• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tataniaga Buah Manggis Di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tataniaga Buah Manggis Di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TATANIAGA BUAH MANGGIS DI DESA

CIKALONG, KECAMATAN SODONGHILIR, KABUPATEN

TASIKMALAYA, JAWA BARAT

AI EMA SUKMAWATI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

1

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya uang berjudul Analisis Tataniaga Buah Manggis di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Ai Ema Sukmawati

NIM H34124060

1

(4)
(5)

ABSTRAK

AI EMA SUKMAWATI. Analisis Tataniaga Buah Manggis di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA.

Manggis (Garciniamangostana Linn) merupakan salah satu komoditas buah yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta merupakan buah ekspor yang menjadi andalan Indonesia. Tasikmalaya adalah salah satu sentra dengan wilayah produksi manggis terbesar di Jawa Barat yang memiliki potensi besar untuk tujuan ekspor. Desa Cikalong, Kecamatan Sodonghilir memiliki hasil manggis dengan kualitas terbaik di wilayah Tasikmalaya. Hal ini memberikan peluang besar bagi daerah Tasikmalaya dalam perdagangan manggis untuk tujuan pasar ekspor. Hasil analisis menunjukkan bahwa saluran pemasaran yang terbentuk terdiri dari 4 saluran pemasaran. Saluran pemasaran yang relatif efisien pada saluran pemasaran 4 yaitu terdiri dari (petani  pedagang pengumpul besar  eksportir atau konsumen akhir) karena memiliki margin pemasaran dan total biaya terkecil dengan keuntungan tertinggi dibandingkan dengan saluran yang lain, selain itu memiliki farmer’s share paling besar dan total rasio keuntungan terhadap biaya memiliki nilai lebih dari satu.

Kata Kunci: Tataniaga, Efisiensi Tataniaga, Saluran Pemasaran, Manggis (Garcinia mangostana Linn).

ABSTRACT

AI EMA SUKMAWATI. Marketing analysis of mangosteen in Cikalong village, Sodonghilir district, Tasikmalaya, West Java. Supervised by NETTI TINAPRILLA.

Mangosteen is a tropical fruit with high economic value and mainstay fruit export fo Indonesian. Tasikmalaya is placed in the one of the biggest mangosteen centers of West Java. It has high potency in mangosteen the biggest production for export, especially in Cikalong village, sub district of Sodonghilir it yield of mangosteen with the best quality in Tasikmalaya district. This matter to givethe

big opportunity for Tasikmalaya district in mangosteen marketing’s direction for

export. The results of this research show that there are 4 formed marketing channels. The most efiicient marketing channels is the fourth marketing channel (farmers wholesaler end consumers or exporter) because it is has the smallest marketing margin and total cost with the highest gain profit with consederation another than of marketing channels, the biggest farmer’s share and π/C ratio value total is more than one.

(6)
(7)

ANALISIS TATANIAGA BUAH MANGGIS DI DESA

CIKALONG, KECAMATAN SODONGHILIR, KABUPATEN

TASIKMALAYA, JAWA BARAT

AI EMA SUKMAWATI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Tataniaga Buah Manggis di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat”, yang telah dilaksanakan sejak bulan September 2014 sampai dengan bulan Oktober 2015.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing, Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen evaluator, Bapak Dr. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji utama serta Ibu Anita Primaswari Widhiani, SP, M.Si selaku dosen penguji akademik di Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB yang telah banyak memberikan saran, Selain itu penghargaan penulis sampaikan kepada para petani, lembaga tataniaga, eksportir serta pihak-pihak yang telah membantu selama proses pengumpulan data. Ungkapan terimkasih juga disampaikan kepada ibu dan bapak serta seluruh keluarga dan teman-teman, atas segala doa dan dukungan.

Penulis mengharapakan skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan menjadi acuan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya.

Bogor, Desember 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

Tinjauan Umum Komoditi Manggis 7

Sentra Produksi Manggis 8

KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Operasional 16

METODE PENELITIAN 19

Lokasi dan Waktu 19

Jenis dan Sumber Data 19

Penentuan Responden 19

Metode Pengolahan dan Analisis Data 20

GAMBARAN UMUM 22

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 22

Karakteristik Responden Petani Manggis 24

Karakteristik Lembaga Pemasaran Manggis 26

HASIL DAN PEMBAHASAN 28

Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran 28

Analisis Fungsi Lembaga Pemasaran Buah Manggis 33

Analisis Keragaan Pasar Buah Manggis 47

SIMPULAN DAN SARAN 53

Simpulan 53

Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 57

(14)

Tabel 1 Volume ekspor-impor komoditas buah-buahan di Indonesia

tahun 2012 1

Tabel 2 Produksi sentra manggis di Provinsi Jawa Barat 2010 2 Tabel 3 Realisasi penanaman buah manggis di Kecamatan Sodonghilir 3 Tabel 4 Kesenjangan harga di tingkat petani - konsumen tahun 2013 5 Tabel 5 Produksi buah manggis menurut provinsi (ton) 2009-2012 8 Tabel 6 Sentra produksi manggis di Indonesia 2014 9 Tabel 7 Luas wilayah administrasi masing-masing desa di Kecamatan

Sodonghilir 22

Tabel 8 Pemanfaatan lahan di Desa Cikalong 23 Tabel 9 Keadaan penduduk Desa Cikalong berdasarkan mata

pencaharian 24

Tabel 10 Gambaran tingkat pendidikan petani 25

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Bentuk Buah Manggis. 2013 7

Gambar 2 Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap

margin tataniaga dan nilai margin pemasaran. 15

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional 18

Gambar 4 Kebun Manggis Petani 24

Gambar 5 Eksportir PT. Manggis Elok Utama 27

Gambar 6 Saluran pemasaran buah manggis 29

Gambar 7 Fungsi pengemasan 47

Gambar 8 Fungsi pengangkutan eksportir 37

Gambar 9 Fungsi pertukaran pada pedagang pengumpul desa 38 Gambar 10 Fungsi penyimpanan pada pedagang pengumpul besar 41

Gambar 11 Fungsi sortasi 42

Gambar 12 Fung-fungsi pemasaran 45

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manggis (Garcinia mangostana Linn.) adalah salah satu komoditas dari buah tropis primadona ekspor Indonesia yang memberikan kontribusi cukup besar bagi devisa negara, kontribusi ekspor buah manggis terhadap total ekspor buah-buahan nasional telah berhasil menjadi buah unggulan andalan ekspor Indonesia sehingga mengangkat citra buah lokal Indonesia, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Volume ekspor-impor komoditas buah-buahan di Indonesia tahun 2012

No Komoditi Nilai (US $)

Impor Ekspor

1 Jeruk 227 300 473 847 335

2 Apel 151 680 865 68 092

3 Pir 92 723 553 638

4 Anggur 119 334 667 14 332 445

5 Durian 28 886 403 4 511

6 Pisang 1 030 314 171 034

7 Mangga 1 109 203 786 505

8 Melon dan Semangka 873 237 521 390

9 Stroberi 1 217 892 338 456

10 Pepaya 70 241 22 101

11 Nenas 327 676 132 015 559

12 Cempedak dan Nangka 35 583 22 543

13 Rambutan 320 759 371 924

14 Manggis 345 16 622 522

15 Langsat dan Belimbing 750 385

16 Kurma 24 238 917 94 427

Sumber: Data Ekspor Impor: BPS diolah Ditjen Hortikultura, 2014

(16)

sebuah kejujuran, lambang dari kebaikan dan juga dapat mendatangkan keberuntungan, sehingga dibeberapa negara buah manggis dijadikan sebagai buah utama untuk sesaji atau dalam rangka ritual keagamaan (Balai Penelitian Tanaman Buah 2006).

Pada tahun 2006 buah manggis juga sudah resmi ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura sesuai keputusan dari kementerian pertanian republik Indonesia bahwa buah manggis sebagai buah yang termasuk ke dalam daftar komoditas buah binaan Direktorat Jenderal Hortikultura yang terdapat pada Lampiran 1.

Adapun terkait dengan komoditas binaan buah unggulan dan produktifitas manggis, bahwa Kabupaten Tasikmalaya ini mempunyai sebuah visi

“Tasikmalaya yang religius /Islami, sebagai Kabupaten yang maju sejahtera, serta kompetitif dalam bidang agribisnis di Jawa Barat tahun 2010”. Dengan jumlah penduduk pada tahun 2004 sebanyak 1 626 497 jiwa, dan laju pertumbuhan sekitar 1.23 persen. Sedangkan PDRB perkapita (berlaku) Rp3 178 610,-, peluang masuk investasi 2.33 persen dengan laju investasi 7.87 persen termasuk dibidang pertanian (komoditas buah-buahan).

