• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA. A. Perkembangan Pengaturan Perbankan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA. A. Perkembangan Pengaturan Perbankan di Indonesia"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA

A. Perkembangan Pengaturan Perbankan di Indonesia

Perkembangan perbankan di Indonesia berdasarkan periodisasi berlakunya peraturan perundang-undangan perbankan.38

a. Periode Undang-undang No. 14 Tahun 1967

Regulasi perbankan di Indonesia secara sistematis dimulai pada tahun 1967 dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan. Undang-undang ini mengatur secara komprehensif sistem perbankan yang berlaku pada masa itu

b. Periode Deregulasi 1 Juni 1983

Dikatakan proses awal liberalisasi perbankan. Tujuan mengurangi ketergantunagn bank-bank pada Bank Indonesia Meningkatkan mobilisasi dana masyarakat39

1) Penghapusan pagu kredit Isi Kebijakan :

2) Pembebasan suku bunga simpanan 3) Meniadakan pagu atas swap Bank Sentral

38

https://kuliahade.wordpress.com/2010/04/19/hukum-perbankan-deregulasipengaturan-perbankan-nasional/diakses tanggal 1 Juni 2016

39Ibid

(2)

c. Periode Pakto 1988

Tujuan : Perubahan Struktural Kelembagaan Perbankan untuk menunjang pengerahan dana masyarakat dan ekspansi pemberian kredit.

Isi Kebijakan :

1) Keleluasaan Pendirian Bank

2) Diperbolehkan BUMN menyimpan deposito di Bank Swasta 3) Penetapan CAR (Capital Adequacy Ratio), Legal Lending Limit 4) Setelah dikeluarkannya PAKTO, kemudian dimulailah pendirian

Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Berkah Amal Sejahtera, dan BPRS Dana Mardhatillah pada tanggal 19 Agustus 1991. Kemudian, disusul oleh BPRS Amanah Rabaniah pada tanggal 24 Oktober di tahun yang sama. Ketiga BPRS tersebut beroperasi di Bandung, dan kemudian berdiri BPRS Hareukat pada tanggal 10 November 1991 di Aceh.7 d. Periode Undang-undang No. 7 Tahun 1992

(1) Penyederhanaan jenis bank, menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) serta memperjelas ruang lingkup dan batas kegiatan yang dapat diselenggarakannya;

(2) Persyaratan pokok untuk mendirikan suatu bank diatur secara rinci, sehingga ketentuan pelaksanaan yang berkaitan dengan kegiatan perbankan lebih jelas dan lebih terarah;

(3) Peningkatan perlindungan dana masyarakat yang dipercayakan pada lembaga perbankan melalui penerapan prinsip kehati-hatian dan pemenuhan ketentuan persyaratan kesehatan bank;

(3)

(4) Peningkatan profesionalisme para pelaku di bidang perbankan;

(5) Perluasan kesempatan untuk menyelenggarakan kegiatan bidang perbankan secara sehat dan bertanggungjawab sekaligus mencegah terjadinya praktek-praktek yang merugikan kepentingan masyarakat luas.40

e. Periode Undang-undang No. 10 Tahun 1998

Pokok-pokok penyempurnaan tersebut adalah sebagai berikut :

(1) Peralihan kewenangan dan pemberian izin kepada Bank Indonesia yang sebelumnya menjadi kewenangan Menteri Keuangan;

(2) Perlunya konsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka pembentukan badan khusus;

(3) Peningkatan sanksi pidana atas pelanggaran rahasia bank;

(4) Peningkatan peranan bank umum dalam melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;

(5) Ketentuan mengenai kemungkinan pemilikan bank asing sebagai mitra strategis dan pemegang saham bank umum;

(6) Peranan Badan Pengawas Keuangan; (7) Pendefinisian lembaga penjamin simpanan; (8) Penegasan sifat sementara bagi badan khusus;

(9) Pencantuman persyaratan analisis mengenai dampak lingkungan dalam perjanjian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;

(10) Perubahan ancaman sanksi pidana berupa peningkatan ancaman hukuman

40Ibid

(4)

Selanjutnya mengenai Bank Indonesia dengan tegas dicantumkan dalam Pasal 4, ayat 1, 2, dan 3 sebagai berikut:

(1) Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia

(2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

(3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang ini.41

Hal ini berarti Bank Indonesia merupakan bank sentral bagi Negara Republik Indonesia dan sekaligus merupakan lembaga yang statusnya independen yang bebas dari segala bentuk campur tangan termasuk dari pemerintah Indonesia sendiri sepanjang tidak ada penetapannya tentang hal tersebut dalam Undang-undang dimaksud. Demikian juga dengan status hukumnya yaitu merupakan Badan Hukum yang juga pengaturannya ditetapkan dalam UU No. 23 tahun 1999.

