• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polimer

Perkembangan ilmu kimia polimer pada hakikatnya berkembang seiring dengan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam waktu empat puluh tahun terakhir ini para ahli telah berhasil mensintesis berbagai jenis bahan polimer yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan. Polimer sintesis merupakan bahan serbaguna. Dalam penggunaannya polimer sintesis ini dapat menggantikan logam, kayu, kulit dan bahan alami lainnya dengan harga yang jauh lebih murah. Pemanfaatan polimer dalam kehidupan tergantung sifat polimer antara lain ditentukan oleh massa molekul relatif, temperatur transisi gelas dan titik leleh (Sidik, 2003).

2.2 Pencampuran Kimia (Blending )

Dalam kimia, suatu pencampuran adalah sebuah zat yang dibuat dengan menggabungkan dua zat atau lebih yang berbeda tanpa reaksi kimia yang terjadi (obyek tidak menempel satu sama lain). Sementara tak ada perubahan fisik dalam suatu pencampuran, sifat kimia suatu pencampuran, seperti titik lelehnya, dapat menyimpang dari komponennya. Pencampuran dapat bersifat homogen atau heterogen (Tarigan, W, 2011).

Blending kimia akan menghasilkan kopolimer. Interaksi yang terjadi dalam poliblen adalah ikatan van der Waals, ikatan hidrogen atau interaksi dipol-dipol. Paduan polimer ini bertujuan untuk mendapatkan sifat-sifat material yang diinginkan dan disesuaikan dengan keperluan. Poliblen komersial dapat dihasilkan dari polimer sintetik dengan polimer sintetik, polimer sintetik dengan polimer alam dan polimer alam dengan polimer alam. Poliblen yang dihasilkan berupa poliblen homogen dan poliblen heterogen. Poliblen homogen terlihat

(2)

homogen dan transparan, mempunyai titik leleh tunggal dan sifat fisiknya sebanding dengan komposisi masing-masing komponen penyusunnya, sedangkan poliblen heterogen terlihat tidak jelas dan mempunyai beberapa titik leleh (Prendika, 2013).

Proses pencampuran memungkinkan bahan pengikat untuk berpindah diantara permukaan partikel bahan campuran untuk mencapai keseragaman. Tingkat keseragaman diperoleh berdasarkan sifat alami (dasar) dari setiap komponen campuran dan teknik pencampurannya serta pengaruh kondisi. Pencampuran bahan polimer memberikan arti dari gabungan hasil bahan-bahan menjadi penggunaan yang spesifik. Morfologi akhir, sebagaimana bergantung pada kondisi proses, fraksi volume dari komponen polimer, rasio viskositas dari polimer, elastisitas leleh dan yang paling penting adalah waktu pencampuran.

2.3 Karet Alam

Tanaman karet (Hevea brasilliensis) yang merupakan sumber utama penghasil lateks dan dibudidayakan secara luas. Lateks karet alam mengandung partikel hidrokarbon karet dan substansi non-karet yang terdispersi dalam fase cairan serum. Kandungan hidrokarbon karet dalam lateks diperkirakan antara 30-45 persen tergantung klon tanaman dan umur tanaman. Substansi non-karet terdiri atas protein, asam lemak, sterol, trigliserdia, fosfolipid, glikolipid, karbohidrat, dan garam-garam anorganik. Senyawa protein dan lemak ini menyelubungi lapisan permukaan dan sebagai pelindung partikel karet.

Karet alam dibentuk oleh poliisiprena dengan susunan geometri 100% cis-1,4. Berat molekul berkisar 1-2 juta, sehingga mempunyai sifat keliatan dan kelekatan yang tinggi dan sifat fisik seperti elastisitas, kuat tarik, dan kepegasan yang tinggi. Keteraturan geometri yang tinggi menambah kuat tarik pada saat diregangkan karena kristalisasi, dengan sifat unggul ini karet alam digunakan untuk barang industri terutama ban (Sondari, 2010).

