• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Strategi Bersaing

Strategi menurut Sagala (2013) merupakan instrumen manajemen termasuk dalam manajemen sekolah. Sementara strategi bersaing menurut Porter (dlm. Bangun 2008) adalah pencarian posisi bersaing yang menguntungkan di arena bersaing dan untuk menentukan posisi menguntungkan dari kekuatan-kekuatan pesaing. Sementara tujuan akhir strategi bersaing menurut Kuntjoroadi & Safitri (2009) adalah untuk menanggulangi kekuatan lingkungan demi kepentingan perusahaan.

Menurut Porter (1980) ada tiga strategi generik yang akan membantu untuk mengungguli pesaing yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus. Keunggulan biaya yang rendah menurut Porter dapat melindungi organisasi dari pembeli yang kuat dan meningkatkan daya beli terhadap jasa yang ditawarkan. Pembeli jasa cenderung akan memperhatikan harga terendah yang ditawarkan, sehingga hal ini juga harus menjadi perhatian pemberi jasa.

(2)

Strategi diferensiasi menurut Porter (1997) dilakukan dengan menciptakan sesuatu yang baru atau unik yang dapat dirasakan oleh konsumen. Misalnya dalam hal ini adalah Sekolah Teologi sebagai pemberi jasa, maka harus memberikan sesuatu yang unik dan berbeda dengan Sekolah Teologi yang lain. Sementara pada strategi fokus, organisasi fokus kepada kelompok pembeli, segmen lini produk atau pasar geografis tertentu.

Pelaksanaan strategi dapat terhambat oleh karena beberapa penyebab. Faktor penyebab strategi bersaing tidak terimplementasi diungkapkan oleh Kristanto (2012) sebagai berikut:

Tabel 2.1

Penyebab Strategi Bersaing Tidak Terimplementasi Penyebab Tindakan Perubahan pasar yang tidak diantisipasi

Perancangan strategi yang fleksibel, sehingga strategi dapat berubah dari waktu ke waktu berdasarkan dengan situasi lingkungan.

Kompetitor merespon

strategi dengan cepat

Menyadari posisi institusi di tengah persaingan dan memiliki pedoman yang jelas dalam merumuskan strategi bersaingnya.

Sumber daya yang terbatas untuk

implementasi

Melakukan evaluasi finansial secara simultan dengan perancangan strategi tentunya akan membantu permasalahan

(3)

kekurangan sumber daya dengan baik. Tidak diterimanya atau tidak dimengertinya strategi secara luas

Melibatkan sebanyak mungkin elemen dari organisasi dalam perancangan strategi, dengan melibatkan banyak elemen dari organisasi maka hal tersebut akan membuka peluang adanya diskusi. Tidak ada

orientasi waktu dan keunikan

Harus mencari value baru yang belum dilakukan oleh kompetitor, hal ini dapat dilakukan dengan melakukan analisa pasar, sehingga diketahui peluang-peluang apa saja yang ada dan belum dieksploitasi oleh pesaing, dan menggunakan kekuatan institusi untuk mengeksploitasi peluang tersebut. Kurang fokus,

karena ingin melakukan banyak hal sekaligus

Seiring dengan dirancangnya strategi, perlu pula dirancang sebuah action plan, yang akan berguna untuk menentukan prioritas dalam implementasi strategi, implementasi juga akan membantu menentukan siapa mengerjakan apa, sehingga tidak ada pengerjaan yang saling tumpang tindih satu sama lain. Kualitas

strategi yang buruk

Terkadang implementasi tidak berjalan dengan baik karena kualitas dari strategi yang dirancang memang buruk dimana strategi yang dirancang salah dalam menentukan posisi kompetitif institusi atau salah mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan institusi dibandingkan

(4)

dengan pesaing. Perlu analisis yang baik untuk menentukan posisi kompetitif institusi atau kelemahan dan kekuatan institusi dibandingkan dengan pesaing. Sumber: Kristanto (2012).

Uraian Kristanto di atas dapat menjadi pertimbangan dalam merumuskan sebuah strategi bersaing agar terhindar dari tidak terimplementasinya strategi bersaing yang telah dirumuskan.

