• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI MEDIS 1. Definisi Persalinan Preterm - Fikilhusna BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI MEDIS 1. Definisi Persalinan Preterm - Fikilhusna BAB II"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI MEDIS 1. Definisi Persalinan Preterm

Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang

terjadi pada kehamilan 37 minggu atau kurang. (Wiknjosastro , 2005 ;h.

312).

Persalinan preterm menurut WHO adalah lahirnya bayi sebelum

kehamilan berusia lengkap 37 minggu.(Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009;

h. 7).

Persalinan preterm dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi

uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau dilatasi serviks

serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang

dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid

terakhir.(Oxorn H, 2010; h. 581).

Persalinan preterm adalah persalinan yang dimulai setiap saat

setelah awal minggu gestasi 20 sampai akhir minggu gestasi

ke-37.(Varney H, Kriebs MJ, Gegor LC, 2008 ; h. 782).

2. Faktor Predisposisi

a. Status perkawinan

Persalinan preterm pada ibu yang menikah tidak resmi / sah

meningkat pada semua golongn etnik dan semua golongan usia ibu.

Penyebab pasti belum diketahui, berkaitan dengan faktor psikososial

(2)

USA 40% persalinan preterm terjadi pada ibu-ibu yang tidak menikah,

tetapi mempunyai pasangan hidup bersama, demikian pula di belahan

dunia lain, hubungan pasangan hidup bersama di luar nikah meningkat

dan meningkatkan kejadian persalinan preterm. ( Sofie RK, Jusuf SE,

Adhi P, 2009 ; h.51-52 )

b. Riwayat persalinan preterm

Riwayat kelahiran preterm sangat berkolerasi dengan persalinan

preterm berikutnya. Risiko kelahiran preterm berulang bagi mereka

yang kelahiran pertamanya preterm meningkat tiga kali lipat di banding

dengan wanita yang bayi pertamanya mencapai aterm. ( Cuningham

GF, 2006 ; h. 776).

c. Pertambahan Berat Badan selama kehamilan yang tidak adekuat dan

Indeks Masa Tubuh

Berat Badan (BB) sebelum hamil merupkan perilaku, tetapi

berhubungan dengan pola makan/diet, oleh karena itu dimasukkan

dalam faktor kebiasaan. Bukti menunjukkan bahwa Berat Badan

sebelum hamil rendah berhubungan dengan kejadian persalinan

preterm.

Kenaikan berat badan selama hamil dan Indeks Masa Tubuh

sebelum hamil juga berhubungan dengan kejadian prematuritas.

Berkowitz dan Papiernik (1993) mendapatkan hubungan antara

persalinan preterm dengan pertambahan berat badan selama hamil

yang rendah, wanita yang tidak obese dengan risiko relatif antara 1,5 –

2,5. Ibu dengan Indeks Masa Tubuh rendah (< 19,8) dan kenaikan

(3)

kejadian persalinan preterm 3 kali lipat dibandingkan dengan ibu

Indeks Masa Tubuh normal (19,8 – 26) yang kenaikan berat badan

selama hamilnya rendah. Pertambahan berat badan selama kehamilan

tidak hanya karena naiknya kalori atau deposit lemak, tapi juga akibat

retensi cairan, hal ini menyebabkan hidrasi penting dalam upaya

menurunkan persalinan preterm. ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ;

h. 48-49).

d. Pekerjaan Ibu

Kejadian persalinan preterm lebih rendah pada ibu hamil yang

bukan pekerja dibangdingkan dengan ibu pekerja yang hamil.

Pekerjaan ibu dapat meningkatkan kejadian persalinan preterm baik

melalui kelelahan fisik atau stres yang timbul akibat pekerjaanya. Jenis

pekerjaan yang berpengaruh terhadap peningkatan kejadian

prematuritas adalah bekerja terlalu lama, pekerjaan fisik berat, dan

pekerjaan yang menimbulkan stres seperti berhadapan dengan

konsumen atau terlibat dengan masalah uang/kasir.

