• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci: kesejahteraan, klaster nelayan pesisir, dinamis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci: kesejahteraan, klaster nelayan pesisir, dinamis"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KESEJAHTERAAN PELAKU INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN PADA

KOMUNITAS KLASTER MASYARAKAT NELAYAN PESISIR : SEBUAH

PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM

Indah Lestari dan Budisantoso Wirjodirdjo

Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email: auriela_zone@yahoo.com ; santoso@ie.its.ac.id

Abstrak

Industri pengolahan ikan (IPI) merupakan 1 dari 3 klaster unggulan penggerak pencipta lapangan kerja dan penurunan angka kemiskinan. Namun, hal ini tidak dibarengi dengan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada pelaku pelaku dalam rantai pasok ikan. Misalnya adalah harga BBM pada nelayan yang akan berpengaruh terhadap tingkat ketersediaan bahan baku ikan. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk memberikan alternatif kebijakan pemerintah pada aliran rantai pasok klaster nelayan pesisir yang berdampak pada tingkat kesejahteraan pelaku industri pengolahan ikan. Metodologi penelitian yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan sistem dinamis, sebab sistem yang dikaji bersifat dinamis dan interdependensi, dimana timbulnya hambatan pada nelayan akan bedampak pada pelaku dalam rantai pasok ikan yaitu tengkulak dan industri pengolahan ikan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa kebijakan harga BBM bedampak secara signifikan terhadap naik turunnya keuntungan nelayan sebab biaya operasional ikut meningkat. Harga BBM juga berpengaruh terhadap saving IPI, namun tidak secara signifikan sebab daya beli ikan menjadi turun. Sedangkan kebijakan regulasi harga berpengaruh terhadap keuntungan tengkulak sebab, keuntungan menjadi berkurang.

Kata kunci: kesejahteraan, klaster nelayan pesisir, dinamis

ABSTRACT

Fish processing industry (IPI) is 1 of 3 clusters superior force and employment creation in poverty reduction. However, this is not accompanied by government policies that favor the actors in the fish supply chain. For example of the government policies is fuel prices on fishermen who will affect the level of fish raw material availability. Thus, this research aims to provide an alternative government policy on cluster supply chain flow of coastal fishermen that affect the prosperity level of the fish processing industry. Research methodology in this study using a dynamic system approach, because the system under study is dynamic and interdependence, where the incidence of resistance to the fishermen will have an impact on actors in the supply chain of middlemen and fish processing industry. Based on research’s result, the fuel price policy significantly impact ups and downs of fisherman benefits because it increased operating costs. Fuel price also affect to saving IPI because the purchasing power of the fish to be down. While regulatory policies affect prices because middlemen profits is reduced profits.

Keywords: prosperity, coastal fisherman claster, dynamic

1. Pendahuluan

Banyaknya jenis dan jumlah industri

pengolahan ikan tidak hanya dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat

nelayan pesisir, tetapi juga dapat menguatkan perekonomian nasional (Grahardyarini, 2008). Namun, Jumlah industri pengolahan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun ternyata masih terdapat banyak kendala. Kebijakan pemerintah saat ini cenderung membiarkan pelaku usaha berjalan sendiri-sendiri hingga

tumbang dan belum memiliki prioritas

kebijakan yang mengarah pada industri

pengolahan ikan (Moeslim, 2008). Kondisi industri pengolahan ikan dapat dikatakan sedang mati suri (Moeslim, 2008). Hal ini disebabkan karena kapasitas produksi industri pengolahan baru 52% akibat minimnya bahan baku (Dinas Perikanan dan Kelautan, 2008). Kondisi ini semakin diperparah dengan kondisi tata niaga perikanan yang belum memadai dengan harga jual yang kerap dipermainkan tengkulak (Moeslim, 2008). Sehingga, perlu

(2)

memperhitungkan daya dukung industri dan daya serap pasar (Huseni, 2008). Tidak hanya pada masalah pasar, namun juga pada nelayan sebagai supplier ikan serta anggota dalam klaster nelayan pesisir yang memerlukan perhatian khusus kebijakan pemerintah (Siregar dkk, 2007).

Kondisi nelayan sebagai supplier, bila nelayan sudah tidak mampu untuk membeli BBM sebagai bahan bakar perahunya, maka nelayan akan membiarkan perahunya disandarkan saja di pantai. Hal ini akan berdampak pada penurunan

produktivitas penangkapan ikan di laut

(Kusumastanto, 2005). Produktivitas nelayan

yang menurun berarti penurunan hasil

penangkapan ikan oleh nelayan. Bila penurunan produktivitas penangkapan ikan berlangsung secara terus menerus, maka dapat mengancam penurunan ketersediaan supply bahan baku ikan pada aliran rantai pasok setelah nelayan, seperti industri pengolahan, usaha mikro, kecil dan menengah (UKMK) untuk melakukan proses produksi (Kusumastanto, 2005). Dalam jangka panjang, permasalahan rantai pasok akan

berdampak pada kesejahteraan industri

pengolahan ikan sebagai bagian dari komunitas klaster masyarakat nelayan pesisir.

Dari pemaparan mengenai kondisi pelaku yang berperan dalam industri pengolahan ikan di Indonesia, maka menjadi hal yang penting dan perlu untuk diteliti lebih lanjut mengenai

kebijakan pemerintah yang seharusnya

dilakukan demi menjamin keberlanjutan industri

pengolahan ikan dalam jangka panjang.

Permasalahan keberlanjutan industri pengolahan ikan menjadi masalah yang bersifat sistem dan menarik untuk diteliti lebih lanjut. Bersifat sistem sebab timbulnya hambatan pada nelayan menjadi timbulnya hambatan pula pada industri pengolahan ikan sebagai pelaku dalam rantai pasok.

Kebijakan pemerintah seharusnya memberikan dampak merugikan sekecil mungkin terhadap

kesejahteraan klaster masyarakat nelayan

pesisir. Oleh karena itu, perlu sebuah alat bantu model yang cukup representatif dari waktu ke waktu yang dapat digunakan para pengambil kebijakan untuk memprediksi dampak kebijakan pemerintah terhadap aliran rantai pasok. Model yang dirasakan tepat dalam melakukan kajian sesuai dengan permasalahan yang dihadapi adalah sistem dinamik. Maka, dalam penelitian

ini terlebih dahulu dilakukan pembuatan model untuk mengidentifikasi indikator-indikator yang berhubungan dengan aliran rantai pasok ikan di Indonesia kemudian disimulasikan. Dalam model simulasi tersebut dimasukkan kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan aliran rantai pasok komunitas klaster masyarakat

nelayan pesisir dan mengevaluasi pada

kebijakan seperti apa didapatkan alternatif skenario perbaikan dari kebijakan pemerintah.

Tujuan dari penelitian ini adalah

mengidentifikasi variabel-variabel yang

berpengaruh terhadap sistem klaster nelayan pesisir, lalu melakukan pemodelan sistemnya

sehingga diharapkan dapat memberikan

alternatif evaluasi kebijakan pemerintah pada rantai pasok klaster nelayan pesisir yang akan berdampak pada tingkat kesejahteraan pelaku industri pengolahan ikan.

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu dapat mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kesejahteraan klaster nelayan pesisir, sehingga dapat diketahui perubahan perilaku dari keseluruhan sistem apabila terjadi perubahan kebijakan atas variabel yang dipilih. Penelitian ini juga

diharapkan dapat bermanfaat dengan

memberikan peringatan dini atas dampak kebijakan pemerintah terhadap kesejejahteraan klaster nelayan pesisir.

Pembahasan penelitian ini dibatasi pada komunitas klaster nelayan pesisir di Kecamatan Paciran, Lamongan Jawa Timur dengan pendefinisian pelaku dalam rantai pasok adalah

nelayan sebagai produsen, TPI sebagai

distributor, dan industri pengolahan ikan sebagai konsumen. Sedangkan skala industri industri pengolahan ikan (IPI) yang diamati berskala UKMK. Penelitian ini menggunakan beberapa asumsi yaitu kebijakan pemerintah yang berdampak langsung terhadap tingkat kesejahteraan merupakan skenario dasar dalam menentukan skenario lainnya, tingkat inflasi dipicu oleh kenaikan harga BBM dan jumlah sampel industri pengolahan ikan yang diamati dianggap dapat mewakili kondisi sistem sebab terdiri atas tiap-tiap jenis industri pengolahan ikan yang berproduksi secara kontinyu.

2. Metodologi Penelitian

Bab ini akan menjelaskan langkah-langkah terstruktur yang dilakukan dalam melakukan penelitian ini. Langkah-langkah ini digunakan

(3)

sebagai acuan sehingga penelitian dapat berjalan secara sistematis sesuai dengan tujuan dan waktu penelitian. Pada tahap identifikasi masalah akan dijelaskan permasalahan di lapangan yang akan dibahas dan diteliti

sehingga dapat ditemukan solusi dalam

menyelesaikan permasalahan. Tahap identifikasi masalah meliputi identifikasi dan perumusan

masalah, penetapan tujuan dan manfaat

penelitian, dan studi pustaka. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu seberapa jauh kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap aliran rantai pasok komunitas klaster nelayan pesisir yang akan berdampak pada tingkat kesejahteraan pelaku industri pengolahan ikan. Setelah mengidentifikasi dan merumuskan masalah, selanjutnya adalah menentukan tujuan dan manfaat penelitian seperti yang telah dijelaskan pada bab pendahuluan. Sebagai dasar penelitian, digunakan studi literatur sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan penelitian. Studi pustaka yang dibutuhkan sebagai dasar dalam penelitian ini diantaranya terkait dengan gambaran komunitas klaster masyarakat nelayan pesisir, industri pengolahan ikan, rantai pasok, serta mengenai kebijakan pemerintah pada komunitas klaster masyarakat nelayan pesisir. Pustaka yang digunakan diambil dari buku–buku teks, penelitian atau riset terdahulu, website dan jurnal yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian. Sebelum membuat model sistem aliran rantai pasok, maka diperlukan pemahaman mengenai semua variabel yang berpengaruh. Variabel yang berpengaruh terdiri atas variabel parameter kesejahteraan klaster dan variabel kebijakan pemerintah yang berpengaruh dalam sistem klaster nelayan pesisir.

