PENGARUH KEBIJAKAN MONETER SYARIAH TERHADAP INDEKS PRODUKSI INDUSTRI
TAHUN 2011-2016
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
ISNAENI OCTAVIANI NIM: 1113086000047
JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Pengaruh Kebijakan Moneter Syariah Terhadap Indeks Produksi Industri Tahun 2011 – 2016
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
ISNAENI OCTAVIANI NIM: 1113086000047 Di Bawah Bimbingan
Dr. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si NIP. 198110132008011006
JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Selasa, 13 Juni 2017 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswi:
1. Nama : Isnaeni Octaviani
2. NIM : 1113086000047
3. Jurusan : Ekonomi Syariah
4. Judul Skripsi : Pengaruh Kebijakan Moneter Syariah Terhadap Indeks Produksi Industri Tahun 2011 – 2016
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan yang bersangkutan selama Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswi tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 Juni 2017
1. Yoghi Citra Pratama, M.Si (________________)
NIP. 198307172011011011 Ketua
2. Dr. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si (________________)
NIP. 198110132008011006 Sekretaris
3. Drs. H. Burhanuddin Yusuf, MM, MA (________________)
NIP. 195406181981031005 Penguji Ahli
4. Dr. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si (________________)
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Isnaeni Octaviani
No. Induk Mahasiswa : 1113086000047
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Ekonomi Syariah
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 29 Maret 2017
Yang Menyatakan,
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini, Kamis 13 April 2017 telah dilakukan uji komprehensif atas mahasiswa:
Nama : Isnaeni Octaviani
No. Induk Mahasiswa : 1113086000047
Jurusan : Ekonomi Syariah
Judul Skripsi : Pengaruh Kebijakan Moneter Syariah
Terhadap Indeks Produksi Industri Tahun 2011 – 2016
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap ujian skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 April 2017
1. Yoghi Citra Pratama, M.Si (...)
NIP. 198307172011011011 Penguji I
2. Ali Rama, SE., M.Ec (...)
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
a. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Isnaeni Octaviani
2. Tempat Tanggal Lahir : Serang, 23 Oktober 1995
3. Alamat : Jl. Maja Cibiuk Km. 3 Pandeglang, Kp.
Warnasari Desa Banjar Kec. Banjar Rt.04/Rw.03.
4. Telepon : 087808276584
5. E-mail : Isnaeni.octaviani@gmail.com
b. PENDIDIKAN
1. SD Negeri Banjar 1 Tahun 2000 – 2007
2. Pondok Pesantren Modern Daar El-Azhar Tahun 2007 – 2009
3. MTsN Model Pandeglang 1 Tahun 2009 – 2010
4. SMAN 1 Pandeglang Tahun 2010 – 2013
5. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 – 2017
c. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Yani Sofyani
2. Pekerjaan Ayah : PNS
3. Ibu : Lilis Yulyati
4. Pekerjaan Ibu : PNS
d. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Organisasi : Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Syariah Jabatan : Sekretaris Departemen Eksternal
Tahun : 2015 – 2016
2. Orgnisasi : Himpunan Mahasiswa Islam Jabatan : Anggota
ii
ABSTRACT
The aim of this research is to analyze the effect of SBIS, PUAS and Islamic bank financing in the monetary transmission mechanism in Indonesia to real sector by using the Vector Auto Regression (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM) method. The finding revealed that based on the VECM estimation test, in the long term SBIS and Islamic bank financing has a positive effect toward Industrial Production Index (IPI). Meanwhile, PUAS has a negative effect toward Industrial Production Index (IPI). In addition, based on IRF test, shock of SBIS and PUAS responded positively by Industrial Production Index (IPI). Then based on result of FEVD test, variable of PUAS in model of this research has a biggest contribution toward Industrial Production Index (IPI).
Key words : SBIS, PUAS, Islamic Bank Financing, Industrial Production Index (IPI), VECM
iii ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh SBIS, PUAS dan pembiayaan bank syariah dalam mekasnisme transmisi moneter terhadap sektor riil dengan menggunakan metode Vector Auto Regression / Vector error Correction Model (VAR/VECM). Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan uji estimasi VECM dalam jangka panjang variabel SBIS dan variabel pembiayaan bank syariah berpengaruh positif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Sementara variabel PUAS berpenagruh negatif terhadap Indeks Produksi Industri (IPI). Sedangkan berdasarkan uji IRF, shock yang terjadi pada variabel SBIS dan PUAS direspon positif oleh variabel Indeks Produksi Industri (IPI). Hasil penelitian ini juga menunjukkan berdasarkan uji FEVD variabel PUAS memiliki kontribusi paling besar dalam model.
Kata kunci : SBIS, PUAS, Pembiayaan Bank Syariah, Indeks Produksi Industri (IPI), VECM
iv
KATA PENGANTAR
Alhmadulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah serta kemudahan bagi setiap hambanya yang sedang berjuang untuk menuntut ilmu. Allah senantiasa memberikan pertolongan sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Pengaruh Kebijakan Moneter Syariah terhadap Indeks Produksi Industri Tahun 2011 – 2016”. Shalawat serta salam semoga tetatp tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat dan umatnya hingga akhir jaman. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Terkait dengan penelitian ini, peneliti mengucapkan terimakasih pada berbagai pihak yang telah membantu selama proses pengerjaan penelitian ini. Untuk itu, peneliti mengucapkan terimakasih terutama kepada :
1. Kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, petolongan dan kemudahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Terimakasih Allah telah memberikan kesempatan bagiku untuk sampai di penghujung awal perjuanganku. Terimakasih Allah selalu memberi kemudahan meski diri ini selalu berbuat salah.
2. Bapak Dr. Arief Mufraini, M.Si, Lc selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku dosen pembimbing akademik. Terimaksih untuk arahan dan saran selama saya berproses di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si Selaku Ketua Jurusan Ekonomi Syariah. Terima kasih sudah menyetujui judul yang saya ajukan pak Yoghi.
4. Bapak Dr. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Terima Kasih sudah membimbing saya dalam pembuatan skripsi, meluangkan waktu dan memberi banyak solusi dari permasalahan yang saya hadapi dalam pembuatan skripsi ini, sampai akhirnya skripsi ini selesai. Saya merasa beruntung dibimbing skripsi oleh bapak.
v
5. Teruntuk Mamah dan Bapak tercinta yang selalu menjadi perhiasan indah yang menyinari anaknya dalam keadaan apapun. Kupersembahkan karya kecil ini untuk Mamah dan Bapak yang selalu memberikan cinta kasih, dorongan, semangat dan pengorbanan yang tak akan terganti. Terima kasih untuk mengabulkan berbagai permintaan untuk fokus dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini bisa menjadi salah satu kado atas perjuangan Mamah dan Bapak dalam menyekolahkanku sampai di tingkat universitas. Maafkan anakmu Bapak, Mamah, ananda masih saja menyusahkanmu. I love you!
6. Segenap keluraga yakni, kakakku Lia, terima kasih untuk semangat, motivasi dan bantuan dalam pengerjaan skripsi ini (love and big hug). Untuk bibiku Titin, terimakasih sudah berbagi cerita skripsi, semangat dan motivasinya.(big hug). Untuk sepupuku Azka dan Rey yang ganteng, lucu dan ngangenin yang membuatku semangat untuk cepat menyelesaikan revisi skripsi agar cepat pulang ke rumah dan bertemu mereka.(kiss from anteu). Dan untuk ua yang sudah meberikan perhatian selama proses pengerjaan skripsi ini.
