BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Komposisi jenis kelamin
Dari keseluruhan jumlah responden yang diwawancarai (35 orang), dapat diketahui bahwa komposisi jenis kelamin sebanyak 25 orang laki-laki (71%) dan 10 orang perempuan (29%) (Gambar 5).Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh besar terhadap pembagian kerja responden. Dari 35 responden yang telah diwawancarai, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama berperan dalam mengerjakan kegiatan mereka sehari-hari. Sebagai contoh bertani, baik laki-laki maupun perempuan memiliki peran yang sama dalam kegiatan seperti mencangkul, merumput, menanam, mencari kayu api, dan kegiatan bertani lainnya, bahkan untuk kegiatan berburu pun sebenarnya perempuan boleh melakukannya, akan tetapi di Desa Long Alango tidak terdapat perempuan yang ikut berburu. Pemburu yang berjenis kelamin perempuan ini ada di Desa Long Kemuat (sebelah Desa Long Alango). Untuk kegiatan berkebun pun mereka memiliki peran yang sama mulai dari persiapan lahan hingga pemanenan. Seperti Simatauw et al. (2001) menyebutkan bahwa masyarakat Dayak di Kalimantan merupakan masyarakat yang egaliter. Di beberapa suku, laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam pengelolaan sumberdaya alam.
Gambar 5 Komposisi penduduk Desa Long Alango.
71% 29%
Laki-laki Perempuan
Dalam urusan desa seperti acara pertemuan/rapat desa, pemimpin seperti kepala desa, ketua adat, ketua BPTU (Badan Pengelola Tana’ Ulen), dan pemimpin lainnya tetap menjadi kewajiban laki-laki. Badan Pengelola Tana’ Ulen merupakan suatu badan yang mengelola semua hal yang berhubungan dengan Tana’ Ulen. Tana’ Ulen merupakan suatu wilayah yang dikeramatkan. Tana’ Ulen ini berada di zona tradisional TNKM karena wilayah ini telah dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebelum dibentuknya taman nasional.
Perempuan-perempuan Desa Long Alango mengurus anak dan urusan rumah tangga, mereka juga memiliki perkumpulan ibu-ibu PKK untuk menjalin kekeluargaan. Ibu-ibu PKK ini selain mengadakan pertemuan rutin, mereka juga sering membuat kerajinan khas dayak seperti saung, belanyat, tikar, dan anyaman lainnya yang nantinya akan dijual ke pendatang/turis atau mereka gunakan sendiri. Sedangkan untuk acara kerja bakti membangun desa, antara laki-laki dan perempuan bekerja sama tanpa membedakan gender. Contohnya saja kerja bakti dalam perbaikan bandara pesawat lokal (Susi Air dan MAF) semua orang bekerja sama baik laki-laki maupun perempuan, mulai dari anak-anak hingga orang tua yang masih kuat.
(a) (b)
Gambar 6 Kerja bakti pelebaran bandara: (a) perempuan; (b) laki-laki.
5.1.2 Komposisi kelas umur
Pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan terutama untuk kebutuhan pangan telah dikenal sejak zaman dahulu. Secara turun temurun pengetahuan ini diwariskan kepada keturunannya. Dari hasil wawancara diperoleh kelas umur
yang berkisar antara 23 tahun hingga 70 tahun (Gambar 7). Berdasarkan grafik tersebut, usia tertua adalah usia 70 tahun. Responden ini masih bekerja di sawah dan masih melakukan kegiatan lainnya sendiri, tanpa meyusahkan orang lain, bahkan responden ini sering berkunjung ke rumah tetangganya yang memiliki jarak agak jauh dari rumahnya dengan berjalan kaki. Kelompok usia terbanyak adalah antara 30 tahun hingga 40 tahun yaitu sebanyak 16 orang. Hal ini menunjukkan bahwa usia tersebut merupakan usia produktif dimana orang-orang bersemangat dalam bekerja di sawah, ladang, dan kebun, bahkan untuk pergi ke hutan dengan tujuan berburu dan kegiatan lainnya.
Gambar 7 Jumlah responden berdasarkan kelompok umur.
Masyarakat Dayak Kenyah Desa Long Alango telah memanfaatkan hutan selam berabad-abad. Akan tetapi intensitas mereka pergi ke hutan bukan untuk setiap saat, melainkan hanya pada saat membutuhkan saja seperti saat ingin berburu, berladang, kerja gaharu, mengambil bahan bangunan dan kerajinan, serta hanya untuk refreshing. Mereka pergi ke hutan biasanya dua hingga empat kali dalam seminggu karena kegiatan harian mereka dihabiskan di sawah dan kebun mereka. 4 16 4 7 5 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 <30 th 30-40 th 41-51 th 52-62 th >62 th jum la h (o ra ng )
5.1.3 Tingkat pendidikan formal
Komposisi tingkat pendidikan responden adalah tidak sekolah sebanyak 1 orang (3%), lulusan taman kanak-kanak (TK) sebanyak 1 orang (3%), lulusan sekolah dasar (SD) sebanyak 19 orang (54%), lulusan SMP sederajat sebanyak 5 orang (14%), lulusan SMA sederajat sebanyak 3 orang (9%), lulusan Diploma sebanyak 2 orang (6%), dan lulusan Sarjana sebanyak 4 orang (11%). Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat memiliki tingkat pendidikan lulusan SD (54%). Persentase tertinggi kedua adalah lulusan SMP sederajat yaitu 14% (Gambar 8). Hal ini karena sekolahan yang terdapat pada desa tersebut hanyalah SD dan SMP, itu pun jumlahnya masing-masing adalah satu sekolah. Biasanya orang yang ingin melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi belajar di luar daerah, misalnya di Tanjung Selor atau Malinau. Akan tetapi, mereka juga dapat melanjutkan sekolahnya lebih jauh lagi misalnya di luar Pulau Kalimantan. Mereka yang sekolah di luar daerah bahkan hingga Sarjana, ada yang kembali lagi ke kampung halamannya untuk menjadi guru ataupun pegawai kecamatan. Dengan kata lain mereka pulang untuk membangun desa mereka. Kebanyakan dari mereka yang sarjana berjenis kelamin laki-laki karena biasanya perempuan setelah lulus SMP langsung menikah dengan alasan tidak ingin sekolah jauh meninggalkan desanya.
Gambar 8 Komposisi tingkat pendidikan responden.
3% 3% 54% 14% 9% 6% 11% Tidak sekolah TK SD SLTP Sederajat SLTA Sederajat Diploma Sarjana 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% Ting k a t pe ndid ik a n Persentase
5.1.4 Jenis pekerjaan
Dari 35 responden, keseluruhannya memiliki pekerjaan utama sebagai petani karena bagi mereka bertani merupakan kebutuhan hidup. Mereka memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri dengan menyediakan bahan pangan yang berasal dari sawah/ladang kadang juga mengambil langsung dari hutan tanpa mengandalkan proses jual-beli dari orang lain ataupun bantuan langsung dari pemerintah. Pemerintah Kabupaten Malinau juga membantu melalui program “Gerbangdema” (Gerakan Pembangunan Desa Mandiri). Program ini diharapkan mampu menjadikan desa-desa di Kabupaten Malinau menjadi desa yang lebih mandiri. Oleh sebab itu, “Gerbangdema” memiliki produk unggulan yang dihasilkan dari desa-desa tersebut yang nantinya dapat dijual ke luar ataupun dalam daerah sehingga mampu menjadi sumber pendapatan bagi warga desa. Salah satu produk unggulan adalah padi lokal. Bibit padi lokal yang awalnya berasal dari Pemerintah Kabupaten Malinau, ada juga yang berasal dari turun-temurun suku Dayak. Salah satu bibit padi yang berasal dari program “Gerbangdema” adalah padi adan. Tidak hanya padi, “Gerbangdema” memiliki produk unggulan lainnya seperti nanas (Ananas comosus), bekkai (Pycnarrhena cauliflora), bawang kenyah (Allium tuberosum), kopi (Coffea robusta), kakao (Theobroma cacao), dan produk unggulan lainnya.
Di samping menjadi petani, mereka juga memiliki mata pencaharian lain seperti PNS (guru SD, guru SMP, pegawai kecamatan), pedagang, pemilik penginapan, dan sebagai agen penjualan tiket pesawat lokal (MAF dan Susi Air). Agar sawah atau ladang mereka tetap terurus di saat mereka bekerja di luar selain sebagai petani, maka mereka melakukan pembagian kerja dengan anggota keluarga lainnya. Sebagai contoh, apabila suami bekerja sebagai PNS, pada pagi hingga sore suami kerja di sekolah/kantor, sedangkan sawah atau ladang diurus istri atau anak (jika kedua orang tua bekerja di luar). Setelah suami/orang tua pulang, mereka bergantian dalam mengurus sawah/ladang. Biasanya mereka setelah bekerja langsung menuju sawah/ladang mereka sebelum pulang ke rumah. Begitu pula untuk pekerjaan/mata pencaharian yang lain. Adapun yang menjadi ibu rumah tangga dan pemandu (guide) lokal serta bekerja mencari gaharu, menjual hasil pertanian dan perkebunan sendiri ke tetangga atau desa lain,
menjual hasil buruan ke tetangga atau desa lain, menjual hasil kerajinan, menyewakan perahu untuk menambah pendapatan keluarganya. Pekerjaan ini dilakukan karena pendapatan yang diperoleh digunakan untuk kebutuhan lain di luar kebutuhan pangan seperti keperluan sandang, kebutuhan rumah tangga, dan kebutuhan lain yang memerlukan uang. Untuk kebutuhan papan, mereka dapat memanfaatkan hasil hutan kayu untuk membangun rumah mereka.