Modifikasi kimia dari KA melalui siklisasi dan halogenisasi menghasilkan dua derivat seperti karet siklis dan karet klorinasi. KA memiliki struktur

(3)

cis-1,4-poliisopren yang memiliki berat molekul sekitar satu juta (106). Konfigurasi cis yang hampir murni dihasilkan dari addisi kepala ke ekor dari unit isoprena. Sebagaimana sekitar dua unit konfigurasi trans tiap rantai mungkin dibedakan melalui spektroskopi 13C NMR. Reaktivitas dari ikatan rangkap karbon-karbon (C=C) dari unit pengulangan isoprena mungkin dianggap sebagai C=C alkena.

Keberadaan siklisasi dapat dilihat melalui pengurangan intensitas adsorbsi pada 1664 dan 836 cm-1 , yang mana karakteristik peregangan dari C=C dari karet alam dan C-H dari perubahan bentuk ikatan rangkap trisubstitusi dari poliisopren. H-NMR dapat juga digunakan untuk menganalisa siklisasi dari KA. Penurunan sinyal proton dekat dengan ikatan rangkap pada 5,16 ppm dan keberadaan proton metil yang terikat pada karbon jenuh pada 0,95 ppm (Kohjiya, 2014).

Karet alam sering dikombinasikan dengan karet yang lain maupun termoplastik lain untuk meningkatkan beberapa sifat penting yang diinginkan. Modifikasi karet alam alam dapat dilakukan dengan metode degradasi, meliputi degradasi kimia, termasuk reaksi metatesis dan reaksi pemutusan ikatan rangkap, biodegradasi, degradasi ozonolisis, degradasi panas, degradasi mekanikal dan degradasi oleh radiasi ultrasonik (Fainleb, 2013). Degradasi dalam sistem redoks mengakibatkan fungsionalisai karet alam dengan terbentuknya gugus fungsi hidroksil dan karbonil pada ujung rantai molekul karet (Ibrahim, 2014). Keberadaan gugus fungsi hidroksil dan epoksi pada karet hasil reaksi degradasi menunjukkan ikatan rangkap C=C pada molekul karet mengalami epoksidasi dan hidrolisa (Isa, 2007).

Rumus bangun dari karet alam dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

(4)

2.3.1 Sifat Karet Alam

Sifat-sifat atau kelebihan karet alam yang sebagai berikut : 1. Daya elastisitas atau daya lenting sempurna

2. Sangat plastis, sehingga mudah diolah 3. Tidak mudah panas

4. Tidak mudah retak

Kelemahan karet alam terletak pada keterbatasannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Saat pasar membutuhkan pasokan tinggi, para produsen karet alam tidak bisa menggenjot produksinya dalam waktu singkat, sehingga harganya cenderung tinggi (Setiawan, 2005).

2.3.2 Jenis-jenis Karet Alam

Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah :

- Bahan olahan karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lump segar) - Karet konvensional (RSS, white crepes, dan pale crepe)

- Lateks pekat

- Karet bongkah atau block rubber (SIR 5, SIR 10, SIR 20) - Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber

- Karet siap olah atau tyre rubber

- Karet reklim atau reclaimed rubber (Tim Penulis, 1992).

2.4 Karet Alam Siklis

Modifikasi kimia dari karet alam dilakukan lebih dari 50 tahun sebelum plastik. Siklisasi karet alam diyakini buatan pertama manusia modifikasi kimia polimer diena karena bahan keras dan rapuh diamati setelah mereaksikan karet alam dengan asam sulfat. Berbagai reagen untuk siklisasi telah diteliti dan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu reagen asam dari jenis RSO2X dan Lewis asam dari katalis Friedel-Craft (Phinyocheep, 2014).

(5)

Karet siklo merupakan turunan karet alam yang dihasilkan dengan cara menggiling karet bersama 5% asam sulfat pekat, lalu dipanaskan pada 120 0C. Menurut Stern (1967) pemanasan karet alam bercampur dengan katalis asam dapat merubah rantai molekul karet alam menjadi struktur seperti cincin, yaitu suatu bentuk karet tersiklisasi. Proses siklisasi akan menghilangkan atau mengurangi jumlah ikatan rangkap yang dimiliki molekul karet alam dan dihasilkan karet siklo berbentuk seperti resin.