Setelah mengetahui variabel-variabel yang akan berpengaruh dalam model, maka dilakukan pembuatan model awal dan diagram sebab akibat rantai pasok ikan antara industri pengolahan ikan dalam klaster masyarakat nelayan pesisir yang terintegrasi. Tahapan dalam pembuatan model ini terdiri dari pengumpulan data dan pembuatan model sistem rantai pasok klaster nelayan pesisir. Pengumpulan data disini adalah data-data yang digunakan sebagai variabel input dan asumsi dalam model aliran rantai pasok ikan. Pembuatan model didahului dengan penentuan

batasan model, pengidentifikasian diagram sebab akibat, kemudian menyusun diagram sebab akibat. Pembuatan model ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak yaitu Ventana Simulation (Vensim). Setelah model dibuat, maka dilakukan percobaan dan melihat apakah model telah sesuai dengan logika dikenyataan atau tidak.

Tahapan selanjutnya adalah mensimulasi dan mengevaluasi kebijakan yang juga terdiri atas tahapan formulasi model, input data dan menjalankan simulasi, dan evaluasi skenario kebijakan. Formulasi model adalah proses membuat persamaan matematis dari variabel-variabel yang terdapat di dalam model. Kemudian memeriksa model apakah sudah tidak

terjadi kesalahan sehingga model dapat

disimulasikan (verifikasi). Sedangkan proses validasi yaitu menguji apakah model sudah mampu mewakili atau menggambarkan sistem nyata. Langkah selanjutnya setelah model dapat dinyatakan benar dan valid adalah melakukan skenario kebijakan dengan mengubah nilai parameter variabel pada model sistem. Dari perubahan kondisi yang dilakukan, akan dihasilkan output simulasi yang berbeda. Berdasarkan output simulasi dapat dilihat pengaruh kebijakan pemerintah seperti apa yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan industri pengolahan ikan secara signifikan. Setelah itu adalah menganalisis keseluruhan hasil penelitian dan membuat kesimpulan dan saran.

3. Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.1 Identifikasi Sistem Klaster Nelayan Pesisir

Identifikasi sistem bertujuan untuk mengetahui elemen elemen yang terlibat didalam sistem dan

hubungan nyata antar elemen tersebut.

Pengidentifikasian elemen-elemen diharapkan dapat digunakan dalam pemodelan sistem, sehingga dapat mencerminkan kondisi real system.

3.1.1.Pelaku Sistem Klaster Nelayan Pesisir Penjabaran pelaku-pelaku yang terlibat dan menjadi fokus amatan pada penelitian ini dapat digambarkan pada Big Picture Mapping (BPM) pada gambar 3.1. Fokus penelitian ini terdiri atas kelompok nelayan, TPI, dan industri pengolahan ikan. Bahasan mengenai nelayan didasarkan pada penelitian PHKI Teknik

(4)

Industri Tahun 2009 oleh (Wirjodirdjo, Budisantoso.dkk, 2009). Unit analysis pada penelitian ini adalah pada komunitas klaster. Oleh karena itu, dari keseluruhan pelaku yang ada hanya diambil beberapa untuk dijadikan sebagai sampel. Misalnya adalah pada industri pengolahan ikan, 5 industri pengolahan ikan dijadikan sebagai sampel untuk mengamati kondisi suatu komunitas klaster.

Gambar 3.1 Big Picture Mapping Penelitian

Penjelasan masing-masing pelaku terdiri atas : 1. Nelayan

Nelayan dalam klaster nelayan pesisir berperan sebagai supplier penghasil bahan baku ikan yang selanjutnya akan diolah oleh industri pengolahan ikan. Pengklasifikasian nelayan bertujuan untuk lebih memperjelas kondisi nelayan seperti yang terjadi di lapangan. Dasar pengklasifikasian nelayan adalah jenis kapal yang digunakan berdasarkan ukuran kapasitasnya. Klasifikasi nelayan berdasarkan jenis ukuran kapal terdiri atas :

1. Nelayan Kapal Kursin 2. Nelayan Kapal Jaring 3. Nelayan Kapal Damar 4. Nelayan Kapal Payang 2. Juragan

Juragan atau tengkulak merupakan pelaku dalam klaster nelayan pesisir yang berperan sebagai perantara ikan dari nelayan ke distributor selanjutnya. Juragan mengirim ikan ke pedagang retail di pasar dan dikirim langsung ke konsumen seperti industri pengolahan ikan skala kecil atau Kelompok Usaha Bersama (KUB), industri pengolahan ikan skala besar, dan dikirim ke pasar di luar kota.

3. Industri Pengolahan Ikan

Industri pengolahan ikan adalah industri-industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Jumlah industri pengolahan ikan yang terdapat di Kecamatan Paciran ditunjukkan pada tabel 3.1 :

Tabel 3.1 Data Potensi Pengolahan Ikan Kecamatan Paciran Lamongan Tahun 2009

No. Jenis Industri

Pengolahan Ikan Jumlah

1. Kerupuk 45

2. Pemindangan 15

3. Pengeringan (Ikan Asin) 40

4. Terasi 7

5. Pengasapan 12

6. Nugget 11

7. Pengesan (Ikan Dingin) 56

(Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lamongan, 2009)

IPI Terasi dan Nugget hanya memproduksi untuk kebutuhan rumah tangga saja. Sedangkan jenis industri pengolahan ikan (IPI) ikan asap, ikan asin, ikan pindang, ikan dingin, dan kerupuk ikan, menghasilkan produk untuk dijual. Penelitian ini memfokuskan pada ke-lima jenis IPI ini.

3.1.2.Potensi Hasil Laut Kecamatan Paciran Potensi hasil laut Kecamatan Paciran terdiri atas beberapa jenis ikan yang menjadi andalan, yang berasal dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Weru dan TPI Kranji. Adapun jenis ikan yang digunakan sebagai bahan baku IPI adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2 Rekap Kebutuhan Industri Pengolahan Ikan

Kualitas 3 Kualitas 4 Industri Besar Ekspor Kota Besar Pengasa pan Pending inan Peminda

ngan Ikan Asin Kerupuk

Udang 1 1 1 Karang/Kerapu 1 1 1 Tengiri 1 1 1 1 Bawal Hitam/Dorang 1 1 1 1 Cumi-cumi 1 1 1 Teri 1 1 1 Tongkol 1 1 1 1 Kembung 1 1 Layang 1 1 Layur 1 Jambrong 1 Tembang/Juwi 1 Total 3 1 7 4 8 3 3 2 Proporsi per kelompok kualitas 0,75 0,25 0,31818 0,27 0,53 0,20 1,00 1,00 Kualitas 2 Jenis Ikan Kualitas 1 3.2 Identifikasi Variabel

Tahap selanjutnya setelah mengidentifikasi

elemen-elemen dalam sistem yaitu,

mengidentifikasi variabel-varibael yang

berpengaruh di dalam sistem. Identifikasi variabel dilakukan dengan mempelajari data sekunder dan brainstorming dengan beberapa pihak terkait. Selain itu, identifikasi variabel juga dilakukan dengan studi literatur, sehingga

(5)

memiliki interaksi atau hubungan sebab akibat

terhadap sistem klaster nelayan pesisir.

Berdasarkan tujuan pada penelitian ini yaitu,

memberikan alternatif evaluasi kebijakan

pemerintah pada rantai pasok klaster nelayan pesisir yang berdampak terhadap tingkat kesejahteraan pelaku industri pengolahan ikan,

maka indikator keberlanjutan industri

pengolahan ikan klaster nelayan pasisir, yaitu : 1. Saving Industri Pengolahan Ikan

2. Saving Tengkulak 3. Keuntungan Nelayan

4. Jumlah Ikan di Tempat Pelelangan Ikan 5. Jumlah Demand Produk IPI

6. Produktivitas IPI

3.3 Strategi Pemerintah

Dari hasil analisis faktor lingkungan strategis yang dilakukan oleh pemerintah, terdapat 45 strategi pengembangan usaha perikanan tangkap skala kecil. Strategi kebijakan pemerintah merupakan kebijakan yang bersifat perbaikan manajemen sistem klaster nelayan pesisir.

Strategi serta program-program yang

direncanakan tersebut menjadi tidak ada artinya bila tidak didukung oleh kebijakan pemerintah di level makro, seperti harga BBM. Sehingga, tidak semua strategi di atas, dimasukkan ke dalam model. Strategi yang akan digunakan sebagai variabel kebijakan pemerintah adalah :

1. Penentuan harga dasar ikan di TPI yang dimodelkan dengan profit keuntungan nelayan dalam membeli ikan dari agen nelayan.