Budaya bertani telah ada sejak zaman dahulu. Orang tua terdahulu mengajarkan kepada anak cucunya untuk dapat bertahan hidup dengan kemandirian. Bibit yang diperoleh untuk tanaman pertanian berasal dari turun temurun, ada juga yang berasal dari luar daerah. Karena dirasa hasil pertanian masih kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan, mereka mengambil bibit tumbuhan hutan untuk dibudidayakan di kebun. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan vitamin, mineral, air, dan kandungan nutrisi lainnya, penduduk desa menanam spesies sayuran yang bibitnya berasal dari luar daerah. Sayur yang biasanya dijadikan pelengkap bahan makanan mereka juga ada yang berasal dari hutan.
5.2 Keanekaragaman Tumbuhan Pangan 5.2.1 Keanekaragaman spesies
Berdasarkan hasil wawancara dan eksplorasi tumbuhan, diperoleh 139 spesies tumbuhan berguna sebagai pangan dengan rincian 32 spesies tumbuhan pangan hutan/liar, 46 spesies tumbuhan pangan berasal dari hutan yang telah dibudidaya, dan 61 spesies tumbuhan pangan budidaya yang bukan berasal dari hutan (Gambar 9).
Berdasarkan 32 spesies tumbuhan pangan yang berasal dari hutan dapat dikelompokkan dalam 13 famili (Gambar10). Berdasarkan hasil tersebut, famili yang memiliki jumlah spesies terbanyak adalah Famili Arecaceae (11 spesies). Beberapa spesies pada Famili Arecaceae seperti eman (Caryota mitis), nanga (Eugeissona utilis), uwai tebungen (Calamus ornatus), uwai tana’ (Calamus sp.) merupakan bahan pangan yang berguna sebagai bahan pangan pokok pengganti nasi (sumber energi) dan ada yang dimanfaatkan sebagai sayuran dengan bagian dimanfaatkan yaitu umbut. Umbut merupakan bagian rotan atau palem-paleman
yang masih muda, letaknya di dalam antara pangkal daun dan ujung batang. Umbut ini merupakan sayuran yang sangat disenangi masyarakat Dayak.
Gambar 9 Jumlah spesies tumbuhan pangan hutan, tumbuhan pangan budidaya dari hutan, dan tumbuhan pangan budidaya.
Selain itu terdapat satu spesies buah khas Borneo dari Famili Arecaceae yaitu birai (Salacca affinis var. borneensis). Birai atau dikenal dengan salak hutan ini banyak terdapat di Stasiun Penelitian Hutan Tropis (SPHT) Lalut Birai yang sekaligus merupakan Tana’ Ulen atau hutan adat bagi Suku Dayak Kenyah TNKM.
Gambar 10 Jumlah spesies tumbuhan pangan hutan/liar berdasarkan famili.
3 2 2 2 3 1 1 1 1 1 11 3 1 0 5 10 15 (tidak teridentifikasi) Zingiberaceae Russulaceae Polypodiaceae Poaceae Pleurotaceae Piperaceae Nephrolepidacea Auriculariaceae Athyriaceae Arecaceae Araceae Amanitaceae Jumlah (spesies) F a m ili Tumbuhan pangan hutan Tumbuhan pangan
budidaya dari hutan Tumbuhan pangan budidaya
46
Tumbuhan pangan hutan/liar yang sering dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah selain sebagai bahan pangan pokok juga ada yang sering dimanfaatkan sebagai sayuran seperti spesies jamur (kulat) dengan contoh : kulat long (Amanita sp.), kulat tlengadok (Auricularia auricula-judae), kulat jap (Pleurotus sp.) dan paku-pakuan seperti paku pait (Athyrium sozongonense), paku julut (Nephrolepis bisserata) (Tabel 3). Selain jamur dan paku-pakuan, terdapat pula tumbuhan berhabitus herba yang dimanfaatkan sebagai sayur yaitu balang (Heckeria umbellata).
Berikut contoh nama-nama spesies tumbuhan pangan hutan yang dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah berdasarkan familinya yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Contoh spesies tumbuhan pangan hutan berdasarkan famili
No. Famili Spesies
1 Amanitaceae Kulat long (Amanita sp.)
2 Araceae Keladi upa' nyak (Colocasia esculenta), lundai 1 (Colocasia gigantea), lundai 2 (Xanthosoma sp.)
3 Arecaceae Talang (Arenga undulatifolia), uwai tebungen (Calamus ornatus), eman (Caryota mitis), birai (Salacca affinis)
4 Athyriaceae Paku pait (Athyrium sozongonense)
5 Auriculariaceae Kulat tlengadok (Auricularia auricula-judae) 6 Nephrolepidacea Paku julut (Nephrolepis bisserata)
7 Piperaceae Daun balang (Heckeria umbellata) 8 Pleurotaceae Kulat jap (Pleurotus sp.)
9 Poaceae Bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu apus (Gigantolochloa apus), sengka (Setaria palmifolia)
10 Polypodiaceae Paku bai (Diplazium esculentum), paku bala (Stenoclaena palustris) 11 Russulaceae Kulat bulu (Lactarius deliciosus), kulat long balabau (Russula
cyanoxantha)
12 Zingiberaceae Nyanding (Etlingera elatior), iti' (Etlingera sp.) 13 (tidak
teridentifikasi) Kulat kedet, kulat puti', kulat temenggang
Berdasarkan 139 spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah, terdapat 46 spesies tumbuhan pangan yang telah dibudidaya berasal dari hutan dengan 16 famili (Gambar 11). Suku Dayak Kenyah melestarikan tumbuhan pangan dengan menanamnya di kebun. Hal ini bertujuan agar mempermudah dalam perolehan tumbuhan pangan tanpa harus mengambilnya langsung dari hutan. Suku Dayak Kenyah membudidayakan tumbuhan pangan hutan di kebun
dengan cara trial and error. Mereka belajar dari kesalahan dan terus mencobanya hingga berhasil. Hal ini telah diajarkan turun temurun hingga saat ini.
Pada Gambar 11 dapat diketahui bahwa Famili Sapindaceae yang memiliki jumlah spesies terbanyak yaitu 12 spesies. Spesies yang ditemukan pada Famili Sapindaceae adalah buah-buahan yang berasal dari hutan (maritam, mata kucing, rambutan hutan, dan sebagainya). Hal ini membuktikan bahwa TNKM memiliki keanekaragaman buah, sehingga Suku Dayak Kenyah yang tinggal di sekitarnya senang membudidayakan/memanfaatkan bibitnya agar dapat dikonsumsi dengan lebih mudah. Hal ini menunjukkan bahwa Suku Dayak Kenyah TNKM menerapkan asas konservasi (perlindungan, pengawetan, pemanfaatan).
Gambar 11 Jumlah spesies tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan berdasarkan famili.
Beberapa responden menuturkan bahwa saat musim buah, pohon berbuah melimpah, ada yang tumbuh di kebun karena dibudidaya yang bibitnya berasal dari hutan, ada pula yang langsung mengambil dari hutan. Tapi sayangnya buah-buahan tersebut matang dan busuk begitu saja karena pohon terus menghasilkan
2 1 12 3 2 2 1 1 1 1 1 7 1 3 1 5 2 0 2 4 6 8 10 12 14 (tidak teridentifikasi) Urticaceae Sapindaceae Polygalaceae Moraceae Menispermaceae Meliaceae Melastomataceae Lauraceae Flacourtiaceae Fabaceae Euphorbiaceae Cucurbitaceae Clusiaceae Burseraceae Bombacaceae Anacardiaceae Jumlah (spesies) F a m ili
buah sedangkan tidak setiap hari dikonsumsi buahnya. Berdasarkan pendapat responden, Taman Nasional Kayan Mentarang yang memiliki akses susah dan perjalanan yang jauh, sehingga buah-buahan yang ada kurang dimanfaatkan dan dikelola dengan baik.
Famili yang memiliki jumlah spesies terbanyak kedua adalah Euphorbiaceae. Beberapa spesies yang berasal dari Famili Euphorbiaceae adalah payang kure (Aleuritas moluccana), seti' (Baccaurea bracteata), keleppeso (Baccaurea dulcis) (Tabel 4). Selain contoh tersebut, terdapat pula spesies tumbuhan yang dijadikan bumbu (terasi dayak) oleh Suku Dayak Kenyah seperti payang lengu (Ricinus communis) dan salap (Sumbaviopsis albicans) (Lampiran 2).