Modifikasi struktur secara fisika dapat dilakukan dengan cara antaraksi molekul secara kimia pada karet alam dilakukan dengan mereaksikan bahan kimia tertentu sehingga dapat mengubah struktur molekul karet alam, seperti epoksidasi, degradasi kimia, kloronisasi, pencangkokan (grafting), dan siklisasi karet alam. Salah satu bentuk modifikasi secara kimia pada karet alam adalah karet siklo. Karet siklo memiliki sifat daya rekat yang baik dan karakteristik yang unik (Cifriadi, 2011). Walaupun sifatnya sangat berbeda dari sifat karet alam asalnya, karet siklo masih memiliki beberapa keunggulan sifat karet yaitu dapat bercampur dengan karet alam pada proses pembuatan kompon serta masih dapat divulkanisasi (Palupi, 2008).

Reaksi siklisasi dapat terjadi ketika ada dua unit yang dapat bereaksi secara bersama pada daerah siklis dengan adanya pelarut yang tepat. Siklisasi intramolekuler dari isoprena melibatkan dua unit monomer dari jenis yang sama, disebabkan oleh jenis asam atau katalis Friedel-crafts (Mirzahateri, 2000).

Perubahan karet alam menjadi resin/resinifikasi merupakan reaksi dimana terjadi pengurangan jumlah ikatan rangkap poliisoprena yang diikuti dengan pembentukan struktur siklis dan tidak terjadi perubahan rumus empiris karet, C5H8. Sementara itu berat molekul tetap tinggi dan tetap larut dalam pelarut karet yang menunjukkan tidak terjadi ikat silang (cross link). Karet kehilangan sifat elastisnya dan berubah menjadi material yang keras dan rapuh. Pengurangan jumlah ikatan rangkap yang terjadi dalam reaksi siklisasi bervariasi sekitar 40-90% (Lee, 1963).

(6)

Gambar 2.2 Struktur resipren (Karet alam siklis)

Sifat produk karet alam siklis bervariasi tergantung pada derajat siklisasi produk yang dihasilkan. Dengan kata lain jumlah ikatan rangkap yang masih terdapat pada produk mempengaruhi sifat karet alam siklis yang dihasilkan. Disamping itu bobot molekul juga berpengaruh terhadap sifat karet alam siklis tersebut. Secara kimia terjadi perubahan ikatan pada rantai karet alam (1,4 cis poliisoprena) yang berantai lurus dan panjang menjadi karet yang berantai siklik (Eddiyanto, 2013).

Meskipun karet siklis ini memiliki keunikan sebagai resin alam dalam industri pelapisan (coating), akan tetapi karet siklis ini masih memiliki keterbatasan bila dibandingkan dengan resin sintetik, terutama dalam ketercampuran (compatibility) dengan komponen aditif dan resin lain yang sering digunakan didalam industri adesif, cat, dan tinta. Disamping itu, karet siklis juga masih rentan terhadap serangan spesies radikal bebas seperti ozon dan asam anorganik akibat masih memiliki ikatan rangkap karbon (>C=C<) yang tinggi pada rantai karbon siklik. Untuk meningkatkan kelarutan, ketercampuran (compatibility) dengan komponen aditif lainnya, serta menurunkan ikatan karbon tak jenuh pada produk karet siklik perlu dilakukan pengembangan dengan pemutusan rantai dan siklisasi (Eddiyanto, 2013).

Siklisasi sempurna akan menghasilkan karet siklo berupa material keras yang sukar larut. Penampilan karet siko tergantung pada derajat siklisasi yang dicapai, sedangkan derajat siklisasi dipengaruhi oleh metode pembuatan dan jenis katalis yang digunakan, walaupun reaksi samping seperti oksidasi atau pengikatan silang dapat mempengaruhi sifat produk (Ary, 2002).