Ibu hamil yang bekerja sering dianggap merepotkan dan sering

diminta segera mengambil cuti agar tidak mengganggu kelancaran

pekerjaannya. ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; 46-47).

Menurut Cuningham, faktor pekerjaan ibu juga mempengaruhi

persalinan preterm ( Cuningham GF, et al , 2006 ; p.771 ).

e. Pola kebutuhan sehari-hari

Ibu hamil yang perokok dan peminum alkohol

Merokok dalam kehamilan mempunyai hubungan yang kuat

(4)

dan kematian janin. Akibat langsung terhadap persalinan preterm

hanya jelas terlihat pada ibu yang tetap merokok sampai trimester

akhir kehamilan. Pada ibu yang berhenti merokok segera setelah hamil

atau pada trimerster pertama, tidak didapatkan hasil persalinan yang

buruk.

Risiko persalinan preterm pada perokok meningkat sebanyak 1,2

kali. Akibat merokok aktif tidak jauh berbeda dengan merokok pasif

selama kehamilan. Wanita hamil yang merokok pasif (suaminya

perokok atau bekerja di lingkungan perokok) akan mengalami sulit

tidur, tidur kurang nyenyak dan rasa sulit beernafas dibandingkan ibu

hamil yang tidak terpapar asap rokok.

Pemakaian alkohol semasa kehamilan mempunyai hubungan

erat dengan gangguan pertumbuhan dan cacat janin, demikian juga

dengan kejadian persalinan preterm. Marijuana dan kokain merupakan

obat-obatan yang banyak diteliti dan dihubungkan dengan kejadian

prematuritas.

Pemakai kokain mempunyai kemungkinan prematuritas dua kali

lebih tinggi. Meskipun disebutkan penyebabnya adalah vasokontriksi,

masih harus dipikirkan apakah benar hanya hal itu yang berhubungan

dengan persalinan preterm. Pertama karena ibu hamil pemakai

Narkotika, Psikotropika dan zat aditif lainnya biasanya juga peminum

alkohol, yang sering mempunyai masalah lain seperti infeksi atau

nutrisi yang buruk; kedua, perkiraan memakai kokain bisa lain dengan

memang memakai kokain, termasuk cara pemakainnya. Terbukti

(5)

preterm, tetapi kebenaran data sulit diperoleh, karena pada umumnya

penelitian berdisain restrospektif, sehingga recall sulit atau ada stigma

pada pemakai narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya atau

alkohol. (Sofie RK , Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; 47-48)

f. Faktor nutrisi ibu

Berat badan sebelum hamil rendah ; pertambahan berat badan

kurang dari 10 pon pada minggu ke-20 gestasi ; berat badan turun ;

asupan protein dan kalori yang tidak adekuat. ( Varney H, Kriebs MJ,

Gegor LC, 2008 ; h. 782 )

g. Sosial ekonomi

Perbedaan kejadian persalinan preterm berdasarkan kondisi sosio

- ekonomi telah lama diketahui,yang pada umumnya dengan tingkat

sosio-ekonomi yang cukup baik. Hal ini berkaitan dengan faktor-faktor

lain yang dapat terjadi pada kondisi tersebut seperti kecenderungan

untuk hamil pada usia muda, tidak menikah, mengalami lebih banyak

stres nutrisi yang kurang, tidak dapat memanfaatkan pelayanan

kesehatan,merokok atau pemakaian obat-obatan narkotika, dan

kekerasan fisik ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h.52 ).

Ras bukan kulit putih ; perbedaan antara angka kelahiran

prematur untuk orang berkulit hitam dan berkulit putih tetap ada

walaupun status sosioekonomi bukan merupakan suatu faktor risiko.

