• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TATANIAGA WORTEL (Daucus Carota L) DI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TATANIAGA WORTEL (Daucus Carota L) DI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TATANIAGA WORTEL (Daucus Carota L)

DI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR

JAWA BARAT

SKRIPSI

ASTRID NUR AMALIA H34104017

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

ii

RINGKASAN

ASTRID NUR AMALIA. Analisis Tataniaga Wortel (Daucus Carota L) di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan Joko Purwono)

Komoditas holtikutura seperti sayur, tanaman hias (florikultura), tanaman obat-obatan (biofarmaka) dan buah-buahan. Salah satu bisnis yang berpotensi untuk diusahakan di Indonesia yaitu bisnis sayuran. Dilihat dari laju pertumbuhannya, peningkatan kontribusi sayur merupakan kontribusi terbesar dari komoditas hortikultur lainnya yaitu sebesar 18,5 persen Hal ini menunjukkan bahwa sayur-sayuran menunjukkan nilai ekonomis yang terus meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan juga oleh adanya peningkatan konsumsi sayuran. Didukung juga dari adanya program Kementrian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura berupa GEMA Sayuran pada tahun 2009. Gerakan Makan Sayuran (GEMA sayuran) merupakan kegiatan promosi dan kampanye intensif untuk meningkatkan citra, apresiasi dan cinta akan produk sayuran nasional.

Beberapa komoditi sayuran unggulan yang ada, wortel merupakan komoditi yang peningkatannya sangat signifikan. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang hasil produksi wortelnya berkontribusi sebesar 21,89 persen dari produksi nasional setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Oleh sebab itu pembudidaya wortel banyak ditemukan di Jawa Barat. Jawa Barat juga merupakan provinsi konsentrasi awal wortel yang berpusat di daerah Lembang dan Cianjur. Sampai saat ini, daerah tersebut masih menjadi sentra wortel. Salah satu sentra produksi wortel sayuran di Kabupaten Cianjur ialah Kecamatan Pacet dan Cugenang.

Sebagai salah satu sentra wortel, Kecamatan Pacet memproduksi wortel dalam volume yang besar. Produksi yang besar ini selanjutnya akan dikirim ke pasar hingga sampai ke konsumen akhir. Agar dapat sampai kepada konsumen akhir adanya lembaga tataniaga sangat berperan dalam pendistribusian komoditi wortel tersebut. Adanya rantai pasok atau tataniaga menyebabkan adanya gap atau perbedaan harga yang cukup tinggi antara haraga ditingkat petani dan harga yang diterima konsumen akhir.

Analisis tataniaga pada pola saluran pemasaran wortel perlu dilakukan sehingga dapat diketahui saluran mana yang lebih efisien. Dan diharapkan dengan pola saluran pemasaran yang efisien dapat diketahui saluran pemasaran yang dapat mendatangkan manfaat bagi petani dan lembaga yang terlibat dari saluran pemasaran yang efisien tersebut.

Penelitian ini mengangkat topik mengenai analisis tataniaga wortel di Kecamatan Pacet dengan perumusan masalah bagaimana saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga? Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga? Bagaimana efisiensi saluran tataniaga wortel berdasarkan margin tataniaga,

farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya? Penelitian ini bertujuan menganalisis

saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga, struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga-lembaga

(3)

iii tataniaga, efisiensi saluran tataniaga wortel berdasarkan margin tataniaga,

farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya.

Pengambilan sampel dilakukan pada tiga desa yang ditentukan secara

purposive yakni tiga desa yang menurut Balai Pengembangan Budidaya Tanaman

Pangan dan Hortikultura (BPBTPH) Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur dan didukung juga data dari Badan Pusat Statistik (Kecamatan Pacet dalam Angka; Lampiran 5) sebagai desa yang memproduksi wortel dalam jumlah yang paling besar. Tiga desa tersebut antara lain Ciherang, Cipendawa dan Sukatani. Penarikan sampel petani menggunakan metode convenience sampling yaitu dalam memilih sampel berdasarkan kemudahan (petani yang kebetulan sedang melakukan panen atau pasca panen). Akhirnya diperoleh jumlah petani responden sebanyak 20 petani yaitu 5 petani dari Desa Ciherang, 6 petani dari Desa Cipendawa, dan 9 petani dari Desa Sukatani. Responden lembaga-lembaga tataniaga dilakukan dengan metode snowball sampling yaitu mengikuti alur pemasaran hingga produk sampai ke konsumen dengan menelusuri saluran pemasaran wortel di daerah penelitian berdasarkan informasi yang diperoleh dari pelaku pasar yaitu mulai dari tingkat petani sampai pedagang pengecer. Jumlah pedagang yang dijadikan responden terdiri dari enam orang pedagang pengumpul kebun yang berlokasi di Kecamatan Pacet, pedagang besar berjumlah lima orang masing-masing satu pedagang besar yang berwilayah di STA dan empat pedagang besar yang berwilayah di Kecamatan Pacet, serta tiga pedagang pengecer yang berlokasi masing-masing di pasar TU Bogor, Pasar Induk Jakarta, Pasar Senen.

Saluran tataniaga wortel di Kecamatan Pacet melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu petani, pedagang pengumpul kebun (PPK), Sub Terminal Agribisnis (STA), pedagang besar sampai pedagang pengecer. Tataniaga di Kecamatan Pacet terdapat empat saluran tataniaga. Masing-masing lembaga tataniaga menghadapi fungsi-fungsi pemasaran, struktur, perilaku pasar dan keragaan pasar yang berbeda. Fungsi–fungsi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat meliputi fungsi fisik, fungsi pertukaran dan fungsi fasilitas yang sudah dilakukan cukup baik, namun belum sepenuhnya dapat dilakukan oleh petani. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani, PPK dan sebagian pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, sedangkan struktur pasar yang dihadapi STA dan pedagang besar cenderung mengarah ke pasar oligopoli. Sedangkan pedagang pengecer (supermarket) menghadapi struktur pasar oligopoli. Perilaku pasar yang dihadapi dalam praktek penjualan dan pembelian telah menjalin kerjasama yang erat dan cukup baik antara lembaga tataniaga. Marjin terbesar terdapat pada saluran II dan terkecil pada saluran III. Secara operasional dari empat pola saluran tataniaga yang ada saluran tataniaga III lebih efisien jika dilihat dari nilai margin yang merata di setiap lembaga.

(4)

iv

ANALISIS TATANIAGA WORTEL (Daucus Carota L)

DI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR

JAWA BARAT

ASTRID NUR AMALIA H34104017

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(5)

v Judul Skripsi : Analisis Tataniaga Wortel (Daucus carota L) di

Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur – Jawa Barat

Nama : Astrid Nur Amalia

NIM : H34104017

Menyetujui, Pembimbing

Ir. Joko Purwono, MS NIP 19600606 1986011 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002

(6)

vi PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Tataniaga Wortel (Daucus Carota L) di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur – Jawa Barat” belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali sebagai bahan-bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah.

Bogor, November 2012

Astrid Nur Amalia H34104017

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 3 Desember 1988. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak H Amirudin dan Ibunda Yati Supriyati.

Jenjang pendidikan yang dilalui penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak di TK Akbar Bogor, Jawa Barat dan selesai pada tahun 1995. Sekolah dasar diselesaikan di SDN Pengadilan 3 Bogor dan pendidikan menengah di SMPN 2 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Plus Yayasan Persaudaraan Haji Bogor (YPHB) dan lulus pada tahun 2007. Setelah itu, penulis diterima melalui jalur USMI di Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Manajemen Agribisnis. Penulis juga melanjutkan pendidikannya ke jenjang sarjana pada program Alih Jenis di Institut Pertanian Bogor Departemen Agribisnis. Penulis berpengalaman bekerja di PT Sinarmas Multifinance pada tahun 2010 hingga 2011 dan di PT Bank Negara Indonesia (BNI) mulai tahun 2011 sampai saat penyusunan skripsi ini.

(8)

viii KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT. karena telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Sistem Tataniaga Wortel (Daucus Carota L) di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur – Jawa Barat” sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem tataniaga wortel. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi bagi semua pihak yang berkepentingan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan sehingga diperlukan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing dan dosen penguji serta teman-teman maupun pihak-pihak atas saran dan masukannya hingga terselesaikannya skripsi ini.

