• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tataniaga Kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tataniaga Kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tataniaga Kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Eva Farihatul Aeni

(4)

ABSTRAK

EVA FARICHATUL AENI. Tataniaga Kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Dibimbing oleh HARMINI.

Kentang merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yang mempunyai nilai ekonomis. Perbedaan harga yang tinggi di tingkat petani dan konsumen serta rendahnya harga ditingkat petani memungkinkan terjadinya penerimaan petani yang rendah. Penelitian ini bertujuan menganalisis lembaga, fungsi dan saluran tataniaga, mengidentifikasi struktur pasar dan menganalisis efisiensi operasional melalui pendekatan margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Observasi dan wawancara dilakukan kepada petani dengan metode purposive sampling dan untuk lembaga tataniaga lainnya menggunakan snowball sampling. Terdapat 5 saluran tataniaga dengan fungsi dan struktur pasar yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan saluran tataniaga kentang di Desa Sangiang belum efisien karena petani masih berperan sebagai penerima harga. Oleh karena itu, peran penyuluh dan pemerintah daerah Kabupaten Majalengka sangat diperlukan dalam pemberdayaan petani maupun Gapoktan untuk mengatasi permasalahan tataniaga kentang di Desa Sangiang. Kata Kunci: Desa Sangiang, efisiensi operasional, farmer’s share, kentang,

tataniaga kentang.

ABSTRACT

EVA FARICHATUL AENI. Marketing System of Potatoes in The Sangiang Village, Subdistrict Banjaran, Majalengka Regency, West Java. Supervised by HARMINI.

Potato is one of advantage commodities in Indonesia which has economic value. The high disparity of potato’s price between the farmer’s and the

consumer’s level also the low price of potato at the farmer’s level may cause low

farmer’s share. This research was aimed to analyze the institution, function and marketing distribution; identify the market structure; and to analyze the

operational efficiency by marketing margin, farmer’s share and ratio of benefits

to cost approach. Observation and interview were done toward the farmers in Sangiang village by using purposive sampling method and for the other marketing institution by using snowball sampling. There were five channels in potato marketing system with different functions and market structure. The result showed that the potato marketing system in Sangiang Village was not efficient, whereas the farmers still role as a price taker. Therefore, the government’s and

instructor’s role are very important in empowering the farmers and the farmer’s

group to solve the problem faced in potato marketing system in Sangiang Village.

(5)

TATANIAGA KENTANG DI DESA SANGIANG

KECAMATAN BANJARAN, KABUPATEN

MAJALENGKA, JAWA BARAT

EVA FARICHATUL AENI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Tataniaga Kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Nama : Eva Farichatul Aeni NIM : H34090078

Disetujui oleh

Ir Harmini, MSi

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini adalah Tataniaga Kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Harmini, MSi selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Ir Burhannudin, MM selaku dosen penguji utama dan kepada Bapak Rahmat Yanuar, SP.Msi selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dalam perbaikan skripsi penulis. Tidak lupa juga kepada Bapak Jaja selaku PPL di Kecamatan Banjaran yang telah membantu memberikan informasi terkait dengan penelitian penulis serta kepada Bapak Eman selaku Ketua Gapoktan yang telah membantu selama pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik dan seluruh keluarga atas doa, kasih sayang dan dukungannya. Terakhir penulis ucapkan terima kasih atas semangat dan dukungannya dari rekan-rekan Agribisnis 46, Kost Griya Pink, Himarika 46, dan sahabat terdekat.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

Karakteristik Kentang 7

Kajian Mengenai Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga 8

Kajian Mengenai Struktur Pasar 9

Kajian Mengenai Efisiensi Tataniaga 9

Keterkaitan Kajian Empiris dengan Penelitian 10

KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 11

Konsep Sistem Tataniaga 11

Konsep Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga 12

Konsep Struktur Pasar 15

Konsep Efisiensi Tataniaga 17

Konsep Marjin Tataniaga 19

Konsep Farmer’s Share 19

Konsep Rasio Keuntungan terhadap Biaya 19

Kerangka Pemikiran Operasional 20

METODE PENELITIAN 22

Lokasi dan Waktu Penelitian 22

Jenis dan Sumber Data 22

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel 22

Metode Pengolahan dan Analisis Data 23

Definisi Operasional Penelitian 25

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26

Keadaan Wilayah, Topografi, dan Demografi Lokasi Penelitian 26

Karakteristik Responden Petani 29

Karakteristik Responden Pedagang 31

Gambaran Usahatani Kentang di Desa Sangiang 33

HASIL DAN PEMBAHASAN 34

Analisis Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga 34

Identifikasi Struktur Pasar 50

Analisis Efisiensi Operasional Melalui Pendekatan Marjin Tataniaga,

Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan terhadap Biaya 54

SIMPULAN DAN SARAN 64

DAFTAR PUSTAKA 66

(10)

DAFTAR TABEL

1 PDB hortikultura atas dasar harga berlaku di Indonesia tahun

2007-2010 1

2 Persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang makanan di Indonesia tahun 2012 2 3 Sebaran produksi sayuran berdasarkan enam jenis sayuran unggulan

di Indonesia tahun 2007-2011 2

4 Karakteristik dan struktur pasar hasil pertanian 16 5 Kriteria penentuan jenis struktur pasar di lokasi penelitian

berdasarkan karakteristik pasar 24

6 Sebaran jumlah penduduk di Kecamatan Banjaran berdasarkan mata

pencaharian tahun 2012 27

7 Sebaran jumlah penduduk di Desa Sangiang berdasarkan tingkat

pendidikan tahun 2011 28

8 Sebaran jumlah penduduk di Desa Sangiang berdasarkan mata

pencaharian tahun 2011 28

9 Sebaran luas lahan berdasarkan jenis tanaman di Desa Sangiang

tahun 2011 29

10 Sebaran jumlah responden petani berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman dalam bertani di Desa Sangiang tahun

2013 30

11 Sebaran jumlah responden pedagang berdasarkan umur tahun 2013 32 12 Sebaran jumlah responden pedagang berdasarkan tingkat pendidikan

tahun 2013 32

13 Sebaran jumlah responden pedagang berdasarkan pengalaman dalam

berdagang tahun 2013 33

14 Fungsi-fungsi tataniaga kentang yang dijalankan oleh lembaga- lembaga tataniaga di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran,

Kabupaten Majalengka, Jawa Barat 36

15 Marjin tataniaga kentang pada setiap saluran tataniaga di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat 55 16 Farmer’s share dari setiap saluran tataniaga kentang di Desa

Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat 59 17 Rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap lembaga tataniaga

kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten

Majalengka, Jawa Barat 60

(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Saluran tataniaga (Kottler dan Keller 2009) 15 2 Kerangka operasional tataniaga kentang di Desa Sangiang,

Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. 21 3 Saluran tataniaga kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran,

Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Saluran tataniaga I ( ), saluran tataniaga II ( ), saluran tataniaga III ( ), saluran

tataniaga IV ( ) dan saluran tataniaga V ( ). 42

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produksi kentang nasional berdasarkan provinsi di Indonesia tahun

2009-2011 68

2 Produksi komoditi kentang menurut kabupaten dan kota di Jawa

Barat pada tahun 2007-2011 69

3 Data produksi kentang pada sentra produksi di Kabupaten

Majalengka tahun 2009-2010 70

4 Data petani responden penelitian tataniaga kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat

tahun 2013 71

5 Data pedagang responden penelitian tataniaga kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat

tahun 2013 72

6 Rincian biaya tataniaga kentang di Desa Sangiang 73 7 Peta wilayah Kabupaten Majalengka, Jawa Barat 74 8 Dokumentasi penelitian tataniaga kentang di Desa Sangiang,

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hortikultura merupakan salah satu sumber pertumbuhan pembangunan pertanian yang mempunyai peranan penting, yaitu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan petani dan memperbaiki gizi masyarakat. Hal tersebut karena hortikultura mempunyai nilai jual yang tinggi, jenisnya beragam dan potensi serapan pasar yang meningkat. Selain itu, hortikultura terdapat sumber gizi, sumber vitamin, dan sumber mineral yang menjadi pelengkap makanan pokok yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia sehingga bisa memperbaiki gizi masyarakat.

