• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sistem Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sistem Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember, Jawa Timur"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SISTEM TATANIAGA JERUK SIAM DI DESA

SUMBERAGUNG, KECAMATAN SUMBERBARU,

KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR

BRILIA WULANTIKA SARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sistem Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014 Brilia Wulantika Sari

(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

BRILIA WULANTIKA SARI. Analisis Sistem Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA.

Jeruk siam merupakan salah satu komoditas utama di Kabupaten Jember dimana komoditas ini semakin lama semakin berkembang karena memiliki prospek yang baik di masa depan. Sistem pemasaran jeruk siam perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan nilai tambah dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan petani sebagai produsen. Oleh karena itu, petani harus mengetahui saluran pemasaran yang efisien untuk memasarkan hasil panen mereka. Metode yang digunakan untuk menganalisis sistem tataniaga jeruk siam menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Pemasaran jeruk di Desa Sumberagung meliputi wilayah pemasaran Jember, Jogjakarta, dan Jakarta. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa terdapat enam saluran pemasaran dimana saluran enam merupakan saluran yang paling efisien jika dilihat dari indikator efisiensi operasional dimana nilai margin pemasaran kecil sebesar Rp 4 416.67, farmer’s share yang besar sebesar 62.14%, dan rasio manfaat terhadap biaya lebih besar dari satu sebesar 15.41. Namun secara keseluruhan semua saluran pemasaran di Desa Sumberagung cukup efisien berdasarkan nilai farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya yang besar.

Kata kunci : tataniaga, analisis efisiensi tataniaga, marjin tataniaga, farmer’s share, rasio i/Ci, jeruk, buah

ABSTRACT

BRILIA WULANTIKA SARI. Marketing System Analysis of Siam Orange in Sumberagung Village, Sumberbaru Subdistrict, Jember Regency, East Java. Supervised by NETTI TINAPRILLA.

Citrus nobilis is one of the primary commodities in Jember, where this commodity is increasingly growing as it has a good prospect in the future. Citrus marketing system needs to be considered to increase the value added in an effort to increase the income of farmers as producers. Therefore, farmers should know about the efficient marketing channel to market their crops. The method was used to analyze the orange business administration systems are including qualitative and quantitative methods. Orange marketing in Sumberagung village covers marketing area of Jember, Jogjakarta, and Jakarta. The results of this analysis indicate that there are six marketing channels, where the sixth channel the most efficient channel based on the operational efficiency indicator where the value of marketing margin is Rp 4 416.67, the farmer's share is 62.14%, and the ratio of benefit to cost is 15.41. But, overall all of the marketing channels in Sumberagung village is quite efficient based farmer’s share value and the ratio of benefit to cost that quite large.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS SISTEM TATANIAGA JERUK SIAM DI DESA

SUMBERAGUNG, KECAMATAN SUMBERBARU,

KABUPATEN JEMBER, JAWA TIMUR

BRILIA WULANTIKA SARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Sistem Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember, Jawa Timur

Nama : Brilia Wulantika Sari NIM : H34100067

Disetujui oleh

Dr Ir Netti Tinaprilla, MM Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Maret 2014 yakni sistem tataniaga, dengan judul Analisis Sistem Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing, Dr. Amzul Rifin, SP. MA selaku dosen penguji, dan Rahmat Yanuar, SP. MSi yang telah membimbing dan memberikan saran terhadap karya ilmiah ini. Terima kasih kepada kedua orang tua saya yakni Subari dan Siti Nur Kholifah yang telah melahirkan penulis, memberikan kasih sayang sepenuhnya, serta selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan motivasi. Disamping itu, terima kasih kepada Ibu Nana dan keluarga yang telah membantu selama penelitian berlangsung di Desa Sumberagung. Selain itu terima kasih kepada para sahabat yakni Nastiti Winahyu, Verani Restia Wijaya, Nurul Adilah, Bangarani Masah Nadilah, Rizki, Hadiyansyah Anwar, Ghazian Muhamad, dan M. Zulkifli Luthan yang selalu memberikan semangat. Serta tidak lupa terima kasih atas semangat serta dukungannya teman-teman Agribisnis 47 IPB dan Ikatan Mahasiswa Jember di Bogor.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL i

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

Karakteristik Jeruk 7

Kajian Mengenai Penelitian Terdahulu 7

Keterkaitan Kajian Empiris terhadap Penelitian 8

KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka Pemikiran Teoritis 9

Kerangka Pemikiran Operasional 14

METODOLOGI PENELITIAN 17

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Jenis dan Sumber Data 17

Metode Pengumpulan Data 17

Metode Pengolahan dan Analisis Data 18

KEADAAN UMUM PENELITIAN 20

Karakteristik Umum Wilayah, Keadaan Alam, dan Penduduk 20

Karakteristik Petani Responden 22

Karakteristik Pedagang Responden 23

Gambaran Umum Usahatani Jeruk Siam 24

HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Identifikasi Lembaga Tataniaga 26

Identifikasi Saluran Tataniaga 28

Identifikasi Fungsi Lembaga Tataniaga 38

Analisis Struktur, Perilaku, dan Keragaan Pasar 43

Efisiensi Operasional Tataniaga 52

(12)

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 56

(13)

DAFTAR TABEL

1 Data Ekspor dan Import Buah-buahan Indonesia tahun 2012 1 2 Data produksi buah-buahan Indonesia tahun 2011-2012 2 3 Data Produksi Jeruk Siam berdasarkan Kecamatan 3

4 Ringkasan Penelitian Terdahulu 9

5 Karakteristik Struktur Pasar 12

6 Data Luas Lahan Jeruk Siam Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember 20 7 Jumlah Penduduk Desa Sumberagung Berdasarkan Umur Tahun 2012 21 8 Jumlah KK Desa Sumberagung Menurut Tingkat Pendidikan 21 9 Jumlah Penduduk Desa Sumberagung Menurut Jenis Mata Pencaharian 21 10 Karakteristik Petani Responden berdasarkan Usia di Desa Sumberagung

tahun 2014

22

11 Karakteristik Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Sumberagung tahun 2014

22

12 Karakteristik Petani Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa Sumberagung tahun 2014

23

13 Karakteristik Petani Responden berdasarkan Pengalaman Usahatani Jeruk di Desa Sumberagung tahun 2014

23

14 Karakteristik Pedagang Responden berdasarkan Umur 24 15 Karakteristik Pedagang Responden berdasakan Pengalaman Berdagang

Jeruk

24

16 Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga I 32 17 Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga II 33 18 Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga III 34 19 Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga IV 35 20 Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga V 36 21 Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga VI 37 22 Fungsi-fungsi Tataniaga yang Dijalankan Oleh Lembaga Tataniaga

Jeruk Siam di Desa Sumberagung

39

23 Analisis Marjin Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung 49 24 Analisis Farmer’s Share pada Saluran Tataniaga Jeruk di Desa

Sumberagung

50

25 Rasio Keuntungan dan Biaya Setiap Saluran Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung

52

26 Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Jeruk Siam di Desa Sumberagung 53

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan harga jeruk siam Kabupaten Jember tahun 2013 5

2 Konsep Marjin Pemasaran 13

3 Kerangka Pemikiran Operasional 16

4 Saluran Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung 30

DAFTAR LAMPIRAN

1 Petani Responden Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten

(14)

2 Data Produksi Buah-buahan Indonesia menurut Provinsi tahun 2012 58

3 Kuisioner untuk Petani 59

4 Kuisioner untuk Lembaga Tataniaga 63

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produk hortikultura merupakan salah satu komoditi yang penting dan strategis, dimana produk ini menyumbang sebagian besar Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, berperan dalam menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan petani. Selain itu permintaan hortikultura di Indonesia menunjukkan peningkatan secara terus menerus seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Hal ini disebabkan produk hortikultura sebagai produk pangan yang memberikan asupan gizi yang banyak bagi manusia. Selain itu, preferensi konsumen yang menghindari makanan berkolesterol semakin meningkat sehingga preferensi konsumen yang mengkonsumsi produk hortikultura juga semakin meningkat.

