i
HUBUNGAN PERILAKU PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN TINGKAT DENSITAS
TELUR NYAMUK AEDES AEGYPTI PADA OVITRAP DI RW 01 KELURAHAN PAMULANG BARAT TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh :
Shela Ayu Puryandini
NIM : 1111101000060
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Juni 2016
Shela Ayu Puryandini, NIM: 1111101000060
Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes Aegypti Pada Ovitrap Di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015
(xv + 83 halaman, 13 tabel, 2 bagan, 7 gambar, 7 lampiran)
ABSTRAK
Kelurahan Pamulang Barat merupakan kelurahan endemis DBD periode Januari-Desember 2014 (IR:71,94 per 100.000 penduduk) yang mempunyai jumlah penduduk cukup padat dibandingkan kelurahan lainnya (45.869 penduduk). Nilai ABJ terendah pada tahun 2014 ditemukan di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat. Oleh karena itu pengendalian vektor DBD diperlukan untuk mengurangi kejadian DBD. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap
di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 235 rumah dan sampel dipilih dengan metode simple random sampling. Analisis data dilakukan dengan dua cara yaitu univariat dan bivariat. Univariat dilakukan dengan menampilkan tabel distribusi dan persentase dari setiap variabel, sedangkan bivariat dilakukan dengan uji statistik Chi Square dengan nilai α = 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti yang termasuk kategori tinggi 46.8%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel perilaku menguras TPA dan perilaku menutup TPA berhubungan dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap. Variabel yang tidak berhubungan adalah perilaku mengubur barang bekas, prilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar dan perilaku memasang kawat kasa.
Berdasarkan hasil, tempat perindukan nyamuk harus dikurangi dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk secara tepat. Ovitrap dapat digunakan menjadi salah satu program untuk memutus siklus hidup nyamuk.
Daftar Bacaan: 45 (1999-2014)
iii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduate Thesis, June 2016
Shela Ayu Puryandini, NIM: 1111101000060
Associated Between The Eradication Mosquito Nest (PSN) of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Mosquito’s Breeding with Density Level Of Aedes Aegypti's Eggs in Ovitrap At RW 01, West Pamulang Village 2015
(xv + 83 pages, 13 tables, 2 charts, 7 pictures, 7 attachments)
ABSTRACT
Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a communicable disease that still a major health problem in Indonesia. West Pamulang is an endemic villages (IR: 71.94 per 100,000 population) that have a dense population than other villages (45869 population). A lowest ABJ value in 2014 was found in RW 01. Dengue vector control are needed to reduce the incidence of DHF. The purpose of this reasearch was to determine the associated between the eradication mosquito nest of dengue hemorrhagic fever (DHF) mosquito’s breeding with density level of
Aedes aegypti’s eggs in ovitrap at RW 01,West Pamulang village 2015.
This is a quantitative research with cross sectional design study. Samples in this research are 235 houses and samples selected by systematic random sampling method. Analysis of the data done in two ways, univariate and bivariate. Univariate done by displaying the distribution table and the percentage of each variable, while bivariate statistical tests performed with Chi Square with a value of α = 0.005.
The result of this research showed that density level of Aedes aegypti eggs were categorized as high 46.8%. Bivariate analysis showed that behavior of drain water reservoirs and close the water reservoirs are related to the density level of
Aedes aegypti eggs on ovitrap. Whereas unrelated variables are behavior of bury the thrift, repair damaged waterways, and put on the wire netting.
Based on the results, breeding places of mosquitos should be reduced by eradication of mosquitoes nest appropriately. An ovitrap can used to be the one of program to break the life cycle of mosquitos.
References: 45 (1999-2014)
HUBUNGAN PERILAKU PEMBERANT ASAN SARANG NYAMUK (PSN) DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN TINGKA T DENSITAS
TELUR NYAMUKAEDES AEGYPTIPADA OVITRAP DI RW 01 KELURAHAN PAMULANG BARAT TAHUN 2015
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta
Pembimbing I
Jakarta, Juni 2016
oleh:
Shela Ayu Puryandini NIM. 1111101000060
Mengetahui,
Pembimbing II
Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes NIP. 19650808 198803 1 002
FAKULTAS KEDOKTERAN KESEHAT AN MASYARAKA T
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SHELA AYU PURY ANDINI
NIM.1111101000060
Jakarta, Juni 2016
Penguji I,
Minsarnawati
NIP. 19750215 200901 2 003
Dewi Utami iani M.Kes Ph.D NIP. 19750316 200710 2 001
Penguji III,
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
Nama : Shela Ayu Puryandini
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 1 September 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cililitan Kecil 1 RT 016/007, Kel. Cililtan, Kec. Kramatjati, Jakarta Timur
No. Handphone : 0812 83735907
E-mail : Shelaayu.puryandini@hotmail.com
B. Riwayat Pendidikan
2011-2016 : Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan
Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2007-2010 : SMA Negeri 51 Batu Ampar, Jakarta Timur
2004-2007 : SMP Negeri 20 Bulak Rantai, Jakarta Timur
1998-2004 : SD Negeri Cawang 05 Pagi, Jakarta Timur
1997 : TK Mutiara
C. Pengalaman Organisasi
2014-2015 : Bendahara Environmental Health Student
Association (ENVIHSA) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2013-2014 : Wakil Bendahara Environmental Health Student
Association (ENVIHSA) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2013 : Sekertaris Divisi Pengembangan Sumber Daya
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menyadari banyak kesulitan yang dihadapi, namun dengan bantuan, arahan, dukungan dan doa dari berbagai pihak, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Maka dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Ayahanda Suherli dan Ibunda Wulan yang tak henti mendoakan, memberikan dukungan baik moril dan materil serta menjadi sumber semangat bagi peneliti.
2. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dorongan, kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Catur Rosidati, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dorongan, kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Adikku tersayang citra yang selalu mendoakan serta memberikan semangat kepada peneliti.
viii
7. Muhammad Lutfi Daimun yang menjadi penyemangat serta berbagi suka dan duka bagi peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
8. Pewe, Ikoh, Ayu, Ika, Rois, Nurul, Siti, Upit, Zahra, Rara, dan Fitra yang memberikan semangat dan doa dalam penyusunan skripsi ini. 9. Keluarga Kesehatan Lingkungan 2011 yaitu Ayu, Ila, Ikoh, Ika, Cepol,
Pewe, Ibet, Tika, Onoy, Efri, Feela, Lifi, Niken, Rois, Ibnu, Chandra, Almen, Hari, Eka, Awal, Sarjeng, Fiya, dan Rahmatika yang yang sama-sama berjuang dalam menyelesaikan skripsi, adanya kalian semua membuat suasana kampus terasa berbeda dan menyenangkan.
10.Seluruh teman-teman Kesehatan Masyarakat 2011 yang menjadi teman seperjuangan dan tempat berbagi ilmu maupun pengalaman selama masa perkuliahan.
11.Dan seluruh pihak yang telah membantu peneliti dalam proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan secara keseluruhan.
Pada penulisan skripsi ini, peneliti merasa masih banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan bagi peneliti demi kesempurnaan skripsi ini. Terima kasih.