2. Harga BBM yang merupakan biaya yang cukup besar dalam biaya operasional melaut nelayan. Pemilihan strategi ini juga didasarkan pada batasan model, yaitu keterlibatan pemerintah di dalam model sebagai variabel eksogen.

3.4 Konseptualisasi Model

Konseptualisasi model bertujuan untuk

menunjukkan gambaran sistem secara umum mengenai simulasi sistem dinamis yang akan dilakukan. Konseptualisasi model terdiri atas pembatasan model, penyusunan diagram input-output, penyusunan causal loop diagram, dan penyusunan stock and flow diagram.

3.4.1.Model Boundary Chart

Model Boundary Chart merupakan pembatasan variabel yang akan termasuk di dalam model. Pembatasan model bertujuan agar model

memiliki cakupan analisis yang lebih detail dan komprehensif, sehingga model tidak melebar dari batasan sistem yang diteliti. Dibawah ini merupakan pembatasan model secara umum :

Tabel 3.3 Pembatasan Model

Endogeneus Exogeneus Excluded

Produktivitas Jumlah

demand produk

-

Biaya produksi Harga bahan

baku

Pendapatan Keuntungan

nelayan

Jumlah produksi Harga BBM

Pengeluaran sehari-hari Saving

3.4.2.Input-Output Diagram

Input output diagram merupakan interpretasi dari identifikasi variabel yang telah dilakukan sebelumnya secara lebih tersistematis. Input output diagram dapat digunakan sebagai

invesigasi variabel-variabel yang akan

digunakan dalam skenario kebijakan serta

variabel yang akan menjadi indikator

keberlanjutan klaster nelayan pesisir. Diagram input-output sistem klaster nelayan pesisir ditunjukkan pada gambar 3.1.

Gambar 3.2 Diagram Input-Output 3.4.3.Causal Loop Diagram

Penyusunan causal loop diagram digunakan untuk mendefinisikan interaksi atar elemen sistem klaster nelayan nelayan pesisir dalam beberapa variabel yang menggantikannnya. Dari masing-masing variabel tersebut dapat terjadi hubungan atau keterkaitan dengan variabel lain. Artinya, satu vaiabel dapat mempengaruhi variabel yang lain. Hubungan tersebut bisa

(6)

bersifat positif jika penambahan pada satu variabel akan menyebabkan penambahan pada variabel lain, namun begitupula sebaliknya bila penambahan pada satu variabel menyebabkan pengurangan pada variabel lain, maka dapat dikatakan bahwa hubungan antar kedua vairabel tersebut adalah negatif. Diagaram causal loop yang dimaksud adalah pada gambar 3.4.

3.4.4.Stock and Flow Maps

Dalam pemodelan rantai pasok sistem klaster nelayan pesisir, penyusunan Stock and Flow Maps dilakukan dengan menyusun model utama dan pembagian sub modelnya. Penyusunan sub model dimaksudkan agar model semakin detail. Model utama dalam penelitian ini adalah sistem rantai pasok industri pengolahan ikan pada komunitas klaster masyarakat nelayan pesisir, sehingga sub model yang menyusunnya adalah pelaku-pelaku dalam rantai pasok ikan, sebagai berikut :

1. Sub Model Nelayan sebagai supplier 2. Sub Model Biaya operasional nelayan 3. Sub Model Juragan sebagai perantara ikan 4. Sub Model Produksi Ikan

5. Sub Model IPI Pengasapan 6. Sub Model IPI Ikan Asin 7. Sub Model IPI Kerupuk Ikan 8. Sub Model IPI Ikan Dingin 9. Sub Model IPI Pemindangan

Pada gambar 3.5 dibawah ini adalah salah satu contoh sub model industri pengolahan ikan, yaitu IPI Pengasapan. Saving IPI pengasapan merupakan model utama yang dipengaruhi oleh rate masuk pendapatan dan rate keluar konsumsi. Rate konsumsi dibatasi hanya pada pengeluaran konsumsi makan sehari-hari,

kesehatan, pendidikan, dan pengeluaran

kebutuhan rumah tangga dalam sehari.

Kebutuhan-kebutuhan pokok ini dipengaruhi oleh tingkat inflasi. Sub model IPI lainnya memiliki karakteristik yang hampir sama dengan sub model IPI pengasapan kecuali untuk IPI Kerupuk Ikan. Pada rate pengeluaran hanya dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi sehari-hari. Sedangkan kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan rumah tangga yang lain tidak dimasukkan. Hal ini disebabkan karena IPI Kerupuk Ikan yang diamati hanya menjadikan usaha sambilan saja. Sehingga, pendapatan produksinya pun hanya dialokasikan untuk biaya makan sehari-hari.

3.5 Formulasi Model

Tahap selanjutnya setelah membuat model konseptual adalah penyusunan formulasi model. Formulasi dilakukan untuk mendapatkan hasil estimasi parameter, hubungan timbal balik, dan

initial conditions. Penyusunan formulasi

dilakukan untuk semua variabel.

Berikut ini merupakan salah satu contoh formulasi variabel “total pengeluaran produksi pengasapan”.

Gambar 3.3 Formulasi Variabel “Total Pengeluaran Produksi IPI Pengasapan”

3.6 Simulasi Software Vensim

Simulasi software Vensim merupakan simulasi

model yang telah dibangun dengan

menggunakan software Vensim. Simulasi ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat perilaku model sistem yang telah dibuat, dengan cara memasukkan nilai-nilai pada konstanta dan tabel fungsi sesuai dengan kondisi yang terdapat pada sistem nyata. Perilaku yang dihasilkan dari proses simulasi awal akan ditunjukkan oleh

variabel-variabel yang menjadi referensi

dinamis. Sedangkan untuk lama simulasi atau range waktu simulasi adalah selama 360 hari. Untuk memudahkan dalam membandingkan perbedaan antar variabel, maka output grafik hasil running model dapat dikelompokkan menurut kesamaan sifatnya sebagai paramater performansi. Hasil running atau simulasi model pada software Vensim adalah sebagai berikut :

1. Saving Industri Pengolahan Ikan 2 B Rp 200 M Rp 4 M Rp 1 B Rp 10 B Rp 0 Rp -4 M Rp 0 Rp -40 M Rp -10 B Rp 0 36 72 108 144 180 216 252 288 324 360 Time (Day)

saving IPI pengasapan : Awal Rp "saving IPI Ikan Kering-Asin" : Awal Rp Saving IPI Kerupuk Ikan : Awal Rp Saving IPI Pemindangan : Awal Rp Saving IPI Pendinginan : Awal Rp

(7)

Dari grafik perbandingan nilai saving industri pengolahan ikan (IPI), dapat diketahui tren masing-masing saving IPI. Saving IPI pengasapan, pengasinan, kerupuk ikan, dan IPI Pemindangan memiliki tren yang cenderung meningkat sepanjang tahun. Berbeda dengan IPI pendinginan yang mengalami penurunan dan kenaikan. 2. Keuntungan Nelayan 6 B Rp 0 Rp 400 M Rp 0 Rp -10 M Rp -20 M Rp -20 M Rp -20 M Rp 0 36 72 108 144 180 216 252 288 324 360 Time (Day)

keuntungan nelayan kursin : Awal Rp keuntungan nelayan jaring : Awal Rp keuntungan nelayan damar : Awal Rp keuntungan nelayan payang : Awal Rp Grafik 3.2 Keuntungan Masing-masing Jenis Nelayan

Keuntungan nelayan didefinisikan sebagai adalah pendapatan bersih nelayan dari melaut yang dihitung per kapal. Grafik perbandingan

Keuntungan nelayan

pendapatan hasil

melaut operasional nelayanpengeluaran

+

-jumlah tangkapan ikan harga ikan agen

harga tengkulak + + + + biaya operasional + harga BBM hasil tangkapan per hari +

jumlah rata-rata kapal datang per hari

+ hasil rata-rata per kapal

+

musim penangkapan ikan

+

jumlah ikan di TPI pengeluaran tengkulak Saving tengkulak + pendapatan tengkulak + -+ + + bulan musim produksi IPI jumlah deman IPI

jumlah produksi + + + + jumlah output+ indeks produktivitas + + Saving IPI pendapatan IPI konsumsi IPI + pengeluaran produksi -pendapatan penjualan + + kebutuhan bahan baku + + + tingkat efisiensi produksi + + + kebutuhan hidup di kapal + inflasi <harga BBM> saving IPI

pengasapan konsumsi IPI pengasapan pendapatan IPI pengasapan total pengeluaran produksi pengasapan biaya tenaker pengasapan biaya kemasan pengasapan biaya sewa stan di

WBL

biaya bahan baku pengasapan -+ + + kebutuhan tengiri asap kebutuhan kakap ayam asap kebutuhan tongkol asap + +

kebutuhan dorang asap

+ kebutuhan cumi2 asap + kebutuhan es batu pengasapan harga es batu kebutuhan batok kelapa harga batok kelapa + + + + + kebutuhan tenaker

bakar biaya tenaker bakar kebutuhan tenaker cuci ikan biaya tenaker cuci ikan + + jumlah produksi ikan asap + + + + + + + biaya tenaker jaga stan + upah mencuci + upah membakar+

upah jaga stan

kebutuhan tenaker jaga stan + + total pendapatan penjualan pengasapan +

demand tongkol asap

harga jual tongkol asap deman kakap ayam asap

harga jual kakap ayam asap

deman tengiri asap

harga jual cumi,dorang,tengiri

asap deman dorang asap

deman cumi2 asap

jumlah output jumlah deman

pengasapan

tingkat efisiensi produksi pengasapan

<Ikan kakap (harga jual tengkulak)> <Tongkol (harga jual

tengkulak)> Pendapatan cum,dor,tengiri asap Pendapatan kakap ayam asap Pendapatan tongkol <jumlah deman pengasapan> proporsi pengeluaran konsumsi proporsi pengeluaran pendidikan proporsi pengeluaran kesehatan proporsi pengeluaran kebutuhan RT musim pengasapan <Time>

Hutang biaya bahan baku indeks produktivitas pengasapan <Cum,dor,teng(harga jual tengkulak)> <multiply satuan day> <bulan>

<jumlah hari dalam 1 bulan>

<jumlah produksi ikan asap> <Cum,dor,teng(harga

jual tengkulak)>

<Ikan kakap (harga jual tengkulak)>

<Tongkol (harga jual tengkulak)>

<multiply satuan day>

<Inflasi>

Gambar 3.4 Causal Loop Diagram

(8)

nilai keuntungan nelayan berdasarkan jenis kapalnya menunjukkan tren

keuntungan nelayan yang berbeda tiap jenis kapal.