Selain itu Bank Indonesia memiliki peran (role) sebagai pemegang otoritas moneter (monetary authority), sehingga ia disebut sebagai“central bank” ataupun “reserve bank”. Bank Indonesia disebut sebagai bank sentral, adalah karena sebuah bank sentral merupakan suatu kelembagaan publik yang kewenangannya termasuk dalam hal mengelola nilai mata uang lokal, mengontrol jumlah uang yang beredar (money supply), dan memelihara tingkat suku bunga (interest rates).

Bank sentral memiliki tugas pula untuk melakukan pengawasan ataupun mengatur kelembagan perbankan komersial ataupun kelembagaan keuangan melalui aturan kewenangan yang telah ditetapkan di masing-masing negara,

(5)

terutama terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat mengganggu jalannya perekonomian negara. Sebab, ada dua kemungkinan pola perubahan nilai mata uang, yaitu depresiasi dan apresiasi terhadap nilai mata uang asing. Bank Indonesia memiliki kewenangan penuh dalam mengambil segala bentuk tindakan moneter untuk menstabilkan nilai mata uang rupiah, termasuk melakukan antisipasi terhadap segala sesuatu yang dapat berdampak negatif terhadap nilai mata uang rupiah.

Peran yang akan dilakukan Bank Indonesia sebagai bank sentral sehubungan dengan stabilisasi nilai mata rupiah adalah melaksanakan apa yang disebut dalam Pasal 8 Undang-Undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia melalui tindakan, seperti :

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran 3. Mengatur dan mengawasi Bank

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga negara yang dibentuk pada tahun 2011 berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011, dan beroperasi Januari 2013 (untuk pasar modal dan LKNB) dan 2014 (untuk perbankan). Aturan ini menjelaskan fungsi OJK dalam menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK sendiri didirikan untuk menggantikan peran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dengan terbentuknya OJK

(6)

maka secara otomatis pengaturan dan pengawasan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) beralih ke OJK.42

Pembentukan OJK tentunya dengan mempertimbangkan beberapa alasan, salah satunya adalah terkait fungsi Bank Indonesia. Bank Indonesia yang dulunya diberi tugas mengawasi dan mengatur sektor perbankan pada kenyataannya dianggap belum mampu menjalankan tugasnya dengan maksimal. Bank Indonesia juga dilihat mempunyai tugas yang sangat berat sehingga membutuhkan lembaga pembantu. Di samping itu, hingga saat ini, Bank Indonesia masih dianggap sangat rentan dengan intervensi dari berbagai pihak terutama pemerintah dan pengusaha. Kondisi ini menjadi dorongan untuk membentuk lembaga pengawas yang lebih independen. Lembaga pengawas perbankan harus bebas dari intervensi dan campur tangan pihak manapun sehingga mampu bekerja secara profesional.43

Untuk itu dibentuklah OJK yang diharapkan dapat melakukan pembagian tugas dengan Bank Indonesia. Bank Indonesia yang dulunya juga bertugas mengawasi perbankan, dengan terbentuknya OJK maka dengan sendirirnya tugas tersebut akan berpindah kepada OJK. OJK diberi tugas dalam hal mikro

(micro-prudential supervision) yakni mengawasi bank-bank yang ada di Indoensia.