Sektor pertanian khususnya komoditas buah-buahansaat ini cukup menjadi konsentrasi pemerintah daerah Tasikmalaya seperti tanaman manggis yang juga merupakan komoditas buah unggulan yang banyak dibudidayakan oleh para petani di Kabupaten Tasikmalaya. Sentra produksi utama manggis di Tasikmalaya terdapat di 7 Kecamatan dengan potensi lahan seluas 10 851 ha yaitu di Kecamatan Puspahiang 1 640 ha, Kecamatan Salawu 2 183 ha, Kecamatan Sodonghilir 2 860 ha, Kecamatan Tanjungjaya 516 ha, Kecamatan Mangunreja 540 ha, Kecamatan Sukaraja 625 ha, dan Kecamatan Jatiwaras 2 487 ha.Luas potensi yang baru dimanfaatkan sekitar 1 659 ha atau 265 440 pohon, dengan tanaman yang sudah menghasilkan 1 298 ha atau 207 737 pohon (TM) dan tanaman yang belum menghasilkan adalah (TMB) 360 ha atau 57 703 pohon. Sisa areal yang belum dimanfaatkan di wilayah sentra sekitar 9 192 ha (Departemen Pertanian 2005).

Tabel 2 Produksi sentra manggis di Provinsi Jawa Barat 2010

No Kabupaten Produksi (ton) Kontribusi (%)

1 Tasikmalaya 13 487 48.20

2 Bogor 3 766 13.46

3 Subang 3 458 12.36

4 Purwakarta 3 210 11.47

5 Sukabumi 1 707 6.10

6 Lainnya 2 355 8.42

Total 27 983 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor (Diolah), 2011

(17)

memiliki potensi sangat tinggi terhadap produksi buah-buahan khususnya produksi buah manggis.

Kabupaten Tasikmalaya selama ini sudah menjadi daerah yang berpotensi tinggi untuk ekspor buah manggis yakni sebagai buah asli Indonesia, akan tetapi manggis merupakan produk hortikultura yang memiliki risiko kerusakan yang cukup tinggi salah satu diantaranya yang paling pokok adalah manggis mudah rusak atau keras pada suhu ruang. Berbagai risiko yang ada baik yang disebabkan oleh faktor cuaca atau alam sedangkan manggis harus dijual dalam keadaan segar maka hal tersebut harus didukung oleh proses tataniaga yang efisien untuk dapat menyampaikan produk kepada konsumen akhir dalam keadaan segar sesuai dengan kriteria dan standar yang diinginkan oleh konsumen, terlebih manggis yang berasal dari sentra penghasil manggis di Jawa Barat yaitu Kabupaten Tasikmalaya telah menjadi icon manggis Indonesia yang telah dikenal oleh beberapa manca negara. Kabupaten Tasikmalaya juga merupakan kabupaten penghasil buah manggis terbesar untuk sentra provinsi jawa barat (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi jawa barat 2006). Hasil produksi manggis Tasikmalaya juga menempati urutan posisi pertama dari 25 kabupaten sentra produksi manggis di Indonesia dengan total produksi 13 244 ton (Direktorat jenderal Hortikultura 2008), dan total produksi 13 487 ton dengan kontribusi sebesar 48 persen (BPS 2011).

Kecamatan Sodonghilir merupakan salah satu dari Kecamatan yang berada di Kabupaten Tasikmalaya dengan rata-rata mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani. Di Kecamatan Sodonghilir ini yang juga merupakan salah satu sentra produksi utama penghasil buah manggis di Kabupaten Tasikmalaya dengan potensi luas lahannya menempati urutan posisi pertama dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya yaitu seluas 2 860 ha (Departemen Pertanian 2005).

Desa cikalong merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Sodonghilir dengan memiliki luas panen buah manggis terbesar serta memiliki kualitas buah manggis terbaik diantara desa-desa lainnya yang berada di Kecamatan Sodonghilir seperti yang terdapat pada data Tabel 3.

Tabel 3 Realisasi penanaman buah manggis di Kecamatan Sodonghilir

(18)

Berbagai potensi dan keunggulan-keunggulan yang dimiliki satu per satu diatas, maka diperlukan adanya sistem tataniaga yang efisien, karena pada kenyataannya hal tersebut masih belum memberikan dampak perubahan yang signifikan terhadap kemajuan bagi taraf hidup juga kesejahteraan para petani manggis yang memiliki posisi atau peran yang sangat penting dalam proses terjadinya tataniaga buah manggis di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya, sehingga hal ini layak untuk diteliti karena adanya kesenjangan harga atau gap harga yang sangat tinggi yang terjadi baik harga ditingkat petani (produsen) maupun harga di tingkat konsumen akhir atau eksportir. Dalam hal ini juga menunjukkan bahwa upaya eksploitasi komoditi buah manggis yang terjadi di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor tidak diimbangi dengan upaya pengembangan teknologi dibidang pertaniannya yang menuju ke arah yang lebih baik daripada sebelumnya.

Perumusan Masalah

Manggis merupakan salah satu buah lokal yang sudah mendunia dan sudah berkontribusi terhadap devisa negara dengan nilai ekspornya. Masalah pokok dalam tataniaga hortikultura adalah sifat komoditas yang mudah rusak, khususnya buah manggis segar hampir tidak pernah ada yang mempunyai umur kesegaran panjang setelah dipanen, kondisi produk tersebut adalah produk hayati yang masih melakukan proses respirasi setelah panen. Sebagaimana yang sudah diketahui bahwa produk hortikultura termasuk manggis adalah produk yang bersifat kamba sehingga membutuhkan tempat yang lapang, produk biasa dikonsumsi dalam keadaan segar, kualitas produk sangat mempengaruhi pasaran, tidak dapat disimpan lama secara tradisional dan harga selalu berubah-ubah. Dengan sejumlah permasalahan tersebut maka dibutuhkan proses tataniaga yang efisien untuk dapat menyampaikan produk yang segar bisa sampai kepada konsumen.

(19)

Pada survey pendahuluan melalui proses wawancara yang sudah dilakukan kepada beberapa petani dan lembaga tataniaga, diantara lembaga pemasaran, petani adalah pihak yang memiliki posisi paling lemah dalam hal informasi pasar dan harga, sehingga penentuan harga beli buah manggis di tingkat produsen (petani) relatif sangat rendah dengan kata lain terjadi gap harga yang cukup besar pada harga ditingkat petani yaitu harga buah manggis grade super untuk ditingkat petani berkisar Rp10 000/kg, berdasarkan survey pendahuluan yang terjadi dilapangan perbedaan harga mencapai kisaran Rp10 000/kg sampai dengan Rp15 000/kg untuk tingkat lembaga tataniaga pedagang pengumpul desa sampai pedagang pengumpul besar.

Lemahnya posisi petani didorong pula oleh kebutuhan rumah tangga yang mendesak. Peran pedagang pengumpul atau tengkulak masih sangat besar di beberapa kecamatan di Kabupaten Tasikmalaya khususnya di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir. Petani masih sangat bergantung pada pedagang pengumpul dalam hal pinjaman modal karena petani di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir selalu mengasumsikan bahwa buah manggis adalah buah untuk diekspor sehingga harga buah manggis akan tinggi, sedangkan buah manggis adalah buah musiman yang dipanen setahun sekali dengan harga yang selalu berfluktuatif tiap periode musim panennya.

Berikut dapat dilihat pada Tabel 4 kesenjangan harga pada buah manggis yang terjadi dengan studi kasus di Kecamatan Leuwiliang Bogor dari mulai harga di tingkat petani (produsen) sampai dengan harga di tingkat konsumen baik konsumen luar negeri maupun dalam negeri yang memiliki gap harga yang cukup tingggi antara petani-konsumen yaitu Rp3 000 harga ditingkat petani (produsen) dengan Rp30 481/kg harga ditingkat eksportir.