3. Saving Nelayan, Juragan, serta IPI 400 M Rp 2e+012 Rp 2 B Rp 190 M Rp 997 B Rp 1 B Rp -20 M Rp -6 B Rp 0 Rp 0 36 72 108 144 180 216 252 288 324 360 Time (Day)

keuntungan nelayan damar : Awal Rp

saving tengkulak : Awal Rp

saving IPI pengasapan : Awal Rp

Grafik 3.3 Saving Masing-masing Stakeholder Rantai Pasok

Dari grafik perbandingan saving 3

stakeholder di atas menunjukkan bahwa tengkulak memiliki peringkat tertinggi dalam saving, setelah itu diikuti oleh IPI pengolahan ikan dan nelayan.

4. Jumlah Ikan di TPI

Jumlah ikan di TPI akan semakin dapat menunjukkan performansinya bila dikaitkan dengan variabel lain yang mempengaruhinya. Salah satu contohnya adalah pada variabel jumlah ikan layang di TPI. Jumlah ikan layang di TPI ditentukan oleh hasil tangkapan kapal damar dan payang per hari, yaitu jenis kapal yang menangkap ikan Layang. Sehingga, output simulasi yang dapat ditampilkan adalah jumlah ikan layang di TPI dan harga ikan layang, seperti pada grafik 4.4 dibawah ini.

40,000 Kg 4,000 Rp/Kg 20,000 Kg 3,000 Rp/Kg 0 Kg 2,000 Rp/Kg 0 36 72 108 144 180 216 252 288 324 360 Time (Day)

jumlah ikan layang di TPI : Awal Kg

"ikan layang (harga jual agen perkilo)" : Awal Rp/Kg

Grafik 3.4 Kondisi Jumlah dan Harga Ikan Terhadap Musim

5. Jumlah Demand Produk IPI

Berdasarkan hasil wawancara dan simulasi

ternyata untuk IPI Pengasapan dan

Pemindangan, terjadi gap antara jumlah deman dan jumlah produksi IPI. Grafik perbedaan dicontohkan pada Industri Pengolahan Ikan Pengasapan sebagai berikut :

400 Kg 400 Kg 250 Kg 200 Kg 100 Kg 0 Kg 0 36 72 108 144 180 216 252 288 324 360 Time (Day)

jumlah deman pengasapan : Awal Kg

jumlah produksi ikan asap : Awal Kg

Grafik 3.5 Kondisi Demand dan Pendapatan IPI Terhadap Musim 6. Produktivitas IPI 1 Dmnl 1 Dmnl 80 Dmnl 1 Dmnl 0 Dmnl 0.8 Dmnl 0 Dmnl 0.8 Dmnl 0 36 72 108 144 180 216 252 288 324 360 Time (Day)

indeks produktivitas pengasapan : Awal Dmnl indeks produktivitas IPI kerupuk : Awal Dmnl indeks produktivitas IPI Pindang : Awal Dmnl indeks produktivitas pengasinan : Awal Dmnl

Grafik 3.6 Produktivitas Masing-masing IPI

Dari grafik 4.6 di atas, menunjukkan bahwa

masing-masing industri pengolahan ikan

memiliki tingkat produktivitas yang berbeda-beda.

3.7 Verifikasi dan Validasi Model

3.7.1.Verifikasi Model

Verifikasi model adalah tahapan untuk

memastikan apakah model yang dibuat sudah berjalan sesuai dengan persepsi pembuat model dengan melakukan check model pada software Vensim. Selain check model, proses verifikasi juga dilakukan dengan pengecekan unit atau satuan variabel yang terdapat di model dengan melakukan unit check pada software Vensim.

Dari hasil pengecekan terhadap model,

didapatkan bahwa model dan unit satuan keseluruhan variabel telah ok, sehingga dapat dinyatakan bahwa model ini dapat diterima. 3.7.2.Validasi Model

Validasi model adalah tahap pengujian model, apakah model sudah mampu mewakili atau menggambarkan sistem nyata dan sudah benar. Validasi terhadap model dilakukan dengan pengujian terhadap harga ikan yang diamati. Pengujian dilakukan dengan membandingkan harga hasil simulasi dengan harga rata-rata ikan yang dijual oleh agen dengan menggunakan software Minitab 14 dengan Paired-t Test untuk

(9)

one-tailed test. Tingkat Kepercayaan yang digunakan pada uji validasi ini adalah 95%. Harga rata-rata Ikan Dorang pada saat

pengamatan adalah Rp 18.000,00, maka =

18000. Hipotesa untuk validasi ini yaitu : H0: d = 0 (tidak ada perbedaan data)

H1: d ≠ 0 (terdapat perbedaan data)

Berikut ini adalah harga Ikan Dorang dari hasil simulasi :

Tabel 3.4 Data Simulasi Harga Ikan Dorang Bulan Harga simulasi

Dorang (Rp) Bulan Harga simulasi Dorang (Rp) 1 15229 7 15000 2 30000 8 15000 3 30000 9 15000 4 30000 10 15000 5 30000 11 15000 6 29844 12 15414

Berikut ini adalah output harga Ikan Dorang dengan software Minitab.

Gambar 3.6 Output Paired-t Test Harga Ikan Dorang

Berdasarkan output Minitab 14 diatas, diperoleh nilai P-value = 0,165 > α=0,05, dengan tingkat kepercayaan 95% maka terima Ho. Artinya antara model dan pengamatan tidak berbeda secara statistik, dengan kata lain model telah valid.

Hasil uji validasi untuk keseluruhan variabel harga dapat ditampilkan pada tabel x.x berikut ini :

Tabel 3.5 Rekap Hasil Validasi Harga Ikan Lain Variabel Harga rata-rata aktual P-value Kesimpulan Harga Ikan Juwi 1150 0,394

Simulasi dan aktual tidak berbeda = valid Harga

Ikan Layur

2700 0,291 Simulasi dan aktual tidak berbeda = valid Harga

Ikan Kakap

34000 0,421 tidak berbeda = valid Simulasi dan aktual Harga

Cumi-cumi

18000 0,176 Simulasi dan aktual tidak berbeda = valid Harga

Ikan Tengiri

18000 0,176 Simulasi dan aktual tidak berbeda = valid

3.8 Desain Skenario Kebijakan

Desain skenario kebijakan dilakukan dengan cara mengubah nilai pada variabel yang

berpengaruh terhadap performansi sistem. Variabel yang berpengaruh adalah berupa variabel yang dapat dikendalikan yaitu dengan campur tangan pemerintah berupa regulasi seperti yang telah dijelaskan pada sub bab 4.4 strategi pemerintah. Variabel tersebut adalah harga BBM dan harga ikan tengkulak.

Sedangkan variabel yang dijadikan

sebagai parameter kesejahteraan pelaku

pengolahan ikan adalah : 1. Keuntungan nelayan 2. Saving Tengkulak

3. Saving Industri Pengolahan Ikan (IPI) Dari perubahan kondisi yang dilakukan, akan dihasilkan output simulasi yang berbeda-beda. Berdasarkan output simulasi dapat dilihat

pengaruh perubahan kondisi kebijakan

pemerintah yang mempengaruhi kesejahteraan

pelaku industri pengolahan ikan secara

signifikan. Diketahui bahwa kondisi awal model adalah dengan harga BBM Rp 4.500,00 dan

keuntungan tengkulak Rp 250-1000/Kg.

