• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sistem Tataniaga Tembakau Mole (Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sistem Tataniaga Tembakau Mole (Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SISTEM TATANIAGA TEMBAKAU MOLE

(Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat)

Silthia Hidayana Kertawati A 14105706

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

SILTHIA HIDAYANA KERTAWATI. Analisis Sistem Tataniaga Tembakau Mole (Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat). Dibawah bimbingan BURHANUDDIN.

Tembakau adalah bahan baku utama untuk industri rokok, dan juga merupakan salah satu komoditi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Peranan tembakau di Indonesia adalah menghasilkan devisa, mendatangkan cukai dan pajak yang besar. Selain itu, peran tembakau bagi masyarakat cukup besar, karena dalam aktivitas produksi dan pemasarannya melibatkan banyak sekali tenaga kerja yang diambil dari masyarakat sekitar.

Salah satu daerah yang mempunyai luasan tanaman tembakau terbesar di Kabupaten Garut adalah Kecamatan Leles. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pola saluran tataniaga petani yang terikat perjanjian modal dan pola saluran tataniaga petani yang tidak terikat perjanjian modal, menganalisis fungsi-fungsi tataniaga tembakau, struktur pasar, serta perilaku pasar yang terjadi, dan menganalisis pola saluran mana yang efisien berdasarkan sebaran margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya.

Penelitian dilakukan di Desa Ciburial, Kecamatan Leles Kabupaten Garut, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive) berdasarkan pertimbangan luas lahan tanaman tembakau terbesar di Kabupaten Garut. Penelitian dilakukan selama 2 bulan yaitu bulan Maret – Mei 2008. Data yang digunakan dalam analisa sistem tataniaga adalah data primer dan data sekunder. Responden penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan menggunakan teknik snowball sampling. Penentuan responden diambil berdasarkan informasi dari responden sebelumnya sehingga jalur tataniaga tidak terputus. Responden yang diambil merupakan kelompok tani tembakau yang berjumlah 26 orang.

Tembakau di Desa Ciburial dijual dalam bentuk rajangan, dan hanya sebagian kecil yang dijual dalam bentuk daun basah. Terdapat empat pola saluran tataniaga tembakau mole yang dilalui dalam pemasaran di Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, yaitu : saluran tataniaga I : Petani, Bandar dan Pabrik Rokok (PT Djarum) ; saluran II : Petani, Pedagang Pengumpul, Bandar dan Pabrik Rokok (PT Sampoerna) ; saluran III : Petani, Pedagang Pengumpul, Pabrik Guntingan, Pedagang Pengecer dan Pedagang Luar Daerah ; dan saluran IV : Petani, Pedagang Pengecer dan Konsumen. Pola saluran I merupakan saluran tataniaga petani yang terikat dengan perjanjian modal, sedangkan untuk pola saluran II, III, dan IV merupakan pola saluran yang tidak terikat perjanjian modal.

Fungsi tataniaga secara umum dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dalam tataniaga tembakau ini yaitu dalam fungsi pertukaran petani tidak melakukan fungsi pembelian, sedangkan lembaga yang lainnya melakukan fungsi pembelian. Pada fungsi fisik pedagang pengumpul dan pedagang pengecer tidak melakukan fungsi pengemasan. Fungsi penyimpanan kadang-kadang dilakukan oleh petani, dan pedagang pengumpul. Petani tidak melakukan fungsi pengangkutan, sedangkan fungsi pengolahan hanya dilakukan oleh petani dan pabrik guntingan. Dalam fungsi fasilitas, pabrik guntingan kadang-kadang melakukan sortasi dan grading. Fungsi informasi pasar, petani kadang-kadang melakukan fungsi tersebut.

(3)

terdapat banyak penjual dan sedikit pembeli, sehingga penentuan harga ditentukan oleh pihak pembeli. Sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer apabila dilihat dari sudut penjual merupakan struktur pasar oligopoli, karena terdapat banyak pembeli, sifat produk homogen, serta adanya tawar menawar antara pedagang pengecer dengan konsumen.

Perilaku pasar tembakau di Desa Ciburial bersifat tertutup dan tidak sembarangan penjual (petani atau pedagang) bisa langsung masuk ke dalam pasar tembakau. Penjual harus memperoleh kepercayaan dari pembeli, sehingga dapat menjalin kerjasama yang baik pula. Selain itu untuk petani yang terikat perjanjian modal, harga jual ditentukan oleh pembeli yang telah memberikan modal terlebih dahulu. Sedangkan petani yang tidak terikat perjanjian modal, penentuan harga ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pembeli dan penjual. Cara pembayaran umumnya dilakukan dengan sistem tunai dan dibayar kemudian.

Saluran tataniaga yang efisien dalam sistem tataniaga tembakau mole di Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut adalah saluran tataniaga I yang merupakan pola saluran petani yang terikat perjanjian modal. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan volume penjualan tembakau mole yang paling besar dan merupakan saluran yang banyak digunakan oleh petani di wilayah tersebut, mempunyai marjin terkecil dan farmer’s share terbesar dibandingkan saluran-saluran tataniaga dimana petaninya tidak terikat perjanjian modal, serta memiliki pola saluran tataniaga yang pendek.

(4)

ANALISIS SISTEM TATANIAGA TEMBAKAU MOLE (Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat)

Oleh :

SILTHIA HIDAYANA KERTAWATI A 14105706

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul Skripsi : Analisis Sistem Tataniaga Tembakau Mole (Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat)

Nama Mahasiswa : Silthia Hidayana Kertawati

NRP : A14105706

Mengetahui, Dosen Pembimbing

Ir. Burhanuddin, MM NIP. 132 232 454

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M Agr NIP: 131 124 019

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS SISTEM TATANIAGA TEMBAKAU MOLE (DESA CIBURIAL, KECAMATAN LELES, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT) BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI MANAPUN

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, November 2008

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut Jawa Barat, pada tanggal 25 April 1983 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara keluarga bapak Anang Supriatna

Kertapati dan ibu Sumyati.

Penulis mengawali jenjang pendidikan pada TK PGRI Cibatu, Garut pada tahun 1987. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di SDN I Cibatu lulus

pada tahun 1995. Melanjutkan pendidikan di SMPN I Cibatu lulus pada tahun

1998. Penulis melanjutkan pendidikan di SMUN I Cibatu Garut lulus pada tahun

2001.

Penulis diterima menjadi mahasiswa Diploma Institut Pertanian Bogor di

Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan pada tahun

2002 melalui jalur umum. Penulis lulus program Diploma pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis diterima pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi

yang berjudul Analisis Sistem Tataniaga Tembakau Mole (Desa Ciburial

Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat).

Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis pola saluran tataniaga

baik pemasaran bebas dan pemasaran tidak bebas, menganalisis fungsi-fungsi

tataniaga tembakau, struktur pasar, serta perilaku pasar yang terjadi, dan

menganalisis pemasaran mana yang efisien berdasarkan sebaran margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini belum

sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan sehingga dapat memperbaiki dan mengembangkan penelitian ini. Akhirnya penulis berharap

semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

Bogor, November 2008

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga memberikan kemudahan dan kelancaran untuk menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak atas

bimbingan, bantuan dan kerjasamanya, kepada :

1. Bapak & Mamah tercinta, Anang Supriatna Kertapati dan Sumyati, yang

selalu memberikan dukungan doa, kasih sayang, perhatian dan semangat

untuk keberhasilan penulis.

2. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, menuntun, mengarahkan, dan kesabarannya dalam membimbing

penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama dalam ujian sidang. Terima kasih atas segala kritik dan saran untuk perbaikan skripsi

ini.

4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator pada kolokium proposal penelitian dan selaku perwakilan dari Komisi Akademik, terima kasih atas

masukkannya.

5. Bapak Haeruman dan semua staf Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut yang telah banyak membantu penulis

dalam mengumpulkan data serta informasi yang diperlukan.

6. Bapak Undang dan bapak-bapak petani tembakau di Desa Ciburial terima

kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

7. Kakak-kakakku Yudhi Octaviana Kertapati S. Hut & Ekawati, Devi

Handayani Kertawati, Amd & Hendra Setiawan, SP, Adikku Nisa Uswatun

(10)

8. Keluarga di Cimanggu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya yang

telah diberikan kepada penulis.

9. Keluarga besar PT Boraspati Wahana, terima kasih atas semua dukungan, semangat, bantuan dan waktu yang diberikan kepada penulis.

10. Widi Nugraha, terima kasih atas doa, semangat, dan kesabaran yang

telah diberikan kepada penulis.

11. Teman-temanku Bayu Sumbara, Tri Agung Junarto, dan Zaky Adnany

yang telah memberikan bantuannya kepada penulis.

12. Seluruh staf pengajar dan administrasi Program Sarjana Ekstensi

Manajemen Agribisnis.