Tabel 4 Kesenjangan harga manggis di tingkat petani - konsumen tahun 2013

No Uraian Nilai (Rp/Kg)

1 Petani 3 000

2 Pedagang Pengumpul Kampung 4 000

3 Pedagang Pengumpul Desa 9 000

4 Koperasi 12 000

5 Broker 12 000

6 Ekportir 30 481

7 Konsumen Dalam Negeri 11 000

8 Konsumen Luar Negeri 30 481

Sumber : Abdul Aziz, 2013

(20)

lembaga-lembaga tataniaga. Marjin yang tidak merata dan share yang diterima petani sangat rendah. Permasalahan lain yang juga masih terdapat di beberapa kecamatan sentra penghasil manggis di Kabupaten Tasikmalaya khususnya di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir ini adalah keadaan lahan penanaman manggis yang umumnya terfragmentasi sehingga yang terjadi adalah para petani manggis tidak mudah dalam menjangkau akses pasar yang efisien dan hal ini yang menyebabkan terjadinya inefisiensi dalam pola saluran tataniaga yang terjadi di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir, maka perlu adanya identifikasi beberapa pola saluran tataniaga yang efisien untuk para petani manggis.

Berdasarkan rumusan masalah diatas yang akan dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pola saluran tataniaga buah manggis yang terbentuk di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya?

2. Bagaimana efisiensi saluran pada tataniaga buah manggis di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1 Mengidentifikasi pola saluran tataniaga buah manggis yang terbentuk di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Komoditi Manggis

Manggis adalah tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia dan Malaysia. Umur tanaman manggis dapat mencapai puluhan tahun. Tanaman manggis tumbuh dari dataran rendah hingga ketinggian 800 mdpl dengan tipe iklim basah. Curah hujan yang dibutuhkan berkisar 1 500- 2 500 mm/tahun dengan penyinaran matahari 40-70 persen. Suhu ideal yang dibutuhkan untuk pertumbuhan manggis rata-rata 20-30 oC. Di Indonesia dan beberapa negara buah manggis disebut dengan berbagai macam nama seperti Manggu (Jawa Barat/Sunda), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista (Sumatera Barat), Manggih (Minangkabau), Mangosteen (Inggris), dan

Manggistan (Belanda).

Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan salah satu komoditas eksotik tropika yang mempunyai nilai ekonomis sangat tinggi. Di luar negeri buah manggis dikenal sebagai “Queen of Tropical Fruits” yakni ratunya dari seluruh buah tropis. Buah manggis berbentuk bulat, sewaktu muda warnanya hijau muda dan setelah tua berwarna ungu merah kehitaman. Buah berwarna hijau dengan bercak ungu sudah dapat dipanen. Buah masak beratnya berkisar antara 30-140 gram, tebal kulit sekitar 5 mm, getah berwarna kuning, warna petal merah dan stigma halus dengan diameter 8-12 mm. Berikut dibawah ini adalah contoh buah manggis yang telah matang dengan kualitas Super atau kualitas ekspor yang terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1 Bentuk Buah Manggis. 20131

Manggis adalah satu-satunya agroindustri buah-buahan di Indonesia yang berorientasi ekspor atau memenuhi kebutuhan pasar ekspor (komersil), dimanasetiap tahunnya dari seluruh Indonesia sekitar 8 000 ton buah manggis diekspor ke luar negeri, dengan tujuan utama adalah negara Cina dan hongkong diikuti oleh Uni Emirat Arab, Singapore, Arab Saudi, dan Vietnam. Kegiatan ini dilakukan sepenuhnya oleh pihak eksportir swasta. Petani buah manggis berada di rantai pasokan yang sangat menguntungkan karena penghasilan yang diperoleh berada diatas tingkat kemiskinan dan rata-rata penghasilan penduduk Indonesia. (SADI-ACIAR 2009).

1

http://semua-ad.blogspot.com/2013/07/peluang-usaha-budidaya-buahmanggis.html (diakses2014).

2

(22)

Terdapat sekitar 100 jenis tanaman manggis yang tumbuh di Indonesia dari sekitar 400 jenis yang dijumpai di dunia. Wilayah pertumbuhan tanaman manggis di Indonesia sangat luas mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Hingga saat ini sekitar 25 kabupaten, salah satu dari 25 kabupaten tersebut adalah kabupaten Tasikmalaya tercatat sebagai sentra penghasil dan penyumbang buah manggis untuk ekspor dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Syafruddin 2009)2.

Sentra Produksi Manggis

Sentra produksi buah manggis di provinsi Jawa Barat adalah terdapat di beberapa Kabupaten dan Kabupaten Tasikmalaya merupakan sentra produksi manggis dengan produktifitas tertinggi dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya yang terdapat di Indonesia.

Adapun saat ini di Indonesia sentra produksi manggis tersebar di beberapa wilayah/provinsi seperti Bengkulu, Riau, Jambi, Jawa Barat (Tasikmalaya, Bogor, Sukabumi, Subang dan Purwakarta), Sumatera Barat, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Timur, NTB dan Jawa Tengah. Dan daerah produsen buah manggis terbesar di Indonesia adalah Provinsi Jawa Barat (79 444 ton, Tahun 2012) (Direktorat jenderal Hortikultura 2014).

Tabel 5 Produksi buah manggis menurut provinsi (ton) 2009 - 2012

No Provinsi 2009 2010 2011 2012

1 Sumut 9 957 7 751 9 331 13 182

2 Sumbar 9 991 4 093 10 603 11 872

3 Riau 2 687 893 2 800 2 618

4 Jambi 1 394 959 1 963 3 919

5 Bengkulu 3 982 4 442 3 678 3 950

6 Lampung 2 751 6 583 6 033 6 698

7 Jabar 35 484 27 983 36 861 79 444

8 Jateng 4 272 3 260 5 858 19 719

9 Jatim 11 596 11 238 11 535 8 392

10 NTB 1 050 235 3 004 724

Sumber : Direktorat jenderal hortikultura, 2014

(23)

Tabel 6 Sentra produksi manggis di Indonesia 2014

No Provinsi Kabupaten

1 Sumut Tapanuli Selatan

2 Sumbar Limapuluh Kota, Sawah Lunto/Sijunjung, Pasaman

3 Riau Kampar

4 Jambi Kerinci, Merangin, Sorolangun,

5 Bengkulu Lebong

6 Lampung Tanggamus

7 Jabar Tasikmalaya, Purwakarta, Subang, Bogor, Sukabumi

8 Jateng Purworejo

9 Jatim Trenggalek, Blitar, Banyuwangi,

10 NTB Lombok Barat

Sumber: Direktorat jenderal Hortikultura, 2014

Pola Saluran Tataniaga

Aziz (2013) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi tataniaga komoditas manggis di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Bogor. Bahwa saluran tataniaga yang paling efisien yaitu merupakan saluran terpendek atau salurannya langsung kepada konsumen akhir yang tidak terdapat banyak lembaga-lembaga di dalam salurannya. Adapun saluran tataniaga yang terbentuk terdiri dari dua kategori, yaitu saluran tataniaga dengan tujuan ekspor dan saluran tataniaga dengan tujuan tataniaga dalam negeri.

Saluran tataniaga dengan tujuan ekspor terdapat tiga saluran dan saluran tataniaga tujuan dalam negeri terdapat dua saluran, saluran yang efisien untuk tujuan ekspor terdapat pada saluran tiga dengan pola saluran: Petani - Koperasi - Eksportir – Konsumen Luar Negeri. Saluran yang efisien untuk tujuan pemasaran dalam negeri terdapat pada saluran lima dengan pola saluran: Petani - Konsumen Dalam Negeri. Saluran lima memiliki total marjin terkecil dan nilai farmer’s

share terbesar serta rasio keuntungan yang cukup besar dibandingkan saluran empat, sehingga dapat dikatakan bahwa saluran lima tidak memiliki marjin. Penjualan yang langsung dari petani kepada konsumen menghasilkan farmer’s

share sebesar 100 persen. Sama halnya dengan Egi (2008) bahwa untuk saluran pemasaran buah manggis yang paling efisien untuk tujuan dalam negeri adalah pada saluran 2, yang mana saluran 2 ini merupakan saluran terpendek dari saluran pemasaran lainnya dengan tujuan dalam negeri yaitu : petani – pedagang pengumpul – pedagang pengecer – konsumen. Begitu pula dengan Rahmawati (1999) bahwa saluran pemasaran terpendek merupakan saluran paling efisien pada tataniaga buah manggis.