7. Teruntuk Fadhli, terima kasih untuk selalu memberikan semangat, motivasi dan bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat selesai. Terima kasih sudah menjadi teman dekat untuk berkeluh kesah ketika menghadapi kesulitan dan kejenuhan dalam pengerjaan skripsi ini. Terima kasih untuk selalu membersamaiku dengan kesabaranmu. You are my favorite!
8. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan pengetahuan yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan.
9. Teman–teman “Man Jadda” terima kasih untuk semangat, motivasi dan segalanya yang tidak bisa kusebut. I love you to the moon and back.
10.Seluruh teman-teman seperjuangan konsentrasi Ekonomi Moneter Syariah Angkatan 2013
vi
12.Seluruh teman-teman seperjuangan jurusan Ekonomi Syariah Angkatan 2013 terimaksih untuk semangat, motivasi, dukungan dan kehadiran kalian selama ini (big hug).
Meskipun demikian, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis membutuhkan kritik atau saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak dan dapat menjadi amal shaleh bagi penulis.
Jakarta, 29 Maret 2017
vii DAFTAR ISI COVER
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i
ABSTRACT ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR GRAFIK ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. Landasan Teori ... 12
1. Kebijakan Moneter ... 12
viii
3. Tahapan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ... 15
4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ... 17
5. Kebijakan Moneter Syariah ... 22
6. Instrumen Kebijakan Moneter Syariah ... 23
7. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah ... 28
8. Instrumen Kebijakan Moneter Syariah di Indonesia ... 28
9. Perbankan Syariah dan Pembiayaan Bank Syariah ... 36
10.Sektor Riil ... 44
B. Keterkaitan Antar Variabel ... 46
C. Penelitian Terdahulu ... 48
D. Kerangka Penelitian ... 56
E. Hipotesis ... 55
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 57
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 57
B. Jenis dan Sumber Data ... 57
C. Metode Pengumpulan Data ... 58
D. Metode Analisis Data ... 58
E. Model Penelitian ... 64
F. Operasional Variabel Penelitian ... 64
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 67
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 67
1. Perkembangan Indeks Produksi Industri (IPI) ... 67
ix
3. Perkembangan SBIS ... 69
4. Perkembangan PUAS ... 70
B. Analisis Uji Ekonometrik ... 72
1. Uji Stasioneritas Data ... 72
2. Penentuan Lag Optimal ... 73
3. Uji Stabilitas VAR ... 74
4. Uji Kointegrasi ... 74
5. Uji Kausalitas Granger ... 75
6. Uji Vector Error Correction Model (VECM) ... 76
7. Uji Impulse Response Function (IRF) ... 79
8. Uji Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ... 81
C. Pembahasan ... 82 BAB V : PENUTUP ... 90 A. Kesimpulan ... 90 B. Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA ... 93 LAMPIRAN ... 96
x
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
4.1 Uji Stasioneritas Data pada Level 73
4.2 Uji Stasioneritas Data pada First Difference 73
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Perhitungan Imbalan SBIS 33
2.2 Kerangka Penelitian 55
xii
DAFTAR GRAFIK
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia 3
1.2 Komposisi Pembiayaan Bank Syariah Berdasarkan Akad 4 Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Istishna dan Ijarah 1.3 Pertumbuhan Indeks Produksi Industri (IPI), Pembiayaan 7
Bank Syariah, Fee SBIS dan PUAS periode 2011 – 2015 1.4 Tingkat Imbal Hasil SBIS dan PUAS periode 2011 – 2015 6 4.1 Pekembangan Indeks Produksi Industri (IPI) Indonesia 68
4.2 Pekembangan Pembiayaan Bank Syariah 69
4.3 Pekembangan Tingkat fee SBIS 70
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1. Uji Stasioneritas Data 96
2. Uji Lag Optimal 99
3. Uji Stabilitas VAR 100
4. Uji Kointegrasi 101
5. Uji Kausalitas Granger 104
6. Uji Estimasi VECM 105
7. Uji Impulse Response Function (IRF) 108
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perekonomian dalam pandangan Islam adalah kegiatan yang
bersifat aktif. Islam melarang penimbunan harta dan uang karena hal
tersebut membawa pengaruh buruk pada sosial, penimbunan harta atau
uang akan menyebabkan terhambatnya kesejahteraan pada masyarakat.
(Fitriani dkk, 2012). Islam mengatur perekonomian berdasar dengan apa
yang tercantum dalam Al-Quran dan Hadis.
Sugianto dkk (2015) menyatakan bahwa dalam konteks ekonomi
Islam, sektor moneter haruslah memiliki keterkaitan dengan sektor riil.
Karena jika sektor moneter tidak memiliki dampak langsung terhadap
ekonomi sektor riil, dapat dipastikan bahwa ekonomi berkembang dalam
lingkaran ribawi. Dalam Islam, sektor moneter dan sektor riil haruslah
seimbang, karena jika sektor moneter tidak diimbangi oleh sektor riil maka
akan tercipta buble economy yang akan mengarah pada krisis ekonomi.
Sektor moneter adalah kebijakan yang dibuat oleh bank sentral dalam
mempengaruhi kondisi makro yang dilaksanakan melalui pasar uang.
Sementara sektor riil merupakan representasi dari tingkat produktifitas
masyarakat atau jumlah barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat.
Pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia memiliki kewajiban
dalam pengendalian moneter, Bank Indonesia memiliki tugas untuk
2
moneter. Kebijakan moneter suatu bank sentral atau otoritas moneter
dimaksudkan untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi riil dan harga
melalui mekanisme transmisi yang terjadi. (Sugianto dkk, 2015). Dalam
menjalankan kebijakannya otoritas moneter memerlukan mekanisme jalur
yang disebut dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter. Menurut
Warjiyo (2004) mekanisme perubahan kebijakan moneter hingga
memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi disebut sebagai
mekanisme transmisi kebijakan moneter. Ada lima jalur transmisi
kebijakan moneter diantaranya adalah: jalur suku bunga, jalur harga asset,
jalur kredit, jalur nilai tukar dan jalur ekspektasi.
Interaksi dalam transmisi kebijakan moneter terjadi melalui dua
tahap yaitu interaksi antara otoritas moneter dengan perbankan dan
lembaga keuangan serta interaksi antara perbankan dan lembaga keuangan
dengan para pelaku ekonomi di sektor riil. (Sangidi, 2014)
Berdasarkan UU perbankan No. 10 tahun 1998 Indonesia telah
melaksanakan sistem perbankan ganda di mana bank konvensional dan
bank syariah dapat beroperasi berdampingan. Kemudian berdasarkan UU
Bank Indonesia No. 23 tahun 1999, Bank Indonesia diberi amanah untuk
menjalankan sistem moneter ganda yaitu sistem moneter konvensional dan
sistem moneter syariah. (Zein, 2015). Sejak saat itu perbankan syariah dan
keuangan syariah berkembang pesat. Perkembangan perbankan syariah di
Indonesia dapat dilihat dari jumlah aset, dana pihak ketiga, dan
3
(BUS dan UUS) mencapai 296,262 miliar rupiah, pembiayaan yang
disalurkan mencapai 212,996 miliar rupiah, dan DPK tumbuh mencapai
231,175 miliar rupiah.