Gaffar (2004 dlm. Sagala 2013) menjelaskan dalam menjalankan strategi untuk memenangkan kompetisi tidak hanya dilakukan dengan merumuskan sebuah strategi bersaing tetapi juga harus memahami posisi dan gerakan kompetitor yaitu:

(1) siapa yang harus menjadi sasaran competitor sekolah tersebut dan langkah apa yang harus diambil; (2) apakah strategi move competitor itu dan seberapa seriuskah harus diperhatikan dan apa yang harus diperkuat untuk menghadapi pesaing; (3) hal apa yang harus dihindari untuk menghindari respons yang emosional yang akhirnya dapat memenangkan persaingan.

Apabila telah memahami tiga hal di atas maka selanjutnya sekolah tinggal mengimplementasikannya untuk meningkatkan daya saing.

(5)

2.2. Daya Saing

Daya saing adalah gambaran bagaimana sebuah organisasi dan SDM-nya mengendalikan kekuatan kompetensi yang dimilikinya dengan terpadu hingga memperoleh keuntungan (Zuhal 2010), sementara Thoha (2004) menjelaskan bahwa daya saing merupakan salah satu cara untuk memenangkan kompetisi sebuah organisasi. Jadi daya saing merupakan sebuah cara dengan melibatkan seluruh aspek dalam organisasi untuk memperoleh keuntungan dan memenangkan kompetisi. Hubeis & Najib (2014) mengambarkan situasi saat ini dimana semakin banyaknya alternatif yang ditawarkan dalam segala bidang termasuk pendidikan mendorong adanya upaya peningkatan daya saing bahkan hingga ke level superior competitive advantage.

Untuk memiliki daya saing yang baik, Agus Rahayu (2008 dlm. Suryadi et.al 2009) mengungkapkan bahwa terdapat dua strategi yaitu: “strategi bersaing (competitive strategy) dan strategi kerja sama (cooperative strategy)”. Agus Rahayu (2008 dlm. Suryadi et.al 2009) menjelaskan juga bahwa strategi bersaing akan menjadi efektif jika organisasi memiliki sumber daya yang lebih baik. Strategi daya saing dapat dilakukan dengan pengembangan potensi ekonomi,

(6)

penguatan hubungan dan penguatan kemampuan SDM dan IPTEK.

2.3. Strategi Bersaing Dalam Pendidikan

Bagi lembaga pendidikan upaya meningkatkan daya saing merupakan hal yang penting dan menjadi keharusan agar dapat menjalankan penyelenggaraan pendidikan secara berkesinambungan. Dalam pemarasan sekolah dan meningkatkan daya saing sekolah Hidayat dan Machali (2012) mengemukakan langkah-langkah strategi bersaing yang perlu diperhatikan yaitu identifikasi pasar, segmentasi pasar, diferensiasi, komunikasi pemasaran, dan pelayanan sekolah.

2.3.1. Identifikasi Pasar

Pada bagian ini sekolah harus melakukan penelitian untuk mengetahui kondisi dan ekspektasi pasar termasuk atribut-atribut pendidikan yang menjadi kepentingan pelanggan. Dalam sisi marketing STT merupakan pemberi jasa pendidikan yang segmen pasarnya mulai bergeser dari segmen emosional ke segmen rasional. Pada segmen emosional pelanggan lebih memperhatikan religiusitas serta kurang memperhatikan harga, kualitas, mutu dan ketersediaan

(7)

jaringan yang memadai sementara segmen rasional, pelanggan benar-benar sensitif terhadap perkembangan kualitas dan mutu pendidikan (Hidayat & Machali 2012). Dalam perkembangannya pengguna jasa pendidikan di STT tidak hanya melihat sisi religiusitasnya melainkan juga memperhatikan perkembangan kualitas dan mutu pendidikan. Bila STT hanya memperhatikan segmen emosional pelanggan, maka harus disadari bahwa persaingan STT tidak hanya dengan STT semata melainkan bersaingan dengan perguruan tinggi lain selain STT. Sehingga STT perlu memperhatikan segmen rasional selain segmen emosional pelanggan untuk meningkatkan daya saingnya.