Buah-buahan merupakan salah satu jenis produk hortikutura dimana konsumsinya digemari oleh masyarakat. Peningkatan permintaan buah-buahan terjadi seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan populasi penduduk. Semakin tinggi kesadaran pola sehat masyarakat dan meningkatnya pendapatan individu maka akan meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap buah-buahan. Buah-buahan merupakan sumber vitamin serta membantu menyehatkan tubuh manusia. Salahsatu buah yang memiliki kandungan vitamin C yang banyak dan digemari masyarakat yakni jeruk. Pada Tabel 2 ditunjukkan bahwa jeruk merupakan jenis buah-buahan yang memiliki nilai import tertinggi daripada buah-buahan lain. Namun tidak dipungkiri juga bahwa nilai eksport dari jeruk itu sendiri juga besar. Jeruk merupakan jenis-jenis produk buah-buahan yang yang memiliki nilai ekspor kelima tertinggi di Indonesia. Artinya, jeruk merupakan komoditas yang memiliki potensi tinggi dan cukup memiliki daya saing di perdagangan internasional. Berikut merupakan tabel ekspor dan import tahun 2012:

Tabel 1 Data Ekspor dan Import Buah-buahan Indonesia tahun 2012a

Komoditi Nilai US ($)

(16)

2

Indonesia merupakan negara beriklim tropis dan kaya akan buah-buahan tropika. Jeruk merupakan salahsatu komoditi buah-buahan yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia. Pada Tabel 2 terlihat bahwa jeruk siam memiliki produksi yang cukup tinggi di bawah komoditi mangga di Indonesia. Namun tidak dipungkiri juga produksi jeruk siam pada tahun 2012 mengalami penurunan dari tahun 2011 sebanyak 223 697 ton atau penurunan sebesar 12.99%. Walaupun demikian jeruk siam masih menjadi salah satu buah yang menjadi favorit masyarakat Indonesia.

Tabel 2 Data produksi buah-buahan Indonesia tahun 2011-2012a

Komoditas Produksi (Ton) Pertumbuhan

2011 2012 Absolut %

Alpukat 275 953 272 936 -3 017 -1.09

Belimbing 80 853 79 565 -1 288 -1.59

Duku 171 113 202 243 31 130 18.19

Durian 883 969 812 433 -71 536 -8.09

Jambu Biji 211 836 229 052 17 216 8.13

Jambu Air 103 156 112 635 9 479 9.19

Jeruk Siam 1 721 880 1 498 183 -223 697 -12.99

Jeruk Besar 97 069 117 008 19 939 20.54

Mangga 2 131 139 2 038 146 -92 993 -4.36

Manggis 117 595 119 641 2 046 1.74

Buah lain-lainnya 12 518 944 12 608 109 89 165 0.71

Total Buah 18 027 889 18 653 900 52 398 0.99

a

Sumber: Badan Pusat Statistika (diolah)

Tidak semua wilayah di Indonesia cocok untuk ditanami tanaman jeruk. Terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang menghasilkan jeruk dengan jumlah produksi yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Wilayah tersebut meliputi Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika tahun 2012, propinsi yang memiliki produksi jeruk terbesar yakni Jawa Timur dengan produksi 390 388 ton, disusul dengan Sumatra Utara sebesar 362 250 ton, dan Kalimantan Barat sebesar 172 945 ton.

(17)

3 125 537.6 ton, dan Kabupaten Malang dengan produksi sebesar 7 450.3 ton (BPS 2013).1

Jeruk siam merupakan salah satu komoditas unggulan Kabupaten Jember dimana jumlah pohon yang ditanam setiap tahunnya semakin bertambah. Menurut data Dinas Pertanian Kabupaten Jember, pada tahun 2011 diketahui jumlah pohon yang ditanam sebanyak 687 297 batang pohon, lalu pada tahun 2012 bertambah menjadi 2 476 890 batang pohon, dan kemudian pada tahun 2013 jumlah pohon yang ditanam bertambah lagi menjadi 2 681 829 pohon. Pada Tabel 4 dijelaskan terdapat tiga kecamatan yang menjadi sentra produksi jeruk siam yakni Kecamatan Umbulsari, Kecamatan Semboro, dan Kecamatan Sumberbaru. Kecamatan Umbulsari sejak 2 tahun terakhir melakukan pembaharuan pohon jeruk oleh karena itu pada tahun 2012 kecamatan tersebut mengalami penurunan produksi. Begitu juga dengan Kecamatan Semboro pada tahun 2013 mengalami penurunan dikarenakan rata-rata umur pohon jeruk telah berada pada usia tua sehingga produktivitas jeruk menjadi menurun, oleh karena itu pada tahun 2014 rata-rata petani di Kecamatan Semboro melakukan pembongkaran lahan jeruk siam untuk ditanami tanaman jeruk siam yang baru. Berbeda dari Kecamatan Umbulsari dan Kecamatan Semboro, Kecamatan Sumberbaru rata-rata memiliki tanaman jeruk siam yang berada diusia produktif. Kecamatan Sumberbaru mengalami peningkatan produksi dari tahun 2009 sampai 2012, namun mengalami penurunan dari tahun 2012 ke tahun 2013 yakni dari produksi sebesar 349 600 Kw menjadi 301 605 Kw, hal ini dikarena pada tahun 2012 terdapat meningkatnya curah hujan yang berakibat pada menguningnya daun tanaman jeruk siam di wilayah tersebut sehingga petani mengalami penurunan produksi. Oleh karena itu pada penelitian ini Kecamatan Sumberbaru merupakan tempat yang cocok untuk dilakukan penelitian tentang tataniaga jeruk. Salah satu desa yang memiliki potensi jeruk siam terbesar yakni Desa Sumberagung karena desa ini memiliki luas lahan jeruk siam terluas dibanding desa lain di Kecamatan Sumberbaru yaitu sebesar 216 Ha.

Tabel 3 Produksi Jeruk Siam berdasarkan Kecamatana

Kecamatan Produksi (Kw)

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Jember (diolah)

Besarnya tingkat potensi produksi tersebut perlu diikuti dengan sistem pemasaran yang baik untuk meningkatkan nilai tambah produk, yang merupakan ciri utama dalam pengembangan agribisnis. Aspek pemasaran mempunyai peranan strategis dikaitkan dengan hasil produksi pertanian termasuk agribisnis jeruk, hal ini merupakan salah satu upaya peningkatan pendapatan petani sebagai produsen. Sistem distribusi sebagai pemegang peranan penting dan sebagai salah

1

(18)

4

satu subsistem yang strategis dalam sistem pemasaran komoditas jeruk siam masih menjadi titik lemah dalam sistem agribisnis. Menurut Agustian (2005), dari berbagai hasil penelitian tampak biaya pemasaran di Indonesia termasuk tinggi dan pembagian balas jasa yang adil tersebut sampai saat ini masih asimetris, terkadang balas jasa atas fungsi pemasaran tersebut lebih besar mengelompok pada pedagang besar, sementara petani dan pedagang pengumpul memiliki bagian yang kecil. Tidak meratanya pembagian balas jasa atas fungsi pemasaran yang sesuai kontribusinya tersebut menjadikan belum efisiennya sistem pemasaran.

Perbaikan kualitas fisik jeruk dan sistem tataniaga jeruk siam diharapkan dapat mengembangkan komoditas jeruk dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional. Banjir buah impor yang kini mudah diperoleh di pedagang kaki lima mengindikasikan semakin tidak berdayanya buah domestik menghadapi gempuran buah dari luar negeri yang menjadikan Indonesia sebagai pasar utama. Selain itu harga jeruk siam lokal yang cenderung lebih mahal dibandingkan jeruk impor membuat konsumen cenderung memilih jeruk impor yang mana kualitas dan packaging-nya lebih menarik dibandingkan jeruk lokal. Peningkatan kualitas jeruk siam di Kabupaten Jember nantinya diharapkan mampu bersaing dengan buah impor yang merajalalela di pasaran.

Perumusan Masalah

Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki produksi jeruk siam terbesar. Salah satu komoditi buah-buahan yang produksinya mendominasi di Jawa Timur yakni jeruk siam dimana sebesar 8.97% atau 362 680 ton dari keseluruhan produksi sayuran dan buah-buahan di Jawa Timur. Pada tahun 2012 terdata bahwa terdapat tiga kabupaten di Jawa Timur yang memiliki produksi jeruk terbesar diantaranya Kabupaten Banyuwangi sebesar 165 156.3 ton, Kabupaten Jember dengan produksi sebesar 125 537.6 ton, dan Kabupaten Malang dengan produksi sebesar 7 450.3 ton. (BPS 2013)

Sebagian besar wilayah Jember merupakan dataran rendah dengan ketinggian 83 meter diatas permukaan laut menjadikan kabupaten ini cukup subur dan cocok untuk pengembangan komoditi pertanian. Kabupaten Jember merupakan sentra produksi jeruk siam di Jawa Timur yang dikenal dengan Jeruk Semboro. Karakteristik jeruk siam di wilayah ini terkenal manis, tekstur buah yang lunak dan segar, serta kulit yang mudah dikelupas. Karakteristik yang menarik tersebut tidak diiringi dengan pengelolaan pasca panen jeruk siam di Jember yang optimal dan masih tergolong sederhana.