Tabel 4 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan berdasarkan famili
No. Famili Spesies
1 Anacardiaceae Berenyiu (Mangifera caesia), alim (Mangifera pajang)
2 Bombacaceae Durian merah (Durio graveolens), dian lai (Durio kutejensis), durian daun (Durio oxleyanus), durian besar, durian temenggang
3 Burseraceae Kelamu' (Dacryodes rostrata)
4 Clusiaceae Petong (Garcinia bancana), berana' (Garcinia cf. Lateriflora), adiu (Garcinia forbesii)
5 Cucurbitaceae Payang aka (Trichosanthes sp.)
6 Euphorbiaceae Payang kure (Aleuritas moluccana), seti' (Baccaurea bracteata), keleppeso (Baccaurea dulcis)
7 Fabaceae Petai hutan (Parkia speciosa) 8 Flacourtiaceae Payang kayu (Pangium edule) 9 Lauraceae Belengla (Litsea cubeba)
10 Melastomataceae Tenggok Buin (Pternandra cordata) 11 Meliaceae Langsat (Lancium domesticum)
12 Menispermaceae Bekkai lanya (Coscinium miosepalum), bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora)
13 Moraceae Temai' (Artocarpus altilis), kean (Artocarpus odoratissimus) 14 Polygalaceae Bua tiup (Xanthophyllum amoenum), mejalin batu (Xanthophyllum
exelsa), mejalin( Xanthophyllum obscurum)
15 Sapindaceae Mata kucing (Dimocarpus longan), se'bau (Nephelium juglandifolium), maritam (Nephelium ramboutan-ake), unjing (Nephelium maingayi), rambutan hutan (Nephelium muntabile) 16 Urticaceae Keten (Poikilospermus suaveolens)
17 (tidak
teridentifikasi) Tekalang da'an, telo'dok
Famili yang memiliki jumlah spesies terbanyak ketiga setelah Euphorbiaceae adalah Bombacaceae (5 spesies). Keseluruhan tumbuhan pangan yang berasal dari Famili Bombacaceae ini adalah durian dengan berbagai spesies
seperti durian merah (Durio graveolens), dian lai (Durio kutejensis), durian daun (Durio oxleyanus), durian besar, yang durian temenggang (Tabel 5). Suku Dayak Kenyah senang dengan buah durian sehingga mereka berinisiatif untuk membudidayakannya. Dengan demikian pada saat musim buah tidak perlu lagi mengambil langsung dari hutan yang kaya akan durian tersebut.
Gambar 12 Jumlah spesies tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan berdasarkan famili.
Pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa jumlah spesies tumbuhan pangan budidaya yang bukan berasal dari hutan paling banyak terdapat pada Famili Cucurbitaceae dan Fabaceae yaitu masing-masing 6 spesies. Contoh spesies dari Famili Cucurbitaceae adalah kelompok labu-labuan seperti timun (Cucumis
4 1 5 1 2 1 5 1 1 4 1 2 1 2 2 6 3 6 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 0 1 2 3 4 5 6 7 Zingiberaceae Sterculiaceae Solanaceae Sapindaceae Rutaceae Rubiaceae Poaceae Piperaceae Pandanaceae Myrtaceae Musaceae Moraceae Limnocharitaceae Liliaceae Lauraceae Fabaceae Euphorbiaceae Cucurbitaceae Convolvulaceae Clusiaceae Caricaceae Bromeliaceae Brassicaceae Bombacaceae Basellaceae Arecaceae Annonaceae Anacardiaceae Amaranthaceae Jumlah (spesies) F a m ili
sativus), labu kuning (Cucurbita moschata), pare (Momordica charantia) (Tabel 5). Contoh spesies tumbuhan dari Famili Fabaceae adalah kelompok kacang-kacangan seperti kacang tanah (Arachis hypogaea), kedelai (Glycine max), kacang hijau (Phaseolus aureus) (Tabel 5). Contoh-contoh tumbuhan tersebut merupakan tumbuhan yang kebanyakan dimanfaatkan sebagai sayuran oleh Suku Dayak Kenyah dalam memenuhi kebutuhan protein nabatinya.
Tabel 5 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan berdasarkan famili
No. Famili Spesies
1 Amaranthaceae Bayam (Amaranthus spinosus 2 Anacardiaceae Mangga (Mangifera indica) 3 Annonaceae Sirsak (Annona muricata)
4 Arecaceae Pinang (Areca catechu), kelapa (Cocos nucifera) 5 Basellaceae Lodo (Basella alba)
6 Bombacaceae Durian (Durio zibethinus)
7 Brassicaceae Sawi hijau (Brassica rapa var. parachinensis) 8 Bromeliaceae Nanas (Ananas comosus)
9 Caricaceae Pepaya (Carica papaya)
10 Clusiaceae Manggis (Garcinia mangostana)
11 Convolvulaceae Kangkung (Ipomea aquatica), ubi jalar (Ipomea batatas)
12 Cucurbitaceae Timun (Cucumis sativus), labu kuning (Cucurbita moschata), pare (Momordica charantia)
13 Euphorbiaceae Singkong 1 (Manihot utilissima), singkong 2 (Manihot esculenta), cangkok manis (Sauropus androgynus)
14 Fabaceae Kacang tanah (Arachis hypogaea), kedelai (Glycine max), kacang hijau (Phaseolus aureus)
15 Lauraceae Kayu manis (Cinnamomum burmanii), buah mali (Litsea garciae) 16 Liliaceae Bawang merah (Allium cepa), bawang rambut (Allium tuberosum) 17 Limnocharitaceae Genjer (Limnocharis flava)
18 Moraceae Nangka (Artocarpus heterophyllus), nakan (Artocarpus integer) 19 Musaceae Pisang (Musa spp.)
20 Myrtaceae Jambu batu (Psidium guajava), cengkih (Syzygium aromaticum), salam (Syzygium polyanthum)
21 Pandanaceae Pandan (Pandanus amaryllifolius) 22 Piperaceae Lada (Piper nigrum)
23 Poaceae Jagung (Zea mays), padi (Oryza sativa), sereh (Andropogon nardus) 24 Rubiaceae Kopi kenyah (Coffea robusta)
25 Rutaceae Bonyau kela'ang (Citrus maxima), Jeruk besar (Citrus aurantium ) 26 Sapindaceae Rambutan (Nephelium lappaceum)
27 Solanaceae Olem (Solanum tovum), lombok/cabe rawit (Capsicum frutescens), terong (Solanum melongena)
28 Sterculiaceae Kakao (Theobroma cacao)
29 Zingiberaceae Lia lamut (Alpinia galanga), lia bonat (Curcuma domestic), lia salu (Zingiber officinale)
5.2.2 Keanekaragaman habitus
Berdasarkan habitus pada tumbuhan pangan hutan, diperoleh 7 habitus (jamur, herba, semak, liana, paku-pakuan palem, bambu) (Tabel 6) dengan persentase tertinggi adalah habitus jamur (25%) yang memiliki 8 spesies. Contoh spesies tersebut adalah kulat long (Amanita sp.), kulat bulu (Lactarius deliciosus), kulat long balabau (Russula cyanoxantha) (Tabel 7). Habitus yang memiliki jumlah spesies paling sedikit yaitu semak (1 spesies). Spesies tersebut adalah birai (Salacca affinis var.borneensis).
Tabel 6 Persentase habitus tumbuhan pangan hutan
No. Habitus Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Jamur 8 25 2 Herba 7 22 3 Semak 1 3 4 Liana 5 16 5 Paku-pakuan 4 13 6 Palem 5 16 7 Bambu 2 6 Jumlah 32 100
Berdasarkan Tabel 6, berikut beberapa nama spesies tumbuhan pangan hutan berdasarkan habitusnya (Tabel 7). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat padal Lampiran 1.
Tabel 7 Contoh spesies tumbuhan pangan hutan berdasarkan habitus
No. Habitus Spesies
1 Jamur Kulat long (Amanita sp.), kulat bulu (Lactarius deliciosus), kulat long balabau (Russula cyanoxantha)
2 Herba Keladi upa' nyak (Colocasia esculenta), balang (Heckeria umbellata), nyanding (Etlingera elatior), iti' (Etlingera sp.)
3 Semak Birai (Salacca affinis var.borneensis)
4 Liana Uwai tebungen (Calamus ornatus), uwai tana' (Calamus sp.), uwai balamata (Calamus sp.1), uwai pait (Calamus sp.2)
5 Paku-pakuan
Paku bai (Diplazium esculentum), paku bala (Stenoclaena palustris), paku julut (Nephrolepis bisserata)
6 Palem Eman (Caryota mitis), nanga (Eugeissona utilis), sagu (Metroxylon sp.) 7 Bambu Bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu apus (Gigantolochloa apus)
Berdasarkan hasil pengamatan spesies tumbuhan pangan hutan yang telah dibudidayakan Suku Dayak Kenyah, diperoleh 7 habitus dengan jumlah spesies terbanyak terdapat pada habitus pohon (40 spesies dengan persentase 87 %)
(Tabel 8). Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Suku Dayak Kenyah banyak membudidayakan pohon buah dari hutan untuk ditanam di kebun. Pohon tersebut antara lain berasal dari Famili Bombacaceae (berbagai spesies durian), Sapindaceae (maritam, mata kucing, rambutan hutan), Euphorbiaceae (seti’, dabai, keleppeso, settai), dan famili lainnya (Lampiran 2).
Tabel 8 Persentase habitus tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan
No. Habitus Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Pohon 40 87
2 Liana 4 9
3 Herba 1 2
4 Perdu 1 2
Jumlah 46 100
Berdasarkan jumlah spesies yang terdapat pada Tabel 8, berikut terdapat beberapa nama spesies tumbuhan pangan hutan yang telah dibudidayakan berdasarkan habitusnya (Tabel 9). Untuk nama-nama spesies tumbuhan pangan hutan yang telah dibudidaya secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 9 Contoh spesies tumbuhan pangan hutan yang telah dibudidaya berdasarkan habitus
No. Habitus Spesies
1 Pohon Berenyiu (Mangifera caesia), durian merah (Durio graveolens), kelamu' (Dacryodes rostrata), petong (Garcinia bancana), petai hutan (Parkia speciosa)
2 Liana Payang aka (Trichosanthes sp.), bekkai lanya (Coscinium miosepalum), bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora)
3 Herba Keten (Poikilospermus suaveolens) 4 Perdu Belengla (Litsea cubeba)
Tabel 10 menunjukkan bahwa habitus yang memiliki persentase terbesar adalah herba yaitu 34% (21 spesies). Tumbuhan pangan budidaya non hutan yang memiliki habitus herba antara lain bayam (Amaranthus spinosus), kacang tanah (Arachis hypogaea), pepaya (Carica papaya) (Tabel 11). Habitus yang memiliki persentase paling sedikit yaitu bambu (2%) atau hanya satu spesies bambu kuning (Bambusa vulgaris). Suku Dayak Kenyah menanam bambu kuning karena bagi mereka rebung (tunas) bambu kuning lezat untuk dijadikan sayur tumisan.