(7)

Perubahan struktur karet pada saat reaksi siklikasi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Perubahan struktur molekul karet alam menjadi karet siklo (Veersen, 1951)

Rata-rata ukuran struktur siklis yang terbentuk selama proses siklisasi ditemukan bahwa tidak tergantung pada konsentrasi karet dan katalisnya tetapi ditentukan oleh temperatur reaksi siklisasi. Ikatan rangkap yang masih terdapat pada produk karet alam siklis lebih kecil dari 20% (Lee, 1963).

Resipren merupakan resin karet siklis dari karet alam yang memiliki viskositas larutan yang tinggi. Resipren 35 adalah resin karet siklisasi yang berasal dari karet alam dan memiliki viskositas yang relatif tinggi. Resipren 35 dipasok sebagai solid pasir dan juga dalam larutan aromatik. Resipren 35 memiliki resistansi saponifikasi dan pengikat zat kimia yang dapat digunakan dalam kombinasi dengan modifikasi untuk pelapis yang lebih tahan lama. Resipren 35 benar-benar larut dalam hidrokarbon alifatik, memiliki titik didih yang tinggi pada pelarut minyak, mengandung mineral minyak, larut juga dalam pelarut aromatik, pelarut diklorinasi. Resipren 35 tidak larut dalam alkohol. Sifat fisik resipren 35 non hydrosable, tidak beracun, mudah mengering, serta memiliki resistansi panas yang baik (Muthawali, 2013).

(8)

Resipren 35 berada pada posisi yang memiliki kualitas paling tinggi di produk resin. Resipren memiliki ketahanan terhadap proses penyabunan dan ketahanan kimia bahan pengikat yang dapat digunakan dalam penggabungan dengan plasticizer yang cocok untuk pelapis yang tahan, untuk aplikasi pada baja suatu beton, karena kelarutannya dalam pelarut hidrokarbon alifatik dan kompatibilitasnya dengan kebanyakan minyak rantai panjang. Resipren adalah bahan baku dari berbagai jenis produk industri diantaranya : pernis, cat kapal, tinta cetak, pelapis cermin, cat dekorasi, sebagai isolator listrik, cat dasar kendaraan.

Resipren adalah bahan baku dari berbagai jenis produk industri diantaranya: a. Pernis

b. Cat kapal c. Tinta cetak d. Pelapis cermin e. Cat dekorasi

f. Sebagai isolator listrik g. Cat dasar kendaraan (Bukit, 2011)

2.5 Plastik

Plastik dibagi menjadi dua klasifikasi utama berdasarkan pertimbangan ekonomis dan kegunaannya yaitu plastik komoditi dan plastik teknik.

1. Plastik komoditi dicirikan dengan volumenya yang tinggi dan harganya yang murah, plastik ini bisa dibandingkan dengan baja dan aluminium dalam industri logam. Plastik komoditi yang utama adalah polietilena, polipropilena, poli(vinil klorida), dan polistirena.

2. Plastik teknik lebih mahal harganya dan volumenya lebih rendah,tetapi memiliki sifat mekanik yang tunggal dan daya tahan yang lebih baik. Plastik teknik yang utama adalah poliamida, polikarbonat, polyester dan sebagainya (Stevens, 2007).

(9)

2.5.1 Polipropilena

Polipropilen merupakan polimer kristalin yang dihasilkan dari proses polimerisasi gas polipropilena. Polipropilena mempunyai titik leleh yang cukup tinggi, yaitu 190-200 0C. Polipropilen memiliki daya renggang yang tinggi, kaku, dan keras. Hal ini dikarenakan polipropilena memiliki sifat kristalinitas yang tinggi. Kristalinitas merupakan ikatan antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul yang lebih teratur. Densitas polipropilena merupakan densitas yang paling rendah diantara semua jenis plastik yang berkisar mulai dari 0,900 sampai 0,915 g/cm3 (Harper, 1975).