(19)

5 Gambar 1 Perkembangan harga jeruk siam di Kabupaten Jember tahun 2013a

a

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Jember 2013

Terciptanya marjin tataniaga yang cukup besar juga menjadi masalah besar dalam pemasaran jeruk siam apabila tidak diiringi dengan peningkatan nilai tambah jeruk karena farmer’s share yang diterima petani menjadi lebih kecil sehingga tidak menguntungkan petani. Berdasarkan data perkembangan harga tahun 2013 yang dikeluarkan Dinas Pertanian Kabupaten Jember terdapat perbedaan harga yang cukup besar antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen, rata-rata selisih harga ditingkat petani dan konsumen sebesar Rp 4 600 per kilogram. Jika dilihat dari segi perbedaan harga yang diterima petani dengan harga diterima konsumen cukup besar namun tidak diiringi dengan adanya peningkatan nilai tambah yang signifikan, sehingga sistem pemasaran tersebut tergolong kurang efektif dan efisien.

Posisi tawar petani (bargaining position) rendah karena petani tidak dapat menentukan harga dari komoditas yang dihasilkannya dan kurangnya informasi pasar yang diterima petani. Selain itu penentuan harga jeruk siam didasarkan pada kualitas jeruk siam sehingga apabila kualitas yang dihasilkan kurang baik maka bagian yang diterima oleh petani sedikit.

Petani jeruk di Desa Sumberagung pada umumnya melakukan penjualan jeruk tanpa melakukan proses nilai tambah pasca panen, seperti sorting, grading, dan packaging karena petani tidak ingin repot serta biaya dalam melakukan kegiatan tersebut tergolong mahal menurut petani. Oleh karena itu petani di desa tersebut pada umumnya menyerahkan kegiatan panen dan pasca panen kepada pedagang.

(20)

6

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis lembaga, saluran, dan fungsi-fungsi tataniaga komoditi jeruk di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember

2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar tataniaga komoditi jeruk di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember

3. Menganalisis efisiensi tataniaga komoditi jeruk di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran yang membangun dan bermanfaat bagi :

1. Peneliti, sebagai sarana pembelajaran dan melatih untuk berpikir analitis dalam menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan, khusunya ilmu agribusnis yang telah dipelajari selama perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.

2. Pemerintah dan stakeholder, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan tataniaga sistem agribisnis jeruk, dimana kebijakan tersebut nantinya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

3. Pembaca, sebagai pedoman, referensi, dan literatur dalam mengerjakan tugas perkuliahan dan penelitian tentang sistem tataniaga agribisnis jeruk.

Ruang Lingkup Penelitian

(21)

7

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Jeruk

Jeruk merupakan salah satu jenis buah-buahan yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Jeruk merupakan jenis tanaman yang bermarga Citrus dari suku Rutaceae. Tanaman ini berbentuk pohon dengan buah yang berdaging dengan rasa masam dan manis yang menyegarkan. Buah ini merupakan salah satu sumber vitamin C yang cukup banyak. Jeruk berasal dari Asia Timur dan Asia Tenggara yang kemudian menyebar ke Jepang sampai India bagian Timur dan Asia Tenggara.

Jeruk siam merupakan bagian kecil dari sekian banyak spesies jeruk yang dikenal dan dibudidayakan secara luas. Jeruk siam merupakan anggota dari kelompok jeruk keprok yang bernama ilmiah citrus nobilis. Jeruk siam awal mulanya berasal dari Thailand, namun sampai saat ini masih belum diketahui mengenai kapan dan dimana jeruk siam mulai ditanam di Indonesia. Macam-macam jeruk siam cukup banyak dan tidak jauh berbeda satu dengan lainnya. Perbedaannya biasanya dalam hal warna kulit, keharuman, dan rasa yang sedikit berbeda. Perbedaan ini biasanya timbul karena berbeda daerah penanamannya. Tempat penanaman yang berbeda tentunya mempunyai karakteristik faktor alam yang berbeda sehingga berpengaruh terhadap karakteristik buahnya (Chaerani 2012).

Kajian Mengenai Penelitian Terdahulu

(22)

8

cenderung mengarah pada struktur pasar oligopsoni, dan struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer lokal maupun pedagang pengecer non lokal cenderung mendekati pasar persaingan murni. Pada penelitian tentang tataniaga jeruk siam oleh Sinaga (2011) didapatkan saluran pemasaran yang efisien cenderung pada saluran terpedek.

Berbeda halnya pada sistem tataniaga jeruk di Kabupaten Malang oleh Djoko Koestiono dan Ahmad Agil (2010), lembaga tataniaga yang terlibat diantaranya pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Saluran tataniaga yang didapatkan sebanyak 2 saluran tataniaga. Saluran tataniaga I meliputi petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer di Malang – konsumen. Sedangkan saluran II tujuan pemasaran ke luar daerah meliputi petani – pedagang pengumpul

– pedagang pengecer di Tretes – konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan setiap lembaga tataniaga berbeda-beda, namun pedagang pengumpul disini melakukan hampir semuafungsi-fungsi tataniaga. Hal yang berbeda pada penelitian ini yakni penulis melihat efisiensi pemasaran melalui 2 pendekatan yakni pendekatan efisiensi operasional dan pendekatan efisiensi harga. Saluran yang cenderung efisien melalui pendekatan efisiensi operasional yakni saluran I, sedangkan hasil dari pendekatan analisis efisiensi harga pada lembaga tataniaga dikatakan efisien.

Pada kasus efisiensi pemasaran jeruk siam di Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat oleh Anita (2012) terdapat 2 saluran tataniaga jeruk siam, dimana lembaga tataniaga yang terlibat diantaranya pedagang pengumpul desa, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Pada saluran tataniaga I terdiri dari petani – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen. Sedangkan pada saluran tataniaga II terdiri dari petani – pedagang pengumpul desa – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen. Struktur pasar pada pedagang pengumpul desa cenderung mengarah kepada struktur pasar oligopsoni diferensiasi, struktur pasar pada tingkat pedagang besar cenderung mengarah kepada pasar oligopoli diferensiasi, dan pada tingkat pedagang pengecer struktur pasar mengarah pada struktur pasar oligopsoni diferensiasi. Penentuan efisiensi tataniaga dilakukan dengan pendekatan efisiensi operasional dimana saluran tataniaga I merupakan saluran yang paling efisien.

Keterkaitan Kajian Empiris Terhadap Penelitian

(23)

9 Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember mengacu kepada penelitian tentang tataniaga produk agribisnis yang telah dilakukan sebelumnya.

Tabel 4 Ringkasan Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Persamaan Perbedaan

Djoko Koestiono

Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian yang akan dilakukan.

Konsep Sistem Tataniaga

(24)

10

Sihombing (2011)2 menyatakan bahwa untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Fungsi (Functional Approach), yaitu analisis tataniaga dari sudut pandang fungsi yang dilakukan. Fungsi-fungsi yang ada terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi-fungsi ini dapat dilakukan semuanya atau hanya beberapa saja oleh sebuah lembaga tataniaga. Secara sederhana, pendekatan fungsi adalah pendekatan yang digunakan untuk mengetahui apa yang dijalankan dalam sistem tataniaga.

2. Pendekatan Kelembagaan (Institutional Approach) lebih menekankan kepada mempelajari tataniaga dari segi organisasi lembaga-lembaga yang terkait dalam proses penyampaian barang dari produsen hingga ke konsumen.

3. Pendekatan Perilaku (Behavioral System Approach) merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi dan kelembagaan, yaitu menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga seperti perubahan dan perilaku lembaga tataniaga (organisasi) dan kombinasi fungsi-fungsi tataniaga yang dijalankannya.

Konsep Lembaga, Fungsi, dan Saluran Tataniaga

Lembaga tataniaga merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen. Lembaga tataniaga nantinya akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga dan mengupayakan agar keinginan konsumen dapat terpenuhi semaksimal mungkin. Sebagai imbalannya atas balas jasa yang diberikan kepada lembaga tataniaga oleh konsumen yakni berupa margin tataniaga. Produsen biasanya memproduksi produk dengan kombinasi produk yang sempit dalam jumlah banyak. Lembaga tataniaga disini berperan dalam membeli produk dari produsen kemudian memecah produk ke dalam kuantitas yang lebih kecil dengan kombinasi barang yang lebih luas yang diinginkan konsumen, dengan kata lain lembaga tataniaga menyesuaikan permintaan dan penawaran (Kotler 2004).