2.3.2. Segmentasi Pasar

Segmentasi pasar adalah membagi pasar menjadi kelompok pembeli yang dibedakan berdasarkan kebutuhan, karakteristik, atau tingkah laku, yang mungkin membutuhkan produk yang berbeda (Hidayat & Machali 2012). Porter (1997) menjelaskan bahwa mungkin saja produk atau jasa yang dikehendaki ada di tempat lain tetapi mungkin saja terdapat segmen-segmen dalam pasar yang belum terlayani dengan baik, sehingga untuk meningkatkan daya saing strategi ini

(8)

perlu diperhatikan dengan melihat apakah ada segmen pasar yang masih belum digarap oleh yang lain. Jadi dalam memasarkan jasanya, sekolah melakukan pengembangan layanan kepada penguna jasa baru yang belum terlayani dengan baik oleh pesaing (Hunger & Wheelen 2003). Dalam melakukan segmentasi pasar, STT perlu mencermati apa yang menjadi kebutuhan pasar dan melihat apakah ada segmen pasar yang belum digarap dengan baik.

2.3.3. Diferensiasi

Hidayat & Machali (2012) menjelaskan bahwa diferensiasi merupakan satu dari tiga strategi pemasaran sebagai strategi bersaing. Dengan diferensiasi sekolah dapat memberikan penawaran yang berbeda dengan penawaran yang diberikan oleh sekolah lain. Sehingga sekolah dituntut untuk memberikan penawaran atribut dan jasa yang berbeda dengan pesaing lainnya serta menyediakan nilai-nilai unik dan superior kepada pelanggan dari sisi kualitas atau ciri khusus (Jubelina & Supramono 2013, Hidayat & Machali 2012, Hunger & Wheelen 2003). Pada langkah ini strategi dapat dilakukan dengan memberikan citra yang baik sehingga meningkatkan daya saing. Porter (1997) juga berpendapat bahwa dengan langkah ini

(9)

dapat diciptakan sesuatu yang baru dengan bermacam-macam bentuk dan idealnya melakukan diferensiasi dalam beberapa dimensi.

Selain diferensiasi dua strategi pemasaran sebagai strategi bersaing lainnya adalah keunggulan biaya (low cost) yang mengefisienkan seluruh biaya produksi sehingga menghasilkan jasa yang dapat dijual lebih murah dari pesaing dan fokus (focus) yang menggarap pasar khusus atau memilih kelompok tertentu, biasanya dilakukan pada jasa yang memiliki karakteristik khusus (Hidayat & Machali 2012, Jubelina & Supramono 2013).

2.3.4. Komunikasi Pemasaran

Komunikasi berperan penting dalam sebuah pemasaran. Konsumen terkadang tidak menyadari bahkan mungkin benar-benar tidak mengetahui keberadaan sebuah produk atau jasa yang ditawarkan. Melalui komunikasi, konsumen dapat menyadari dan memahami keberadaan produk atau jasa yang ditawarkan.

Dalam meningkatkan daya saing, sekolah dapat melakukan komunikasi dalam berbagai bentuk seperti penyelenggaraan kompetisi, forum ilmiah, publikasi prestasi di media masa, atau bahkan dalam bentuk

(10)

promosi secara langsung. Hidayat dan Machali (2012) mengungkapkan bahwa komunikasi yang sering dilupakan adalah komunikasi dari mulut ke mulut. Sebagai contoh alumni satu sekolah menyampaikan tentang pengalaman di sekolah dan keberhasilan sekolahnya.

2.3.5. Pelayanan Sekolah

Pelayanan merupakan sebuah tolok ukur yang sering dilihat oleh pelanggan. Berkaitan dengan pelayanan, yang harus diperhatikan adalah keandalan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya, responsip dalam membantu pelanggan dan memberikan jasa, pengetahuan dan kompetensi dosen untuk menimbulkan kepercayaan, menaruh empati pada pelanggan seperti dengan menaruh perhatian pada perkembangan mahasiswa, menampilkan fasilitas fisik yang lengkap dan baik (Hidayat & Machali 2012). Karena pendidikan merupakan sebuah proses yang harus terus berjalan dan berkaitan secara terus menerus dengan pelanggan, maka sekolah sebagai penyedia jasa pendidikan perlu belajar dan memiliki inisiatif untuk meningkatkan kepuasan pelanggan pada pelayanan sekolah (Wijaya 2008). Pelayanan yang baik akan memberikan

(11)

kepuasan bagi pelanggan serta akan membangun daya tarik pelanggan.