(24)

Margin Pemasaran dan Farmer Share

Salah satu elemen kinerja pasar dapat diukur melalui margin tataniaga, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Ketiga elemen tersebut merupakan indikator dari tingkat efisiensi pada tataniaga. Saat ini tidak jarang kendala yang dihadapi para petani adalah lemahnya posisi tawar yang menimbulkan kesenjangan pada harga yang diterima petani yang terjadi pada tataniaga karena tidak meratanya pembagian balas jasa dan share yang adil bagi para pelakunya. Pada penelitian Aziz (2013), saluran yang efisien untuk tujuan pemasaran dalam negeri terdapat pada saluran lima dengan pola saluran: Petani - Konsumen Dalam Negeri. Saluran lima memiliki total marjin terkecil dan nilai farmer’s share terbesar serta rasio keuntungan yang cukup besar dibandingkan saluran empat. Total marjin merupakan harga jual petani kepada konsumen, sehingga saluran lima tidak memiliki marjin. Penjualan yang langsung dari petani kepada konsumen menghasilkan farmer’s share sebesar 100 persen. Rahmawati (1999) Farmer’s share yang diterima petani di saluran lima merupakan yang terbesar dari saluran lainnya, yaitu 44.37 persen dengan total marjin terkecil diantara saluran lainnya sebesar Rp1 201 per Kg. Total biaya pemasaran di saluran ini merupakan paling kecil diantara saluran yang lain yaitu sebesar Rp490 per Kg dengan total keuntungannya sebesar Rp711 per Kg.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin mudahnya akses transaksi dan kemampuan jual beli yang dilakukan dari produsen/petani secara langsung kepada konsumen akhir maka produsen/petani dapat dengan mudah memperoleh share

yang maksimal, akan tetapi hal tersebut masih sangat jarang terjadi dan jarang dilakukan oleh petani manggis mengingat masih banyaknya keterbatasan sumber daya dan pengetahuan serta akses jual beli para petani manggis itu sendiri yang langsung terlibat dalam proses pemasaran secara langsung kepada konsumen akhir karena pada umumnya komoditas buah manggis adalah komoditas buah ekspor yang memerlukan pendanaan yang tidak sedikit dalam prosesnya baik dalam penanganannya sampai kepada pemasarannya untuk kemudian bisa sampai kepada konsumen pasar luar negeri.

Fungsi-Fungsi Pada Lembaga Pemasaran

(25)

KERANGKA PEMIKIRAN

Definisi dan Konsep Tataniaga

Tataniaga sering disebut juga pemasaran atau marketing. Tataniaga menurut Limbong dan Sitorus (1987) merupakan serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditunjukkan untuk menyalurkan barang atau jasa dari tingkat produsen ke tingkat konsumen. Menurut Kotler (1997) pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya terdapat individu dan kelompok yang mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan menawarkan, dan mempertemukan yang bernilai dengan pihak lain. Tataniaga pertanian merupakan kegiatan atau proses pengaliran komoditas pertanian dari produsen sampai ke konsumen atau pedagang perantara (tengkulak, pengumpul, pedagang besar, dan pengecer) berdasarkan pada sistem tataniaga, kegunaan tataniaga, dan fungsi-fungsi tataniaga (Hammond dan Dahl 1977).

Pendekatan yang dilakukan dalam sistem tataniaga komoditas pertanian diantaranya pendekatan serba barang, serba fungsi, serba lembaga dan serba manajemen (Rahim dan Hastuti 2008). Pendekatan serba barang yaitu suatu pendekatan tataniaga yang melibatkan studi tentang bagaimana barang-barang tertentu berpindah dari titik produsen ke konsumen akhir atau konsumen industri. Pendekatan fungsi yaitu penggolongan kegiatan atau fungsi-fungsi yang meliputi fungsi pertukaran, fungsi penyediaan, dan fungsi penunjang. Pendekatan serba lembaga yaitu mempelajari tataniaga komoditas pertanian dari segi organisasi atau lembaga-lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga seperti produsen, tengkulak, pedagang besar, pengecer dan beberapa agen penunjang. Pendekatan manajemen yaitu mempelajari tataniaga komoditas pertanian dengan menitikberatkan pada pendapat manajer serta keputusan yang diambil.

Lembaga tataniaga merupakan badan usaha atau individu yang menyelenggarakan tataniaga, menyalurkan jasa dan komoditas dari produsen ke konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau lainnya. Lembaga tataniaga timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditas sesuai waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen (Rahim dan Hastuti 2008). Lembaga tataniaga berfungsi sebagai penghubung yang akan menentukan mekanisme pasar dan membentuk pola saluran tataniaga. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam tataniaga akan semakin banyak perlakuan yang diberikan dan semakin banyak pengambilan keuntungan oleh setiap lembaga tataniaga (Soekartawi 2002).

(26)

produksi, penjualan dari pintu ke pintu, penjualan melalui surat. Saluran distribusi tidak langsung yang menggunakan jasa perantara dan agen untuk menyalurkan barang atau jasa kepada para konsumen. Biasanya pada saluaran seperti ini bergerak dibidang pedagang besar dan pengecer. Menurut Rahim dan Hastuti (2008) panjang-pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu hasil komoditas pertanian bergantung pada beberapa faktor, diantaranya jarak antara produsen dan konsumen, ketahanan produk mudah rusak atau tidak, skala produksi, posisi keuangan pengusaha.

Lembaga dan Saluran Tataniaga

Penyampaian barang dari produsen ke konsumen akhir dalam sistem tataniaga melibatkan beberapa lembaga tataniaga sehingga membentuk berbagai saluran tataniaga yang digunakan produsen untuk menyalurkan produknya kekonsumen akhir dari titik produsen. Lembaga tataniaga adalah lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi–fungsi tataniaga mulai dari titik produsen ke titik konsumen (Limbong dan Sitorus 1987). Lembaga pemasaran atau lembaga tataniaga merupakan lembaga perantara yang melakukan aktivitas bisnis dalam suatu sistem pemasaran. Menurut Kohl dan Uhls (2002) dalam Noviana (2011), lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran digolongkan menjadi lima kelompok diantaranya:

1) Merchant Middlemen adalah perantara atau pihak-pihak yang mempunyai hak atas suatu produk yang mereka tangani. Mereka menjual dan membeli produk tersebut untuk memperoleh keuntungan.

2) Agent Middlemen adalah perwakilan dari suatu lembaga atau institusi. Mereka hanya sebagai perwakilan dan tidak mengambil alih apapun dan tidak memiliki hak atas produk yang mereka tangani.

3) Speculative Middlemen adalah pihak-pihak atau perantara yang mengambil keuntungan dari suatu produk akibat perubahan harga.

4) Processors and Manufactures adalah lembaga yang bertugas untuk mengubah produk yang dihasilkan menjadi barang jadi.

5) Facilitative Organizations adalah lembaga yang berfungsi sebagai penyedia sarana bagi lembaga lain.

Fungsi-Fungsi Pemasaran

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) fungsi tataniaga merupakan proses penyampaian dari tingkat produsen ke tingkat konsumen dengan berbagai kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa. Fungsi tataniaga tersebut dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas.

1. Fungsi Pertukaran

(27)

cukup baik atau banyak terhadap barang dan jasa yang dipasarkan pada tingkat harga yang menguntungkan.

2. Fungsi Fisik

Fungsi fisik merupakan semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa, sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk, dan kegunaan waktu. Fungsi fisik terdiri dari fungsi penyimpanan, fungsi pengangkutan, dan fungsi pengolahan.

a. Fungsi Penyimpanan

Fungsi penyimpanan merupakan proses penundaan barang dan jasa dalam jangka waktu tertentu sejak barang diproduksi atau diterima sampai proses penjualan. Fungsi ini diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu diangkut ke daerah atau menunggu untuk diolah sampai proses penjualan tiba. Fungsi penyimpanan sangat penting bagi hasil pertanian yang bersifat musiman tetapi dikonsumsi setiap tahun.

b. Fungsi Pengangkutan

Fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa didaerah konsumen sesuai dengan konsumen baik menurut waktu, jumlah, dan mutunya. Fungsi pengangkutan mempunyai kegiatan perencanaan jenis alat angkut yang digunakan, volume yang diangkut, waktu pengangkutan, dan jenis barang yang diangkut. Hal ini karena produksi hasil pertanian yang mudah rusak, sehingga dalam penanganan pengangkutan harus memerlukan penanganan yang lebih khusus.

c. Fungsi Pengolahan

Fungsi pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang maupun dalam rangka meningkatkan nilainya. Pengolahan juga ditunjukkan untuk memenuhi keinginan konsumen. Adanya pengolahan membuat nilai barang bertambah dan menambah lapisan konsumen dalam tataniaganya.