Bogor, November 2012

Astrid Nur Amalia H34104017

(9)

ix UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat sehingga skripi dapat terselaisaikan. Penulis juga pada kesempatan ini ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan, serta dukungan moril kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Suprehatin, SP, M.AB selaku dosen evaluator pada seminar proposal atas saran dan masukan-masukan untuk perbaikan penelitian dan skrpsi ini.

3. Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si selaku doseng penguji utama dalam sidang skripsi yang memberikan banyak saran dan ilmu untuk perbaikan skripsi ini. 4. Rahmat Yanuar SP, M.Si selaku dosen penguji akademis atas arahan serta

saran dan ilmu dalam perbaikan skripsi.

5. Kedua orang tua (Amirudin, SE dan Yati Supriyati), kakak (Arifiandi Rachman, SE) dan seluruh keluarga besar atas doa, perhatian dan dukungan baik moril maupun materil.

6. Arya Prathama, SE beserta keluarga yang selalu memberi dukungan dan semangat.

7. Fitriani, SE selaku pembahas seminar yang telah memberikan saran dan kritikan yang membangun.

8. Bpk Santoso pimpinan CV. Segar atas segala informasi yang diberikan dalam proses pengumpulan data.

9. Petugas Kantor Kepala Desa Sukatani, Ciherang dan Cipendawa atas bantuan dalam memperoleh informasi dan responden.

10. Seluruh petani responden di Kecamatan Pacet, PPK, pedagang besar, STA (Bapak Ujang Majudin), dan pedagang pengecer atas kesediannya dalam memberikan data dan informasi yang sangat berguna untuk penelitian ini. 11. Ulfah Dwi Agustini, SE serta rekan-rekan Agribisnis Alih Jenis 1 yang telah

memberikan saran membangun serta kebersamaan dan kerjasamanya.

12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I ... 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian ... 8 1.4 Manfaat Penelitian ... 8 1.5 Ruang Lingkup ... 9 BAB II ... 10 TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Tinjauan Umun Komoditi Wortel ... 10

2.2 Kandungan Gizi ... 11

2.3 Syarat Tumbuh ... 11

2.4 Studi Penelitian Terdahulu ... 16

2.5 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu... 20

BAB III ... 22

KERANGKA PEMIKIRAN ... 22

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 22

3.1.1 Konsep Tataniaga ... 22

3.1.2 Konsep Lembaga Tataniaga ... 23

3.1.3 Saluran Tataniaga ... 26 3.1.4 Fungsi-fungsi Tataniaga ... 27 3.1.5 Struktur Pasar ... 28 3.1.6 Perilaku Pasar ... 31 3.1.7 Keragaan Pasar ... 33 3.1.8 Efisiensi Tataniaga ... 34 3.2 Kerangka Berfikir ... 38

3.2.1 Kontribusi lembaga tataniaga terhadap efisiensi tataniaga ... 38

3.2.2 Kontribusi saluran tataniaga terhadap efisiensi tataniaga ... 39

3.2.3 Kontribusi fungsi-fungsi tataniaga terhadap efisiensi tataniaga .. 39

3.2.4 Kontribusi margin tataniaga terhadap efisiensi tataniaga ... 39

3.2.5 Kontribusi farmer’s share terhadap efisiensi tataniaga ... 40

3.2.6 Kontribusi rasio keuntungan dan biaya terhadap efisiensi tataniaga ... 40

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional ... 40

BAB IV ... 43

METODE PENELITIAN ... 43

(11)

xi

4.2 Sumber Data ... 43

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 48

4.4 Metode Pengambilan Sampel ... 48

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 49

4.5.1 Analisis Saluran Tataniaga ... 49

4.5.2 Analisis Lembaga dan Fungsi-Fungsi Tataniaga ... 50

4.5.3 Analisis Struktur Pasar ... 50

4.5.4 Analisis Perilaku Pasar ... 50

4.5.5 Analisis Keragaan Pasar ... 50

4.5.6 Analisis Margin Tataniaga ... 51

4.5.7 Analisis Farmer’s Share... 52

4.5.8 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya ... 52

4.6 Definisi Operasional ... 53

BAB V ... 54

GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 54

5.1 Karakteristik Wilayah ... 54

5.2 Karakteristik Petani Responden Tataniaga Wortel... 56

5.2.1 Usia Petani Responden ... 56

5.2.2 Tingkat Pendidikan Formal ... 57

5.2.3 Pengalaman Berusahatani Wortel ... 58

5.2.4 Luas Lahan Produksi Wortel ... 59

5.3 Karakteristik Pedagang Responden Tataniaga Wortel ... 59

5.3.1 Usia Pedagang Responden ... 60

5.3.2 Pendidikan Pedagang Responden ... 61

BAB VI ... 62

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 62

6.1 Sistem Saluran Tataniaga Wortel ... 62

6.1.1 Pola Saluran Tataniaga I ... 63

6.1.1.1 Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga I ... 65

6.1.1.2 Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga I ... 65

6.1.1.3 Fungsi Fasilitas pada Saluran Tataniaga I ... 66

6.1.2 Pola Saluran Tataniaga II ... 67

6.1.2.1 Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga II ... 69

6.1.2.2 Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga II ... 69

6.1.2.3 Fungsi Fasilitas pada Saluran Tataniaga II ... 70

6.1.3 Pola Saluran Tataniaga III ... 71

6.1.3.1 Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga III ... 71

6.1.3.2 Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga III ... 72

6.1.3.3 Fungsi Fasilitas pada Saluran Tataniaga III ... 72

6.1.4 Pola Saluran Tataniaga IV ... 73

6.1.4.1 Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga IV ... 74

6.1.4.2 Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga IV ... 75

6.1.4.3 Fungsi Fasilitas pada Saluran Tataniaga IV ... 76

(12)

xii

6.2.1 Struktur Pasar di Tingkat Petani ... 79

6.2.2 Struktur Pasar di Tingkat PPK ... 79

6.2.3 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar dan STA ... 80

6.3 Perilaku Pasar ... 81

6.3.1 Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga I... 81

6.3.1.1 Praktek Pembelian dan Penjualan ... 81

6.3.1.2 Sistem Penentuan Harga ... 83

6.3.1.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ... 84

6.3.2 Perilaku Pasar pada Saluran Tatataniaga II ... 86

6.3.2.1 Praktek Pembelian dan Penjualan ... 86

6.3.2.2 Sistem Penentuan Harga ... 86

6.3.2.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ... 87

6.3.3 Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga III ... 88

6.3.3.1 Praktek Pembelian dan Penjualan ... 88

6.3.3.2 Sistem Penentuan Harga ... 88

6.3.3.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ... 89

6.3.4 Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga IV ... 89

6.3.4.1 Praktek Pembelian dan Penjualan ... 89

6.3.4.2 Sistem Penentuan Harga ... 90

6.3.4.3 Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ... 91

Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ... 93

6.4 Keragaan Pasar ... 93

6.4.1 Margin Tataniaga ... 94

6.4.2 Farmer’s Share ... 96

6.4.3 Rasio Keuntungan dan Biaya ... 97

6.5 Analisis Efisiensi Tataniaga ... 99

BAB VII ... 103

KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

7.1 Kesimpulan ... 103

7.2 Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105

(13)

xiii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Nilai PDB Hortikultura Berdasaran Harga Berlaku ... 2

2 Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2005-2010 ... 3

3 Produksi Wortel di Jawa Barat Tahun 2009-2010 ... 5

4 Komoditas Unggulan Kabupaten Cianjur Tahun 2010 ... 6

5 Komposisi Kandungan Kimia Wortel Gizi Wortel dalam Setiap 100 gr Umbi Wortel ... 11

6 Studi Penelitian Terdahulu Tentang Analisis Tataniaga ... 21

7 Karakteristik Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli ... 31

8 Desa di Kecamatan Pacet dan Jumlah Penduduknya ... 55

9 Sebaran Petani Berdasarkan Usia di Kecamatan Pacet 2012... 57

10 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Lama Pendidikan Formal di Kecamatan Pacet Tahun 2012 ... 58