Grafik 1.1. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Perkembangan industri perbankan syariah yang terus meningkat
dari tahun ke tahun mengakibatkan transmisi kebijakan moneter tidak
hanya memengaruhi perbankan konvensional tetapi juga memengaruhi
perbankan syariah, sehingga Bank Indonesia memiliki tanggung jawab
untuk menjalankan operasi moneter ganda baik secara konvensional
maupun syariah. (Setiawan dan Karsinah, 2016).
Perbankan syariah merupakan lembaga keuangan yang memiliki
fungsi sebagai financial intermediary bagi sektor riil. Perbankan syariah
mendorong perkembangan sektor riil melalui produk-produk yang dimiliki
perbankan syariah, terutama adalah produk pembiayaan. Pembiayaan yang
2010 2011 2012 2013 2014 2015 DPK 76,036 115,415 147,512 183,534 217,858 231,175 Financing 94,884 102,655 147,505 184,122 199,330 212,996 Aset 97,519 145,467 195,018 242,276 272,343 296,262 0 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 DPK Financing Aset
4
diberikan oleh perbankan syariah adalah pembiayaan produktif dan
pembiayaan konsumtif. Salah satu produk pembiayaan bank syariah yang
berguna untuk mendorong pertumbuhan sektor riil adalah produk
pembiayaan bank syariah yang bersifat produktif seperti Mudharabah dan
Musyarakah.
Sistem keuangan di Indonesia didominasi oleh perbankan, untuk
itu transmisi kebijakan moneter ganda melaui jalur kredit atau pembiayaan
bank syariah dirasa sangat penting. Karena pembiayaan bank syariah
ditujukan untuk kegiatan ekonomi sektor riil. Untuk itu, jalur pembiayaan
bank syariah diharapkan mampu meningkatlan pertumbuhan ekonomi
sektor riil dengan meningkatnya produktifitas masyarakat akan barang dan
jasa.
Grafik 1.2. Komposisi Pembiayaan Bank Syariah Berdasarkan Akad Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Istishna dan Ijarah
Sumber : Statistik Perbankan Syariah OJK
0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 140,000 2011 2012 2013 2014 2015 Murabahah Mudharabah Musyarakah Istishna Ijarah
5
Namun, dalam faktanya pembiayaan yang disalurkan perbankan
syariah lebih banyak disalurkan kepada pembiayaan yang bersifat
konsumtif, seperti pembiayaan Murabahah daripada pembiayaan bank
syariah yang bersifat produktif seperti Mudharabah dan Musyarakah.
Berdasarkan data yang dicatatkan oleh Statistik Perbankan Syariah (SPS)
OJK, hingga akhir tahun 2015, pembiayaan yang disalurkan pada akad
Murabahah adalah 122,111 miliar rupiah, sementara pembiayaan yang
disalurkan pada akad Mudharabah hanya sekitar 14,820 miliar rupiah, dan
pembiayaan pada akad Musyarakah sebesar 60,713 miliar rupiah.
Suatu perekonomian akan tumbuh apabila fungsi intermediasi
perbankan berjalan baik. Data menunjukkan bahwa pembiayaan perbankan
syariah hanya terkonsentrasi pada pembiayaan Murabahah yang bersifat
konsumtif. Sedangkan pembiayaan bagi hasil seperti Mudharabah dan
Musyarakah yang bersifat produktif masih rendah. Padahal pembiayaan
bagi hasil merupakan pembiayaan modal kerja yang dapat
merepresentasikan sektor riil karena pembiayaan bagi hasil ditujukan
untuk pengembangan sektor riil.
Salah satu indikator yang dapat melihat perkembangan sektor riil
adalah Indeks Produksi Industri (IPI). Indeks Produksi Industri (IPI)
adalah salah satu indikator ekonomi makro yang menghitung output
produksi riil dari sektor industri pertambangan, manufaktur dan industri
lainnya seperti migas dan listrik. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
6
perusahaan industri yang terpilih menjadi sampel survei industri besar dan
sedang bulanan dengan menggunakan kuesioner berbentuk shuttle form.
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mencatatkan bahwa pertumbuhan
Indeks Produksi Industri (IPI) meningkat tiap tahunnya sebagaimana yang
terlihat pada Grafik 1.3.
Pada tahun 2000, dari sisi moneter Bank Indonesia
memperkenalkan instrumen moneter syariah yang pertama yaitu Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang menggunakan akad wadi‟ah.
Dengan semakin berkembangnya keuangan dan perbankan syariah, pada
tahun 2008 Bank Indonesia mengganti SWBI dengan instrumen moneter
syariah yang lebih baik yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Berbeda dengan SWBI, SBIS menggunakan Akad Ju‟alah, yang dimaksud
dengan Akad Ju‟alah yaitu janji atau komitmen untuk memberikan reward
tertentu atas pencapaian hasil yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Fee
SBIS saat ini masih merujuk pada tingkat suku bunga SBI. Tingkat fee
SBIS berperan sebagai rate kebijakan untuk bank syariah yang akan
memengaruhi pendanaan dan pembiayaan melalui Pasar Uang Antarbank
Syariah (PUAS) dan kemudian memengaruhi biaya dana perbankan dalam
menyalurkan pembiayaannya. (Sangidi, 2014).
Berdasarkan Grafik 1.3 terlihat bahwa pertumbuhan Indeks
Produksi Industri (IPI) dan total pembiayaan bank syariah cenderung
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data yang dicatatkan
7
Produksi Industri (IPI) sebesar 102,89 yang kemudian terus mengalami
peningkatan yaitu pada 2012 sebesar 114,12, pada 2013 sebesar 117,36,
pada 2014 sebesar 124,94 dan hingga akhir 2015 sebesar 126,84.
Kemudian berdasarkan data yang dicatatkan oleh Statistik Perbankan
Syariah (SPS) OJK, pembiayaan bank syariah pada 2011 sebesar 102,655
miliar rupiah yang kemudian terus mengalami peningkatan yaitu pada
2012 sebesar 147,505 miliar, pada 2013 sebesar 184,122 miliar, pada 2014
sebesar 199,330 miliar, dan pada tahun 2015 sebesar 212,996 miliar.
Grafik 1.3 Pertumbuhan Indeks Produksi Industri (IPI), Pembiayaan Bank Syariah, Fee SBIS dan PUAS periode 2011 – 2015
Sumber : SPS (OJK), SEKI-BI, BPS (data diolah)
Di sisi lain, tingkat imbal hasil di Pasar Uang Antarbank Syariah
(PUAS) sejalan dengan tingkat imbal hasil pada Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS). Tingkat imbal hasil pada instrumen moneter syariah yaitu
SBIS dan PUAS berfluktuasi namun cenderung mengalami kenaikan pada
periode 2011 – 2015. Fee SBIS mengalami kenaikan yang signifikan pada
tahun 2013 menjadi 7,22% dari tahun sebelumnya sebesar 4,8%. Fee SBIS
0 1 2 3 4 5 6 7 8 2011 2012 2013 2014 2015 pembiayaan IPI SBIS PUAS
8
juga mengalami kenaikan pada akhir tahun 2015 sebesar 7,1% dari tahun
sebelumnya sebesar 6,9%. Begitu pula dengan tingkat imbal hasil pada
Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) yang mengalami kenaikan yang
signifikan pada tahun 2013 menjadi 6,25% dari tahun sebelumnya sebesar
4,22%.