3. Fungsi Fasilitas

Fungsi fasilitas merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan risiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi.

a. Fungsi Standarisasi dan Grading

(28)

pendapatannya. Produsen dapat menawarkan harga barang yang dipasarkannya sesuai mutu dan hasil produksinya.

b. Fungsi Penanggungan Risiko

Proses tataniaga dalam menyalurkan barang dari tingkat ke produsen sampai ke tingkat konsumen akan banyak menghadapi risiko baik oleh produsen maupun lembaga tataniaga. Risiko-risiko tersebut diantaranya risiko kepemilikan, risiko keuangan, risiko kerugian akibat kecelakaan, risiko kerugian akibat perikatan, risiko kerugian karena tata kerja, dan risiko kerugian akibat pengaruh cuaca.

c. Fungsi Pembiayaan

Fungsi pembiayaan meliputi penyediaan dana untuk membiayai proses produksi dan tataniaga suatu barang dan jasa serta penyediaan kredit bagi para langganan.

d. Fungsi Informasi Pasar

Fungsi informasi pasar meliputi kegiatan pengumpulan pasar serta menafsirkan data informasi pasar tersebut. Data informasi pasar tidak hanya perkembangan harga tetapi meliputi jenis dan kualitas barang yang diinginkan pembeli atau konsumen, sumber suplai, lokasi dan konsumen, merk yang diinginkan konsumen, penyebaran lokasi asal suplai, serta berbagai informasi yang dapat memperlancar penyaluran barang mulai dari produsen sampai ke konsumen (Limbong dan Sitorus 1987).

Marjin Tataniaga

Menurut Limbong dan Sitorus (1987) marjin tataniaga didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen. Konsep marjin tataniaga terbentuk akibat dari perbedaan kegiatan dari setiap lembaga yang menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan lembaga lainnya. Pada pengertian tataniaga yang telah dijelaskan bahwa segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik atas produk dari produsen sampai konsumen yang didalamnya terdapat fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan. Pengertian tersebut memperlihatkan adanya kegiatan-kegiatan yang membutuhkan pengeluaran (biaya) untuk memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Biaya-biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga dalam proses kegiatan tataniaga dinamakan sebagai biaya tataniaga.

(29)

perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga tataniaga (selisih antara harga eceran dengan harga petani) dengan jumlah produk yang dipasarkan.

Gambar 2 Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap margin tataniaga dan nilai margin pemasaran.

Sumber : Hammond dan Dahl 1977 dalam Asmarantaka 2012

Keterangan :

Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan bagian yang diterima petani dari suatu kegiatan tataniaga dengan membandingkan harga yang diterima petani terhadap harga yang dibayarkan konsumen akhir. Menurut (Limbong dan Sitorus 1987) Bagian yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan yang diterima petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Bagian yang diterima lembaga pemasaran ini dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share dipengaruhi oleh tingkat pengolahan, keawetan produk, ukuran produk, jumlah produk, dan biaya produksi (Rahim dan Hastuti 2008). Hubungan farmer’s share

dengan marjin tataniaga bersifat negatif. Semakin tinggi nilai marjin tataniaga maka semakin rendah farmer’s share yang diterima dalam melaksanakan suatu kegiatan tataniaga (Herawati 2012).

Rasio Keuntungan dan Biaya

Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya, dengan demikian meratanya penyebaran rasio Pr = Harga tingkat pengecer

Pf = Harga tingkat petani (Pr-Pf) = Margin pemasaran

Sr = Penawaran tingkat pengecer Sf = Penawaran tingkat petani Dr = Permintaan tingkat pengecer Df = Permintaan tingkat petani

Qr, f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer P

Pr

Pf

Sr

Sf

Dr

Df

Qr, f

(30)

keuntungan dan biaya serta marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien.

Konsep Efisiensi Tataniaga

Efisiensi tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Efisiensi pemasaran/tataniaga dapat tercapai jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat yaitu produsen, konsumen akhir dan lembaga-lembaga pemasaran. Sistem tataniaga yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga tataniaga yang terlibat dalam kegiatan memperoleh kepuasan dengan aktivitas tataniaga tersebut (Limbong dan Sitorus 1987).

(Dahl dan Hammond 1977) efisiensi tataniaga dapat diukur dengan dua cara yaitu efisiensi operasional dan harga. Efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik dan fasilitas. Sedangkan efisiensi harga menunjukkan pada kemampuan harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan tanda kepada konsumen sebagai panduan dari penggunaan sumber daya produksi dari sisi produksi dan tataniaga. Asmarantaka (2009) mengukur efisiensi tataniaga melalui indikator efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output input tataniaga. Rasio efisiensi operasional dapat dilihat dari peningkatan dalam dua cara, yaitu :

1. Perubahan sistem tataniaga dengan mengurangi biaya pada fungsi-fungsi tataniaga tanpa mengubah manfaat atas kepuasan konsumen.

2. Meningkatkan kegunaan output dari proses tataniaga tanpa meningkatkan biaya tataniaga.

Fokus dalam analisis operasional adalah kajian biaya-biaya tataniaga dan aktivitas kegiatan tataniaga mulai dari produsen sampai ke konsumen akhir. Hal ini biasanya banyak peneliti yang menggunakan marjin tataniaga dan sebaran harga ditingkat produsen dengan harga di tingkat eceran untuk mengetahui besaran indikator efisiensi operasional. Efisiensi harga lebih menekankan kepada kemampuan dari sistem tataniaga yang sesuai dengan keinginan konsumen. Efisiensi harga dapat dianalisis melalui ada atau tidaknya keterpaduan pasar antara pasar acuan dengan pasar pengikutnya.

Kerangka Operasional

(31)

oleh kapasitas permintaan dan faktor harga beli dari lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan harga di pasar luar negeri. Terdapat perbedaan yang signifikan antara harga yang diterima petani dengan harga beli oleh konsumen akhir. Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan yang layak untuk diteliti yaitu: bagaimana tataniaga manggis dan bagaimana tingkat efisiensi tataniaga manggis serta alternatif atau rekomendasi saluran tataniaga yang efisien.

Petani dan masing-masing lembaga tataniaga saling berinteraksi dan mempunyai peranan yang berbeda-beda dalam saluran tataniaga. Lembaga tataniaga berfungsi sebagai perantara petani dengan konsumen akhir. Lembaga tataniaga yang terdapat di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir terdiri dari pedagang pengumpul kebun, pedagang pengepul desa, pedagang besar dan eksportir. Dalam penelitian ini pengambilan responden terhadap petani berdasarkan sensus dan lembaga tataniaga dengan menggunakan metode snowball sampling dengan mengikuti alur komoditi. Interaksi yang terjadi dapat dianalisis dengan pendekatan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan dalam menganalisis lembaga dan saluran tataniaga, analisis fungsi pemasaran. Analisis kuantitatif digunakan dalam menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya.

Analisis saluran dan lembaga pemasaran dilakukan untuk mengetahui pola saluran pemasaran yang terbentuk atau mengamatipola saluran dalam menyampaikan barang dari petani hingga konsumen akhir. Analisis fungsi lembaga pemasaran dilakukan untuk mengetahui fungsi-fungsi dan kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga atau mengamati peranan yang dilakukan oleh masing-masing pelaku tataniaga. Analisis marjin tataniaga dan analisis farmer’s share dilakukan untuk mengevaluasi perbedaan penerimaan diantara berbagai tingkat lembaga tataniaga serta petani di dalam sistem tataniaga. Analisis rasio keuntungan terhadap biaya dilakukan untuk memeriksa penyebaran nilai rasio pada setiap saluran tataniaga yang terlibat. Analisis kuantitatif yang dilakukan sangat bermanfaat dalam mengevaluasi tingkat efisiensi tataniaga manggis sehingga diharapkan dapat membantu pelaku tataniaga khususnya petani dalam proses tataniaga.

(32)

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional Sistem Tataniaga

1. Bagaimana pola saluran tataniaga manggis yang terbentuk di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya?

2. Bagaimana efisiensi saluran pada tataniaga manggis di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya?

Buah Manggis di Desa Cikalong Kec.Sodonghilir : 1. Adanya ketergantungan petani kepada pedagang

pengumpul dalam hal dana sehingga posisi tawar petani menjadi rendah (price taker)

2. Adanya marjin yang relatif tinggi di tingkat petani dengan tingkat konsumen

3. Share yang diperoleh petani relatif rendah dalam

sistem tataniaga yang ada

Konsumen Saluran Tataniaga

Petani Lembaga Tataniaga

Analisis Saluran dan Lembaga Pemasaran

Analisis Keragaan Pasar Analisis Fungsi

Lembaga Pemasaran

Rekomendasi Alternatif Saluran Tataniaga yang Efisien

(33)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya. Pemilihan lokasi di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan bahwa Tasikmalaya merupakan salah satu sentra produksi buah manggis terbesar di Jawa Barat dan sentra penghasil manggis dengan produktifitas tertinggi dari 25 Kabupaten di Indonesia dengan total produksi 13 244 ton (Direktorat jenderal Hortikultura 2008), dan total produksi 13 487 ton dengan kontribusi sebesar 48 persen (BPS 2011), dan Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir merupakan daerah sentra penghasil buah manggis dengan potensi luas lahan terbesar di Kabupaten Tasikmalaya yang telah memasuki pasar ekspor. Pengumpulan data dilaksanakan mulai bulan September 2014 yang meliputi survey lokasi penelitian, pengambilan data, pengolahan data, dan penyusunan skripsi.

