• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA B. KOMPON KARET

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA B. KOMPON KARET"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

B. KOMPON KARET

Menurut Handoko (2003), kompon karet adalah campuran antara karet dengan berbagai bahan kimia untuk memperoleh hasil akhir atau vulkanisat setelah melalui proses tertentu. Abednego (1990), menyatakan penambahan kompon karet meliputi pemilihan jenis dan jumlah bahan kimia karet serta pencampuran karet mentah dan jenis bahan kimia tertentu sehingga dihasilkan barang jadi karet dengan sifat-sifat fisik yang diinginkan. Pada pembuatan kompon karet terdapat tiga faktor yang perlu diperhatikan, yaitu sifat kompon, karakteristik pengolahan, dan biaya.

Kompon karet pada umumnya mengandung tiga atau lebih jenis bahan kimia karet. Setiap jenis bahan tersebut memiliki fungsi spesifik dan mempunyai pengaruh terhadap sifat, karakteristik pengolahan, dan harga dari komponnya. Bahan-bahan kimia karet yang digunakan untuk membuat kompon karet adalah sebagai berikut :

1. Pemvulkanisasi

Bahan pemvulkaniasi adalah sejenis bahan kimia karet yang dapat bereaksi dengan gugus aktif molekul karet pada proses vulkanisasi, membentuk ikatan silang antar molekul karet, sehingga terbentuk jaringan tiga dimensi. Bahan ini dapat berupa sulfur, sulfur donor, atau oksida logam. Sulfur merupakan bahan kimia pertama yang digunakan sebagai bahan pemvulkanisasi (Alfa, 2003).

2. Pencepat (accelerator)

Pencepat (umumnya berupa senyawa organik) adalah bahan yang digunakan untuk mempercepat reaksi vulkanisasi kompon oleh belerang dan memungkinkan vulkanisasi berlangsung dalam waktu yang lebih singkat atau pada suhu yang lebih rendah. Bahan pencepat yang digunakan dapat berupa satu atau kombinasi dari dua atau lebih bahan pencepat (Alfa, 2003).

(2)

5 Pencepat dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan golongan senyawa, respon terhadap vulkanisasi dan fungsinya. Ditinjau dari fungsinya, pencepat dikelompokkan ke dalam pencepat primer yang berfungsi memberikan pravulkanisasi yang lambat dan pencepat sekunder yang berfungsi memberikan pravulkanisasi cepat. Pengelompokkan bahan pencepat berdasarkan fungsinya tersaji dalam Tabel 1. Penggolongan bahan pencepat berdasarkan golongan senyawa dan respon terhadap vulkanisasi tersaji dalam Tabel 2.

Tabel 1. Kelompok bahan pencepat berdasarkan fungsi Kelompok Pencepat Golongan Pencepat

Pencepat primer Thiazol

Sulfenamida Pencepat sekunder Guanin Thiuram Dithiokarbomat Dithiosulfat Sumber : Alfa (2003)

Tabel 2. Golongan bahan pencepat dan respon terhadap vulkanisasi

Golongan Pencepat Respon Contoh

Aldehida-amin Lambat HMT

Guanin Sedang DPG, DOTG

Thiazol Semi cepat MBT, MBTS

Sulfenamida Cepat ditunda CBS, TBBS, MBS, DIBS

Dithiosulfat Cepat ZBPP

Thiuram Sangat cepat TMTM, TMTD, TETD

Dithiokarbomat Sangat cepat ZDEC, ZMDC, ZBDC Sumber : Alfa (2003)

(3)

6 3. Bahan penggiat (activator)

Bahan penggiat adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam sistem vulkanisasi, untuk menggiatkan proses vulkanisasi. Dalam sistem vulkanisasi dengan bahan pencepat, bahan ini berfungsi sebagai pengaktif kerja bahan pencepat karena pada umumnya bahan pencepat organik tidak dapat berfungsi secara efisien tanpa adanya bahan pengaktif. Bahan pengaktif terbagi menjadi dua golongan, yaitu anorganik berupa oksida logam (ZnO, PbO, dan Mg) dan organik berupa asam lemak rantai panjang (stearat dan oleat). Bahan pengaktif yang paling umum digunakan adalah seng oksida (ZnO) dan asam stearat (Alfa, 2003).