13. Teman-teman Ekstensi MAB, KDH ’39 serta seluruh pihak yang tidak

dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya

(11)

ANALISIS SISTEM TATANIAGA TEMBAKAU MOLE

(Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat)

Silthia Hidayana Kertawati A 14105706

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

SILTHIA HIDAYANA KERTAWATI. Analisis Sistem Tataniaga Tembakau Mole (Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat). Dibawah bimbingan BURHANUDDIN.

Tembakau adalah bahan baku utama untuk industri rokok, dan juga merupakan salah satu komoditi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Peranan tembakau di Indonesia adalah menghasilkan devisa, mendatangkan cukai dan pajak yang besar. Selain itu, peran tembakau bagi masyarakat cukup besar, karena dalam aktivitas produksi dan pemasarannya melibatkan banyak sekali tenaga kerja yang diambil dari masyarakat sekitar.

Salah satu daerah yang mempunyai luasan tanaman tembakau terbesar di Kabupaten Garut adalah Kecamatan Leles. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pola saluran tataniaga petani yang terikat perjanjian modal dan pola saluran tataniaga petani yang tidak terikat perjanjian modal, menganalisis fungsi-fungsi tataniaga tembakau, struktur pasar, serta perilaku pasar yang terjadi, dan menganalisis pola saluran mana yang efisien berdasarkan sebaran margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya.

Penelitian dilakukan di Desa Ciburial, Kecamatan Leles Kabupaten Garut, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive) berdasarkan pertimbangan luas lahan tanaman tembakau terbesar di Kabupaten Garut. Penelitian dilakukan selama 2 bulan yaitu bulan Maret – Mei 2008. Data yang digunakan dalam analisa sistem tataniaga adalah data primer dan data sekunder. Responden penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan menggunakan teknik snowball sampling. Penentuan responden diambil berdasarkan informasi dari responden sebelumnya sehingga jalur tataniaga tidak terputus. Responden yang diambil merupakan kelompok tani tembakau yang berjumlah 26 orang.

Tembakau di Desa Ciburial dijual dalam bentuk rajangan, dan hanya sebagian kecil yang dijual dalam bentuk daun basah. Terdapat empat pola saluran tataniaga tembakau mole yang dilalui dalam pemasaran di Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, yaitu : saluran tataniaga I : Petani, Bandar dan Pabrik Rokok (PT Djarum) ; saluran II : Petani, Pedagang Pengumpul, Bandar dan Pabrik Rokok (PT Sampoerna) ; saluran III : Petani, Pedagang Pengumpul, Pabrik Guntingan, Pedagang Pengecer dan Pedagang Luar Daerah ; dan saluran IV : Petani, Pedagang Pengecer dan Konsumen. Pola saluran I merupakan saluran tataniaga petani yang terikat dengan perjanjian modal, sedangkan untuk pola saluran II, III, dan IV merupakan pola saluran yang tidak terikat perjanjian modal.

Fungsi tataniaga secara umum dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dalam tataniaga tembakau ini yaitu dalam fungsi pertukaran petani tidak melakukan fungsi pembelian, sedangkan lembaga yang lainnya melakukan fungsi pembelian. Pada fungsi fisik pedagang pengumpul dan pedagang pengecer tidak melakukan fungsi pengemasan. Fungsi penyimpanan kadang-kadang dilakukan oleh petani, dan pedagang pengumpul. Petani tidak melakukan fungsi pengangkutan, sedangkan fungsi pengolahan hanya dilakukan oleh petani dan pabrik guntingan. Dalam fungsi fasilitas, pabrik guntingan kadang-kadang melakukan sortasi dan grading. Fungsi informasi pasar, petani kadang-kadang melakukan fungsi tersebut.

(13)

terdapat banyak penjual dan sedikit pembeli, sehingga penentuan harga ditentukan oleh pihak pembeli. Sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer apabila dilihat dari sudut penjual merupakan struktur pasar oligopoli, karena terdapat banyak pembeli, sifat produk homogen, serta adanya tawar menawar antara pedagang pengecer dengan konsumen.

Perilaku pasar tembakau di Desa Ciburial bersifat tertutup dan tidak sembarangan penjual (petani atau pedagang) bisa langsung masuk ke dalam pasar tembakau. Penjual harus memperoleh kepercayaan dari pembeli, sehingga dapat menjalin kerjasama yang baik pula. Selain itu untuk petani yang terikat perjanjian modal, harga jual ditentukan oleh pembeli yang telah memberikan modal terlebih dahulu. Sedangkan petani yang tidak terikat perjanjian modal, penentuan harga ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pembeli dan penjual. Cara pembayaran umumnya dilakukan dengan sistem tunai dan dibayar kemudian.

Saluran tataniaga yang efisien dalam sistem tataniaga tembakau mole di Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut adalah saluran tataniaga I yang merupakan pola saluran petani yang terikat perjanjian modal. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan volume penjualan tembakau mole yang paling besar dan merupakan saluran yang banyak digunakan oleh petani di wilayah tersebut, mempunyai marjin terkecil dan farmer’s share terbesar dibandingkan saluran-saluran tataniaga dimana petaninya tidak terikat perjanjian modal, serta memiliki pola saluran tataniaga yang pendek.

(14)

ANALISIS SISTEM TATANIAGA TEMBAKAU MOLE (Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat)

Oleh :

SILTHIA HIDAYANA KERTAWATI A 14105706

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

(15)

Judul Skripsi : Analisis Sistem Tataniaga Tembakau Mole (Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat)

Nama Mahasiswa : Silthia Hidayana Kertawati

NRP : A14105706

Mengetahui, Dosen Pembimbing

Ir. Burhanuddin, MM NIP. 132 232 454

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M Agr NIP: 131 124 019

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS SISTEM TATANIAGA TEMBAKAU MOLE (DESA CIBURIAL, KECAMATAN LELES, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT) BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI MANAPUN

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, November 2008

(17)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut Jawa Barat, pada tanggal 25 April 1983 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara keluarga bapak Anang Supriatna

Kertapati dan ibu Sumyati.

Penulis mengawali jenjang pendidikan pada TK PGRI Cibatu, Garut pada tahun 1987. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di SDN I Cibatu lulus

pada tahun 1995. Melanjutkan pendidikan di SMPN I Cibatu lulus pada tahun

1998. Penulis melanjutkan pendidikan di SMUN I Cibatu Garut lulus pada tahun

2001.

Penulis diterima menjadi mahasiswa Diploma Institut Pertanian Bogor di

Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan pada tahun

2002 melalui jalur umum. Penulis lulus program Diploma pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis diterima pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen

(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi

yang berjudul Analisis Sistem Tataniaga Tembakau Mole (Desa Ciburial

Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat).

Penelitian ini dilaksanakan untuk menganalisis pola saluran tataniaga

baik pemasaran bebas dan pemasaran tidak bebas, menganalisis fungsi-fungsi

tataniaga tembakau, struktur pasar, serta perilaku pasar yang terjadi, dan

menganalisis pemasaran mana yang efisien berdasarkan sebaran margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini belum

sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan sehingga dapat memperbaiki dan mengembangkan penelitian ini. Akhirnya penulis berharap

semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

Bogor, November 2008

(19)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga memberikan kemudahan dan kelancaran untuk menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak atas

bimbingan, bantuan dan kerjasamanya, kepada :

1. Bapak & Mamah tercinta, Anang Supriatna Kertapati dan Sumyati, yang

selalu memberikan dukungan doa, kasih sayang, perhatian dan semangat

untuk keberhasilan penulis.

2. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, menuntun, mengarahkan, dan kesabarannya dalam membimbing

penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama dalam ujian sidang. Terima kasih atas segala kritik dan saran untuk perbaikan skripsi

ini.

4. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen evaluator pada kolokium proposal

penelitian dan selaku perwakilan dari Komisi Akademik, terima kasih atas masukkannya.

5. Bapak Haeruman dan semua staf Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura

dan Perkebunan Kabupaten Garut yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data serta informasi yang diperlukan.

6. Bapak Undang dan bapak-bapak petani tembakau di Desa Ciburial terima

kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

7. Kakak-kakakku Yudhi Octaviana Kertapati S. Hut & Ekawati, Devi

Handayani Kertawati, Amd & Hendra Setiawan, SP, Adikku Nisa Uswatun

(20)

8. Keluarga di Cimanggu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya yang

telah diberikan kepada penulis.

9. Keluarga besar PT Boraspati Wahana, terima kasih atas semua dukungan, semangat, bantuan dan waktu yang diberikan kepada penulis.

10. Widi Nugraha, terima kasih atas doa, semangat, dan kesabaran yang

telah diberikan kepada penulis.

11. Teman-temanku Bayu Sumbara, Tri Agung Junarto, dan Zaky Adnany

yang telah memberikan bantuannya kepada penulis.