Lembaga-lembaga tataniaga ini nantinya akan membuat saluran tataniaga suatu komoditi. Menurut Kotler (2002) dijelaskan bahwa saluran tataniaga merupakan saluran distribusi untuk menyerahkan produk fisik atau jasa kepada pengguna atau pembeli. Saluran tataniaga sendiri biasanya terdiri dari distributor, grosir, dan pengecer. Konsep saluran tataniaga tidak terbatas hanya panjang pendeknya saluran tataniaga tergantung oleh beberapa faktor. Pertama, jarak antar produsen dan konsumen, semakin panjang saluran tataniaga menandakan bahwa jarak antara produsen dengan konsumen jauh. Kedua, daya tahan produk jika produk yang akan disalurkan memiliki ciri-ciri cepat busuk dan mudah rusak maka saluran tataniaga yang dipakai yakni saluran tataniaga yang pendek atau cepat agar produk yang diterima konsumen dalam keadaan baik. Ketiga, keadaan keuangan produsen, produsen yang memiliki keadaan keuangan yang kuat akan cenderung menggunakan saluran tataniaga yang pendek, hal ini disebabkan karena

2

(25)

11 perusahaan mampu memberikan nilai tambah yang lebih terhadap produknya sehingga keinginan konsumen dapat terpenuhi (Rahim dan Hastuti 2008).

Tataniaga suatu barang atau jasa memerlukan keterlibatan berbagai pihak seperti produsen, konsumen, maupun lembaga perantara. Menurut Firdaus (2008), terdapat sejumlah kegiatan pokok pemasaran yang perlu dilaksanakan untuk mencapai sasaran. Dalam hal ini terdapat tiga fungsi diantaranya :

1) Fungsi Pertukaran

Fungsi pertukaran, kegiatan ini melibatkan kegiatan yang menyangkut pengalihan hak kepemilikan dari satu pihak ke pihak lainnya dalam sistem pemasaran. Fungsi pertukaran ini meliputi fungsi penjualan dan fungsi pembelian, dimana pihak-pihak yang terlibat pedagang, distributor, dan agen yang mendapat komisi karena mempertemukan penjual dan pembeli.

2) Fungsi Fisik

Fungsi fisik yakni semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu. Fungsi ini terdiri dari fungsi pengangkutan, penyimpanan/penggudangan, dan pemrosesan.

3) Fungsi Fasilitas/Penyediaan Sarana

Fungsi fasilitas adalah semua tindakan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi ini meliputi informasi pasar, penanggunagn risiko, standarisasi dan grading, serta pembiayaan.

Masing-masing fungsi tersebut harus dilaksanakan dalam pemasaran setiap produk. Namun hak milik dan situasi nyata yang dihadapi oleh seseorang yang melaksanakan fungsi tertentu dapat berbeda-beda dari agribisnis satu dan agribisnis lainnya.

Konsep Struktur, Perilaku, dan Keragaan Pasar

Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan atau korelasi antara pembeli dan penjual yang secara strategis mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar (Asmarantaka 2009). Struktur pasar menunjukkan secara deskriptif jumlah perusahaan atau partisipan yang ada, dominan atau tidaknya perusahaan-perusahaan, sifat produk dimata konsumen homogen atau diferensiasi, sifat produk dan pangsa pasar yang dikuasai akan menentukan perilaku pasar yaitu keputusan atau strategi tataniaga yang akan dipakai, kebijaksanaan, harga, dan lain-lain. Berdasarkan struktur pasar dan perilaku pasar tersebut akan tercermin keragaan pasar seperti harga produk yang terjadi, kualitas dan volume di pasar (Kohl dan Uhl 2002).

(26)

12

Banyak Banyak Homogen Sedikit Rendah Persaingan Murni

Persaingan Murni Banyak Banyak Diferensiasi Sedikit Tinggi Persaingan

Monopolistik

Persaingan Monopolistik Sedikit Sedikit Homogen Banyak Tinggi Oligopoli

Murni

Oligopsoni Murni Sedikit Sedikit Diferensiasi Banyak Tinggi Oligopoli

Diferensiasi

Oligopsoni Diferensiasi Satu Satu Unik Banyak Tinggi Monopoli Monopsoni

a

Sumber : Hammond and Dahl, 1977

Menurut Kohl dan Uhl (2002), perilaku pasar adalah pola tingkah laku dari lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan. Perilaku pasar juga merupakan tindak-tanduk pedagang beradaptasi dan mengantisipasi setiap keadaan pasar. Pendekatan perilaku (The Behavioural System Approach), adalah pendekatan mengenai perilaku organisasi atau perusahaan yang berkecimpung dalam tataniaga seperti bagaimana mengambil keputusan yang tepat yang berhubungan dengan pemasaran. Pendekatan ini terbagi atas empat bagian, yaitu: 1) Input-output system

Sistem input-output ini menerangkan bagaimana tingkah laku perusahaan dalam mengolah sejumlah input menjadi satu set output. Perilaku yang dapat dilihat misalnya, bagaimana perusahaan tersebut membuat keputusan mengenai teknologi yang akan dipakai.

2) Power system

Sistem kekuasaan ini menerangkan bagaimana suatu perusahaan dalam suatu sistem tataniaga. Misalnya kedudukan perusahaan dalam suatu sistem tataniaga sebagai perusahaan yang memonopoli suatu produk sehingga perusahaan tersebut dapat berlaku sebagai penentu harga.

3) Communications system

Sistem komunikasi ini mempelajari tentang perilaku perusahaan mengenai mudah tidaknya mendapatkan informasi.

4) Adaptive system

Sistem adaptif mempelajari bagaimana perilaku perusahaan dalam beradaptasi pada suatu sistem tataniaga agar bisa bertahan.

(27)

13

Marjin Tataniaga

Biaya-biaya yang dikeluaran lembaga tataniaga dalam proses penyaluran suatu komoditi tergantung dari fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan. Perbedaan fungsi yang dilakukan setiap lembaga tataniaga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai konsumen akhir. Perbedaan harga di tingkat petani dengan harga ditingkat pengecer atau konsumen akhir merupakan sebagai marjin tataniaga (Koerniawati 2009).

Sumber : Hammond and Dahl (1997) dalam Asmarantaka (2012) Keterangan :

Pr : Harga di Tingkat Pengecer Pf : Harga di Tingkat Petani

Sr : Derived Supply (kurva penawaran turunan atau penawaran produk di tingkat pedagang)

Sf : Primary Supply (kurva penawaran primer atau penawaran produk di tingkat petani)

Dr : Derived Demand (kurva permintaan turunan atau permintaan di tingkat pedagang)

Df : Primary Demand (kurva permintaan turunan di tingkat petani)

Besar marjin tataniaga merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga yang diterima petani dan harga yang dibayar oleh konsumen dengan jumlah produk yang dipasarkan (bagian yang diarsir).

Analisis Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan analisis untuk mengetahui bagian harga yang

diterima oleh petani dan harga yang dibayar oleh konsumen. Menurut Kohl dan Uhl (2002) mendefinisikan farmer’s share sebagai perbedaan harga di tingkat petani dan pedagang pengecer. Pengukuran margin tataniaga dan farmer’s share tidak dapat dijadikan ukuran dalam pengukuran sistem tataniaga sudah efisien atau belum, karena margin tataniaga besar dengan farmer’s share yang kecil belum tentu sistem tataniaga tersebut tidak efisien. Namun perlu dilihat lagi dari segi kompleksitas penanganan produk yang dilakukan dalam rangka peningkatan kepuasan konsumen. Walaupun farmer’s share bukan patokan pengukuran utama,

(28)

14

namun dengan farmer’s share dapat diketahui nilai yang diterima petani dari nilai yang telah dibayarkan konsumen.

Rasio Keuntungan terhadap Biaya

Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran secara kuantitatif dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya. Asmarantaka (2012) memberikan pengertian rasio keuntungan terhadap biaya merupakan balas jasa bagi pengguna sumberdaya (kapital, fisik, manusia) dan biaya imbangan (opportunity cost) dari kesempatan terbaik. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien.

Efisiensi Tataniaga

Efisiensi tataniaga dapat diukur berdasarkan kepuasan yang diterima baik dari konsumen, produsen, dan lembaga-lembaga tataniaga yang terkait dalam mengalirkan barang/jasa dari produsen sampai kepada konsumen akhir. Asmarantaka (2012) memaparkan bahwa terdapat 2 jenis efisiensi yang dapat dijadikan indikator dalam melihat efisiensi tataniaga produk pertanian, diantaranya efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas pemasaran yang dapat meningkatkan rasio input-output pemasaran. Analisis yang dilakukan dalam mengukur efisiensi operasional berupa analisis marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Sedangkan efisiensi harga menekankan pada kemampuan sistem pemasaran dalam mengalokasikan sumberdaya dan mengkoordinasikan seluruh produksi pertanian dan proses pemasaran sehingga efisien sesuai dengan keinginan konsumen. Menurut Kohl dan Uhl (2012) indikator efisiensi harga dapat dilihat berdasarkan harga yang sesuai menurut produsen dan konsumen, penggunaan sumberdaya dari yang bernilai rendah ke tinggi, adanya price tags, terdapat alternatif pilihan sistem pemasaran baik bagi konsumen maupun produsen, produsen akan responsif masuk atau keluar dari sistem.