Hal ini menggambarkan fakta bahwa wanita berkulit putih yang saat ini

digolongkan dalam kelas menengah, dikandung dan dibesarkan dalam

kemiskinan ; kemungkinan dampak kumulatif kemiskinan dari generasi

(6)

peningkatan angka berat badan lahir rendah pada wanita berkulit hitam

dalam setiap generasi selanjutnya yang dikandung dan dibesarkan

dalam kelas ekonomi menengah. ( Varney H, Kriebs MJ, Gegor LC,

2008 ; h. 782 )

h. Faktor psikis

1) Kecemasan dan Depresi

Penelitian awal tentang pengaruh psiksosial terhadap

kejadian persalinan kurang bulan, yaitu mengenai kecemasan dan

depresi pada ibu, dilakukan oleh Gorsuch dan Key. Mereka

menyatakan bahwa sulit untuk memisahkan faktor tingkat

kecemasan dengan faktor depresi. Dari 11 penelitian prospektif

yang menghubungkan antara tingkat kecemasan ibu dengan

kejadian persalinan preterm, ternyata 9 penelitian menyimpulkan

adanya hubungan antara kecemasan dengan gangguan

pertumbuhan janin, bukan dengan usia kehamilan.

Dole dkk, membuat skoring risiko dari berbagai faktor

kecemasan dan menemukan hanya ibu hamil yang mengalami

kecemasan disertai dengan kenaikan berat badan tidak adekuat

yang berhubungan dengan kejadian persalinan preterm. Di

Indonesia belum ada penelitian nasional (multisenter) yang

menghubungkan kecemasan dan depresi terhadap usia

kehamilan.

2) Stres

Stresor adalah rangsangan eksternal atau internal yang

(7)

Karenanya, secara sederhana sters dapat didefinisikan sebagai

suatu keadaan dimana individu dituntut berespons adaptif.

Stres merupakan suatu keadaan yang menuntut pola respons

individu, karena peristiwa atau rangsangan yang hal tersebut

mengganggu keseimbangannya. Stres ditampilkan antara lain

dengan meningkatnya kegelisahan, ketegangan, kecemasan, sakit

kepala, ketegangan otot, gangguan tidur, meningkatnya tekanan

darah, cepat marah, kelelahan fisik, atau perubahan nafsu makan.

Stres pada ibu dapat meningkatkan kadar katekolamin dan

kortisol yang akan mengaktifkan plasental corticotrophin releasing hormone dan mempresipitasi persalinan melalui jalur biologis. Stres juga mengganggu fungsi imunitas yang dapat menyebabkan

reaksi inflamasi atau infeksi intraamnion dan akhirnya merangsang

proses persalinan. Moutaqin, membuktikan bahwa stres yang

berhubungan dengan kejadian prematuritas adalah adanya

peristiwa kematian, keluarga yang sakit, kekerasan dalam rumah

tangga, atau masalah keuangan. ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P,

2009 ; h.45-46 )

i. Penyakit Medis dan Keadaan Kehamilan

Penyakit ibu, kondisi dan pengobatan medis akan mempengaruhi

keadaan kehamilan dan dapat berhubungan atau meningkatkan

kejadian persalinan preterm. Penyakit sistemik terutama yang

melibatkan sistem peredaran darah, oksigenasi atau nutrisi ibu dapat

menyebabkan gangguan sirkulasi plasenta yang akan mengurangi

(8)

gangguan pertumbuhan janin dalam rahim dan meningkatkan kejadian

pesalinan preterm buatan untuk menyelamatkan ibu dan janin dari

kematian.

Penyakit-penyakit pada ibu yang diketahui menyebabkan

persalinan preterm adalah : Hipertensi kronis dan hipertensi dalam

kehamilan. Hipertensi menyebabkan pertumbuhan janin terhambat

sehingga menyebabkan persalinan preterm. Diabetes pregestasional

dan gestasional ( Sofie RK , Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h.56 – 57 ).