Jakarta, Juni 2016
ix DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR BAGAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Pertanyaan Penelitian ... 7
1.4 Tujuan ... 8
1.4.1 Tujuan Umum ... 8
1.4.2 Tujuan Khusus ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 10
1.5.1 Bagi Masyarakat ... 10
1.5.2 Bagi Peneliti ... 10
1.5.3 Bagi Puskesmas Pamulang ... 10
x
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 12
2.2 Penyebab Penyakit Demam Berdarah ... 12
2.3 Vektor Demam Berdarah Dengue ... 13
2.4 Metode Survei Vektor DBD ... 21
2.5 Kepadatan Telur Nyamuk Aedes Aegypti ... 25
2.6 Pengertian Perilaku ... 26
2.7 Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD ... 26
2.8 Pengukuran Perilaku PSN-DBD ... 34
2.9 Kerangka Teori ... 36
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 37
3.1 Kerangka Konsep ... 37
3.1 Definisi Operasional ... 40
3.3 Hipotesis ... 42
BAB IV METODE PENELITIAN ... 43
4.1 Desain Penelitian ... 43
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 43
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 44
4.4 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data... 45
4.4.1 Jenis Data ... 45
4.4.2 Metode Pengumpulan Data ... 46
4.5 Instrumen Penelitian ... 48
4.6 Pengolahan Data ... 49
4.7 Analisis Data ... 50
xi
5.1 Gambaran Umum Wilayah ... 52
5.2 Analisis Univariat ... 53
5.2.1 Gambaran Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ... 53
5.2.2 Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air ... 54
5.2.3 Gambaran Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air ... 55
5.2.3 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas ... 55
5.2.4 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air yang Tidak Lancar ... 56
5.2.5 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa ... 56
5.3 Analisis Bivariat ... 57
5.3.1 Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ... 57
5.3.2 Gambaran Perilaku Menutup Rapat Tempat Penampungan Air Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ... 58
5.3.3 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ... 59
5.3.4 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air Yang Tidak Lancar Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ... 60
5.3.5 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa Berdasarkan Tingkat Densitas TelurNyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ... 61
BAB VI PEMBAHASAN ... 63
6.1 Keterbatasan Penelitian ... 63
6.2 Gambaran Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat ... 63
xii
6.4 Gambaran Perilaku Menutup Rapat Tempat Penampungan Air Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap
... 69
6.5 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap ... 71
6.6 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air Yang Tidak Lancar Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap ... 73
6.7 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa Berdasarakan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada Ovitrap ... 74
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 77
7.1 Simpulan ... 77
7.2 Saran ... 78
7.2.1 Masyarakat ... 78
7.2.2 Puskesmas Pamulang ... 79
7.2.3 Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 40
Tabel 4.1 Sampel Penelitian... 45
Tabel 5.1Gambaran Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada
Ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015 ... 54 Tabel 5.2 Gambaran Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air di RW 01
Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015... 54
Tabel 5.3 Gambaran Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air di RW 01 Kelurahan Pamulang Tahun 2015 ... 55
Tabel 5.4 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015 ... 56
Tabel 5.5 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air yang Tidak Lancar di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015 ... 56
Tabel 5.6 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015 ... 57
Tabel 5.7 Gambaran Perilaku Menguras tempat penampungan Air Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada
Ovitrap ... 58 Tabel 5.8 Gambaran Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air
Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada
Ovitrap ... 59 Tabel 5.9 Gambaran Perilaku Mengubur Barang Bekas Berdasarkan Tingkat
Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap ... 60 Tabel 5.10 Gambaran Perilaku Memperbaiki Saluran Air Yang Tidak Lancar
Berdasarkan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada
Ovitrap ... 61 Tabel 5.11 Gambaran Perilaku Memasang Kawat Kasa Berdasarkan Tingkat
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Morfologi Nyamuk Aedes aegypti Dewasa ... 16
Gambar 2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti ... 17
Gambar 2.3 Telur Aedes sp ... 17
Gambar 2.4 Larva Aedes sp ... 18
Gambar 2.5 Pupa Aedes sp ... 19
Gambar 2.6 Nyamuk Aedes aegypti Dewasa ... 19
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 36
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk hidup
produktif. Pencegahan dan pemeliharaan kesehatan seharusnya lebih
diperhatikan daripada pengobatan. Namun saat ini hal tersebut kurang
diperhatikan oleh masyarakat sehingga masalah kesehatan belum
terselesaikan dengan baik. Di negara maju terjadi pergeseran pola penyakit
dari penyakit menular menjadi penyakit non-infeksi. Hal tersebut perlu
diperhatikan terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit
menular di Indonesia merupakan faktor utama penyebab kematian dan
morbiditas (Budiarto, 2001).
Salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi
masalah kesehatan yang utama di Indonesia adalah Demam Berdarah
Dengue (DBD). Menurut Ginanjar (2008), penyakit DBD disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti
dan Aedes albopictus yang telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita
DBD lainnya.
Kasus DBD di seluruh Amerika, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat
melebihi 1,2 juta pada tahun 2008 dan lebih dari 3 juta kasus pada tahun
2013. Tidak hanya terjadi peningkatan jumlah kasus tetapi juga terjadi
diantaranya sebanyak 500.000 kasus DBD yang memerlukan perawatan di
rumah sakit. Sebagian besar dari penderita tersebut adalah anak-anak dan
jumlah kematian mencapai 2,5% (WHO, 2014).
Jumlah penderita DBD di Indonesia pada tahun 2014 yang
dilaporkan sampai pertengahan bulan Desember adalah sebanyak 71.668
kasus dimana 641 kasus dilaporkan meninggal dunia (Kemenkes RI, 2014).
Di Provinsi Banten pada periode Januari – Desember 2014 yang sama dilaporkan terdapat 3.134 kasus DBD (IR: 27,4 per 100.000 penduduk)
dimana 40 kasus dilaporkan meninggal dunia (CFR: 1,28%) (Dinas
Kesehatan Tangerang Selatan, 2014).
Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota di Provinsi
Banten yang mempunyai kasus DBD tertinggi. Berdasarkan data kegiatan
program pengendalian DBD Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, di
kota tersebut pada tahun 2012 terdapat 842 kasus dan 5 kematian (CFR:
0,59), tahun 2013 terdapat 782 kasus dan 6 kematian (CFR: 0,77), dan tahun
2014 terdapat 774 kasus dengan 6 kematian (CFR: 0,78) dengan angka
insiden periode Januari-Desember 2014 sebesar 54,8 per 100.000 penduduk
(Dinkes Tangerang Selatan, 2014).
Berdasarkan data kegiatan program pengendalian DBD yang
diperoleh dari bagian Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Dinas
Kesehatan Tangerang Selatan tahun 2014 dapat diketahui bahwa kasus DBD
pada tujuh kecamatan di Kota Tangerang Selatan periode Januari-Desember
2014 adalah Kecamatan Pamulang dengan kasus DBD sebanyak 169 kasus
(IR: 40,31 per 100.000 penduduk), Kecamatan Ciputat Timur sebanyak 105
kasus (IR: 54,69per 100.000 penduduk), Kecamatan Setu sebanyak 131
kasus (IR: 187,19 per 100.000 penduduk), Kecamatan Serpong sebanyak
140 kasus (IR: 93,23 per 100.000 penduduk), Kecamatan Serpong Utara
sebanyak 55 kasus (IR: 54,73 per 100.000 penduduk), Kecamatan Pondok
Aren sebanyak 98 kasus (IR: 29,92 per 100.000 penduduk). Berdasarkan
data tersebut, kecamatan yang memiliki nilai IR tertinggi adalah Kecamatan
Setu, Serpong, dan Pamulang. Akan tetapi, apabila dilihat dari kepadatan
penduduk, Kecamatan Pamulang merupakan wilayah yang mempunyai
kepadatan penduduk tertinggi di Kota Tangerang Selatan yaitu sebanyak
235.328 penduduk (Dinas Kesehatan Tangerang Selatan, 2014).