Hortikultura memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian Indonesia. Hal tersebut dilihat dari perkembangan PDB hortikultura di Indonesia pada Tabel 1, yaitu pada tahun 2007 sampai tahun 2009 mengalami peningkatan dengan rata-rata peningkatan 6.73%. Akan tetapi pada tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 2.67%. Penurunan PDB tersebut dipengaruhi oleh jumlah produksi dan kualitas dari komoditas yang dihasilkan dari setiap kawasan atau wilayah (Dihorti 2011).

Tabel 1 PDB hortikultura atas dasar harga berlaku di Indonesia tahun 2007-2010a Kelompok Hortikultura Nilai PDB (milyar rupiah)

2007 2008 2009 2010

Sayuran 25 587 28 205 30 506 31 224

Buah-buahan 42 632 47 060 48 437 45 482

Tanaman Hias 4 741 3 853 3 897 6 172

Biofarmaka 4 105 5 085 5 494 3 665

Total PDB Hortikultura 76 795 84 202 88 334 85 985 a

Sumber :Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

Komoditas hortikultura terdiri dari sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan biofarmaka. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai PDB sayuran pada tahun 2007 sampai tahun 2010 menempati urutan kedua setelah buah-buahan yaitu sebesar 115 522 milyar rupiah. Selain itu, nilai PDB sayuran mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai tahun 2010. Peningkatan PDB tersebut menunjukkan bahwa sayuran merupakan salah satu komoditas yang prospektif untuk dikembangkan.

(14)

Tabel 2 Persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang makanan di Indonesia tahun 2012a

Kelompok Barang Persentase makanan

Pengeluaran rata-rata masyarakat Indonesia untuk konsumsi sayuran pada tahun 2012 menempati ketiga terbesar setelah padi-padian dan ikan yaitu mencapai 7.49% terhadap kelompok barang makanan. Hal tersebut menunjukan bahwa masyarakat Indonesia untuk mencukupi kebutuhan konsumsi cukup bergantung kepada sayuran. Selain sebagai kebutuhan masyarakat Indonesia dalam konsumsi sehari-hari, sayuran terdapat beberapa zat makanan yang bermanfaat yaitu meningkatkan kekebalan tubuh dan serangan penyakit. Sayuran yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan termasuk ke dalam komoditas sayuran unggulan terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran produksi sayuran berdasarkan enam jenis sayuran unggulan di Indonesia tahun 2007-2011a

(15)

jumlah produksi kentang pada tahun 2007 sampai tahun 2011 yaitu sebesar 5.2 juta ton (BPS 2012). Jumlah produksi kentang cenderung meningkat, kecuali pada tahun 2010 dan tahun 2011 mengalami penurunan. Penurunan terbesar pada tahun 2010 yaitu 10.91% dibandingkan pada tahun 2011 yaitu 9.90%. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh luas panen kentang dan tingkat produktivitas kentang. Produktivitas kentang yang menurun dipengaruhi oleh iklim, gangguan hama dan penyakit dan penanganan pasca panen yang kurang baik.

Besarnya produksi kentang di Indonesia mencerminkan bahwa kentang mempunyai nilai ekonomis yaitu sebagai sumber pendapatan pedagang, industri ataupun petani yang membudidayakan. Selain itu, produksi kentang yang besar juga dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi kentang dalam rumah tangga di Indonesia yaitu pada tahun 2009 mencapai 1.72 kg/kapita/tahun, sedangkan pada tahun 2010 mencapai 1.82 kg/kapita/tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi kentang dalam rumah tangga di Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 6.06% (BPS 2012). Peningkatan ini tidak lepas dari perubahan konsumsi kentang saat ini. Pola konsumsi masyarakat dewasa ini terhadap makanan, terutama di perkotaan menjadikan kentang sebagai menu makanan yang siap hidang. Restoran fast food juga banyak yang menggunakan kentang sebagai menu utamanya. Prospek serapan dan permintaan pasar terhadap komoditas kentang dapat dilihat dari jumlah penduduk dan peningkatannya dari tahun ke tahun. Perkembangan industri makanan yang mengolah kentang menjadi aneka snack

atau makanan kecil juga akan meningkatkan kebutuhan kentang. Kondisi tersebut yang mengakibatkan kentang mempunyai potensi yang tinggi.

Rukmana (1996) memberikan pengertian bahwa kentang (Solanum

tuberosum L.) merupakan sayuran yang mempunyai nilai ekonomis. Disamping

dijadikan sebagai makanan, kentang digunakan untuk pengobatan dan penyembuhan berbagai penyakit. Kentang juga sebagai bahan penolong dan bahan baku dalam proses industri kertas, tekstil, perekat, sabun dan pembuatan baterai. Sedangkan di negara-negara yang menjadikan nasi sebagai makanan pokoknya, kentang dapat dijadikan sebagai makanan pokok pengganti nasi bagi penderita diabetes. Samadi (1997) mengatakan di Indonesia kentang lebih banyak dimanfaatkan untuk sayur. Hanya sebagian kecil penduduk terutama yang menderita penyakit diabetes atau kencing manis yang mengkonsumsi kentang sebagai bahan makanan untuk diet. Hal tersebut karena kentang mengandung kadar gula lebih rendah daripada beras. Selain itu, kentang bermanfaat untuk meningkatkan energi di dalam tubuh sehingga manusia dapat berfikir dan melakukan aktifitas lainnya.

Berbagai manfaat yang diperoleh dari komoditi kentang baik dari segi ekonomis maupun kandungan gizi, kentang mendapatkan prioritas untuk diteliti dan dikembangkan. Selain itu, kentang termasuk ke dalam komoditas binaan

sesuai dengan keputusan menteri pertanian Republik Indonesia Nomor : 511/Kpts/PD.310/9/2006 (Dihorti 2013). Adanya hal tersebut maka

kentang merupakan komoditas yang perlu dikembangkan dari segi kuantitas maupun kualitas.

(16)

provinsi penghasil kentang di Indonesia pada tahun 2009-2010. Akan tetapi pada tahun 2011, Jawa Tengah mempunyai produksi lebih tinggi dibandingkan Jawa Barat. Hal tersebut disebabkan oleh luas areal tanam kentang di Jawa Barat menurun sebesar 16.42%. BPTP JABAR (2011) menyatakan bahwa penurunan luas tanam kentang di Jawa Barat dipengaruhi oleh musim, dimana tanaman kentang dalam pertumbuhannya sangat tergantung pada ketersediaan air. Di beberapa wilayah kentang hanya dapat ditanam satu kali dalam satu tahun, namun pada lahan-lahan tertentu kentang dapat ditanam setiap musim karena terdapat sumber air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman kentang yang diusahakan. Data lengkap mengenai produksi kentang berdasarkan provinsi di Indonesia pada tahun 2009 sampai tahun 2011 dapat dilihat pada Lampiran 1.

Upaya mempertahankan Jawa Barat sebagai penghasil kentang di Indonesia, maka kentang tidak hanya dipertahankan dari segi kuantitas tetapi juga harus memiliki kualitas sesuai dengan permintaan pasar domestik maupun internasional. Pengembangan agribisnis kentang di bagian hilir yaitu kegiatan tataniaga yang efisien mempunyai peran di dalam meningkatkan kualitas kentang. Tataniaga yang efisien diharapkan dapat memperlancar proses ditribusi produk dari produsen sampai kepada konsumen akhir dengan berbagai penanganan yang dilakukan serta dapat mengurangi biaya tataniaga yang dikeluarkan.

Perumusan Masalah

Kabupaten Majalengka merupakan salah satu sentra produksi kentang di Jawa Barat. Jumlah produksi kentang Kabupaten Majalengka menempati ketiga terbesar setelah Kabupaten Garut dan Bandung yaitu 11.864 ton dengan luas lahan kentang 929 Ha pada tahun 2010 (Dinas Pertanian Jawa Barat 2013). Hal tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Majalengka mempunyai potensi tinggi untuk komoditas kentang. Data lengkap mengenai produksi komoditi kentang menurut kabupaten dan kota di Jawa Barat pada tahun 2007 sampai tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tingginya potensi daerah juga didukung oleh kesediaan petani untuk melakukan budidaya kentang karena petani merupakan pihak yang paling menentukan dalam produksi kentang. Oleh sebab itu untuk mempertahankan potensi tersebut, maka Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka menjadikan kentang sebagai produk hortikultura yang perlu dikembangkan. Program tersebut hendaknya diikuti dengan peningkatan nilai atau kesejahteraan petani sebagai insentif usahatani. Kesejahteraan petani salah satunya diperoleh pada nilai output dari komoditas yang dijual yaitu dengan mendapatkan harga yang tinggi atau penerimaan petani lebih besar dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama usahatani kentang. Hal tersebut dikarenakan jika pengeluaran biaya-biaya tidak disertai dengan harga yang baik, maka akan berakibat timbulnya masalah finansial dalam usahatani. Oleh karena itu, diperlukan insentif usahatani khususnya dalam memperoleh harga yang tinggi supaya petani bisa terus termotivasi dalam meningkatkan kinerja usahatani kentang.