12. Seluruh staf pengajar dan administrasi Program Sarjana Ekstensi

Manajemen Agribisnis.

13. Teman-teman Ekstensi MAB, KDH ’39 serta seluruh pihak yang tidak

dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya

(21)

DAFTAR ISI

2.3.2. Penelitian Mengenai Komoditas Tembakau ... 13

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 16

3.1.1. Konsep Tataniaga ... 16

3.1.2. Lembaga Tataniaga dan Saluran Tataniaga ... 17

3.1.3. Fungsi-fungsi Tataniaga ... 18

4.4.1. Analisis Fungsi-Fungsi Tataniaga ... 27

(22)

4.4.3. Analisis Struktur Pasar ... 28 4.4.4. Analisis Perilaku Pasar ... 28 4.4.5. Marjin Tataniaga... 28 4.4.6. Farmer’s Share ... 29

4.4.7. Rasio Keuntungan dan Biaya ... 29 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Letak dan Luas Wilayah... 31 5.6.3. Hama dan Penyakit Pada Tanaman Tembakau Mole .. 38 VI. SISTEM TATANIAGA TEMBAKAU MOLE

(23)

6.4.3. Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga ... 57 6.5. Marjin Tataniaga ... 57 6.6. Farmer,s Share ... 59

6.7. Rasio Keuntungan dan Biaya ... 60 6.8. Efisiensi Tataniaga... 61 VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... 63 7.2. Saran ... 63

(24)

DAFTAR TABEL

Hal. 1. Penerimaan Cukai dan Produksi Rokok Kretek di Indonesia ... 2 2. Data Luas Areal Tanaman Tembakau di Kabupaten Garut ... 3 3. Luas Areal dan Produksi Tembakau di Kabupaten Garut Tahun

2002-2006 ... 4 4. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan

Penelitian yang Dilakukan ... 15 5. Karakteristik struktur pasar dipandang dari sudut pembeli dan

penjual ... 20 6. Persentase Petani Berdasarkan Sebaran Usia ... 32 7. Persentase Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 33 8. Persentase Petani Berdasarkan Pengalaman Usahatani ... 33 9. Persentase Petani Berdasarkan Luas Lahan ... 34 10. Persentase Pedagang Berdasarkan Sebaran Usia ... 35 11. Persentase Pedagang Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 35 12. Persentase Pedagang Berdasarkan Pengalamannya ... 35 13. Fungsi-fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Yang Terlibat

Dalam Sistem Tataniaga Tembakau Mole ... 44 14. Farmer’s Share pada Saluran Tataniaga Tembakau Mole Kualitas I

MT 2007 ... 59 15. Rasio Keuntungan Biaya dan Biaya Lembaga Tataniaga

(25)

DAFTAR GAMBAR

Hal. 1. Jalur Distribusi Pemasaran Komoditi Pertanian ... 18 2. Kurva Margin Tataniaga ... 22 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ... 25 4. Pola Saluran Tataniaga Tembakau Mole di Desa Ciburial

(26)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Komoditi perkebunan di Indonesia sebagian besar merupakan produk ekspor, sehingga dapat menjadi devisa negara yang cukup besar dari sektor non

migas. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 74 Tahun 1998,

yang termasuk ke dalam komoditi perkebunan berjumlah 145 jenis, namun hanya sekitar 20 jenis merupakan komoditi unggulan dan dibudidayakan secara

besar-besaran dikelola oleh rakyat dan negara. Komoditi-komoditi unggulan tersebut

diantaranya yaitu kelapa, kelapa sawit, kopi, kakao, karet, mete, cengkeh, lada,

tembakau, tebu, kayu manis, jahe, minyak atsiri, dan lain-lain. Sebagian besar komoditi-komoditi tersebut diekspor dalam bentuk bahan baku dan bukan dalam

bentuk olahan sehingga dapat menyebabkan nilai jualnya menjadi kurang

ekonomis.

Tembakau merupakan salah satu komoditi unggulan di Indonesia, yang

mampu menyerap tenaga kerja sekitar 10 juta orang dan 10 juta orang lainnya

pada industri rokok. Disamping menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit,

tembakau dan rokok menyumbangkan cukai dan pajak-pajak lain yang cukup besar (Sahminuddin, 2003). Data mengenai penerimaan cukai dan produksi

rokok kretek di Indonesia terdapat pada Tabel 1.

Penerimaan cukai dan produksi pada periode tahun 1993-1997 terus mengalami peningkatan, meskipun produksi rokok pada periode tersebut tidak

mengalami peningkatan yang sangat besar dibandingkan dengan penerimaan

(27)

produksi pada periode 1998-2003 mencerminkan fluktuasi permintaan. Pada

kondisi tersebut industri rokok kretek menghadapi masalah ketidakpastian pasar.

Tabel 1. Penerimaan Cukai dan Produksi Rokok Kretek di Indonesia (1993-2003)

Tahun Cukai

(Juta Rp)

Produksi (Juta batang)

1993 2.344.468 139.470

1994 2.691.964 156.289

1995 3.044.144 162.818

1996 3.583.546 170.436

1997 4.182.093 180.429

1998 6.286.982 165.425

1999 8.602.811 169.764

2000 11.379.772 185.549

2001 15.614.292 187.333

2002 19.858.567 173.911

2003 23.951.996 170.598

Sumber : Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, 2004

Produksi rokok nasional dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, terutama tembakau rakyat. Tembakau rakyat adalah tembakau

yang dikelola oleh rakyat atau individu petani, umumnya diolah menjadi

tembakau rajangan. Tembakau rakyat juga merupakan bahan utama untuk

industri rokok kretek. Jenis tembakau rajangan yang banyak diminati oleh pabrik rokok diantaranya tembakau rajangan madura, paiton, maesan, weleri, ploso,

karangjati, garut, dan lain-lain.

Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah yang mempunyai potensi dalam pengembangan tembakau di wilayah propinsi Jawa Barat. Pemerintah

Kabupaten Garut menjadikan tembakau sebagai salah satu komoditas unggulan.

Usaha budidaya tembakau ini telah lama dilakukan oleh para petani di Kabupaten Garut. Usaha ini merupakan usaha Tembakau Rakyat, dengan nama

”Tembakau Mole” (rajangan halus) yang dijadikan ciri khas tembakau Garut serta

(28)

tembakau berkualitas tinggi dari dua varietas tembakau yang umumnya ditanam

petani yaitu Derwati dan Nani.1

Berdasarkan Data Statistik Perkebunan Kabupaten Garut, luas areal tanaman tembakau pada semester I tahun 2007 tercatat sekitar 3.026 Ha yang

meliputi 31 Kecamatan dari 42 Kecamatan yang ada di Kabupaten Garut. Berikut

merupakan lima kecamatan yang mempunyai luas areal terbesar, dapat dilihat pada Tabel 2, pada data tersebut menunjukan bahwa Kecamatan Leles

merupakan kecamatan yang memiliki luas areal tanaman tembakau yang terluas

di Kabupaten Garut yaitu sekitar 547 Ha.

Tabel 2. Data Luas Areal Tanaman Tembakau di Kabupaten Garut Tahun 2007

No Kecamatan Luas (Ha)

Sumber :Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Kab.Garut, 2007.

Luas areal tanaman tembakau di Kabupaten Garut dalam kurun waktu

lima tahun terakhir ini mengalami penyempitan luas lahan, terutama pada tahun

2003 luas lahan tanaman tembakau menjadi 2.141 Ha. Salah satu faktornya yaitu

lahan-lahan yang pada awalnya ditanami tembakau oleh petani kini beralih menjadi tanaman pertanian lain seperti padi, jagung, kedelai dan lain-lain.

Sedangkan produksi tanaman tembakau, untuk bahan mentah yang berupa daun

basah pada umumnya mengalami peningkatan. Produksi hasil olahan tembakau atau tembakau rajangan mengalami fluktuasi, dan produksinya menjadi lebih

sedikit dibandingkan dengan produksi bahan mentah/daun basah karena untuk

menjadi tembakau rajangan harus melalui proses pengeringan. Data mengenai

1

(29)

luas areal dan produksi tanaman tembakau di Kabupaten Garut selama lima

tahun terakhir tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Tembakau di Kabupaten Garut Tahun 2002- 2006

Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)

Bahan Mentah Hasil Olahan

2002 3449 11.208,47 2.141,34

2003 2141 6.990,42 1.598,57

2004 3292 21.092,86 2.117,81

2005 3011 21.490,20 2.131,92

2006 3016 20.022,00 1.957,70

Sumber : Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Kabupaten Garut, 2007.

