• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

6 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lateks

Lateks merupakan cairan yang berwarna putih atau putih kekuning-kuningan, yang terdiri atas partikel karet dan bukan karet yang terdispersi di dalam air (Triwijoso dan Siswantoro,1989). Menurut Goutara, et al. (1985), lateks merupakan sistem koloid, karena partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid terdispersi didalam air. Protein di lapisan luar memberikan muatan negatif pada partikel. Lateks merupakan suatu dispersi butir-butir karet dalam air, dimana di dalam dispersi tersebut juga larut beberapa garam dan zat organik, seperti zat gula, dan zat protein (Lie, 1964). Menurut Suparto (2002), lateks Hevea terdiri dan karet, resin, protein, abu, gula, dan air dengan komposisi seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Lateks Jenis Komponen Komposisi (%)

Karet 30-35 Resin 0,5-1,5 Protein 1,5-2,0 Abu 0,3-0,7 Gula 0,3-0,5 Air 55-60 Sumber: Suparto (2002)

Secara fisiologi lateks merupakan sitoplasma dan sel-sel pembuluh lateks yang mengandung partikel karet, lutoid, nukleous, mitokondria, partikel Frey-Wyssling, dan ribosom. Selain partikel karet, di dalam lateks terdapat bahan-bahan bukan karet yang berperan penting mengendalikan sifat lateks dan karetnya meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Lateks segar yang dipusingkan (disentrifus) dengan alat pemusing ultra dengan kecepatan 18.000 rpm akan menyebabkan lateks terpisah menjadi empat fraksi dengan urutan dari atas ke bawah dapat dilihat pada Tabel 2.

(2)

7 Tabel 2. Empat Fraksi Lateks Segar

Fraksi Karet (35 %)

Karet Protein

Lipid Ion Logam Fraksi Frey Wyssling (5%) Karotenoida

Lipid

Serum (50%)

Air

Karbohidrat dan inositot Protein dan turunarmya

Senyawa nitrogen Asam nukleat dan nukleosida

Ion anorganik Ion logam Fraksi Dasar (10 %) Lutoid (vakuolisosom) Sumber: Suparto (2002)

B. Karet Alam

Menurut Triwijoso dan Siswantoro (1989), karet adalah suatu polimer dari isoprena (C5H8) sehingga sering disebut Cis 1,4-poliisoprena

dengan rumus umum (C5H8), dimana n adalah bilangan yang menunjukkan

jumlah monomer didalam rantai polimer. Semakin besar harga n maka molekul karet semakin panjang, semakin besar bobot molekul dan semakin kental (viscous). Nilai n dapat berkisar antara 3000-15000. Struktur ruang poliisoprena dapat dilihat pada Gambar 1.

(a)

H3C H H3C H H3C H H3C H

C = C C = C C = C C = C

(3)

8 (b) (c) O O O -O P O O CH3 O ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ m O ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ m CH2 NH Protein 2 n = 1000 - 5000 (d)

Gambar 1. Struktur Ruang: (a) 1,4 Cis Poliisoprena (Honggokusumo, 1978); (b) Struktur Ruang Poliisoprena-Graft-Asam Maleat Monometil Ester

(Anonim, 2009a); (c) Partikel Karet Alam; (d) Molekul Karet Alam (Situmorang, 2009)

Menurut Eng (1997), bobot molekul karet alam berkisar antara 1 sampai 2 juta. Partikel karet alam mengandung hidrokarbon karet dan sejumlah kecil bahan bukan karet, seperti lemak, glikolipida, fosfolipida, protein, karbohidrat, bahan anorganik, dan lain-lain dengan komposisi seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Partikel Karet Alam Jenis Komponen Komposisi (%)

Hidrokarbon karet 93,7 Lemak 2,4 Glikolipida, fosfolipida 1,0 Protein 2,2 Karbohidrat 0,4 Bahan Anorganik 0,2 Lain-lain 0,1 Sumber: Tanaka (1998)

(4)

9 C. Lateks Pekat

Lateks pekat diperoleh dengan memekatkan lateks kebun. Pembuatan lateks pekat bertujuan meningkatkan KKK. Lateks kebun pekat dengan KKK 60 % akan lebih seragam mutunya dan lebih sesuai untuk pengolahan barang jadi karet. Pembuatan lateks pekat dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu sentrifuse (pemusingan), pendadihan, penguapan, dan elektrodekantasi. Metode yang paling sering digunakan adalah metode sentrifuse (pemusingan), karena menghasilkan kapasitas produksi yang besar, viskositas lateks lebih rendah (tidak kental), dan hasil lateks lebih murni (tidak tercampur endapan dan kotoran) (Solichin, 1991).