4. Bahan pengisi (filler)

Penambahan bahan pengisi ditambahkan untuk memperkuat struktur fisik, memperbaiki karakteristik pengolahan, dan menambah volume kompon karet (Craig,1969). Bahan pengisi terdiri dari dua jenis yaitu bahan pengisi aktif dan bahan pengisi tidak aktif. Bahan pengisi aktif dapat meningkatkan kekerasan, ketahanan sobek, ketahanan kikis, dan tegangan putus barang jadi karet. Penambahan bahan pengisi tidak aktif hanya akan menambah kekerasan dan kekakuan barang jadi karet, sedangkan kekuatan dan sifat lainnya akan berkurang (Abednego, 1990). 5. Bahan bantu olah (processsing aids)

Bahan bantu olah merupakan bahan kimia karet yang ditambahkan pada kompon untuk meningkatkan efektifitas pengolahan kompon, tanpa atau sedikit mempengaruhi sifat fisik dan karakteristik vulkanisasi barang jadinya (Craig, 1969). Berdasarkan sumber bahan baku atau jenis produknya, bahan bantu olah digolongkan atas pelunak petroleum, bahan pelunak ester, resin, karet cair, asam lemak dan turunannya, lilin hidrokarbon dan polietilen, serta vulkanisat minyak nabati atau faktis (Alfa, 2003).

(4)

7 C. VULKANISASI

Vulkanisasi adalah suatu proses kimia yang bersifat irreversible dengan menggunakan bahan pemvulkanisasi (vulcanizing agent), seperti sulfur, bahan yang mengandung sulfur, dan peroksida organik. Proses

vulkanisasi karet biasanya melibatkan pemanasan karet pada suhu 100 – 180oC dengan bahan pemvulkanisasi sehingga membentuk produk yang

disebut vulkanisat (Craig, 1969). Melalui vulkanisasi komponen karet, molekul karet yang semula lurus atau berupa struktur dua dimensi, berubah menjadi struktur tiga dimensi karena terbentuk ikatan silang oleh bahan pemvulkanisasi (Craig, 1969).

Vulkanisasi belerang merupakan bahan vulkanisasi yang umum dan banyak digunakan. Menurut Long (1985), laju vulkanisasi dapat ditingkatkan melalui penambahan bahan pencepat dan penggiat. Kombinasi antara bahan pemvulkanisasi, bahan pencepat, dan bahan penggiat disebut sistem vulkanisasi. Sistem vulkanisasi dapat didefinisikan sebagai jumlah aditif yang diperlukan untuk memvulkanisasi elastromer atau karet yang semula bersifat plastis, liat, dan tidak mantap terhadap suhu (thermoplastis) berubah menjadi elastis, kuat, dan mantap bentuknya terhadap perubahan suhu (thermoset). Menurut Lee dan Whelan (1997), sistem vulkanisasi yang digunakan akan menentukan jenis ikatan silang yang terbentuk. Sistem vulkanisasi karet alam dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu sistem konvensional, sistem efisien (EV), dan sistem semi efisien (semi EV).

Mekanisme vulkanisasi belerang ditunjukan pada Gambar 1. Pada awal reaksi terjadi pemutusan lingkaran molekul belerang (S8) yang kemudian

membentuk kompleks pengaktifan belerang dengan melibatkan bahan pencepat dan ZnO. Bahan pengaktif perantara ini melepaskan rantai belerang oligomer yang reaktif dan menyerang posisi atom C alilik dari molekul karet, dan membentuk ikatan silang. Ikatan silang yang terbentuk merupakan ikatan polisulfida yang mengandung banyak atom belerang dan mempunyai ikatan energi rendah. Selama proses pemanasan pada pemasakan, ikatan polisulfida dapat putus membentuk ikatan silang yang lebih pendek. Sebagai akibatnya monomolekuler belerang yang putus membentuk ikatan silang baru atau ikatan

(5)

8 KARET

- Belerang S8

S1,2

belerang intermolekular sepanjang molekul karet dan terbentuknya ikatan rangkap terkonjugasi (Honggokusumo, 1994).

Menurut Long (1985), vulkanisasi dapat menurunkan plastisitas, kelekatan, dan kepekatan karet terhadap panas dan dingin serta dapat meningkatkan elastisitas, kekuatan, dan kemanfaatannya. Berbagai perubahan dan peningkatan karet tersebut disebabkan proses vulkanisasi akan merubah struktur kimia karet, yang semula bersifat lunak dan plastis menjadi karet yang bersifat kuat dan elastis.