Tahun 2002, luas areal tanaman tembakau sekitar 3.449 Ha. Produksi yang dihasilkan dari luas areal tersebut untuk bahan baku mentah mencapai

11.208,47 ton. Sedangkan produksi dari hasil olahan (tembakau rajangan)

mencapai 2.141,34 ton. Berdasarkan data yang diperoleh Dinas Perkebunan Kabupaten Garut (2002), nilai produksi tembakau yang dihasilkan Kabupaten

Garut dari luas areal tanaman 3.449 Ha, yaitu 3.198 Ha dengan produksi

tembakau rajangan 2.321 ton/tahun senilai Rp 34.815.000.000,00/tahun dan 250

Ha produksi daun basah sebanyak 1.500 ton/tahun senilai Rp 2.250.000.000,00/tahun. Sehingga kontribusi dari produk tembakau rakyat

terhadap nilai PDRB di Kabupaten Garut, sebesar Rp 27.065.000.000,00/tahun.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan analisa pasar yang telah dilakukan oleh Dinas Perkebunan

Kabupaten Garut diketahui bahwa tembakau mole (tembakau rajangan) Garut memiliki keunggulan dan prospek pasar yang sangat cerah karena memiliki

(30)

rokok dalam negeri.2 Sedangkan menurut hasil Evaluasi Tembakau MTT 2007

dan Rencana MTT 2008 yang dikeluarkan Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura

dan Perkebunan Kabupaten Garut, lembaga pemasaran yang terlibat dalam tataniaga tembakau mole ini diantaranya yaitu Petani/Kelompok Tani, Pengumpul

Tingkat Desa, Pengumpul Tingkat Kecamatan, Bandar/Supplier, dan Perusahaan

Rokok (PT HM Sampoerna, PT Djarum Kudus, PT Nojorono, Perusahaan Guntingan dan CV Trisno Adi). Selain itu ada juga dalam bentuk kerjasama

pembelian tembakau mole dengan perusahaan rokok PT HM Sampoerna, PT

Djarum Kudus dan pembelian tembakau krosok oleh Perusahaan CV Trisno Adi.

Secara garis besar menurut Ketua APTI (Asosiasi Petani Tembakau Indonesia) Kabupaten Garut terdapat dua macam saluran yang terjadi yaitu

saluran tataniaga petani yang tidak terikat perjanjian modal dan saluran tataniaga

petani yang terikat perjanjian modal. petani yang tidak terikat perjanjian modal yaitu petani yang bisa memasarkan hasil produksinya kepada pembeli manapun.

Sedangkan petani yang terikat perjanjian modal adalah petani yang terikat janji

atau ketentuan menjual hasil produksinya hanya pada pembeli tertentu saja.

Sehingga penentuan harganya ditentukan oleh pembeli tersebut dan petani hanya sebagai penerima harga. Hal ini dikarenakan petani telah meminjam

modal kepada pembeli tersebut untuk melakukan kegiatan usahataninya.

Terdapat 69,23 persen petani memasarkan hasil usahataninya melalui saluran yang terikat perjanjian modal. Selain itu harga juga ditentukan oleh kualitas

tembakau. Hal yang sering terjadi yaitu adanya perbedaan persepsi dan

penilaian dalam menentukan kualitas tembakau, terutama pada petani yang terikat modal.

Melihat kondisi diatas maka menarik kiranya dilakukan suatu kajian

tentang analisis efisiensi sistem tataniaga tembakau mole antara petani yang

2

(31)

tidak terikat modal dengan petani yang terikat modal. Penelitian ini menilai

saluran tataniaga manakah yang paling efisien bagi para petani tembakau mole .

Efisiensi tataniaga tembakau ini mencakup pola saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, serta keragaan pasar yang dilihat dari

sebaran marjin, farmer’s share, dan rasio keuntungan biaya.

Dari uraian tersebut, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pola saluran tataniaga tembakau mole?

2. Bagaimana fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar

tembakau mole?

3. Saluran manakah yang efisien berdasarkan sebaran marjin tataniaga,

farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya tembakau mole?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Menganalisis pola saluran tataniaga tembakau mole.

2. Menganalisis fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, serta perilaku pasar

tembakau mole.

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Tanaman Tembakau

Di Indonesia tembakau bukan merupakan tanaman asli. Umumnya orang

mengira, bahwa tanah asal dari tembakau adalah Meksiko. Ketika Colombus pada tahun 1492 mendarat di pulau Guanakani, tercengang melihat

penduduknya biasa menghisap rokok, yang dibuat dari daun tanaman tembakau

yang kering dan digulung. Pada waktu itu tanaman tersebut tidak dikenal di negeri lain, apalagi menghisap rokok.

Biji-biji dari tanaman tembakau itu kemudian dibawa ke Eropa oleh

seorang Perancis, yang bernama Jean Nicot de Villemain dan ditanam di negerinya. Berhubung dengan itu maka tanaman tersebut dinamakan Nicotiana tabacum.

Banyak orang mengira, bahwa di Indonesia tanaman tembakau itu

didatangkan oleh bangsa Portugis kira-kira pada tahun 1600 akan tetapi orang lain menduga, bahwa tembakau yang ada di Indonesia semula didatangkan

langsung dari Meksiko melalui Philipina dan Tiongkok. Ketika Rumphius

mengelilingi Indonesia pada tahun 1650 tanaman tembakau itu sudah dilihatnya berbagai tempat yang tidak pernah dikunjungi Portugis.

Lembaga Tembakau dahulu dikenal dengan nama Kerosok Centrale, dibentuk berdasarkan Kerosok Ordonantle 1973, kegiatannya sempat terhenti beberapa tahun dan kemudian diaktifkan kembali dengan nama Badan Urusan

Tembakau dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Perekonomian tanggal 23

September 1954. Selanjutnya diperbaharui dengan Surat Keputusan Menteri

(33)

2.2 Jenis – jenis Tembakau

Menurut musimnya, tembakau di Indonesia dipisahkan menurut dua jenis,

yaitu :

1. Tembakau Vo (Voor-oogst), merupakan tembakau yang ditanam pada waktu

musim penghujan dan dipanen pada waktu musim kemarau. Biasa

dinamakan tembakau musim kemarau (Onberegend).

2. Tembakau No (Na-oogst), adalah tembakau yang ditanam pada musim

kemarau, kemudian dipanen pada musim hujan.

Sedangkan menurut penggunaannya atas jenis-jenisnya, tembakau di

Indonesia dipisahkan menjadi : 1. Tembakau Cerutu

Tembakau ini dihasilkan oleh tiga tempat, dua daerah lama dan satu

tempat daerah baru , masing-masing daerah Jawa, satu daerah di Sumatera dan daerah baru di Sulawesi. Di Jawa sebagai penghasil tembakau cerutu ialah

daerah Besuki, Jawa Timur yang berpusat di Kabupaten Jember dan

Bondowoso, dan daerah antara Klaten dan Yogya yang dikenal dengan daerah Vorstenlanden, maka terkenal dengan tembakau Besuki dan tembakau Vorstenlanden.

Secara umum di dalam tembakau cerutu dikenal tiga jenis sesuai dengan

fungsinya pada pembuatan rokok cerutu, yaitu : 1. Jenis pengisi

2. Jenis Pembalut

3. Jenis Pembungkus

Tembakau yang dihasilkan di Sumatera yang terkenal adalah tembakau

Deli dan merupakan penghasil tipe pembungkus yang terbaik. Jenis tembakau

(34)

2. Tembakau Sigaret

a. Tembakau Virginia

Tipe utama untuk sigaret putih yang terkenal adalah tembakau Virginia dan merupakan bahan utama bagi pembuatan rokok sigaret. Berlainan dengan

tembakau cerutu dan beberapa tembakau rakyat maka tembakau Virginia

tidak begitu membutuhkan tanah yang subur, iklimnya kurang khas, tembakau Virginia mempunyai penyesuaian baik terhadap iklim dan tanah.

b. Tembakau Sigaret Lainnya

Selain Virginia, tembakau yang dapat dipergunakan untuk pembuatan rokok sigaret adalah tembakau Turki (oriental). Tembakau Turki adalah nama yang

diberikan pada segolongan tembakau yang lain, karena mempunyai sifat

kualitas yang khas keunggulan dan golongan tembakau ini terletak pada

aroma yang baik dan spesifik, sehingga disebut juga ”Aromatic tobacco”.

3. Tembakau Pipa

Satu-satunya tempat yang mampu menghasilkan adalah daerah

Lumajang (Jawa Timur). Tembakau Lumajang dihasilkan untuk diekspor ke Eropa, jenis Voor-oogst terkenal dengan nama Jembel Putih dan Jenis Na-oogst

yang terkenal adalah Krungsung.