11 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 ... 58

12 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 ... 59

13 Sebaran Pedagang Responden Berdasarkan Usia di Kecamatan Pacet Tahun 2012 ... 60

14 Sebaran Pedagang Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Pacet Tahun 2012 ... 61

15 Fungsi Tataniaga Masing-masing Lembaga Tataniaga dalam Sistem Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 ... 78

16 Stuktur Pasar pada Masing-Masing Lembaga Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 ... 81

17 Perilaku Pasar yang Dihadapi oleh Lembaga Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 ... 93

18 Presentasi Total Biaya Tataniaga, Keuntungan dan Margin Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 ... 94

19 Farmer’s share pada Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 ... 97

20 Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga pada Masing-masing Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 ... 98

21 Nilai Efisiensi Tataniaga pada Masing-masing Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur (per kilogram) pada Tahun 2012... 99

(14)

xiv DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Hubungan antara fungsi – fungsi pertama dan turunan terhadap margin tataniaga dan nilai margin tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987) ... 36

2 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet... 42

(15)

xv DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Wortel Tahun 2010-2011*) ... 108 2 Rincian Biaya Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 ... 109 3 Biaya, Margin, dan Keuntungan Tataniaga Wortel di Kecamatan

Pacet Tahun 2012 ... 110 4 Dokumentasi Penelitian Sistem Tataniaga Wortel di Kecamatan

Pacet Tahun 2012 ... 111 5 Jumlah Produksi Wortel Kecamatan Pacet tahun 2010 ... 113

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam. Keanekaragaman tersebut dapat berpotensi untuk pengembangan bisnis di sektor pertanian. Sektor pertanian memperoleh perhatian yang sangat besar disebabkan keadaan alam dan letak geografis Indonesia yang cocok dijadikan daerah pertanian. Potensi sumberdaya manusia yang melimpah, ketersedian teknologi dan pasar Indonesia turut mendukung pembangunan usaha di sektor pertanian tersebut. Sehingga sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia.

Peran strategis pertanian digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan kapital; penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi; penyerap tenaga kerja; sumber devisa negara; sumber pendapatan; serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan. Berbagai peran strategis pertanian dimaksud sejalan dengan tujuan pembangunan perekonomian nasional yaitu: (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia; (2) mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan; (3) menyediakan lapangan kerja; (4) memelihara keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Selain itu juga pertanian menjadi sumber mata pencaharian hampir sebagian besar rakyat Indonesia1.

Komoditas hortikultura mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura (buah, sayur, florikultura dan tanaman obat) dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat.

1 BAPPENAS. Kajian Evaluasi Revitalisasi Pertanian dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Petani. (diakses pada tanggal 1 Maret 2012)

(17)

2 Pengembangan hortikultura tidak hanya terfokus pada upaya peningkatan produksi komoditas saja tetapi terkait juga dengan isu-isu strategis dalam pembangunan yang lebih luas. Pengembangan hortikultura merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya; 1) Pelestarian lingkungan, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan, 2) Menarik investasi skala kecil menengah, 3) Pengendalian inflasi dan stabilisasi harga komoditas strategis (cabe merah dan bawang merah), 4) Pelestarian dan pengembangan identitas nasional (anggrek, jamu, dll), 5) Peningkatan ketahanan pangan melalui penyediaan karbohidrat alternatif, dan 6) Menunjang pengembangan sektor pariwisata 2.

Terdapat beberapa macam komoditas holtikutura seperti sayur, tanaman hias (florikultura), tanaman obat-obatan (biofarmaka) dan buah-buahan. Salah satu bisnis yang berpotensi untuk diusahakan di Indonesia yaitu bisnis sayuran. Kontribusi sektor sayuran terhadap terhadap perekonomian tercermin dari peningkatan beberapa indikator makro seperti Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja dan jangkauan pemasaran.

Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasaran Harga Berlaku Tahun 2010

No Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp) Δ (%)

2008 2009 1 Sayuran 28.205 30.506 8.15 2 Buah-buahan 47.060 48.437 2.92 3 Tanaman Hias 5.085 5.494 8.04 4 Tanaman Obat 3.853 3.897 1.14 Total 84.203 88.334 4.90

Sumber : Dirjen Hortikultura, 2010 (diolah)

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa meskipun secara nominal PDB buah-buahan lebih besar daripada PDB sayuran yaitu sebesar Rp 47.060 Milyar pada tahun 2008 dan Rp 48.437 Milyar pada tahun 2009. Namun jika dilihat dari laju pertumbuhannya, peningkatan kontribusi sayur merupakan kontribusi terbesar dari komoditas hortikultura lainnya yaitu sebesar 18,5 persen Hal ini menunjukkan bahwa sayur-sayuran menunjukkan nilai ekonomis yang terus meningkat. Peningkatan jumlah PDB tersebut antara lain disebabkan oleh peningkatan

2

Kementrian Pertanian. Direktorat Jendral Holtikultura. Pelaksanaan Pengembangan Holtikultura Tahun 2012. www.deptan.go.id. (diakses tanggal 1Maret 2012)

(18)

3 produksi serta nilai ekonomi dan nilai tambah yang cukup tinggi 3. Selain itu peningkatan tersebut disebabkan juga oleh adanya peningkatan konsumsi sayuran sebagai dampak dari adanya program Kementrian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura berupa GEMA Sayuran pada tahun 2009. Gerakan Makan Sayuran (GEMA sayuran) merupakan kegiatan promosi dan kampanye intensif untuk meningkatkan citra, apresiasi dan cinta akan produk sayuran nasional yaitu sayuran produksi petani Indonesia sehingga dapat meningkatkan konsumsi sayuran masyarakat. Dengan meningkatnya konsumsi sayuran akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indosesia dan sekaligus dapat meningkatkan produksi sayuran dalam negeri yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani.

Konsumsi sayuran selalu berhubungan dengan produksinya. Beberapa komoditas sayuran utama Indonesia antara lain bawang merah, kentang, kubis, cabai, petsai/sawi, tomat dan wortel. Berikut merupakan data produksi sayuran tersebut, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2007-2011

Tahun Bawang Merah (Ton) Kentang (Ton) Cabai **) (Ton) Petsai/ Sawi (Ton) Wortel (ton) Tomat (ton) Daun bawang (ton) 2007 802,810 1,003,733 1,128,792 564,912 350,171 635,474 479,927 2008 853,615 1,071,543 1,153,060 565,636 367,111 725,973 547,743 2009 965,164 1,176,304 1,378,727 562,838 358,014 853,061 549,365 2010 1,048,934 1,060,805 1,328,864 583,770 403,827 891,616 541,374 2011 *) 877,244 863,680 1,440,214 591,295 526,621 950,385 493,640 ∆ Tahun terakhir (%) -16,37 -18,58 8,38 1,29 30,41 6,59 -8,82 *) Angka Sementara

Sumber : Badan Pusat Statistik (2012), Diolah

Dari Tabel 2 diatas, dapat dilihat bahwa beberapa komoditi mengalami penurunan pada tahun terakhir (ramalan 2011). Beberapa komoditi yang mengalami penurunan antara lain bawang merah, kentang, kubis dan daun bawang dengan penurunan masing-masing sebesar 16,37 persen, 18,58 persen, 1,67

3 Agus Wediyanto, Direktut Direktorat Tanaman Hias. Signifikan Perningkatan PDB Tanaman Hias. 2009. www.hortikultura.deptan.go.id . (diakses tanggal 1 Maret 2012)

(19)

4 persen, dan 8,82 persen. Selain itu, sayuran lain menunjukkan angka yang meningkat diantaranya sayuran cabai, petsai/sawi, wortel dan tomat dengan masing-masing peningkatan sebesar 8,38 persen, 1,29 persen, 30,14 persen dan 6,59 persen. Jika ditelusuri lebih dalam dari beberapa komoditi sayuran unggulan di atas, wortel merupakan komoditi yang peningkatannya sangat signifikan. Peningkatan tersebut untuk komoditas cabai, petsai/sawi, wortel dan tomat diakibatkan oleh peningkatan luas panen yaitu dari 27.149 hektar menjadi 33.182 hektar. Disamping itu, produktivitasnya pun ikut meningkat dari 14,87 ton/ha menjadi 15,87 ton/ha. (BPS dan Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2011).