Kerangka Pemikiran Operasional

Permasalahan di Desa Sumberagung seperti besarnya marjin tataniaga, rendahnya posisi tawar petani, serta tidak adanya nilai tambah yang dilakukan petani membuat penulis membuat suatu kerangka pemikiran operasional yang nantinya mendukung pemecahan masalah tataniaga yang ada. Mengacu pada permasalahan yang terjadi di Desa Sumberagung, maka diperlukan analisis sistem tataniaga yang komprehensif secara menyeluruh dimana dipengaruhi oleh beberapa variabel. Analisis tataniaga digunakan untuk meilihat efisiensi pemasaran di Desa Sumberagung. Variabel-variabel yang digunakan dalam menganalisis efisiensi pemasaran di Desa Sumberagung diantaranya saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar.

(29)
(30)

16

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional

Keuntungan

Saluran Tataniaga Rumusan Masalah :

Marjin Tataniaga yang cukup besar Posisi tawar petani yang cukup rendah

Tidak adanya nilai tambah pada jeruk di tingkat Petani

Harga Konsumen

Biaya Tataniaga

Efisiensi Operasional Tataniaga Jeruk Siam di Desa Sumberagung

Struktur Pasar Perilaku Pasar

Lembaga Tataniaga

Fungsi-fungsi Tataniaga

Keragaan Pasar

Farmer’s Share

Marjin Tataniaga Ratio i/Ci

Harga Jual

Harga Beli Aktivitas Lembaga

(31)

17

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai analisis tataniaga jeruk siam di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Jember merupakan salah satu daerah penghasil jeruk di Jawa Timur. Selain itu, pemilihan lokasi ini juga karena luas lahan jeruk di desa ini sebesar 205 Ha, selain itu daerah Sumberbaru merupakan salahsatu sentra penghasil jeruk di Kabupaten Jember yang rata rata memiliki pohon jeruk yang berada pada masa produktif. Pengambilan dan pengolahan data dilakukan dalam kurun waktu 2 bulan, terhitung dari Februari-Maret 2014.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui hasil pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan sebelumnya, nantinya kuisioner akan ditujukan kepada beberapa responden petani dan responden pedagang, dimana terdiri dari 30 petani dan 24 pedagang. Petani yang menjadi responden yakni petani yang melakukan budidaya jeruk dan pernah melakukan pemanenan minimal satu kali. Pedagang yang menjadi responden pada penelitian ini adalah pedagang yang terlibat dalam penjualan dan pembelian serta sebagai alur distribusi produksi petani kepada konsumen akhir. Selain itu dilakukan juga pengamatan langsung terhadap kegiatan pemasaran yang terjadi dan penelusuran saluran pemasaran atau lembaga-lembaga pemasaran.

Data sekunder diperoleh dari internet, hasil penelitian-penelitian terdahulu dan literatur pada berbagai lembaga atau instansi terkait, diantaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Jember. Data yang digunakan adalah data harga yang terjadi disetiap lembaga pemasaran, data yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran.

Metode Pengumpulan Data

(32)

18

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui marjin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan terhadap biaya. Sedangkan analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui sistem tataniaga, lembaga dan saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, serta keragaan pasar.

Analisis Lembaga, Fungsi, dan Saluran Tataniaga

Analisis jeruk di Desa Sumberagung dilakukan dengan menelusuri kegiatan pemasaran mulai dari petani sampai pedagang besar. Sehingga akan terlihat pola saluran pemasaran yang terjadi dan jumlah lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran tersebut. Perbedaan saluran pemasaran akan berpengaruh pada tingkat pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga yang terlibat.

Analisis fungsi tataniaga digunakan untuk mengetahui fungsi-fungsi tataniaga apa saja yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran jeruk. Analisis ini juga digunakan sebagai acuan dalam menghitung biaya yang dikeluarkan setiap lembaga tataniaga sehingga diperoleh marjin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Analisis fungsi tataniaga dapat dilihat dari fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran.

Analisis Struktur dan Perilaku Pasar

Struktur pasar buah jeruk dianalisis berdasarkan jumlah pelaku yang terlibat (banyak pembeli dan pejual), keragaman produk, dan hambatan keluar masuk pasar seperti hambatan yang dialami di setiap lembaga pemasaran, modal yang diperlukan masing-masing lembaga pemasaran, dan jumlah pesaing di pasar. Analisis perilaku pasar dapat dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian, kerjasama antar lembaga tataniaga, serta sistem penentuan dan pembayaran harga.

Analisis Marjin Tataniaga

Tujuan dari analisis margin tataniaga yakni untuk mengetahui tingkat efisiensi dari pemasaran jeruk di Desa Sumberagung. Selain itu, marjin tataniaga digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga. Besarnya marjin merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang oleh lembaga pemasaran. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Mi = Psi – Pbi ... (1) Keterangan :

Mi = marjin tataniaga di tingkat ke-i Psi = harga jual pasar di tingkat ke-i Pbi = harga beli pasar di tingkat ke-i

(33)

19

Mi = Ci + ... (2) Keterangan :

Ci = biaya lembaga tataniaga di tingkat ke-i = keuntungan lembaga tataniaga di tingkat ke-i

Dari persamaan (1) dan (2), maka diperoleh persamaan sebagai berikut : Psi - Pbi = Ci +

Dengan demikian keuntungan lembaga tataniaga di tingkat ke-i sebesar : = Psi – Pbi - Ci

Sumber : Asmarantaka (2012)

Analisis Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan perbandingan antara harga di tingkat petani

jeruk dengan di tingkat konsumen yang dinyatakan dalam persen. Secara matematis farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut :

Fs = Keterangan :

Fs = farmer’s share

Pf = harga ditingkat produsen (petani jeruk) Pr = harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir Sumber : Asmarantaka (2012)

Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya

Tingkat efisiensi sebuah sistem tataniaga dapat dilihat dari rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Apabila dengan semakin meratanya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga maka secara teknik sistem tataniaga tersebut efisien. Secara matematis rasio keuntungan dan biaya tataniaga dirumuskan sebagai berikut :

Rasio keuntungan terhadap biaya = Keterangan :

Li : keuntungan lembaga pemasaran Ci : biaya Pemasaran

(34)

20

KEADAAN UMUM PENELITIAN

Karakteristik Umum Wilayah, Keadaan Alam, dan Penduduk

Penelitian dilaksanakan di Desa Sumberagung, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Kecamatan Sumberbaru terdiri dari 10 desa, dimana Desa Sumberagung merupakan salah satu desa yang memiliki potensi besar dalam budidaya jeruk siam. Desa Sumberagung memiliki luas lahan jeruk sekitar 216 Ha. Selain itu semakin banyaknya petani padi yang beralih menjadi menanam jeruk siam membuat potensi jeruk di Desa ini semakin meningkat. Hal tersebut terlihat dari Tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6 Luas lahan jeruk siam Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jembera

Nama Desa Luas Lahan Jeruk Siam

(Ha)

Sumber : Data Monografi Kecamatan Sumberbaru (2012)

Desa Sumberagung terletak pada posisi 80 LS - 801’20” LS dan 113020’40” BT – 113025’50” BT, yang terdiri dari empat dusun dengan batas-batas wilayah secara geografis sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Rowotengah

Sebelah Timur : Desa Pondokjaya, Kecamatan Jombang Sebelah Selatan : Desa Sarimulyo, Kecamatan Jombang Sebelah Barat : Kabupaten Lumajang

Luas lahan Desa Sumberagung adalah 946 Ha dengan bentuk lahan datar terdiri dari lahan sawah tegal, tegal, pekarangan, dan lahan pemukiman. Menurut peta jenis tanah Kabupaten Jember, Desa Sumberagung memiliki 2 jenis tanah diantaranya tanah aluvial coklat kelabu seluas 3% serta tanah asosiasi glei humus rendah dan aluvial kelabu seluas 97%. Sebagian besar lahan di Desa Sumberagung digunakan sebagai lahan persawahan sebesar 523 ha dimana keseluruhan lahan persawahan menggunakan sistem irigasi teknis. Potensi usahatani yang dikembangkan di Desa Sumberagung yakni tanaman pangan maupun hortikultura. Tanaman pangan yang dikembangkan diantaranya padi, jagung, dan kacang tanah, sedangkan tanaman hortikultura yang dikembangkan diantaranya jeruk siam, rambutan, manggis, pisang, kacang panjang, cabai besar, dan cabai rawit.