4. Tembakau Asepan

Tembakau Asepan adalah sejenis tembakau yang pengolahan daunnya

dilakukan dengan cara diasap (Smoke cured-tobacco). Tembakau ini mempunyai warna yang gelap, daun yang tebal, berat, kuat dan berminyak. Jika

(35)

5. Tembakau Rakyat/Asli

Tembakau asli adalah tembakau yang ditanam oleh rakyat, mulai dari

pembuatan persemaian, penanaman dan pengolahan daunnya, sehingga siap untuk dijual di pasaran, dalam bahasa asing tembakau ini disebut ”Native tobaccoes” atau ”Bevolkings tabak”. Tembakau ini pada umumnya ditanam pada akhir musim penghujan sehingga panennya jatuh di musim kemarau. Jadi tembakau asli, karena panennya jatuh di musim kemarau disebut juga

Voor-oogst. Penggunaannya pada umumnya untuk keperluan pembuatan sigaret

kretek, dalam jumlah yang tidak terlalu besar dipergunakan juga untuk sigaret

sebagai campuran. Yang memenuhi syarat biasanya didatangkan dari daerah Bojonegoro, Madura, Kedu, Kendal, Garut, Sidikalang dan Takengon.

Jenis-jenis tembakau asli ini diketahui dan dikenal besar terdapat di Jawa.

Di Jawa Barat terdapat di Bandung Selatan dan disekitar Garut yang dikenal sebagai tembakau Mole. Hasil dari tembakau ini adalah rajangan halus yang digunakan untuk rokok ”lintingan”, sedangkan sebagian untuk campuran dalam pembuatan rokok kretek dan sigaret putih dan sebagian kecil untuk tembakau

krosok.

Pemasaran tembakau rajangan adalah Jawa Barat, Jawa Tengah dan

Jawa Timur. Tembakau Garut dan Takengon mempunyai sifat-sifat yang khas

disamping rasa dan aroma, warnanya yang mencolok, yakni kuning emas sampai coklat terang. Jenis-jenis tembakau asli yang ditanam di Jawa Barat adalah Kedu

Hejo, Kedu Omas, Kedu Hideung, Maruyung, Kedu Rancing, Palumbon, Nani

(36)

2.3 Penelitian Terdahulu

2.3.1 Penelitian Mengenai Tataniaga Vinifera (2006) menyatakan dalam analisis tataniaga komoditi kelapa

kopyor di Desa Ngagel, Kab. Pati, Jawa Tengah terdapat tiga saluran

pemasaran. Saluran tataniaga I (Petani – Pedagang Pengumpul I – Bandar –

Pedagang Pengecer – Konsumen), saluran tataniaga II (Petani – Pedagang Pengumpul I – Pedagang Pengumpul II – Bandar – Pedagang Pengecer –

Konsumen), dan saluran tataniaga III (Petani – Pengumpul II – Bandar –

Pedagang Pengecer – Konsumen).

Saluran tataniaga II merupakan saluran tataniaga Kelapa Kopyor terpanjang dan paling banyak digunakan oleh petani yaitu 11 orang petani

(36,67%) dari total responden petani. Alasan petani menjual hasil panen kepada

Pedagang Pengumpul I di tingkat desa karena petani tidak perlu melakukan kegiatan panen dan perbedaan keuntungan tidak terlalu besar. Sama halnya

pada saluran tataniaga III, petani melakukan penjualan ke pedagang pengumpul

tingkat kecamatan, sebanyak 36,67% dari total responden petani.

Struktur pasar yang dihadapi petani Kelapa Kopyor di Desa Ngagel cenderung mengarah ke pasar persaingan sempurna. Hal ini dilihat dari jumlah

petani responden sebanyak 30 orang dengan jumlah pedagang sebanyak 11

orang yang terlibat sebagai lembaga tataniaga.

Perilaku pasar, penjualan dan pembelian antar lembaga tataniaga terjalin

kerjasama cukup baik. Penentuan harga antara petani dengan pengumpul I dan

pengumpul II berdasarkan tawar menawar dan penentuan sepihak dari pedagang. Petani sebagai price taker. Harga yang terjadi berdasarkan mekanisme pasar, sistem pembayaran adalah sistem pembayaran tunai, sistem

(37)

Hasil perhitungan marjin tataniaga, pola saluran III memiliki marjin paling

kecil diantara ketiga saluran yang ada yaitu sebesar Rp. 7.185,97 per butir, total

biaya pemasaran paling kecil juga sebesar Rp. 3.766,12 per butir. Rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi pada pemasaran Kelapa Kopyor terdapat

pada saluran pemasaran III yaitu 1,2. Rasio 1,2 berarti untuk setiap Rp. 100 per

butir biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga tersebut diperoleh keuntungan Rp. 120 per butir. Prioritas yang ingin dicapai adalah

peningkatan pendapatan petani, maka alternatif saluran tataniaga III yang

digunakan sebagai alternatif pilihan.

Menurut Sakinah (2006) dalam analisis sistem dan efisiensi tataniaga komoditas Damar Mata Kucing, di desa Pahmungan terdapat 3 saluran tataniaga

yaitu saluran tataniaga I (Petani – Penghadang – Pedagang Pengumpul Desa –

Bandar – Eksportir), saluran tataniaga II (Petani – Pengumpul Desa - Bandar – Eksportir), dan saluran tataniaga III (Petani – Bandar – Eksportir).

Perilaku pasar yang diamati dari praktek penjualan dan pembelian oleh

masing-masing lembaga tataniaga, sistem penentuan harga berdasarkan

mekanisme pasar, sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Berdasarkan analisis efisiensi tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga III menjadi alternatif

yang efisien yang dapat meningkatkan farmer share karena memiliki marjin yang terkecil yaitu Rp. 8.500/kg (56,67%). Farmer share tertinggi juga terdapat pada saluran tataniaga III sebesar 43,33%. Rasio keuntungan tertinggi di saluran III

sebesar 2,32.

Sedangkan menurut Widawati (1999) dalam analisis marjin pemasaran dan struktur pasar tembakau dalam negeri, pemasaran tembakau di Kabupaten

Temanggung terdapat tiga saluran pemasaran, yaitu (1) Petani – Perwakilan

(38)

Perwakilan Pabrik Rokok. Hasil analisis terhadap biaya dan keuntungan pada

setiap pelaku perdagangan menunjukkan bahwa sebaran marjin pemasaran

tembakau di Kabupaten Temanggung tidak sesuai dengan korbanan yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran, dimana bandar

memperoleh keuntungan terbesar yaitu 9,25 persen sedangkan petani

memperoleh bagian terkecil yaitu 6,33 persen dari total harga yang dibayar konsumen. Dilihat dari proses pembentukan harga, petani menempati posisi

tawar-menawar yang paling lemah. Kedua hal tersebut mencerminkan bahwa

tingkat efisiensi pemasaran pada perdagangan tembakau di Temanggung belum

tercapai.

2.3.2 Penelitian Mengenai Komoditas Tembakau

Ardhiyanthi (2003) menyatakan dalam kajian Implementasi Kemitraan

Agribisnis Tembakau Virginia di PT. Sadhana Arifnusa, alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan

petani untuk melaksanakan kemitraan adalah metode Regresi Logistik yang

diolah dengan Software SPSS 11.0.

Hasil berdasarkan bentuk pelaksanaan kemitraan yang dilakukan

bersama petani mitra, bentuk kemitraan bersifat kemitraan usaha partial, yaitu

perusahaan memberikan bantuan berupa pinjaman sarana produksi pertanian dan memberikan fasilitas peralatan untuk proses produksi dan pengolahan hasil

produksi tembakau milik petani binaannya. Manfaat pelaksanaan kemitraan yang

dirasakan petani antara lain, mendapat bantuan permodalan, mendapat fasilitas

pinjaman gudang oven, memperoleh ilmu pengetahuan atau keterampilan teknologi pertanian, kemudahan menjual hasil panen, terjalin hubungan

(39)

Menurut Murniyati (1999), dalam analisis usaha tani dan pengolahan

tembakau Garangan menjelaskan berdasarkan hasil analisis pendapatan usaha

tani dan pengolahan untuk luasan satu hektar diketahui bahwa penerimaan total yang diperoleh petani yaitu menjual langsung tembakau dalam daun basah lebih

kecil daripada penerimaan yang diperoleh petani bila mereka mengolah terlebih

dahulu daun tembakau hasil produksi.

Besarnya penerimaan mempengaruhi besarnya pendapatan yang

diterima petani. Besarnya pendapatan yang diterima petani yang mengolah

sendiri tembakaunya lebih besar dibanding petani yang menjual tembakau daun

basah. Besarnya penerimaan dan pendapatan sangat dipengaruhi oleh mutu daun tembakau basah yang dihasilkan yang secara langsung berpengaruh pada

mutu tembakau garangan. Daun tembakau basah dengan mutu rendah memiliki

harga jual yang rendah, sehingga bila diolah menjadi tembakau garangan, harga jual tembakau garangan menjadi rendah, sedang biaya pengolahan tembakau

garangan cukup tinggi.