Jenis dan Sumber Data

Data yang diambil terdiri dari dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan petani manggis yang ada di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir dan lembaga-lembaga tataniaga yang meliputi pedagang pengumpul kebun, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul besar atau bandar, dan eksportir. Data sekunder diperoleh dari data kantor Kecamatan Sodonghilir, data kantor Desa Cikalong, Badan Pusat Statistik Nasional, Badan Pusat Statistik Kabupaten Tasikmalaya, Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, Jurnal, Artikel, Internet dan Studi penelitian terdahulu.

Penentuan Responden

Penentuan responden dalam penelitian ini berdasarkan sensus yaitu responden yang terdiri atas petani manggis di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir yang berjumlah 18 orang. Penentuan responden lembaga-lembaga tataniaga manggis dilakukan dengan menggunakan teknik snowball sampling

(34)

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang telah diperoleh dari lapangan akan dianalisis dengan metode yang sesuai sehingga diperoleh kesimpulan yang tepat. Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan dalam menganalisis saluran dan kelembagaan tataniaga dan analisis fungsi-fungsi tataniaga. Analisis kuantitatif digunakan dalam menganalisis efisiensi tataniaga yaitu analisis marjin tataniaga, analisis farmer’s share dan analisis rasio keuntungan terhadap biaya.

Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga

Saluran tataniaga merupakan serangkaian organisasi yang saling bergantung dan terlibat dalam proses penyampaian produk dari produsen kepada konsumen. Analisis saluran tataniaga dapat dilakukan dengan mengamati lembaga-lembaga tataniaga yang membentuk saluran tataniaga tersebut. Perbedaan saluran tataniaga yang dilalui oleh jenis barang tersebut akan berpengaruh pada pembagian pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga tataniaganya.

Analisis saluran tataniaga yaitu dengan menelusuri saluran tataniaga buah manggis Kecamatan Sodonghilir Kabupaten Tasikmalaya dari petani hingga konsumen akhir yang berada di beberapa lokasi. Analisis saluran juga mengidentifikasi berapa banyak tingkatan lembaga dalam suatu saluran tertentu dan alasan petani dalam memilih suatu saluran tertentu. Berdasarkan hasil penelusuran tersebut maka dapat digambarkan pola saluran tataniaga.

Analisis Efisiensi Pemasaran

Efisiensi tataniaga didefinsikan bahwa produk yang sampai ke tangan konsumen dengan harga murah dan adanya pembagian yang adil bagi produsen dan lembaga tataniaga dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen (Mubyarto 1985) dalam Aziz (2013). Pembagian adil merupakan pembagaian

share keuntungan sesuai dengan pengorbanan biaya dan fungsi tataniaga yang dilakukan setiap lembaga yang terlibat dalam tataniaga manggis. Pendekatan untuk menentukan efisiensi tataniaga meliputi pendekatan marjin tataniaga,

farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya.

Analisis Marjin Tataniaga

Salah satu pengukuran tingkat efisiensi suatu tataniaga dapat diukur dari penyebaran marjin tataniga. Marjin tataniaga dapat diketahui besarnya biaya dan keuntungan dalam tataniaga tersebut. Perhitungan marjin tataniaga diperoleh dari selisih harga di satu titik rantai tataniaga dengan harga di titik lainnya. Marjin tataniaga juga dapat diperoleh melalui penjumlahan biaya dan keuntungan pada masing-masing lembaga tataniaga. Menurut Limbong dan Sitorus (1978) perhitungan marjin tataniaga secara matematik akan diperoleh sebagai berikut :

Mi=Pji–Pbi...(1) atau

(35)

Maka total marjin dapat diperoleh berdasarkan jumlah komulatif dari marjin tiap lembaga pada saluran tataniaga, adalah :

mi = Σ Mi ...(3)

Berdasarkan pada persamaan (1) dan (2) dapat diperoleh rumus untuk mencari keuntungan tataniaga tiap lembaga yaitu sebagai berikut :

Pji –Pbi = Bi + πi

Dengan demikian keuntungan lembaga tataniaga pada tingkat ke-I adalah :

πi = Pji – Pbi + Bi Keterangan :

Mi : Marjin pada lembaga tataniaga ke-i

Pji : Harga penjualan pada lembaga tataniaga ke-i

Pbi : Harga penjualan pada lembaga tataniaga ke-i atau harga pembelian pada lembaga tataniaga sebelumnya.

πi : Keuntungan yang diperoleh pada lembaga tataniaga ke-i mi : Total marjin tataniaga.

Bi : Biaya tataniaga yang dikeluarkan lembaga tataniaga ke-i I : 1,2, 3, .... (n)

Farmer’s Share

Indikator lain untuk mengukur tingkat efisiensi tataniaga dapat dilakukan melalui perhitungan farmer’s share. Farmer’s share ditentukan oleh besarnya rasio harga yang diterima produsen (Pf) dan harga yang dibayarkan oleh konsumen (Pr). Adapun rumusan perhitungannya farmer’s share adalah sebagai berikut:

SPf = Keterangan :

SPf : Share harga di tingkat petani Pf : Harga di tingkat petani Pr : Harga di tingkat konsumen

Analisis Rasio Kentungan dan Biaya

Tingkat efisiensi tataniaga dapat diukur juga melalui rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Semakin meratanya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga, maka sistem tataniaga tersebut semakin efisien. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga tataniaga dapat diketahui melalui perhitungan dengan rumus sebagai berikut:

Rasio Keuntungan dan Biaya =

Keterangan :

(36)

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Sodonghilir meliputi satu wilayah kecamatan yang mencakup 12 Desa meliputi Sodonghilir, Cikalong, Muncang, Cipaingeun, Pakalongan, Leuwidulang, Raksajaya, Sepatnunggal, Parumasan, Sukabakti, Cukangkawung, dan Cukangjayaguna, dengan luas wilayah seluruhnya meliputi 9 862. 061 hektar dengan batas wilayah administratif yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Puspahiang, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Taraju dan Kecamatan Bojonggambir, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bantarkalong, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Parungponteng dan Tanjungjaya.

Luas wilayah administrasi masing-masing desa di Kecamatan Sodonghilir, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut :

Tabel 7 Luas wilayah administrasi masing-masing desa di Kecamatan Sodonghilir.

No Desa Luas (Ha) Jumlah Dusun Jumlah RT

1 Sodonghilir 1 090. 3 8 41

2 Cikalong 1 171. 8 7 36

3 Muncang 904 8 48

4 Cipaingeun 430. 3 7 25

5 Pekalongan 489 5 17

6 Leuwidulang 466. 55 4 21

7 Raksajaya 463. 8 5 18

8 Sepatnunggal 750. 7 8 27

9 Parumasan 701. 5 5 35

10 Sukabakti 824. 7 6 42

11 Cukangkawung 1 515. 911 8 48

12 Cukangjayaguna 1 282. 695 7 30

Jumlah 10 091. 256 78 384

Sumber : Data Kantor Kecamatan Sodonghilir 2014

Luas wilayah pertanian Kecamatan Sodonghilir berada pada LS. 07O 29’

52. 17” BT 108o 04’ 51.9”

berada pada ketinggian 400-800 m dpl dengan konfigurasi lahan bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung. Sedangkan suhunya berkisar antara 18o C pada malam hari dan 27oC pada siang hari. Kelembaban udara antara 60 persen sampai 80 persen. Seperti wilayah lainnya, Kecamatan Sodonghilir setiap tahunnya mengalami 2 (dua) musim yaitu musim kemarau antara Bulan April – September dan musim penghujan antara Bulan Oktober – Maret. Curah hujan rata-rata 2 225 mm/tahun termasuk tipe iklim B (Scmidth Ferguson) memiliki bulan basah antara 7-9 bulan dan bulan kering 3-5 bulan.