Sementara Bank Indonesia sendiri akan lebih bertanggung jawab dalam menangani masalah yang lebih makro ( macro-prudential supervision) misalnya terkait dengan kebijakan moneter dan penanganan di saat krisis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, sebetulnya peran OJK sebagai lembaga pengawas

42

http://cwts.ugm.ac.id/implikasi-pembentukan-otoritas-jasa-keuangan-terhadap-pengaturan-dan-pengawasan-perbankan-indonesia/diakses tanggal 1 Juni 2016

(7)

keuangan ini tak benar-benar baru. Di dalamnya terdapat penyatuan wewenang dan kekuasaan beberapa institusi yang sudah ada.44

B. Independensi Bank Indonesia Sebagai Lembaga Negara

Selain mengambil alih tugas Bapepam-LK dan Bank Indonesia, pembentukan OJK juga menjadi respon atas perkembangan sektor jasa keuangan. Sektor jasa keuangan telah mengalami perkembangan pesat seiring dengan globalisasi dan keterbukaan pasar. Semakin majunya sistem teknologi dan komunikasi dalam perbankan juga mendorong pemerintah untuk mereformasi sistem pengawasan perbankan. Sistem keuangan menjadi semakin kompleks, dinamis, hybrid, dan saling terkait. Untuk itu kemudian diperlukan OJK sebagai lembaga dengan fungsi dan sistem yang telah terintegrasi.

Dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan disebutkan, lembaga-lembaga yang akan berada di bawah pengawasan OJK adalah perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan atau multifinance, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Lembaga jasa keuangan ini mencakup pergadaian (PT Pegadaian), lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, lembaga pembiayaan sekunder perumahan dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, yaitu penyelenggaraan program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan.

Eksistensi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dipayungi oleh Pasal 23D UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur

44Ibid

(8)

dengan undang-undang”. Namun perlu digaris bawahi bahwa walaupun UUD 1945 secara eksplisit telah menyatakan hal tersebut, bukanlah berarti kedudukan lembaga Bank Indonesia sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara, seperti BPK. Status dan kedudukan hukum bank Indonesia sebagai lembaga negara sudah ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, yakni “Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, bebas dari campur tangan dari pemerintah dan / atau pihak-pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur oleh undang-undang ini”.45

Meskipun Bank Indonesia berkedudukan sebagai lembaga negara yang independen, namun dalam melaksanakan tugasnya, ia harus membangun hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah maupun

Pasal tersebut sekaligus memberi pengertian bahwa bahwa Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang otonomi dan mandiri(independen). Dan itulah sebabnya Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Artinya pihak manapun diluar Bank Indonesia tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Bahkan Bank Indonesia berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun yang berani mengintervensinya. Itulah sebabnya Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.

(9)

pihak lainnya. Keadaan kedudukan Bank Indonesia yang sedemikian menimbulkan beberapa tanggapan dari beberapa pihak. Ada yang menganggap kedudukan BI harus masuk dalam lembaga negara bantu/penunjang. Dan jika ini terjadi dapat diduga akan membawa implikasi bahwa BI dapat dibubarkan sewaktu-waktu oleh lembaga negara utama lainnya. Sedangkan BI merupakan satu-satunya otoritas tertinggi dalam hal pelaksana moneter di Indonesia.

Sebagai Bank Sentral, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian, yang mempunyai wewenang, antara lain:Menetapkan macam dan harga mata uang, Menekan laju inflasi, Pengaturan kredit atau pembiayaan, dan Penetapan tingkat diskonto dan penetapan cadangan wajib minimum.46

Selain itu, BI sebagai pengatur kebijakan moneter juga mempunyai kewajiban moral untuk mengontrol sumber pendapatan daerah atau pusat (APBD/APBN), terutama berkaitan dengan hasil-hasil kekayaan yang banyak terdapat di daerah. Hal ini kaitannya dengan pengaturan pada Pasal 33 UUDNRI

Kedudukan BI sebagai Bank Sentral akan terkait dengan pengakuan dari negara lain dimana pengakuan dari negara lain ini bertujuan untuk memperoleh kedaulatan. Dengan pengertian bahwa Negara Indonesia mampu mempunyai suatu Bank Sentral sepertri halnya dengan negara asing lainnya sehingga BI memiliki kewibawaan terhadap kekuasaan lain.