Sedangkan menurut Yustishia (2007), dalam analisis dampak kenaikan

tarif cukai tembakau terhadap permintaan rokok kretek, keuntungan usaha dan kesempatan kerja industri rokok skala kecil tanpa cukai. Metode yang digunakan

untuk mempengaruhi permintaan rokok adalah dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai yang dilihat dari faktor harga rokok kretek tidak berpengaruh signifikan terhadap

permintaan rokok kretek. Hasil keuntungan usaha pada industri rokok skala kecil

tanpa cukai meningkat dari sebelum dan sesudah tarif cukai ditetapkan. Persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang

(40)

Tabel 4. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Dilakukan

Nama Peneliti Judul Penelitian Persamaan Perbedaan Vinifera (2006) Analisis Tataniaga

Komoditas Kelapa Kopyor (Studi Kasus di Desa Ngagel,

Kecamatan Dukuh Seti, Kab. Pati, Jawa Tengah)

• Alat analisis

Sakinah (2006) Analisis Sistem dan Efisiensi Tataniaga

Widawati (1999) Analisis Marjin

Pemasaran dan Struktur

Murniyati (1999) Analisis Usahatani dan Pengolahan Tembakau Yustishia (2007) Analisis Dampak

Kenaikan Tarif Cukai Skala Kecil Tanpa Cukai

(41)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga

Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa tataniaga pertanian

adalah mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik barang-barang hasil pertanian dan barang-barang

kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk

di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan

memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya.

Menurut Sa’id dan Intan (2001) menyimpulkan bahwa tataniaga pertanian

dapat didefinisikan sebagai sejumlah kegiatan bisnis yang ditujukan untuk memberi kepuasan dari barang atau jasa yang dipertukarkan kepada konsumen

atau pemakai dalam bidang pertanian, baik input maupun produk pertanian.

Pendekatan analisis tataniaga pertanian terdapat 4 pendekatan, yaitu : 1. Pendekatan Fungsi (Functional Approach); merupakan pendekatan yang

mempelajari fungsi-fungsi yang ada dalam lembaga tataniaga yang terlibat

dalam tataniaga suatu komoditi. Pendekatan fungsi terdiri dari : fungsi pertukaran yang meliputi pembelian dan penjualan; fungsi fisik meliputi

penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan; dan fungsi fasilitas meliputi

standarisasi & grading, penanggungan resiko, pembiayaan dan informasi

pasar.

2. Pendekatan Kelembagaan (Institutional Approach). Pendekatan

(42)

masing-masing lembaga tataniaga dalam kegiatan tataniaga, misalnya

produsen, konsumen, bandar, pengecer, dan lain-lain.

3. Pendekatan Barang (Commodity Approach), merupakan pendekatan yang melibatkan studi tentang bagaimana barang-barang tertentu berpindah dari

titik produksi ke konsumen, dan memperlajari masalah-masalah yang terjadi

dalam komoditi tersebut.

4. Pendekatan Teori Ekonomi (Economic Approach), fokus terhadap

masalah-masalah penawaran, permintaan, harga, bentuk-bentuk pasar, dan lain-lain.

Pendekatan Ekonomi sering disebut dengan pendekatan sistem. Sistem

adalah suatu kumpulan komponen-komponen yang bekerja secara bersamaan dalam suatu cara yang terorganisasi.

3.1.2 Lembaga Tataniaga dan Saluran Tataniaga

Tataniaga suatu barang atau jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Diantara produsen yang

menghasilkan barang atau jasa dengan konsumen terdapat jarak, maka fungsi

perantara sangat dibutuhkan. Badan-badan perantara ini bisa dalam bentuk perseorangan, perserikatan ataupun perseroan. Lembaga-lembaga tataniaga

tersebut yang akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga seperti fungsi pertukaran,

fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Lembaga-lembaga ini melakukan pengangkutan barang dari produsen dan dibawa ke konsumen, juga berfungsi sebagai

penghubung informasi mengenai suatu barang atau jasa. Lembaga tataniaga

berusaha meningkatkan nilai guna dari suatu barang atau jasa baik nilai guna

bentuk, tempat, waktu dan pemilikan. (Limbong dan Sitorus, 1985).

Saluran tataniaga menurut Limbong dan Sitorus (1985) dapat

didefinisikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil

(43)

selama barang atau jasa tertentu berpindah dari produsen ke konsumen.

Komoditi pertanian mempunyai sifat mudah rusak (perisable), mudah busuk dan

mempunyai volume yang besar (bulky), sehingga dibutuhkan penanganan yang khusus agar komoditi tersebut sampai di konsumen sesuai dengan keinginannya.

Maka sistem salurannya harus mampu memberikan perlindungan dan keamanan

terhadap komoditi tersebut. Dengan barang tertentu maka akan melalui saluran tertentu pula.

Gambar 1. Jalur Distribusi Pemasaran Komoditi Pertanian (Kohls dan Downey,1985)

3.1.3 Fungsi-fungsi Tataniaga

Sa’id dan Intan (2001) mendefinisikan fungsi tataniaga sebagai

serangkaian kegiatan fungsional yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

tataniaga, baik aktivitas proses fisik maupun aktivitas jasa, yang ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen sesuai dengan kebutuhan dan

Petani

Agen Perantara Pedagang desa

di pasar lokal

Agen Processor

Bandar

Pedagang Pengecer

(44)

keinginannya melalui penciptaan atau penambahan kegunaan bentuk, waktu,

tempat, dan kepemilikan terhadap suatu produk. Fungsi-fungsi tataniaga yang

dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga terkait atau terlibat dalam proses tataniaga suatu komoditas, yang membentuk rantai tataniaga atau sering disebut

sebagai sistem tataniaga.

Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke tingkat konsumen diperlukan tindakan-tindakan

yang dapat memperlancar kegiatan tersebut, kegiatan itu dinamakan

fungsi-fungsi tataniaga. Fungsi-fungsi-fungsi tataniaga dapat dikelompokkan menjadi 3 fungsi-fungsi

yaitu :

1. Fungsi Pertukaran yaitu kegiatan untuk memperlancar pemindahan hak

milik atas barang dan jasa dari penjualan kepada pembeli. Fungsi

pertukaran terdiri dari fungsi penjualan, dan fungsi pembelian.

2. Fungsi Fisik yaitu semua tindakan yang langsung berhubungan dengan

barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan

bentuk dan kegunaan waktu. Fungsi fisik meliputi fungsi penyimpanan,

fungsi pengangkutan, dan fungsi pengolahan.

3. Fungsi Fasilitas yaitu semua tindakan yang memperlancar kegiatan

pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas

terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar.

3.1.4 Struktur Pasar

Struktur pasar adalah karakteristik dari produk maupun institusi yang

terlibat pada pasar tersebut yang mempengaruhi perilaku pasar dan keragaan

(45)

1. Jumlah atau ukuran perusahaan.

2. Kondisi atau keadaan produk : produk homogen atau diferensiasi.

3. Mudah atau sulit untuk keluar masuk pasar.

4. Tingkat informasi yang dimiliki oleh partisipan, misalnya informasi

mengenai harga dan kondisi pasar.

Struktur pasar dapat dibedakan dari dua sisi, yaitu sisi pembeli dan sisi penjual. Dari sisi pembeli terdiri dari 1) pasar persaingan sempurna, banyak

pembeli dengan produk homogen terstandarisasi; 2) persaingan oligopsonistik,

banyak pembeli dengan produk berbeda corak; 3) oligopsoni, sedikit pembeli

dengan produk homogen terstandarisasi atau berbeda corak; dan 4) monopsoni terdapat satu pembeli dengan produk unik. Sedangkan dari sisi penjual terdiri

dari pasar persaingan monopolistik, oligopoli dan monopoli disebut sebagai pasar

persaingan tidak sempurna (Sudiyono, 2002).

Tabel 5. Karakteristik struktur pasar dipandang dari sudut pembeli dan penjual

No.

Karakteristik Pasar Struktur Pasar Jumlah Penjual

dan Pembeli Sifat Produk Sudut Penjual

Sudut Pembeli 1 Banyak Standar/Homogen Persaingan

Sempurna

Persaingan Sempurna 2 Banyak Differensiasi Persaingan

Monopolistik

Persaingan Monopsoni 3 Sedikit Standar Oligopoli Murni Oligopsoni

Murni 4 Sedikit Differensiasi Oligopoli

Differensiasi

Oligopsoni Differensiasi

5 Sedikit Unik Monopoli Monopsoni

Sumber : Dahl dan Hammond, 1977.

3.1.5 Perilaku Pasar

Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa secara umum perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang

(46)

kemampuan pasar untuk menerima sejumlah komoditi yang dijual, stabilitas

pasar, sistem pembayaran, dan kerjasama diantara berbagai lembaga tataniaga.