D. FAKTIS GELAP

Faktis merupakan material padat, agak elastis yang terbuat dari minyak nabati melalui vulkanisasi dengan sulfur atau sulfur klorida. Secara umum faktis terdiri dari dua jenis, yaitu faktis gelap dan faktis putis. Faktis gelap diperoleh melalui reaksi antara minyak dengan sulfur pada suhu tinggi, sedangkan faktis putih diperoleh melalui reaksi antara minyak dengan sulfur klorida pada suhu yang lebih rendah (Harrison, 1952).

Penggunaan faktis dalam pengolahan kompon karet memberikan manfaat, antara lain mengurangi konsumsi energi dan mempercepat waktu pencampuran, membantu dalam mengontrol ketebalan lembaran karet dalam proses kalendering, dan menghasilkan permukaan produk yang mengkilap dan

S S S S S S S S + Pencepat (Acc-R) + ZnO R Acc S8 Zn S8 Acc R

Kompleks pengaktif belerang +KARET

S8 Acc

- Pencepat

(6)

9 halus (Lever, 1951). Faktis gelap memiliki kerapatan yang rendah, kenyal seperti karet, permukaan yang mengkilap, mudah hancur dan ulet jika ditekan, bertambah luas oleh tekanan, dan jika digiling menjadi serbuk berwarna hitam (Flint, 1955).

Penggunaan faktis gelap bervariasi tergantung jenis barang jadi karet. Penggunaan 5 – 10 bagian per seratus karet (bsk) untuk sepatu karet, 10 – 15 bsk untuk isolasi kabel dan ebonite, 15 – 20 bsk untuk tabung karet, 20 – 30 bsk untuk benda-benda dari alat ekstruder, 30 – 40 bsk untuk pembungkus kabel, sampai 100 bsk untuk memperbaiki tekstur cetakan (Anomin, 1956), bahkan sampai 400 bsk tergantung jenis barang jadi karet (Anonim, 1995). Parameter utama dalam penggolongan mutu faktis adalah kadar ekstrak aseton. Secara umum terdapat tiga tingkat mutu faktis gelap berdasarkan kadar ekstrak aseton seperti tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3. Tingkat mutu faktis berdasarkan kelarutannya dalam aseton Tingkat mutu Kadar ekstrak aseton

Mutu 1 < 20 %

Mutu 2 20 – 35 %

Mutu 3 > 35 %

Sumber : Harrison (1952).

Parameter lain yang menentukan mutu faktis adalah kadar sulfur bebas, kadar abu, dan pH. Faktis yang baik mengandung tidak lebih dari 2 % sulfur bebas dan diharapkan faktis memiliki kadar abu kurang dari 5 % dan pH netral (Fernando, 1971). Faktis gelap diharapkan memiliki pH netral dan kadar belerang bebasnya serendah mungkin (dibawah 2 %), kadar belerang bebas yang terlalu tinggi dikhawatirkan merusak sistem vulkasisasi karet.

Pembentukan faktis gelap melibatkan reaksi vulkanisasi dengan menggunakan vulkanisator sulfur. Ikatan-ikatan rangkap dalam asam lemak tidak jenuh minyak nabati akan diadisi oleh sulfur sehingga terbentuk ikatan-ikatan silang (Fernando, 1971). Menurut Flint (1955), pembentukan faktis gelap melalui dua tahap, yaitu :

(7)

10 1. Pembentukan minyak vulkanisasi

Minyak nabati akan menjadi minyak vulkanisasi jika direaksikan dengan suhu tinggi. Bahan ini terlihat seperti larutan yang kenyal jika dibiarkan pada suhu ruang dan larut dalam pelarut organik. Bahan tersebut disebut vulcanized oil atau minyak vulkanisasi.

2. Pembentukan faktis gelap

Dengan pemanasan lebih lanjut, maka proses pembentukan minyak vulkanisasi tersebut di atas akan dihasilkan dalam bentuk gel. Minyak vulkanisasi menjadi padat kenyal jika dibiarkan pada suhu ruang dan tidak akan mencair bila dipanaskan dan tidak larut dalam pelarut organik.

Molekul trigliserida yang tersusun dari asam lemak tidak jenuh memiliki peranan dalam proses pembentukan faktis. Trigliserida umumnya digambarkan dalam bentuk huruf “E”. Menurut Flint (1955), struktur molekul trigliserida demikian tidak dapat membentuk faktis. Strukur molekul yang tepat diperoleh dengan memutar cabang terbawah (R3) ke posisi perpanjangan

ke cabang kedua (R2) seperti ditunjukkan tanda panah (Gambar 2a). Hasil

akhir perputaran cabang ketiga ini akan membentuk struktur trigliserida seperti “garpu tala” (tuning fork) yang ditunjukkan Gambar 2b. Perputaran ini dapat terjadi karena asam lemak pada cabang ketiga trigliserida tidak sama dengan asam lemak kesatu dan kedua. Struktur ini bersifat planar atau terletak dalam satu bidang.