Keunggulan polipropilena yaitu (1). Secara relatif produk ini biayanya murah disebabkan polimerisasi teknologi monomer rendah sehingga harganya murah, dibandingkan termoplastik lainnya. (2). Polimer ini memungkinkan dimodifikasi untuk berbagai aplikasi, melalui kopolimerisasi, orientasi, dan lain teknik sifat fisis, produk memungkinkan divariasi untuk memenuhi satu cakupan luas dari persyaratan termal serta mekanik, (3). Dalam memproses polimer ini memungkinkan penggunaan sebagian besar secara teknik fabrikasi komersial.

Sifat-sifat polipropilen yaitu 1. Ketahanan secara kimia

Polipropilen tidak larut dalam temperatur kamar, pelarut-pelarut aromatik dan dapat mengalami klorinasi yang lemah, polimer ini menggelembung pada temperature tinggi. Kuat mengoksidasi asam yang secara perlahan-lahan menyerang resin dan tahan terhadap keretakan.

2. Sifat elektrik

Polipropilen merupakan isolator yang baik dan digunakan dalam bentuk kertas cetakan untuk melilit kumparan dan transformator. Bahan yang lebih keras dari polipropilen tidak digunakan untuk kawat dan kabel pengisolasi walaupun bahan tersebut lebih tahan terhadap abrasi dan tahan panas.

(10)

3. Sifat mekanik

Tingkat komersil polipropilen dapat dikelompokkan menjadi polipropilen yang keras dan memiliki ketahanan terhadap benturan.

Polipropilen tahan terhadap asam, alkali dan garam meskipun pada temperatur yang tinggi. Film dari polipropilen biasanya tidak bersifat

impermeable pada tekanan dan gas, dan memiliki transparasi yang tinggi (Cook,

1964).

Taksisitas polimer juga penting dalam penentuan keteraturan dalam suatu sampel polimer. Misalnya, dalam polimer yang terbentuk dari monomer polipropilena –CH2-CH(CH3)-, gugus CH3 dapat mengambil konfigurasi acak (polimer ataktik), konfigurasi berselang-seling (polimer sindiotaktik), atau konfigurasi sama (polimer isotaktik) sepanjang rantai.

Berdasarkan jenis katalis dan keadaan polimerisasi lainnya, struktur molekul dari homopolimer PP dapat mengandung tiga bentuk sekaligus dari konfigurasi-konfigurasi stereokimia untuk polimer-polimer vinil : isotaktik, sindiotaktik, dan ataktik.

(a) Polipropilena isotaktik

(11)

(c) Polipropilena sindiotaktik

Gambar 2.4 Penggambaran Taksisitas Polipropilena (a) Polipropilena isotaktik, (b) Polipropilena ataktik dan (c) Polipropilena sindiotaktik

Dapat dilihat pada (gambar (b)) diatas bahwa polipropilena ataktik memiliki kekristalan yang rendah karena gugus metilnya tersusun secara acak disepanjang rantai, yang dapat mencegah saling mendekatnya rantai yang berdampingan. Berbeda halnya dengan polipropilena isotaktik (a) yang gugus metilnya mampu saling mendekat sehingga kekriatalannya tinggi. Karena keteraturan ruang polimer ini, rantai dapat dikemas lebih terjejal sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas. Produk polipropilena lebih tahan terhadap goresan daripada produk polietilena sehingga dapat digunakan untuk bagian dalam mesin pencuci, komponen mobil, kursi dan alat-alat rumah tangga lainnya (Cowd, 1991). Tabel 2.1. Sifat Umum Polipropilena (Selke, 1945)

Deskripsi Polipropilena

Densitas pada suhu 20 0C 0,90

Suhu melunak (0C) 149

Titik lebur (0C) 170

Kristalitas (%) 60-70

Indeks fluiditas 0,2-2,5

Modulus elastisitas (kg/cm3) 11000-13000

Tahanan volumetric (Ohm/cm2) 1017

Konstanta dielektrik (60-108 cycles) 2,3

Permeabilitas gas -

Nitrogen 4,4

Oksigen 23

Gas Karbon 92

(12)

2.6 Inisiator

Inisiator merupakan sumber radikal bebas dalam polimerisasi emulsi. Dalam hal ini radikal bebas merupakan atom atau gugus apa saja yang memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan. Dengan adanya inisiator, maka inisiasi yang merupakan tahap awal polimerisasi akan berlangsung.