Kepadatan penduduk mempunyai potensi besar untuk terjadinya
penularan penyakit DBD. Kepadatan penduduk memudahkan untuk terjadi
penularan DBD karena jarak terbang nyamuk diperkirakan 50 meter
(Sukamto, 2007). Selain itu menurut informasi umum DBD (2011)
kepadatan penduduk sangat berpengaruh pada kejadian kasus DBD, makin
padat penduduk makin tinggi kasus DBD di kota tersebut.
Kelurahan Pamulang Barat merupakan salah satu wilayah endemis
DBD yang mempunyai jumlah penduduk yang cukup padat dibandingkan
dengan kelurahan lainnya yang terdapat di Kecamatan Pamulang. Hal
tersebut tercatat dari data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan yaitu Kelurahan Pamulang Barat memiliki jumlah
penduduk sebanyak 45.869 penduduk, sedangkan kelurahan lainnya seperti
penduduk, Kelurahan Pamulang Timur sebanyak 27.354 penduduk,
Kelurahan Pondok Cabe Udik sebanyak 25.725 penduduk, Kelurahan
Pondok Cabe Ilir 19.713 penduduk, Kelurahan Benda Baru sebanyak 29.635
penduduk, Kelurahan Bambu Apus sebanyak 16.421, dan Kelurahan
Kedaung sebanyak 35.666 penduduk (Dinas Kesehatan Tangerang Selatan,
2014).
Selain memiliki jumlah penduduk yang cukup banyak, Kelurahan
Pamulang Barat merupakan kelurahan yang mempunyai kasus DBD cukup
tinggi pada periode Januari-Desember 2014 yaitu sebanyak 33 kasus (IR:
71,94 per 100.000 penduduk. Akan tetapi nilai ABJ pada kelurahan tersebut
telah mencapai ≥ 95% (Puskesmas Pamulang, 2014).
Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang
seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan
dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2013). Tindakan pencegahan
merupakan tindakan pilihan yang terbaik (Rusli, 2009). Oleh karena itu
salah satu tindakan pencegahan peningkatan kasus DBD adalah
diperlukannya pengendalian vektor dari penyakit DBD untuk menurunkan
atau menekan populasi vektor (Sumantri, 2010).
Pengendalian vektor DBD diperlukan karena nilai dari kepadatan
vektor tersebut dapat mempengaruhi kejadian DBD. Hal tersebut dibuktikan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Wuryaningsih (2013) yang
menyatakan bahwa kejadian DBD terjadi pada wilayah yang mempunyai
hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukamto (2007) juga menyatakan
bahwa kepadatan telur nyamuk berhubungan dengan kejadian DBD.
Survei kepadatan vektor DBD dapat dilakukan dengan menggunakan
ovitrap atau yang lebih dikenal dengan perangkap telur. Ovitrap berfungsi
untuk mengurangi populasi nyamuk melalui pemutusan rantai kehidupan
nyamuk mulai dari fase telur. Padel diperiksa untuk menemukan dan
menghitung jumlah telur yang terperangkap. Presentasi ovitrap yang positif
menginformasikan tingkat paparan nyamuk Aedes spp. Jumlah telur
digunakan untuk estimasi populasi nyamuk betina dewasa (Morato et al.
2005 dalam Fatmawati, 2014).
Pengendalian populasi nyamuk Aedes aegypti dapat dilakukan
dengan meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor (Kemenkes RI,
2013). Salah satu cara untruk meminimalkan habitat perkembangbiakan
vektor dapat dilakukan dengan pelaksanaan PSN untuk mengendalikan
vektor DBD dengan cara memutus rantai penularan nyamuk. Pernyataan
tersebut didukung dalam penelitian yang dilakukan oleh Novitasari, dkk
(2013) bahwa perilaku PSN-DBD berhubungan dengan keberadaan jentik
DBD. Sejalan dengan penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh
Riyadi,dkk (2012) menyatakan bahwa tindakan PSN-DBD berhubungan
dengan densitas larva Aedes aegypti.
Kemenkes RI (2014) keberhasilan PSN DBD dapat diukur dengan
Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ ≥ 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Namun, dari 33 kasus DBD yang terjadi di
pada tahun yang sama di Puskesmas Pamulang tercatat dari 25 RW yang
terdapat di Kelurahan Pamulang Barat, RW 01 merupakan RW yang
memiliki ABJ terendah yaitu 90% (Puskesmas Pamulang, 2014).
Kegiatan PSN-DBD dapat mengendalikan populasi nyamuk Aedes
aegeypti dan keberhasilan pelaksanaan PSN-DBD tersebut ditandai dengan
ABJ yang menunjukkan ≥95%. Selain tindakan pengendalian, perlu juga
pengamatan status vektor salah satunya berupa indeks ovitrap. Maka
peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan perilaku PSN-DBD
dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01
Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.
1.2 Rumusan Masalah
Kelurahan Pamulang Barat merupakan kelurahan endemis DBD
dengan kasus sebanyak 33 kasus (IR: 71,94 per 100.000 penduduk) pada
periode Januari-Desember 2014, selain itu Kelurahan Pamulang Barat
merupakan kelurahan yang memiliki jumlah penduduk terpadat di
Kecamatan Pamulang, yaitu sebanyak 45.869 penduduk, sehingga
memudahkan penularan DBD.
Berdasarkan data laporan jumantik pada tahun 2014 tercatat dari 25
RW yang terdapat di Kelurahan Pamulang Barat, RW 01 merupakan RW
yang memiliki ABJ terendah yaitu 90%. Nilai ABJ dapat digunakan sebagai
indikator keberhasilan pelaksanaan PSN-DBD karena kegiatan PSN-DBD
Disamping tindakan pengendalian, diperlukan juga pengamatan
mengenai status vektor dengan mengetahui kepadatan dari vektor tersebut.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui “Hubungan Perilaku
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue (DBD)
dengan Tingkat Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti pada Ovitrap di RW
01 Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2015”.
1.3 Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana gambaran tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada
ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?
b. Bagaimana gambaran perilaku menguras tempat penampungan air di
RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?
c. Bagaimana gambaran perilaku menutup tempat penampungan air di RW
01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?
d. Bagaimana gambaran perilaku mengubur barang bekas di RW 01
Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?
e. Bagaimana gambaran perilaku memperbaiki saluran air yang tidak
lancardi RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?
f. Bagaimana gambaran perilaku memasang kawat kasa di RW 01
Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?
g. Apakah ada hubungan antara perilaku menguras tempat penampungan
air dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di
h. Apakah ada hubungan antara perilaku menutup tempat penampungan air
dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW
01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?
i. Apakah ada hubungan antara perilaku mengubur barang bekas dengan
tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01
Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?
j. Apakah ada hubungan antara memperbaiki saluran air yang tidak lancar
dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW
01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?
k. Apakah ada hubungan antara perilaku memasang kawat kasa dengan
tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01
Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan perilaku PSN-DBD dengan tingkat
densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan
Pamulang Barat tahun 2015.