(10)

Tahun 1945,47 yang berbunyi :“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.48

Dasar hukum Kedudukan Bank Indonesia sebagai Lembaga Negara Pemegang Otoritas Tertinggi di bidang Moneter dan Perbankan Negara (Bank Sentral).Dasar hukum kedudukan BI sebagai Bank Sentral, antara lain:

Pasal ini membawa konsekuensi bahwa segala sumber pendapatan pusat maupun daerah yang berasal dari hasil-hasil kekayaan sebagai sumber keuangan negara, harus dibawah pengawasan/kendali/kontrol dari Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang mengatur kebijakan moneter negara.

49

1) Pasal 23A UUDNRI Tahun 1945 2) Pasal 23C UUDNRI Tahun 1945 3) Pasal 23D UUDNRI Tahun 1945

4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia

Eksistensi Bank Indonesia selaku Bank Sentral dijamin dalam amandemen UUD 1945 Pasal 23D, yang menyatakan bahwa “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang”.Meskipun eksplisit dinyatakan

47

anggungading.blogspot.co.id/2013/11

48

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945

49 Zulkarnaen dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Konstitusi, Bandung: CV. Pustaka Setia,

(11)

dalam UUD 1945, namun kedudukan lembaga Bank Indonesia tidak termasuk dalam Lembaga Tinggi Negara, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang sama-sama eksistensinya dijamin dalam UUD 1945. Status dan kedudukan hukum bank Indonesia sebagai lembaga negara disebutkan secara tegas pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, yakni:

“Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, bebas dari campur tangan dari pemerintah dan / atau pihak-pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur oleh undang-undang 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia”.

Pasal tersebut memberi pengertian bahwa bahwa Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang otonomi dan mandiri. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.

Sebagai Lembaga negara yang independen,kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Di samping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia

(12)

berada di luar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI harus membina hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya.

Terkait dengan kedudukan BI sebagai lembaga negara, terdapat bermacam-macam pendapat. Ada yang berpendapat bahwa kedudukan BI dimasukkan dalam lembaga negara bantu/penunjang. Jika hal ini ditafsirkan demikian, maka akan menjadi sesuatu yang fatal di kemudian hari. Pengertian lembaga negara bantu adalah lembaga negara yang membantu jalannya lembaga negara utama, dimana apabila tugasnya dianggap sudah selesai atau tidak diperlukan lagi, maka lembaga negara bantu dapat dibubarkan sewaktu-waktu oleh lembaga negara utama (bersifat ad hoc). Apabila kedudukan BI dimasukkan dalam lembaga negara bantu, maka jika ditarik dari pengertian tersebut akan membawa implikasi bahwa BI dapat dibubarkan sewaktu-waktu oleh lembaga negara utama padahal BI merupakan satu-satunya otoritas tertinggi pelaksana moneter di Indonesia sebagaimana yang diatur dalam undang-undang, sehingga apabila ini diterapkan, maka akan menjadi sesuatu yang fatal sekali dalam ketatanegaraan Indonesia. Oleh karena itu, penulis tidak menyebut lembaga negara utama maupun lembaga negara bantu.

Sebagai lembaga negara yang independen, BI bertindak sebagai Bank Sentral Negara Indonesia dimana kedudukannya mewakili/bertindak atas nama Negara

(13)

dalam lingkungan nasional maupun hubungan dengan negara lain. Kedudukan BI sebagai Bank Sentral yang independen tidak disebutkan secara implisit dalam UUD 1945, tetapi dalam Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) bahwa:

“Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia”. Selanjutnya, dalam Pasal 4 ayat (2) bahwa “Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang”.

Sebagai Bank Sentral, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian, yang mempunyai wewenang, antara lain:

a. Menetapkan macam dan harga mata uang, b. Menekan laju inflasi,

c. Pengaturan kredit atau pembiayaan,

d. Penetapan tingkat diskonto dan penetapan cadangan wajib minimum.

(Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia).