Tabel 10 Persentase habitus tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan
No. Habitus Jumlah spesies Persentase (%)
1 Herba 21 34 2 Pohon 14 23 3 Palem 2 3 4 Liana 14 23 5 Semak 2 3 6 Perdu 7 11 7 Bambu 1 2 Jumlah 61 100
Berikut contoh spesies tumbuhan pangan budidaya non hutan berdasarkan habitusnya yang dapat dilihat pada Tabel 11. Nama spesies lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 11 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya yang bukan dari hutan berdasarkan habitus
No. Habitus Spesies
1 Herba Bayam (Amaranthus spinosus), sawi hijau (Brassica rapa var. parachinensis), pepaya (Carica papaya), kangkung (Ipomea aquatica), kacang tanah (Arachis hypogaea)
2 Pohon Durian biasa (Durio zibethinus), manggis (Garcinia mangostana), mangga (Mangifera indica)
3 Palem Kelapa (Cocos nucifera), pinang (Areca catechu)
4 Liana Lodo (Basella alba), pare (Momordica charantia), lada (Piper nigrum) 5 Semak Nanas (Ananas comosus), pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) 6 Perdu Singkong (Manihot utilissima), jambu batu (Psidium guajava), terong
(Solanum melongena), olem (Solanum torvum) 7 Bambu Bambu kuning (Bambusa vulgaris)
5.2.3 Bagian yang digunakan
Pada Tabel 12 terdapat 9 bagian yang digunakan dari tumbuhan pangan liar/hutan dengan persentase terbesar adalah umbut (28%) karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat dayak senang mengonsumsi umbut sebagai sayuran. Persentase terbesar kedua terdapat pada seluruh bagian. Seluruh bagian ini merupakan bagian yang dimanfaatkan pada jamur. Suku Dayak Kenyah memperoleh jamur secara liar atau dari hutan untuk dijadikan sayuran.
Persentase bagian yang digunakan tumbuhan pangan hutan terendah adalah umbi-daun, umbut-bunga, dan buah yaitu masing-masing 3%. Bagian digunakan umbi-daun terdapat pada spesies keladi upa’ nyak (Colocassia esculenta) karena pada bagian dimanfaatkan untuk dijadikan sumber energi (makanan pengganti nasi) adalah umbi dan bagian dimanfaatkan untuk sayur tumis atau kuah adalah
daun. Bagian yang digunakan terendah lainnya yaitu umbut-bunga nyanding (Etlingera elatior) dari Famili Zingiberaceae. Umbut dan bunga dari nyanding ini dijadikan sayur tumisan. Bunga nyanding dinamakan blusut dalam bahasa Kenyah. Bagian yang digunakan paling sedikit lainnya yaitu buah yang terdapat pada Birai (Salacca affinis var.borneensis).
Tabel 12 Persentase bagian digunakan tumbuhan pangan hutan
No. Bagian yang digunakan Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Seluruh bagian 8 25 2 Umbi, daun 1 3 3 Umbi 2 6 4 Umbut 9 28 5 Getah 3 9 6 Daun 5 16 7 Tunas 2 6 8 Umbut, bunga 1 3 9 Buah 1 3 Jumlah 32 100
Berdasarkan 9 bagian yang digunakan pada tumbuhan pangan liar/hutan, terdapat beberapa spesies tumbuhan yang tertera pada Tabel 13. Pada tabel tersebut, menunjukkan contoh-contoh spesies yang sering dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah dengan bagian tertentu yang digunakan. Rincian spesies tumbuhan pangan secara lebih lengkap terdapat pada Lampiran 1.
Tabel 13 Contoh spesies tumbuhan pangan hutan berdasarkan bagian digunakan
No. Bagian yang digunakan Spesies
1 Seluruh bagian Kulat long (Amanita sp.), kulat bulu (Lactarius deliciosus), kulat long balabau (Russula cyanoxantha)
2 Umbi, daun Keladi upa' nyak (Colocasia esculenta)
3 Umbi Lundai 1 (Colocasia gigantea), lundai 2 (Xanthosoma sp.) 4 Umbut Talang (Arenga undulatifolia), uwai tebungen (Calamus
ornatus), iti' (Etlingera sp.), sengka (Setaria palmifolia) 5 Getah Eman (Caryota mitis), nanga (Eugeissona utilis), sagu
(Metroxylon sp.)
6 Daun Paku bai (Diplazium esculentum), paku bala (Stenoclaena palustris), Paku julut (Nephrolepis bisserata), balang (Heckeria umbellata)
7 Tunas Bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu apus (Gigantolochloa apus)
8 Umbut, bunga Nyanding (Etlingera elatior)
Pada Tabel 14 dapat diketahui bahwa bagian yang digunakan paling banyak adalah buah dengan persentase 89% (41 spesies). Hal ini menunjukkan TNKM memiliki kekayaan spesies buah sehingga masyarakat sekitar hutan dapat memperoleh bibit dari hutan dan membudidayakannya.
Tabel 14 Persentase bagian yang digunakan tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan
No. Bagian yang digunakan Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Buah 41 89
2 Biji 2 4
3 Daun 3 7
Jumlah 46 100
Berdasarkan persentase spesies yang ditemukan berdasarkan bagian yang digunakan pada Tabel 14, berikut contoh nama-nama spesies tumbuhan pangan yang telah dibudidaya oleh Suku Dayak Kenyah TNKM (Tabel 15).
Tabel 15 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya berasal dari hutan berdasarkan bagian yang digunakan
No. Bagian yang digunakan Spesies
1 Buah Berenyiu (Mangifera caesia), durian merah (Durio graveolens), kelamu' (Dacryodes rostrata), petong (Garcinia bancana), petai hutan (Parkia speciosa) 2 Biji Petai hutan (Parkia speciosa), Belengla (Litsea cubeba) 3 Daun Keten (Poikilospermus suaveolens), Bekkai lanya
(Coscinium miosepalum), bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora)
Pada Tabel 16, persentase bagian yang digunakan tumbuhan budidaya non hutan terbesar adalah buah yaitu 43% (26 spesies buah). Buah memiliki fungsi diantaranya sebagai pelengkap gizi, khususnya vitamin C (Tarwotjo 1998). Oleh sebab itu, buah-buahan yang bukan berasal dari hutan pun ditanam Suku Dayak Kenyah.
Tabel 16 Persentase bagian yang digunakan tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan
No. Bagian yang digunakan Jumlah (spesies) Persentase (%)
1 Daun 9 15 2 Buah 26 43 3 Umbut 1 2 4 Buah, umbut 1 2 5 Umbi, daun 2 3 6 Buah, daun 2 3 7 Biji 8 13 8 Kulit batang 1 2 9 Rimpang 3 5
10 Buah, umbut, bunga 1 2
11 Bunga 1 2 12 Akar 1 2 13 Tunas 1 2 14 Rimpang, bunga 1 2 15 Umbi 2 3 16 Batang 1 2 Jumlah 61 100
Berikut contoh spesies tumbuhan pangan budidaya non hutan berdasarkan bagian yang digunakan (Tabel 17).
Tabel 17 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya bukan dari hutan berdasarkan bagian yang digunakan
No. Bagian yang digunakan Spesies
1 Daun Bayam (Amaranthus spinosus), lodo (Basella alba), pandan (Pandanus amaryllifolius)
2 Buah Sirsak (Annona muricata), pepaya (Carica papaya), labu putih (Lagenaria leucantha), cabai rawit (Capsicum frutescens), olem (Solanum torvum), durian (Durio zibethinus)
3 Umbut Pinang (Areca catechu) 4 Buah, umbut Kelapa (Cocos nucifera)
5 Umbi, daun Ubi jalar (Ipomea batatas), Singkong (Manihot utilissima) 6 Buah, daun Timun (Cucumis sativus), labu kuning (Cucurbita moschata) 7 Biji Lada (Piper nigrum), padi (Oryza sativa), kopi (Coffea
robusta), kakao (Theobroma cacao) 8 Kulit batang Kayu manis (Cinnamomum burmanii)
9 Rimpang Lia bonat (Curcuma domestica), lia salu' (jahe biasa) (Zingiber officinale), jahe merah (Zingiber officinale) 10 Buah, umbut, bunga peti' (pisang) (Musa spp.)