Kondisi kehamilan ibu yang dapat meningkatkan kejadian

persalinan preterm adalah : hidramnion karena kelebihan cairan

amniotik sebesar 2000ml, terjadi sekitar 10 kali lebih sering dalam

kehamilan diabetik. Hidramnion menyebabkan distensi uterus yang

berlebihan, meningkatkan risiko ruptur membran yang prematur dan

persalinan premetur, anemia berat ( Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2005

; h. 703 ).

j. Perdarahan antepartum

Pada solusio plasenta terlepasnya plasenta akan merangsang

untuk terjadi persalinan preterm, meskipun sebagian besar (65%)

terjadi pada aterm. Pada pasien dengan riwayat solusio plasenta maka

kemungkinan terulang menjadi lebih besar yaitu 11% ( Varney H,

Kriebs MJ, Gegor LC, 2008 ; h. 783 ).

Pada plasenta previa sering kali berhubungan dengan persalinan

preterm akibat harus dilakukan tindakan pada perdarahan yang

banyak. Bila telah terjadi perdarahan banyak maka kemungkinan

(9)

Perdarahan antepartum karena plasenta previa dapat

menyebabkan persalinan preterm karena adanya rangsangan

koagulum darah pada serviks. Selain itu jika banyak plasenta yang

lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi his, juga lepasnya

plasenta sendiri dapat merangsang his ( Wiknjosastro, 2005 ; h. 365).

3. Etiologi

Pada persalinan preterm belum dapat diketahui secara pasti,

beberapa faktor etiologi :

a. Interval kehamilan

Beberapa penelitian membuktikan terdapatnya hubungan terbalik

antara interval kehamilan ( jarak antara persalinan terakhir sampai

awal kehamilan berikutnya ) dengan kejadian persalinan preterm.

Risiko mengalami persalinan preterm <32 minggu akan

meningkat 30-90% pada ibu yang mempunyai interval kehamilan <6

bulan dibandingkan dengan ibu yang mempunyai interval kehamilan

>12 bulan. ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h. 54 ).

b. Usia ibu

Penyulit pada kehamilan akan lebih tinggi dibandingkan pada

kurun waktu reproduksi sehat yaitu pada wanita hamil yang berumur

20-35 tahun. Karena pada wanita hamil yang berumur kurang dari 20

tahun disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil,

sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan

pertumbuhan janin ( Cuningham Gf, et al, 2006 ; p.771 ).

Kehamilan remaja yang berusia < 20 tahun, terutama yang

(10)

pertamanya <2 tahun sebelum kehamilannya) akan meningkatkan

kejadian persalinan preterm pada usia kehamilan <33 minggu.

Wanita usia >35 tahun juga meningkat risikonya untuk

mengalami persalinan preterm. Astolfi dan Zonta mendapatkan 64%

peningkatan persalinan preterm pada wanita yang berusia 35 tahun

atau lebih, terutama pada kehamilan pertama (primi tua). Alasan

peningkatan ini belum diketahui, masih perlu penelitian lebih lanjut

untuk menjelaskan hubungan kejadian ini ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P,

2009 ; h.51 )

c. Kehamilan kembar

Kehamilan kembar merupakan penyebab persalinan prematur

yang penting. Rata-rata kehamilan kembar dua hanya mencapai usia

kehamilan 35 minggu, sekitar 60 % mengalami persalinan prematur

pada usia kehamilan 32 minggu sampai < 37 minggu dan 12 % terjadi

persalinan sebelum usia kehamilan 32 minggu. ( Sofie RK, Jusuf SE,

Adhi P, 2009 ; h. 54 ).

d. Riwayat ketuban pecah dini

Risiko persalinan preterm pada ibu dengan riwayat Ketuban

Pecah Dini saat kehamilan <37 minggu (PPROM, preterm premeture

rupture of membrane) adalah 34,44%, sedangkan risiko untuk mengalami PPROM kembali sekitar 16-32%.( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi

P, 2009 ; h. 53-54 ).

e. Inkompetensi Serviks

Hal ini juga mungkin menjadi penyebab abortus selain partus

(11)

terjadinya inkompeten. Mc Donals menemukan 59 % pasiennya

pernah mengalami dilatasi kuretase dan 8 % mengalami konisasi.