(35)

21 masyarakat yakni sepeda motor, sedangkan alat angkut yang digunakan untuk mendistribusikan hasil panen yakni pick-up dan truk.

Jumlah penduduk Desa Sumberagung pada tahun 2012 sebesar 10 436 jiwa, dimana penduduk laki-laki sebesar 5 219 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 5 217 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut sebesar 5 465 didominasi oleh penduduk yang yang berumur 22 – 59 tahun. Data komposisi penduduk berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah penduduk desa Sumberagung berdasarkan umur tahun 2012a Kelompok Umur

Berdasarkan tingkat pendidikan penduduk, terlihat bahwa sebagian besar Kepala Keluarga (KK) Desa Sumberagung merupakan tamatan SD dan SLTP yakni sebesar 1 794 jiwa, kemudian disusul dengan tidak tamat SD sebesar 744 jiwa. Data komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah KK Desa Sumberagung menurut tingkat pendidikana Tingkat Pendidikan Jumlah KK

Sumber : Monografi Desa Sumberagung, 2012

Berdasarkan jenis mata pencaharian, Desa Sumberagung didominasi oleh penduduk yang bekerja di bidang pertanian khususnya sebagai petani yakni sebesar 4 816 jiwa. Dimana rata-rata petani di desa Sumberagung membudidayakan tanaman padi dan jeruk siam.

Tabel 9 Jumlah penduduk Desa Sumberagung menurut jenis mata pencahariana

Mata Pencaharian Jumlah Penduduk

(36)

22

Karakteristik Petani Responden

Responden petani pada penelitian ini merupakan petani yang melakukan usahatani jeruk siam dan sudah pernah melakukan pemanenan jeruk siam di Desa Sumberagung. Petani responden yang dipilih berdasarkan metode purposive dimana terdiri dari 30 petani responden. Dari hasil wawancara yang dinilai penting diantaranya usia, luas lahan, dan pengalaman. Petani responden berdasarkan karakteristik usia makan petani yang memiliki usia kurang dari 30 tahun sebanyak 2 orang responden atau sebesar 6.67%. Sebagian besar petani responden berusia diantara 30-41 tahun atau sekitar 53.33%. Kemudian terbesar kedua yakni responden berusia 42-50 tahun yakni sebnyak 7 responden petani atau sekitar 23.33%. sedangnya sisanya sebanyak 20% yakni petani responden yang berusia lebih dari 50 tahun.

Tabel 10 Karakteristik petani responden berdasarkan usia di Desa Sumberagung tahun 2014

Jika dilihat dari karateristik petani berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar petani responden merupakan tamatan SMA yakni sebesar 10 petani responden atau sebesar 33.33%. Petani responden yang memiliki tingkat pendidikan tamatan SD sebanyak 8 responden atau 26.67%. Petani responden yang memiliki tingkat pendidikan SMP sebanyak 6 responden atau sebesar 20%. Petani responden yang memiliki tingkat pendidikan tidak tamat SD sebanyak 5 orang atau sebesar 16.67%. Sedangkan petani responden yang merupakan lulusan dari perguruan tinggi sebanyak 1 orang saja. Namun jika dilihat secara keseluruhan petani responden maka dapat dikatakan petani responden memiliki latar belakang pendidikan yang baik.

(37)

23 Berdasarkan karakteristik petani responden jika dilihat dari luas lahan jeruk maka didapatkan sebagian besar petani responden memiliki lahan seluas 0.5 – 1 Ha sebanyak 14 responden atau sekitar 46.67%. Sedangkan petani yang memiliki lahan kurang dari 0.5 Ha sebanyak 12 orang. Lalu petani responden yang memiliki lahan seluas 1.1 sampai 2 Ha sebanyak 3 orang. Dan petani yang memiliki lahan lebih dari 2 Ha sebanyak 1 orang sebesar 3.33%.

Tabel 12 Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan jeruk di Desa Sumberagung tahun 2014

Pengalaman petani responden juga menjadi nilai penting dalam pengambilan sample. Sebanyak 17 petani responden atau sebesar 56.67% telah berpengalaman menanam jeruk siam selama 8 tahun sampai 15 tahun. Sedangkan petani responden yang memiliki pengalaman menanam jeruk selama kurang dari 8 tahun sebanyak 5 orang atau sebesar 16.67%. Lalu petani responden yang memiliki pengalaman menanam jeruk selama 16 tahun sampai 20 tahun sebanyak 6 orang atau 20%. Dan petani yang memiliki pengalaman jeruk selama lebih dari 20 tahun sebanyak 7 orang atau 23.33%.

Tabel 13 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani jeruk di Desa Sumberagung tahun 2014

(38)

24

Berdasarkan jenis kelamin pedagang responden, sebagian besar pedagang responden memiliki jenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 17 orang atau sebesar 70.83%. Sedangkan pedagang yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 7 orang atau sebesar 29.17%. %.

Berdasarkan karakteristik umur pedagang responden yang memiliki umur kurang dari 30 tahun sebanyak 2 orang atau sebesar 6.66 %. Pedagang responden yang memiliki umur antara 30 tahun sampai 40 tahun terdiri dari 7 orang atau sebesar 29.16%. Sedangkan pedagang responden terbesar memiliki umur diatas 40 tahun sebanyak 15 orang atau sebesar 62.5%.

Tabel 14 Karakteristik pedagang responden berdasarkan umur Umur

Berdasarkan pengalaman berdagang jeruk, pedagang responden yang memiliki pengalaman berdagang kurang dari 8 tahun sebanyak 4 responden atau sebesar 16.67%. Sebagian besar pedagang responden yang memiliki pengalaman berdagang jeruk selama 8 tahun sampai 15 tahun yakni sebanyak 12 orang atau 50%. Sedangkan pedagang responden yang memiliki pengalaman berdagang jeruk selama lebih dari 15 tahun sebanyak 8 orang atau sebesar 33.33%.

Tabel 15 Karakteristik pedagang responden berdasarkan pengalaman berdagang jeruk

(39)

25 tanaman. Tujuan dari kegiatan ini yakni untuk mendapatkan sketsa desain kebun dalam memudahkan pemeliharaan tanaman hingga pemetikan hasil. Pelaksanaan kegiatan ini berupa mengukur pH tanah lalu menentukan arah dan kemiringan lahan serta letak akses jalan usahatani terdekat kemudian menentukan posisi tanaman sesuai letak titik distribusi air.

1. Persiapan Lahan

Persiapan lahan merupakan kegiatan mempersiapkan lahan agar pertumbuhan tanaman jeruk dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah jeruk bermutu dan menguntungkan. Tujuan dari kegiatan ini untuk menciptakan lingkungan yang sesuai agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi dengan baik. Alat dan bahan yang digunakan meliputi arit, bambu, tampar, dan cangkul. Kegiatan dimulai dengan melakukan pembersihan lahan. Setelah melakukan pembersihan lahan maka dilakukan pembuatan ajir dengan ukuran panjang 1 meter dari bambu dibelah delapan. Tali tampar digunakan untuk membuat jarak tanam sepanjang 4 meter. Lalu tancapkan ajir pada titik poros yang telah ditentukan sebagai calon lubang tanam dengan jarak 4 m x 4m. Setelah itu buat gundukan pada tanah sawah dengan ketinggian ± 60 cm dan lubang tanam sebesar 60 x 60 x 40 cm.

2. Penyiapan Bibit

Benih jeruk yang bermutu maka akan menghasilkan buah yang bermutu. Pemilihan benih yang akan ditanam harus tepat yakni dengan diameter batang bawah ± 1.5 cm, tinggi minimal sambungan dari pangkal akar ± 20 cm, dan tinggi tanaman minimal ± 50 cm. Kebutuhan benih jeruk harus disesuaikan dengan dengan luas lahan, umumnya populasi bibit yang akan ditanam sebanyak 600 pohon/ha.

3. Penanaman

Kegiatan penanaman dimulai dengan menggali lubang seukuran polybag. Lalu potong polybag dengan pisau secara hati-hati dan jangan sampai melukai akar. Benih yang perakarannya tidak lurus atau melingkar sebaiknya digunting. Masukkan benih kedalam lubang tanam kemudian timbun dengan tanah yang telah dicampur dengan pupuk kandang hingga 3 – 4 cm diatas leher akar.

4. Pemeliharaan Tanaman Sebelum Menghasilkan

Pemeliharaan tanaman sebelum menghasilkan dilakukan pada 2 tahun petama karena pada jangka waktu 2 tahun tersebut tanaman jeruk tidak mengalami pembuahan jadi pada kurun waktu tersebut tanaman jeruk hanya mengalami pertumbuhan. Oleh karena itu pemeliharaan yang dilakukan hanya pemupukan, sanitasi, pengendalian hama dan penyakit, serta penyiraman.

5. Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan

(40)

26

disemprotkan ke daun. Pengairan dilakukan untuk menjaga ketersediaan air dan memberikan kelembaban tanah yang cukup bagi tanaman. Pengairan ini dilakukan setiap 7 hari sekali. Penjarangan merupakan kegiatan mengurangi jumlah buah yang terdapat dalam setiap pohon hingga sesuai dengan daya dukung tanaman untuk menghasilkan buah dengan mutu dan jumlah yang optimal sesuai target yang ditetapkan. Adapun kriteria buah yang harus dijarangkan diantaranya buah yang tidak sehat, buah yang bergerombol dalam satu ranting, bentuk yang tidak teratur, dan buah yang pecah. Penjarangan awal dilakukan ketika buah berukuran sebesar kelereng dan berikutnya setelah buah sebesar bola pimpong.

6. Pemanenan

Pemanenan jeruk dilakukan ketika buah telah mencapai kematangan optimal atau telah siap panen. Sebelum pemanenan sebaiknya petani menghentikan penggunaan pestisida setidaknya 14 hari sebelum waktu panen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Lembaga Tataniaga

Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam pemasaran jeruk siam di Desa Sumberagung Kecamatan Sumberbaru terdiri dari pedagang pengumpul desa, pedagang pedagang pengumpul kabupaten, pedagang besar, pedagang grosir, dan pengecer. Dimana pengecer dibedakan berdasarkan tempat tujuan pemasaran yakni pengecer lokal yang berada di Kabupaten Jember, pengecer non lokal yang terdiri dari pengecer di wilayah Jogjakarta dan pengecer di wilayah Jakarta.

Pedagang Pengumpul Desa

Pedagang pengumpul desa yang dimaksud yakni pedagang yang membeli hasil panen petani Desa Sumberagung lalu memasarkannya kepada pedagang pengumpul kabupaten dan pedagang besar. Pedagang pengumpul desa rata-rata merupakan penduduk Desa Sumberagung sehingga petani sendiri mudah menemukan pedagang ketika akan menjual komoditinya. Alasan pedagang pengumpul desa melakukan pemasaran karena keuntungan yang diperoleh cukup menjanjikan selain itu Desa Sumberagung merupakan salah satu desa sentra produksi jeruk siam. Alat transportasi yang digunakan pedagang pengumpul desa pada umumnya menggunakan sepeda motor dengan obrok sebagai tempat memuat jeruk siam. Volume yang dibeli oleh pengumpul desa cenderung sedikit yakni rata-rata 1 ton jeruk siam apabila menggunakan sepeda motor. Jika jeruk siam yang dibeli lebih dari 1 ton maka pedagang pengumpul desa cenderung memilih menyewa mobil pick up.

(41)

27 pedagang pengumpul desa bebas memilih kepada pedagang pengumpul kabupaten yang menawarkan harga yang sesuai. Namun kendalanya pemasaran kepada pedagang pengumpul kabupaten yakni lokasi yang cukup jauh sehingga membutuhkan biaya transportasi yang lebih besar.

Biaya pemanenan bukan termasuk biaya tataniaga, karena biaya pemanenan merupakan biaya usahatani yang ditanggung pedagang. Oleh karena itu, harga jual yang diterapkan oleh pedagang pengumpul desa sudah termasuk dengan biaya pemanenan yang ditanggung pedagang pengumpul, jadi harga jual yang ditawarkan kepada pedagang besar maupun pedagang pengumpul kabupaten yakni harga jual jeruk siam ditambahkan dengan biaya panen yang ditanggung pedagang pengumpul desa per kilogram.

Pedagang Pengumpul Kabupaten

Pedagang pengumpul kabupaten yang dimaksud yakni pedagang pengumpul yang berada di luar Desa Sumberagung yang membeli jeruk siam baik dari petani maupun pedagang lainnya yang nantinya mereka jual kepada pedagang besar. Pedagang pengumpul luar desa ini berkumpul dalam suatu pasar yang berlokasi di Kecamatan Tanggul. Pasar ini terbentuk secara alami dan komoditas yang diperjualbelikan hanya komoditas jeruk. Umumnya para pedagang pengumpul kabupaten ini sebagian besar menjual jeruk siam kepada pedagang besar dan sebagian kecil dijual kepada pengecer. Apabila pedagang besar tidak dapat mencapai target pengiriman dari supply petani maka pedagang besar memilih untuk memenuhi kebutuhan jeruknya dari pedagang pengumpul kabupaten di pasar ini.

Pedagang Besar

Pedagang besar yang dimaksud yakni pedagang yang menjadi tujuan penjualan oleh petani, pedagang pengumpul desa, dan pedagang pengumpul kabupaten yang nantinya menyalurkan jeruk siam menuju pasar luar daerah. Pasar luar daerah yang dituju yakni Surabaya, Yogyakarta, Solo, Bandung, dan Jakarta. Ketika panen raya pedagang besar dapat mengirim 18 ton setiap harinya, namun ketika sudah tidak musim panen raya mereka mengirim 120 peti atau sekitar 6 ton setiap 1-2 kali dalam seminggu. Alat transportasi yang digunakan pedagang besar untuk menyalurkan jeruk yakni truk.

Dalam mendapatkan supply jeruk siam, pedagang besar menyuruh tenaga kerjanya untuk mengamati lahan petani yang jeruknya sudah siap panen lalu memberikan penawaran harga yang sesuai dengan kualitas jeruk kepada petani lalu terjadilah proses tawar-menawar. Disamping itu banyak juga petani yang sudah berlangganan dengan pedagang besar selama bertahun-tahun sehingga memberikan kemudahan bagi pedagang besar untuk mendapatkan jeruk siam. Pada awalnya persaingan antara pedagang pengumpul desa dengan pedagang besar sangatlah ketat di desa tersebut namun lambat laun persaingan itu berkurang karena semakin banyaknya pedagang pengumpul desa yang menjual jeruknya kepada pedagang besar dengan selisih harga tidak terlalu besar dari harga yang didapatkan dari petani.

(42)

28

pedagang besar sudah termasuk dengan biaya pemanenan yang ditanggung, jadi harga jual yang ditawarkan kepada pedagang grosir yakni harga jual jeruk siam ditambahkan dengan biaya panen yang ditanggung pedagang pengumpul desa per kilogram maka jadilah harga jual yang disepakati kedua belah pihak.

Pedagang Grosir

Pedagang grosir yang dimaksud adalah pedagang grosir jeruk siam yang berada di daerah Jogjakarta dan Jakarta. Pedagang grosir yang berada di daerah Jogjakarta berada di Pasar Buah Gamping dan Pasar Induk Giwangan. Sedangkan pedagang grosir di daerah Jakarta berada di Pasar Induk Kramat Jati. Pedagang grosir ini mendapatkan supply jeruk dari berbagai wilayah seperti Bali, Banyuwangi, dan Jember.

Pedagang grosir di Jakarta biasanya melakukan grading lagi terhadap barang yang diterima untuk menghindari kualitas dan ukuran yang tidak sesuai dengan keinginan. Pedagang grosir sangat berperan dalam penentuan harga pasar, karena mampu nmemperkirakan jumlah permintaan dan penawaran di pasar tersebut. Oleh karena itu informasi yang didapat pedagang besar sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pedagang grosir.

Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer terbagi menjadi pedagang pengecer di Jember, pedagang pengecer di Jogjakarta, dan pedagang pengecer di Jakarta. Pedagang pengecer ini merupakan pedagang yang berinteraksi langsung dengan konsumen dengan menjual jeruk secara eceran.

Pedagang pengecer di Jember terkadang mengambil jeruk dari tengkulak besar di Pasar Tanggul dan membeli langsung dari petani. Kelebihan pedagang pengecer membeli langsung kepada petani yakni pedagang pengecer dapat memilih kualitas jeruk yang diinginkan. Dalam penjualan jeruknya pedagang pengecer di Jember melakukan grading sehingga konsumen bebas memilih jeruk sesuai harga yang dikehendaki. Namun proses tawar menawar masih tetap terjadi antara pedagang pengecer dan konsumen akhir.

Pedagang pengecer Jogjakarta dan pedagang pengecer Jakarta membeli jeruk dari pedagang grosir. Pedagang pengecer Jogjakarta dan Jakarta menjual jeruk bersama dengan komoditas lainnya, proporsi jeruk yang mereka jual sebesar 30 – 40% dari keseluruhan komoditi yang mereka jual.