11 Bunga Cengkih (Syzygium aromaticum) 12 Akar Sereh (Andropogon nardus) 13 Tunas Bambu kuning (Bambusa vulgaris) 14 Rimpang, bunga Lia lamut (Alpinia galanga)
15 Umbi Bawang merah (Allium cepa), bawang rambut (Allium tuberosum)
5.2.4 Cara pemanenan
Tumbuhan pangan hutan yang dibudidayakan di kebun biasanya berupa tumbuhan penghasil buah. Walaupun kebanyakan tumbuhan yang ditanam di kebun bibitnya berasal dari luar daerah dan dari pemerintah (Lampiran 3), akan tetapi beberapa bibit buah yang berasal dari hutan juga dibudidayakan di kebun mereka seperti berenyiu (Mangifera caesia), alim (Mangifera pajang), dian lai (Durio kutejensis), dian daun (Durio oxleyanus), adiu (Garcinia forbesii), petong (Garcinic bancana), seti’ (Baccaurea bracteata), dabai (Baccaurea dulcis), keleppeso (Baccaurea lanceolata), settai (Baccaurea macrocarpa), bua tiup (Xanthophyllum amoenum), mejalin batu (Xanthopyllum excelsa), mejalin (Xanthopyllum obscurum), isau bala (Dimocarpus longan ssp.), rambutan hutan (Nephelium muntabile), buah telo’ (Nephelium cuspidatum) dan berbagai spesies lainnya (Lampiran 2). Cara pemanenan tumbuhan yang berasal dari hutan dengan mengambil semai beserta tanahnya yang kemudian langsung ditanam di kebun mereka. Apabila ada yang tidak ingin menanam buah-buahn di kebun namun hanya ingin menikmati buah dari pohonnya langsung dai hutan, maka tidak diperbolehkan menebang pohonnya, hanya boleh mengambil bagian buahnya saja. Di samping itu bekkai pun juga ada yang ditanam di kebun, walaupun susah untuk dibudidayakan. Dari hasil wawancara, responden mengungkapkan bahwa keberhasilan tumbuh bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora) dan bekkai lanya (Coscinium miosepalum) hanya 10%. Untuk pemanenan bekkai sama dengan memanen buah-buahan dari hutan yaitu dengan mengambil semai beserta tanahnya.
Untuk pemanenan hasil kebun/sawah/ladang tidak ada aturannya. Bagi mereka memanen sesuka hati pemiliknya saja, tetapi tidak ditemukan adanya pemanenan yang berlebihan (kecuali pemanenan padi). Sebagian hasil kebun/sawah/ladang disisakan agar tidak habis dan tetap dapat berkembang biak.
Cara memanen umbut yaitu dengan cara diukur 2/3 dari pucuk tumbuhan atau mengetuk-ketuk untuk memastikan tumbuhan tersebut terdapat berisi umbut. Kemudian dipotong bagian tersebut, kulitnya dikupas hingga terlihat umbutnya. Umbut siap diolah lebih lanjut sebelum dapat dikonsumsi.
5.2.5 Cara pengolahan bahan pangan
Bahan pangan yang berasal dari hutan, ladang, kebun, ataupun sawah diolah lebih lanjut oleh Suku Dayak Kenyah. Berbagai makanan khas mereka olah sendiri untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.
Tabel 18 Spesies tumbuhan pangan yang dijadikan olahan pangan
No. Olahan
pangan
Nama makanan
olahan
Spesies tumbuhan yang digunakan 1 Bahan pangan
berkarbohidrat
nasi, bubur, sagu, tepung
padi (Oryza sativa), lundai 1 (Colocasia gigantea), lundai 2 (Xanthosoma sp.), singkong (Manihot utilissima), sagu (Metroxylon sp.), dll
2 Sayuran sayuran tumis dan bening
keladi upa'nyak (Colocassia esculenta, balang (Heckeria umbellata), nyanding(Etlingera elatior), dll 3 Bahan pangan pelengkap kerupuk, bumbu, gorengen, jajanan
bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora), bekkai lanya (Coscinium miosepalum), Payang aka (Trichosanthes sp.), salap (Sumbaviopsis albicans), dll
4 Minuman ciu, kopi, kacang hijau
singkong (Manihot utilissima), kopi (Coffea robusta), kacang hijau (Phaseolus aureus)
5.2.5.1 Bahan pangan berkarbohidrat
Bahan pangan yang mengandung karbohidrat di alam bermacam-macam jenisnya, baik yang berasal dari hutan maupun yang telah dibudidaya. Bahan pangan ini dapat diolah lebih lanjut seperti menjadi : nasi, bubur, tepung, kue, sagu, tape, dan olahan yang dapat menjadi sumber energi lainnya. Olahan yang pertama adalah nasi. Nasi merupakan bahan pangan sederhana dan pokok bagi kehidupan umat manusia. Nasi berasal dari padi, berbagai jenis padi lokal yang ditanam Suku Dayak Kenyah dapat dijadikan nasi dengan tekstur yang berbeda tentunya. Mulai dari nasi pera yang cocok untuk dibuat nasi goreng hingga nasi ketan yang lezat dijadikan berbagai jajanan.
Bubur merupakan olahan lanjutan dari nasi. Bubur ini ada yang berasal dari beras ada juga yang berasal dari spesies keladi-keladian seperti keladi upa’ nyak (Colocassia esculenta), lundai 1 (Colocasia gigantea) dan lundai 2 (Xanthosoma sp. (Lampiran 1). Cara pengolahannya sama dengan bubur biasa, hanya saja bubur keladi cara pengolahannya dengan mengambil umbi dari spesies keladi tersebut di atas kemudian membersihkannya, memotongnya, dan merebusnya hingga lembut seperti bubur, dapat juga ditambahkan bumbu garam, lada, dan bumbu lain sesuai
selera. Tidak semua spesies keladi dapat dimakan umbinya karena keladi memiliki getah yang apabila dimakan menimbulkan gatal tenggorokkan.
Bahan pangan olahan lainnya antara lain tepung yang terbuat dari singkong (Manihot utilissima). Cara pengolahannya, umbi singkong dikupas, kemudian dibersihkan. Setelah bersih, umbi singkong diparut kasar. Setelah diparut, kemudian diletakkan di atas daun pisang dan dijemur. Setelah itu parutan singkong ditumbuk dan dicampur beras yang telah ditumbuk. Setelah itu jemur kembali. Kemudian diayak hingga keluar ampas dan ampas ini ditumbuk kembali. Begitu seterusnya hingga seluruhnya halus. Tepung ini dibuat sendiri secara tradisional dengan alat sederhana dan dapat bertahan lama hingga satu bulan.
Bahan pangan berkarbohidrat lainnya adalah kue yang terbuat dari bahan ubi kayu (Ipomea batatas) dengan cara pengolahan seperti membuat kue biasa hanya saja ditambah dengan ubi kayu. Adapun tape singkong dengan cara pengolahan yang seperti biasanya menggunakan ragi.
Selanjutnya bahan pangan olahan berkarbohidrat dengan tumbuhan yang berasal langsung dari hutan adalah sagu. Sagu ini berasal dati spesies eman (Caryota mitis), nanga (Eugeissona utilis), dan sagu (Metroxylon sp.) Cara pengolahan sagu pada ketiga spesies tersebut sama, yakni membelah batang sagu/eman/nanga kemudian memukulnya hingga hancur. Pengolahan ini dilakukan dekat dengan sumber air karena sangat membutuhkan air dalam mengolah sagu. Setelah itu injak-injak hingga keluar air dan biarkan hingga satu malam. Setelah terlihat sagu dan air terpisah, buang airnya, kemudian isi air lagi hingga keluar sagu murninya.
(a) (b)
5.2.5.2 Sayuran
Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai sayuran dapat ditemui di pematang sawah, ladang, bahkan ada yang hidup liar seperti balang (Heckeria umbellata) (Gambar 14). Bagian yang digunakan untuk sayuran selain daun dan seluruh bagian pada habitus herba, juga tunas pada spesies bambu dan umbut pada beberapa spesies seperti talang (Arenga undulatifolia), nyi’bung (Oncosperma horridum), nyandiang (Etlingera elatior), sengka (Setaria palmifolia). Beberapa tumbuhan berhabitus paku-pakuan dan jamur dapat dimanfaatkan sebagai sayur, bahkan spesies keladi-keladian daunnya dapat dimanfaatkan sebagai sayur namun hanya spesies tertentu, yaitu Colocasia esculenta. Semua spesies tumbuhan untuk sayur ini dapat diolah/dimasak dengan cara sayur bening ataupun ditumis.
Gambar 14 Balang (Heckeria umbellata).
5.2.5.3 Bahan pangan pelengkap
Bahan pangan pelengkap ini merupakan bahan pangan tambahan untuk melengkapi bahan pangan pokok seperti kerupuk yang terbuat dari tepung singkong yang dijemur dan digoreng, bumbu (sambal, penyedap rasa, terasi), gorengan, kacang sembuyi (seperti rempeyek kacang tanah), dan ada juga jajanan seperti pais yang terbuat dari singkong dan kelapa dengan dibungkus daun pisang. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung ditemukan adanya pemanfaatan bahan alami yang dijadikan penyedap rasa, yaitu yang berasal dari
tumbuhan hutan yang bernama bekkai. Bekkai ada dua macam, yaitu bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora) dan bekkai lanya (Coscinium miosepalum) (Gambar 15a dan Gambar 15b). Cara pengolahannya yaitu dengan menumbuk halus daun kemudian dijemur hingga kering. Bekkai pun siap digunakan.
(a) (b)
(c)
Gambar 15 Tumbuhan yang dijadikan bahan pangan pelengkap: (a) Bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora); (b) Bekkai lanya (Coscinium miosepalum); (c) Payang
lengu (Ricinus communis).