Pada umumnya, pengolahan lateks pekat di Indonesia menggunakan c ar a p e mu s in g a n , k ar en a k ap a s it as p r o d u k s iny a le b i h t in g g i s e r t a pemeliharaannya lebih mudah. Lateks kebun dengan KKK 28-35% dipusingkan pada kecepatan 5000-7000 rpm, sehingga pada bagian atas alat akan diperoleh lateks pekat dengan KKK 60% dan berat jenis 0,94, sedangkan di bagian bawah akan dihasilkan skim yang masih mengandung 4-8% karet dengan berat jenis 1,02 (Goutara et al., 1985).

Menurut Triwijoso et al. (1989), kadar karet kering lateks pekat hasil sentrifugasi adalah 60 ± 2%. Kadar karet kering lateks pekat lebih tinggi daripada lateks kebun, karena pada saat proses sentrifugasi, bahan-bahan bukan karet terpisah dari lateks bersamaan dengan serum.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu lateks pekat pusingan adalah pengawetan lateks kebun, KKK lateks kebun, pengendapan lateks kebun, penambahan sabun ammonium laurat sebelum ataupun sesudah pemusingan, alat dan cara pemusingan, penyimpanan, pengangkutan, dan cara pengambilan sampel lateks pekat. Lateks pekat bermutu tinggi diperoleh dengan melakukan pengontrolan dan perlakuan yang baik sejak dari lateks kebun sampai pada pengambilan sampel lateks pekat (Solichin, 1991).

(5)

10 D. Depolimerisasi

Menurut Ramadhan et al. (2005), depolimerisasi adalah proses pemutusan atau pendegradasian polimer dengan cara menghilangkan kesatuan monomer secara bertahap dalam reaksi. Depolimerisasi molekul karet dilakukan untuk memperoleh karet dengan bobot molekul rendah yang ditandai dengan rendahnya viskositas Mooney (Surdia, 2000).

Depolimerisasi polimer dapat terjadi secara mekanik, termal, kimia, fotokimia, dan biodegradasi (Surdia, 2000). Menurut Cowd (1991), depolimerisasi polimer disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu energi panas, energi mekanik, penyinaran (ultra violet), dan bahan kimia (oksidasi H2O2).

Depolimerisasi polimer secara kimia dapat berlangsung dengan dua cara, yaitu reaksi tahap tunggal dan reaksi rantai. Reaksi tunggal terjadi akibat reaksi fotokimia, misalnya degradasi polimer secara enzimatik, sedangkan reaksi rantai merupakan reaksi degradasi polimer dengan bantuan senyawa radikal bebas karena adanya suatu peroksida.

Menurut Alfa dan Syamsu (2004), penambahan senyawa pemutus rantai molekul sistem redoks, campuran hidrogen peroksida dengan natrium hipoklorit, dikombinasikan dengan ammonium hidroksil sulfat akan menghasilkan lateks dengan viskositas Mooney karet mentah rendah dan memiliki daya rekat baik.

Kemungkinan reaksi pemutusan rantai polimer akibat pengaruh dan terbentuknya radikal bebas pada tahap inisiasi. Hal ini menyebabkan terjadinya reaksi polimer dengan oksigen secara berurutan yang menghasilkan pemutusan rantai polimer pada rantai utama, pemutusan rantai samping dan eliminasi (Surdia, 2000).

Menurut Gunanti (2004), depolimerisasi molekul karet terjadi karena adanya radikal OH hasil penguraian hidrogen peroksida (H2O2). Radikal OH

yang terbentuk bersifat sangat reaktif dan dapat bereaksi secara tidak terkontrol dengan molekul polimer karet alam (poliisoprena). Radikal OH yang terbentuk menarik salah satu atom H+ yang terdapat pada polimer karet terutama menyerang ikatan karbon rangkap dan gugus karbon ekor, sehingga dihasilkan radikal bebas yang aktif.

(6)

R berikat yang ti pemutus Gugus aktif da Gugus aldehid. pada Ga Proses I Radikal beb an dengan idak stabil san ikatan. P karbon akt an reduktor karbon yan . Mekanism ambar 2. Inisiasi : HO as pada mol oksigen yan hingga me Pada akhir r tif yang di yang dihas ng dihasilka me depolime OOH → 2 HO lekul isopren ng ada dala engalami re reaksi pemut ihasilkan la silkan gugu an memiliki erisasi mole O+ CH na tersebut am lateks da aksi autook tusan, terbe angsung be us karbonil gugus uju ekul tersebu CH2 mudah ber an membentu ksidasi samp entuk gugus ereaksi deng yang tidak b ung berupa ut dapat dii 11 reaksi dan uk molekul pai terjadi s karbonil. gan gugus bermuatan. keton dan ilustrasikan