Identifikasi Saluran Tataniaga

Saluran tataniaga merupakan serangkaian lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses mengalirkan produk barang ata jasa yang siap dikonsumsi oleh konsumen. Penelusuran pola tataniaga jeruk siam di Desa Sumberagung dimulai dari petani sampai konsumen akhir yang melibatkan beberapa lembaga-lembaga tataniaga.

(43)

29 (1) Saluran tataniaga I : Petani - Pedagang Besar – Grosir Jogjakarta – Pedagang

Pengecer Jogjakarta – Konsumen

(2) Saluran tataniaga II : Petani – Pedagang Besar – Grosir Jakarta – Pedagang Pengecer Jakarta – Konsumen

(3) Saluran tataniaga III : Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Besar

– Grosir Jogjakarta – Pedagang Pengecer Jogjakarta – Konsumen

(4) Saluran tataniaga IV : Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Besar

– Grosir Jakarta – Pedagang Pengecer Jakarta – Konsumen

(5) Saluran tataniaga V : Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Pengumpul Kabupaten – Pedagang Besar – Grosir Jakarta – Pedagang Pengecer Jakarta – Konsumen

(6) Saluran tataniaga VI : Petani – Pedagang Pengecer – Konsumen

(44)

30

Gambar 4 Saluran tataniaga jeruk siam di Desa Sumberagung Keterangan:

= Saluran tataniaga I = Saluran tataniaga IV = Saluran tataniaga II = Saluran tataniaga V = Saluran tataniaga III = Saluran tataniaga VI Pedagang Pengumpul

Desa

Pedagang Besar di Kec. Sumberbaru Pedagang Pengumpul

Kabupaten

Pedagang Grosir

Pengecer

Konsumen Petani di Desa

Sumberagung 50 530 Kg

13 493 Kg

30 237 Kg

(45)

31

Saluran Tataniaga I

Pada saluran pemasaran I, petani menjual jeruk langsung kepada pedagang besar tanpa melalui pedagang pengumpul desa, kemudian pedagang besar melakukan pengiriman ke daerah Jogjakarta dengan menggunakan transportasi truk. Jeruk yang dikirimkan oleh pedagang besar nantinya jeruk tersebut akan jatuh di tangan pedagang grosir Jogjakarta yang berada di Pasar Gamping dan Giwangan, sebelum itu pedagang grosir akan melakukan transaksi dengan pedagang besar dalam hal jumlah jeruk yang dibutuhkan dan harga yang telah disepakati. Setelah berada di tangan pedagang grosir Jogjakarta kemudian jeruk disalurkan kepada pengecer buah yang nantinya akan dijual kepada konsumen akhir. Pola saluran tataniaga ini digunakan oleh tujuh orang petani responden (23.33%) dan saluran ini tergolong salah satu pola saluran yang cukup pendek.

Saluran ini digunakan oleh petani yang memiliki hasil panen yang cukup besar. Kelancaran dalam perihal keuangan merupakan salahsatu faktor penting bagi petani untuk membuat keputusan kepada siapa mereka akan penjualan hasil panennya. Pada umumnya pembayaran hasil panen petani jeruk di Desa Sumberagung dilakukan secara tunai, oleh karena itu petani yang memiliki hasil panen yang besar memilih untuk menjual hasil panennya kepada pedagang besar demi kelancaran pembayaran hasil panen yang mereka jual karena secara finansial posisi keuangangan pedagang besar lebih besar dibanding pedagang pengumpul desa. Sistem pembayaran dari pedagang besar kepada petani umumnya dilakukan secara tunai dan sebagian kecil petani yang bersedia dibayar secara bertahap. Sistem pembayaran dari pedagang grosir kepada pedagang besar dilakukan tunai melalui transfer. Sedangkan sistem pembayaran pedagang pengecer kepada pedagang grosir dilakukan secara tunai.

Jumlah jeruk siam yang dipasarkan sebesar 21 537 kilogram (42.62%). Jeruk siam tersebut yang nantinya dipasarkan ke daerah Jogjakarta melalui pedagang besar. Harga yang diterima petani dari pola tataniaga ini rata- rata sebesar Rp 7 357.14.

Pedagang grosir pada saluran ini adalah pedagang yang menjual jeruk secara besar di Pasar Buah Gamping dan Pasar Induk Giwangan yang berada di daerah Jogjakarta. Pengecer pada saluran ini menjual jeruk langsung kepada konsumen di beberapa wilayah di Jogjakarta yang mereka beli dari pedagang grosir. Jeruk siam dari Jember sedniri merupakan salah satu buah yang menjadi favorit masyarakat Jogjakarta karena kandungan air yang cukup banyak dan rasanya yang manis. Rata- rata pedagang pengecer membeli 3 - 4 peti jeruk dari pedagang grosir setiap minggunya dimana setiap petinya berisi 50 kilogram jeruk.

(46)

32

Tabel 16 Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga I

Biaya Pemasaran Jumlah Rata-rata Volume penjualan jeruk pada saluran ini sebesar 8 700 kg (17.21%). Pola saluran tataniaga ini petani menjual jeruknya kepada pedagang besar. Nantinya pedagang besar akan menyalurkan jeruk tersebut kepada pedagang grosir yang berada di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta. Setelah itu, pedagang grosir akan menjual jeruk tersebut kepada pengecer yang berada di wilayah Jakarta yang nantinya pengecer akan menjual jeruk secara langsung kepada konsumen akhir. Harga yang diterima petani pada saluran ini sebesar Rp 7 100.00.

(47)

33 Tabel 17 Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga II

Biaya Pemasaran Jumlah Rata-rata

Saluran tataniaga tiga dimulai dari petani menjual jeruknya kepada pedagang pengumpul. Lalu pedagang pengumpul menjual jeruknya kepada pedagang besar yang mengirimkan ke daerah Jogjakarta. Sampai di Jogjakarta, jeruk tersebut berada di tangan pedagang grosir Jogjakarta lalu disalurkan kepada pedagang pengecer yang berinteraksi langsung dengan konsumen akhir. Saluran tataniaga tiga ini hampir sama dengan saluran tataniaga satu namun perbedaannya terletak pada penyaluran jeruk dari petani ke pedagang besar melalui pedagang pengumpul terlebih dahulu. Saluran pemasaran tiga melibatkan 6 orang petani responden (20%). Volume jeruk yang disalurkan pada saluran tataniaga ini sebesar 7 133 kilogram (14.12%).

(48)

34

panen cukup besar ketika pada musim panen raya maka pedagang pengumpul memilih untuk menggunakan mobil pick up.

Tabel 18 Biaya pemasaran jeruk siam pada saluran tataniaga III

Biaya Pemasaran Jumlah Rata-rata

(Rp/Kg)

Pedagang Pengumpul Desa

Transportasi 50

Pedagang Besar

Transportasi 302.86

Pengemasan 222.17

Sorting & Grading 74.29

Retribusi 8.29

Penyusutan 84.08

Bongkar muat 46.86

Pedagang Grosir Jogjakarta

Pengemasan 140.38

Tenaga kerja 53.85

Retribusi 0.88

Penyusutan 110.58

Bongkar muat 10.38

Pedagang Pengecer Jogjakarta

Retribusi 400

Penyusutan 734

Transport 100

Lain-lain 252

Total Biaya 2590.62

Saluran Tataniaga IV

Gambar

Tabel 1  Data Ekspor dan Import Buah-buahan Indonesia tahun 2012a
Tabel 2  Data produksi buah-buahan Indonesia tahun 2011-2012a
Gambar 1 Perkembangan harga jeruk siam di Kabupaten Jember tahun 2013a
Tabel 4 Ringkasan Penelitian Terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini terjadi akibat banyaknya gula rafinasi (gula impor) yang ada di pasaran. Dalam sistem tataniaga suatu komoditi, terdapat variasi saluran tataniaga melalui alur

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sistem tataniaga jeruk siam di Nagari Alam Pauh Duo yang meliputi saluran tataniaga, dan fungsi – fungsi tataniaga yang

Berdasarkan hasil penelitian, Lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran tataniaga kentang dari Desa Jernih Jaya Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci sampai ke Kota Padang yakni

Bagaimana marjin tataniaga, price spread dan share margin yang diterima oleh masing-masing saluran tataniaga kepiting di Desa Pantai Gading, Kecamatan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan di Desa Karang Buah Kecamatan Belawang, saluran tataniaga yang paling efisien berada pada saluran I ukuran jeruk

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2020 bertujuan untuk mengetahui bagaimana saluran tataniaga jeruk nipis, fungsi-fungsi yang dilakukan oleh masing-masing lembaga

Tujuan penelitian untuk mengetahui pola saluran tataniaga beras, menganalisis fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga dalam proses

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan di Desa Karang Buah Kecamatan Belawang, saluran tataniaga yang paling efisien berada pada saluran I ukuran jeruk