Pemanfaatan tumbuhan yang merupakan khas dari Suku Dayak Kenyah, yaitu terasi dayak yang terbuat dari bahan tumbuh-tumbuhan. Berbeda dari terasi udang biasa, terasi dayak dianggap lebih lezat jika dicampur dengan sambal. Terdapat beberapa spesies yang dapat dijadikan terasi dayak. Spesies tersebut adalah payang aka (Trichosanthes sp.), payang kure’ (Aleuritas moluccana), payang kayu (Pangium edule), payang lengu (Ricinus communis) (Gambar 15c)
dan salap (Sumbaviopsis albicans) (Lampiran 2). Cara pengolahan terasi dayak yaitu dengan membusukkan bagian buah dari beberapa spesies tersebut, kemudian di letakkan di atas perapian agar tetap awet dan menambah aroma yang lezat. Selanjutnya dapat langsung dicampur dengan sambal ataupun langsung dimakan dengan lauk-pauk.
5.2.5.4 Minuman
Masyarakat Suku Dayak Kenyah sejak dulu dikenal senang membuat minuman khas atau ciu yang sering dimanfaatkan untuk acara besar seperti perayaan panen raya, atau acara besar lainnya. Minuman tersebut juga sering dijadikan jamuan bagi tamu yang datang (hanya untuk yang suka meminumnya) karena sebagai wujud penghormatan pada tamu yang datang ke rumah. Selain itu minuman ini juga dapat diminum kapanpun mereka menginginkannya dan dapat diperjual-belikan antara warga ataupun desa. Ciu berasal dari umbi singkong (Manihot utilissima) yang difermentasikan. Air hasil fermentasi tersebut kemudian dilakukan proses lebih lanjut yaitu penyulingan hingga diperoleh kualitas yang sesuai. Hasil penyulingan pertama memiliki kadar alkohol yang sangat tinggi dan pekat. Inilah yang disebut kualitas paling bagus. Akan tetapi hanya orang-orang tertentu yang kuat meminumnya karena ini sangat memabukkan. Selain ciu terdapat pula tumbuhan yang dijadikan bahan minuman di antaranya minuman kolak jagung, kolak ubi jalar, dan kolak pisang. Cara pengolahannya sama dengan membuat kolak biasa.
5.2.6 Fungsi tumbuhan pangan
Tumbuhan pangan memiliki fungsi penting bagi tubuh diantaranya sebagai sumber karbohidrat, protein nabati, vitamin dan mineral. Fungsi tersebut terdapat dalam berbagai spesies tumbuhan pangan hutan ataupun budidaya yang terdiri dari sayuran, buah-buahan, sumber energi, dan fungsi lainnya seperti bumbu dan minuman (Tabel 19, 21, 23). Dalam satu spesies terdapat pula fungsi ganda seperti buah-buahan, sayuran, minuman yang terdapat pada kelapa (Cocos nucifera) yang memiliki fungsi sebagai buah dengan bagian yang digunakan adalah daging buah. Kelapa juga dapat dimanfaatkan sebagai sayuran yaitu bagian umbutnya, serta
fungsi minuman terdapat pada bagian sari buahnya/air kelapa. Fungsi ganda lainnya dapat dilihat pada Tabel 23.
Fungsi yang memiliki jumlah spesies terbanyak pada tumbuhan pangan hutan adalah adalah sayuran (26 spesies) (Tabel 19) yang di dalamnya terdapat sumber protein nabati. Sayuran hutan/liar ini pada umbut seperti pada umbut rotan (Calamus sp.) dan jamur (kulat) seperti kulat jap (Pleurotus sp.), kulat bulu (Lactarius delicious), kulat long balabau (Russula cyanoxantha). Jumlah spesies terbanyak kedua terdapat pada sumber energi (5 spesies) yang memiliki fungsi sebagai sumber karbohidrat bagi tubuh.
Tabel 19 Macam penggunaan tumbuhan pangan hutan/liar
No. Fungsi Jumlah (spesies)
1 Sayuran 26
2 Sumber energi 5
3 Buah-buahan 1
Jumlah 32
Berikut nama-nama spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan Suku Dayak Kenyah berdasarkan fungsinya (Tabel 20). Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Tabel 20 Contoh Spesies tumbuhan pangan hutan/liar berdasarkan fungsi pangan
No. Fungsi Spesies
1 Sayuran Kulat long (Amanita sp.), uwai pait (Calamus sp.), nyi'bung
(Oncosperma horridum), paku pait (Athyrium sozongonense), kulat jap (Pleurotus sp.), bambu betung (Dendrocalamus asper), nyanding (Etlingera elatior)
2 Sumber energi
Lundai 1 (Colocasia gigantea), lundai 2 (Xanthosoma sp.), eman (Caryota mitis), nanga (Eugeissona utilis), sagu (Metroxylon sp.) 3 Buah-buahan Birai (Salacca affinis var.borneensis)
Berdasarkan Tabel 21, fungsi tumbuhan pangan budidaya berasal dari hutan yang memiliki jumlah spesies paling banyak yaitu pada buah-buahan (36 spesies) yang merupakan sumber vitamin dan mineral bagi tubuh. Selanjutnya terdapat bumbu (8 spesies) dan sayuran yang hanya memiliki dua spesies
Tabel 21 Macam penggunaan tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan
No. Fungsi Jumlah (spesies)
1 Buah-buahan 36
2 Bumbu 8
3 Sayuran 2
Jumlah 46
Berikut merupakan nama-nama spesies tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan berdasarkan fungsinya sesuai jumlah spesies yang ditemukan pada Tabel 21 (Tabel 22). Untuk lebih lengkapnya, spesies tumbuhan pangan budidaya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 22 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya yang berasal dari hutan berdasarkan fungsi
No. Fungsi Spesies
1 Buah-buahan
Kelamu' (Dacryodes rostrata), adiu (Garcinia forbesii), keleppeso (Baccaurea lanceolata), langsat (Lancium domesticum), mejalin (Xanthophyllum
obscurum), mata kucing (Dimocarpus longan), maritam (Nephelium ramboutan-ake)
2 Bumbu Salap (Sumbaviopsis albicans), belengla (Litsea cubeba), bekkai lema (Pycnarrhena cauliflora)
3 Sayuran Keten (Poikilospermus suaveolens), petai hutan (Parkia speciosa)
Berikut terdapat macam penggunaan tumbuhan budidaya non hutan sesuai fungsinya. Pada Tabel 23 jumlah spesies terbanyak terdapat pada fungsi sayuran (19 spesies), selanjutnya terdapat bumbu (16 spesies) dan buah-buah (14 spesies).
Tabel 23 Macam penggunaan tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan
No. Fungsi Jumlah (spesies)
1 Sayuran 19
2 Buah-buahan 14
3 Minuman 2
4 Bumbu 16
5 Sumber energi 1
6 Bahan pangan lanjutan 1
7 Buah-buahan, sayuran, minuman 2
8 Sumber energi, sayuran 3
9 Sumber energi,sayuran,minuman 2
10 Bumbu,sayur 1
Jumlah 61
Berdasarkan jumlah spesies pada Tabel 23, berikut contoh tumbuhan pangan yang dibudidayakan bukan berasal dari hutan berdasarkan fungsinya
terdapat pada Tabel 24. Spesies tumbuhan lainnya secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 24 Contoh spesies tumbuhan pangan budidaya bukan berasal dari hutan berdasarkan fungsi
No. Fungsi Spesies
1 Sayuran Bayam (Amaranthus spinosus), pinang (Areca catechu), pare (Momordica charantia), kacang merah (Vigna angularis), kacang panjang (Vigna sinensis), bambu kuning (Bambusa vulgaris), terong (Solanum melongena)
2 Buah-buahan Nanas (Ananas comosus), pepaya (Carica papaya), jambu bol (Syzygium malaccense)
3 Minuman Kacang hijau (Phaseolus aureus), kopi (Coffea robusta) 4 Bumbu Kayu manis (Cinnamomum burmanii), bawang merah (Allium
cepa), bawang rambut (Allium tuberosum), salam (Syzygium polyanthum), pandan wangi (Pandanus amaryllifolius), lada (Piper nigrum), sereh (Andropogon nardus), lombok (Capsicum frutescens), tomat (Solanum lycopersicum), olem (Solanum torvum)
5 Sumber energi Padi (Oryza sativa) 6 Bahan pangan lanjutan Kakao (Theobroma cacao) 7 Buah-buahan, sayuran,
minuman Kelapa (Cocos nucifera ), peti' (Musa spp.)
8 Sumber energi, sayuran Ubi jalar (Ipomea batatas), labu kuning (Cucurbita moschata), labu putih (Lagenaria leucantha) 9 Sumber
energi,sayuran,minuman Singkong 1 (Manihot utilissima), jagung (Zea mays) 10 Bumbu,sayur Lia lamut (Alpinia galanga)
5.2.6.1 Sumber karbohidrat
Karbohidrat memegang peranan penting karena merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Semua karbohidrat berasal dari tumbuhan (Almatsier 2006). Beberapa spesies tumbuhan yang memiliki sumber karbohidrat baik dari hutan maupun yang telah dibudidaya antara lain: keladi upa’ nyak (Colocassia esculenta), singkong (Manihot utilissima) (Gambar 16), ubi kayu (Ipomea batatas), nanga (Eugeissona utilis), dan sagu (Metroxylon sp.) (Lampiran 1 dan Lampiran 3).
Gambar 16 Singkong (Manihot utilissima).