2.4. Pendidikan Teologi

Pendidikan teologi adalah pendidikan keagamaan Kristen yang diselengarakan dalam beberapa jalur pendidikan yaitu pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan non formal diselenggarakan oleh gereja dalam bentuk sekolah minggu, kelas katekisasi, kelompok pendalaman Alkitab, pengajaran untuk kaum awam dan lain sebagainya.

Jalur pendidikan formal diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar (Sekolah Dasar Teologi Kristen dan Sekolah Menengah Pertama Teologi Kristen), pendidikan menengah (Sekolah Menengah Agama Kristen dan Sekolah Menengah Teologi Kristen yang terdiri atas tiga tingkat), dan pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi dapat berbentuk STAK dan STT atau bentuk lain yang sejenis (PP No. 55 tahun 2007).

Penyelenggaraan STAK, STT atau bentuk lain yang sejenis dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat (gereja dan atau lembaga keagamaan Kristen). Pembinaan Pendidikan keagamaan Kristen jalur pendidikan formal

(12)

dilakukan oleh Menteri Agama atau pihak yang ditunjuk (PP No. 55 tahun 2007).

Kementerian Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen (2011:10) merumuskan visi Pendidikan Tinggi Teologi/Agama Kristen (PTT/AK) secara nasional adalah:

Terwujudnya SDM Kristiani bermutu yang dapat berperan bagi masa depan kehidupan beragama dan bergereja yang oikumenis, visioner, injili, dinamis, memiliki spiritualitas dan moral Kristiani yang bermutu dan teruji dalam semua dimensi pelayanan di gereja dalam konteks masyarakat majemuk dan bernuansa global (Kementerian Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen, 2011:10).

Pendidikan ini diselenggarakan untuk menyiapkan tenaga pengerja yang bermutu dan teruji dalam spiritualitas dan moral Kristiani untuk memenuhi kebutuhan gereja, para gereja maupun melayani masyarakat pada umumnya. Dalam perkembangannya pendidikan teologi tidak hanya menyelenggarakan Prodi Teologi melainkan juga Prodi Pendidikan Agama Kristen untuk memenuhi kebutuhan guru agama Kristen.

2.5. Analisis SWOT

Dalam merumuskan sebuah strategi terdapat beberapa alat analisis, salah satu alat analisis yang

(13)

dapat digunakan adalah analisis SWOT. Rangkuti (2013) mengungkapkan bahwa:

Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).

Dalam penerapan pada bidang pendidikan, analisis SWOT sebagaimana diungkapkan oleh Sagala (2013) memungkinkan sekolah melakukan penemuan strategis pada kompetisi dan kekuatan khusus.

Gambar 2.1 Analisis SWOT Sumber: Rangkuti (2013) BERBAGAI PELUANG BERBAGAI ANCAMAN KEKUATAN INTERNAL KELEMAHAN INTERNAL 1. Mendukung Strategi Agresif 4. Mendukung Strategi Defensif 2. Mendukung Strategi Diversifikasi 3. Mendukung Strategi turn-around

(14)

Diagram yang digambarkan oleh Rangkuti (2013) di atas akan menunjukkan masing-masing strategi dari setiap kuadran.

Kuadran I (S-O): merupakan strategi yang menguntungkan dimana sekolah memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada.

Kuadran II (S-T): sekalipun sekolah menghadapi ancaman/tantangan, tetapi masih memiliki kekuatan dari segi internal sehingga sekolah dapat memanfaatkan peluang jangka panjang dengan menggunakan kekuatan yang ada yaitu dengan strategi diversifikasi.

Kuadran III (W-O): sekolah memiliki peluang yang besar tetapi pada sisi internal memiliki beberapa kelemahan sehingga strategi yang dirumuskan adalah meminimalkan masalah-masalah internal sambil merebut peluang yang ada.