(7)

E Gambar E. Hidrok M digunak adalah (NH2OH 3. Gam M Mooney menjadi karena sebelum penceg aldehid amina m 2. Mekanism ksilamin Net Menurut So kan secara k hidroksilam H)2H2SO4. G mbar 3. Struk 2009c); Menurut So y karet alam i penyebab gugus alde m gugus ald ahan ikatan da pada rant monofungs me Pemutusa (Pri tral Sulfat ( olichin et a komersial u min dalam Gambar struk F. ktur Hidroksi b. Struktur H lichin et al. m karena H crosslinking ehida pada ehida terseb n silang ini tai poliisop ional yaitu an Molekul istiyanti, 200 HNS) l. (1995), b untuk memp bentuk gar ktur hidroks ilamin: a. St Hidroksilam (1995), HN HNS dapat g yang dapa rantai poli but melakuk i adalah me prena dan m hidroksilam Karet oleh H 06) bahan kimia produksi ka am Hidrok silamin dapa (b) truktur Hidro min Sulfat (H NS dapat m mengikat g at menyebab iisoprena te kan reaksi s enghilangka mereaksikan min atau ga Hidrogen Per a yang palin ret viskosit silamin Net at dilihat pad oksilamin (A oyle, 2007) emantapkan gugus aldeh bkan terben erlebih dah elanjutnya. an kereakti nnya dengan aramnya. M 12 roksida ng banyak tas mantap tral Sulfat da Gambar Anonim, n viskositas hida yang tuknya gel hulu diikat Dasar dari fan gugus n senyawa Mekanisme

(8)

F reaksi dilihat Gam F. Surfakt S mengub fluida mengad satu mo yaitu gu ikat) ya gugus h berasal M menurun kestabil itu, surf sebagai (coalesc dapat di pengikatan pada Gamb mbar 4. Mek tan Surfaktan (s bah atau me yang tidak dsorbsi mole olekulnya, s ugus polar d ang kuat den hidrofilik. Gu dari bahasa Menurut R nkan tegan lan partikel y faktan akan penghalang cence) dari p ilihat pada G Gugus Aldehida n gugus ald bar 4. kanisme Pen Hidroksila surface act emodifikasi k saling la ekul lain pad urfaktan me dan non pola ngan pelarut ugus non po Yunani phob Reiger (198 ngan permuk yang terdisp terserap ke g yang akan partikel yan Gambar 5. Hidroksil amin dehida oleh ngikatan Gu amin (Pristi tive agent) tegangan p arut (Anoni da antar muk emiliki dua ar. Gugus po polar (conto lar biasa dis bos (takut) d 85), sifat-s kaan, tegan ersi dan men e dalam per mengurangi g terdispersi l h senyawa ugus Aldeh iyanti, 2006 adalah sua ermukaan d im, 2005), ka dua zat (A gugus yang olar memper ohnya air), s sebut hidrofo dan lipos (lip sifat surfak ngan antar ngontrol sist rmukaan par i atau meng i. Struktur s Aldoksin hidroksilam hida oleh Se 6) atu bahan y dan antar m atau mole Anonim, 200 g berbeda p rlihatkan afin sehingga seri

obik atau lip pid) (Salager ktan adalah muka, men tem emulsi. rtikel minya ghambat pen surfaktan sec Ai 13 min dapat enyawa yang dapat muka antara ekul yang 05). Dalam olaritasnya nitas (daya ing disebut ofilik yang r, 2002). h mampu ningkatkan Disamping ak atau air nggabungan cara umum r

(9)

14 (a) (b)

Gambar 5. Struktur surfaktan: a. Struktur molekul surfaktan dalam suatu system emulsi; b. Unimer Surfaktan (Ramli, 2009)

Penambahan kaustik soda dan surfaktan dimaksudkan untuk menstabilkan lateks. Surfaktan merupakan bahan yang biasa ditambahkan dalam jumlah kecil ke dalam cairan untuk memodifikasi sifat permukaan cairan tersebut. Surfaktan yang ditambahkan akan melapisi partikel-partikel polimer yang terdispersi di dalam air. Surfaktan akan menjaga kestabilan lateks terutama terhadap gerakan mekanis yang timbul karena guncangan atau pengadukan (Stevens, 2001).