Maksud keuntungan tengkulak adalah ± Rp 250,00 untuk harga ikan ≤ Rp 10.000,00 dan keuntungan ± Rp 1000,00 untuk harga ikan > Rp 10.000,00. Desain skenario kebijakan adalah sebagai berikut :

1. Desain Harga BBM :

Skenario 1 BBM = Rp 2.500,00

Skenario 2 BBM = Rp 6.500,00

2. Desain Regulasi Keuntungan Tengkulak :

Skenario harga 1 = Rp 125- 500 /Kg

Skenario harga 2 = Rp 500-2000/Kg

1. Keuntungan Nelayan Jaring

keuntungan nelayan jaring

4 M -7 M -18 M -29 M -40 M 0 36 72 108 144 180 216 252 288 324 360 Time (Day)

keuntungan nelayan jaring : Awal Rp keuntungan nelayan jaring : Sensitivity Harga BBM\Skenario 2 BBM 6500 Rp keuntungan nelayan jaring : Sensitivity Harga BBM\Skenario 1 BBM 2500 Rp keuntungan nelayan jaring : Sensitivity Harga Ikan\Skenario harga 2 Rp keuntungan nelayan jaring : Sensitivity Harga Ikan\Skenario harga 1 Rp Grafik 3.7 Output Grafik Desain 4 Skenario terhadap

(10)

2. Saving Tengkulak saving tengkulak 2e+012 1.4985e+012 997 B 495.5 B -6 B 0 36 72 108 144 180 216 252 288 324 360 Time (Day)

saving tengkulak : Awal Rp

saving tengkulak : Sensitivity Harga BBM\Skenario 2 BBM 6500 Rp saving tengkulak : Sensitivity Harga BBM\Skenario 1 BBM 2500 Rp saving tengkulak : Sensitivity Harga Ikan\Skenario harga 2 Rp saving tengkulak : Sensitivity Harga Ikan\Skenario harga 1 Rp Grafik 3.8 Output Grafik Desain 4 Skenario terhadap

Saving Tengkulak

3. Saving IPI Pengasapan

saving IPI pengasapan

2 B 1.5 B 1 B 500 M 0 0 36 72 108 144 180 216 252 288 324 360 Time (Day)

saving IPI pengasapan : Awal Rp

saving IPI pengasapan : Sensitivity Harga BBM\Skenario 2 BBM 6500 Rp saving IPI pengasapan : Sensitivity Harga BBM\Skenario 1 BBM 2500 Rp saving IPI pengasapan : Sensitivity Harga Ikan\Skenario harga 2 Rp saving IPI pengasapan : Sensitivity Harga Ikan\Skenario harga 1 Rp Grafik 3.9 Output Grafik Desain 4 Skenario terhadap

Saving IPI Pengasapan

4. Analisa dan Pembahasan

Setelah dilakukan pengumpulan dan pengolahan data, maka dalam bab ini dilakukan analisis mengenai hasil yang diperoleh. Tahap analisis yang dilakukan mencakup analisis mengenai kondisi klaster, causal loop, dan analisa hasil skenario kebijakan.

4.1 Analisa Kondisi Existing Sistem

Klaster Nelayan Pesisir

Klaster nelayan pesisir terdiri atas beberapa stakeholder yang saling bekerja sama antar kegiatan entitas. Atas dasar inilah

masyarakat nelayan pesisir merupakan

komunitas klaster dilihat dari sudut pandang kawasan geografis di pesisir pantai. Sedangkan klaster secara formal belum terbentuk. Kegiatan perekonomian dalam satu klaster menunjukkan adanya saling keterkaitan antar pelaku di dalam klaster. Dimulai dari nelayan sebagai supplier ikan lalu tengkulak sebagai pengumpul ikan, dan industri pengolahan ikan sebagai konsumen.

Ketiga pelaku tersebut diposisikan sebagai pelaku inti industri pengolahan ikan sebab mengolah bahan baku menjadi bahan jadi, mulai dari hulu sampai ke hilir. Sedangkan yang menempati posisi sebagai pelaku pendukung adalah koperasi, pemerintah, dan nelayan pesisir.

4.2 Analisa Causal Loop

Analisis causal loop akan lebih mudah dianalisa dengan menunjukkan causal tree diagram dari variabel yang terdapat pada causal loop. Beberapa causal tree dari variabel yang menjadi variabel parameter yaitu :

1. Saving Industri Pengolahan Ikan (IPI)

Saving IPI dipengaruhi oleh konsumsi IPI dan pendapatan IPI. Pendapatan IPI dipengaruhi oleh pendapatan penjualan dan pengeluaran produksi. Konsumsi IPI berbanding terbalik dengan saving IPI yang berarti bahwa bila

konsumsi IPI ditingkatkan maka akan

menurunkan nilai saving IPI. Sedangkan pendapatan IPI berbanding lurus dengan saving IPI. Hubungan sebab akibat saving IPI dapat ditunjukkan pada gambar 4.1 di bawah ini. Pengeluaran produksi IPI tidak berdiri sendiri sebagai nilai konstan, namun dipengaruhi secara erat oleh kebutuhan bahan baku untuk produksi selain kebutuhan lainnya dan inflasi.

Saving IPI konsumsi IPI inflasi pendapatan IPI pendapatan penjualan pengeluaran produksi

Gambar 4. 1Causal Tree Diagram dari Variabel “Saving IPI”

Seperti terlihat pada gambar 4.2, pengeluaran produksi dipengaruhi oleh kebutuhan bahan baku yang terdiri atas multiply jumlah produksi ikan terhadap harga ikan tengkulak. Harga tengkulak adalah harga jual ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang ditentukan oleh tengkulak.

pengeluaran produksi kebutuhan bahan baku

harga tengkulak jumlah produksi

Gambar 4.2 Causal Tree Diagram dari Variabel “Pengeluaran Produksi”

Penelusuran biaya kebutuhan bahan baku diketahui bahwa harga ikan yang ditentukan oleh tengkulak, dipengaruhi oleh harga ikan oleh agen. Harga ikan agen adalah harga ikan yang ditawarkan nelayan ke tengkulak. Besar kecilnya harga ikan ditentukan oleh tawar menawar dengan tengkulak serta jumlah ikan

(11)

yang berada di TPI. Selain itu, kebutuhan bahan baku IPI juga dipengaruhi oleh jumlah produksi yang terdiri atas multiply jumlah kebutuhan bahan baku dengan musim produksi IPI. Hal ini dapat ditunjukkan pada gambar 4.3.

kebutuhan bahan baku harga tengkulak

harga ikan agen

jumlah produksi (kebutuhan bahan baku)

musim produksi IPI

Gambar 4.3 Causal Tree Diagram dari Variabel “Kebutuhan Bahan Baku”

Harga ikan agen ditentukan oleh banyaknya ikan tersedia di TPI yaitu keseluruhan hasil tangkapan ikan oleh nelayan. Pada kondisi ini berlaku hukum supply and demand, dimana semakin banyak jumlah tangkapan ikan maka akan semakin murah harga jual ikan agen terhadap tengkulak. Begitupula halnya bila semakin sedikit jumlah ikan, maka akan semakin mahal harga jual ikan agen ke tengkulak. Sedangkan jumlah tangkapan ikan oleh nelayan ditentukan oleh hasil tangkapan per hari nelayan. Hubungan sebab akibat harga ikan oleh agen dapat ditunjukkan pada gambar 4.4.

harga ikan agen jumlah tangkapan ikan

hasil tangkapan per hari

Gambar 4.4 Causal Tree Diagram dari Variabel “Harga Ikan Agen”

Hasil tangkapan per hari nelayan ditentukan oleh hasil rata-rata per kapal dikalikan dengan jumlah rata-rata kapal datang per hari. Perhitungan jumlah tangkapan ikan berlaku untuk semua jenis kapal nelayan. Hubungan sebab akibat jumlah tangkapan ikan, hasil tangkapan ikan per hari, serta jumlah rata-rata kapal datang per hari, ditunjukkan pada gambar 4.5.

jumlah tangkapan ikan hasil tangkapan per hari

hasil rata-rata per kapal jumlah rata-rata kapal datang per hari

Gambar 4.5Causal Tree Diagram dari Variabel “Jumlah Tangkapan Ikan”

Selanjutnya, hasil rata-rata per kapal nelayan ditentukan oleh musim penangkapan ikan. Sedangkan musim penangkapan ikan ditrigger oleh konversi setting time hari menjadi bulan. Musim penangkapan ikan merupakan variabel akhir yang mempengaruhi saving IPI setelah ditelusuri sampai akhir. Dari causal tree diagram ini dapat diketahui bahwa pengeluaran IPI secara tidak langsung dipengaruhi oleh

faktor musim penangkapan ikan yang

merupakan salah satu jenis variabel input yang tidak terkendali. Sedangkan variabel yang

termasuk variabel dapat dikendalikan adalah harga jual tengkulak. Harga jual tengkulak dapat dikendalikan melalui campur tangan pemerintah dalam meregulasi batasan harga ikan yang dijual oleh tengkulak.

hasil rata-rata per kapal musim penangkapan ikan

bulan

Gambar 4. 6 Causal Tree Diagram dari Variabel “Hasil Rata-rata per Kapal”

2. Saving tengkulak

Saving tengkulak pendapatan tengkulak

harga tengkulak jumlah ikan di TPI

pengeluaran tengkulak harga ikan agen

(jumlah ikan di TPI)

Gambar 4.7 Causal Tree Diagram dari Variabel “Saving Tengkulak”

Seperti yang terlihat pada gambar 4.7 di atas, Saving tengkulak dipengaruhi oleh pendapatan

tengkulak dan pendapatan tengkulak.

Pendapatan tengkulak dipengaruhi oleh harga

tengkulak yang ditentukan sendiri oleh

tengkulak dan jumlah ikan di TPI begitupula pengeluaran tengkulak, dipengaruhi oleh harga ikan agen dan jumlah ikan di TPI pula. Hubungan sebab akibat harga ikan tengkulak dan harga ikan agen telah dijelaskan pada gambar 4.4 di atas.

3. Keuntungan nelayan

Keuntungan nelayan pendapatan hasil melaut

harga ikan agen jumlah tangkapan ikan

pengeluaran operasional nelayan biaya operasional

Gambar 4.8 Causal Tree Diagram dari Variabel “Keuntungan Nelayan”

Hubungan sebab akibat keuntungan nelayan

ditunjukkan pada gambar 4.8 di atas.