Kedudukan BI sebagai Bank Sentral akan terkait dengan pengakuan dari negara lain dimana pengakuan dari negara lain ini bertujuan untuk memperoleh kedaulatan. Dalam artian bahwa Negara Indonesia telah mampu mempunyai suatu

(14)

Bank Sentral seperti di negara-negara lain yang dipercaya untuk melaksanakan kebijakan moneter, sehingga BI harus punya kewibawaan untuk tidak terpengaruh dengan kekuasaan lain. Contohnya adalah kewenangan BI dalam menentukan bentuk uang negara. Bentuk uang negara merupakan salah satu syarat suatu negara itu diakui karena dianggap sudah mampu untuk menentukan nilai uang negaranya sendiri melalui lembaga negara yang diakui untuk melaksanakan kewenangan untuk membentuk uang negara, yaitu Bank Sentral. Melalui bentuk uang ini, maka terdapat pembentukan nilai uang negara dimana BI punya otoritas untuk mengawasi peredaran nilai uang negara tersebut, sehingga apabila dalam Negara Indonesia banyak terjadi pemalsuan uang, maka akan tidak dipercaya oleh negara lain karena Bank Sentral dianggap tidak mempunyai kewibawaan untuk tidak terpengaruh dengan intervensi-intervensi dari luar.

Selain itu, BI sebagai pengatur kebijakan moneter juga mempunyai kewajiban moral untuk mengontrol sumber pendapatan daerah atau pusat (APBD/APBN), terutama berkaitan dengan hasil-hasil kekayaan yang banyak terdapat di daerah. Hal ini kaitannya dengan pengaturan pada Pasal 33 UUDNRI Tahun 1945, yang mengatur:

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Pasal ini membawa konsekuensi bahwa segala sumber pendapatan pusat maupun daerah yang berasal dari hasil-hasil kekayaan sebagai sumber keuangan negara, maka diperlukan kendali/kontrol dari BI sebagai Bank Sentral yang mengatur kebijakan moneter negara.

(15)

C. Status Bank Indonesia Dalam Sistem Pemerintahan Di Indonesia

Sistem ketatanegaraan Indonesia, Bank Indonesia memiliki peran yang amat strategis, yaitu selain sebagai pemegang kas pemerintah, juga berfungsi sebagai Bank Pengontrol peredaran uang. Bank Indonesia atas nama Pemerintah Republik Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri, dapat menatausahakan serta menyelesaikan taguhan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap pihak luar negeri. BahkanhanyaBank Indonesialah merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran.50

Struktur Bank Indonesia dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia dapat dilihat melalui bagan berikut :

Bagan 1. Struktur Bank Indonesia Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia (Sumber :Didik J. Rackhbini:166)51

50 Pasal 20 Undang-Undang No. 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia

51 Didik J Rachbhini dan Suwidi Tono Bank Indonesia Menuju Independensi Bank

Sentral. Jakarta:PT. Mardi Mulyo, 2000, hlm. 166

MPR PRESIDEN DPR DPA PERATURAN PEMERINTAH PERATURAN BANK INDONESIA BPK MA BANK

INDONESIA NEGARA KEPALA

KEPALA PEMERIN TAHAN

(16)

Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia. Sekaligus merupakan lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang ini dengan tugas sebagai berikut :

a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, maka Bank Indonesia berwenang : menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya; melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada : operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing; penetapan tingkat diskonto; penetapan cadangan wajib minimum; dan pengaturan kredit atau pembiayaan.

Adapun cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Selanjutnya dalam melaksanakan kebijakan moneter lainnya Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan yang pelaksanaan berdasarkan prinsip syariah. Sebab pemberian kredit wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau

(17)

pembiayaan yang diterimanya sesuai dengan peraturan yang ditetapkan Bank Indonesia.

Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan, termasuk mengelola cadangan devisa. Selanjutnya dalam pengelolaan cadangan devisa, Bank Indonesia dapat melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa serta menerima pinjaman luar negeri.