5.2.6.2 Sumber protein nabati
Protein berasal dari kata proteos yang berarti “yang utama” atau “yang didahulukan”. Kata ini diperkenalkan oleh Gerardus Mulder (1802-1880) dan didefinisikan sebagai zat yang paling penting dalam setiap organisme. Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh setelah air. Protein memiliki fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu membangun serta memelihara sel-sel dari jaringan tubuh (Almatsier 2006). Berdasarkan definisi tersebut, Suku Dayak Kenyah memenuhi kebutuhan protein nabati yang sangat penting bagi tubuh itu dengan menanam berbagai spesies sayuran dan kacang-kacangan seperti daun singkong (Manihot utilissima dan Manihot esculenta) (Gambar 17a) , daun ubi jalar (Ipomea batatas), kacang tanah (Arachis hypogea), kedelai (Glycin max), kacang hijau (Phaseolus aureus), kacang merah (Vigna angularis), kacang panjang (Vigna sinensies) (Gambar 17b), dan beberapa spesies lainnya (Lampiran 3).
Selain spesies tumbuhan yang dibudidayakan, terdapat pula sayuran mengandung protein nabati yang berasal dari hutan, diantaranya spesies jamur-jamuran, rotan-rotanan, talas-talasan, dan spesies lainnya (Lampiran 1).
(a) (b)
Gambar 17 Tumbuhan pangan sumber protein nabati: (a) Singkong (Manihot esculenta); (b) Kacang panjang (Vigna sinensis).
5.2.6.3 Sumber vitamin dan mineral
Menurut Almatsier (2006), vitamin merupakan zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil dan tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh sebab itu vitamin diperoleh dari makanan yang dikonsumsi dalam tubuh. Ada beberapa jenis vitamin, diantaranya adalah vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, D, E, K. Vitamin tersebut dapat diperoleh dari sayuran hijau, kacang-kacangan/biji-bijian, dan buah-buahan yang terdapat dalam Lampiran 1, 2, dan 3. Selain vitamin, zat lain yang dibutuhkan tubuh dari tumbuhan pangan yaitu mineral. Mineral ada dua macam, yaitu mineral makro dan mineral mikro (Almatsier 2006). Mineral makro diperoleh dari air, sedangkan mineral mikro diperoleh dari zat seperti zat besi, seng, iodium, mangan, dan sebagainya. Mineral merupakan bagian dari tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh (Almatsier 2006). Vitamin dan mineral ini tentunya dapat diperoleh dari berbagai jenis buah-buahan, sayuran hijau, kacang-kacangan, dan jenis lainnya yang dapat diperoleh Suku Dayak Kenyah dari hutan atau yang telah dibudidaya (Gambar 18).
Gambar 18 Hierarki bagan fungsi tumbuhan pangan bagi Suku Dayak Kenyah.
5.2.7 Pola konsumsi
Masyarakat Suku Dayak Kenyah Desa Long Alango memiliki pola konsumsi yang teratur. Setiap pagi, siang, hingga malam mereka selalu memenuhi kebutuhan pangannya. Setiap harinya mereka teratur memenuhi kebutuhan pangan dengan makan tiga kali sehari. Setiap pagi sebelum pergi ke ladang, mereka selalu menyempatkan diri untuk sarapan. Siang hari pun apabila terpaksa tidak dapat pulang untuk makan siang, mereka selalu membawa bekal makanan yang dibawa dengan menggunakan ki’ba yang terbuat dari uwai semule (Daemonorops periacantha). Nasinya pun dibungkus dengan menggunakan daun dalui (Halopegia blumei) (Lampiran 5). Setelah pulang dari ladang pada sore hari, kemudian pada malam harinya Suku Dayak Kenyah makan bersama keluarga di rumah.
5.2.8 Tipe habitat
Berdasarkan persentase budidayanya 107 spesies tumbuhan pangan budidaya dari keseluruhan 139 spesies tumbuhan pangan, dapat dihitung dengan membagi jumlah spesies budidaya dengan jumlah seluruh spesies sehingga diperoleh 76,97%. Hal ini menunjukkan bahwa Suku Dayak Kenyah TNKM memiliki budaya membudidayakan tumbuhan hutan yang tinggi. Upaya
Fungsi tumbuhan pangan Sumber karbohidrat (makanan pokok Suku Dayak Kenyah)
Padi, jagung, keladi-keladian, umbi, sagu
Protein nabati Kacang-kacangan Vitamin dan mineral Sayuran dan buah-buahan
pembudidayaan tersebut tergolong upaya pelestarian agar keberadaan spesies tumbuhan pangan tetap terjaga. Tumbuhan dari hutan ataupun dari luar daerah mudah untuk dibudidayakan di lokasi pengamatan ini karena lahan yang dimiliki masyarakat masih tergolong subur.
Berdasarkan tipe habitatnya, kebun dan hutan merupakan tipe habitat terbesar (33%) yang terdapat di Desa Long Alango. Hal ini menunjukkan bahwa Suku Dayak Kenyah yang tinggal di Desa Long Alango senang menanam bibit dari hutan di kebunnya. Budaya membudidayakan tumbuhan pangan yang berasal dari hutan ini diwariskan secara turun temurun. Nenek moyang Suku Dayak Kenyah mengajarkan keturunannya agar dapat hidup mandiri sekaligus melestrikan sumberdaya hutan yang dimiliki agar dapat menikmatinya dengan lebih mudah tanpa harus memperoleh langsung dari hutan. Sebagian besar tumbuhan dari hutan yang ditanam di kebun adalah buah-buahan.
Gambar 19 Persentase tipe habitat tumbuhan pangan.
Tipe habitat terbesar kedua adalah hutan/liar (23%). Hal ini menunjukkan bahwa hutan masih merupakan habitat utama tumbuhan pangan karena persentasenya hanya berbeda tipis dengan habitat kebun dan hutan. Habitat kebun dan hutan ini bibitnya pun berasal dari hutan. Dengan demikian hutan masih merupakan habitat yang paling baik bagi tumbuhan pangan. Tipe habitat lain selanjutnya diikuti pematang sawah (16%) dengan berbagai sayuran yang di tanam di pematang sawah untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral Suku
23% 33% 15% 6% 1% 16% 0% 10% 20% 30% 40% hutan/liar kebun dan hutan kebun ladang dan jekkau sawah pematang sawah Persentase T ipe ha bita t
Dayak Kenyah, kemudian kebun (15%) yang ditanami tanaman perkebunan, ladang dan jekkau (6%) dengan tanaman keras dan selingan, serta sawah (1%) yang hanya terdapat 1 spesies yaitu padi dengan bermacam varietas yang dimiliki Suku Dayak Kenyah (Gambar 19).
5.3 Pola Hidup Masyarakat Dayak Kenyah Desa long Alango 5.3.1 Berburu
Masyarakat Dayak Kenyah memiliki kebiasaan berburu karena kegiatan berburu merupakan suatu kebutuhan bagi mereka. Tujuan utama berburu adalah untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yang berasal dari hasil buruan (Billa 2005). Kegiatan berburu ini telah dilakukan secara turun temurun. Berburu merupakan kegiatan penting dalam pemenuhan kebutuhan untuk bertahan hidup (Hladik et al 1993). Berburu juga merupakan salah satu kegiatan yang penting dan merupakan bentuk penyesuaian diri manusia terhadap sumberdaya alam (Moran 1982).
Orang tua mulai mengajarkan teknik berburu kepada anaknya sejak anaknya berusia sekitar 15 tahun. Berburu ada dua macam, yaitu berburu yang dilakukan secara tradisional dan berburu secara modern. Berburu secara tradisional adalah berburu yang dilakukan dengan teknik dan alat yang masih tradisional, yaitu sumpit dan bujak. Teknik berburu tradisional ini dengan memanfatkan anjing peliharaannya untuk menemukan target buruan dengan cara membiarkan anjing masuk hutan dan setelah anjing ini menemukan target buru maka anjing ini akan menggonggong, sehingga dapat dilakukan langkah berikutnya yaitu menembak target dengan alat yang bernama sumpit. Sumpit adalah alat tradisional yang berbentuk seperti tombak tetapi terdapat lubang kecil di tongkatnya (Gambar 20a, 20b). Lubang ini berfungsi sebagai tempat peluru tradisional yang dibuat dari bola-bola kecil tanah liat ataupun anak sumpit yang mengandung racun dan apabila ditembakkan ke target, maka binatang ini akan pingsan bahkan mati. Racun yang digunakan berasal dari getah tumbuhan bernama salo’ (Antiaris toxicaria) (Gambar 20c). Cara menembakkan peluru ini yaitu dengan meniup peluru yang ada di dalam lubang yang diarahkan pada sasaran/target.
(a) (b)
(c)
Gambar 20 Senjata berburu tradisional: (a) Badan tombak dan anak sumpit; (b) Ujung tombak; (c) Racun sumpit (getah salo’)
Bujak adalah alat tradisional berburu yang berbentuk dan berfungsi seperti tombak. Berbeda dengan sumpit, bujak ini tidak memiliki lubang untuk peluru karena penggunaannya pun seperti tombak dengan cara menancapkan mata pisau ke tubuh target buruan. Berburu dengan bujak ini juga dapat dibantu dengan memanfaatkan anjing peliharaan untuk mencari dan menemukan target buruan. Target buruan umumnya adalah babi berjenggot/babui (Sus barbatus), akan tetapi apabila mereka tidak menemukan babi berjenggot, maka satwa apapun yang ditemukan dalam hutan mereka tangkap seperti payau (Cervus unicolor), pelanduk kancil (Tragulus javanicus), dan spesies satwa lainnya (Lampiran 6).