Menurut Blackley (1966), surfaktan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu berdasarkan fungsinya dalam cairan dan berdasarkan sifat kimianya. Berdasarkan fungsinya ada beberapa jenis surfaktan, antara lain pembasah (wetting agent), pendispersi (dispersing agent), penstabil dispersi (dispersing stabilizer), pengemulsi (emulsifer), pembusa (foaming agent), dan penstabil busa (foaming stabilizer). Surfaktan dibagi menjadi tiga berdasarkan sifat kimianya, yaitu:

1. Surfaktan Anionik

Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada bagian hidrofiliknya atau aktif permukaannya (surface-active). Sifat hidrofiliknya disebabkan karena keberadaan gugus sulfat atau sulfonat.

Salah satu contoh surfaktan anionik adalah emal (sodium lauril sulfat) yang memiliki rumus molekul (C12H25SO4Na) (Anonim, 2009f).

(10)

15 berwarna, larut dalam air panas, stabil dalam larutan asam, alkali, dan air sadah (Roger, 1994). Gugus fungsi utama yang terdapat dalam emal adalah (CH3(CH2)nOSO3)Na. Emal yang dilarutkan akan mengion

membentuk turunan anionnya, yakni ion alkil sulfat (CH3(CH2)nOSO3).

2. Surfaktan Kationik

Surfaktan kation yang dilarutkan akan mengion membentuk turunan kationnya. Kation yang berhubungan dengan lateks adalah ion ammonium yang satu atom hidrogennya telah digantikan oleh senyawa organik (halida atau asetat). Contoh surfaktan kationik adalah Lissolamine A, Vantoc A, Fixano C, dan Aerosol M.

3. Surfaktan Nonionik

Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak mengandung gugus fungsional bermuatan, baik positif maupun negatif dan tidak mengalami ionisasi di dalam larutan. Menurut Salager (2002) surfaktan nonionik mempunyai kelebihan dibandingkan surfaktan anionik dan kationik yaitu tidak dipengaruhi oleh kesadahan dan perubahan pH.

Surfaktan nonionik dianggap memiliki karakteristik tingkat pembusaan yang rendah pada medium. Keunikan surfaktan nonionik adalah tidak mengalami disosiasi menjadi ion-ion ketika dilarukan dalam pelarut, sehingga sangat kompatibel bila dikombinasikan dengan tipe surfaktan lainnya.

Surfaktan nonionik mampu memasuki struktur molekul yang kompleks. Karakter lain dari surfaktan nonionik adalah tidak sensitif terhadap cairan elektrolit, pH, surfaktan ionik, dan dapat digunakan pada salinitas tinggi dan air sadah (Salager, 2002).

Surfaktan nonionik tidak membawa muatan, sehingga sangat kompatibel dengan bahan kimia yang digunakan dalam berbagai operasi produksi. Prinsip kerja dari surfaktan nonionik dalam mempertahankan kestabilan larutan adalah dengan menurunkan gaya Van der Walls (Allen, 1993).

(11)

G emu C12 put tolu lem min dila dibu G. Toluena T metil be insolubl normal kali lebi D dan me toluena pada ef dilihat p Salah ulgen adal 2H25(OCH2C tih (white w uena, dapat d mak alkohol nyak sayur ( akukan oleh utuhkan surf a Toluena me enzena atau le dengan b sebagai hidr ih reaktif dar Dengan bah engalami ok sebesar 10% fektifitas de pada Gamba Gamb satu jenis su lah Polietil CH2)46OH. waxy solid). dicampur de dan lemak, (Anonim, 20 Pristiyanti faktan jenis mpunyai rum fenil metan bau pengenc rokarbon aro ripada benze an pereaksi ksidasi. Men % sebagai egradasi par r 6. bar 6. Strukt urfaktan non lena lauril Emulgen b Sifat emulg engan bahan tetapi tidak 009d). Dari (2006), untu sodium laur mus moleku na. Toluena

cer cat yan omatik. Gugu ena. lain gugus m nurut Alfa pengembang rtikel karet. tur Toluena ( nionik adala eter deng erbentuk pa gen adalah l n panas, miny larut denga penelitian t uk membuat ril sulfat dan

ul C7H8 dan merupakan ng khas. To us metil dala metil dalam dan Sailah g molekul k Gambar st (Helmenstin ah emulgen. gan rumus adatan lilin larut dalam yak alami da an minyak m terdahulu ya t lateks dep polietilen la n dikenal den cairan berba oluena berea am toluena b m toluena aka h (2005), pe karet berpen truktur tolue ne, 2009) 16 Nama lain s molekul n berwarna air, etanol, an sintetik, mineral dan ang pernah olimerisasi auril eter. ngan nama asis water-aksi secara bereaksi 25 an bereaksi enambahan ngaruh baik enae dapat

(12)

H H. Hidrog H air, bers kuat. Hi Hidroge dilihat p Ga M dikenal Pada su berlangs (pemutu Pencam pada su molekul M sebagai memben degrada mengha hingga t Natrium en Peroksid Hidrogen pe sifat sebagai idrogen pero en peroksida pada Gamba

2

ambar 7. Re Menurut Al sebagai ok uhu ruang p sung lambat us rantai) mpuran reduk uhu rendah, l hidrogen p Gambar 8. Menurut Ram oksidator ntuk radika asi dipercep asilkan O2 y terjadi pemu m Hipoklorit da eroksida ada i oksidator k oksida digun a terurai se r 7.