Wortel dapat tumbuh pada semua jenis tanah dan dapat tumbuh baik pada tanah lempung dan gembur. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki tanah yang subur tentu saja menjadikan wortel dapat tumbuh dengan baik. Oleh sebab itu wortel merupakan salah satu komoditi pertanian yang secara masal diproduksi oleh sebagian besar provinsi di Indonesia. Data produksi, luas panen dan produktivitas wortel masing-masing provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang hasil produksi wortelnya berkontribusi sebesar 21,89 persen dari produksi nasional setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Oleh sebab itu pembudidaya wortel banyak ditemukan di Jawa Barat. Hal ini didukung oleh cuaca dingin dan lembab di Jawa Barat sehingga tanaman ini dapat tumbuh dengan baik dan diproduksi sepanjang tahun. Jawa Barat juga merupakan provinsi konsentrasi awal wortel yang berpusat di daerah Lembang dan Cianjur. Sampai saat ini, daerah tersebut masih menjadi sentra wortel. Produksi terbesar wortel di Jawa Barat berasal dari produksi Kabupaten Cianjur. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

(20)

5 Tabel 3. Produksi Wortel di Jawa Barat Tahun 2009-2010

No Kabupaten Tahun (Ton) ∆ (%)

2009 2010 1 Bogor 3.099 2.966 -4,29 2 Sukabumi 1.179 727 -38,34 3 Cianjur 40.840 34.559 -15,38 4 Bandung 47.608 33.523 -29,59 5 Garut 29.241 32.889 12,48 6 Tasikmalaya 193 86 -55,44 7 Ciamis 14 0 -100,00 8 Kuningan 1.564 2.459 57,23 9 Majalengka 517 1440 178,53 10 Sumedang 483 96 -80,12 11 Subang 26 30 15,38 12 Purwakarta 432 356 -17,59 13 Bandung Barat 3.059 4.545 48,58

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012)

Dari Tabel 3 dapat di lihat bahwa sentra wortel di daerah Jawa Barat ialah di Cianjur dan Bandung ini dapat dilihat dari hasil produksi masing-masing daerah tersebut mencapai diatas 30.000 ton per tahunnya. Kabupaten Cianjur sebagai salah satu sentra wortel mampu memproduksi hingga 40.480 pada tahun 2009 dan sebesar 34.559 pada tahun 2010 dengan laju pertumbuhannya sebesar -15,38 persen. Meskipun penurunannya cukup tinggi, Kabupaten Cianjur tetap menjadi daerah penghasil wortel terbesar di Jawa Barat.

Salah satu sentra produksi wortel sayuran di Kabupaten Cianjur ialah Kecamatan Pacet dan Cugenang. Hal ini sesuai dengan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura seperti dalam Tabel 4.

(21)

6 Tabel 4. Komoditas Unggulan Kabupaten Cianjur

No. Komoditas Kecamatan

1 Padi Sawah Seluruh Kecamatan kecuali Pacet dan Sukanegara

2 Wortel Pacet dan Cugenang

3 Daun Bawang Pacet dan Cugenang

4 Sawi Pacet, Cugenang, dan Sukaresmi

5 Kubis Pacet, Cugenang, dan Campaka

6 Jagung Cibeber, Mande, Cugenang, Cikalong kulon

7 Cabe Pacet, Cugenang, dan Sukaresmi

8 Tomat Pacet, Cugenang, Wr.Kondang, dan Campaka

9 Kacang Tanah Sindang barang, Cidaun,Naringgul, dan Agrabinta

10 Kedelai Ciranjang, Sukaluyu dan Bojong picung

11 Rambutan Cilaku, Cikalongkulon dan Cibeber

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Cianjur tahun 20094

Sebagai salah satu sentra wortel, Kecamatan Pacet memproduksi wortel dalam volume yang besar. Produksi yang besar ini selanjutnya akan dikirim ke pasar hingga sampai ke konsumen akhir. Untuk dapat sampai kepada konsumen akhir tataniaga wortel sangat berperan dalam pendistribusian komoditi wortel tersebut. Adanya rantai tataniaga yang melibatkan banyak lembaga tataniga menyebabkan adanya gap atau perbedaan harga yang cukup tinggi antara haraga ditingkat petani dan harga yang diterima konsumen akhir.

1.2 Perumusan Masalah

Pada dasarnya, sebagian besar komoditi agribisnis bersifat perishable atau mudah rusak/busuk, begitu halnya dengan wortel. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko tersebut diperlukan adanya pemasaran atau pendistribusian yang relatif cepat, karena wortel pada umumnya tidak tahan lama dan mudah busuk jika tidak disimpan pada tempat yang ideal. Pendistribusian wortel yang lambat dapat menimbulkan produk mudah rusak dan busuk. Untuk itu, petani sebagai produsen harus sesegera mungkin mendistribusikannya kepada konsumen. Distribusi wortel di Kecamatan Pacet pada umumnya tidak selalu dapat dilakukan oleh petani secara langsung kepada konsumen, melainkan dengan

(22)

7 melibatkan pihak-pihak atau lembaga tataniaga untuk ikut serta dalam melakukan fungsi tataniaga.

Petani wortel di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur berperan sebagai produsen sekaligus pihak yang menerima harga (price taker). Dalam posisi tawar menawar sering tidak seimbang, petani dikalahkan dengan kepentingan pedagang yang lebih dulu mengetahui harga. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, harga wortel ditingkat petani berfluktuatif yaitu berkisar antara Rp 500-1.300/kilogram. Sedangkan harga yang diterima konsumen akhir dapat mencapai Rp 3.000-7.000/kilogram. Dari selisih harga yang diterima oleh petani dengan harga yang diterima konsumen akhir relatif tinggi, maka diperlukan adanya analisis mengenai saluran tataniaga yang efisien mengingat bervariasinya saluran tataniaga yang ditempuh para petani wortel di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, dalam mekanisme pasar pihak petani tidak memiliki peran dalam penentuan harga. Kondisi perkembangan harga wortel lebih dominan dikendalikan pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Para pedagang ini memiliki kekuatan besar dalam penentuan harga dan perolehan keuntungan. Selain rendahnya harga wortel di tingkat petani, permasalahan lain dalam tataniaga wortel yaitu tingginya marjin tataniaga yang dikarenakan akibat panjangnya rantai tataniaga dan banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat sehingga besar selisih harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen menjadi besar. Hal ini di sebabkan karena adanya biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang di ambil tiap lembaga tataniaga yang terlibat.

Besarnya biaya tataniaga akan mengarah pada semakin besarnya perbedaan harga antara petani produsen dengan konsumen. Hubungan antara harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen sangat bergantung pada struktur pasar yang menghubungkannya dan biaya tataniaga. Analisis saluran tataniaga pada pola saluran pemasaran wortel perlu dilakukan sehingga dapat diketahui saluran mana yang lebih efisien. Dan diharapkan dengan pola saluran pemasaran yang efisien dapat diketahui saluran pemasaran yang dapat mendatangkan manfaat bagi petani dan lembaga yang terlibat dari saluran pemasaran yang efisien tersebut.

(23)

8 Dengan melihat berbagai permasalahan di atas maka penelitian ini mengangkat topik mengenai analisis tataniaga wortel di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur dengan perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas wortel ?

2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat?

3. Bagaimana efisiensi saluran tataniaga wortel berdasarkan margin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari peneliatian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas wortel.

2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat.

3. Menganalisis efisiensi saluran tataniaga wortel berdasarkan margin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya penelitian ini antara lain :

1. Petani dan lembaga tataniaga sebagai bahan pertimbangan dalam pembentukan sistem tataniaga wortel yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.

2. Pemerintah sebagai bahan informasi bagi perencanaan kebijaksanaan guna meningkatkan efisiensi tataniaga wortel.

3. Pihak lain sebagai bahan masukan atau rujukan bagi penelitian berikutnya. 4. Bagi peneliti sebagai penerapan ilmu atau teori yang telah didapat selama masa perkuliahan dan dapat diterapkan dalam permasalahan yang terjadi di masyarakat dan dapat memberikan alternatif pemecahan masalah tersebut.