(37)

mencapai 78.90 persen (BP3K 2014). Kondisi ini menunjukkan bahwa dasar ekonomi masyarakat adalah sektor pertanian.

Desa Cikalong adalah salah satu desa di Kecamatan Sodonghilir yang mempunyai luas wilayah 1 497 Ha. Jumlah penduduk Desa Cikalong dilihat dari hasil pendataan pada bulan Juni 2012 sebanyak 7 014 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 3 482 jiwa dan Perempuan 3 532 jiwa. Batas wilayah administratif yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Pusparahayu Kecamatan Puspahiang, Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cikubang Kecamatan Taraju, Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Muncang Kecamatan Sodonghilir dan Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sodonghilir Kecamatan Sodonghilir.

Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Cikalong secara umum merupakan kontur tanah yang tidak merata berupa persawahan dan daratan rendah yang berada pada ketinggian 200 M s/d 600 M diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 23oC s/d 30oC. Orbitasi dan waktu tempuh dari ibukota kecamatan 4 km2 dengan waktu tempuh 10 menit dan dari ibukota kabupaten 23 km2 dengan waktu tempuh 90 menit. Jarak Desa terdekat dengan waktu tempuh 15 menit dengan jarak tempuh 5 km2 dan Desa terjauh dengan waktu tempuh 25 menit dengan jarak tempuh 15 km2 kemudian Kepunduhan terjauh dengan waktu tempuh 15 menit dan jarak 4.5 km2.

Peruntukan lahan di Desa Cikalong seperti yang terlihat pada tabel 8 dibandingkan dengan pemukiman, lahan kering yang dijadikan sebagai kebun memiliki luas lahan yang cukup besar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa potensi perkebunan di desa tersebut masih cukup besar terutama dalam hal pengembangan usahatani buah manggis.

Tabel 8 Pemanfaatan lahan di Desa Cikalong

No Peruntukan lahan Desa Cikalong Luas Lahan (Ha)

1 Sawah 220.938

2 Kolam 4.00

3 Lahan kering 909.786

4 Pemukiman 34.176

5 Perkantoran 2.90

Total 1 171.8

Sumber :BP3K Kecamatan Sodonghilir 2014

Adapun viasi dan misinya adalah “Desa Cikalong yang sedang berkembang diberbagai bidang, aman dan tertib menuju kesejahteraan serta berperan aktif dalam bidang Agribisnis hasil pertanian terutama usaha pemberdayaan Manggis dan menghasilkan hasil pertanian yang diupayakan masyarakat Desa Cikalong di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2016”.

(38)

Tabel 9 Keadaan penduduk Desa Cikalong berdasarkan mata pencaharian

No Mata Pencaharian Desa Cikalong Jumlah orang %

1 Petani 1 687 41.72

2 Buruh tani 1 219 30.14

3 Buruh swasta 627 15.50

4 Pedagang 173 4.28

5 PNS 105 2.59

6 TNI/Polri 5 0.12

7 Karyawan swasta 154 3.81

8 Wirausaha lainnya 74 1.83

Total 4 044 100.00

Sumber : Data Kantor Desa Cikalong 2014

Karakteristik Responden Petani Manggis

Petani manggis khususnya yang berada di lokasi penelitian Desa Cikalong pada umumnya mengusahakan tanaman manggis sebagai mata pencaharian sampingan (tambahan penghasilan), hal ini dikarenakan buah manggis merupakan buah musiman yang hanya dapat dipanen pada bulan-bulan tertentu dan pada musim tertentu khususnya ketika musim kemarau. Tanaman manggis yang berada di lokasi penelitian Desa Cikalong bukan merupakan perkebunan khusus akan tetapi buah manggis umumnya merupakan warisan atau peninggalan dari orang tua terdahulu dan ditanam secara tumpang sari dengan tanaman-tanaman lainnya seperti palawija, kelapa, albasiah, mahoni, pisang, cengkeh, teh, kopi dan yang lainnya seperti yang terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kebun Manggis Petani

(39)

sendiri dan hasil dari jual beli kebun. Luas panen buah manggis di lokasi penelitian Desa Cikalong yaitu 37.90 ha (BP3K 2014).

Tingkat pendidikan petani responden di lokasi penelitian Desa Cikalong adalah sebagian besar lulusan SD. Pendidikan formal juga menjadi salah satu yang mendasari keputusan petani dalam proses keputusan penjualan. Semakin tinggi pendidikan formal diharapkan petani dapat lebih terbuka dalam menyikapi informasi pasar yang didapatnya sehingga petani dapat mempunyai posisi tawar yang tinggi. Pendidikan formal untuk petani responden diklasifikasikan menjadi 3 yaitu SD, SMP dan SMA.

Tabel 10 Gambaran tingkat pendidikan petani

Tingkat Pendidikan Kelompok Tani

Jumlah Petani (Orang) Persentase (%)

SD/Sederajat 16 88.89

SMP/Sederajat 2 11.11

SMA/Sederajat 0 0

Total 18 100.00

Adapun jumlah pohon manggis yang dimiliki oleh petani responden berkisar antara 2 - 40 pohon yang masing-masing pohon memiliki lokasi yang berpencar-pencar atau terfragmentasi diantaranya ada yang dipekarangan rumah, dikebun, dan dipegunungan.

Petani yang dijadikan sampel atau responden dalam penelitian ini berjumlah 18 orang dengan kepemilikan jumlah pohon yang berbeda-beda seperti yang terlihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Sampel petani buah manggis

(40)

Karakteristik Lembaga Pemasaran Manggis

Lembaga pemasaran yang dijadikan responden sebanyak sebelas orang yang diambil dengan cara mengikuti alur aliran produk mulai dari petani responden sampai ke eksportir. Masing-masing responden memiliki jenis lembaga pemasaran yang berbeda-beda seperti yang terlihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Responden menurut jenis lembaga pemasaran

No Nama Jenis Lembaga Pemasaran

1 Lili Pedagang pengumpul kebun

2 Dindin Pedagang pengumpul kebun

3 Sahlia Pedagang pengumpul kebun

4 Udin Pedagang pengumpul kebun

5 Sueb Pedagang pengumpul desa

6 Endang Pedagang pengumpul desa

7 Gugun Pedagang pengumpul besar

8 Tatang Pedagang pengumpul besar

9 Nana Pedagang pengumpul besar

10 Asep Saepul Pedagang pengumpul besar

11 Asep Surya Eksportir

Lembaga pemasaran yang berada di Desa Cikalong terdiri dari pedagang pengumpul kebun, pedagang pengumpul kampung, pedagang pengumpul desa, sedangkan pedagang pengumpul besar berada di Kecamatan Puspahiang dan Eksportir yang berkantorkan di Sukabumi. Pedagang pengumpul kebun dan pedagang pengumpul kebun pada umumnya menjual buah manggis kepada pedagang pengumpul desa, akan tetapi ada juga yang langsung menjualnya kepada pedagang pengumpul besar yang berada di Kecamatan Puspahiang. Sedangkan pedagang pengumpul besar menjual manggis langsung kepada eksportir dan eksportir menjual produknya kepada konsumen luar negeri melalui buyer di negara Cina.

Pedagang Pengumpul Kebun

Pedagang pengumpul kebun adalah individu yang melakukan transaksi pembelian secara langsung kepada petani manggis mulai dari pemetikan, pengangkutan dari kebun, dan melakukan penjualan kepada pedagang pengumpul desa dan pedagang pengumpul besar yang berada di Puspahiang. Pedagang pengumpul kebun yang menjadi responden sebanyak 4 orang.

Pedagang Pengumpul Desa

(41)

Pedagang Pengumpul Besar

Pedagang pengumpul besar adalah individu yang melakukan transaksi pembelian dari petani manggis selain dari petani manggis, pedagang pengumpul besar juga melakukan pembelian manggis dari pedagang pengumpul kebun dan pedagang pengumpul desa, dan melakukan menjualan langsung kepada eksportir. Pedagang pengumpul besar yang menjadi responden sebanyak 4 orang.

Eksportir

Eksportir adalah individu yang melakukan transaksi pembelian manggis hanya dari pedagang besar yang berada di Puspahiang dan melakukan proses penjualan ke luar negeri melalui buyer dari negara Cina. Dan tujuan utama ekspor buah manggis Tasikmalaya adalah negara Cina.