H

2

O

2

eaksi Pengur (P fa et al. (20 ksidator yan engaruh per t, tetapi berl yang berf ktor pada p sehingga le eroksida dap Struktur Hid madhan et a kuat yang l bebas yan pat oleh N yang selanju utusan ikatan dengan Hid alah cairan b kuat, dan bah nakan pada d cara spontan

2 H

2

O +

raian Hidrog Pristiyanti, 2 003), hidrog ng dapat me roksida ini t langsung cep fungsi seb eroksida ak ebih praktis pat dilihat pa drogen Perok al., (2005), b g dapat me ng aktif pa NaClO yang utnya melaku n-ikatan pad drogen Perok bening, lebih hkan sebaga desinfektan, n menjadi a

+ O

2

+ Ene

gen Peroksid 2006) gen peroksid endegradasi terhadap deg pat dengan agai pemin kan memperc s dan ekono ada Gambar ksida (Helm bahan pendeg enginisiasi ada rantai m g dapat be ukan proses a rantai utam ksida dapat d h kental dib ai bahan pem dan sebagai air dan oks

ergi

da Secara Spo da (H2O2) s rantai mole gradasi rant adanya baha ndah radik cepat reaksi omis. Gamb 8. menstine, 200 gradasi H2O rantai poli molekul kar ereaksi den s autooksida ma karet. Re dilihat pada G 17 bandingkan mucat yang i oksidator. igen dapat ontan sudah lama ekul karet. ai molekul an peptiser kal bebas. i degradasi bar struktur 09) 2 berfungsi imer karet ret. Proses ngan H2O2 asi berantai eaksi antara Gambar 9.

(13)

18

NaOCl + H

2

O

2

→ O

2

+ NaCl + H

2

O

Gambar 9. Reaksi antara Natrium Hipoklorit dengan Hidrogen Peroksida (Pristiyanti, 2006)

Reaksi rantai radikal bebas terjadi berdasarkan tiga tahapan, yaitu insiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahapan inisiasi dan propagasi, radikal bebas (R*) akan bereaksi dengan oksigen (O2), yang terbentuk dari rekasi

disproporsionasi hidrogen peroksida, membentuk senyawa RO2* (radikal).

Pada rantai polimer karet, atom hidrogen yang berikatan dengan atom karbon (C) pada posisi alilik diserang oleh RO2* (radikal) yang selanjutnya

melakukan reaksi berantai radikal bebas. Pada proses ini, rantai poliisopren akan diserang oleh oksigen, atau terjadi proses autooksidasi berantai yang menyebabkan pemutusan ikatan-ikatan pada rantai polimer karet. Tahapan pembentukan radikal bebas dapat dilihat pada Gambar 10.

Inisiasi Produksi RO2*

Propagasi R* + O2 → RO2*

RO2* + RH → ROOH + R*

Terminasi R* + R* →

R* + RO* → Produk non-radikal RO2* + RO2* →

Gambar 10. Tahapan Reaksi Pembentukan Radikal Bebas (Roberts, 1988) I. Natrium Hipoklorit

Natrium hipoklorit adalah garam dan asam hipoklorit. Natrium hipoklorit tidak berwarna dan merupakan cairan transparan. Dalam air akan terurai menjadi kation natrium (Na+) dan anion asam hipoklorit (HClO-). Menurut Alfa et al. (2003), natrium hipoklorit merupakan reduktor yang digunakan sebagai bahan peptiser yang dapat mempercepat reaksi degradasi molekul oleh peroksida pada suhu rendah. Selain itu, natrium hipoklorit berfungsi untuk menyediakan oksigen yang akan digunakan oleh hidrogen peroksida dalam proses oksidasi. Struktur molekul natrium

(14)

J hipoklor Ga J. Aspal d A yang ter dua bent cair mem cair dis Nitrogen Nitrogen paramete abrasi (S A perubaha sedangka perubaha mejadi rendah, (Suroso, M menentu aspal me titik lele sebaikny kadar asp (pelunak

rit dapat dili

ambar 11. St dan Aspal B Aspal adalah susun menja tuk, yaitu fr mbentuk bah ebut malten n base, Acida n base dan A er komposi Suroso, 2005 Aspal adala an tempera an pada te an jarak par renggang s jarak antar 2005). Menurut Su ukan sifat rh enjadi keras. eh tinggi. ya antara 5-phalten dala k), sehingga ihat pada Ga truktur Mole Berkaret h bahan yan adi fraksi hi aksi padat d han semi pa n. Malten afit I, Acida Acidafit I d si malten y 5). ah bahan v atur. Pada emperatur t rtikel aspal. ehingga asp r partikel m uroso (200 heologi asp . Dengan kat Kadar asph 25%. Keken am malten. A asphalten d ambar 11. ekul Natrium ng semi pad drokarbon. F dan fraksi ca adat. Fraksi p dibedakan afit II, dan Pa

engan jumla yang menen visko elastik temperatur tinggi berbe . Pada temp pal berubah menjadi deka 5), kadar pal. Kenaika ta lain penet halten dalam ntalan aspal Asphalten da diyakini mem m Hipoklorit dat terdiri d Fraksi terseb air. Fraksi pa padat disebu menjadi em arafin. Perba ah Acidafit ntukan keta k yang sifa rendah be entuk cair. peratur tingg h menjadi c at sehingga asphalten an kadar as trasi aspalny m aspal un akan naik se apat berinter mpunyai sif (Anonim, 2 dari hidroge but dibedaka adat larut da ut asphalten mpat kelomp andingan ant II dan Para ahanan aspa fatnya berub erbentuk se Hal ini d gi jarak ant cair, pada a aspal men dalam asp sphalten me ya rendah da ntuk perker eiring denga raksi dengan fat lengket, 19 009e) en, karbon, an menjadi alam fraksi dan fraksi pok, yaitu tara jumlah afin disebut al terhadap bah akibat emi padat disebabkan tar partikel temperatur njadi padat pal sangat enyebabkan an memiliki rasan jalan an kenaikan n fraksi cair tergantung

(15)

20 dari strukturnya. Ikatan asphalten merupakan kesatuan yang kontinyu, dengan kata lain kekentalannya akan menurun sebanding dengan kenaikan temperatur. Aspal telah digunakan sebagai bahan konstruksi dasar selama bertahun-tahun karena sifat alaminya, yakni memiliki daya ikat dan tahan air. Diatas suhu 100oC, aspal berbenuk cairan yang viskos. Aspal mulai mengeras pada

suhu yang rendah. Semakin rendah (hingga dibawah nol derajat) suhunya, maka aspal semakin keras dan rapuh (Robinson, 2004).

Pada penerapan untuk jalan bebas hambatan, aspal memegang peran yang baik dalam pembangunan jalan raya yang sibuk. Situasi tersebut membuat penggunaan polimer untuk pemodifikasi aspal lebih disukai. Penggunaan polimer tersebut dapat meningkatkan ketahanan terhadap deformasi permanen dengan memperbaiki temperatur kerja, memperbaiki daktilitas (ketahanan terhadap tarikan atau regangan tanpa mengalami kerusakan) aspal untuk mengurangi resiko retak atau pecah pada suhu rendah, memperbaiki daya ikat dengan agregat untuk mengurangi resiko agregat terlepas dari permukaan aspal (Robinson, 2004).

Aspal merupakan produk turunan dari minyak mentah atau minyak bumi yang didapatkan dengan proses destilasi atau penyulingan dengan cara memisahkan fraksi-fraksi yang lebih tinggi, sehingga menyisakan aspal sebagai residu yang lebih berat dari fraksi-fraksi lain. Aspal merupakan bahan yang viskoelastis dan sensitif terhadap perubahan temperatur. Aspal juga cenderung mudah mengalami deformasi permanen dalam aplikasinya untuk menahan beban atau muatan. Laju deformasi aspal tergandung dari kualitas aspal, komposisi aspal, temperatur udara ambien, tingkat tekanan dan volume beban (Robinson, 2004).

Sumber dan jenis minyak bumi berpengaruh terhadap komposisi kimia aspal yang berpengaruh juga terhadap ciri fisiknya. Aspal terdiri dari kompleks hidrokarbon yang mengandung kalsium, besi, mangan, nitrogen, oksigen, sulfur dan vanadium. Struktur aspal sangat bervariasi pada tiap-tiap sumbernya dan tidak mungkin dapat dipetakan secara akurat. Kimia aspal ditentukan dengan pendekatan analisis saturates-aromatics-resins-asphaltenes (SARA) untuk membandingkan komposisi dengan reologi (Robinson, 2004).