Keuntungan nelayan akan dipengaruhi oleh besar pendapatan hasil melaut dan pengeluaran operasional nelayan. Pendapatan hasil melaut

berbanding lurus dengan keuntungan.

Sedangkan pengeluaran operasional berbanding terbalik. Keuntungan nelayan yang dinyatakan dalam bentuk level akan mengakumulasi setiap input yang masuk. Sehingga, keuntungan

nelayan sangat bergantung pada besar

pendapatan dan pengeluaran nelayan.

Pendapatan hasil melaut ditentukan oleh multiply harga ikan agen serta jumlah tangkapan ikan. Jumlah tangkapan ikan adalah jumlah ikan

yang dijual ke tengkulak. Sedangkan

pengeluaran operasional nelayan dipengaruhi oleh biaya operasional melaut nelayan.

(12)

Variabel biaya operasional nelayan ditentukan oleh harga BBM, kebutuhan hidup di kapal, serta musim penangkapan ikan. Musim

penangkapan ikan didefinisikan sebagai

prosentase jumlah kapal yang menangkap ikan berdasarkan bulan selama 360 hari. Causal tree biaya operasional ditunjukkan pada gambar 4.9.

biaya operasional harga BBM

kebutuhan hidup di kapal musim penangkapan ikan bulan

Gambar 4.9 Causal Tree Diagram dari Variabel “Biaya Operasional”

4. Jumlah ikan di Tempat Pelelangan Ikan

jumlah ikan di TPI jumlah tangkapan ikan

hasil tangkapan per hari

Gambar 4.10 Causal Tree Diagram dari Variabel “Jumlah Ikan di TPI”

Jumlah ikan di TPI dipengaruhi oleh hasil tangkapan nelayan per hari. Sedangkan hasil tangkapan nelayan per hari , seperti pada gambar 4.5 dan 4.6 ditentukan oleh hasil rata-rata tiap jenis kapal yang datang dan jumlah rata-rata kapal yang datang per hari. Kedua variabel ini sangat ditentukan oleh musim penangkapan ikan. Musim penangkapan ikan

adalah prosentase kapal yang melaut

berdasarkan kondisi cuaca.

5. Jumlah Demand Produk IPI

jumlah deman jumlah produksi

kebutuhan bahan baku (musim produksi IPI)

musim produksi IPI bulan

Gambar 4.11 Causal Tree Diagram dari Variabel “Jumlah Demand”

Seperti yang terlihat pada gambar 4.11 di

atas, jumlah demand produk industri

pengolahan ikan (IPI) ditentukan oleh jumlah produksi dam musim produksi IPI. Jumlah produksi mempengaruhi jumlah demand sebab, rata-rata sistem penjualan di IPI yang diamati adalah bersifat make to stock. Sehingga, jumlah yang bisa dijual sangat menentukan jumlah

demand. Sedangkan musim produksi

didefinisikan sebagai kondisi permintaan pasar terhadap produk IPI. Misalnya pada masa berlibur, yaitu pada bulan Desember-Januari, jumlah demand akan meningkat.

6. Produktivitas IPI

Pada gambar 4.12 dibawah ini, dapat

ditunjukkan bahwa indeks produktivitas

dipengaruhi oleh jumlah demand dan jumlah output. Seperti yang telah dijelaskan pda bab 4, bahwa definisi indeks produktivitas yang

dimaksud adalah rasio tingkat pemenuhan produk dibagi dengan jumlah yang diproduksi

oleh IPI. Sedangkan jumlah demand

dipengaruhi oleh jumlah produksi dan musim produksi seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya hubungan sebab akibat jumlah demand. Untuk jumlah output ditentukan oleh jumlah produksi dikalikan dengan tingkat efisiensi produk. Tingkat efisiensi adalah rasio ouput dibagi dengan input. Input berupa produk awal dan output berupa produk jadi.

indeks produktivitas jumlah deman

jumlah produksi musim produksi IPI

jumlah output (jumlah produksi)

tingkat efisiensi produksi

Gambar 4.12 Causal Tree Diagram dari Variabel “Indeks Produktivitas”

4.3 Analisa Hasil Simulasi Software

Vensim

Lama waktu running model adalah 360 hari. Pemilihan waktu ini dipilih sebab kondisi

sistem klaster nelayan pesisir memiliki

perubahan cukup signifikan setiap hari selama 1 tahun dan perulangan siklus dalam tahun berikutnya adalah sama. Hal ini disebabkan pula karena pelaku klaster nelayan sangat bergantung pada musim.

Hasil simulasi menunjukkan adanya tren yang berbeda-beda. Berikut ini adalah analisa masing-masing grafik yang telah dihasilkan pada Simulasi Software Vensim.

1. Saving Industri Pengolahan Ikan

Setiap IPI memiliki tren yang berbeda-beda. Saving IPI Pengasapan, pengasinan, kerupuk ikan, dan IPI Pemindangan memiliki tren cenderung meningkat sepanjang tahun. Hal ini menandakan bahwa usaha pengolahan ikan ini dapat mencapai tingkat kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan diartikan sebagai pendapatan dapat mencukupi kebutuhan sehari-sehari untuk

konsumsi, pendidikan, kesehatan, serta

kebutuhan rumah tangga sehari-hari, lalu pendapatan berlebih disisihkan untuk ditabung sebagai saving. Nilai saving keempat industri pengolahan ini dipengaruhi oleh pendapatan penjualan dan pengeluran produksi. Dari kedua faktor ini dapat dianalisa bahwa produk ikan asap, ikan asin, ikan pindang, dan kerupuk ikan memiliki nilai tambah yang cukup tinggi setelah diolah, serta biaya produksi yang lebih rendah dibanding pendapatannya. Sehingga keuntungan yang didapat lebih besar.

(13)

Saving IPI Pendinginan memiliki tren yang berbeda dibanding dengan keempat IPI lainnya. Hal ini disebabkan karena jenis ikan pada IPI

Pendinginan lebih banyak, sehingga

ketergantungan pada musim melaut juga lebih besar dibanding keempat IPI sebelumnya. Pada

grafik 4.1 yang ditunjukkan pada bab

pengumpulan dan pengolahan data, tampak bahwa nilai saving mengalami peningkatan pada bulan ke-0 hingga bulan ke-1, lalu mengalami penurunan terus menerus pada bulan ke-2 sampai ke-5. Nilai saving menurun secara drastis sebab, pada bulan ke-2 sampai ke-5 atau hari ke-30 sampai ke-150 adalah musim paceklik ikan. Musim paceklik adalah musim saat jumlah tangkapan ikan oleh nelayan tidak sama dengan musim tangkap ikan. Hal ini disebabkan karena jumlah tangkapan ikan dipengaruhi oleh musim atau cuaca. Pada musim seperti ini, misalnya karena ombak dan musim angin.

Dari perbedaan kedua tren di atas, menunjukkan bahwa nilai saving masing-masing industri pengolahan ikan berbeda-beda satu sama lain. Pada dasarnya semua industri pengolahan ikan memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi pada saat musim tangkap ikan dibanding pada saat musim paceklik ikan pada bulan ke-2 sampai ke-5. Hal ini dapat ditunjukkan pada grafik berikut ini :

Pendapatan Masing-masing IPI

800 M 400 M 0 -400 M -800 M 0 36 72 108 144 180 216 252 288 324 360 Time (Day)

pendapatan IPI pengasapan : Kondisi awal Rp/Day Pendapatan IPI Kerupuk Ikan : Kondisi awal Rp/Day Pendapatan IPI Pemindangan : Kondisi awal Rp/Day Pendapatan IPI Pendinginan : Kondisi awal Rp/Day "pendapatan produksi IPI Ikan kering-asin" : Kondisi awal Rp/Day

Grafik 5.1 Pendapatan Masing-masing IPI

2. Keuntungan Nelayan

Grafik simulasi Keuntungan nelayan memiliki tren yang berbeda-beda. Pada nelayan damar dan kursin, keuntungan cenderung meningkat sepanjang tahun. Sedangkan nelayan jaring dan payang tidak. Pada nelayan damar, keuntungan menurun pada saat hari ke 90 hingga ke 120 atau bulan ke 4 hingga bulan ke 5. Sedangkan pada grafik nelayan kursin, pada bulan 4 dan 5 mendekati konstan. Kuntungan nelayan damar

dan kursin menurun karena tidak adanya aktivitas melaut dan selama musim yang bukan merupakan musim tangkap ikan. Pada musim seperti ini, hasil tangkapan yang didapat tidak sama dengan hasil tangkapan selama musim tangkap ikan.

Sedangkan pada grafik keuntungan nelayan payang dan jaring cenderung menurun dan konstan pada saat bulan ke 4 dan 5. Hal ini disebakan karena hasil tangkapan yang didapat tidak sama dengan hasil tangkapan selama musim tangkap ikan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah intensitas melaut, peralatan tangkap, serta kapasitas ukuran kapal dapat menampung hasil tangkapan ikan. Nelayan jaring hanya menggunakan peralatan melaut sederhana serta ukuran kapal yang kecil. Hal ini menyebabkan pendapatan nelayan jaring cenderung menurun, terutama pada saat musim penghujan tiba, yaitu bulan ke 5 hingga bulan ke 7. Keuntungan nelayan yang fluktuatif

berdasarkan waktu menunjukkan bahwa

penghasilan nelayan sangat bergantung pada musim ketersediaan ikan.