Kuadran IV (W-T): Pada kuadran ini merupakan situasi yang paling tidak menguntungkan sebab sekolah menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

Sementara itu Purwanto (2007) menjelaskan bahwa analisis SWOT akan membantu untuk mengembangkan strategi dengan memaksimalkan

(15)

kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), serta dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Dijelaskan juga oleh Purwanto (2007) bahwa terdapat empat tipe strategi yang dapat dikembangkan melalui analisis SWOT yaitu strategi SO (Strengths–Opportunities) yang mengoptimalkan kekuatan dengan memanfaatkan peluang, strategi WO (Weaknesses–Opportunities) yang meminimalkan kelemahan sambil memanfaatkan berbagai peluang, strategi ST (Strengths–Threats) yang menggunakan kekuatan untuk mengurangi ancaman, dan strategi WT (Weaknesses–Threats) yang meminimalisir kelemahan untuk menghindari ancaman (Purwanto 2007).

Alat analisis untuk membuat rumusan strategi adalah menggunakan matriks External Factors Analysis Summary (EFAS) dan matriks Internal Factors Analysis Summary (IFAS). Dalam menyusun matriks EFAS, Rangkuti (2013) menjelaskan bahwa harus terlebih dahulu diketahui apa yang menjadi faktor strategi eksternal yang cara-caranya sebagai berikut:

a. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman).

b. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis.

(16)

c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya 4.

d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).

e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4),

untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk

membandingkan perusahaan ini dengan

perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.

Sementara untuk menyusun matriks IFAS Rangkuti (2013) juga menjelaskan bahwa terlebih dahulu dilakukan identifikasi faktor-faktor strategis internal baru kemudian disusun Tabel IFAS. Tahapan untuk mengetahui faktor strategis internal hampir sama dengan cara faktor strategis eksternal, hanya jika pada

(17)

penyusunan faktor strategis internal yang ditentukan adalah faktor-faktor peluang dan ancaman sementara pada penyusunan faktor strategi internal yang ditentukan adalah faktor-faktor kekuatan dan kelemahan. Adapun cara menyusun matriks IFAS (Rangkuti 2013) adalah:

a. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 kekuatan dan kelemahan).

b. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis.

c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor kekuatan bersifat positif (kekuatan yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika kekuatannya kecil, diberi rating +1). Pemberian nilai rating kelemahan adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai kelemahannya sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai kelemahannya sedikit ratingnya 4.

d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).

e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4),

untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini

(18)

menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk

membandingkan perusahaan ini dengan

perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.

Gambar

Gambar 2.1  Analisis SWOT  Sumber: Rangkuti (2013)  BERBAGAI PELUANG  BERBAGAI ANCAMAN  KEKUATAN INTERNAL KELEMAHAN INTERNAL 1

Referensi

Dokumen terkait

Upaya tersangka untuk mengungkapkan adanya kekerasan dalam penyidikan dan tidak dipenuhinya hak-hak tersangka di persidangan tak diatur dalam KUHAP." Upaya

Berdasarkan pada data tersebut dapat dilihat bahwa sediaan krim sunscreen ekstrak kulit buah nanas konsentrasi 20% masuk pada tingkat kemampuan tabir surya, akan

Abidin, dapat kita pahami bahwa partai politik memenuhi rumusan korporasi yang terdiri dari sekumpulan manusia (dalam hal ini adalah perwakilan partai politik) yang diberikan hak

PETA SIMILARITAS KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN SELF-ORGANIZING MAPS (SOM) sebagai syarat untuk.. mencapai gelar strata satu Program Studi Informatika

HTML adalah singkatan dari Hypertext Markup Language. 678) HTML adalah bahasa pemrograman dengan format khusus yang dapat programmer gunakan untuk membuat format

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif karena metode dan teknik penelitian ini mencerminkan kenyataan berdasarkan fakta-fakta (fact

Dalam keadaan terpaksa, misalnya pasien tidak mungkin untuk diangkut ke kota/rumah sakit besar, sedangkan tindakan darurat harus segera diambil maka seorang dokter atau bidan

Guna meningkatkan kenyamanan dan kemudahan penggunaan ashitaba maka diformulasikan granul effervescent, dengan tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi