• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Spasial Tingkat Resiliensi Masyarakat Terhadap Ancaman Bencana Banjir Lahar Di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Spasial Tingkat Resiliensi Masyarakat Terhadap Ancaman Bencana Banjir Lahar Di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SPASIAL TINGKAT RESILIENSI MASYARAKAT TERHADAP ANCAMAN BENCANA BANJIR LAHAR DI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Strata I pada Jurusan Geografi Fakultas Geografi

Oleh:

WINDA RAHAYUNI E100191298

PROGRAM STUDI GEOGRAFI FAKULTAS GEOGRAFI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUARAKARTA 2020

(2)
(3)
(4)
(5)

4

ANALISIS SPASIAL TINGKAT RESILIENSI MASYARAKAT TERHADAP ANCAMAN BENCANA BANJIR LAHAR DI KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN

Abstrak

Resiliensi masyarakat merupakan kemampuan masyarakat untuk mengurangi bahaya bencana dan melakukan pemulihan secara cepat dengan cara meminimalkan gangguan sosial serta mengurangi dampak bencana dimasa depan dan mampu mengatasi bencana. Kecamatan Cangkringan merupakan salah kecamatan yang terdampak bencana banjir lahar dari erupsi Gunung Merapi dan kondisi permukiman masyarakat yang tergenang karena dampak dari bencana banjir lahar membuat masyarakat harus melakukan penyesuaian terhadap bencana. Resiliensi masyarakat merupakan salah satu bentuk adaptasi masyarakat yang tinggal di daerah yang rawan bencana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran spasial resiliensi masyarakat di Kecamatan Cangkringan terhadap ancaman bencana banjir lahar dan mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi sebaran spasial tingkat resiliensi masyarakat di Kecamatan Cangkringan terhadap ancaman bencana banjir lahar. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu deskriptif kualitatif dan kuantitatif menggunakan konsep

Climate Disaster Resilience Initiative (CDRI) yang terdiri dari 5 variabel diantaranya: Variabel fisik-infrastruktur, variabel sosial, variabel ekonomi, variabel lembaga/institusi, dan variabel alam. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan 5 variabel dari CDRI tingkat resiliensi masyarakat terbagi menjadi 3 kategori yaitu sangat rendah, sedang, dan sangat tinggi. Desa yang memiliki tingkat resiliensi masyarakat sangat rendah adalah Desa Kepuharjo, tingkat kedua dengan kategori sedang yaitu Desa Wukirsari, dan yang terakhir yaitu Desa dengan tingkat resiliensi masyarakat sangat tinggi terdiri dari 3 desa antara lain: Desa Argomulyo, Desa Glagaharjo, dan Desa Umbulharjo selain itu variabel sosial merupakan variabel yang paling berpengaruh dalam menilai tingkat resiliensi masyarakat terhadap ancaman bencana banjir lahar di Kecamatan Cangkringan.

Kata Kunci: Banjir lahar, Gunung Merapi, Resiliensi, Masyarakat, Climate Disaster Resilience Initiative (CDRI), Kecamatan Cangkringan

Abstract

Community resilience is the community's ability to reduce disaster hazards and recover quickly by minimizing social disruption and reducing the impact of future disasters and being able to cope with disasters. Cangkringan sub-district is one of the areas affected by the lava flood disaster from the eruption of volcano Merapi

(6)

5

where the conditions of community settlements that were flooded due to the impact of the lahar flood made the community have to make adjustments to the disaster itself. community resilience is one example of a form of community adaptation that resides in disaster prone areas. This study was conducted to determine the spatial distribution of community resilience in Cangkringan Sub-District towards the threat of lahar flood disaster and to identify the factors that affect the level of spatial distribution of community resilience in Cangkringan Sub-District towards the disaster. The method used in this research is qualitative and quantitative descriptive using the concept of Climate Disaster Resilience Initiative (CDRI) which consists of 5 variables such as: physical-infrastructure variables, social variables, economic variables, institutional variables, and natural variables. Based on the results of research conducted using 5 variables from CDRI the level of community resilience is divided into 3 categories: Very low, medium, and very high. Kepuharjo Villages have a very low level categories of community resilience , the second level which medium category is Wukirsari Village, and the last is the village with very high level of community resilience consisting of 3 villages, among others: Argomulyo Village, Glagaharjo Village, and Umbulharjo Village, other than that the social variable is the most influential variable in assessing the level of community resilience to the threat of lava flood disaster in Cangkringan District.

Keywords: Lava Flood, Merapi Volcano, Resilience, Community, Climate Disaster Resilience Initiative (CDRI), Cangkringan District.

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Secara geografis sebagian besar wilayah Indonesia berada pada kawasan rawan bencana alam dan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah bencana gunung meletus. Pada saat terjadi gunung meletus tentu memiliki material yang dikeluarkan dari dalam berupa lava/lahar yang menyebabkan adanya banjir lahar.Wilayah disekitar gunung berapi tidak terlepas adanya banjir lahar, adanya banjir lahar dapat menimbulkan dampak bagi masyarakat yang berada disekitar sungai tempat banjir lahar mengalir. Dampak yang ditimbulkan antara lain kerusakan baik rumah maupun sarana prasarana yang berada di wilayah tersebut, selain kerusakan secara fisik akibat dari adanya banjir lahar terdapat dampak yang dirasakan oleh masyarakat baik dari segi perekonomian maupun aktivitas sehari hari serta berdampak pada kesehatan masyarakat.

(7)

6

Kondisi permukiman masyarakat yang tergenang karena dampak dari bencana banjir lahar menyebabkan masyarakat harus melakukan penyesuaian terhadap bencana. Dengan adanya penyesuaian kondisi, masyarakat mampu mempertahankan dan meningkatkan resiliensinya tinggal dengan kondisi lingkungan yang rawan terhadap ancaman banjir lahar. Permasalahan tersebut dapat disesuaikan dengan teori menurut Banarjee (1961) bahwa masyarakat yang ingin bertahan pada lingkungan harus dapat menyesuaikan diri dengan berbagai tindakan adaptasi. Banjir lahar merupakan salah satu bencana yang tidak bisa dihindari bagi sebagian masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Merapi, Kecamatan Cangkringan merupakan salah satu kecamatan yang terdampak adanya bencana banjir lahar yang berasal dari Gunung Merapi melalui Kali Gendol, sebagai salah satu kecamatan yang terdampak tentunya bukan hanya mengalami kerugian secara material, akibatnya dapat menimbulkan trauma bagi masyarakat.

Melihat potensi bencana banjir lahar yang ada di Kecamatan Cangkringan, diperlukan suatu analisis spasial yang ditujukan kepada masyarakat untuk memberikan pandangan sejauh mana resiliensi masyarakat menghadapi ancaman bencana banjir lahar. Permasalahan yang ada di Kecamatan Cangkringan penting untuk dilakukan penelitian karena berkaitan dengan resiliensi (ketahanan) masyarakat dalam menghadapi banjir lahar, bagaimana masyarakat beradaptasi menghadapi ancaman bencana banjir lahar akibat adanya erupsi Gunung Merapi. Resiliensi masyarakat terhadap bencana diatur dalam UU (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana). Berdasarkan pengertian tersebut resiliensi masyarakat merupakan salah satu bagian dari adaptasi masyarakat dalam menghadapi bencana, selain itu resiliensi masyarakat dapat digunakan untuk melihat bagaimana tindakan masyarakat dalam merespon ancaman suatu bencana khususnya ancaman dari bencana banjir lahar.

1.2 Tujuan

1) Menganalisis sebaran spasial resiliensi masyarakat di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman terhadap ancaman bencana banjir lahar.

2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi sebaran spasial tingkat resiliensi masyarakat di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman terhadap ancaman bencana banjir lahar.

(8)

7

2. METODE

Pendekatan penelitian menurut Moleong (1993) terbagi menjadi 2 pendekatan diantaranya pendekatan penelitian kualitiatif dan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan deskriptif kuantitatif untuk menjawab tujuan pertama dan kedua dalam penelitian. Metode kualitatif digunakan untuk mengukur tingkat resiliensi masyarakat terhadap ancaman bencana banjir di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman berdasarkan teori CDRI (Climate Disaster Resilience Initiative dengan menggunakan 5 variabel yaitu resiliensi fisik, sosial, ekonomi, lembaga/instistusi, dan alam, Sedangkan metode kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat sebaran resiliensi masyarakat dengan skoring.

Tabel 1. Daftar Variabel Dimensi CDRI

No Dimensi Variabel

1 Fisik - Listrik

- Air bersih - Aksesibilitas jalan

- Tata guna lahan dan Perumahan

2 Sosial - Kepadatan penduduk

- Kesehatan

- Pendidikan dan kepedulian

- Modal

- Persiapan masyarakat saat terjadi bencana

3 Ekonomi - Pendapatan

- Mata pencaharian - Aset rumah tangga - Keuangan

- Anggaran dan subsidi

4 Lembaga/Institusi - Pengurangan risiko bencana

- Dimensi pengetahuan dan manajemen

- Kolaborasi institusi dengan komunitas masyarakat - Pemerintahan yang baik

5 Alam - Intensitas bencana alam

- Frekuensi bencana alam - Ekosistem

- Penggunaan lahan - Lingkungan Sumber: Shaw (2011).

Proses pengolahan data dilakukan dengan pengambilan data lapangan dengan cara observasi lapangan, pengisian kuisioner yang ditujuan kepada masyarakat Kecamatan Cangkringan yang berdampak banjir lahar dengan menggunakan pengukuran variabel dari CDRI (Climate Disaster Resilience Initiative) dan wawancara kepada perangkat desa yang ada di Kecamatan

(9)

8

Cangkringan. Hasil akhir Penilaian setiap variabel dalam mengukur tingkat resiliensi masyarakat dilakukan dengan cara skoring dari jumlah presentase yang didapatkan dari setiap variabel dibagi dengan jumlah total variabel dan dikali 100% untuk menghasilkan nilai presentase setiap variabel, sedangkan untuk klasifikasi menggunakan 5 kelas (sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi). Penentuan kelas klasifikasi dari setiap variabel ditentukan menggunakan logika aritmatik dimana nilai maksimal dari suatu variabel dikurangi dengan nilai terkecil dan dibagi dengan jumlah kelas, maka akan mendapatkan rentang kelas yang digunakan untuk penentuan klasifikasi.

Analisis yang digunakan dalam penelitian adalah Analisis Kualitatif dan Kuantitatif, Analisis kualitatif pada penelitian ini digunakan untuk mengolah data hasil interpretasi dan hasil kuisioner dan wawancara serta observasi yang dilakukan di lapangan, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk mengolah data kuantatif dengan menggunakan skoring agar dapat dikelaskan dan dapat dideskripsikan. Analisis CDRI, analisis CDRI pada penelitian digunakan untuk menganalisis data kualitatif dan data kualitatif dengan menggunakan matriks CDRI yang terdiri dari 5 yaitu fisik, sosial, ekonomi, institusi dan alam. Analisis yang terakhir adalah analisis spasial yang digunakan untuk menganalisis dan mendapatkan informasi dari peta dan menghasilkan faktor-faktor yang mempengaruhi analisis spasial tingkat resiliensi masyarakat terhadap ancaman banjir lahar.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil dari wawancara dan kuisioner dengan menggunakan 5 variabel dari CDRI berikut merupakan hasil akhir dari skoring setiap variabel dalam penentuan tingkat resiliensi masyarakat terhadap ancaman bencana banjir lahar di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman.

Tabel 2. Hasil Skoring Setiap Variabel Indikator Resiliensi Masyarakat Setiap Desa di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman.

Variabel Indikator Desa

Argo Mulyo Glagah Harjo Kepuh Harjo Umbul Harjo Wukir Sari Fisik/ Infrastruktur KDB 3 4 1 5 2 Kelengkapan Infrastruktur 5 1 3 3 3

(10)

9

Lanjutan Tabel 2

Variabel Indikator Desa

Argo Mulyo Glagah Harjo Kepuh Harjo Umbul Harjo Wukir Sari

Sosial Kepadatan Penduduk 5 2 1 4 4

Tingkat Pendidikan 2 1 1 1 5 Pengetahuan Kebencanaan 5 1 1 1 5 Persiapan 1 3 4 5 1 Pemulihan 1 5 1 5 1 Koordinasi 5 5 1 5 1

Ekonomi Tingkat Kemiskinan 3 5 2 1 3

Lembaga/ Institusi Pemerintah 4 4 4 4 4 Swasta 2 2 2 2 3 Alam Kelerengan 1 3 3 2 1 Kualitas Lingkungan 2 3 3 3 2 Total Skor 39 39 27 41 35

Sumber: Pengolahan Data 2020.

Tabel 3. Hasil Skoring Setiap Variabel Resiliensi

No Variabel Total Skor

1 Fisik-Infrastruktur 30

2 Sosial 96

3 Ekonomi 14

4 Lembaga/Institusi 31

5 Alam 23

Sumber: Pengolahan Data 2020.

Tabel 4. Klasifikasi Tingkat Resiliensi Masyarakat terhadap bencana Banjir Lahar di Kecamatan Cangkringan

Klasifikasi Desa Total Skor Kategori skoring

>29.8= Sangat Rendah 29.9-32.6= Rendah 32.7-35.4= Sedang 35.5-38.2=Tinggi >38.3= Sangat Tinggi

Argo Mulyo 39 Sangat Tinggi 5

Glagah Harjo 39 Sangat Tinggi 5

Kepuh Harjo 27 Sangat Rendah 1

Umbul Harjo 41 Sangat Tinggi 5

Wukir Sari 35 Sedang 3

Sumber : Pengolahan Data 2020.

Berdasarkan penilaian dengan menggunakan 5 variabel dari CDRI menunjukan sebagian besar Kecamatan Cangkringan memiliki tingkat resiliensi masyarakat yang sangat tinggi hal ini disebabkan karena tingginya nilai dari ke 5 variabel yang sudah dilakukan penilaian dengan menggunakan skoring dan klasifikasi. Penilaian tingkat resiliensi masyarakat didapat dengan wawancara masyarakat yang ada di Kecamatan Cangkringan. Variabel yang digunakan dalam penelitian diantaranya variabel fisik-infrastruktur yang terdiri dari 2 indikator diantaranya Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dimana pada indikator KDB nilai resiliensi masyarakat yang paling tinggi adalah yang memiliki nilai kepadatan yang rendah dan semakin rendah KDB di suatu daerah maka akan semakin tinggi nilai

(11)

10

resiliensi masyarakatnya. Indikator yang kedua yang digunakan untuk mengukur resiliensi masyarakat adalah kelengkapan infrastruktur, penilaian kelengkapan infrastruktur ditentukan dari banyaknya fasilitas umum yang ada di Kecamatan Cangkringan, semakin lengkap infrastruktur yang dibangun maka akan membuat masyakat tersebut memiliki tingkat resiliensi masyarakat yang tinggi.

Variabel yang kedua yang digunakan dalam penelitian adalah variabel sosial terdiri dari 6 komponen diantaranya adalah kepadatan penduduk, kepadatan penduduk digunakan untuk menilai bagaimana penduduk tinggal dan seberapa banyak masyarakat yang tinggal di Kecamatan Cangkringan, semakin tinggi nilai kepadatan penduduk maka akan semakin rendah nilai resiliensinya, begitupun sebaliknya. Selain kepadatan penduduk tingkat pendidikan memiliki poin penting dalam penilaian resiliensi masyarakat, penilain tingkat pendidikan memiliki penilaian yang penting selain pengetahuan terhadap bencana pendidikan menjadi dasar dalam pembelajaran karena pendidikan merupakan kunci dalam membangun pengetahuan masyarakat terutama dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi bahaya banjir lahar selain itu juga berhubungan dengan penilaian masyarakat terhadap bencana dan pemulihan pasca bencana. Penilaian yang terakhir dalam variabel sosial adalah koordinasi yang berhubungan dengan interaksi baik antar masyarakat maupun lembaga pemerintah dalam penanggulangan bencana.

Variabel yang ke tiga adalah variabel ekonomi, pengukuran variabel ekonomi yang digunakan adalah tingkat kemiskinan dimana lebih banyak mana presentase antara jumlah penduduk di Kecamatan Cangkringan dengan jumlah penduduk miskin, semakin sedikit masyarakat menerima bantuan maka akan semakin tinggi nilai resiliensinya. Variabel yang ke 4 adalah adalah keterlibatan antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta yang membantu dalam penanganan bencana yang ada di Kecamatan Cangkringan. Lembaga pemerintah Kabupaten Sleman (BPBD) merupakan salah satu lembaga utama yang berhubungan dengan penanganan bencana maka dari itu programnya dalam penanggulangan bencana hampir terlaksana semua programnya mengingat Kabupaten Sleman merupakan Daerah kawasan rawan bencana. Lembaga swasta merupakan salah satu lembaga yang penting untuk membantu meringankan beban

(12)

11

dimana sebagian besar lembaga swasta membantu dalam bidang logistik dan juga bantuan lain yang meringankan beban masyarakat yang menjadi korban bencana banjir lahar.

Variabel yang terakhir yang digunakan untuk menilai tingkat resiliensi mayarakat adalah variabel alam yang terdiri dari kelerengan dan kualitas lingkungan yang dilihat dari kualitas air, tanah dan udara. Pada variabel ini kecamatan cangkringan dari segi lingkungan memiliki nilai resilensi yang tinggi sedangkan untuk kelerangan memiliki potensi yang sama besar baik di dekat puncak maupun yang berada di bawah.

Gambar 1.Peta Sebaran Tingkat Resiliensi Masyarakat Kecamatan Cangkringan Sumber: Pengolahan Data 2020

(13)

12

4. PENUTUP 4.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan Penilaian tingkat resiliensi masyarakat yang ada di Kecamatan Cangkringan terhadap ancaman bencana banjir lahar dengan menggunakan konsep CDRI (Climate Disaster Resilience Initiative) dapat diketahui bahwa tingkat resiliensi masyarakat terhadap ancaman bencana banjir lahar di Kecamatan Cangkringan terdiri dari 3 kategori yaitu sangat rendah, sedang, dan sangat tinggi. Pertama desa yang memiliki tingkat resiliensi masyarakat sangat rendah adalah Desa Kepuharjo, tingkat kedua dengan kategori sedang yaitu Desa Wukirsari, dan yang terakhir yaitu Desa dengan tingkat resiliensi masyarakat sangat tinggi terdiri dari 3 desa antara lain: Desa Argomulyo, Desa Glagaharjo, dan Desa Umbulharjo.

2. Hasil pengolahan data dan penilain berdasarkan konsep dari CDRI (Climate Disaster Resilience Initiative) dapat disimpulkan bahwa yang memiliki pengaruh paling besar adalah variabel sosial.

4.2 Saran

Sudah banyak program pemerintah untuk menanggulangi dan mengurangi dampak dari banjir lahar di Kecamatan Cangkringan, Namun yang terjadi di masyarakat adalah saat banjir lahar terjadi masyarakat tidak bisa mengontrol diri dan kurangnya persiapan menyebabkan banyaknya korban, untuk itu lembaga pemerintah harus lebih fokus kepada masyarakat dan juga penanganan bencana dengan memberikan informasi secara merata kepada masyarakat khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang rawan terhadap bencana banjir lahar dan yang tinggal di sekitar bantaran sungai seperti Desa Kepuharjo, Glagah, dan juga Argomulyo, agar masyarakat lebih mempersiapkan diri terhadap ancaman bencana banjir lahar, untuk Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat menggunakan tambahan variabel yang terkait dengan resiliensi masyarakat sehingga hasil akhir mengenai analisis tingkat resiliensi terhadap ancaman bencana banjir lahar mendapatkan hasil yang maksimal, dan karena pandemi Covid-19 proses wawancara dan pengisian kuisionerpun tidak bisa maksimal.

(14)

13

DAFTAR PUSTAKA

Banarjee, Anuradha. 1961. Environment Population and Human Settelement of Sundarba Deha. New Delhi : Concept Publishing Company. Meiriky Carissa, H. (2013). Sebaran Tingkat Resiliensi Masyarakat permukiman

padat tepi Sungai Musi terhadap bencana Kebakaran kelurahan 5 Ulu, Kecamatan Sebrang Ulu, Palembang. Skripsi. Universitas Gadjah Mada:Yogyakarta.

Moelong. (1997). Metodologi Penelitian Kualitatif . Remadja Karya, Bandung. Sari Nirwana, B. (2014). Sebaran Tingkat Resiliensi Masyarakat terhadap Bencana

Banjir Lahar Hujan Sungai Code. Skripsi, Universitas Gadjah Mada:Yogyakarta.

Shaw. (2011). Climate and Disaster Resilient Initiative. Emerland.

Twigg, Jhon. (2009). Characteristic of a Disaster Resilient Community:A Guidance Note. London:Latitude.

Undang-Undang Nomor 24 tentang Penangggulangan Bencana, 2008. Jakarta:BNPB.

Undang-Undang Nomor 21 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana .

2007. Jakarta:BNPB.

Zimmerman, R (2001). Resiliency, vulnerability, and criticality of human systems.

”Research theme from the New York University Workshop on Learning from Urban Disaster”.

Gambar

Tabel 1.  Daftar Variabel Dimensi CDRI
Tabel 2. Hasil Skoring Setiap Variabel Indikator Resiliensi Masyarakat Setiap Desa di  Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman
Tabel 3. Hasil Skoring Setiap Variabel Resiliensi
Gambar 1.Peta Sebaran Tingkat Resiliensi Masyarakat  Kecamatan Cangkringan  Sumber: Pengolahan Data 2020

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana strategi-strategi yang telah dilakukan oleh masyarakat mengenai coping capacity masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana lahar kali putih di Desa Sirahan Kecamatan

Penelitian yang berjudul “Dampak Bencana Banjir Lahar Hujan Sungai Gendol Tahun 2010 Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Banjir lahar hujan di Magelang tepatnya Kecamatan Salam menjadi lokasi yang cukup ketika terjadi banjir lahar hujan, terdapat 12 desa dimana Desa Sirahan

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi wilayah rawan banjir lahar ber- dasarkan pada sensus dampak banjir lahar yang terjadi pasca erupsi Merapi Tahun 2010.. Sensus dilakukan

Sebagai akibat lebih lanjut dari keadaan tersebut diatas maka batas harga ditingkat produsen dan di pasar lebih besar diperoleh para pedagang perantara bahkan

M asyarakat nelayan di Kecamatan Bungko Barat Kecamatan Kapetakan Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat secara sukarela menyerahkan 106 (seratus enam) unit alat tangkap

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian empiris adalah metode kualitatif, yaitu hal yang dinyatakan responden atau narasumber baik secara tertulis

Apabila sisi miring dan salah satu sudut lancip sebuah segitiga siku-siku kongruen dengan sisi miring dan sudut lancip yang bersesuaian dari segitiga siku-siku