Kenaikan tingkat Indeks Produksi Industri (IPI) serta kenaikan
pembiayaan perbankan syariah yang terjadi pada periode yang sama
menarik minat peneliti untuk menganalisis apakah terdapat hubungan
positif antara pembiayaan bank syariah dengan Indeks Produksi Industri
(IPI). Di sisi lain, instrumen moneter syariah seperti SBIS dan PUAS juga
cenderung mengalami kenaikan pada periode yang sama, hal ini menarik
minat peneliti untuk menganalisis bagaimana pengaruh kebijakan moneter
syariah melalui jalur pembiayaan bank syariah terhadap sektor riil yang
direpresentasikan oleh Indeks Produksi Industri (IPI).
Kajian mengenai pengaruh kebijakan moneter syariah melalui jalur
pembiayaan bank syariah telah banyak dilakukan. Diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan Ascarya (2012) yang mengatakan variabel
syariah seperti pembiayaan bank syraiah, PUAS dan SBIS berpengaruh
signifikan positif terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh Indeks
Produksi Industri (IPI). Sementara itu penelitian yang dilakukan Setiawan
(2016) menunjukkan bahwa variabel pembiayaan dan PUAS berpengaruh
positif terhadap sektor riil, sementara variabel SBIS berpengaruh negatif
9
penelitiannya menghasilkan bahwa variabel SBIS berpenagruh signifikan
positif terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh Produk Domestik
Bruto (PDB).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti akan melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Kebijakan Moneter Syariah Terhadap Indeks Produksi Industri Tahun 2011 - 2016” untuk melihat
bagaimana pengaruh dari kebijakan moneter syariah melalui jalur
pembiayaan terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh Indeks
Produksi Industri (IPI) dalam jangka panjang dan jangka pendek.
B. Rumusan Masalah
Perkembangan sektor keuangan semakin meningkat seiring dengan
adanya sistem perbankan ganda di Indonesia. Dalam sistem ekonomi
Islami tujuan dari aktivitas ekonomi adalah untuk mendukung kegiatan
produktif. Untuk itu, instrumen moneter syariah dan pembiayaan bank
syariah diharapkan mampu mendorong pertumbuhan di sektor riil agar
tercipta keterkaitan atau keseimbangan antara sektor riil dengan sektor
moneter.
Bank Indonesia selaku otoritas moneter memliki kewajiban dalam
pengendalian moneter untuk menjaga kestabilan moneter. Dalam
kebijakannya Bank Indonesia memiliki instrumen moneter syariah salah
satunya adalah SBIS yang menggunakan Akad Ju‟alah di mana tingkat fee
SBIS berperan sebagai rate kebijakan bagi pembiayaan dan pendanaan
10
kemudian akan berpengaruh pada tingkat pendanaan dan pembiayaan bank
syariah yang diberikan pada masyarakat.
Dari penjelasan di atas, Penelitian ini berfokus pada variabel SBIS
dan PUAS sebagai instrumen moneter syariah dan pembiayaan bank
syariah dalam mempengaruhi variabel Indeks Produksi Industri (IPI).
Maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Pengaruh SBIS dalam mekanisme transmisi kebijakan
moneter syariah terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh
Indeks Produksi Industri (IPI) ?
2. Bagaimana Pengaruh PUAS dalam mekanisme transmisi kebijakan
moneter syariah terhadap sektor riil yang direpresentasikan oleh
Indeks Produksi Industri (IPI) ?
3. Bagaimana Pengaruh pembiayaan bank syariah dalam mekanisme
transmisi kebijakan moneter syariah terhadap sektor riil yang
direpresentasikan oleh Indeks Produksi Industri (IPI) ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menambah penelitian di bidang
Moneter Syariah, menambah referensi keilmuan di bidang Moneter
Syariah. Berdasarkan perumusan masalah yang disebutkan, maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
11
2. Menganalisis pengaruh Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
terhadap Indeks Produksi Industri (IPI).
3. Menganalisis pengaruh pembiayaan bank syariah terhadap Indeks
Produksi Industri (IPI).
D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Praktis
Bagi para ekonom, penelitian ini diharpakan dapat memberikan
sumbangan dalam memprediksi kondisi dalam bidang moneter syariah.
Bagi pemerintah, penelitian ini dharapkan dapat memberikan informasi
bagi dalam merumuskan kebijakan moneter yang lebih baik.
b. Manfaat Akademis
Penelitian ini berkaitan dengan bidang ilmu ekonomi Islam khususnya
moneter syariah, untuk itu penelitian ini diharapakan dapat
memberikan manfaat sebagai tambahan sumber referensi di bidang
akademis.
c. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang
telah didapat selama proses belajar di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Serta diharapkan penelitian ini bisa memberikan
manfaat sebagai referensi bagi para peneliti selanjutnya yang akan
12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori
1. Kebiijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan otoritas moneter atau
bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk
mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan.
Dalam praktek, perkembangan kegiatan perekonomian yang
diinginkan tersebut adalah stabilitas ekonomi makro antara lain
dicerminkan oleh stabilitas harga (inflasi), membaiknya perkembangan
output riil serta cukup luasnya kesempatan kerja yang tersedia
(Warjiyo dan Soliki, 2003). Tindakan bank sentral dalam
mempengaruhi kondisi makro ekonomi seperti inflasi dan
pertumbuhan ekonomi dilakukan melalui pengaturan penciptaan uang
atau jumlah uang beredar. Pengaturan jumlah uang beredar oleh bank
sentral dilakukan dengan menambah atau mengurangi jumlah uang
beredar. Kebijakan moneter dalam mengatur jumlah uang beredar
dibagi menjadi dua yaitu :
a. Kebijakan Moneter Ekspansif
Kebijakan Moneter Ekspansif adalah upaya pemerintah
dalam hal ini bank sentral dalam rangka menambah jumlah uang
beredar di masyarakat. Kebijakan ini dilakukan pemerintah untuk
13
permintaan masyarakat. Kebijakan moneter ekspansif dilakukan
ketika perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan
moneter ekspansif biasa disebut juga dengan kebijakan moneter
longgar (easy money policy).
b. Kebijakan Moneter Kontraktif
Kebijakan Moneter Kontraktif adalah kebijakan moneter
yang dilakukan pemerintah dalam hal ini bank sentral dalam
rangka mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat. Kebijakan
ini dilakukan ketika perekonomian mengalami inflasi. Kebijakan
moneter kontraktif biasa juga disebut dengan kebijakan uang ketat
(tight money policy).
2. Instrumen Kebijakan Moneter
Menurut Pohan (2008), terdapat lima instrumen kebijakan moneter,
yaitu sebagai berikut :
a. Cadangan Wajib (Reserve Requirement)
Merupakan ketentuan bank sentral yang mewajibkan
bank-bank untuk memelihara sejumlah alat-alat likuid (reserve) sebesar
persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil
persentasenya, semakin besar kemampuan bank memanfaatkan
reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih
besar kepada masyarakat. Begitu pula sebaliknya, semakin besar
persentasenya, semakin berkurang kemampuan bank untuk
14
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah uang
beredar.
b. Operasi Pasar Terbuka (OPT)
Operasi pasar terbuka adalah kegiatan bank sentral
melakukan jual beli surat-surat berharga jangka pendek dalam
rangka mengatur jumlah uang beredar atau suku bunga jangka
pendek. Apabila bank sentral bermaksud mengurangi jumlah uang
beredar, bank sentral akan menjual surat-surat berharga kepada
bank-bank agar reserve bank-bank berkurang sehingga
kemampuan bank-bank memberikan pinjaman menurun.