(24)

9 1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan analisis tataniaga Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur terhadap komoditi wortel. Harga yang dijadikan acuan merupakan harga yang berlaku pada saat penelitian. Analisis efisiensi tataniaga menggunakan indikator ukuran efisiensi operasional (teknis) yaitu analisis margin tataniaga, analisis Farmer’s Share, serta analisis rasio keuntungan dan biaya. Wortel yang dijadikan objek dalam penelitian ini ialah komoditas wortel lokal.

(25)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umun Komoditi Wortel

Wortel (Daucus carota L.) merupakan salah satu tanaman yang termasuk dalam kelas umbi-umbian yang tumbuh sepanjang tahun. Tanaman ini dapat tumbuh dengan sempurna baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan. Wortel mengandung nutrisi vitamin A yang lebih tinggi yang berguna untuk pemeliharaan mata dan selaput mata. Wortel bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu berasal dari Asia Timur Dekat dan Asia Tengah. Ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu. Budidaya wortel pada mulanya terjadi di daerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia dan akhirnya ke seluruh bagian dunia yang telah terkenal daerah pertaniannya (Rukmana, 1995).

Dalam taksonomi tumbuhan, wortel diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-Divisi : Angiospermae

Klas : Dicotyledonae

Ordo : Umbelliferales

Famili : Umbelliferae (Apiaceae)

Genus : Daucus

Spesies : Daucus carrota L.

Sunarjono (2006) mengelompokkan jenis wortel berdasarkan umbinya ke dalam tiga golongan, yaitu :

1. Tipe imperatur, golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang dengan ujung runcing, mirip bentuk kerucut.

2. Tipe chantenay, golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang dengan ujung tumpul dan tidak berakar serabut.

3. Tipe nantes, golongan wortel yang mempunyai bentuk umbi tipe peralihan antara bentuk imperator dan tipe chantenay.

(26)

11 2.2 Kandungan Gizi

Wortel (Daucus carota L) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berasal dari kelompok sayuran dan memiliki berbagai sumber vitamin A karena mengandung ß-karoten. Selain itu, wortel juga mengandung beberapa zat gizi dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh seperti : protein, karbohidrat, kalsium, besi, dan fosfor. Berikut merupakan data mengenai kandungan kimia pada umbi wortel (100 gr).

Tabel 5. Komposisi Kandungan Kimia Wortel Gizi Wortel dalam Setiap 100 gr Umbi Wortel

Kandungan Gizi Satuan Jumlah

Energi kal 42,00 Protein gr 1,20 Lemak gr 0,30 Karbohidrat gr 9,30 Kalsium mg 39,00 Fosfor mg 37,00 Besi mg 0,80 Vitamin A Si 12000,00 Vitamin B1 mg 0,06 Vitamin m 6,0 Sumber : www.iptek.net.id

Wortel merupakan bahan pangan (sayuran) yang digemari dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahkan mengkonsumsi wortel sangat dianjurkan, terutama untuk menghadapi masalah kekurangan vitamin A. Dalam setiap 100 gram bahan mengandung 12.000 S.I vitamin A. Merupakan bahan pangan bergizi tinggi, harga murah dan mudah mendapatkannya

2.3 Syarat Tumbuh

Di Indonesia wortel umunya ditanam di dataran tinggi pada ketinggian 1.000-1.200 m dpl. tetapi dapat pula ditanam di dataran medium (ketinggian lebih dari 500 m dpl.), akan tetapi produksi dan kualitas yang dihasilkan kurang memuaskan. Untuk dapat tumbuh dengan baik wortel memerlukan beberapa syarat tumbuh, antara lain :

(27)

12 2.3.1 Iklim

a. Tanaman wortel merupakan sayuran dataran tinggi. Tanaman wortel pada permulaan tumbuh menghendaki cuaca dingin dan lembab. Tanaman ini bisa ditanaman sepanjang tahun baik musim kemarau maupun musim hujan. b. Tanaman wortel membutuhkan lingkungan tumbuh dengan suhu udara yang dingin dan lembab. Untuk pertumbuhan dan produksi umbi dibutuhkan suhu udara optimal antara 15,6-21,1 derajat celcius. Suhu udara yang terlalu tinggi (panas) seringkali menyebabkan umbi kecil-kecil (abnormal) dan berwarna pucat/kusam. bila suhu udara terlalu rendah (sangat dingin), maka umbi yang terbentuk menjadi panjang kecil.

2.3.2 Media Tanam

a. Keadaan tanah yang cocok untuk tanaman wortel adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (humus), tata udara dan tata airnya berjalan baik (tidak menggenang).

b. Jenis tanah yang paling baik adalah andosol. Jenis tanah ini pada umumnya terdapat di daerah dataran tinggi (pegunungan).

c. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada keasaman tanah (pH) antara 5,5-6,5 untuk hasil optimal diperlukan pH 6,0-6,8. Pada tanah yang pH-nya kurang dari 5,0, tanaman wortel akan sulit membentuk umbi.

d. Demikian pula tanah yang mudah becek atau mendapat perlakuan pupuk kandang yang berlebihan, sering menyebabkan umbi wortel berserat, bercabang dan berambut.

Pada umumnya, jumlah produksi sayur-sayuran akan ditentukan dari proses budidaya sayur-sayuran itu sendiri, begitu pula dengan wortel. Semakin tepat teknik budidaya yang dilakukan, maka semakin besar pula kemampuan seorang petani untuk menghasilkan komoditi atau output. Berikut adalah standart

operating prosedure (SOP) dalam good agricultural practised sesuai dengan

(28)

13 1. Pembibitan

Untuk mendapatkan hasil yang optimal, sumber benih yang menjadi bibit harus memenuhi syarat antara lain tanaman tumbuh subur dan kuat, bebas hama dan penyakit/sehat, bentuknya seragam, dari jenis yang berumur pendek, berproduksi tinggi. Wortel diperbanyak secara generatif (dengan biji). Sebelum ditanam, dilakukan terlebih dahulu penyemaian.

2. Penyemaian Benih

Biji wortel di taburkan langsung di tempat penanaman, dapat disebarkan merata di bedengan atau dengan dicicir memanjang dalam barisan. Jarak barisan paling tidak 15 cm, kemudian kalau sudah tumbuh dapat dilakukan penjarangan sehingga tanaman wortel itu berjarak 3-5 cm satu sama lain. Kebutuhan benih untuk penanaman setiap are antara 150-200 gram. Para petani sayuran jarang menggunakan lebih dari 10 kg benih untuk tiap hektar. Biji wortel akan mulai berkecambah setelah 8-12 hari.

3. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Selama ditanam, pemeliharaan wortel relatif mudah, yakni penyiangan bersamaan dengan pemupukan pada waktu tanaman berumur 1 bulan sejak tanam. Pupuk yang diberikan berupa ZA 2 kuintal dan ZK 1 kuintal/hektar diletakkan sejauh 5 cm dari batangnya, baik sejajar dengan barisan maupun dilarutkan dalam air untuk disiramkan kepada tanah. Untuk merangsang pembentukkan umbi yang optimal perlu ditunjang pembubunan dan pengguludan sekaligus memperjarang tanaman yang tumbuhnya sangat rapat. Sisakan tanaman yang pertumbuhannya baik dan sehat pada jarak 5-10 cm. Untuk mengendalikan hama serangga Semiaphis aphid dan S. daucisi penyerang daun serta lalat Psilarosae pelubang umbi wortel perlu disemprot insektisida yang dianjurkan, misal Folidol 0,2 persen.