(17)

secara umum penelitian-peneletian terdahulu mengenai tataniaga di bidang hortikultura oleh Dwandani (2012), Herawati (2012) dan A’yun (2010) bahwa perbedaan harga relatif besar terjadi pada komoditas hortikultura. Hal tersebut menunjukkan terdapatnya masalah dalam tataniaga. Akibatnya penerimaan yang diperoleh petani menjadi kecil. Dalam kondisi tersebut petani hanya mempunyai peran sebagai price taker.

Salah satu daerah sentra kentang di Kabupaten Majalengka adalah Kecamatan Banjaran dan Desa Sangiang merupakan desa penghasil kentang di Kecamatan Banjaran dengan luas tanam 300 Ha pada tahun 2011. Informasi mengenai lokasi ini diperoleh dari studi lapang pendahuluan yang dilakukan kepada stakeholder di Kecamatan Banjaran. Data mengenai jumlah produksi kentang di Kabupaten Majalengka terdapat pada Lampiran 3. Berdasarkan informasi dari pihak BP3K Kecamatan Banjaran, bagi petani Desa Sangiang umumnya tataniaga merupakan permasalahan dalam kegiatan agribisnis kentang. Sihombing (2005) Subsistem pasca produksi terutama tataniaga merupakan bagian yang paling lemah dalam pendistribusian komoditas dari produsen sampai konsumen akhir yang dicirikan dengan rendahnya share petani dalam kegiatan tataniaganya. Share yang rendah memungkinkan pendapatan petani menjadi kecil. BP3K Kecamatan Banjaran (2013) mengatakan bahwa perbedaan harga tinggi antara petani dengan konsumen akhir diduga dialami oleh petani Desa Sangiang. Perbedaan harga yang tinggi memungkinkan terdapat perilaku pedagang yang memanfaatkan situasi untuk memperoleh keuntungan yang lebih atau marjin yang tinggi. Persepsi ini muncul sebagai konsekuensi dari kecenderungan semakin tingginya perbedaan harga. Kekhawatiran yang terjadi petani akan mendapatkan penerimaan lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam melakukan budidaya kentang. Keadaan tersebut memungkinkan petani sulit untuk meningkatkan taraf hidupnya dan mengembangkan usahatani selanjutnya. Hal ini bisa dibuktikan lebih lanjut jika dilakukan analisis mengenai bagian yang diterima petani (farmer’s share) dari kegiatan tataniaga yang dilakukan.

Menurut pihak BP3K Kecamatan Banjaran, petani Desa Sangiang menerima harga yang rendah . Harga yang rendah tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti biaya produksi tinggi, kualitas kentang rendah, masuknya kentang impor, biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga besar ataupun petani sebagai penerima harga karena kurangnya mengetahui informasi harga. Hal tersebut akan dianalisis lebih lanjut sehingga akan menjadikan bahan masukan untuk turut membantu petani agar dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

(18)

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana lembaga, fungsi dan saluran tataniaga kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka?

2. Bagaimana struktur pasar pada tataniaga kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka?

3. Bagaimana margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya pada tataniaga kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran Kabupaten Majalengka?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis lembaga, fungsi dan saluran tataniaga kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka.

2. Mengidentifikasi struktur pasar pada tataniaga kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka.

3. Menganalisis tingkat efisiensi operasional tataniaga kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka dengan pendekatan margin tataniaga, farmer’ share dan rasio keuntungan terhadap biaya.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat serta informasi-informasi bagi:

1. Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan penetapan kebijakan khususnya yang berhubungan dengan sistem tataniaga kentang sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi petani.

2. Penyuluh, sebagai bahan informasi untuk bisa menyelesaikan permasalahan tataniaga kentang di Desa Sangiang.

3. Peneliti, sebagai penerapan ilmu yang telah dipelajari selama perkuliahan untuk dapat meningkatkan pengetahuan dalam menganalisis masalah dan memberikan alternatif pemecahan masalah khususnya dalam tataniaga kentang.

Ruang Lingkup Penelitian

(19)

mengidentifikasi struktur pasar pada setiap lembaga tataniaga. Sedangkan analisis efisiensi menggunakan efisiensi operasional yaitu dengan pendekatan margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Kentang

Portal Iptek (2005) Solanum tuberosum L., merupakan nama latin dari kentang. Kentang merupakan tanaman dikotil yang bersifat semusim, termasuk famili Solanaceae, dan memiliki umbi batang yang dapat dimakan. Tanaman kentang berbentuk semak atau herba. Batangnya berada di atas permukaan tanah, ada yang berwarna hijau, kemerah-merahan, atau ungu tua. Warna batang ini dipengaruhi oleh umur tanaman dan keadaan lingkungan. Pada kesuburan tanah yang baik atau lebih kering, biasanya warna batang tanaman yang lebih tua akan lebih menyolok. Bagian bawah batangnya bisa berkayu sehingga tidak terlalu kuat dan rubuh. Rukmana (1996) kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura dari kelompok sayuran yang sangat berpotensial sebagai sumber karbonhidrat dan mempunyai arti penting dalam perekonomian di Indonesia. Pengembangan agribisnis kentang mempunyai prospek yang baik yaitu meningkatkan pendapatan petani, sebagai komoditas ekspor dan sebagai bahan baku industri.

(20)

Kajian Mengenai Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga

Lembaga tataniaga merupakan pihak-pihak yang terlibat di dalam melakukan kegiatan tataniaga. Pada umumnya lembaga tataniaga yang terlibat dalam penelitian tataniaga kentang dan sayuran lainnya meliputi petani, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer (Dwandani 2012; Herawati 2012; A’yun 2010). Mayoritas petani menjual kepada pedagang pengumpul desa karena akses yang lebih mudah dan petani diberikan bantuan modal oleh pedagang pengumpul. Akan tetapi, kondisi tersebut mengakibatkan petani menjadi price taker karena bargaining position petani lemah dalam menentukan harga.

Fungsi tataniaga merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga tataniaga yang bertujuan untuk meningkatkan atau menciptakan nilai tambah terhadap komoditi yang akan dijual. Secara umum fungsi tataniaga yang dilakukan meliputi fungsi pertukaran (fungsi penjualan dan pembelian) fungsi fisik (fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan dan fungsi pengemasan) dan fungsi fasilitas (fungsi sortasi dan grading, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan risiko, fungsi informasi pasar). Akan tetapi fungsi tataniaga yang dilakukan berbeda-beda oleh setiap lembaga tataniaga (Dwandani 2012; Herawati 2012; A’yun 2010).

Saluran tataniaga dari penelitian sebelumnya menghasilkan saluran tataniaga yang berbeda-beda. Banyak atau sedikitnya saluran tergantung kepada pihak yang melakukan penjualan di daerah penelitian. Metode yang umumnya digunakan pada penelitian tataniaga yaitu metode purposive untuk petani dan

snowball sampling untuk lembaga tataniaga lainnya. Dwandani (2012)

menghasilkan 6 saluran mengenai analisis sistem tataniaga kentang yaitu yaitu (1) petani, pedagang besar (Pasar Tanjung Bajurai, Sungai Penuh), pedagang pengecer; (2) petani, pedagang pengumpul, pedagang besar (Pasar Induk Angso Duo, Jambi), pedagang pengecer; (3a) petani, pedagang pengumpul, pedagang besar (Pasar Padang Luar, Bukittinggi), pedagang pengecer; (3b) petani, pedagang pengumpul, pedagang besar (Pasar Padang Luar, Bukittinggi), pedagang besar (Riau); (4) petani, pedagang pengumpul, pedagang besar (Riau); (5) petani, pedagang pengumpul, pedagang besar (Sumatera Selatan); (6) petani, pedagang pengumpul, pedagang besar (Lampung). Dari keenam saluran tidak semuanya saluran berakhir di pedagang pengecer karena peneliti mempunyai keterbatasan penelitian untuk menjangkau daerah yang berada di luar Provinsi Jambi.