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran tingkat densitas telur nyamuk Aedes
aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun
2015.
b. Mengetahui gambaran perilaku menguras tempat penampungan
c. Mengetahui gambaran perilaku menutup tempat penampungan air
di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.
d. Mengetahui gambaran perilaku mengubur barang bekas di RW 01
Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.
e. Mengetahui gambaran memperbaiki saluran air yang tidak lancar
di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.
f. Mengetahui gambaran perilaku memasang kawat kasa di RW 01
Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.
g. Mengetahui hubungan antara perilaku menguras tempat
penampungan air dengantingkat densitas telur nyamuk Aedes
aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun
2015.
h. Mengetahui hubungan antara perilaku menutup tempat
penampungan air dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes
aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun
2015.
i. Mengetahui hubungan antara perilaku mengubur barang bekas
dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap
di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.
j. Mengetahui hubungan antara memperbaiki saluran air yang tidak
lancar dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada
k. Mengetahui hubungan antara perilaku memasang kawat kasa
dengan tingkat densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap
di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat tahun 2015.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Masyarakat
Sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai
pentingnya PSN dalam upaya pengendalian vektor DBD.
1.5.2 Bagi Peneliti
Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai
hubungan perilaku PSN-DBD dengan tingkat densitas telur nyamuk
Aedes aegypti pada ovitrap.
1.5.3 Bagi Puskesmas Pamulang
Dapat memberikan informasi kepada Puskesmas Pamulang
untuk menentukan kebijakan atau program dalam rangka menurunkan
angka kejadian DBD di Kelurahan Pamulang Barat, Tangerang
Selatan.
1.5.4 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
Menambahkan informasi kepada Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan yaitu berupa data mengenai tingkat densitas telur
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berjudul hubungan perilaku PSN-DBD dengan tingkat
densitas telur nyamuk Aedes aegypti pada ovitrap di RW 01 Kelurahan
Pamulang Barat, Kota Tangerang Selatan tahun 2015. Penelitian ini telah
dilakukan di RW 01 Kelurahan Pamulang Barat yaitu dengan sampel
sebanyak 235 rumah. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Data yang
digunakan untuk mengetahui jumlah kasus DBD dan ABJ pada penelitian ini
dengan menggunakan data sekunder mengenai jumlah kasus kejadian DBD
dan ABJ tahun 2014 yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan dan Puskesmas Pamulang. Data yang digunakan untuk mengetahui
perilaku PSN-DBD adalah data primer yang didapatkan dengan metode
wawancara dengan menggunakan kuesioner dan data kepadatan telur
nyamuk Aedes aegypti didapatkan dengan metode observasi telur nyamuk
12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit DBD adalah penyakit menular yang diakibatkan oleh virus
dengue dan disebarluaskan oleh nyamuk terutama spesies Aedes aegypti.
WHO menggolongkan penyakit ini ke dalam penyakit infeksi baru yang
sedang muncul dan meningkat karena semakin meluasnya sebaran geografis
serta semakin meningkatnya jumlah penduduk yang terkena. Lebih dari 2,5
miliar penduduk dunia berisiko terkena penyakit DBD dengan mayoritas
atau sekitar 70% populasi hidup di kawasan Asia Pasifik (Pratamawati,
2012).
Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit demam virus
akut yang disertai sakit kepala, nyeri otot, sendi, dan tulang penurunan
jumlah sel darah putih dan ruam-ruam (Sucipto, 2011). Penyakit DBD
menyerang semua orang tidak terbatas oleh kelompok umur tertentu.
Hingga saat ini proporsi kasus DBD yang terbanyak adalah pada golongan
anak-anak. Namun dalam dekade ini proporsi kasus DBD pada golongan
umur dewasa cenderung meningkat (Rusli, 2009).
2.2 Penyebab Penyakit Demam Berdarah
Penyakit DBD disebabkan oleh infeksi virus dengue yang terdiri dari
gigitan nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang telah
terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD lainnya. Virus penyebab
DBD adalah virus dengue anggota dari genus flavivirus (Arbovirus group
B). Maksud dari Arbovirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
yang ditularkan oleh antrophoda (Ginanjar, 2008).
Menurut Depkes RI (2007), keempat virus tersebut terdapat
diberbagai daerah di Indonesia. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Badan Litbang Departemen Kesehatan RI menujukkan bahwa Dengue
DEN-3 merupakan serotype virus dominan yang menyebabkan kasus berat.
Selain itu, adanya kebiasaan masyarakat menampung air untuk
keperluan sehari-hari seperti menampung air hujan, menampung air sumur
atau membeli air di penjual air sehingga bak mandi atau drum/tempayan
jarang dikuras berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Ada
pula kebiasaan masyarakat menyimpan barang-barang bekas tetapi kurang
rajin memeriksa lingkungan terhadap adanya air yang tertampung di dalam
tempat penampungan air (TPA) serta kurang melaksanakan kebersihan
lingkungan, akibatnya anjuran 3M Plus (Menguras, Menutup, dan Mengubur
Plus menaburkan larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, serta
pemakaian insektisida rumah tangga) untuk mencegah DBD belum
terlaksana secara efektif (Pratamawati, 2012).
2.3 Vektor Demam Berdarah Dengue
Hadinegoro (1999) menjelaskan bahwa penyakit DBD tidak
vektor yaitu nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Di
Indonesia nyamuk Aedes agypti tesebar luas di seluruh pelosok tanah air,
baik di kota ataupun di desa kecuali di wilayah yang ketinggiannya lebih
dari 100 meter diatas permukaan laut. Aedes aegypti adalah salah satu vektor
yang efisien untuk arbovirus karena nyamuk ini sangat antropofilik dan
hidup dekat manusia dan sering hidup di dalam rumah.
Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu musim hujan
karena terdapat genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembang
biak nyamuk betina Aedes aegypti. Selain nyamuk betina Aedes aegypti,
nyamuk Aedes albopictus juga salah satu vektor penyebar penyakit demam
berdarah. Akan tetapi peranan nyamuk Aedes albopictus kurang
dibandingkan dengan nyamuk Aedes aegypti hal tersebut karena nyamuk
tersebut tinggal di kebun atau semak-semak sehingga kontak dengan
manusia hanya sedikit, sedangkan nyamuk Aedes aegypti berada di sekitar
rumah dimana manusia tinggal (Hadinegoro, 1999).
Menurut PPM-PL (2002) yang dikutip dalam Sukamto (2007),
nyamuk Aedes aegypti akan menjadi vektor apabila:
a. Ada virus dengue pada orang yang dihisap darahnya, yaitu orang sakit
DBD, 1-2 hari sebelum demam atau 4-7 hari selama demam.
b. Nyamuk hanya akan bisa menularkan penyakit apabila umurnya lebih
dari 10 hari, oleh karena masa inkubasi extrinsik virus di dalam tubuh
nyamuk 8-10 hari. Untuk nyamuk bisa mencapai umur lebih dari 10 hari
perlu tempat hinggap istirahat yang cocok dan kelembaban tinggi, karena
tubuhnya luas dan menyebabkan penguapan tinggi, bila kelembaban
rendah nyamuk akan mati kering. Tempat hinggap tersedia oleh adanya
lingkungan fisik dan kelembaban dipengaruhi oleh lingkungan fisik
(curah hujan) atau lingkungan biologi (tanaman hias atau tanaman
pekarangan).
c. Untuk dapat menularkan penyakit dari orang ke orang nyamuk harus
menggigit manusia yang mengandung virus dengue.
d. Untuk bisa bertahan hidup maka jumlah nyamuk harus banyak karena
musuhnya banyak (manusia dan sebagai makanan hewan seperti ikan
kepala timah; katak; cicak).
e. Nyamuk juga harus tahan terhadap virus, karena virus akan
memperbanyak diri di dalam tubuh nyamuk dan bergerak dari lambung,
menembus dinding lambung, dan kelenjar ludah nyamuk. Pemberantasan
vektor tidak selalu berarti pemberantasan nyamuk bisa juga dengan cara
mengurangi salah satu dari 5 (lima) syarat tadi. Bila banyak nyamuk
Aedes aegypti belum tentu merupakan musim penularan, karena kalau
tidak ada sumber penularan atau umur nyamuk pendek tidak bisa
menjadi vektor.
A. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna
hitam kecoklatan dengan ukuran tubuh antara 3-4cm, dengan
mengabaikan panjang kakinya. Nyamuk jantan dan betina tidak
tubuh lebih kecil daripada betina dan terdapat rambut-rambut tebal
pada antena nyamuk jantan (Ginanjar, 2008).
Menurut Sungkar (2005) yang dikutip di dalam Sucipto (2011),
bagian tubuh nyamuk Aedes aegypti dewasa secara umum terdiri atas
kepala, dada (thorax), dan perut (abdomen). Tanda khas Aedes aegypti
berupa gambaran lyre pada bagian dorsal thorax (mesonotum) yaitu
sepasang garis putih yang sejajar di tengah dan garis lengkung putih
yang lebih tebal pada setiap sisinya. Probosis berwarna hitam,
skutelum bersisik lebar berwarna putih dan abdomen berpita putih pada
bagian basal. Ruas tarsus kaki belakang berpita putih. Berikut
merupakan morfologi dari nyamuk Aedes aegypti dewasa:
B. Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti
Perkembangan nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa
memerlukan waktu sekitar 10-12 hari dan hanya nyamuk betina saja
yang menggigit dan menghisap darah serta memilih darah manusia
[image:32.595.137.508.190.570.2]untuk mematangkan telurnya. Umur nyamuk tersebut sekitar 2 minggu
Gambar 2.1
sampai 3 bulan atau rata-rata 11/2 bulan, tergantung dari suhu
kelembaban udara disekelilingnya (Hadinegoro, 1999).
Adapun stadium telur, larva, pupa sampai menjadi nyamuk
dewasa adalah sebagai berikut:
1. Telur
Nyamuk Aedes aegypti betina dapat bertelur rata-rata 100
butir. Telur Aedes berikuran kecil (± 50 mikron), berwarna hitam,
tampak bulat panjang dan berbentuk oval. Di alam bebas telur
nyamuk diletakkan satu per satu menempel pada dinding
wadah/tempat perindukan terlihat sedikit di atas permukaan air.
Telur tersebut menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva
(Ginanjar, 2008).
Gambar 2.2
Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Sumber: Kemenkes RI, 2013
[image:33.595.137.512.148.519.2]2. Larva (Jentik)
Setelah telur menetas tumbuh menjadi larva yang disebut
larva stadium I (instar I). Kemudian larva stadium I ini melakukan
3 kali pengelupasan kulit (ecdysis atau moulting), berturut-turut
menjadi larva stadium 2, 3, dan larva stadium 4. Larva stadium
akhir ini lalu melakukan pengelupasan kulit dan berubah bentuk
menjadi stadium pupa. Larva stadium 4 berukuran 7x4 mm,
mempunyai pelana yang terbuka, bulu sifon satu pasang, dan gigi
sisir yang berduri lateral. Dalam air di wadah, larva Aedes bergerak
sangat lincah dan aktif dengan memperlihatkan gerakan-gerakan
naik ke permukaan air dan turun ke dasar wadah secara
berulang-ulang. Jentik dalam kondisi yang sesuai akan berkembang dalam
waktu 6-8 hari dan kemudian berubah menjadi pupa (kepompong).
3. Pupa
Pupa nyamuk berbentuk seperti koma. Kepala dan dadanya
bersatu dilengkapi sepasang terompet pernapasan. Stadium pupa
ini adalah stadium tak makan. Jika terganggu dia akan bergerak
naik turun di dalam wadah air. Dalam waktu lebih kurang dua hari,
dari pupa akan muncul nyamuk dewasa.
Sumber: Kemenkes RI, 2013
4. Nyamuk Dewasa
Nyamuk setelah muncul dari kepompong akan mencari
pasangan untuk mengadakan perkawinan. Setelah kawin, nyamuk
siap mencari darah untuk perkembangan telur demi keturunannya.
Nyamuk jantan setelah kawin akan istirahat, dia tidak menghisap
darah tetapi cairan tumbuhan sedangkan nyamuk betina menggigit
dan menghisap darah orang.
C. Perilaku Nyamuk Aedes Aegypti
Berikut ini merupakan penjelasan dari perilaku nyamuk Aedes
aegypti yang meliputi perilaku makan, istirahat, dan jarak terbang
(WHO, 2004);
Sumber: Kemenkes RI, 2013
Gambar 2.5 Pupa Aedes sp.
Sumber: http://www.nacionaltucuman.com
Gambar 2.6
[image:35.595.136.514.90.573.2]1. Perilaku Makan
Nyamuk Aedes aegypti betina bersifat antropofilik atau
yang dikenal dengan menyukai darah manusia walaupun nyamuk
tersebut juga dapat memakan hewan yang berdarah panas lainnya.
Sedangkan nyamuk Aedes aegypti jantan menghisap cairan
tumbuhan atau sari bunga. Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal,
yaitu mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit
biasanya mulai dari pagi sampai sore hari dengan dua puncak
aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Selain itu
nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah
berulang kali (multiple bites) atau lebih dari satu orang. Menurut
Kemenkes RI (2013), kebiasaan menghisap darah berulang kali
(multiple bites) atau lebih dari satu orang adalah untuk memenuhi
lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat
efektif sebagai penular penyakit.
2. Perilaku Istirahat
Setelah menghisap darah nyamuk Aedes aegypti suka
bersitirahat didalam rumah atau kadang diluar rumah, berdekatan
dengan tempat perkembangbiakannya. Tempat hinggap yang
disenangi adalah benda yang menggantung seperti pakaian,
kelambu, atau tumbuhan di dekat tempat perkembangbiakannya.
Biasanya ditempat yang gelap dan lembab nyamuk menunggu
3. Jarak Terbang
Penyebaran nyamuk Aedes aegypti betina dipengaruhi oleh
beberpa faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah,
tetapi dengan batas jarak 100 meter dari tempat kemunculan.
Namun, penelitian terbaru di Peurto Rico menunjukkan bahwa
nyamuk ini dapat menyebar lebih dari 400 meter terutama untuk
tempat bertelur (WHO, 2004).
2.4 Metode Survei Vektor DBD
Menurut Kemenkes RI (2013), metode survei vektor DBD dapat
dilakukan dengan cara survei telur, survei jentik, dan survei nyamuk, seperti;
A. Survei Telur
Survei telur dilakukan dengan memasang Oviposition Trap atau
yang biasa dikenal dengan sebutan ovitrap merupakan perlengkapan
perangkap telur sangat berguna untuk deteksi dini terhadap gangguan
yang baru berlangsung di wilayah nyamuk yang sebelumnya telah
dibasmi. Perangkap telur nyamuk yang dilengkapi dengan
rendaman/infusi jerami telah terbukti sebagai metode surveilans Aedes
aegypti yang sangat reproduktif dan efisien di wilayah perkotaan dan
juga telah terbukti berguna untuk mengevaluasi program-program
pengendalian (WHO, 2004).