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran

Pemasaran merupakan suatu aktivitas dalam mengalirkan barang dari petani sampai ke konsumen akhir yang didalamnya terdapat banyak kegiatan produktif untuk menciptakan nilai tambah (bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan) dengan tujuan memenuhi kepuasan konsumen. Kegiatan produktif untuk menciptakan nilai tambah dapat dilakukan oleh lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan aktivitas pemasaran dalam menyalurkan jasa dan produk pertanian kepada konsumen akhir serta memiliki jaringan dan koneksitas dengan badan usaha atau individu lainnya (Limbong dan Sitorus 1985).

Sistem tataniaga manggis di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir dimulai dari petani sampai eksportir dengan melibatkan lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga tersebut sangat membantu petani dalam memasarkan hasil panen manggis mereka. Lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga tesebut meliputi pedagang pengumpul kebun, pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul besar dan eksportir. Semua lembaga tersebut memiliki peranan yang berbeda-beda dalam hal tataniaga. Masing-masing peranan lembaga tersebut dalam tataniaga adalah sebagai berikut:

1. Petani manggis merupakan lembaga yang berperan sebagai produsen dalam kegiatan produksi manggis.

2. Pedagang pengumpul kebun merupakan lembaga yang berperan sebagai pengumpul manggis bagi petani yang secara langsung membeli buah manggis yang masih berada di kebun dan yang memiliki lokasi kebun yang berpencar-pencar dan jauh dari akses tempat jual beli atau elos pedagang pengumpul desa dan pedagang pengumpul besar. Jangkauan area perdagangan lembaga ini hanya beberapa kampung saja dalam desa. 3. Pedagang pengumpul desa merupakan lembaga perseorangan yang

berperan sebagai pengumpul manggis dari petani dan pedagang lainnya dengan jangkauan area perdagangannya mencakup dalam desa dan luar desa Cikalong.

4. Pedagang pengumpul besar atau bandar merupakan lembaga perseorangan yang berperan sebagai penghubung antara petani dan lembaga tataniaga lainnya dengan ekportir (PT Manggis Elok Utama). Jangkauan area perdagangannya meliputi dalam kabupaten dan luar Kabupaten Tasikmalaya.

5. Ekportir merupakan lembaga tataniaga yang berperan sebagai penyalur perdagangan manggis ke luar negeri. Jangkauan area perdagangannya seluruh Indonesia.

(43)

tetap. Sistem tataniaga manggis di Desa Cikalong terbentuk dua tujuan tataniaga yaitu tujuan tataniaga luar negeri dan tujuan tataniaga dalam negeri. Untuk tataniaga tujuan luar negeri atau ekspor lebih detailanya dapat dilihat skema tataniaga manggis dilokasi penelitian pada Gambar 6.

Gambar 6 Saluran pemasaran buah manggis

Keterangan :

Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4

Pada penelitian ini dilakukan analisis tataniaga terhadap alur tataniaga manggis di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir. Pola saluran tataniaga manggis dengan tujuan ekspor adalah sebagai berikut:

1. Pola Saluran 1 : Petani  Pedagang pengumpul Kebun  Pedagang pengumpul Desa  Pedagang Pengumpul Besar  Eksportir  Konsumen Luar Negeri

2. Pola Saluran 2 : Petani  Pengumpul Kebun Pedagang Pengumpul Besar  Eksportir  Konsumen Luar Negeri

3. Pola Saluran 3 : Petani  Pengumpul Desa  Pedagang Pengumpul Besar  Eksportir  Konsumen Luar Negeri

4. Pola Saluran 4 : Petani  Pedagang Pengumpul Besar  Eksportir Konsumen Luar Negeri

Gambar 6 memperlihatkan aliran distribusi manggis tiap saluran mulai daripetani sampai konsumen akhir. Seluruh hasil panen manggis dari petani responden sebesar 8 797.5 kg didistribusikan melalui masing-masing saluran tataniaga. Manggis yang dijual ke pedagang pengumpul kebun sebesar 77.5 persen, pedagang pengumpul desa 16 persen, dan langsung ke pedagang pengumpul besar yang berada di Puspahiang sebesar 5.5 persen. Dari persentase tersebut, petani cenderung lebih suka menjual manggis kepada pedagang pengumpul kebun. Hal ini terlihat pada skema tataniaga (Gambar 6) aliran

Petani = 18

Eksportir Pedagang

Pengumpul Besar Pedagang

Pengumpul Desa Pedagang

Pengumpul Kebun Saluran 1 (22%) 2210kg

Saluran 2 (55.5%) 4887.5kg

Saluran 3 (16%) 900kg

(44)

manggis lebih banyak dijual melalui pedagang pengumpul kebun sebesar 77.5 persen.

Lembaga dan Saluran Pemasaran 1

Lembaga pemasaran pada saluran 1 terdiri dari Petani  Pedagang pengumpul Kebun  Pedagang pengumpul Desa  Pedagang Pengumpul Besar  Eksportir  Konsumen Luar Negeri. Dari 18 petani responden terdapat 4 petani responden yang terlibat dalam saluran pemasaran 1 ini yaitu dengan persentase sebesar 22 persen. Petani pada saluran satu lebih memilih menjual buah manggisnya kepada pengumpul kebun dengan harga Rp10 000 per Kg, dengan didasari alasan kemudahan dalam melakukan transaksi karena petani tidak melakukan proses pemetikan atau pengangkutan buah manggis, hal ini karena pedagang pengumpul kebun yang melakukan pemetikan secara langsung dari kebun petani manggis. Pada transaksi ini terkadang ada salah satu yang dirugikan baik petani itu sendiri ataupun pedagang pengumpul kebun ini dikarenakan pedagang pengumpul kebun melakukan pembelian buah manggis dengan cara menaksir berapa banyaknya buah manggis yang terdapat dipohon sehingga faktor cuaca dan alam akan sangat mempengaruhi hasil panen yang didapatkan oleh pedagang pengumpul kebun dari pohon petani manggis, sedangkan kerugian yang biasanya terjadi kepada petani adalah ketika harga buah manggis mengalami fluktuasi.

Pedagang pengumpul kebun melakukan pembelian buah manggis dari kebun petani dengan harga Rp10 000/kg. Harga yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul kebun cenderung paling rendah dibanding lembaga tataniaga yang lain hal ini dikarenakan resiko kerugian yang akan dialami pedagang pengumpul kebun cukup tinggi, selain resiko yang cukup tinggi, faktor biaya operasional juga menjadi alasan rendahnya harga beli pedagang pengumpul kebun yang disebabkan oleh biaya pemetikan sebesar Rp1 000/kg dan biaya pengangkutan Rp500 /kg serta biaya sortasi Rp350/kg. Pedagang pengumpul kebun pada saluran 1 ini melakukan penjualan buah manggisnya kepada pedagang pengumpul desa dengan harga Rp16 000/kg.

Pedagang pengumpul desa pada saluran satu membeli buah manggis dari pedagang pengumpul kebun dengan harga beli sebesar Rp16 000/kg. Selisih harga beli dengan harga jual yang didapatkan oleh pedagang pengumpul desa sebesar Rp4 000/kg dengan kata lain pedagang pengumpul desa menjual buah manggis kepada pedagang pengumpul besar dengan harga Rp20 000/kg. Pada saluran 1 ini pedagang pengumpul desa hanya mengeluarkan biaya sortasi dan pengangkutan sehingga margin yang diambil tidak sebesar pedagang pengumpul kebun yang akan lebih banyak mengalami resiko kerugian.

Gambar

Tabel 1.
Tabel 3 Realisasi penanaman buah manggis di Kecamatan Sodonghilir
Tabel 5 Produksi buah manggis menurut provinsi (ton) 2009 - 2012
Gambar 2 Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap margin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Panitia Pengadaan Jasa Konsultansi Selaku Kelompok Kerja Pekerjaan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah Dana APBD Tahun

Akibat hukum yang timbul dalam pembiayaan musyarakah adalah nasabah yang menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 2 Perjanjian ini, bank berhak untuk

Hasil penelitian ini akan memaparkan data yang telah diperoleh selama penelitian berlangsung melalui metode wawancara, observasi dan dokumentasi tentang

[r]

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel iklan tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian sabun mandi Lux cair di Gelalel Mall Ciputra Semarang

Di Indonesia rumput ajaib ini baru dimanfaatkan sebagai penghasil minyak atsiri melalui ekstraksi akar wangi, tetapi di mancanegara vetiver banyak dimanfaatkan

Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Konsumen Akan Sayuran Organik skripsi.. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Universitas

However it is hard to acquire enough high dense point cloud and the internal camera of the laser scanner produce low quality images.. We introduce a possible technology of