Demikian pula Chamberlain dan Gibbings yang menemukan 60 % dari

pasien serviks inkompetens pernah mengalami abortus spontan dan

49 % mengalami pengakhiran kehamilan pervaginam. ( Sujiyatini,

Mufdlilah, Asri H, 2009 ; h. 42 ). - Thrombophilias

Patologi over distensi uterus

- Kehamilan kembar

- Polyhidramnion

- Uterus abnormal

Desidua dan Fetal membranes

Protein urine Prostaglandin selain

uterotonika

Pembukaan serviks Kontraksi uterus

(12)

Keterangan

: Menyebabkan

Gambar 1 Patofisiologi persalinan preterm, Diterjemahkan dari :

(Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ;h. 29 ).

5. Tanda dan Gejala

Penilaian klinik

Kriteria persalinan prematur antara lain kontraksi yang teratur

dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya pengeluaran lendir

kemerahan atau cairan pervaginam dan diikuti salah satu berikut :

1) Pada periksa dalam

a) Pendataran 50-80 % atau lebih

2) Pembukaan 2 cm atau lebih.

3) Mengukur panjang serviks dengan vaginal probe USG

a) Panjang serviks kurang dari 2 cm pasti akan terjadi persalinan

prematur.

b) Tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan menghalangi

terjadinya persalinan prematur.

(Saefudin AB, 2006; h. 301).

a. Tanda dan gejala persalinan prematur

1) Kram seperti nyeri haid (mungkin sulit dibedakan dengan

nyeri pada ligamentum teres uteri.

2) Nyeri tumpul pada pinggang (berbeda dari nyeri pinggang

yang biasa terjadi pada kehamilan).

3) Nyeri atau tekanan suprapubis (mungkin sulit dibedakan

(13)

4) Sensasi tekanan atau terasa berat pada panggul.

5) Perubahan karakter atau jumlah rabas vagina (lebih

kental, lebih encer, encer, bercampur darah, cokelat,

bening ).

6) Diare

7) Kontraksi uterus tidak terpalpasi (sangat nyeri atau tidak

nyeri) yang dirasakan lebih sering dari 10 menit sekali

selama satu jam atau lebih dan tidak kunjung reda

setelah berbaring.

8) Ketuban pecah dini.

( Varney H, 2004 ; h. 784)

6. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan HB

Yaitu untuk mengetahui apakah pasien mengalami anemia atau

tidak, ini berhubungan dengan persalinan preterm, Hb normal adalah

11gr %.( Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu IW, Wiwiek S, 2001 ;

h.274 ).

2) Pemeriksaan Protein Urin

Yaitu dilakukan untuk mengetahui preeklampsi. (Arief M, Kuspuji

(14)

3) USG

Dilakukan untuk mengetahui Taksiran berat janin, posisi janin,

dan letak plasenta. (Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu IW, Wiwiek

S , 2001 ; h.274 ).

4) Amniosentesis untuk melihat kematangan beberapa organ janin,

seperti rasio lesitin sfingomielin, surfaktan dll.

(Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu IW, Wiwiek S , 2001 ; h. 274).

7. Diagnosa Klinik

Diagnosa persalinan preterm ditetapkan jika pada usia kehamilan

antara 20 minggu hingga 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari.

a. Kontraksi uterus (his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo

adanya pembukaan dan servisitis.

b. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar

50-80%, atau sedikitnya 2 cm.

c. Selaput ketuban seringkali telah pecah

d. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku

menstruasi, rasa tekanan intrapelvik dan nyeri bagian belakang

e. Mengeluarkan lendir pervaginam, bercampur darah.

f. Tes fibronektin janin positif (fFn)

Sering kali sulit untuk menentukan apakah seorang wanita mengalami

iritabilitas uterus atau benar-benar mengalami gejala persalinan

preterm. Hasil fFn negatif memberikan kepastian 99,2% bahwa

kelahiran tidak akan terjadi dalam kurun waktu dua minggu.