(21)

Pasar yang menjadi tujuan penjualan komoditas penelitian berbeda-beda yaitu pasar tradisional dan pasar modern seperti supermarket dan restoran. Untuk tujuan pasar supermarket dan restoran yaitu terdapat pada salah satu saluran penelitian (A’yun 2010), sedangkan untuk tujuan pasar tradisional adalah pada penelitian (Dwandani 2012) dan (Herawati 2012). Pasar supermarket biasanya membutuhkan komoditi yang berkualitas tinggi dan jika dijual ke restoran sebelumnya telah melakukan perjanjian kontrak terlebih dahulu.

Kajian Mengenai Struktur Pasar

Struktur pasar diidentifikasi untuk mengetahui bentuk pasar yang dihadapi oleh masing-masing lembaga tataniaga. Untuk mengetahui struktur pasar menurut Hammond dan Dahl (1977) dengan cara melihat karakteristik pasar seperti jumlah pelaku usaha, sifat produk, hambatan keluar dan masuk pasar serta informasi pasar.

Dwandani (2012) struktur pasar yang terbentuk pada tataniaga kentang mengarah kepada pasar persaingan tidak sempurna. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal, yaitu (1) dalam penentuan harga, pedagang adalah lembaga yang menentukan harga, dan petani bertindak sebagai price taker; (2) jumlah pedagang yang lebih sedikit dari petani; (3) produk yang diperjualbelikan bersifat homogen; (4) hambatan keluar masuk pasar kentang cukup tinggi.

Herawati (2012) struktur pasar yang terbentuk pada setiap tingkat lembaga tataniaga nenas palembang berbeda-beda. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani dan pengumpul desa cenderung mengarah ke pasar oligopoli, pedagang besar cenderung menghadapi pasar oligopsoni dan pedagang pengecer cenderung mengarah ke struktur pasar bersaing murni. Perbedaan struktur pasar pada setiap lembaga dilihat berdasarkan karakteristik struktur pasar.

A’yun (2010) struktur pasar yang dihadapi oleh petani bawang daun di kawasan Agropolitan cenderung mendekati pasar bersaing. Pedagang pengumpul yang menyalurkan bawang daun ke supplier dan konsumen (restoran) menghadapi struktur pasar oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul yang menyalurkan bawang daun ke pedagang grosir dan pedagang pengecer menghadapi struktur pasar yang cenderung mendekati persaingan sempurna. Struktur pasar yang dihadapi supplier di kawasan Agropolitan Cianjur yaitu pasar oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang grosir adalah mendekati pasar bersaing. Pedagang pengecer yang merupakan supermarket menghadapi struktur pasar oligopoli. Pedagang pengecer pada pasar di Bekasi, Depok dan Tangerang menghadapi struktur pasar yang cenderung bersifat pasar bersaing. Oleh karena itu struktur pasar yang dihadapi oleh lembaga tataniaga berbeda-beda tergantung kepada karakteristik dari struktur pasar yang dihadapi.

Kajian Mengenai Efisiensi Tataniaga

(22)

efisiensi saluran tataniaga. Akan tetapi dari ketiga pendekatan tersebut belum tentu semuanya menjadi indikator efisiensi karena dilihat dari berbagai faktor lainnya yang terjadi di kondisi lapangan tempat penelitian.

Dwandani (2012) dalam menganalisis efisiensi tataniaga dikelompokkan ke dalam 3 kelompok karena tidak mempunyai lembaga tataniaga akhir yang sama. Terdapat 3 saluran tataniaga berakhir di pedagang pengecer, 1 saluran tataniaga berakhir di pedagang besar dan 3 saluran tataniaga lainnya berakhir di pedagang pengumpul. Lembaga tataniaga akhir yang tidak sama merupakan keterbatasan peneliti karena tempat pasar berada di luar daerah Jambi. Herawati (2012) volume penjualan suatu komoditi dan saluran yang paling banyak digunakan oleh petani juga digunakan sebagai salah satu indikator efisiensi disamping indikator efisiensi operasional. Begitu juga dengan A’yun (2010) menyatakan saluran efisien dilihat berdasarkan biaya tataniaga yang paling rendah dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya paling besar. Secara umum panjang atau pendeknya saluran tataniaga berdampak kepada total biaya yang dikeluarkan dan total margin yang diperoleh. Semakin besarnya margin tataniaga mengakibatkan penerimaan petani kecil.

Keterkaitan Kajian Empiris dengan Penelitian

Kentang merupakan salah satu komoditi unggulan yang mempunyai nilai ekonomis. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kentang tidak hanya dikonsumsi oleh rumah tangga, tetapi juga oleh konsumen lembaga ataupun konsumen industri makanan. Hal tersebut mencerminkan bahwa tingginya permintaan terhadap kentang. Kentang juga mendapatkan prioritas untuk diteliti dan dikembangkan lebih lanjut.

(23)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Sistem Tataniaga

Asmarantaka (2012) mendefinisikan tataniaga yaitu aktivitas atau kegiatan dalam mengalirkan produk mulai dari petani (produsen primer) sampai ke konsumen akhir. Dalam mengalirnya aktifitas produk sampai kepada konsumen akhir (end user) banyak kegiatan produktif yang terjadi dalam upaya menciptakan atau menambah nilai guna (bentuk, waktu, tempat, dan kepemilikan) dengan tujuan memenuhi kepuasan konsumen akhir. Selain itu, pengertian tataniaga dilihat dari dua aspek yaitu aspek dari ilmu ekonomi dan aspek dari ilmu manajemen. Dari aspek ilmu ekonomi, tataniaga merupakan:

1. Suatu sistem yang terdiri dari sub-sub sistem fungsi-fungsi tataniaga yaitu fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi- fungsi ini merupakan aktivitas bisnis atau kegiatan produktif dalam mengalirnya produk atau jasa pertanian dari petani produsen sampai konsumen akhir. Rangkaian fungsi-fungsi tersebut merupakan aktivitas bisnis dan merupakan kegiatan produktif karena proses meningkatkan atau menciptakan nilai (value-added process).

Nilai tersebut yaitu nilai guna bentuk (form utility), tempat (place utility), waktu (time utility) dan kepemilikan (possessionutility).

2. Tataniaga pertanian merupakan serangkaian fungsi yang diperlukan dalam menggerakan input atau produk dari tingkat produksi primer hingga konsumen akhir. Dengan demikian, tataniaga pertanian merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub-sub sistem dari fungsi-fungsi tataniaga (fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas) yang merupakan kegiatan produktif yang pelaksana fungsi tersebut dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga (Hammond dan Dahl 1977).

(24)

Konsep Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga

Lembaga tataniaga adalah bagian-bagian yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Kelembagaan dalam studi tataniaga mencoba menjawab permasalahan tataniaga yaitu “who”

dari pelaku-pelaku dalam sistem tataniaga. Kelembagaan tataniaga adalah berbagai organisasi bisnis atau kelompok bisnis yang melaksanakan atau mengembangkan aktifitas bisnis (fungsi-fungsi tataniaga). Berbagai lembaga tataniaga Kohls dan Uhl (1985) dalam Asmarantaka (2012):

1. Pedagang perantara (mercant middlemen) merupakan individu atau pedagang yang melakukan penanganan berbagai fungsi tataniaga dalam pembelian dan penjualan produk dari produsen sampai ke konsumen. Pedagang ini memiliki dan menguasai produk. Pedagang perantara meliputi: a. Pedagang pengumpul (assembler) adalah pedagang yang membeli dan mengumpulkan produk langsung dari petani sebagai produsen dalam jumlah besar untuk memperoleh marjin tataniaga dengan menjual kembali ke pedagang besar atau pedagang perantara lainnya.

b. Pedagang besar (wholesalers) adalah pedagang yang menjual produknya kepada pedagang pengecer dan pedagang perantara lainnya.

c. Pedagang pengecer (retailers) adalah pedagang yang menjual produknya langsung untuk konsumen akhir (rumah tangga, organisasi, dan lainnya). 2. Agen perantara (agent middlement) hanya mewakili klien yang disebut

pricipals dalam melakukan penanganan produk/jasa, hanya menguasai

produk dan mendapatkan pendapatan dari fee dan komisi. Agen perantara ini yaitu :

a. Komisioner yaitu memiliki kekuasaan relatif lebih luas dalam penanganan secara fisik dan penetapan harga produk yang akan dijual. b. Broker yaitu memiliki kekuasaan yang relatif terbatas dalam hal

menyalurkan produk untuk memperoleh komisi tanpa memiliki hak dalam mengontrol produk secara langsung.