Reaksi adisi pada pembentukan faktis gelap membutuhkan empat atom sulfut untuk mengadisi sepasang ikatan rangkap dari dua rantai asam lemak tak jenuh yang berada pada posisi sejajar. Reaksi adisi sulfur ditunjukkan pada Gambar 2. Molekul trigliserida bentuk “E” (a) dan “garpu tala” (b) (Flint,1955)

R1 R2 R3 R1 R2 R3 (b) (a)

(8)

11 B A C g f d a b c

Gambar 3. Reaksi adisi ini menghasilkan ikatan monosulfida (m) atau ikatan sulfur berupa ikatan disulfida (d).

Pada proses vulkanisasi, dua molekul trigliserida dalam “garpu tala” akan berikatan satu sama lain melalui ikatan sulfur dari ekor ke ekor (tail to

tail) secara intramolekul dan intermolekul. Intramolekul adalah proses

pengikatan sulfur dengan rantai karbon tak jenuh pada asam lemak lain dalam satu trigliserida, sedangkan intermolekul adalah proses pengikatan belerang dengan rantai karbon tak jenuh pada trigliserida lainnya. Proses penggabungan dua trigliserida dengan model penggabungan ekor ke ekor (tail to tail) dari masing-masing trigliserida ditunjukkan pada Gambar 4. B dan C adalah ikatan intramolekul dan A adalah ikatan intermolekul.

Menurut Flint (1955), struktur molekul faktis gelap menyerupai susunan batubata dalam dinding (bricks in a wall) atau tumpukan buku (book

pile) yang memanjang dengan bobot molekul sekitar 7000. Tiap unit bata atau

buku digambarkan sebagai gabungan dua molekul trigliserida melalui ikatan mono atau dislufida. Struktur molekul seperti ini memungkinkan mudahnya terjadi sliding effect (di antara rantai molekul lurus) yang memberikan sifat

+ C C C C 4S S C C S S C C S m d

Gambar 3. Reaksi adisi sulfur pada pembentukan faktis gelap (Flint, 1955)

Gambar 4. Pengikatan ekor ke ekor (tail to tail) atau “ double tuning fork” dari dua trigliserida (Flint, 1955)

(9)

12 (a)

(b)

pelumas kering (dry lubrication) serta sifat berorientasi menyebar dan mengikat bahan-bahan sewaktu dilakukan suatu proses pencampuran, sehingga mempermudah dan mempercepat tercapainya homogenitas campuran. Pada Gambar 5 diperlihatkan tipe susunan unit pokok faktis tumpukan buku (a) dan batu bata dalam dinding (b).

Menurut Carrington (1982) faktis dapat dibuat dari minyak yang memiliki bilangan iod 80 – 185 g iod/100 g minyak. Selain itu, minyak yang akan dijadikan sebagai bahan baku faktis harus memiliki komposisi asam lemak tak jenuh yang lebih banyak dibandingkan asam lemak jenuhnya. Warna faktis berbanding lurus dengan nilai bilangan iod dari minyak nabati yang digunakan. Semakin tinggi nilai bilangan iod, maka akan semakin gelap faktis yang dihasilkan. Umumnya, negara produsen melakukan pemilihan bahan baku berdasarkan kualitas bahan baku menurut standar faktis dan ketersediaan bahan baku serta pertimbangan harga.

Gambar 5. Tipe susunan unit pokok faktis (a) “tumpukan buku” (pile of book) dan (b) “batubata dalam dinding” (brik in a wall) (Flint, 1955)

(10)

13 E. JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L.)

Jarak pagar (Jatropha curca L.) merupakan jenis tanaman semak atau pohon yang tahan terhadap kekeringan sehingga tahan hidup di daerah dengan curah hujan rendah. Tanaman jarak pagar banyak ditemukan di Afrika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan India (Syah, 2006). Biji jarak pagar terdiri dari 58 – 65 % daging biji yang banyak mengandung minyak dan 35 – 42 % tempurung biji yang banyak mengandung karbon. Kandungan minyak dalam biji adalah 35 – 40 % dan dalam kernel adalah 50 – 60 % (Reyadh, 1995). Adapun analisis prosimat biji jarak pagar tersaji dalam Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis proksimat biji jarak pagar