Selain sebagaimana dikemukakan di atas, Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang dapat bersifat makro atau mikro untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Pelaksanaan survei dimaksud dapat dilakukan oleh pihak lain berdasarkan penugasan dari Bank Indonesia. Seterusnya dalam penyelenggaraan survei sebagaimana dimaksudkan UU No. 23 tahun 1999 tersebut setiap badan wajib memberikan keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia. Namun Bank Indonesia atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) UU No. 23 tahun 1999, wajib merahasiakan sumber dan data individual bank dimaksud, kecuali yang secara tegas dinyatakan lain dalam undang-undang.52

Selain itu perlu digaris bawahi bahwa walaupun “nama dan kewenangan bank juga tidak tercantum eksplisit dalam UUD 1945, namun ketentuan yang ada dalam Pasal 23D UUD 1945 cukup tegas menyatakan :”Negara memiliki suatu

(18)

bank senteral yang usunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan independensinya diatur dengan Undang-Undang”53

6) Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran;

b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, Bank Indonesia berwenang :

7) Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya; dan

8) Menetapkan penggunaan alat pembayaran yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.54

Bank Indonesia juga berwenang mengatur sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. Penyelenggaraan kegiatan kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia yang pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.

Selain itu Bank Indonesia menylenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. Sedangkan penyelenggaraan kegiatan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank sebagaimana dimaksud, dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia melalui penetapan Bank Indonesia.

53Jimly Asshiddiqie 2006 Perkembangan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi Jakarta:Konstitusi Press. Hlm.108

(19)

Dengan demikian dapat diketahui bahwa Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran tanpa dibebankan apapun termasuk bea meterai.

Selanjutnya jika keadaan memaksa, Bank Indonesia dapat mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan nilai yang sama dengan ketentuan jika 5 (lima) tahun sesudah tanggal pencabutan dilakukan, namun masih terdapat uang yang belum ditukarkan, nilai uang tersebut diperhitungkan sebagai penerimaan tahun anggaran berjalan.Artinya uang yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud, diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran berjalan.Sedangkanhak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan.

c. Mengatur dan mengawasi bank.

Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c UU No. 23 tahun 1999, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank, dan mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan dalam hal pengaturan, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.

Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Bank Indonesia :a). memberikan dan mencabut izin usaha

(20)

Bank;b). memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor Bank;c). memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan Bank;d). memberikan izin kepada Bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

Perlu diingat bahwa pengawasan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 UU tersebut adalah pengawasan langsung dan tidak langsung dengan catatan setiap bankwajib menyampaikan laporan, terhadap Bank Indonesia yang berisikan keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bila perlu perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak terafiliasi dari Bank harus dilibatkan.

Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan,termasuk terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan debitur Bank. Hal-hal yang wajib diberikan kepada pemeriksa adalah keterangan dan data yang diminta;kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya sertahal-hal lain yang diperlukan.

Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2).Sedangkan pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan, wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan.Syarat-syarat bagi pihak lain yang ditugasi oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud harus melalui penetapan Bank Indonesia.

(21)

Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan.NamunBank Indonesia wajib mengirim tim pemeriksa untuk meneliti kebenaran atas setiap dugaan dimaksud.

Jika hasil pemeriksaan tidak memperoleh bukti yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga harus mencabut perintah penghentian transaksi. Dalam hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan/atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perbankan yang berlaku.

Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang yang pembentukannya dilaksanakan menurut undang-undang/ketentuan yang berlaku dengan catatan sepanjang lembaga pengawasan belum terbentuk, maka tugas pengaturan dan pengawasan bank akan dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Bank Indonesia memiliki keistimewaan jika dibandingkan dengan bank-bank lainnya walaupun berstataus bank pemerintah.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendukung usaha penyembuhan pasien secara cepat pada unit rawat inap Rumah Sakit Khusus Jantung akan dilengkapi dengan instalasi farmasi pada tiap lantai

Penelitian ini menunjukkan variabel motivasi berprestasi dan pola asuh orang tua secara bersama- sama mempunyai hubungan dengan prestasi belajar IPS sebesar

Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 5 Tahun 2011 tentang

[r]

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah penerapan metode CPM dan PERT pada penjadwalan proyek konstruksi yang awalnya menggunakan metode Bar Chart

“Kami selalu mengucap syukur kepada Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, setiap kali kami berdoa untuk kamu, dan mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa, yang

Tabel distribusi frekuensi berdasarkan shift (kerja gilir) menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki persepsi yang baik terkait shift kerjanya, yakni sebanyak 67 orang

Bagikan kepada siswa bahan ajar yang dipilih sendiri (dapat menggunakan satu halaman dalam sebuah buku teks, sebagai ganti buku pegangan). Perintahkan siswa untuk mempelajari buku