3. Spekulator (speculative middlemen) adalah pedagang perantara yang melakukan pembelian dan penjualan produk untuk mencari keuntungan dengan memanfaatkan adanya pergerakan harga (minimal-maksimal). 4. Pengolah dan pabrikan (processor and manufacturers) adalah kelompok

pembisnis yang aktivitasnya menangani produk dan merubah bentuk bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau produk akhir.

5. Organisasi (facilitative organization) yang membantu memperlancar aktivitas tataniaga atau pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga.

Barang-barang dari tingkat produsen ke tingkat konsumen disampaikan oleh lembaga tataniaga di atas, baik lembaga perantara di tingkat desa, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten maupun provinsi. Selain itu, lembaga tataniaga bertugas untuk menjalankan fungsi-fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Imbalan yang diterima lembaga tataniaga dari pelaksanaan fungsi-fungsi tataniaga adalah marjin tataniaga (yang terdiri dari biaya tataniaga dan keuntungan). Balas jasa bagi lembaga tataniaga adalah keuntungan yang diperoleh dari kegiatan tataniaga.

(25)

tersebut. Kegiatan tersebut dinamakan sebagai fungsi-fungsi tataniaga. Pendekatan fungsi merupakan pendekatan studi tataniaga dari aktifitas-aktifitas bisnis yang terjadi atau perlakuan yang ada pada proses dalam sistem tataniaga yang akan meningkatkan dan atau menciptakan nilai guna untuk memenuhi kebutuhan konsumen (kepuasan). Pendekatan fungsi mencoba menjawab “what” dalam pertanyaan “who does it”. Manfaat menganalisis pendekatan fungsi yaitu untuk mempertimbangkan bagaimana pekerjaan harus dilakukan, menganalisis biaya-biaya tataniaga dan memahami perbedaan biaya antar lembaga dan berbagai variasi komoditi serta fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga.

Terdapat tiga karakteristik penting yang terdapat dalam pendekatan fungsi Kohls dan Uhl (2002) yaitu : (1) dampak dari pelaksanaan fungsi tidak hanya terhadap biaya tataniaga tetapi juga nilai produk tersebut untuk konsumen. Pengolahan, penyimpanan dan transportasi akan meningkatkan atau menciptakan nilai guna bentuk, ruang, dan waktu bagi konsumen. Dalam mengevaluasi fungsi tataniaga harus memperhitungkan dan mempertimbangkan antara biaya dan manfaat dari fungsi tersebut; (2) terdapat kemungkinan dalam mengurangi atau mengeliminasi pedagang perantara, tetapi tidak mungkin mengeliminasi fungsi-fungsi tataniaga; (3) fungsi-fungsi tataniaga dapat dilakukan oleh siapa saja (perusahaan, individu atau kelompok) yang ditujukkan pada berbagai tahapan atau tempat dalam sistem tataniaga dan meningkatkan atau menciptakan nilai guna produk agribisnis. Limbong dan Sitorus (1985) menjelaskan fungsi-fungsi tataniaga yang terdiri dari:

1. Fungsi pertukaran merupakan kegiatan untuk memperlancar pemindahan hak milik barang dan jasa dari penjual kepada pembeli. Adapun fungsi pertukaran terdiri dari:

a) Fungsi penjualan

Fungsi penjualan diperlukan untuk mencari tempat dan waktu yang tepat untuk melakukan penjualan barang sesuai dengan yang diinginkan konsumen baik dilihat dari jumlah dan mutunya.

b) Fungsi pembelian

Fungsi pembelian untuk menentukan jenis barang yang akan dibeli yang sesuai dengan kebutuhan baik untuk konsumsi langsung maupun untuk kebutuhan produksi.

2. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan kegunaan waktu. Fungsi ini terdiri dari:

a) Fungsi penyimpanan

Fungsi penyimpanan diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu diangkut ke daerah tujuan penjualan.

b) Fungsi pengangkutan

Fungsi ini bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen menurut waktu, jumlah dan mutunya. Fungsi pengangkutan mempunyai kegiatan perencanaan jenis alat angkutan yang digunakan, volume yang akan diangkut dan jenis barang yang akan diangkut.

(26)

Fungsi pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang yang bersangkutan baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang tersebut maupun dalam meningkatkan nilainya.

3. Fungsi fasilitas merupakan semua tindakan yang memperlancar kegiatan pertukaran dan fisik yang terjadi antara produsen dan konsumen. Adapun fungsi fasilitas terdiri dari:

a) Fungsi Standarisasi dan Grading

Fungsi standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan suatu barang dengan menggunakan berbagai ukuran seperti warna, ukuran bentuk, tingkat kematangan supaya seragam. Sedangkan grading adalah tindakan untuk mengggolongkan atau mengklasifikasikan menurut suatu standarisasi yang diinginkan sehingga kelompok-kelompok barang yang terkumpul sudah menurut satu ukuran standar masing-masing.

b) Fungsi Penanggungan Risiko

Fungsi ini merupakan tingkat kerugian dari proses tataniaga produk agribisnis yang dilakukan. Risiko yang mungkin terjadi dalam proses tataniaga dapat dibedakan atas 2 macam yaitu risiko fisik dan risiko ekonomi. Risiko fisik seperti kebakaran, kehilangan, susut dan lain-lain. Risiko ekonomi seperti turunnya harga akibat adanya perubahan harga. c) Fungsi Pembiayaan

Fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk keperluan selama proses tataniaga dan juga kegiatan pengelolaan biaya tersebut.

d) Fungsi Informasi Pasar

Fungsi informasi pasar meliputi kegiatan pengumpulan informasi pasar serta menafsirkan data informasi pasar tersebut.

Lembaga tataniaga yang telibat dalam kegiatan tataniaga akan membentuk saluran tataniaga. Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa saluran tataniaga merupakan rangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang dilalui barang dalam penyalurannya dari produsen sampai kepada konsumen. Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan saluran tataniaga adalah sekelompok organisasi yang saling bergantung dan terlibat dalam proses penyaluran produk atau jasa yang disediakan untuk digunakan atau dikonsumsi. Saluran tataniaga merupakan seperangkat alur yang diikuti produk atau jasa setelah produksi yang berakhir dalam pembelian dan digunakan oleh pengguna akhir. Saluran tataniaga berfungsi untuk menggerakan barang dari produsen ke konsumen. Saluran tataniaga mengatasi kesenjangan waktu, tempat, kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari mereka yang memerlukan atau menginginkannya. Produsen dan pelanggan akhir merupakan bagian dari semua saluran tataniaga. Bagan saluran tataniaga dapat dilihat pada Gambar 1.

(27)

Tingkat 0 Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3

Gambar 1 Saluran tataniaga Kottler dan Keller (2009)

Konsep Struktur Pasar

Asmarantaka (2012) struktur pasar dapat diartikan sebagai karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar tersebut yang merupakan resultan atau saling mempengaruhi perilaku pasar (market conduct) dan keragaan pasar (market performance). Struktur pasar dapat diartikan sebagai tipe atau jenis-jenis pasar dan merupakan tingkat persaingan pasar. Hammond dan Dahl (1977) mendefinisikan struktur pasar yaitu merupakan suatu dimensi yang menjelaskan bagaimana pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi produk atau diferensiasi produk, syarat-syarat masuk, dan sebagainya atau penguasaan pasar.