Berburu bukan merupakan kegiatan prioritas yang dilakukan oleh Suku Dayak Kenyah Desa Long Alango karena kegiatan utama mereka adalah berladang di gunung dan bertani di sawah. Warga desa memenuhi kebutuhan pangan mereka melalui hasil pertaniannya karena bagi mereka makan yang penting terdapat nasi dan pelengkapnya, yaitu sayuran. Hasil dari buruan dimanfaatkan sebagai pelengkap makan, apabila makan tanpa lauk-pauk bagi
mereka tidak masalah. Hasil buruan ini biasanya dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri tetapi ada yang sebagian dijual baik dalam desa maupun di luar desa. Hasil buruan dijual dengan harga Rp 15.000,00 per kilogram (Gambar 21).
(a) (b)
Gambar 21 Penjualan hasil buruan: (a) Pengangkutan hasil buruan; (b) Penimbangan daging yang dijual
Kegiatan berburu biasanya dilakukan perorangan dan kelompok. Apabila perburuan ini dilakukan secara berkelompok maka hasil buruan yang didapat dibagi rata. Kegiatan berburu ini ada yang dilakukan dari pagi hingga malam (dalam satu hari) dan ada juga yang menginap di dalam hutan. Apabila perburuan dilakukan secara menginap maka pemburu biasanya membawa bekal dari rumah. Bekal ini berupa nasi bungkus dengan sayur yang dibuat dari rumah oleh ibu atau istri pemburu karena pemburu kebanyakan berjenis kelamin laki-laki. Apabila bekal yang dibawa tidak cukup, maka pemburu mencari bahan pangan dari dalam hutan yang siap makan tanpa diolah.
Apabila berburu dilakukan pada musim buah, maka bahan pangan hutan yang dapat dimakan langsung adalah spesies buah-buahan seperti maritam (Nephelium ramboutan-ake), langsat (Lansium domesticum), durian (Durio sp.), manggis hutan (Garcinia bancana), mejalin (Xanthophyllum obscurum), mejalin batu (Xanthophyllum exelsa), dan spesies lainnya. Akan tetapi, apabila kegiatan berburu dilakukan tidak pada musim buah, maka bahan pangan hutan yang berasal dari tumbuhan yang dapat dimanfaatkan adalah umbut. Beberapa spesies tumbuhan yang dapat dimakan umbutnya antara lain : iti’ (Etlingera sp.), nyandiang (Etlingera elatior), talang (Arenga undulatifolia), nyi’bung (Oncosperma horridum), uwai tana’ (Calamus sp.) (Lampiran 1).
5.3.2 Berladang
Sejak zaman dahulu, secara turun temurun masyarakat Suku Dayak memiliki budaya berladang. Bagi mereka, berladang bukanlah hanya sekedar aktivitas sehari-hari, melainkan berladang dapat membentuk suatu peradaban orang Dayak (Pilin dan Petebang 1999). Telah lama Suku Dayak terutama Dayak Kenyah memanfaatkan lahan hutan untuk kegiatan berladang. Sistem perladangan mereka adalah sistem hilir balik. Perladangan hilir balik maksudnya dalam kisaran waktu lima tahun dilakukan perladangan berpindah dari lokasi satu ke lokasi lain tiap tahunnya. Pada tahun ke lima peladang kembali lagi ke lokasi pertama, begitu seterusnya karena bagi mereka satu tahun pada lokasi yang sama tanah akan mengalami perubahan dan dirasa sudah tidak subur sehingga mereka mencari lokasi lain yang tanahnya lebih subur.
Pardosi et al. (2005) menyebutkan bahwa pola perladangan berpindah di Kalimantan Timur pada mulanya menggunakan ladang pertama selama 1-2 tahun, kemudian peladang berpindah ke ladang berikutnya, begitu seterusnya hingga menuju ladang ke lima atau enam. Akan tetapi, peladang kembali ke ladang pertamanya setelah masa bera 4-6 tahun. Menurut Alamsyah (2010) diacu dalam Mukti (2010), pola yang digunakan pada masyarakat Dayak pada umumnya adalah pola berladang hilir balik yaitu bila suatu areal telah dibuka dan dimanfaatkan masyarakat untuk ladangnya, maka setelah itu lahan akan ditinggal beberapa waktu untuk membuka lahan baru. Kemudian setelah ladang pertama subur kembali, masyarakat akan kembali lagi untuk berkebun pada lahan tersebut.
Lokasi yang dipilih untuk kegiatan perladangan biasanya hutan primer karena hutan primer menunjukkan ciri-ciri tanah yang sangat subur terbukti dengan adanya tumbuhan yang tumbuh secara subur selama bertahun-tahun dan hampir tidak ditemukan adanya tumbuhan bawah. Selain hutan primer yang dimanfaatkan untuk membuka lahan, hutan sekunder pun dapat dijadikan lokasi perladangan. Lahan yang dimanfaatkan sebagai areal perladangan biasanya adalah lahan bekas tebangan atau lahan bekas kegiatan perladangan lama (jekkau). Selama membuka lahan baru atau berpindah ke lokasi lain, lahan yang ditinggalkan biasanya ditanami tanaman keras seperti pohon buah-buahan, selain itu juga dapat ditanami tanaman semusim seperti pepaya (Carica papaya), pisang
(Musa sp.), singkong (Manihot utilissima), tebu (Saccharum officinarum), dan spesies tanaman semusim lainnya. Hal ini dilakukan agar mengembalikan kesuburan tanah yang ditinggalkan agar tetap produktif dan bermanfaat, juga sebagai pertanda kepemilikan tanah. Menurut Pardosi et al. (2005), tujuan menanam tanaman keras seperti durian, kemiri, mangga di ladang yang ditinggalkan adalah: (1) sebagai pertanda ladang tersebut terdapat pemiliknya, (2) sebagai sumber penghasilan/jaminan hari tua, (3) sebagai sarana memelihara kesuburan tanah.
Ladang biasanya ditanam berbagai varietas padi gunung sebagai tanaman utamanya. Suku Dayak Kenyah telah bertahun-tahun memiliki berbagai macam varietas bibit padi yang secara turun temurun diwariskan. Bibit padi tersebut ada yang lokal ada juga yang datang dari luar daerah. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan, terdapat 34 spesies padi ladang. Spesies tersebut diantaranya pa’dai membat, pa’dai kelawit, pa’dai nyu, pa’dai ble’en, pa’dai temai ladang, pa’dai nyelong, dan spesies padi lainnya (Lampiran 4). 5.3.2.1 Persiapan lahan
Dalam kegiatan perladangan, tidak terlepas dari pola persiapan lahan, penanaman, perawatan, hingga kegiatan pemanenan. Pada proses persiapan lahan, hal yang dilakukan pertama kali adalah pemilihan lokasi perladangan, sebelumnya dilakukan musyawarah dalam penentuan lokasi ini agar nantinya tidak tumpang tindih dalam penentuan kepemilikan lahan. Musyawarah ini dipimpin oleh Kepala adat agar lebih jelas dan adil dalam menentukan batas-batas perladangan dan areal yang dilarang untuk dijadikan lahan perladangan. Menurut Pilin dan Petebang (1999), sebelum menentukan lokasi ladang, terlebih dahulu melakukan musyawarah antar pemilik areal di sekitar ladang. Hal ini bertujuan untuk pemberitahuan dan ijin penggunaan lahan. Apabila hasil musyawarah menyebutkan bahwa terdapat suatu areal tertentu yang tidak boleh dijadikan lahan perladangan, maka yang bersangkutan akan mendapatkan larangan ataupun saran dari pihak yang berbatasan dengan wilayah paling dekat. Setelah musyawarah, hal yang selanjutnya dilakukan adalah penebasan. Sebelum melakukan penebasan biasanya terdapat kepercayaan atau mitos-mitos mengenai aturan penebasan, seperti terdapat pada masyarakat Apau Ping yaitu dengan mengamati garis
bayangan matahari dengan pengamatan bentuk bulan. Pengamatan dilakukan dengan mendirikan tonggak kayu permanen yang diletakkan di suatu tempat. Selanjutnya, melihat pergeseran serta mengukur panjang bayangan matahari pada tonggak tersebut. Pengamatan ini digunakan dalam menentukan hari baik dalam perladangan (Sindju 1999).
Suku Dayak Kenyah memiliki kepercayaan dalam kegiatan perladangan yaitu jika bertemu dengan burung isit (Arachnothera longirostra) (Gambar 22), lihat arah terbang burung tersebut. Jika isit terbang ke arah kiri maka bukan waktu atau hari yang tepat untuk pergi berladang karena bagi mereka hal tersebut merupakan pertanda buruk sehingga peladang lebih memilih untuk kembali ke rumah daripada mendapatkan kesialan. Akan tetapi hal tersebut sudah tidak dipercaya oleh masyarakat karena dianggap sudah tidak logis seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan masuknya ajaran agama di desa tersebut.
Gambar 22 Burung isit (Arachnothera longirostra) (sumber: www.birdsisaw.com).
5.3.2.2 Penebasan
Kegiatan yang dilakukan setelah persiapan lahan adalah penebasan. Penebasan harus dilakukan bersama-sama atau dengan cara gotong royong. Budaya ini dilakukan sejak turun temurun agar tetap terjalin sikap kekeluargaaan antar warga desa. Penebasan dilakukan setidaknya berjumlah tiga KK dalam setiap anak sungai. Pemilihan lahan untuk dijadikan ladang pun dipertimbangkan dengan prinsip konservasi. Lahan yang dipilih biasanya dekat dengan sungai karena selain aksesnya mudah juga tidak terlalu ke inti hutan sehingga tidak