4. Persiapan Media Tanam

Mula-mula tanah dicangkul sedalam 40 cm, dan diberi pupuk kandang atau kompos sebanyak 15 ton setiap hektarnya. Tanah yang telah diolah itu diratakan dan dibuat alur sedalam 1 cm dan jarak antara alur 15-20 cm. Areal yang akan

(29)

14 dijadikan kebun wortel, tanahnya diolah cukup dalam dan sempurna, kemudian diberi pupuk kandang 20 ton/ha, baik dicampur maupun menurut larikan sambil meratakan tanah. Idealnya dipersiapkan dalam bentuk bedengan-bedengan selebar 100 cm dan langsung dibuat alur-alur/larikan jarak 20 cm, hingga siap ditanam. 5. Pemupukan Dasar

a. Sebarkan pupuk kandang yang telah matang (jadi) sebanyak 15-20 ton/ha di permukaan bedengan, kemudian campurkan dengan lapisan tanah atas secara merata. Pada tanah yang masih subur (bekas kubis atau kentang), pemberian pupuk dapat ditiadakan.

b. Ratakan permukaan bedengan hingga tampak datar dan rapi. 6. Penanaman

Tata cara penanaman (penaburan) benih wortel melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. Sebarkan (taburkan) benih wortel secara merata dalam alur-alur/garitan-garitan yang tersedia.

b. Tutup benih wortel dengan tanah tipis sedalam 0,5-1 cm.

c. Buat alur-alur dangkal sejauh 5 cm dari tempat benih arah barisan (memanjang) untuk meletakkan pupuk dasar. Jenis pupuk yang diberikan adalah campuran TSP ± 400 kg (± 200 kg P2 O5/ha) dengan KCl 150 kg (± 75 kg K2O/ha).

d. Sebarkan pupuk tersebut secara merata, kemudian tutup dengan tanah tipis.

e. Tutup tiap garitan (alur) dengan dedaunan kering atau pelepah daun pisang selama 7-10 hari untuk mencegah hanyutnya benih wortel oleh percikan (guyuran) air sekaligus berfungsi menjaga kestabilan kelembaban tanah. Setelah benih wortel tumbuh di permukaan tanah, penutup tadi segera di buka kembali.

7. Pemeliharaan Tanaman

Penjarangan tanaman wortel dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam. Tujuan penjarangan adalah untuk memperoleh tanaman wortel cepat tumbuh dan subur, sehingga hasil produksinya dapat tinggi. Rumput-rumput

(30)

15 liar (gulma) yang tumbuh disekitar kebun merupakan pesaing tanaman wortel dalam kebutuhan air, sinar matahari, unsur hara dan lain-lain, sehingga harus disiangi. Waktu penyiangan biasanya saat tanaman wortel berumur 1 bulan, bersamaan dengan penjarangan tanaman dan pemupukan susulan. Rumput liar yang tumbuh dalam parit dibersihkan agar tidak menjadi sarang hama dan penyakit.

Untuk pemupukan, jenis pupuk yang digunakan untuk pemupukan susulan adalah urea atau ZA. Dosis pupuk yang adalah urea 100 kg/ha atau ZA 200 kg/ha. Waktu pemberian pupuk susulan dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyiangan, yakni pada saat tanaman wortel berumur 1 bulan. Cara pemupukan yang baik adalah dengan menyebarkan secara merata dalam alur-alur atau garitan-garitan dangkal atau dimasukkan ke dalam lubang pupuk (tugal) sejauh 5-10 cm dari batang wortel, kemudian segera ditutup dengan tanah dan disiram atau diairi hingga cukup basah.

Sedangkan untuk kegiatan pengairan dan penyiraman, pada fase awal pertumbuhannya tanaman wortel memerlukan air yang memadai, sehingga perlu disiram (diairi) secara kontinue 1-2 kali sehari, terutama pada musim kemarau. Bila tanaman wortel sudah tumbuh besar, maka pengairan dapat dikurangi. Hal penting yang harus diperhatikan adalah agar tanah tidak kekeringan. Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida Furadan 3 G atau Indofuran 3 G pada saat tanam atau disemprot Hostathion 40 EC dan lain-lain pada konsentrasi yang dianjurkan.

8. Panen

Ciri-ciri tanaman wortel sudah saatnya dipanen adalah sebagai berikut: a. Tanaman wortel yang telah berumur ± 3 bulan sejak sebar benih atau

tergantung varietasnya. Varietas Ideal dipanen pada umur 100-120 hari setelah tanam (hst).

b. Ukuran umbi telah maksimal dan tidak terlalu tua. Panen yang terlalu tua (terlambat) dapat menyebabkan umbi menjadi keras dan berkatu, sehingga kualitasnya rendah atau tidak laku dipasarkan. Demikian pula panen terlalu awal hanya akan menghasilkan umbi berukuran kecil-kecil, sehingga produksinya menurun (rendah).

(31)

16 Cara panen wortel yaitu dengan mencabut seluruh tanaman bersama umbinya. Tanaman yang baik dan dipelihara secara intensif dapat menghasilkan umbi antara 20-30 ton/hektar.

9. Pascapanen

Kumpulkan seluruh rumpun (tanaman) wortel yang usai dipanen pada suatu tempat yang strategis, misalnya di pinggir kebun yang teduh, atau di gudang penyimpanan hasil. Penyortiran dan penggolongan dilakukan dengan memisahkan umbi yang rusak, cacat, atau busuk secara tersendiri dan klasifikasikan umbi wortel yang baik berdasarkan ukuran dan bentuknya yang seragam. Untuk penyimpanan, simpan hasil panen wortel dalam wadah atau ruangan yang suhunya dingin dan berventilasi baik. Tahap selanjutnya yaitu pengemasan dan pengangkutan. Pengemasan dilakukan sesuai dengan pasar atau konsumen yang dituju, misalnya untuk sasaran pasar Swalayan, Gelael, Hero, dan lain-lain di kota-kota besar, sedangkan untuk pasar tradisional wortel biasanya diikat menjadi ikatan-ikatan tertentu sehingga praktis dalam pengangkutan dan penyimpanannya. Setekah itu, diangkut ke pasar dengan menggunakan alat angkut yang tersedia di daerah setempat.

2.4 Studi Penelitian Terdahulu

Beberapa judul penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan sistem tataniaga, diantaranya adalah :

Analisis Tataniaga Ubi Jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan tenjolayan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yang diteliti oleh (Purba, 2010). Tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga, diantaranya petani, pedagang pengumpul tingkat pertama (pedagang pengumpul desa / tengkulak), pedagang pengumpul tingka kedua (bandar besar), pedagang grosir (pedagang pasar induk), pedagang pengecer. Saluran tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang memiliki tiga saluran, yaitu saluran tataniaga pertama merupakan saluran tataniaga antara petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pabrik keripik (saluran tataniaga terpendek). Saluran tataniaga kedua yaitu saluran tataniaga antara petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua –

(32)

17 pedagang grosir – pedagang pengecer – konsumen (saluran tataniga terpanjang). Sedangkan saluran tataniaga ketiga yaitu antara petani – pedagang pengumpul tingkat pertama – pedagang pengumpul tingkat kedua – pedagang grosir – konsumen. Dari ketiga saluran tataniaga tersebut, saluran tataniaga yang relatif lebih efisien adalah saluran tataniaga pertama, karena memiliki marjin tataniaga terkecil yaitu sebesar Rp 325/kg dan farmer’s share terbesar yaitu sebesar 74,51 persen. Sementara saluran tataniaga yang relatif kurang efisien karena memiliki marjin tataniaga dan farmer’s share terkecil yaitu masing-masing sebesar Rp 1.550/kg dan 38 persen.

Penelitian mengenai Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dilakukan oleh Maryani (2008) dengan tujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan usahatani kedelai, mengkaji saluran tataniaga, struktur pasar dan permasalahan yang ada di setiap pelaku pasar, dan menganalisis tingkat efisiensi tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Untuk tataniaga digunakan penelusuran saluran tataniaga, analisis margin pemasaran, analisis struktur pasar, dan analisis efisiensi tataniaga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat dua saluran tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kecamatan Cianjur, Jawa Barat. Dua saluran tataniaga tersebut yakni saluran tataniaga kedelai polong tua dan saluran tataniaga polong muda. Saluran tataniaga kedelai polong muda yaitu, kedelai yang dihasilkan oleh petani kemudian didistribusikan kepada pedagang pengumpul dan didistribusikan kembali ke pedagang Pasar Induk di Parung. Sedangkan untuk saluran tataniaga kedelai polong tua terdapat delapan saluran saluran tataniaga yang digunakan oleh petani hingga sampai produk sampai kepada konsumen akhir. Struktur yang dihadapi antara petani dan pedagang pengumpul, petani dan pedagang Kecamatan, serta antara petani dan pedagang besar adalah persaingan dan oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah persaingan, sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh Kecamatan adalah oligopsoni. Berdasarkan perhitungan margin tataniaga total margin tataniaga, yaitu Rp 1.000/kg dan farmer’s share yang paling tinggi yaitu sebesar 77,78 persen.