Asmarantaka (2012) struktur pasar didefinisikan sebagai sifat-sifat organisasi pasar yang mempengaruhi perilaku dan keragaan pasar antara lain dengan terdapat empat faktor penentu, yaitu (1) jumlah atau ukuran perusahaan (pangsa pasar yang dimiliki); (2) kondisi atau keadaan produk (produk homogen atau terdiferensiasi); (3) mudah atau sukar untuk keluar-masuk pasar atau industri; dan (4) tingkat pengetahuan (informasi) yang dimiliki oleh partisipan dalam tataniaga misalnya biaya, harga dan kondisi pasar diantara partisipan-partisipan pasar. Dalam garis besarnya struktur pasar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar tidak bersaing sempurna (monopoli atau monopsoni), sedangkan untuk struktur pasar dengan jenis diantara kedua struktur tersebut (persaingan monopolistik, oligopoli dan duopoli). Dalam paradigma SCP, struktur pasar yang efisien yaitu pasar persaingan sempurna. Sedangkan struktur pasar monopoli atau monopsoni dikatakan struktur pasar tidak efisien. Struktur pasar yang efisien pada faktanya adalah terjadi kompetisi diantara partisipan pasar, tidak ada konsentrasi pasar yang terlalu tinggi, sehingga tersedia alternatif-alternatif pilihan bagi partisipan baik pembeli atau penjual.

Pengecer

Produsen Produsen Produsen Produsen

Pedagang besar

Pedagang besar

Konsumenn Pedagang

besar

Pengecer

Konsumen Pengecer

(28)

Tingkat kompetitif adalah hubungan antar perusahaan, perusahaan memperhatikan atau reaksi terhadap perusahaan lain (competitor). Tingkat kompetisi adalah mekanisme yang dapat mengekang/menahan profit dari perusahaan untuk kepentingan publik (masyarakat). Hubungan kompetitif diperlukan untuk merubah strategi agen (perusahaan) dalam sistem tataniaga produk. Hal ini diperlukan sebagai pendorong atau insentif perusahaan untuk mencari biaya organisasi yang menurun, pengembangan teknologi baru, produk baru atau diferensiasi dan teknik-teknik dalam tataniaga sehingga menghasilkan efisiensi tataniaga. Kompetitif adalah efisien, dengan demikian tataniaga dalam sistem agribisnis baru harus diciptakan kondisi yang menimbulkan persaingan yang sehat atau fair, sehingga semua partisipan akan memiliki kepuasan dari sistem yang ada.

Searah dengan penetapan struktur pasar dari Hammond dan Dahl (1977) tersebut yaitu Kohls dan Uhl (2002) menjelaskan perbandingan karakteristik pasar. Berikut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Karakteristik dan struktur pasar hasil pertaniana Karakteristik Pasar Persaingan

Sangat banyak Banyak Sedikit Satu

Sifat produk Homogen Diferensiasi/ struktur pasar yang terbentuk. Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa market

conduct merupakan perilaku partisipan (pembeli dan penjual), strategi atau reaksi

yang dilakukan oleh partisipan pasar secara individu atau kelompok, dalam hubungan kompetitif atau negosiasi terhadap partisipan lainnya untuk mencapai tujuan tataniaga dalam struktur pasar tertentu. Perilaku pasar yang terdapat dalam sistem tataniaga seperti kegiatan penjualan dan pembelian, penentuan harga dan cara membayar, cara komunikasi serta kerjasama antar lembaga. Market conduct

(29)

Konsep Efisiensi Tataniaga

Ukuran efisiensi adalah kepuasan dari konsumen, produsen maupun lembaga-lembaga yang terlibat di dalam mengalirkan barang/jasa mulai dari petani sampai konsumen akhir. Ukuran untuk menentukan tingkat kepuasan tersebut adalah sulit dan sangat relatif. Oleh sebab itu, banyak pakar yang mempergunakan indikator ukuran efisiensi operasional, harga dan efisiensi relatif (Asmarantaka 2012).

Meningkatnya efisiensi atau sistem tataniaga yang efisien merupakan keinginan atau tujuan dari partisipan tataniaga yaitu petani, perusahaan atau lembaga-lembaga tataniaga (pedagang, pengolah dan pabrik), konsumen dan masyarakat umum. Efisiensi teknis (operasional) yaitu salah satu indikator dalam efisiensi tataniaga dan merupakan ukuran dari perbandingan (rasio) dan nilai output dengan input tataniaga. Nilai output merupakan penilaian dari konsumen terhadap barang dan jasa (produk) yang dikonsumsi. Penilaiannnya tidak hanya secara fisik tetapi juga penilaian dari atribut-atribut produk tersebut yang menciptakan nilai kepuasan bagi konsumen. Nilai atribut tersebut dapat berupa kemasan (packaging), ukuran, label, halal, sehat, aman, dan lain-lain dari produk tersebut. Sedangkan nilai input adalah semua biaya tataniaga yang timbul karena adanya sistem tataniaga dari petani sampai konsumen akhir. Biaya ini merupakan keseluruhan biaya dalam aliran produk termasuk ke dalam biaya tataniaga.

Indikator efisiensi tataniaga produk agribisnis (pangan dan serat) dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga (Purcell 1979; Kohls dan Uhl 2002) dalam (Asmarantaka 2012).

1. Efisiensi operasional atau teknis berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas tataniaga yang dapat meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-input tataniaga. Analisis yang sering digunakan dalam hal ini yaitu analisis marjin tataniaga dan farmers share. Efisiensi operasional adalah ukuran frekuensi produktivitas dari input-input tataniaga, misalnya tenaga kerja atau output per jam kerja atau biaya total tataniaga dengan keuntungan dari lembaga-lembaga tataniaga (pedagang, pabrik, atau pengolah). Oleh sebab itu, penggunaan sumberdaya dalam tataniaga adalah biaya dan manfaat (utilities) adalah benefits dari efisiensi tataniaga.

Marketing input merupakan penggunaan sumberdaya yang dipergunakan dalam sistem tataniaga misalnya seperti tenaga kerja, mesin, pengemasan, energi (minyak atau biaya listrik), dan lain-lain yang diperlukan dalam penanganan fungsi-fungsi tataniaga. Marketing output merupakan hasil akhir dari produk yang dikonsumsi dan merupakan hasil dari suatu proses yang meningkatkan kegunaan waktu, tempat, bentuk dan kepemilikan yang ditujukkan untuk kepuasan konsumen dan keuntungan perusahaan.

Untuk meningkatkan efisiensi atau keuntungan, dapat dilakukan melalui 3 cara atau kondisi yaitu: (1) menurunnya biaya tanpa menurunkan kepuasan konsumen; (2) meningkatnya kepuasan konsumen tanpa meningkatkan biaya; (3) meningkatkan kepuasan konsumen dengan adanya peningkatan biaya, tetapi tambahan nilai output (kepuasan konsumen) lebih besar daripada tambahan nilai input (biaya tambahan tataniaga).

(30)

keinginan konsumen. Efisiensi harga dapat terjadi apabila: (1) masing-masing pihak yang terlibat puas atau responsif terhadap harga yang berlaku; (2) penggunaan sumberdaya mengalir dari penggunaan yang bernilai guna rendah ke nilai yang tinggi; dan (3) mengkoordinasikan aktivitas antara pembeli dan penjual, mulai dari petani, lembaga pemasaran dan konsumen. Efisiensi harga merupakan suatu konsep menyeluruh dari sistem tataniaga, tingkat efisiensi harga yang mungkin terjadi apabila terjadi koordinasi yang tinggi antar tingkat lembaga tataniaga dalam sistem tersebut. Indikator efisiensi harga dapat terlihat dari kondisi:

a. Harga dimana konsumen dan produsen meyenangi atau memilih sistem tersebut

b. Penggunanan sumberdaya dari yang bernilai rendah ke tinggi. Tujuan dari efisiensi harga adalah efisiensi alokasi sumberdaya antara apa yang diproduksi dan apa yang diinginkan oleh konsumen, selain itu memaksimumkan output ekonomi.

c. Price tags yang terjadi atau selisih dari price tags dari dua sistem tataniaga yang berbeda merupakan refleksi dari biaya-biaya yang terjadi akibat adanya alternatif pilihan bagi konsumen dan meningkatkan nilai guna dari dua sistem tataniaga tersebut.

d. Terdapat alternatif pilihan sistem tataniaga bagi konsumen maupun produsen.

e. Produsen/perusahaan akan responsif masuk atau keluar sistem karena untung atau rugi akibat “price tags” tersebut. Artinya, terjadi keselarasan antara penjual dan pembeli dari tingkat petani, lembaga-lembaga tataniaga, dan konsumen akhir.

Analisis efisiensi harga, indikatornya mempergunakan tingkat keterpaduan pasar yaitu adanya keterpaduan (integrasi) atau tidak antara harga di tingkat pasar acuan atau di tingkat pasar berikutnya.