(16)

21 Menurut Robinson (2004), aspal dapat teroksidasi karena adanya udara. Oksidasi menyebabkan pengerasan aspal dan penggetasan. Hal ini menyebabkan kegagalan pelekatan aspal terhadap agregat dan keretakan. Pengerasan aspal pada permukaan atau lapisan dasar membantu meningkatkan kekakuan aspal yang berkontribusi untuk memperbaiki daya guna aspal.

Laju pengerasan aspal tergantung dari beberapa faktor, antara lain komposisi campuran aspal, ketebalan lapisan pengikat, rongga udara yang terkandung dalam aspal, dan komposisi aspal. Rongga udara sangat penting karena jika udara tidak bisa menembus campuran aspal yang tebal secara mudah, maka laju oksidasi akan lebih lambat bila dibandingkan bahan yang lebih berpori (Robinson, 2004).

Menurut Robinson (2004), aspal memberikan respon yang beragam pada aplikasinya, respon tersebut tergantung dari temperatur dan waktu muatan. Terdapat berbagai macam uji empiris yang dapat dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari aspal yang dikendalikan oleh badan standarisasi yang berbeda dengan versi yang berbeda pula. Akan tetapi, kelas atau kualitas aspal yang digunakan untuk perkerasan jalan biasanya diklasifikasikan berdasarkan nilai penetrasi (pen) yang diukur pada 25oC dan dinyatakan dalam dmm (0,1 mm) serta titik lunak atau titik lembek dalam oC. Nilai

tersebut yang digunakan untuk merancang atau menentukan kelas atau kualitas dari aspal. Sebenarnya, masih banyak terdapat uji spesifikasi empiris untuk aspal yang bisa digunakan, namun kedua uji empiris tersebut merupakan pendekatan utama yang digunakan untuk menentukan ketahanan aspal terhadap deformasi permanen (Robinson, 2004).

Menurut Robinson (2004), terdapat juga uji yang digunakan untuk mengukur viskositas dinamis aspal pada selang temperatur 100-190oC. Pengujian atau pengukuran tersebut penting juga untuk mengetahui kemampuan aspal untuk dipompa dan melapisi agregat. Pengujian ini menggunakan pemanasan aspal dalam ruang sampel dalam kondisi yang terkendali serta pengukuran daya tahan putaran menggunakan spindel berputar dengan nilai yang terbaca sebagai nilai viskositas, biasanya dinyatakan dalam centipoise (cP).

(17)

22 Polimer secara umum digunakan untuk memodifikasi aspal, sehingga dapat meningkatkan daya guna aspal. Polimer juga dapat digunakan untuk mengurangi laju kerusakan aspal. Polimer juga dapat memperbaiki kelekatan atau daya ikat aspal dengan agregat yang sering terlepas karena adanya kikisan dari air sehingga dapat memelihara kekakuan atau kekuatan struktur aspal tersebut.

Perbaikan dalam sifat mekanik atau struktur dari aspal menggunakan pemodifikasi berupa polimer terkadang sulit untuk diukur dan dikendalikan. Misalnya, polimer jenis elastomer biasanya menghasilkan penurunan kekakuan aspal, akan tetapi ketahanan deformasi dan kerekatan meningkat. Selain itu, polimer biasanya digunakan untuk mengurangi deformasi permanen, meningkatkan kerekatan aspal, dan mengurangi resiko keretakan aspal akibat temperatur rendah.

Aspal minyak merupakan residu pengilangan minyak bumi. Oleh karena itu, mutunya sangat tergantung pada lokasi dan kondisi geologi dimana minyak bumi diproses. Saat ini, aspal yang dihasilkan banyak yang kurang sesuai dengan kebutuhan, yaitu aspal dengan titik lembek tinggi agar menghasilkan stiffness (kekakuan) yang tinggi, sehingga tahan terhadap terjadinya deformasi. Selain aspal harus mempunyai stiffness yang tinggi diperlukan aspal yang mempunyai ketahanan terhadap retak, ketahanan terhadap oksidasi sehingga perkerasan dapat tahan lama.

Indonesia terletak di negara tropis serta pada ruas jalan tertentu lalu lintas cukup tinggi dan bebannya pun melebihi kapasitas jalan sehingga faktor cuaca, temperatur, kerusakan dini berupa terjadinya alur, gelombang, deformasi menjadi alasan mengapa aspal perlu dimodifikasi agar dapat mengurangi faktor-faktor tersebut di atas. Banyak faktor yang menentukan keawetan konstruksi jalan salah satunya adalah aspal sebagai bahan pengikat, dan pengisi. Sebagai bahan pengikat, sifat adhesinya harus baik, sedangkan sebagai bahan pengisi maka jumlah (kadar aspal dalam campuran beraspal) harus cukup serta mutunya harus baik agar diperoleh umur pelayanan yang maksimal.