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Polson, et al
(2002) yang menyatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti betina lebih
berisikan air keran. Jenis rumput yang digunakan dapat
bermacam-macam jenis seperti pada penelitian Singh et all (2005) menggunakan
rendaman rumput jenis Cynadon dactyloni, penelitian Santos et all
(2003) menggunakan rumput jenis Eleusine indica (Poaceae), penelitian
Tang et all (2007) menggunakan jenis rumput Axonopus commpressus
dan penelitian Santana et all (2006) menggunakan rumput jenis Panicum
maximum. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Hoel, et al
(2011) menyatakan bahwa ovitrap yang berwarna hitam lebih menarik
nyamuk dalam mencari tempat untuk bertelur.
Perangkap telur atau ovitrap adalah peralatan yang terdiri dari
tabung gelas kecil bermulut lebar yang di cat hitam bagian luarnya.
Tabung gelas tersebut dilengkapi dengan tongkat kayu (pedel) yang
dijepit vertikal di bagian dalam tabung dan bagian kasarnya menghadap
kearah dalam.Tabung separuhnya diisi dengan air dari rendaman jerami
yang telah direndam selama tujuh hari dan ditempatkan di lokasi yang
diduga menjadi habitat nyamuk, biasanya di dalam atau di lingkungan
sekitar rumah (WHO, 2004).
Padel diperiksa untuk menemukan dan menghitung jumlah telur
yang terperangkap. Presentasi ovitrap yang positif menginformasikan
tingkat paparan nyamuk Aedes aegypti. Jumlah telur digunakan untuk
estimasi populasi nyamuk betina dewasa (Morato et al. 2005 dalam
Fatmawati, 2014). Selain itu, menurut Wahyuningsih (2007) yang
dikutip dari Fatmawati, dkk (2014) menyatakan bahwa ovitrap indeks
adanya kelimpahan larva Aedes aegypti sebagai vektor DBD
dibandingkan dengan indikator lama seperti House Index dan Breteu
Index. Pemeriksaan padel dilakukan setelah 1 minggu pemasangan
ovitrap. Berikut merupakan cara untuk mengetahui ovitrap indeks;
Berikut merupakan gambar Ovitrap;
[image:39.595.136.494.202.509.2]Gambar 2.7
Ovitrap dan Padel dengan Telur Aedes aegypti
B. Survei Jentik
Metode survei ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan
terhadap semua media perairan yang potensial sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti baik di dalam maupun di luar
rumah. Setiap media perairan potensial dilakukan pengamatan jentik
selama 3-5 menit menggunakan senter. Hasil survei jentik dicatat dan
dilakukan analisis perhitungan sebagai berikut:
1) Angka Bebas Jentik (ABJ)
ABJ adalah presentase pemeriksaan jentik yang dilakukan di
semua desa/kelurahan setiap tiga bulan oleh petugas puskesmas pada
rumah-rumah penduduk yang diperiksa secara acak.
2) House Indeks (HI)
HI adalah presentasi jumlah rumah yang ditemukan jentik
yang dilakukan di semua desa/kelurahan oleh petugas puskesmas
setiap tiga bulan pada rumah-rumah yang diperiksa secara acak.
3) Container Indeks (CI)
CI adalah presentase pemeriksaan jumlah container yang
diperiksa yang ditemukan jentik pada container di rumah penduduk
yang dipilih secara acak.
4) Breteau Indeks (BI)
BI adalah presentase pemeriksaan jumlah container yang
diperiksa yang ditemukan jentik di rumah penduduk yang dipilih
secara acak.
C. Survei Nyamuk
Survei nyamuk dilakukan dengan cara menangkap nyamuk yang
hinggap di badan (human landing collection/ HLC) dan hinggap di
dinding dalam rumah atau tempat lainnnya seperti baju yang
menggantung, kelambu, horden dan sebagainya. Hasil penangkapan
nyamuk dianalisis dengan angka kepadatan nyamuk perorang perjam
(man hour density/MHD), angka kepadatan nyamuk perorang perhari
(man bitting rate/ MBR), dan angka hinggap di dinding ( resting rate/
RR) seperti;
1) Man Hour Density/MHD
2) Man Bitting Rate/ MBR
3) Resting Rate/ RR
2.5 Kepadatan Telur Nyamuk Aedes Aegypti
Kerapatan populasi adalah besarnya populasi dalam hubungannya
dengan beberapa satuan ruangan. Umumnya dinyatakan sebagai jumlah
individu atau biomas populasi per satuan aeral atau volume. Kerapatan
berubah (berkurang atau bertambah) (Sudarsono, 2008). Pengukuran
kelimpahan atau kepadatan jumlah telur pada ovitrap dapat dihitung dengan
mengetahui rata-rata jumlah telur nyamuk per satuan ovitrap (Fatmawati,
2014) yaitu;
2.6 Pengertian Perilaku
Perilaku manusia merupakan aktivitas atau kegiatan dari manusia itu
sendiri. Kegiatan tersebut merupakan hasil hubungan antara stimulus dan
respon terhadap stimulus tersebut. Jadi, dapat diartikan bahwa perilaku
adalah kegiatan atau aktivitas manusia itu sendiri yang dapat diamati
(Notoatmodjo, 2007).
2.7 Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD
Perilaku pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD biasa dikenal
dengan kegiatan 3M namun kegiatan tersebut telah diintensifkan sejak tahun
1992 dan pada tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus. Menurut
Kemenkes RI (2013), pengendalian fisik (PSN 3M) merupakan alternatif
utama pengendalian vektor DBD melalui upaya pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) dengan cara menutup, menguras, dan mengubur/mendaur
ulang (3M). PSN sebaiknya dilakukan setiap minggu sehingga terjadi
pemutusan rantai pertumbuhan pra dewasa nyamuk tidak menjadi dewasa.
Sasaran dari PSN 3M adalah semua tempat potensial pekembangbiakan
sehari-hari, tempat penampungan air bukan keperluan sehari-hari
(non-TPA), dan tempat penampungan air alamiah.
Pemberantasan nyamuk Aedes aegypti bertujuan untuk menurunkan
angka kejadian DBD. Pemberantasan nyamuk tersebut dapat dilakukan
dengan upaya pemberantasan sarang nyamuk DBD (PSN-DBD). Menurut
penelitin yang dilakukan oleh Riyadi, dkk (2012) menyatakan bahwa
tindakan PSN-DBD berhubungan dengan densitas larva Aedes aegypti.
Habitat perkembangbiakan Aedes aegypti ialah tempat-tempat yang
dapat menampung air di dalam, di luar atau sekitar rumah serta
tempat-tempat umum. Habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2013);
A. Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari
seperti drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi, dan ember.
B. Tempat Penampungan Air (TPA) bukan untuk keperluan
sehari-hari seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut,
bak kontrol pembuangan air, tempat pembuangan air
kulkas/dispenser, barang-barang bekas (ban, kaleng, botol,
plastik, dan lainnya).