Asmarantaka (2012) tataniaga agribisnis yang efisien apabila terdapat indikator-indikator antara lain: (1) menciptakan atau meningkatkan nilai tambah

(value added) yang tinggi terhadap produk agribisnis; (2) menghasilkan

keuntungan bagi setiap lembaga pemasaran (perusahaan) yang terlibat sesuai dengan nilai korbanannya (biaya-biaya yang dikeluarkan); (3) biaya dan keuntungan (marketting margin) yang terjadi relatif sesuai dengan fungsi-fungsi

atau kegiatan bisnis yang meningkatkan kepuasan konsumen akhir, dan (4) memberikan bagian yang diterima petani produsen (farmers share) yang relatif

akan merangsang petani berproduksi di tingkat usahatani.

(31)

Mubyarto (1989) menyatakan bahwa efisiensi saluran tataniaga terfokus pada efisisensi kerja suatu sistem tataniaga pada penerimaan petani (farmer’s share) terhadap bagian harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Apabila petani salah dalam memilih rantai tataniaga dalam mendistribusikan produknya, maka petani akan mengalami kerugian karena bagian yang diterima petani lebih rendah dari yang diharapkan.

Konsep Marjin Tataniaga

Asmarantaka (2012) mengemukakan bahwa analisis marjin tataniaga digunakan untuk menganalisis sistem tataniaga dari perspektif makro, yaitu menganalisis tataniaga produk mulai dari petani produsen sampai di tangan konsumen akhir. Perbedaan marjin setiap sistem dapat disebabkan oleh perbedaan perlakuan atau penanganan produk sehingga terdapat perbedaan biaya dan kepuasan konsumen akhir. Marjin tataniaga dapat dipergunakan untuk mengkaji sebaran harga yang dibayar konsumen akhir sampai kepada petani (farm-retail price spread). Dari perspektif mikro atau perusahaan tertentu, marjin tataniaga merupakan selisih harga jual dan harga beli atau marjin tataniaga merupakan biaya-biaya dan keuntungan dari perusahaan akibat adanya aktivitas bisnis yang dilakukan perusahaan. Hammond dan Dahl (1977) menyatakan marjin tataniaga merupakan perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat konsumen akhir (Pr). Sehingga marjin tataniaga adalah selisih dari harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir (MT=Pr-Pf).

Konsep Farmer’s Share

Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa farmer’s share merupakan porsi yang diterima oleh petani dari nilai yang dibayar konsumen akhir dalam bentuk persentase (%). Secara umum besaran farmer’ share berbeda karena tergantung kepada biaya tataniaga yang dikeluarkan sehubungan dengan nilai tambah (the

value-added utilities) waktu, bentuk dan tempat. Ukuran atau kecenderungan dari

farmer’s share tidak selalu diandalkan sebagai ukuran dari efisiensi tataniaga karena kompleks penanganan produk yang harus dilakukan untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Artinya harus memperhitungkan bentuk, fungsi dan atribut-atribut produk hingga sampai kepada konsumen akhir. Secara matematis rumus yang digunakan untuk mengetahui farmer’s share yaitu:

Fsi =

x 100%

Konsep Rasio Keuntungan terhadap Biaya

(32)

Kerangka Pemikiran Operasional

Kentang merupakan salah satu komoditas unggulan sayuran di Indonesia dan Jawa Barat memberikan kontribusi produksi kentang sebesar 41.97% pada tahun 2009-2010 terhadap provinsi penghasil kentang di Indonesia (Jawa Tengah dan Sulawesi Utara) (BPS 2012). Kabupaten Majalengka merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat sebagai sentra kentang produksi kentang ketiga terbesar setelah Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung yaitu 11.864 ton pada tahun 2010 (Dinas Pertanian Jawa Barat 2013). Tingginya potensi tersebut menjadikan kentang untuk terus dipertahankan dan dikembangkan. Desa Sangiang merupakan salah satu desa di Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka sebagai daerah penghasil kentang dengan luas lahan yang ditanami kentang sebesar300 Ha.

Perbedaan harga yang tinggi antara petani dengan konsumen akhir menunjukkan permasalahan tataniaga. Hal tersebut berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu mengenai tataniaga di bidang hortikultura. Berdasarkan data Kementrian Pertanian dan informasi dari pihak BP3K Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka bahwa terdapat perbedaan harga yang tinggi antara petani dengan konsumen akhir di Kabupaten Majalengka. Hal tersebut diduga dialami oleh petani Desa Sangiang. Adanya perbedaan harga yang tinggi memungkinkan petani akan memperoleh bagian yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai yang beredar di pasar dan menjadikan ketidakadilan di tingkat petani. Selain itu, petani Desa Sangiang menerima harga kentang yang rendah. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti biaya produksi tinggi, kualitas kentang rendah, masuknya kentang impor, biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan besar ataupun petani sebagai penerima harga karena kurangnya mengetahui informasi harga.

Melihat hal tersebut, maka dilakukan analisis mengenai tataniaga kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Langkah yang akan dilakukan yaitu dengan menganalisis lembaga tataniaga yang terlibat dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan. Kemudian melakukan penelusuran rantai tataniaga kentang untuk menganalisis setiap saluran tataniaga. Selain itu, dilakukan identifkasi struktur pasar yang dihadapi oleh lembaga tataniaga untuk mengetahui bentuk pasar dengan melihat karakteristik seperti jumlah pelaku usaha, sifat, hambatan dan informasi pasar.

Analisis efisiensi saluran tataniaga dengan menggunakan efisiensi operasional yaitu melalui pendekatan margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya dari setiap saluran tataniaga. Marjin tataniaga diperoleh dengan cara mengetahui harga jual dan harga beli ataupun dengan biaya tataniaga yang dikeluarkan dengan keuntungan yang diperoleh. Farmer’s share

(33)

Gambar 2 Kerangka operasional tataniaga kentang di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Permasalahan Kentang:

 Berdasarkan data Kementrian Pertanian (2013), terdapat perbedaan harga tinggi antara petani dengan konsumen akhir di Kabupaten Majalengka.

 Informasi dari BP3K Kecamatan Banjaran (2013) bahwa petani Desa

Sangiang menerima harga yang rendah.

Margin tataniaga Harga jual Harga beli Biaya tataniaga

Keuntungan

tataniaga

Farmer’s share

Harga di tingkat petani

Harga di tingkat konsumen Persentase yang

diperoleh petani Lembaga dan fungsi

tataniaga

Analisis pihak yang terlibat

Fungsi tataniaga: fungsi pertukaran,fisik,fasilitas

Struktur Pasar Karakteristik: jumlah

pelaku

usaha,sifat,hambatan, informasi harga Perilaku pasar

Rasio Biaya tataniaga

setiap lembaga

Keuntungan setiap

lembaga

Rasio keuntungan

terhadap biaya Saluran tataniaga

Analisis saluran tataniaga

Volume penjualan

per saluran

(34)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive

atau sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa Desa Sangiang merupakan salah satu desa sentra produksi kentang di Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari-Maret 2013.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi) dan melakukan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada petani responden dan lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga kentang seperti pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Data primer yang digunakan diantaranya harga jual kentang, jumlah produksi kentang Desa Sangiang, biaya tataniaga, lembaga tataniaga kentang, fungsi lembaga tataniaga kentang.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai tinjauan pustaka, penelitian terdahulu dan studi literatur pada berbagai lembaga atau instansi terkait seperti Badan Pusat Statistika (BPS) Kabupaten Majalengka, Badan Pusat Statistika (BPS) Nasional, Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka, Dinas Pertanian Jawa Barat, Kantor BP3K Kecamatan Banjaran, Kantor Desa Sangiang, serta berbagai bahan pustaka seperti buku, jurnal, skripsi, internet dan tulisan karya ilmiah lainnya. Data sekunder yang digunakan diantaranya gambaran umum wilayah Desa Sangiang, perkembangan PDB hortikultura, persentase pengeluaran rata-rata per kapita, jumlah produksi sayuran unggulan, harga kentang dan jumlah produksi kentang di Indonesia.

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel

Metode pengumpulan data primer yaitu melakukan wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner. Penentuan responden petani dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan informasi yang diperoleh dari ketua Gapoktan Desa Sangiang. Petani responden berjumlah 30 orang yaitu petani Desa Sangiang yang melakukan pemanenan kentang pada bulan Desember 2012- Januari 2013 sesuai dengan data yang digunakan pada penelitian ini.