Sebaliknya, untuk menambah jumlah uang beredar, bank sentral
akan membeli surat-surat berharga untuk meningkatkan
kemampuan bank-bank memberikan pinjaman sehingga jumlah
uang beredar meningkat.
c. Fasilitas Diskonto
Fasilitas diskonto adalah kebijakan moneter bank sentral
untuk mempengaruhi jumlah uang beredar melalui pengaturan
suku bunga pemberian kredit bank sentral kepada bank-bank.
Apabila bank sentral menetapkan tingkat diskonto lebih tinggi,
bank-bank akan mengurangi permintaan kredit dari bank sentral
yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuan bank-bank
memberikan pinjaman sehingga jumlah uang beredar menurun.
15
d. Intervensi Valuta Asing
Merupakan kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi
jumlah uang beredar dengan melakukan jual beli valuta asing
menggunakan mata uang sendiri. Dalam sistem nilai tukar
mengambang, intervensi jual valuta asing adalah untuk mengurangi
kecenderungan menguatnya mata uang sendiri.
e. Moral Suasion
Imbauan ini bersifat tidak mengikat, tetapi sebagai lembaga
yang kredibel imbauan bank sentral yang memiliki dampak cukup
efektif dalam kebijakan moneter. Bank sentral atau otoritas
moneter memberi imbauan kepada perbankan untuk melakukan
langkah tertentu yang dibutuhkan.
3. Tahapan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Pada dasarnya transmisi kebijakan moneter merupakan interaksi
antara bank sentral sebagai otoritas moneter dengan perbankan dan
lembaga keuangan lainnya, serta pelaku ekonomi lainnya di sektor riil.
Interaksi ini terjadi melalui dua tahapan proses perputaran uang. Pertama,
interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan lembaga keuangan
lainnya dalam berbagai transaksi di pasar keuangan. Kedua, interaksi yang
berkaitan dengan fungsi intermediasi antara industri perbankan dan
lembaga keuangan lainnya dengan para pelaku ekonomi dalam berbagai
16
Tahap pertama dari interaksi di pasar keuangan terjadi di sistem
pengendalian moneter tidak langsung yang umum dilakukan yaitu melalui
lembaga keuangan perantara (industri perbankan). Di satu sisi, bank
sentral melakukan operasi moneter melalui transaksi keuangan dengan
industri perbankan, sedangkan di sisi lain, perbankan dan lembaga
keuangan lainnya melakukan transaksi keuangan dalam portofolio
investasinya. Interaksi ini akan terjadi melalui pasar keuangan atau pasar
valuta asing. Interaksi antara bank sentral dengan perbankan sedemikian
rupa akan mempengaruhi volume maupun harga-harga aset (suku bunga,
nilai tukar, kewajiban hasil dan harga saham).
Tahap kedua dari interaksi transmisi kebijakan moneter melibatkan
dunia perbankan dengan para pelaku ekonomi di sektor riil. Dalam
konteks ini, perbankan bertindak sebagai lembaga intermediasi, yaitu
memobilisasi dana pihak ketiga dalam bentuk tabungan atau deposito dan
menyalurkannya kepada debitur atau dunia usaha. Dari perspektif
mobilisasi, interaksi ini akan mempengaruhi tingkat suku bunga, volume
tabungan dan deposito yang merupakan bagian dari uang beredar M1
(dalam arti sempit) dan M2 (dalam arti luas). Dalam kondisi di mana
perbankan ingin meningkatkan tabungan atau deposito mereka, cateris
paribus, suku bunga akan dinaikkan untuk merangsang preferensi
simpanan masyarakat. Sementara dari sisi kredit, interaksi tersebut akan
mempengaruhi pertumbuhan kredit atau pembiayaan perbankan. Jika bank
17
suku bunga akan turun sedemikian sehingga mendorong peningkatan
masyarakat untuk meminjam atau untuk memiliki pembiayaan dari bank.
(Sugianto dkk, 2015)
4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Menurut Simorangkir (2014), kajian mengenai mekanisme
transmisi kebijakan moneter mengacu pada peranan uang dalam
perekonomian dalam teori kuantitas uang. Teori tersebut menggambarkan
analisis hubungan langsung antara jumlah uang beredar dengan inflasi, di
mana keseimbangan tersebut dibuat dalam persamaan :
MV = PT
Jumlah uang beredar (M) yang dikalikan dengan tingkat perputaran
uang (V) sama dengan volume output atau transaksi riil (T) yang dikalikan
dengan tingkat harga (P). Jumlah uang beredar yang digunakan dalam
kegiatan perekonomian sama dengan jumlah output yang dihasilkan
berdasarkan harga berlaku.
Dalam jangka pendek, jumlah uang beredar akan mempengaruhi
perkembangan output, sedangkan pada jangka menengah akan mendorong
kenaikan inflasi yang pada akhirnya akan menurunkan perkembangan
output riil. Dalam jangka panjang, pertumbuhan jumlah uang beredar akan
mendorong laju inflasi dan tidak berpengaruh pada perkembangan output.
Menurut Simorangkir (2014), selain jalur moneter langsung (direct
monetary channel) mekanisme transmisi pada umumnya juga dapat terjadi
18
a. Jalur Suku Bunga
Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku
bunga menekankan bahwa kebijakan moneter dapat mempengaruhi
permintaan agregat melalui perubahan suku bunga. Dalam hal ini,
pengaruh perubahan suku bunga jangka pendek ditransmisikan
pada suku bunga jangka menengah-panjang melalui mekanisme
penyeimbangan sisi permintaan dan penawaran di pasar uang.
Perkembangan suku bunga tersebut akan memepengaruhi cost of
capital yang pada gilirannya akan mempengaruhi pengeluaran
invesatsi dan konsumsi yang merupakan komponen dari
permintaan agregat.
b. Jalur Nilai Tukar
Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur nilai
tukar menekankan bahwa pergerakan nilai tukar dapat
mempengaruhi perkembangan permintaan dan penawaran agregat
dan selanjutnya mempengaruhi output dan harga. Besar kecilnya
pengaruh pergerakan nilai tukar tergantung pada sistem nilai tukar
yang dianut oleh suatu Negara. Misalnya, dalam sistem nilai tukar
mengambang, kebijakan moeter ekspansif oleh bank sentral akan
mendorong depresiasi mata uang domestik dan meningkatkan
harga barang ekspor/impor. Hal itu selanjutnya akan mendorong
kenaikan harga barang domestik walaupun tidak terdapat ekspansi
19
Sementara itu, dalam sistem nilai tukar mengambang
terkendali, pengaruh kebijakan moneter pada perkembangan output
riil dan inflasi menjadi semakin lemah (dengan time lag [tenggat
waktu] yang lama), terutama apabila terdapat substitusi yang tidak
sempurna antara aset domestik dan aset luar negeri.
c. Jalur Harga Aset
Mekanisme transmisi melalui jalur harga aset menekankan
bahwa kebijakan moneter berpengaruh pada perubahan harga aset
dan kekayaan masyarakat yang selanjutnya mempengaruhi
pengeluaran investasi dan konsumsi. Apabila bank sentral
melakukan kebijakan moneter kontraktif, kebijakan tersebut akan
mendorong peningkatan suku bunga yang pada gilirannya akan
menekan harga pasar aset perusahaan. Penurunan harga aset dapat
berakibat pada dua hal. Pertama, mengurangi kemampuan
perusahaan untuk melakukan ekspansi. Kedua, menurunkan nilai
kekayaan dan pendapatan yang gilirannya mengurangi pengeluaran
konsumsi. Secara keseluruhan, kedua hal tersebut berdampak pada
penurunan pengeluaran agregat.
d. Jalur Kredit
Mekanisme transmisi melalui jalur kredit menekankan
bahwa pengaruh kebijakan moneter terhadap output dan harga
terjadi melalui kredit perbankan. Transmisinya dapat dibedakan
20
bank) yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kredit
karena kondisi keuangan bank, khususnya sisi aset. Kedua, firms
balance sheet channel (jalur neraca perusahaan) yang menekankan
pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan perusahaan,
seperti cash flow (arus kas) dan leverage (rasio utang terhadap
modal), dan selanjutnya mempengaruhi akses perusahaan untuk
mendapatkan kredit.