C. Tempat Penampungan Air (TPA) alamiah seperti lubang pohon,
lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang
Menurut Kemenkes RI (2013) PSN 3M Plus dapat dilakukan dengan cara;
1. Menguras Tempat Penampungan Air (TPA)
Menguras adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan
tempat penampungan air minimal seminggu sekali seperti kolam renang,
bak mandi, ember air, penampungan air dibelakang kulkas,
penampungan air dispenser (Pratamawati, 2012). Menurut Sungkar
(2005), menggosok dinding bagian dalam dari bak mandi, dan semua
tempat penyimpanan air secara teratur sekurang-kurangnya seminggu
sekali dapat menyingkirkan telur nyamuk.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jaya (2013), perilaku
menguras tempat penampungan air berhubungan dengan keberadaan
larva Aedes aegypti. Sejalan dengan penelitian tersebut, dalam penelitian
Ramlawati, dkk (2014) menyatakan bahwa pelaksanaan menguras
tempat penampungan air berhubungan dengan densitas larva Aedes
aegypti. Tempat penampungan air merupakan tempat yang disukai oleh
Aedes aegypti untuk berkembang biak, karena Aedes aegypti
memerlukan air untuk meletakkan telurnya agar cepat menetas
(Kemenkes RI, 2013).
2. Menutup Rapat Tempat Penampungan Air (TPA)
Menutup rapat tempat penampungan air adalah memberi tutup
yang rapat pada tempat air ditampung seperti bak mandi, kendi, gentong
air (Pratamawati, 2012). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jaya
(2013) perilaku menutup tempat penampungan air berhubungan dengan
dilakukan Ramlawati (2014) menyatakan bahwa tindakan menutup
tempat penampungan air tidak berhubungan dengan densitas larva Aedes
aegypti.
Menurut Sungkar (2005), ternyata TPA tertutup lebih sering
mengandung larva dibandingkan dengan TPA yang terbuka. Hal tersebut
karena penutup TPA jarang tertutup dengan baik dan sering dibuka
untuk mengambil air didalamnya. TPA yang tutupnya longgar seperti
itu, lebih disukai nyamuk untuk tempat bertelur karena ruangannya lebih
gelap daripada tempat air yang tidak tertutup sama sekali.
3. Mengubur Barang-Barang Bekas yang Dapat Menampung Air Hujan
Kegiatan mengubur barang bekas adalah memendam di dalam
tanah sampah plastik atau barang bekas yange memiliki potensi
menampung air hujan sehingga dapat menjadi tempat nyamuk Aedes
aegypti berkembang biak (Pratamawati, 2012). Pada penelitian Suyasa
(2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara keberadaan
kontainer dengan keberadaan vektor DBD.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ramlawati, dkk (2014)
tindakan mengubur barang bekas tidak dapat dihubungkan dengan
densitas larva Aedes aegypti. Hal tersebut berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Desniawati (2014) yaitu pelaksanaan mengubur
4. Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan Minimal Seminggu Sekali
Menurut Saniambara et. al (2003) yang dikutip oleh Suyasa
(2008) menyatakan bahwa nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang
biak di tempat penampungan air bersih dan yang tidak beralaskan tanah,
seperti bak mandi, drum dan kaleng bekas, tempat minum burung dan
pot tanaman hias. Keberadaan pot tanaman hias di rumah khusunya yang
menggunakan media air sebagai pertumbuhan pada kenyataannya
terdapat genangan air. Genangan air tersebut dijadikan sebagai breeding
place atau tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti (Suyasa,
2008).
Penggantian air pada vas bunga dan tempat minuman hewan
dapat dilakukan dengan membuang air yang lama dengan menggantinya
dengan air yang baru secara rutin minimal seminggu sekali. Hal tersebut
dilakukan agar telur nyamuk yang terdapat dalam vas bunga atau tempat
minum hewan terbuang bersama air yang lama.
5. Memperbaiki Saluran dan Talang Air yang Tidak Lancar/Rusak
Saluran air dan talang air yang tidak lancar/rusak harus
diperbaiki karena dapat menyebabkan air menggenang sehingga dapat
menjadi tempat potensial nyamuk Aedes aegypti berkembang biak
(Kemenkes RI, 2013). Nyamuk Aedes aegypti tidak hanya berkembang
biak pada air bersih, namun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hadi (2006) air yang terpolusi dapat menjadi tempat perindukan dan
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Dalam penelitian yang
antara pelaksanaan memperbaiki saluran air dan talang air yang tidak
lancar dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
6. Menutup Lubang-Lubang Pada Potongan Bambu/Pohon dengan Tanah
Menurut Saniambara (2003) yang dikutip dalan Suyasa (2008)
selain bak mandi, drum dan kaleng bekas, tempat minum burung dan pot
tanaman hias yang dapat dijadikan tempat berkembang biak nyamuk
Aedes aegypti, kadang-kadang ditemukan juga di pelepah daun, lubang
pagar/bambu, dan lubang tiang bendera. Selain itu menurut Macdonald
(1967) yang dikutip dalam Hadi (2006) menyatakan bahwa tempat
perindukan nyamuk Aedes aegypti adalah tempat-tempat yang dapat
menampung air yang mengandung bahan-bahan organik yang
membusukd an tempat-tempat yang digunakan oleh manusia sehari-hari,
seperti bak mandi, drum air, kaleng bekas, ketiak daun, dan lubang
lubang batu.
7. Kegiatan Plus PSN 3M
a. Menaburkan Bubuk Larvasida
Menaburkan bubuk larvasida dikenal dengan istilah abatisasi.
Abatisasi merupakan penggunaan larvasida temefos (abate) untuk
memberantas larva Aedes aegypti. Temefos yang digunakan berbetuk
butir pasir dengan dosis 1 ppm artinya 1 bagian abate dalam satu
juta bagian air atau I gram Temefos SG (sand granuler) 1% per 10
liter air. Abatisasi pada tempat penampungan air mempunyai efek
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Desniawati (2014) menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara abatisasi dengan keberadaan
larva Aedes aegypti.
b. Memelihara Ikan Pemakan Jentik Di Kolam/Bak Penampung Air
Memelihara ikan pemakan jentik merupakan salah satu cara
pengendalian vektor DBD dengan menggunakan metode biologi.
Pengendalian tersebut dapat menggunakan predator/pemangsa,
parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa vektor
DBD. Jenis predator yang digunakan adalah ikan pemakan jentik
seperti cupang, tampalo, gabus, dan guppy (Kemenkes RI, 2013).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jaya (2013) memelihara
ikan pemakan jentik tidak berhubungan dengan keberadaan larva
Aedes aegypti.
c. Memasang Kawat Kasa
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suyasa (2008)
pemakaian kawat kasa tidak berhubungan dengan keberadaan vektor
DBD, tidak adanya hubungan tersebut karena kasa anti nyamuk
belum dianggap sebagai alternatif praktis diperkotaan selain itu ada
kecenderungan pemasangan kasa anti nyamuk tidak pada semua
pintu maupun jendela yang ada di rumah. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian Desniawati (2014) yaitu tidak adanya hubungan
antara pemasangan kawat kasa dengan keberadaan larva Aedes
d. Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian
Menurut Sucipto (2011) tempat hinggap yang disenangi
nyamuk Aedes aegypti adalah benda-benda yang menggantung
seperti pakaian, kelambu atau tumbuh-tumbuhan yang dekat dengan
tempat perkembangbiakannya biasanya tempat yang gelap dan
lembab. Sejalan dengan pernyataan tersebut, penelitian yang
dilakukan oleh Suyasa (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan
antara kebiasaan menggantung pakaian dengan keberadaan vektor
DBD di wilayah kerja Puskesmas 1 Denpasar Selatan.
e. Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi Ruang Optimal
Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat yang gelap dan
lembab karena pada tempat seperti itulah nyamuk Aedes aegypti
betina menunggu proses pematangan telurnya (Sucipto, 2011).