(35)

responden terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu dengan menganalisis lembaga, fungsi dan saluran tataniaga serta mengidentifikasi struktur pasar. Sedangkan menganalisis efisiensi operasional dengan menghitung margin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya.

Analisis Lembaga, Fungsi dan Saluran Tataniaga

Analisis lembaga tataniaga bertujuan untuk mengetahui peran lembaga tataniaga dalam melakukan fungsi-fungsi tataniaga. Lembaga tataniaga sebagai informasi mengenai aliran suatu barang dan jasa sampai kepada konsumen. Fungsi tataniaga untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh lembaga tataniaga dalam proses ditribusi produk dari produsen sampai kepada konsumen. Fungsi tataniaga yang dilakukan dapat dilihat dari fungsi pertukaran (penjualan dan pembelian), fungsi fisik (pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan), dan fungsi fasilitas (sortasi dan grading, penanggungan risiko, pembiayaan dan informasi pasar). Saluran tataniaga menggambarkan suatu rantai distribusi dari produsen hingga ke konsumen yang dilakukan oleh lembaga tataniaga yang terlibat di dalam saluran tataniaga tersebut.

Identifikasi Struktur Pasar

Struktur pasar merupakan tipe atau jenis-jenis pasar. Struktur pasar ini sebagai sifat-sifat organisasi yang mempengaruhi perilaku pasar. Untuk mengetahui struktur pasar dilihat berdasarkan karakteristik struktur pasar yaitu jumlah perusahaan/penjual, sifat produk (homogen atau diferensiasi), kemudahan dalam memasuki pasar, pengaruh perusahaan terhadap harga dan tingkat pengetahuan (informasi) yang dimiliki oleh lembaga tataniaga. Mengenai karakteristik pasar dan struktur pasar hasil pertanian dapat dilihat pada Tabel 5.

Struktur pasar dalam garis besarnya ada dua kelompok yaitu pasar persaingan sempurna (perfect competition) dan pasar tidak bersaing (monopoli atau monopsoni), sedangkan jenis lainnya merupakan struktur pasar dengan jenis diantara kedua struktur tersebut (persaingan monopolistik, oligopoli, dan duopoli). Setelah terbentuknya struktur pasar, maka perilaku pasar pun akan muncul sesuai dengan struktur pasar yang terbentuk.

(36)

Tabel 5 Kriteria penentuan jenis struktur pasar di lokasi penelitian berdasarkan

Sangat banyak Banyak Sedikit Satu

Sifat produk Homogen Diferensiasi/

Analisis marjin tataniaga digunakan untuk mengetahui perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat konsumen (Pr). Sehingga marjin tataniaga merupakan selisih harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir (Pr-Pf). Adanya saluran tataniaga diharapkan bisa mengetahui informasi marjin dari setiap lembaga tataniaga. Untuk mengetahui besarnya marjin dari setiap lembaga tataniaga yaitu dengan mengetahui selisih harga jual dengan harga beli di setiap tingkat lembaga tataniaga. Selain itu, besarnya marjin tataniaga diperoleh dari hasil penjumlahan biaya dan keuntungan dari setiap lembaga tataniaga. Sehingga untuk mengetahui total marjin tataniaga dengan cara menjumlahkan marjin tataniaga dari setiap lembaga tataniaga. Secara matematis marjin tataniaga adalah sebagai berikut:

Mi = Psi-Pbi ... (1) Mi = Ci+ ... (2) Dari persamaan (1) dan (2), diperoleh

Psi-Pbi= Ci+ ... (3) Maka keuntungan dari setiap lembaga tataniaga :

... (4)

Untuk memperoleh total marjin tataniaga yaitu dengan menjumlahkan marjin dari setiap lembaga tataniaga, secara matematis total marjin tataniaga sebagai berikut :

MT = ∑ ... (5) Keterangan

Mi = Jumlah marjin tataniaga kentang pada tingkat lembaga tataniaga (Rp/kg) Psi = Harga jual kentang pada lembaga tataniaga tingkat ke-i (Rp/kg)

Pbi = Harga beli kentang pada lembaga tataniaga tingkat ke-i (Rp/kg)

Ci = Biaya tataniaga kentang pada lembaga tataniaga tingkat ke-i (Rp/kg)

= Keuntungan lembaga tataniaga kentang pada tingkat ke-i (Rp/kg)

(37)

Analisis Farmer’s Share

Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petani (Pf) dengan harga yang diterima oleh konsumen akhir (Pr) dalam bentuk persentase. Semakin tinggi harga yang dibayar oleh konsumen dari harga yang ditawarkan oleh lembaga tataniaga mengakibatkan nilai yang diterima oleh petani semakin kecil. Hal tersebut karena petani menerima harga jual yang rendah. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin tataniaga. Semakin kecil nilai marjin tataniaga maka farmer’s share semakin besar. Begitu juga sebaliknya semakin besar nilai marjin tataniaga maka farmer’s share semakin kecil. Secara matematis farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut:

Fs =

x 100% Keterangan:

Fs = Persentase bagian yang diterima petani (farmer’s share) Pf = Harga di tingkat petani (Rp/Kg)

Pr = Harga di tingkat konsumen akhir (Rp/Kg)

Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya

Rasio keuntungan terhadap biaya merupakan keuntungan yang diperoleh atas biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan tataniaga. Asmarantaka (2012) menyatakan bahwa rasio keuntungan terhadap biaya ( ) dipergunakan sebagai salah satu indikator efisiensi relatif. Secara matematis rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap lembaga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Keuntungan/Biaya ( ) =

x 100% Keterangan:

= Keuntungan lembaga tataniaga tingkat ke-i (Rp/kg)

Ci = Biaya lembaga tataniaga tingkat ke-i (Rp/kg)

Sumber: Asmarantaka (2012)

Definisi Operasional Penelitian

Definisi operasional penelitian merupakan hal yang ditunjukkan untuk membatasi ruang lingkup penelitian yang dilakukan. Selain itu menjelaskan setiap variabel yang akan diidentifikasi dalam penelitian.

1. Kentang merupakan jenis tanaman sayuran semusim karena hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Kentang yang dibudidayakan adalah varietas Granola dan dijual dalam bentuk fresh product.

Gambar

Tabel 1  PDB hortikultura atas dasar harga berlaku di Indonesia tahun 2007-2010 a  Kelompok Hortikultura  Nilai PDB (milyar rupiah)
Tabel 3  Sebaran produksi sayuran berdasarkan  enam jenis sayuran unggulan di  Indonesia tahun 2007-2011 a  Tahun  Bawang Merah  (Ton)  Kentang (Ton)  Kubis (Ton)  Cabai (Ton)  Tomat (Ton)  Kacang  Panjang (Ton)  2007  802 810  1 003 733  1 288 740  1 128
Gambar  1 Saluran tataniaga Kottler dan Keller (2009)
Tabel 4  Karakteristik dan struktur pasar hasil pertanian a  Karakteristik  Pasar Persaingan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kerjasama yang dilakukan oleh lembaga tataniaga yang terdapat dalam pola saluran tataniaga kelapa sawit di desa Tanjungjaya, kecamatan Bangunrejo adalah antara pedagang pengumpul

Saluran tataniaga III merupakan saluran yang memiliki marjin tataniaga terbesar karena lembaga tataniaga yang terlibat cukup banyak, perlakuan yang dilakukan setiap

Berdasarkan masalah-masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian tentang pangsa pasar, struktur, perilaku dan kinerja lembaga tataniaga kopi arabika di Propinsi

Berdasarkan hasil penelitian, Lembaga tataniaga yang terlibat pada saluran tataniaga kentang dari Desa Jernih Jaya Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci sampai ke Kota Padang yakni

enelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola tataniaga gula kelapa, jalur pemasaran yang efisien pada pola tataniaga gula kelapa, mengetahui besarnya bagian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga; menganalisis fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga; menganalisis biaya tataniaga,

Tujuan penelitian untuk mengetahui pola saluran tataniaga beras, menganalisis fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga dalam proses

Data dianalisis secara deskriptif terhadap saluran tataniaga, fungsi pelaku tataniaga, struktur, perilaku pasar dan marjin di setiap pelaku tataniaga.Hasil penelitian