Menurut jalur pinjaman bank, selain sisi aset, sisi liabilitas
bank juga merupakan komponen penting dalam mekanisme
transmisi kebijakan moneter. Apabila bank sentral melaksanakan
kebijakan moneter kontraktif, misalnya, melalui peningkatan rasio
giro wajib minimum di bank sentral, cadangan yang ada di bank
akan mengalami penuruanan sehingga loanable fund (dana yang
apat dipinjamkan) oleh bank akan mengalami penurunan. Apabila
hal tersebut tidak diatasi dengan melakukan penambahan dana atau
pengurangan surat-surat berharga, kemampuan bank untuk
memberkan pinjaman akan menurun. Kondisi ini menyebabkan
penurunan investasi dan selanjutnya mendorong penurunan output.
Sementara itu, jalur neraca perusahaan menekankan bahwa
kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral akan
memengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Dalam hal ini, apabila
bank sentral melakukan kebijakan moneter ekspansif, suku bunga
21
peningkatan. Sejalan dengan peningkatan harga saham tersebut,
nilai pasar dari modal peusahaan akan meningkat dan rasio
leverage perusahaan menurun, yang selanjutnya memperbaiki
tingkat kelayakan permohonan kredit yang diajukan perusahaan
kepada bank. Kondisi itu mendorong peningkatan pemberian kredit
oleh bank yang selanjutnya meningkatkan investasi dan pada
akhirnya meningkatkan output.
e. Jalur Ekspektasi
Mekanisme transmisi melalui jalur ekspektasi menekankan
bahwa kebijakan moneter dapat diarahkan untuk mempengaruhi
pembentukan ekspektasi mengenai inflasi dan kegiatan ekonomi.
Kondisi tersebut memengaruhi perilaku agen-agen ekonomi dalam
melakukan keputusan konsumsi dan investasi, yang pada
gilirannya akan mendorong perubahan permintaan agregat dan
inflasi. Sebagai contoh, dalam hal bank sentral menempuh
kebijakan moneter ekspansif, kenaikan jumlah uang beredar akan
mendorong naiknya laju inflasi. Dengan harga-harga yang
meningkat, ekspektasi inflasi masyarakat akan meningkat pula, dan
selanjutnya, apabila tidak diatasi dengan kebijakan moneter
kontraktif, kebijakan moneter ekspansif akan mendorong laju
22 5. Kebijkan Moneter Syariah
Dalam sejarah Islam, kebijakan moneter tersirat secara jelas dalam
kehidupan Rasulullah saw dan para sahabat Khulafau Ar-Rosyidin. Seperti
halnya Khalifah Umar yang telah mengatur sektor moneter dengan
berbagai peraturan diantaranya adalah. Pertama, melarang segala bentuk
tindakan yang berdampak pada bertambahnya gejolak dalam daya beli dan
ketidakstabilan nilai uang. Kedua, melarang pemalsuan uang. Ketiga,
melakukan perlindungan pada inflasi dengan cara memberikan himbauan
kepada masyarakat untuk melakukan investasi modalnya pada sektor riil,
hidup sederhana dan tidak bergaya hidup berlebih-lebihan. Dan terakhir
adalah mencetak dirham yang sesuai dengan ketentuan Islam, yaitu
sebesar enam daniq (Ningsih, 2013).
Kerangka strategis kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral
banyak dipengaruhi oleh keyakinan bank sentral yang bersangkutan
terhadap suatu proses tertentu mengenai bagaimana kebijakan moneter
berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Proses dimaksud
dikenal dengan sebutan mekanisme transmisi kebijakan moneter.
(Simorangkir, 2014).
Dengan diterbitkannya undang-undang No. 23 tahun 1999 yang
diperkuat oleh undang-undang No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia
yang menyatakan bahwa BI dapat menerapkan kebijakan moneter
23
Bank Indonesia selaku pengambil keputusan untuk menggunakan
instrumen moneter syariah dalam kebijakan moneter syariah.
6. Instrumen Kebijakan Moneter Syariah
Menurut Muhammad (2002) instrumen kebijakan moneter yang dapat
diterapkan dalam perekonomian Islam dapat ditempuh dengan dua
instrumen besar. Pertama, kontrol kuantitatif pada penyaluran kredit, dan
kedua merealisasikan tujuan sosio-ekonomi.
a. Kontrol kuantitatif pada penyaluran kredit
1) Statutory Reserve Requirement
Dalam ekonomi Islam, instrumen discount rate dan
pasar terbuka tidak dapat diterapkan untuk itu instrumen
reserve requirement ini penting. Bank komersial
diwajibkan menempatkan sebagian dananya yang berasal
dari demand deposit pada bank sentral sebagai statutoty
reserve. Reserve requirement ini hanya berlaku pada
demand deposit, bukan pada mudharabah deposit. Ini
dikarenakan mudarabah deposit merupakan penyertaan
(equity) dari penabung pada bank tersebut di mana
dimungkinkan memiliki laba maupun resiko rugi. Dalam
sistem ekonomi yang berlaku saat ini, yang diterapkan
adalah reserve requirement terhadap total deposits.
Sedangkan dalam perekonomian islami, akan lebih mudah
24
penyertaan. Penerapan reserve requirement terhadap total
deposits tidak hanya untuk mengatur jumlah penyaluran
kredit, tetapi juga untuk menjamin keutuhan deposit dan
kecukupan likuiditas. Berdasarkan sistem ekonomi Islami,
hal diatas lebih baik melakukan pembatasan pada
pemanfaatan mudharabah deposits melalui Statutory
Reserve Requirement.
2) Credit Ceiling
Credit Ceiling atau pagu kredit yaitu batasan nilai
kredit tertinggi yang bisa diberikan bank komersial untuk
menjamin bahwa penciptaan kredit total sesuai dengan
target moneter. Dengan hanya mengandalkan reserve
requirement yang memudahkan Bank Sentral melakukan
penyesuaian pada high powered money, belum bisa
menjamin keberhasilan manajemen moneter, karena dapat
terjadi ekspansi kredit melampaui dari jumlah yang
ditargetkan. Hal ini terjadi karena aliran dana yang dapat
diperkirakan dengan tepat hanya bisa masuk dalam sistem
perbankan yang berasal dari bermudharabahnya Bank
Sentral dengan bank komersial.
3) Government Deposits
Untuk memepengaruhi reserves pada bank
25 deposit pemerintah yang ada pada bank sentral kepada dan
dari bank komersial. Instrumen ini mempunyai fungsi yang
mirip dengan fungsi operasi pasar terbuka, yang
mempengaruhi reserves bank komrsial secara tidak
langsung
4) Common Pool
Instrumen Common Pool memiliki kemiripan fungsi
dengan fasilitas rediscounto pada bank konvensional untuk
memecahkan masalah likuiditas. Common Pool yaitu
instrumen yang mensyaratkan bank-bank komersial untuk
menyisihkan sebagian deposit yang dikuasainya dalam
proposi tertentu yang berdasarkan kesepakan bersama guna
menanggulangi masalah likuiditas.