3.1.6 Efisiensi Tataniaga

Tataniaga disebut efisiensi, apabila tercipta keadaan dimana pihak

produsen, lembaga tataniaga dan konsumen memperoleh kepuasan dengan

adanya aktivitas tataniaga tersebut. Untuk meningkatkan efisiensi sistem

tataniaga, unsur-unsur produsen, lembaga tataniaga, konsumen serta pemerintah dapat memberikan sumbangan (Limbong dan Sitorus, 1985).

Sudiyono (2002) menyatakan bahwa indikator-indikator yang biasanya

digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga adalah marjin tataniaga, harga di tingkat konsumen, tersedianya fasilitas fisik tataniaga dan intensitas

persaingan pasar.

3.1.6.1 Marjin Tataniaga

Limbong dan Sitorus (1985) mengungkapkan, bahwa marjin tataniaga

merupakan selisih harga permintaan di tingkat pengecer dari harga permintaan di

tingkat petani, maka besaran tersebut merupakan penjumlahan dari marjin-marjin yang diperoleh pada tiap-tiap lembaga perantara diantara petani dan pengecer.

Marjin tataniaga berbeda-beda antara satu komoditi hasil pertanian

dengan komoditi lainnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan jasa yang diberikan pada berbagai komoditi mulai dari petani sampai ke konsumen akhir.

Tetapi tingginya marjin tataniaga belum mencerminkan efisiensi jasa yang

diberikan oleh sistem tataniaga tersebut. Salah satu indikator yang berguna

adalah memperbandingkan bagian yang diterima (farmer’s share) oleh petani. Marjin tataniaga produk hasil pertanian cenderung akan naik dalam

(47)

alasan : (1) Pengolahan dan jasa-jasa tataniaga mempergunakan padat karya,

dan (2) Bertambah tinggi pendapatan masyarakat akibat kemajuan

pembangunan ekonomi, biasanya konsumen lebih menginginkan kualitas produk hasil pertanian. Stabilnya marjin tataniaga dalam jangka pendek adalah

disebabkan dominannya faktor upah dan tingkat keuntungan yang diambil oleh

lembaga tataniaga yang relatif konstan persentasenya dibandingkan dengan berfluktuasinya harga-harga produk hasil pertanian tersebut.

Banyak sedikitnya lembaga perantara yang terlibat dalam tataniaga suatu

komoditi akan tergantung dari sifat komoditi yang akan dipasarkan. Ada komoditi

yang sangat memerlukan keterlibatan perantara yang banyak dan ada yang hanya membutuhkan sedikit. Keterlibatan perantara tersebut akan

mempengaruhi ”share” atau bagian yang akan diterima dari harga terakhir yang dibayar konsumen.

Gambar 2. Kurva Marjin Tataniaga Keterangan :

Pf : Harga di tingkat petani

Pr : Harga di tingkat pengecer (retailer) Sf : Penawaran dari petani (primary supply) Sr : Penawaran di tingkat retailer (derived supply)

Df : Permintaan output di tingkat retailer atau perantara (derived demand) Dr : Permintaan output dari konsumen akhir (primary demand)

(48)

3.1.6.2 Farmer Share’s

Kohls and Uhls (1990) menyatakan bahwa, farmer share’s adalah persentase harga yang diterima oleh petani sebagai imbalan dari kegiatan usaha tani yang dilakukannya dalam menghasilkan produk. Farmer share’s dapat dipengaruhi oleh tingkat pengolahan, keawetan produk, ukuran produk, jumlah

produk, dan biaya transportasi.

Saluran tataniaga yang efektif dan efisien adalah marjin dan biaya

tataniaganya lebih rendah sehingga perbedaan harga diantara petani dan

konsumen lebih kecil. Jika harga yang diterima petani lebih besar maka dapat

meningkatkan nilai Farmer share’s. Begitu pun sebaliknya dengan saluran tataniaga yang tidak efektif dan efisien (Sakinah, 2006).

3.1.6.3Rasio Keuntungan dan Biaya

Rasio keuntungan dan biaya, mengukur tingkat efisiensi tataniaga. Semakin merata penyebaran rasio keuntungan dan biaya maka operasional

sistem tataniaga akan semakin efisien.

3.2 Kerangka Operasional

Kabupaten Garut mempunyai potensi untuk mengembangkan komoditi

tembakau sebagai salah satu komoditas unggulan. Tembakau lokal di Kabupaten Garut ini telah dikenal dengan nama tembakau mole (rajangan halus), dan juga

mempunyai ciri khas tersendiri. Sampai saat ini tembakau mole sudah terserap

oleh industri rokok seperti PT Sampoerna dan PT Djarum Kudus, sebagai bahan

dasar campuran untuk rokok kretek.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua APTI Garut, di Kabupaten

Garut, terutama di Desa Ciburial Kecamatan Leles secara umum terdapat dua

(49)

perjanjian modal dan saluran tataniaga petani yang terikat perjanjian modal.

Pada saluran yang tidak terikat perjanjian modal, petani dapat menjual

tembakaunya dengan bebas kepada lembaga tataniaga manapun karena tidak ada keterikatan dengan lembaga tataniaga, kesepakatan harga ditentukan

melalui proses tawar menawar.

Saluran yang terikat perjanjian modal dimana petani sebagai penerima harga karena adanya keterikatan modal dengan lembaga tataniaga, sehingga

petani tidak bebas menjual tembakaunya kepada lembaga tataniaga yang lain,

serta penentuan kualitas juga ditentukan oleh lembaga tataniaga yang telah

memberikan modal. Terdapat 69,23 persen petani memasarkan hasil usahataninya melalui saluran ini.

Maka dari itu perlu diketahui bagaimana sistem tataniaga tembakau mole

pada kedua saluran tersebut. Parameter yang digunakan untuk menganalisis lebih lanjut mengenai pola tataniaga tembakau yaitu struktur pasar, perilaku

pasar, lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat serta saluran tataniaga, dan

fungsi-fungsi dari tataniaga tersebut. Sedangkan analisis yang digunakan dalam

pembentukan harga yaitu marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan biaya. Dari hasil analisis tersebut kemudian dilihat saluran manakah yang paling

(50)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Analisis Kualitatif:

1. Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga; 2. Analisis Fungsi-Fungsi

Tataniaga;

3. Analisis Struktur Pasar; 4. Analisis Perilaku Pasar;

Analisis Kuantitatif:

1. Analisis Marjin Tataniaga 2. Analisis Bagian Harga

yang Diterima Petani (farmer’s share); 3. Analisis Rasio

Keuntungan Biaya;

Efisiensi Tataniaga saluran tataniaga petani yang

terikat perjanjian modal

saluran tataniaga petani yang tidak terikat perjanjian modal

- Petani sebagai penerima harga - Adanya keterikatan modal - Penentuan kualitas dilakukan

oleh lembaga tataniaga - Petani tidak bebas menjual

tembakaunya

- Petani melakukan tawar

menawar harga dengan lembaga tataniaga

- Tidak adanya keterikatan modal - Petani bebas menjual hasil

tembakaunya

(51)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten

Garut, Propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara

sengaja (purposive), berdasarkan pertimbangan luas lahan tanaman tembakau terbesar di Kabupaten Garut. Penelitian dilakukan selama 2 bulan yaitu bulan

Maret – Mei 2008.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam analisa sistem tataniaga adalah data primer

dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui

wawancara dan pengamatan secara langsung di lapangan. Wawancara

dilakukan berdasarkan kuisioner yang meliputi karakteristik petani, harga jual, harga beli, dan jumlah produksi. Sedangkan data sekunder merupakan data-data

pendukung melalui studi pustaka dari berbagai literatur dan instansi yang

berkaitan dengan penelitian seperti, Direktorat Jenderal Perkebunan, Badan Pusat Statistik, Dinas Holtikultura, Tanaman Pangan dan Perkebunan, serta

instansi-instansi terkait lainnya.

4.3 Metode Penentuan Responden

Responden penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan menggunakan teknik snowball sampling, yaitu melakukan penelusuran saluran tataniaga mulai dari tingkat petani sampai ke konsumen akhir. Penentuan responden diambil berdasarkan informasi dari responden sebelumnya sehingga

jalur tataniaga tidak terputus. Responden yang diambil adalah kelompok tani

(52)

4.4 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan pengamatan terhadap karakteristik petani, fungsi-fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku

pasar. Sedangkan untuk analisis deskriptif kuantitatif dilakukan untuk melihat

keragaan pasar dengan pendekatan analisis marjin tataniaga, farmer share’s, dan rasio keuntungan biaya.