Inisiator bukan katalis yang sebenarnya. Ini dikarenakan inisiator dikonsumsi dalam jumlah tertentu pada reaksi kimia. Inisiator yang umum digunakan dalam polimerisasi emulsi diantaranya adalah inisiator yang tidak stabil terhadap panas dan akan terdekomposisi menjadi radikal pada suhu tertentu sesuai dengan strukturnya. Contoh inisiator termal adalah : perusulfat, organik peroksida dan hidroperoksida. Sedangkan inisiator redoks yaitu inisiator yang menghasilkan radikal bebas melalui reaksi oksidasi reduksi pada temperatur yang relatif rendah (Urban, 2002).

Inisiator sering digunakan untuk membentuk radikal bebas. Kebanyakan polimer sintetik secara komersil dapat dihasikan melalui proses polimerisasi reaksi rantai yang kadang-kadang disebut polimerasi adisi. Penggunaan terbanyak dari inisiator organik seperti benzoil peroksida sering digunakan sebagai perekat yang bagiannya sama dari suatu inisiator dan suatu cairan seperti dibutil ftalat. Peroksida organik mudah diuraikan. Peruraian mereka mungkin dipercepat dengan pemanasan. Kemantapan relatif dari peroksida organik biasanya dinyatakan dalam waktu paruh (Seymour, 1984).

Beberapa alasan mengapa digunakan peroksida sebagai inisiator yaitu : a. Kecepatan dekomposisi peroksida

b. Kereaktifan radikal dalam penyerapan atom hidrogen pada polimer

c. Proses awal dekomposisi untuk menghasilkan radikal bebas bergantung pada kekuatan reaksi dan variasi proses

d. Kereaktifan radikal dalam penyerapan atom hidrogen pada polimer e. Waktu paruh peroksida

(13)

2.6.1 Benzoil Peroksida

Kebanyakan inisiator yang digunakan secara luas adalah radikal bebas yang dihasilkan dari peruraian peroksida. Peroksida organik seperti benzoil peroksida terurai secara homolitik menghasilkan radikal bebas benzoil. Kemudian radikal bebas benzoil diuraikan untuk membentuk karbon dioksida (CO2) dan radikal bebas fenil. Radikal bebas fenil ini kemudian ditambahkan pada monomer vinil seperti polipropilena. Untuk menghasilkan sebuah radikal bebas yang baru yang dapat merambat (propagasi) dengan monomer-monomer vinil lainnya (Parker, 1994).

Benzoil peroksida merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikat silang dari berbagai polimer dan material polimer. Senyawa peroksida ini dapat digunakan dalam pembentukan radikal bebas (Billmeyer, 1984).

Peroksida organik seperti benzoil peroksida diuraikan dengan mudah untuk menghasilkan radikal bebas benzoil. Benzoil peroksida mempunyai waktu paruh yang dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur, waktu paruh relatif kecil yaitu 0,37 jam pada temperatur 1000C. Penambahan sejumlah tertentu zat pembentuk radikal akan memberikan ikatan bagi bahan polimer (Al-Malaika, 1997).

2.7 Karakterisasi Campuran Polimer 2.7.1 Uji Kekuatan Tarik

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σt) menggunakan alat pengukur tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama di bawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang semula (Ao).