3. Saving 3 Stakeholder

Stakeholder yang dimaksud adalah pelaku-pelaku di dalam rantai pasok. Pelaku rantai pasok dalam penelitian ini terdiri atas nelayan sebagai produsen, tengkulak sebagai distributor, dan industri pengolahan ikan (IPI) sebagai konsumen. Pada grafik 3 stakeholder ini, pelaku nelayan diwakili oleh nelayan damar dan IPI diwakili oleh IPI Pengasapan. Dari output yang ditampilkan pada bab sebelumnya, nampak bahwa grafik IPI terletak pada tingkat tertinggi, setelah itu adalah saving IPI Pengasapan, dan terakhir adalah keuntungan nelayan damar. Pada periode ke-0, saving nelayan dan tengkulak mengalami nilai minus, sedangkan tengkulak tidak. Hal ini karena pengeluaran tengkulak dari pembelian ikan ke nelayan, dapat ditentukan sendiri tanpa ada regulasi batasan nilai keuntungan yang ingin diperoleh di TPI.

4. Jumlah Ikan di TPI

Dari grafik 4.4 pada bab sebelumnya, dapat diketahui hubungan jumlah dan harga ikan. Misalnya adalah ikan layang. Pada saat jumlah ikan tinggi, maka harga jual ikan cenderung menurun. Pada hari ke 0 sampai hari ke 120, jumlah ikan layang tidak tersedia, sehingga harga ikan mencapai tertinggi. Namun, pada saat hari ke 120 sampai hari ke 268, jumlah ikan

(14)

naik dan nilainya berubah-ubah setiap hari. Pada masa niak ini, harga ikan turun. Sehingga, dapat dibuktikan bahwa jumlah ikan di tempat pelelangan ikan berlaku hukum supply and demandd.

5. Jumlah Demand Produk IPI

Dari grafik 4.5 pada bab 4, dapat diketahui gap

antara demand dan jumlah produksi

pengasapan. Bila gap semakin tinggi, maka menunjukkan bahwa industri pengolahan ikan mengalami lost sales. Lost sales berarti kehilangan jumlah pendapatan yang seharusnya dapat diterima. Hal ini terjadi pada industri pengolahan ikan pengasapan dan pemindangan. Gap demand dan jumlah produksi tertinggi terjadi pada hari ke 30 sampai hari ke 120 atau bulan 2 sampai 4. Kondisi lost sales ini dapat terjadi karena pada bulan ini adalah masa saat jumlah tangkapan ikan tidak sebanyak pada bulan sebelumnya.

6. Produktivitas IPI

Dari grafik 4.6 dapat diketahui bahwa produktifitas tiap jenis IPI berbeda satu sama lain. Grafik produktivitas IPI Ikan Asin cenderung konstan sebab prosentase penyusutan ikan akan selalu sama besarnya untuk ukuran

kapasitas berapapun. Indeks produktivitas

pendinginan bernilai 1, sebab jumlah demand selalu dapat dipenuhi oleh IPI, meskipun musim ikan sedang paceklik. Hal ini juga disebabkan pada sistem pemesanan produk di

masing-masing IPI. Pada IPI Pendinginan,

pemindangan, pengasinan, adalah make to stock. Pada IPI Kerupuk Ikan adalah make to order dan IPI Pengasapan tidak berlaku keduanya. Sistem penjualan pada pengasapan tergantung pada kemampuan produksi internal dari industri pengolahan ikan yang tidak terikat oleh kontrak ataupun pemesanan dari konsumen.

4.4 Analisa Desain Skenario Kebijakan Perancangan dan running simulasi skenario

akan memberikan pertimbangan kepada

pemerintah atas kebijakan yang berpengaruh pada aliran rantai pasok klaster nelayan pesisir yang berdampak pada tingkat kesejahteraan pelaku industri pengolahan ikan. Variabel yang menjadi kebijakan pemerintah di model adalah harga BBM dan harga ikan tengkulak. Hasil simulasi dilihat pada time ke-360 sebab merupakan akumulasi dari saving time ke-0. Dari hasil simulasi pada sub bab 4.8 sebelumnya, didapakan hasil simulasi yang

berbeda-beda. Variabel keuntungan nelayan memiliki nilai paling tinggi pada skenario 1 BBM yaitu Rp 2.500,00. Bila dibandingkan dengan beberapa skenario, keuntungan nelayan berubah secara signifikan pada skenario BBM. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan nelayan sangat dipengaruhi oleh harga BBM . Dari grafik 4.7 diketahui bahwa semakin meningkat harga BBM maka keuntungan nelayan akan cenderung turun bahkan lebih curam untuk setiap kenaikan BBM yang drastis, yaitu skenario 1 BBM Rp 2500. Hal ini terjadi karena akan semakin meningkat pula biaya operasional nelayan. Pada sensitivitas harga ikan, bila keuntungan tengkulak dinaikkan maupun diturunkan, maka keuntungan nelayan menurun dengan prosentase yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa berapapun harga jual tengkulak ke nelayan, akan tetap mengakibatkan keuntungan menurun.

Sedangkan saving juragan mencapai nilai tertinggi pada skenario harga 2 yaitu Rp

500-2.000/Kg. Keuntungan harga ikan yang

dimaksud adalah nilai pengurangan harga dari harga ikan dasar di pasar yang seharusnya diterima oleh nelayan. Sehingga, keuntungan tengkulak akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin rendah harga beli ikan dari nelayan dan harga jual ke distributor lain, nilainya diatas standar pasar. Harga beli ikan tengkulak ke nelayan ditentukan sendiri oleh tengkulak dan nelayan pun menerima saja karena hanya tengkulak yang dapat menampung hasil tangkapan nelayan dalam jumlah besar. Regulasi pemerintah mengenai penentuan harga dasar ikan belum sepenuhnya diaplikasikan meski kebijakan tersebut sebenarnya sudah ada, yaitu seperti yang telah dijelaskan pada sub bab 4.4 strategi pemerintah di bidang perikanan tangkap. Keuntungan tengkulak cenderung tetap

pada sensitivitas harga BBM. Hal ini

disebabkan karena tengkulak tidak

mengeluarkan biaya untuk BBM, namun hanya pada perantara jual beli ikan. Meskipun tidak

dipengaruhi harga BBM, namun saving

tengkulak dipengaruhi oleh musim ikan. Pada musim tidak melaut nelayan, yaitu pada bulan 2 sampai bulan ke 5, nilai saving cenderung konstan. Hal ini disebabkan karena jumlah ikan yang ada di TPI menurun, sehingga tengkulak mengalami penurunan bahan baku produksi ikan pula.

(15)

Hasil simulasi skenario variabel saving industri pengolahan ikan menunjukkan bahwa saving IPI rata-rata mengalami peningkatan pada skenario 1 BBM yaitu Rp 2.500, kecuali pada IPI Pengasapan mengalami penurunan. Harga BBM memberikan pengaruh yang signifikan kepada saving IPI sebab, harga BBM merupakan pemicu kenaikan inflasi yang merupakan pemicu kenaikan harga bahan-bahan kebutuhan pokok untuk konsumsi IPI. Sehingga, semakin tinggi harga kebutuhan bahan-bahan pokok, mengakibatkan daya beli ikan untuk kebutuhan produksi semakin berkurang. Bila daya beli ikan IPI menurun, maka rata-rata peroduksi ikut menurun. Menurunnya rata-rata produksi akan berindikasi pada menurunnya nilai saving IPI pula. Sedangkan pada skenario harga ikan, saving IPI berubah cukup signifikan. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi keuntungan harga ikan oleh tengkulak akan berdampak langsung pada biaya bahan baku IPI. Khusu pada IPI Pengasapan dan Ikan Dingin, saving semakin meningkat dengan kenaikan harga ikan sebab harga jual produk jadi ikan asap dan ikan dingin ditentukan sendiri oleh pemilik ikan. Sehingga, bila harga ikan naik, IPI Pengasapan dan Pendinginan akan menaikkan harga produknya pula.

7. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat ditarik sesuai tujuan penelitian yaitu :

1. Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan klaster nelayan pesisir adalah harga BBM dan keuntungan harga tengkulak. Kedua variabel ini memberikan pengaruh yang signifikan kepada keuntungan nelayan, saving tengkulak, serta saving industri pengolahan ikan.

2. Hasil simulasi model rantai pasok

menunjukkan bahwa keuntungan nelayan, saving industri pengolahan ikan, dan saving tengkulak sangat bergantung dengan musim melaut nelayan.

3. Dari empat skenario dapat ditarik

kesimpulan bahwa kebijakan harga BBM dan keuntungan tengkulak oleh pemerintah memberikan dampak signifikan terhadap tingkat kesejahteraan nelayan, tengkulak, dan industri pengolahan ikan. Pengaruh kebijakan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penurunan BBM sebesar 44% Rp 2.500,00: • Keuntungan nelayan jaring meningkat

sebesar 118,82%.

• Keuntungan nelayan payang meningkat sebesar 119,59%.

• Keuntungan nelayan kursin meningkat sebesar 0,16%.

• Keuntungan nelayan damar meningkat sebesar 14,18%.

• Saving IPI Pengasapan menurun sebesar 0,04%.

• Saving IPI Ikan Asin meningkat sebesar 0,14%.

• Saving IPI Pemindangan meningkat sebesar 0,06%.