(33)

18 Sihombing (2010) melakukan penelitian mengenail Analisis Sistem Tataniaga Nenas Bogor di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasaran nenas Bogor di Desa Cipelang memiliki tiga pola saluran pemasaran dan melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Adapun lembaga pemasaran yang terlibat diantaranya pedagang pengumpul desa, pengecer dan pedagang besar. Ketiga pola saluran pemasaran tersebut yaitu pola saluran pertama adalah petani – pedala petani – pedagang gang pengumpul desa – pedagang besar / grosir – pedagang pengecer – konsumen lokal (saluran terpanjang). Pada pola pemasaran pertama rantai tataniaga nenas yang digunakan oleh 17 orang petani responden (85 persen dari total petani reponden). Pola saluran pemasaran kedua yaitu petani – pedagang pengumpul desa – konsumen (pedagang pengolah), pola pemasaran ini hanyta digunakan oleh satu pedagang pengumpul desa (PPD) yang menjadi responden. Pedagang pengumpul desayang terlibat dalam saluran ini adalah pedagang pengumpul desa (PPD) yang menjual nenas terhadap pedagang pengolah (processors and manufacture). Sedangkan pola pemasaran ketiga adalah petani – pedagang pengecer – konsumen lokal, pada pola pemasaran ini hanya digunkan oleh 3 orang responden (15 pesen dari total petani responden).

Dari ketiga pola pemasaran tersebut margin pemasaran yang paling besar terdapat pada saluran pertama yaitu sebesar Rp 1.000, hal ini disebabkan karena saluran satu merupakan rantai atau saluran pemasaran terpanjang dalam mendistribusikan nenas ke konsumen akhir dari semua saluran pemasaran yang ada. Sedangkan untuk saluran pemasaran kedua dan ketiga margin pemasarannya hanya sebesar Rp 500 dan Rp 700 karena kedua saluran pemasaran tesebut tidak banyak melibatkan lembaga pemasaran dalam mendistribusikan nenas, bahkan hanya melibatkan satu lembaga pemasaran sehingga menghasilkan saluran pemasaran yang relatif pendek. Secara operasional dari ketiga jalur yang ada jalur dua merupakan jalur yang paling efisien, hal ini terlihat dari margin pemasaran yang rendah dan farmer’s share yang paling tinggi serta keuntungan terhadap biaya yang tinggi dengan volumen penjualan 2.100/minggu atau sekitar 62,59 persen dari total produksi petani.

(34)

19 Rachma (2008) melakukan penelitian tentang Efisiensi Tataniaga Cabai Merah, (Studi kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat). Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima jenis saluran tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum. Saluran tataniaga 1 (pedagang pengumpul – pedagang grosir – pedagang pengecer ke 2), saluran tataniaga Ii (pedagang pengumpul – pedagang grosir – pedagang pengecer 1 – pedagang pengecer 2), saluran tataniaga III (pedagang pengumpul – pedagang grosir – pedagang pengecer 2), saluran tataniaga IV (pedagang pengumpul – pedagang pengecer 1 – pedagang pengecer 2), dan saluran tataniaga V (pedagang pengumpul dan pedagang pengecer 1). Berdasarkan kelima saluran tataniaga tersebut, terlihat bahwa 100 persen cabai merah dijual petani ke pedagang pengumpul. Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan bahwa marjin terbesar terdapat pada saluran II, III, dan IV, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I dan V. Struktur pasar yang terbentuk dalam tataniaga cabai merah adalah bersaing tidak sempurna, maka setelah dianalisis tidak ada keterpaduan. Persaingan yang tidak sempurna dalam tataniaga cabai merah ini menunjukkan bahwa sistem tataniaga cabai merah di lokasi penelitian belum efisien.

Penelitian Peranginangin (2011) dengan judul Analisis Tataniaga Markisa Ungu di Kabupaten Karo dengan studi kasus di Desa Sebaraya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara menganalisis mengenai tataniaga dan tingkat efisiensi tataniaga markisa ungu serta menemukan alternatif saluran tataniaga yang lebih efisien secara relatif jika dibandingkan dengan tataniaga yang lain. Tataniaga markisa ungu merupakan serangkaian kegiatan bisnis dalam menyalurkan markisa ungu mulai dari tingkat petani hingga konsumen akhir. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa lembaga tataniaga yang terlibat yaitu diantaranya petani, pedagang pengumpul (perkoper), grosir, pabrik pengolah, pedagang antar kota, pedagang pengecer, toko minuman serta cafe minuman. Namun selain kedelapan lembaga tataniaga tersebut, dalam penelitian ini “tukang kilo” (pemilik alat timbangan/jasa penimbangan markisa ungu) juga menjadi pelaku tataniaga. Saluran tataniaga yang dihasilkan pada penelitian ini sebanyak 7 saluran tataniaga. Saluran 1 : petani – pabrik pengolahan – toko minuman – konsumen. Saluran 2 : petani –

(35)

20 pedagang pengumpul - grosir – pabrik pengolah – toko minuman – konsumen. Saluran 3 : petani – pedagang pengumpul – grosir – pedagang antar kota – pedagang pengecer luar kota – konsumen. Saluran 4 : petani – grosir – pabrik pengolah – toko minuman – konsumen. Saluran 5 : petani – grosir – pedagang antar kota – pedagang pengecer luar kota – konsumen. Saluran 6 : petani pedagang pengecer lokal – konsumen. Dan saluran 7 : petani – toko minuman – konsumen.

Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Dari ketujuh saluran tataniaga yang dihasilkan saluran tataniaga yang paling efisien secara relatif dibandingkan dengan saluran tataniaga yanag lain dengan produk akhir sirup markisa adalah saluran tataniaga 1. Sedangkan saluran tataniaga yang efisien secara relatif dengan produk akhir buah markisa yaitu saluran tataniaga 5. Namun secara keseluruhan, saluran tataniaga 1 merupakan saluran tataniaga yang paling efisien secara relatif jika dibandingkan dengan saluran tataniaga yang lain yaitu dengan nilai farmer’s

share 18,75 persen, margin tataniaga 81,25 persen, penerimaan bersih petani Rp

2.710/kg dan mampu menampung 19,43 persen volume markisa yang dihasilkan petani dengan nilai penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya relatif merata.

2.5 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu

Secara umum pemasaran maupun pendistribusian komoditas agribsinis masih belum mengarah kepada bentuk pasar yang efisien secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat pada kurang meratanya margin yang dihasilkan pada lembaga yang terlibat salah satunya yaitu petani sebagai produsen dan menjadi titik awal dalam tataniaga. Disamping itu, struktur pasar juga masih belum mengarah kepada pasar persaingan sempurna sehingga pada umumnya sangat merugikan pihak petani, yang dimana penentuan harga dilakukan oleh lembaga pemasaran diatas petani dan petani hanya sebagai penerima harga (price taker).

Berdasarkan uraian diatas maka sangat perlu dalam pengkajian mengenai saluran pemasaran. Pada umumnya penelitian mengenai saluran pemasaran yang dianalisis yaitu bagaimana saluran tataniaga beserta fungsi masing-masing lembaga yang terlibat di dalamnya, perilaku para pelaku pasar, struktur pasar yang

(36)

21 terbentuk pada setiap lembaga, serta keragaan pasar yang di ukur melalui margin tataniaga, bagian yang diterima oleh petani, rasio keuntungan dan biaya serta keterpaduan pasar.

Pada penelitian ini yang akan dianalisis yaitu mengenai Sistem Tataniaga Wortel. Terdapat beberapa persamaan dengan beberapa penelitan terdahulu yang telah dilakukan seperti pada penggunaan alat analisis untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga, struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat, serta efisiensi saluran tataniaga berdasarkan margin tataniaga,

farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Namun pada penelitian ini terdapat

perbedaan dengan penelitan yang dilakukan yaitu cakupan daerah yang dikaji dan dari segi komoditas yaitu Wortel.