σ

t

=

𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹

(14)

Selama perubahan bentuk, dapat diasumsikan bahwa volume spesimen tidak berubah. Perpanjangan tegangan pada saat bahan terputus disebut kemuluran. Besaran kemuluran (ε) dapat didefenisikan sebagaiberikut :

ε =

𝑙𝑙−𝑙𝑙𝐴𝐴𝑙𝑙𝐴𝐴

x 100 %

(2.2)

keterangan :

l0 = panjang spesimen mula-mula (mm) l = panjang spesimen saat putus (mm) ε = Kemuluran (%)

(Wirjosentono, 1995)

2.7.2 Fourier Transform Infrared Spectroscopy

Pada dasarnya teknik FTIR adalah sama dengan spektroskopi inframerah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara penghitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Penerapan cara pengolahan data Fourier Transform dalam teknik spektroskopi dalam teknik spektroskopi pertama sekali didemonstrasikan oleh Cooley dan Turkey pada tahun 1965. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson pada akhir abad ke-19. Michelson telah mendapatkan informasi spektrum dari suatu berkas radiasi dengan mengamati interferogram yang diperoleh dari interferometer tersebut (Wirjosentono, 1995).

2.7.2 Scanning Electron Microscopy

Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk

bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda yang akan diuji dapat dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah untuk mempelajari struktur permukaan itu secara langsung. Pada dasarnya, SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan elektron dan dipantulkan atau berkas sinar elektron sekunder.

(15)

SEM menggunakan prinsip scanning yaitu berkas elektron diarahkan pada titik permukaan spesimen. Gerakan elektron diarahkan dari satu titik ke titik lain pada permukaan spesimen. Gerakan elektron diarahkan dari satu titik ke titik lain pada permukaan spesimen. Jika seberkas sinar elektron ditembakkan pada permukaan spesimen maka sebagian dari elektron itu akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi diteruskan. Jika permukaan spesimen tidak merata, banyak lekukan, lipatan atau lubang-lubang maka tiap bagian permukaan itu akan memantulkan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan kemudian akan ditangkap oleh detektor dan akan diteruskan ke sistem layar. Hasil yang diperoleh merupakan gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga dimensi.

Dalam penelitian morfologi permukaan dengan menggunakan SEM, pemakaiannya sangat terbatas tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å (Stevens, 2007).

Gambar

Gambar 2.1 Struktur karet alam 1,4 cis poliisopren
Gambar 2.2 Struktur resipren (Karet alam siklis)
Gambar 2.3  Perubahan struktur molekul karet alam menjadi karet siklo  (Veersen, 1951)
Gambar 2.4  Penggambaran Taksisitas Polipropilena (a) Polipropilena  isotaktik, (b) Polipropilena ataktik dan  (c) Polipropilena sindiotaktik

Referensi

Dokumen terkait

cikk szerint a helyi önkormányzat a helyi közügyek intézése körében törvényi keretek között rendeletet alkot, határozatot hoz, önállóan igazgat, meghatározza a szer-

 Prinsip: memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer  Tujuan: mengetahui kepekatan urine.  Alat

(Berapa banyak air yang kita butuhkan jika ingin menyajikan minuman itu dalam keadaan dingin?) Perhatikan keterangan : Iced water 50 0 C (75 ml)(Air es bersuhu 50 0 sebanyak 75

Dalam pelaksanaan pelayanan pembuatan pelepasan hak atas tanah menurut hasil penelitian yang penulis lakukan, faktor-faktor penghambat yang dihadapi kantor Camat

Penurunan suhu inti kelompok water warming lebih minimal apabila dibandingkan dengan kontrol, hal tersebut disebabkan oleh proses redistribusi atau perpindahan kalor

menyanyikan tembang gambuh - Peserta didik ramai sendiri - Guru meminta siswa untuk memperhatikan dengan cermat, setelah itu diberi pertanyaan mengenai materi yang

Penerapan bauran promosi pada produk Amanah di Pegadaian syariah Cabang Sidoarjo dikatakan masih kurang efektif karena dana yang telah dikeluarkan oleh pegadaian Syariah

Sedangakan dalam konteks daya tanggap, pemerintah Filipina cukup tanggap dalam menangani kasus-kasus yang dialami oleh PRTnya, dan memberikan bantuan hukum kepada