• Saving IPI Ikan Dingin meningkat sebesar 1,57%

• Saving IPI Kerupuk Ikan meningkat sebesar 0,01%.

• Saving tengkulak tidak berubah.

2. Kenaikan BBM sebesar 44% Rp 6.500,00 : • Keuntungan nelayan jaring menurun

sebesar 118,82%.

• Keuntungan nelayan payang menurun sebesar -119,59%.

• Keuntungan nelayan kursin menurun sebesar 0,16%.

• Keuntungan nelayan damar menurun sebesar 14,18%.

• Saving IPI Pengasapan menurun sebesar 0,02%.

• Saving IPI Ikan Asin menurun sebesar 0,38%.

• Saving IPI Pemindangan menurun sebesar 0,15%.

• Saving IPI Ikan Dingin menurun sebesar 1,79%

• Saving IPI Kerupuk Ikan menurun sebesar 0,06%.

3. Keuntungan harga ikan Rp 125-500,00 :

 Keuntungan nelayan jaring menurun

sebesar 118,82%.

 Keuntungan nelayan payang menurun

sebesar -119,59%.

 Keuntungan nelayan kursin menurun

(16)

 Keuntungan nelayan damar menurun sebesar 14,18%.

• Saving tengkulak menurun sebesar % 2,78 • Saving IPI Pengasapan menurun sebesar

1,27%

• Saving IPI Ikan Asin meningkat sebesar 5,37%

• Saving IPI Pemindangan menurun sebesar 0,01%

• Saving IPI Ikan Dingin menurun sebesar 7,29%

• Saving IPI Kerupuk Ikan meningkat sebesar 0,77%.

4. Keuntungan harga ikan Rp 500-2.000.00

 Keuntungan nelayan jaring menurun

sebesar 118,82%.

 Keuntungan nelayan payang menurun

sebesar -119,59%.

 Keuntungan nelayan kursin menurun

sebesar 0,16%.

 Keuntungan nelayan damar menurun

sebesar 14,18%.

• Saving tengkulak meningkat sebesar 5,57 %

• Saving IPI Pengasapan meningkat sebesar 2,49%

• Saving IPI Ikan Asin menurun sebesar 11,89%

• Saving IPI Pemindangan menurun sebesar 0,48%

• Saving IPI Ikan Dingin meningkat sebesar 9,2%

• Saving IPI Kerupuk Ikan menurun sebesar 1,72%.

Berdasarkan nilai pengaruh kebijakan

pemerintah terhadap tingkat keuntungan

nelayan, saving tengkulak, dan saving Industri Pengolahan Ikan di atas, maka dapat dijadikan sebagai masukan terhadap alternatif kebijakan pemerintah selanjutnya.

8. Daftar Pustaka

Acuviarta.(2009). Harga dan Kegagalan

Koordinasi. Pikiran Rakyat (Bandung), 29 Januari 2009.

Baroroh, Indah.(2008). Analisis Sistem Klaster Industri Alas kaki di Mojokerto untuk merumuskan kebijakan pengembangan yang keberlanjutan dengan pendekatan sistem

dinamik. Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS.

Basri, Faisal. (2008). Persoalan Harga BBM. Laporan Penelitian Ketua Tim Ekonomi Kadin Indonesia.

Borschev.A, & Filippov.A.(2006). „From system dynamics and discrete event to practical agent based modelling:reason, technique, tools‟. Paper of St.Petersburg

Technical University&XJ Technologies,

Rusia

BPS.(2007). Angka Produk Domestik Bruto (PDB), Indeks Tendensi Bisnis dan Indeks Tendensi Konsumen Tahun 2007. Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur.

BPS.(2009). Perkembangan Jumlah Orang Miskin di Indonesia (2004-2008), Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur.

Djamhari, Choirul.(2006). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sentra UKM Menjadi Klaster Dinamis. Infokop Nomor 29 Tahun XXII.

Eriyatno.(1999). Ilmu Sistem, Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen, Bogor : IPB Press.

Grahardyarini, BM Lukita.(2008). Berharap Bangkitnya Industri Perikanan. KOMPAS (Jakarta), 8 Oktober.

Harahap, Juliadi Z.(2004). Peran Industri Kecil Perikanan Terhadap Pengembangan Wilayah Studi Kasus pada Industri Pengolahan Ikan di Kelurahan Tanjung Leidong, Desa Teluk

Pulai Luar dan Desa Simandulang,

Kecamatan Kualah Leidong, Kabupaten Labuhan Batu Propinsi Sumatera Utara. Tesis Universitas Sumatera Utara.

Hidayati, Novita.(2009). Analisis Rantai Nilai untuk Mengetahui Pola Peningkatan Dya Saing Klaster Industri Berbasis Logam di Jawa Timur dengan Pendekatan Sistem Dinamik. Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS.

Huseni, Martani.(2008). Nilai Jual Produk Perikanan Merosot. KOMPAS (Jakarta), 25 Nopember.

Kementerian Sekretaris Negara RI.(2009).

<URL:htp://www.setneg.go.id /Implikasi

Kebijakan Penurunan Harga

BBM.htm.diakses 1 Februari 2009.

Kusumastanto, Tridoyo.(2005). The End of

(17)

Laporan Penelitian Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lutan, Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB).

Partiwi, Sri G.(2007). Perancangan Model Pengukuran Kinerja Komprehensif pada Sistem Klaster Agroindustri. Disertasi Institut Pertanian Bogor.

Pujawan, I Nyoman. ed., (2005). Supply Chain Management. Guna Widya, Surabaya.

Porter, M.E.(1990). What Is National

Competitiveness? Harvard Business

Review, 68 (2): 84-85

Porter, M.E.(1998). Clusters and The New

Economic of Competition. Harvard

Business Review.

Roelandt, den Hertag. 1999. Boosting

Innovation : The Cluster Approach. OECD, Proceedings. Paris: OECD.

Sartika, Ika.(2009). Pengembangan Model Rantai Pasok Produk Mudah Rusah dengan

Mempertimbangkan Kualitas. Disertasi

Institut Teknologi Bandung.

Siregar,A., Diawati, L., Suprayogi, dan

Cakravastia, A.(2007) : Perancangan Klaster Industri Berbasis Komoditas Unggulan dengan Menggunakan Pendekatan Sistem Rantai Nilai, Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Institut Teknologi Bandung.

Surya, Ady.(2008). Berharap Bangkitnya

Industri Perikanan. KOMPAS (Jakarta), 8 Oktober.

Suryadarma, Johan.(2008). Nilai Jual Produk Perikanan Merosot. KOMPAS (Jakarta), 25 Nopember.

Taufik, Tatang A.(2006). Pragmatisasi

Pengembangan/Penguatan Klaster Industri. Diskusi Klaster Industri.

Therik, Wilson M.A.(2007). Nelayan Dalam Bayang Juragan [Potret Kehidupan Nelayan Tradisional Bajo di Tanjung Pasir, Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Makalah Forum Diskusi Ilmiah (FDI). Program Pasca Sarjana Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Tindall, Stephen.(2003). A Business Guide to a Sustainable Supply Chain A Practical Guide. New Zaeland Business Council, New Zaeland.

Ummatin, Kuntum K.(2009). Dampak

Kebijakan Harga BBM Terhadap

Kemiskinan di Indonesia : Sebuah

Pendekatan Model Dinamik. Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri ITS

Watanabe, K.(2003). The Impact of E-Commerce On The Japanese Raw Fish Supply Chain, Northwestern University, Chicago, Illinois.

Gambar

Gambar 3.1 Big Picture Mapping Penelitian  Penjelasan masing-masing pelaku terdiri atas :  1
Gambar 3.2 Diagram Input-Output  3.4.3.Causal Loop Diagram
Gambar 3.3 Formulasi Variabel “Total Pengeluaran  Produksi IPI Pengasapan”
Grafik 3.2 Keuntungan Masing-masing Jenis Nelayan  Keuntungan  nelayan  didefinisikan  sebagai  adalah  pendapatan  bersih  nelayan  dari  melaut  yang  dihitung  per  kapal
+6

Referensi

Dokumen terkait

Masalah kesehatan pada lansia tentu saja berbeda dengan jenjang umur yang lain karena pada penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat

4.7.2 Menyusun teks deskriptif lisan dan tulis sangat pendek dan sederhana, terkait orang, binatang, dan benda, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur

Siaran kearifan lokal dalam penelitian ini yaitu bentuk program acara pada radio komunitas baik berupa hiburan, berita, program bahasa, melalui pendekatan bahasa dan

Pekerjaan yang dilakukan penulis selama berada didalam bagian admintrasi personalia lingkup manajemen sumberdaya manusia dengan praktik kerja, adalah pekerjaan-pekerjaan berupa

Dari pernyataan Sakuta tersebut dapat kita simpulkan bahwa selain kritik, perhatian khusus dari orang lain juga dapat menimbulkan malu dalam diri orang Jepang.. Hal inilah yang

Satuan Karya PramukaWidya Budaya Bakti (Saka Widya Budaya Bakti) adalah salah satu Satuan Karya Pramuka (Saka) yang merupakan wadah kegiatan dan pendidikan.. untuk

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perlakuan akuntansi pembiayaan gadai emas (Rahn) dan cicil emas pada PT Bank Syariah Mandiri Cabang Jember dapat

Secara matematis breakpoint ditentukan berdasarkan grafik level daya terima (Pr) fungsi jarak menggunakan two ray model, dengan persamaan seperti yang ditulis pada