Tabel 6. Studi Penelitian Terdahulu Tentang Analisis Tataniaga

No Peneliti Judul Alat Analisis

1 Purba

(2010)

Analisis Tataniaga Ubi Jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan tenjolayan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat

Kelembagaan, fungsi-fungsi dan saluran tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, margin tataniaga, farmer’s

share, R/C rasio

2 Meryani

(2008)

Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

Analisis pendapatan usahatani, R/C rasio, margin tataniaga, farmer’s share, analisis struktur pasar

3 Sihombing (2010)

Analisis Sistem Tataniaga Nenas Bogor di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Analisis deskriptif, saluran tataniaga, struktur dan perilaku pasar, margin pemasaran, R/C rasio, dan

farmer’s share

4 Rachma

(2008)

Efisiensi Tataniaga Cabai Merah, (Studi kasus Desa

Cibeureum, Kecamatan

Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat)

Analisis deskriptif, saluran tataniaga, struktur dan perilaku pasar, margin pemasaran, R/C rasio, dan

farmer’s share

5 Peranginangin (2011)

Analisis Tataniaga Markisa Ungu di Kabupaten Karo dengan studi kasus di Desa Sebaraya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara

Kelembagaan, fungsi-fungsi dan saluran tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, margin tataniaga, farmer’s

(37)

22 BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini berdasarkan pada teori-teori mengenai berbagai konsep tataniaga, lembaga tataniaga, saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, stuktur pasar, perilaku pasar, keragaan pasar dan efisiensi tataniaga.

3.1.1 Konsep Tataniaga

Kata tataniaga dan pemasaran sering digunakan secara bergantian karena pada dasarnya memiliki makna yang sama. Dalam bahasa Inggris kedua kata tersebut berasal dari kata yang sama yaitu marketing (Asmarantaka, 2009). Sehingga tataniaga maupun pemasaran sama-sama memiliki tujuan dalam menyalurkan (aliran) barang maupun jasa hasil produksi dari produsen kepada konsumen akhir yang terdiri dari beberapa serangkaian kegiatan bisnis.

Tataniaga dapat diartikan sebagai suatu tempat atau wahana dimana ada kekuatan supply dan demand yang bekerja, ada proses pembentukan harga dan terjadinya proses pengalihan kepemilikan barang maupun jasa (Dahl dan Hammond, 1987).

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) juga, tataniaga merupakan serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang-barang atau jasa-jasa dari titik produsen ke konsumen. Dalam hal ini, konsep yang paling mendasar yang melandasi tataniaga yaitu kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia merupakan pernyataan kehilangan, berdasarkan kebutuhan inilah maka konsumen akan memenuhi kebutuhannya dengan mempertukarkan produk dan nilai dari produsen. Oleh sebab itu, segala produk adalah sesuatu yang ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan konsumen.

Berdasarkan dari berbagai telaah konsep tataniaga, maka dapat diintisarikan bahwa tataniaga merupakan segala kegiatan yang berhubungan dengan

(38)

23 perpindahan hak milik dan fisik barang-barang hasil pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan para pelaku-pelaku tataniaga.

Sebagian besar hasil produksi pertanian dijual oleh petani untuk memperoleh pendapatan. Dalam praktik tataniaga terdapat banyak pihak yang terlibat karena pada umumnya petani tidak menjual langsung produk yang dihasilkannnya kepada konsumen akhir. Pihak yang terlibat disini yaitu perantara yang berperan dalam menyalurkan produk maupun memberikan perlakuan khusus terhadap produk pertanian dan mengalirkannya hingga konsumen akhir. Pihak-pihak yang terlibat dalam tataniaga (agribisnis) disebut dengan lembaga tataniaga.

3.1.2 Konsep Lembaga Tataniaga

Dalam kegiatan tataniaga petani tidak menjual hasil panennya secara langsung kepada konsumen akhir karena keterbatasan sumber daya, keuntungan marjinal yang lebih kecil. Dalam proses tataniaga terlibat berbagai pelaku ekonomi untuk melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut adalah kegiatan produktif (meningkatkan nilai guna bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan), sedangkan pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh skala perusahaan atau individu yang disebut sebagai lembaga pemasaran (Dahl dan Hamond, 1987)

Dalam tataniaga suatu barang atau jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen, hal ini dikarenakan jarak antara produsen yang menghasilkan barang dan jasa seringkali berjauhan dengan konsumen, sehingga fungsi lembaga perantara sangat diharapkan untuk menggerakkan barang dan jasa tersebut dari produsen ke konsumen serta penghubung informasi mengenai suatu barang dan jasa (Limbong dan Sitorus, 1987).

Limbong dan Sitorus (1987) menggolongkan lembaga-lembaga tataniaga berdasarkan fungsi yang dilakukannya; penguasaan terhadap barang; kedudukan dalam struktur pasar; dan bentuk usaha.

(39)

24 a) Lembaga fisik tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi fisik pemasaran, meliputi: lembaga pengolahan, lembaga pengangkutan, pergudangan;

b) Lembaga perantara tataniaga yaitu suatu lembaga yang khusus mengadakan fungsi pertukaran, seperti: pedagang pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya;

c) Lembaga fasilitas tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi fasilitas seperti: Bank, Badan Perkreditan, dan KUD.

2. Berdasarkan penguasaan suatu badan terhadap barang dan jasa, lembaga tataniaga terdiri dari:

a) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki tetapi menguasai barang, meliputi: agen, perantara dan broker;

b) Lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang, seperti: pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang besar, eksportir dan importir;

c) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang, seperti: badan transportasi, pergudangan dan asuransi.

3. Penggolongan lembaga tataniaga menurut kedudukannya dalam struktur pasar dapat digolongkan atas:

a) Lembaga tataniaga yang bersaing sempurna, seperti: pedagang pengecer rokok, pengecer beras, dan lain-lain;

b) Lembaga tataniaga bersaing monopolistik, seperti: pedagang asinan, pedagang benih, pedagang bibit, dan lain-lain;

c) Lembaga tataniaga oligopolis; d) Lembaga tataniaga monopolis.

Limbong dan Sitorus (1987) juga mengungkapkan bahwa peranan lembaga tataniaga sangat penting terutama untuk komoditas pertanian yang bersifat mudah rusak atau tidak tahan disimpan lama, volume produk besar dengan nilai yang kecil, dan harga pasar ditentukan oleh mutunya, serta pada umumnya sentra produksi relatif jauh dari tempat konsumen yang tersebar dari pedesaan sampai perkotaan. Oleh karena pentingnya peranan lembaga tataniaga tersebut, maka

Gambar

Tabel 4. Komoditas Unggulan Kabupaten Cianjur
Tabel 6.  Studi Penelitian Terdahulu Tentang Analisis Tataniaga
Tabel 7.  Karakteristik Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli
Gambar  1.  Hubungan  antara  fungsi  –  fungsi  pertama  dan  turunan  terhadap  margin  tataniaga  dan  nilai  margin  tataniaga  (Limbong  dan  Sitorus,  1987)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis jumlah saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian, (2) menganalisis fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh

Hal ini terjadi akibat banyaknya gula rafinasi (gula impor) yang ada di pasaran. Dalam sistem tataniaga suatu komoditi, terdapat variasi saluran tataniaga melalui alur

Analisis rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengukur penyebaran keuntungan pada setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam setiap saluran tataniaga yang

diperoleh petani, menganalisis saluran dan fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga.. pemasaran wortel, dan menganalisis efisiensi pemasaran wortel yang dilihat

VI ANALISIS SALURAN DAN FUNGSI TATANIAGA ... Lembaga Tataniaga ... Sistem Tataniaga ... Saluran Tataniaga ... Fungsi-Fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Tataniaga ...

share margin serta Fungsi-fungsinya pada saluran tataniaga bawang merah di daerah penelitian; Untuk mengetahui bagaimana efisiensi tataniaga untuk setiap saluran tataniaga

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis jumlah saluran tataniaga kubis ekspor di daerah penelitian, (2) menganalisis fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh

Penelitian ini bertujuan (1) untuk mendeskripsikan saluran tataniaga dan fungsi tataniaga ubi jalar, (2) menganalisis margin tataniaga, bagian yang diterima oleh petani, serta