandatangani atau cap sidik jari surat pernyataan kesediaan menjadi responden penelitian bagi yang bersedia berpartisipasi dalam kegiatan penelitian. 3)