Komposisi Nilai (%) A B C D Minyak (%b/b) 34,38 38 46.24b±0.37 38,00 Protein (%b/b) 17,08 18 29.40b±1.04 18,00 Karbohidrat (%b/b) – 17 16.89d±0.91 17,00 Serat (%b/b) 22.96 15,5 2.57b±0.350 15,50 Abu (%b/b) 3,17 5,3 4.90a±0.260 5,30 Air (%b/b) 5,77 6,2 5.00 ±0.010 6,20 A Winkler et al. (1997) B

Lele (2005) di dalam Nurcholis (2007)

C

Peace dan Oshodi (2008)

D

Duke dan Atchley (1980)

Biji jarak pagar mengandung berbagai macam senyawa kimia, seperti sukrosa, rafinosa, stakiosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, protein, toxal burning

curcun yang berbahaya, dan minyak (50 – 60 %) (Duke dan Atchlay, 1986).

Minyak jarak pagar mengandung 21 % asam lemak jenuh dan 79 % asam lemak tak jenuh (Nanewar, 2005). Asam lemak yang dominan adalah asam oleat, asam linoleat, dan asam palmitat. Komposisi asam lemak dan sifat fisiko kimia minyak jarak pagar tersaji pada Tabel 5 dan Tabel 6.

(11)

14 Tabel 5. Komposisi asam lemak pada minyak jarak

Jenis asam lemak Sifat dan Komponen Nilai (%)

A B

Asam miristat Jenuh, C 14 : 0 0 – 0,1 –

Asam palmitat Jenuh, C 16 : 0 14,1 – 15,3 12 – 17 Asam stearat Jenuh, C 18 : 0 3,7 – 9,8 5 – 10

Asam arachidat Jenuh, C 20 : 0 0 – 0,3 –

Asam behenat Jenuh, C 22 : 0 0 – 0,2 –

Asam palmitoleat Tidak jenuh, C 16 : 1 0 – 1,3 – Asam oleat Tidak jenuh, C 18 : 1 34,3 – 45,8 35 – 64 Asam linoleat Tidak jenuh, C 18 : 2 29,0 – 44,2 19 – 42 Asam linolenat Tidak jenuh, C 18 : 3 0 – 0,3 2 – 4

A

Gubitz, et al., (1999)

B

Sudrajat, et al., (2005)

Tabel 6. Sifat fisiko-kimia minyak jarak pagar

Karakteristik Satuan Nilai

Titik pembakaran oC 236

Densitas pada 15 oC g/cm3 0,9177

Viskositas pada 30 oC nm2/s 49,13

Sisa karbon % (m/m) 0,34

Kandungan abu sulfat % (m/m) 0,007

Titik tuang oC -2,5

Kadar air ppm 935

Kadar sulfur ppm <1

Bilangan asam mg KOH/g minyak 4,73

Bilangan iod g iod/100 g minyak 96,5

Gambar

Tabel 1. Kelompok bahan pencepat berdasarkan fungsi  Kelompok Pencepat  Golongan Pencepat
Gambar 1. Mekanisme vulkanisasi dengan belerang
Tabel 3. Tingkat mutu faktis berdasarkan kelarutannya dalam aseton  Tingkat mutu  Kadar ekstrak aseton
Gambar 3. Reaksi adisi ini menghasilkan ikatan monosulfida (m) atau ikatan  sulfur berupa ikatan disulfida (d)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari adanya media internal “IntraPAS” terhadap pemenuhan kebutuhan informasi bagi

Beberapa penelitian dan pengertian di atas, menunjukkan jika sarana prasarana dan kepemimpinan kepala sekolah memiliki pengaruh dalam meningkatkan prestasi belajar

y prikaz energetskog sertifikata za ostale zgrade koje.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh kualitas pelayanan, kualitas produk dan citra merek terhadap niat beli ulang mobil merek Toyota di PT Agung

Mayor

Dalam Inpres tersebut dinyatakan bahwa akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan

Dengan demikian, tindakan guru sekolah dasar yang menyuruh muridnya untuk menghapalkan perkalian dianggap wajar dan patut diteruskan, karena membantu proses pembelajaran

Melalui Penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan belum menerapkan pelaksanaan sistem perhitungan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 sesuai