(18)

23 Pencampuran karet dengan aspal selama 45 – 60 menit, menghasilkan suatu material baru. Material ini memiliki karakteristik teknis yang menguntungkan pada kedua komposisi yang disebut aspal karet (Huffman, 1980). Aspal tersebut diabsorbsi oleh partikel karet yang bertambah besar pada temperatur tinggi, sehingga meningkatkan konsentrasi aspal cair dalam campuran beraspal.

Polimer umumnya digunakan untuk memodifikasi sifat-sifat yang dimiliki aspal untuk meningkatkan daya guna aspal. Peningkatan dalam sifat mekanik maupun struktur aspal menggunakan polimer sebagai bahan pengikat kadang sulit untuk diukur. Sebagai contoh, polimer jenis elastomer bisa menghasilkan penurunan kekakuan, walaupun ketahanan terhadap deformasi dan kekuatan ikatan didapatkan (Robinson, 2004).

Polimer yang umum digunakan sebagai bahan pengikat untuk memodifikasi aspal adalah polimer jenis elastomer termoplastik dan plastomer termoplastik. Elastomer adalah polimer yang paling banyak digunakan sebagai bahan pengikat atau pemodifikasi. Jenis elastomer yang sering digunakan meliputi polimer termoplastik karet sintetis. Dalam praktek, polimer styrene butadiene styrene (SBS) adalah polimer yang memberikan kombinasi yang paling optimum dari daya guna, ketahanan, kemudahan penggunaan dan ekonomis bila dibandingkan dengan elastomer sintetis lainnya (Robinson, 2004).

Lateks karet alam telah digunakan dalam campuran aspal selama lebih dari 30 tahun dan lateks dapat meningkatkan daya guna aspal walaupun dispersi polimer dalam campuran aspal biasanya kurang homogen. Secara keseluruhan, lateks (dispersi cair polimer) yang ditambahkan secara langsung ke dalam pencampur aspal tidak memodifikasi sifat-sifat aspal pada derajat yang sama dengan plastomer dan elastomer yang membutuhkan perlakuan pra-pencampuran dengan aspal panas. Lateks karet alam mudah digunakan karena dapat langsung ditambahkan ke dalam pencampur aspal tanpa membutuhkan tangki penyimpanan khusus. Lateks merupakan polimer alami dan menunjukkan reaksi yang mirip dengan bentuk polimer termoplastik sintetis (Robinson, 2004).

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Lateks  Jenis Komponen  Komposisi (%)
Gambar 1. Struktur Ruang: (a) 1,4 Cis Poliisoprena (Honggokusumo, 1978);
Gambar 5. Struktur surfaktan: a. Struktur molekul surfaktan dalam suatu  system emulsi; b
Gambar 9. Reaksi antara Natrium Hipoklorit dengan Hidrogen Peroksida  (Pristiyanti, 2006)

Referensi

Dokumen terkait

Upaya GBI Ngembak yang memberikan tempat bagi gamelan dalam liturgi memberi harapan untuk lebih lestarinya budaya musik tradisional Jawa oleh Gereja.. Selain itu,

Dalam rencana pemberdayaan desa dan potensi Kelurahan Pringsewu Selatanpenulis membuat sebuah rancangan website yang diharapkan dapat membantu masyarakat dalam

Sudut Personal control, kasus pemasungan yang terjadi dapat disimpulkan bahwa para pelaku pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa yang merupakan keluarganya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap warna, rasa, tekstur (mouthfeel), dan keseluruhan (overall) es krim, namun tidak berpengaruh secara

Koordinasi pelayanan gizi dengan tenaga kesehatan lain yaitu dengan dokter, perawat, farmasis dan tenaga kesehatan lain terkait asuhan pasien.. Monitoring

Jika dari usia remaja siswa melakukan sebuah tindakan korupsi, tidak menutup kemungkinan perilaku ini akan berlanjut untuk melakukan dikemudian hari bahkan sampai

Di dalam: Laporan diskusi kemungkinan penggunaan kumbang moncong (Neochetina eichhorniae) bagi pengendalian hayati Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) di Indonesia.. Kasno ASR,

Variasi waktu fotoaktivasi yang dilakukan dari 0, 5, 10, 15, 20, 40 dan 60 menit, memberikan hasil kemurnian radiokimia sebagai berikut: Untuk waktu tanpa fotoaktivasi ( 0