Menurut KepMenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang
persyaratan kesehatan rumah tinggal diketahui bahwa syarat luas
lubang ventilasi minimal berukuran 10% dari luas lantai rumah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayuningsih, dkk
(2014) menyatakan bahwa pencahayaan di dalam rumah mempunyai
hubungan dengan kepadatan nyamuk Aedes aegypti. Sejalan dengan
penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Desniawati (2014)
menyatakan bahwa adanya hubungan antara mengupayakan
pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai dengan keberadaan
f. Menggunakan Kelambu
Penggunaan kelambu merupakan perlindungan dari gigitan
nyamuk (Sungkar, 2005). Kelambu dapat digunakan saat tidur
terutama pada pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00 untuk
menghindari gigitan nyamuk pada saat tidur sebagai upaya
perseorangan (Kemenkes RI, 2013). Namun menurut Sucipto (2011)
kelambu merupakan salah satu benda yang menggantung yang
disenangi nyamuk Aedes aegypti.
g. Memakai Obat yang Dapat Mencegah Gigitan Nyamuk
Upaya perlindungan perorangan yang dapat dilakukan untuk
mencegah gigitan nyamuk adalah memakai obat yang dapat
mencegah gigitan nyamuk (Sungkar, 2005). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Sumantri dkk (2013) terdapat hubungan bermakna
antara kebiasaan memakai lotion nyamuk dengan kejadian DBD di
Kota Pontianak.
2.8 Pengukuran Perilaku PSN-DBD
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni
dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
beberapa jam, hari, bulan yang lalu (recall). Pengukuran perilaku juga dapat
dilakukan secara langsung yaitu dengan melakukan observasi terhadap
tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo, 2007).
Pada penlitian ini pengukuran perilaku PSN-DBD dilakukan secara
dengan wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner
mengenai perilaku PSN-DBD terkait perilaku menguras tempat
penampungan air, menutup tempat penampungan air, mengubur barang
bekas, perilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar dan perilaku
menggunakan kawat kasa. Sedangkan pengukuran perilaku PSN-DBD
36 2.9 Kerangka Teori
Berdasarkan teori dan penelitian diatas, maka diperoleh kerangka teori sebagai berikut
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi Teori dan penelitian dari Kemenkes RI (2013), Hadinegoro (1999), Jaya (2013), Suyasa (2008), Hadi (2006), Sucipto (2011), Ayuningsih (2011), Desniawati
(2014) dan Ramlawati, dkk (2014). Perilaku PSN:
1. Menguras Tempat Penampungan Air (TPA).
2. Menutup Tempat Penampungan Air (TPA).
3. Mengubur barang-barang bekas. 4. Mengganti air vas bunga dan tempat
minum hewan.
5. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak.
6. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah.
7. Menabur bubuk abate.
8. Memelihara ikan pemakan jentik. 9. Memasang kawat kasa
10. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian.
11. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai.
12. Menggunakan kelambu.
Densitas Telur Nyamuk Aedes
aegypti - Tempat Perindukan Nyamuk - Ovitrap Densitas Nyamuk Aedes
aegypti
37 BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini berdasarkan pada teori dan
penelitian dari Kemenkes RI (2013), Jaya (2013), Suyasa (2008), Hadi
(2006), Sucipto (2011), Ayuningsih (2011), Desniawati (2014), Ramlawati,
dkk (2014), dan Winarsih (2013). Berdasarkan teori dan penelitian tersebut,
terdapat beberapa perilaku PSN yang memengaruhi keberadaan vektor
DBD.
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode survei telur dengan
alat ovitrap. Variabel yang diukur pada penelitian ini meliputi perilaku
menguras TPA, perilaku menutup TPA, perilaku mengubur barang bekas,
perilaku memperbaiki saluran air yang tidak lancar dan perilaku
menggunakan kawat kasa. Berikut alasan pemilihan variabel yang diteliti:
a. Habitat perkembangbiakan Aedes aegypti adalah tempat yang dapat
menampung air karena Aedes aegypti membutuhkan air untuk
meletakkan telurnya agar cepat menetas. Pada alam bebas telur nyamuk
tersebut diletakkan satu per satu menempel pada dinding TPA. Oleh
karena itu perlunya dilakukan perilaku menguras TPA untuk
menghilangkan telur nyamuk tersebut.
b. Nyamuk Aedes aegypti membutuhkan air untuk meletakkan telurnya
menampung air untuk keperluan sehari-hari seperti memasak dan mandi.
Oleh karena itu perlu pemberian tutup pada TPA agar nyamuk Aedes
aegypti tidak dapat meletakkan telurnya.
c. Tempat-tempat yang dapat menampung air baik di dalam, di luar atau
tempat umum merupakan tempat habitat perkembangbiakan nyamuk
Aedes aegypti. Oleh karena itu barang-barang bekas yang berpotensi
menampung air hujan perlu ditiadakan untuk meminimalisasi tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. salah satu cara untuk
meniadakan barang bekas tersebut adalah dengan mengubur
barang-barang bekas tersebut.
d. Saluran air yang tidak lancar dapat berpotensi menjadi habitat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti karena nyamuk Aedes aegypti
tidak hanya berkembangbiak pada air bersih saja namun dapat
berkembangbiak pada air yang terpolusi.
e. Ventilasi merupakan jalur pertukaran udara namun dapat menjadi
gerbang masuknya Aedes aegypti. Oleh karena itu diperlukan kawat kasa
Berikut ini merupakan kerangka konsep dari penelitian ini;
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Tingkat Densitas Telur
Nyamuk
Aedes aegypti
Pada Ovitrap
Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air Perilaku Menguras Tempat
Penampungan Air
Perilaku Mengubur Barang Bekas
Perilaku Memperbaiki Saluran Air yangTidak Lancar
40 3.1 Definisi Operasional
[image:56.842.31.818.60.430.2]Berikut merupakan definisi operasional dari variabel penelitian ini;
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Tingkat
Densitas Telur Nyamuk Aedes aegypti Pada
Ovitrap
Tingkat kepadatan telur nyamuk yang menempel pada kertas saring yang dipasang pada ovitrap
Ovitrap Menghitung kepadatan telur dengan menggunakan rumus
0. Rendah : rata-rata
jumlah telur ≤ nilai
median.
1. Tinggi : rata-rata
jumlah telur ≥ nilai
median. Ordinal Perilaku Menguras Tempat Penampungan Air
Membuang seluruh air yang terdapat di dalam tempat penampungan air pada bak mandi, tempayan, ember, drum, vas bunga, tempat minum hewan, penampungan air kulkas, dan dispenser lalu membersihkannya dengan cara menggosok atau menyikat permukaan/dinding tempat penampungan air tersebut yang dilakukan minimal seminggu sekali.
Kuesioner Wawancara 0. Ya: Jika
responden
menguras seluruh TPA.
1. Tidak: Jika responden tidak menguras salah satu dari TPA.
41 Perilaku Menutup Tempat Penampungan Air
Memberi tutup yang rapat pada tempaya