4.4.1 Analisis Fungsi-fungsi Tataniaga

Fungsi-fungsi tataniaga dapat dilihat dari masing-masing fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan tembakau dari produsen

sampai ke konsumen akhir. Fungsi-fungsi tataniaga tersebut dilakukan oleh

lembaga tataniaga meliputi fungsi fisik, fungsi pertukaran, dan fungsi fasilitas. Analisis fungsi tataniaga diperlukan karena untuk mengetahui

fungsi-fungsi yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat, penghitungan

kebutuhan biaya dan fasilitas yang dibutuhkan. Dari analisis fungsi tataniaga

dapat dihitung besarnya biaya marjin tataniaga.

4.4.2 Analisis Saluran Tataniaga

Metode analisis saluran tataniaga diperlukan untuk menelusuri saluran tataniaga tembakau dari produsen sampai ke konsumen akhir. Dari saluran

tataniaga yang ada, dapat digambarkan secara keseluruhan pola saluran

(53)

4.4.3 Analisis Stuktur Pasar

Metode analisis ini diperlukan untuk mengetahui apakah struktur pasar

yang ada cenderung mendekati pasar persaingan sempurna atau pasar persaingan tidak sempurna dengan melihat komponen-komponen yang

mengarahkan pasar ke suatu struktur pasar tertentu. Apabila semakin banyak

penjual dan pembeli dan semakin kecilnya jumlah yang diperjualbelikan oleh setiap lembaga tataniaga, maka struktur pasar tersebut masuk ke dalam Pasar

Persaingan Sempurna. Sedangkan adanya kesepakatan antar sesama pelaku

tataniaga dapat menimbulkan struktur pasar yang cenderung tidak bersaing

sempurna.

4.4.4 Analisis Perilaku Pasar

Untuk mengetahui perilaku pasar tembakau dapat dianalisis dengan mengamati sistem penjualan dan pembelian, sistem penentuan harga dan

pembayaran serta kerjasama diantara lembaga tataniaga yang terbentuk.

4.4.5 Marjin Tataniaga

Analisis marjin tataniaga diperlukan untuk melihat efisiensi teknik

tataniaga tembakau. Marjin tataniaga dihitung berdasarkan pengurangan harga

penjualan dengan harga pembelian pada setiap lembaga tataniaga. Besarnya marjin tataniaga pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya

tataniaga dan keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing lembaga

tataniaga.

Secara matematik Limbong dan Sitorus (1985) merumuskan marjin

tataniaga sebagai berikut :

(54)

Dimana: Mi = Marjin tataniaga di tingkat ke-i

Psi = Harga jual di tingkat ke-i

Pbi = Harga beli di tingkat ke-i Ci = Biaya tataniaga tingkat ke-i

πi = Keuntungan lembaga tataniaga pasar tingkat ke-i

Dengan menjumlahkan persamaan (1) dan (2) maka diperoleh: Psi – Pbi = Ci – πi ……….(3)

Berdasarkan persamaan tersebut, maka keuntungan lembaga tataniaga pada

tingkat ke-I adalah:

πi = Psi – Pbi – Ci……….(4)

4.4.6 Metode Analisis Farmer Share’s

Farmer’s Share merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Farmer’s share memiliki korelasi yang negatif dengan marjin tataniaga, artinya semakin tinggi marjin

pemasaran maka bagian harga yang diterima petani semakin rendah. Farmer’s share dirumuskan sebagai berikut:

% 100 X Pk Pf

Fs= ……….(5)

Dimana : Fs = Farmer’s Share

Pf = Harga di tingkat petani (Rp.)

(55)

4.4.7 Rasio Keuntungan dan Biaya

Penyebaran marjin tataniaga tembakau dapat pula dilihat berdasarkan

persentase keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing-masing lembaga tataniaga. Analisis rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengetahui

penyebaran keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga tataniaga.

Analisis rasio keuntungan dan biaya dirumuskan sebagai berikut:

Rasio Biaya-Keuntungan = X100% Ci

Li

………(6)

Dimana: Li = Keuntungan tataniaga lembaga ke-i

(56)

BAB V

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Letak dan Luas Wilayah

Desa Ciburial terletak di Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Propinsi

Jawa Barat. Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Salam Nunggal Sebelah Timur : Jalan Raya

Sebelah Selatan : Desa Haruman

Sebelah Barat : Desa Kandang

Jarak dari desa ke Ibukota Kabupaten adalah 13 kilometer, sedangkan

dari desa ke Ibukota Kecamatan adalah 0,5 kilometer. Jarak tersebut ditempuh

melalui jalan dengan kondisi aspal yang baik. Waktu tempuh dari desa ke Ibukota

Kabupaten dengan menggunakan angkutan darat berkisar kurang lebih 30 menit. Wilayah Desa Ciburial terbagi atas 3 dusun, 7 Rukun Warga dan 22 Rukun

Tetangga, dengan luas daerah/wilayah 369 Ha.

5.2 Keadaan Alam

Topografi Desa Ciburial berkisar dari 5% sampai lebih dari 50%,

sedangkan curah hujan rata-rata tahun 2007 yaitu 228,52 mm. Jenis tanah

Latosol, struktur tanah remah, kesuburan tanah lempung dan tebal solum 30 – 40 centimeter. Air tanah permukaan sangat baik dan tersedia sepanjang tahun.

5.3 Sarana dan Prasarana

Sarana perekonomian terdiri dari delapan toko/kios, 30 warung dan dua koperasi. Sedangkan untuk sarana pendidikan di Desa Ciburial terdapat 3 buah

Taman Kanak-kanak, 3 buah Sekolah Dasar, dan 2 buah SMU. Sarana

(57)

jenis sarana transportasi terdiri dari angkutan umum roda empat dan roda

dua/ojek. Sarana peribadatan terdapat 7 mesjid dan 4 pondok pesantren. dan

sarana kesehatan di Desa Ciburial terdapat 4 buah Posyandu dan 1 Pos KB.

5.4 Karakteristik Petani

Karakteristik yang dimiliki oleh petani diantaranya yaitu usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, luas lahan yang dikelola, status kepemilikan lahan, pengalaman usahatani, dan sifat usahatani. Berdasarkan karakteristik usia,

petani tembakau yang paling muda di Desa Ciburial yaitu usia 29 tahun.

Sedangkan petani tembakau yang paling tua berusia 76 tahun. Dengan rata-rata usia petani tembakau yaitu 53 tahun.

Petani tembakau yang berusia kurang dari 42 tahun sebanyak 19,23

persen, sedangkan petani yang berusia diantara 42 - 64 tahun sebanyak 69,23

persen. Dan petani yang berusia lebih dari 64 tahun memilikiproporsi yang lebih sedikit yaitu sebanyak 11,54 persen. Hal ini akan sangat mempengaruhi pada

produktifitas usahatani tembakau, karena umur merupakan salah satu faktor

yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang dalam bekerja. Seluruh petani berjenis kelamin laki-laki. Persentase petani berdasarkan sebaran usia dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Persentase Petani Berdasarkan Sebaran Usia di Desa Ciburial, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut

Usia (Tahun) Jumlah Persentase (%)

< 42 5 19,23

42 – 64 18 69,23

> 64 3 11,54

Gambar

Tabel 1. Penerimaan Cukai dan Produksi Rokok Kretek di Indonesia (1993-2003)
Tabel 2. Data Luas Areal Tanaman Tembakau di Kabupaten Garut Tahun 2007
Tabel 4.  Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Dilakukan
Gambar 1. Jalur Distribusi Pemasaran Komoditi Pertanian (Kohls dan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan struktur pasar tersebut akan membentuk pola perilaku pasar seperti kegiatan penjualan dan pembelian yang melibatkan lembaga tataniaga, sistem penentuan

Hal ini terjadi akibat banyaknya gula rafinasi (gula impor) yang ada di pasaran. Dalam sistem tataniaga suatu komoditi, terdapat variasi saluran tataniaga melalui alur

Analisis rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengukur penyebaran keuntungan pada setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam setiap saluran tataniaga yang

Tujuan akhir yang ingin dicapai dari suatu sistem tataniaga adalah saluran yang efisien. Efisiensi tataniaga dapat dilihat berdasarkan efisiensi operasional dan efisiensi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pelaku tataniaga stroberi, pola saluran tataniaga, mengetahui structure conduct performance (SCP) pada tataniaga stroberi

Tujuan akhir yang ingin dicapai dari suatu sistem tataniaga adalah saluran yang efisien. Efisiensi tataniaga dapat dilihat berdasarkan efisiensi operasional dan efisiensi

Model saluran pemasaran yang dilalui oleh bunga hortensia dari produsen (petani) ke konsumen akhir ada empat model yaitu Saluran I: Petani  Pedagang Pengumpul  Pedagang kecil

Saluran tataniaga satu merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani, pedagang pengecer dan konsumen. Jenis saluran tataniaga ini dilakukan oleh 13 orang