5) Moral Suasion
Moral Suasion yaitu kontak personal, konsultasi dan
pertemuan Bank Sentral dengan bank komersial untuk
memonitor kekuatan dan masalah-masalah yang dihadapi
bank-bank komersial. Dengan instrumen ini Bank Sentral
dapat dengan jelas dan tepat memberikan saran guna
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi perbankan,
sehingga akan memudahkan pencapaian tujuan perbankan
26
6) Equity-Base Instrumens
Equity-Base Instrumens adalah instrumen
berdasarkan penyertaan. Instrumen ini dianjurkan karena
beberapa hal. Pertama, pembelian dan penjualan saham
perusahaan sektor publik tidak menimbulkan keberatan.
Kedua, tidak membutuhkan sekuritas pemerintah secara
mendalam, Ketiga, variasi harga equity-base instrumens
yang dikeluarkan bank sentral pada operasi pasar terbuka
tidak menuntut keuntungan atau pinalti dari pemegang
saham. Keempat, kemungkinan naiknya harga saham yang
dibeli bank sentral dari pemegang saham dapat
menimbulkan tindakan korupsi, khususnya ketika secara
fundamental mereka tidak menyetujuinya.
7) Change in The Profit-And Loss Sharing Ratio
Beberapa sarjana muslim menyarankan variasi rasio
bagi laba dan rugi untuk aktivitas mudarabah yang
dikeluarkan oleh bank sentral kepada bank komersial dan
juga untuk para deposan kepada wirausahawan yang
melakukan transaksi deposit dan pembiayaan dengan akad
mudharabah. Perilaku ini disarankan, karena dalam
mekanisme mudharabah keuntungannya berubah–ubah.
b. Merealisasikan Tujuan Sosio Ekonomi
27
Penciptaan uang merupakan hak prerogratif bank
sentral, hal ini membawa keuntungan bagi bank sentral
karena biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan uang
lebih kecil daripada nilai nominalnya atau dikenal dengan
money seigniorage. oleh karena itu, dengan adanya
seigniorage tersebut, maka sewajarnya bank sentral
menyisihkan sebagian dananya sebagai fay’ atau pajak yang
utamanya digunakan untuk membiayai proyek – proyek
yang dapat memperbaiki kondisi sosial ekonomi
masyarakat.
2) Goal-oriented Allocation of Credit
Alokasi pembiayaan perbankan berdasarkan tujuan
pemanfaatan akan memberikan manfaat yang optimum bagi
semua pelaku bisnis, akan menghasilkan barang dan jasa
yang terdistribusi ke semua lapisan masyarakat. Sehingga
diperlukan skim penjaminan bagi bank dalam berpartisipasi
pada pembiayaan usaha – usaha produktif yang tidak
menyalahi nilai – nilai Islam. Dalam skim penjaminan,
perusahaan diteliti kemampuan berusahanya dan
manajemennya. Bila dirasakan kurang namun memiliki
prospek yang baik, maka dibantu dengan program –
program pelatihan, sehingga perusahaan dapat
28 7. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah
Dalam menjalankan kebijakannya otoritas moneter memerlukan
mekanisme jalur yang disebut dengan mekanisme transmisi kebijakan
moneter Mekanisme tersebut dimulai dari keputusan bank sentral selaku
otoritas moneter untuk melakukan perubahan-perubahan instrumen
moneter beserta target operasionalnya mempengaruhi berbagai variabel
ekonomi dan keuangan. Melalui interaksi bank sentral, lembaga perbankan
dan sektor keuangan, kemudian sektor riil.
Menurut Daniar (2016), berbeda dengan mekanisme kebijakan
moneter konvensional, dalam mekanisme transmisi kebijkan moneter
syariah salah satu cara yang digunakan yaitu dengan pelaksanaan operasi
moneter syariah dengan Operasi Pasar Terbuka (OPT) dengan instrumen
SBIS. Pelaksanaan ini bertujuan untuk mempengaruhi tingkat imbal hasil
Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) yang pada akhirnya
mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. peningkatan pembiayaan
ini diasumsikan mempengaruhi sektor riil yang diharapkan akan mampu
mencapai sasaran kebijakan moneter.
8. Instrumen Kebijakan Moneter Syariah di Indonesia
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 10 tahun 2008 tentang
Operasi Moneter Syariah, bahwa dalam rangka mencapai tujuan dalam
menjaga kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia memiliki tugas untuk
29
menjalankan fungsinya sebagai Bank Sentral, beberapa instrumen moneter
syariah yang dimiliki Bank Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Dalam rangka tujuan menciptakan kestabilan nilai rupiah,
Bank Indonesia memiliki tugas untuk menetapkan dan
menjalankan kehijakan moneter. Untuk mencapai tujuan tersebut
Bank Indonesia dapat melakukan pengendalian moneter
berdasarkan prinsip syariah melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT).
Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian moneter
berdasarkan prinsip syariah melalui operasi pasar terbuka, maka
diperlukan instrumen sertifikat bank Indonesia berdasarkan prinsip
syariah. Pada tahun 2000 Bank Indonesia memperkenalkan Sertifikat Wadi‟ah Bank Indonesia atau SWBI yang menggunakan
aka wadi‟ah. Kemudian pada tahun 2008 Bank Indonesia
mengganti SWBI dengan instrumen yang lebih baik yaitu Setifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang menggunakan akad Ju‟alah.
Berdasarkan pasal 1 ayat 4 dalam Peraturan Bank Indonesia
No. 10 tahun 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disebut SBIS
adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu
pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
30
Berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang
Bank Indonesia yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 3
tahun 2004, Bank Indonesia memiliki tugas untuk memelihara
kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank
Indonesia melakukan pengendalian moneter melalui Operasi Pasar
Terbuka (OPT) yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah.
Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia menciptakan
instrumen Operasi Pasar Terbuka yang berdasarkan prinsip syariah
yang kemudian Bank Indonesia menerbitkan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS).
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan akad Ju‟alah. Akad Ju‟alah
adalah janji atau komitmen untuk memberikan imbalan tertentu
atas pencapaian hasil yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
Berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 64 tahun 2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah, sistem akad Ju‟alah yang digunakan pada
penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah yaitu: Bank Indonesia bertindak sebagai Ja‟il atau pemberi pekerjaan, Bank Syariah
bertindak sebagai Maj’ul laah (penerima pekerjaan) dan objek atau
underlying. Ju‟alah (mahall al-aqd) adalah partisipasi Bank Syariah
untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian
31
menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka
waktu tertentu.
1) Karakteristik SBIS
Karakteristik SBIS adalah sebagai berikut:
a) Menggunakan akad ju'alah
b) Satuan unit sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah)
c) Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan.
d) Diterbitkan tanpa warkat (scripless)
e) Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia
f) Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
2) Mekanisme Penerbitan SBIS
Dalam menjaga kestabilan nilai rupiah, Bank
Indonesia mempunyai peran dalam menyerap kelebihan
dana likuiditas bank-bank syariah melalui penerbitan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) merupakan piranti yang dapat
digunakan oleh bank syariah sebagai sarana penempatan
kelebihan likuiditas sementara sebelum dana yang dikelola
bank syariah tersebut dapat disalurkan untuk pembiayaan
sektor riil.
SBIS diterbitkan melalui sistem lelang. Penerbitan
32
2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Bank
Indonesia–Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi
dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan
penatausahaan surat berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan
Sistem Bank Indonesia –Real Time Gross Settlement.
Menurut PBI No. 10 tahun 2008, Real Time Gross
Settlement adalah suatu sistem transfer dana elektronik
antara peserta dalam mata uang rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika pertransaksi
secara individu.
3) Pihak yang dapat ikut serta dalam lelang SBIS adalah :
a) Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah
(UUS) atau pialang yang bertindak untuk dan atas nama
BUS/UUS; dan
b) BUS atau UUS, baik sebagai peserta langsung maupun
peserta tidak langsung, wajib memenuhi persyaratan
Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan
Bank Indonesia.
Dalam operasi moneter melalui penerbitan SBIS,
Bank Indonesia mengumumkan target penyerapan
33
tertentu bagi yang ikut berpasrtisipasi dalam
pelaksanaannya.
Perhitungan tingkat imbalan yang diberikan pada
Sertifikat Bank Indonesia Syariah mengacu pada tingkat
diskonto hasil lelang SBIS. Perhitungan imbalan SBIS
dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
Gambar 2.1. Perhitungan Imbalan SBIS
(Sumber : Surat Edaran Bank Indonsia No. 10 tahun 2008)
b. Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS)
Menurut pasal 1 Peraturan Bank Indonesia No. 14 tahun
2012 tentang Pasar Uang Antar Bank Syariah. Pasar Uang
Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disingkat
PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek
antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun
valuta asing.
Menurut Fatwa DSN MUI No. 37/DSN-MUI/2002,
pengertian PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka
pendek antarpeserta pasar berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Piranti yang digunakan dalam transaksi Pasar Uang Antar
Bank Syariah (PUAS) adalah Sertifikat Investasi Mudharabah Nilai imbalan SBIS = Nilai Nominal SBIS x (Jangka
34
Antar Bank Syariah (SIMA). Sertifikat Investasi Mudharabah
Antar Bank Syariah ini merupakan instrumen investasi antara bank
yang kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan dengan bank
yang kekurangan dana jangka pendek yang menggunakan akad
Mudharabah.
Pada dasarnya Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dan
Pasar Uang Antarbank Konvensional (PUAK) memiliki
persamaan, yaitu kedua pasar uang tersebut memiliki fungsi yang
sama. PUAS dan PUAK berfungsi sebagai pengatur likuiditas. Jika
bank kelebihan likuiditas maka mereka akan menggunakan
instrumen pasar uang untuk investasi, dan apabila kekurangan
likuiditas akan menerbitkan instrumen untuk mendapatkan dana
tunai. Perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu adalah dalam
hal mekanisme penerbitan dan sifat instrumen itu sendiri. Pada
pasar uang konvensional instrumen yang diterbitkan adalah
instrumen hutang yang dijual dengan diskon dan didasarkan atas
perhitungan bunga sedangkan pasar uang syariah yang diterbitkan
adalah instrumenyang menggunakan akad berdasar prinsip syariah
sesuai dengan kebutuhan dan mengharuskan adanya underlying
asset dalam penerbitan instrumenersebut atau dalam bentuk
penyertaan. (Soemitra, 2014)
Menurut Lestari (2012) instrumen moneter syariah
35
harga dan output suatu negara. Dengan semakin berkembangnya
perbankan syariah, maka diperlukan fasilitas dan peraturan
perbankan syariah yang sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini
dibutuhkan agar operasional perbankan syariah dapat beroperasi
secara sehat dan dapat menjalankan prinsip syariah. Untuk
mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai beberapa
instrumen likuiditas perbankan syariah, yaitu :
1. Giro Wajib Minimum.
2. Kliring.
3. Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS).
4. Sertifikat Bank Indonesia Syariah.
Keempat instrumen tersebut berguna untuk mendukung
kelancaran lalu lintas pembayaran antarbank dan pelaksanaan
kegiatan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS).
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank dapat
mengalami kekurangan dan kelebihan likuiditas. Apabila suatu
bank mengalami kelebihan likuiditas maka bank dapat melakukan
penempatan kelebihan dana likuiditas pada instrumen syariah yang
telah disiapkan oleh Bank Indonesia sehingga bank tersebut dapat
memperoleh keuntungan dari penempatan kelebihan dana likuiditas
tersebut. Sedangkan apabila suatu bank syariah mengalami
36
menerbitkan Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat
IMA) yang merupakan sarana penanaman dana bank syariah.
9. Perbankan Syariah dan Pembiayaan Bank Syariah
Bank syariah beroperasi dimulai dengan kegiatan pengumpulan
dana dari nasabah melalui produk deposito/investasi, titipan giro dan
tabungan. Dana yang terkumpul kemudian diinvestasikan pada dunia
usaha melalui investasi sendiri tanpa bagi hasil (trade financing) dan
investasi dengan pihak lain dengan bagi hasil (investment financing).
Ketika ada hasil berupa keuntungan atau rugi, maka bagian keuntungan
atau kerugian dibagi kembali antara bank dan nasabah pendanaan atau
shahibul maal sesuai dengan akad. (Asngari, 2014).
Prinsip operasi bank syariah berlandaskan pada bagi hasil yakni
melalui profit-loss sharing atau revenue sharing. Bagi hasil akan
mendorong investasi, sehingga distribusi kekayaan dan pendapatan akan
menumbuhkan sektor riil, sehingga produktivitas dan kesempatan kerja
akan meningkat. Dampaknya, tujuan pertumbuhan ekonomi atau kegiatan
ekonomi juga meningkat (Ascarya, 2008).
Bank syariah berfungsi sebagai lembaga intermediasi dalam
memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas investasi
atau jual beli, serta memberikan pelayanan jasa simpanan/perbankan bagi
nasabah. Secara teori, bank syariah menggunakan konsep Two Tier
Mudharabah atau mudarabah dua tingkat, yaitu bank syariah berfungsi dan
37
akad mudharabah pada kegiatan pendanaan atau di sisi passiva maupun
pembiayaan atau di sisi aktiva (Ascarya, 2008).
Perbankan syariah berfungsi sebagai intermediasi keuangan dalam
rangka menjembatani antara pihak-pihak yang mengalami kelebihan dana
dengan pihak yang mengalami kekurangan dana. Dari pembiayan dengan
prinsip bagi hasil diperoleh bagian bagi hasil/laba sesuai kesepakatan awal
(nisbah bagi hasil) dengan prinsip jual beli diperoleh margin keuntungan,
sedangkan dari pembiayaan dengan prinsip sewa diperoleh pendapatan
sewa.
Keseluruhan pendapatan dari pooling fund ini kemudian
dibagihasilkan antara bank dengan semua nasabah yang menitipkan,
menabung, atau menginvestasikan uangnya sesuai dengan kesepakatan
awal. Bagian nasabah atau hak pihak ketiga akan didistribusikan kepada
nasabah, sedangkan bagian bank akan dimasukan kedalam laporan rugi
laba sebagai pendapatan operasi utama. Sementara itu, pendapatan lain,
seperti dari mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dan jasa keuangan
dimasukkan ke dalam laporan rugi laba sebagai pendapatan operasi
lainnya (Ascarya, 2008).
Pendapatan bersih atau laba bank syariah dapat digunakan untuk
memperbesar aset bank syariah untuk mendukung kinerjanya dalam
penarikan dana pihak ketiga dan dalam penyaluran pembiayaan, sehingga
laba yang akan diperoleh di periode berikutnya terus meningkat.