(15)

8. Diagnosa Banding

Diagnosa persalinan preterm ditandai adanya rasa sakit,kontraksi

rahim yang reguler dengan inteval tiap 8-10 menit, disertai dengan

perubahan serviks. Hal ini berbeda dengan iritabilitas rahim yang

ditandai dengan adanya rasa sakit karena kontraksi, tidak disertai

dengan perubahan serviks berupa pemendekan atau pembukaan

serviks.

Adanya kontraksi Braxton-Hicks adalah biasa pada kehamilan

tanpa komplikasi sampai aterm yang sulit dibedakan dengan kontraksi

persalinan. Dilaporkan bahwa 26% dari semua wanita hamil mengalami

kontraksi sebelum usia kehamilan 37 minggu dan di anggap mempunyai

risiko relatif untuk mengalami persalinan preterm pada usia kehamilan

18-36 minggu. Tetapi berbeda wanita hamil dengan risiko persalinan

preterm kadang-kadang tidak mengalami episode kontraksi. ( Sofie RK,

Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h. 124).

9. Komplikasi

Ibu setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering

terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka

episiotomi. Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi

; Morales (1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang

menderita amnionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan

risiko distres pernafasan, sepsis neonatal, dan perdarahan

(16)

10. Pencegahan

a. Pendidikan masyarakat melalui media yang ada tentang bahaya dan

kerugian kelahiran preterm atau berat lahir rendah. Masyarakat

diharapkan untuk menghindarkan faktor risiko di antaranya ialah

dengan menjarangkan kelahiran menjadi lebih dari 3 tahun, menunda

usia hamil sampai 22-23 tahun dan sebagainya.

b. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan

antenatal yang baik.

c. Mengusahakan makan lebih baik pada masa hamil agar

menghindarkan kekurangan gizi dan anemia.

d. Menghindari kerja berat selama hamil. Dalam hal ini diperlukan

peraturan yang melindungi wanita hamil dari sangsi pemutusan

hubungan kerja.

( Wiknjosastro H, 2007 ; h. 315).

11. Tindakan Umum

a. Dilaksanakan perawatan prenatal, diet, pemberian vitamin dan

penjagaan hygiene.

b. Aktivitas (kerja, perjalanan, coitus) dibatasi pada pasien-pasien

dengan riwayat partus prematurus.

c. Penyakit-penyakit panas yang akut harus diobati secara aktif dan

segera.

d. Keadaan seperti toksemia dan diabetes memerlukan kontrol yang

seksama.

e. Tindakan pembedahan abdomen yang elektif dan tindakan operatif

(17)

Tindakan Khusus

a. Pasien- pasien dengan kehamilan kembar harus istirahat di tempat

tidur sejak minggu ke-28 hingga minggu ke-36 atau ke-38.

b. Fibromyoma uteri, kalau memberikan keluhan, dirawat dengan

istirahat di tempat tidur dan analgesia. Pembedahan sedapat

mungkin dihindari.

c. Plasenta previa dirawat dengan istirahat total dan transfusi darah

untuk menunda kelahiran bayi sampai tercapai ukuran yang viabel.

Tentu saja perdarahan yang hebat memerlukan pembedahan segera.

d. Inkompetensi cervix harus dijahit dalam bagian pertama trimester

kedua selama semua persyaratannya terpenuhi.

e. Sectio caesarea elektif dan ulangan hanya dilakukan kalau kita yakin

bahwa bayi sudah cukup besar. Bahaya pada pembedahan yang

terlalu dini adalah kelahiran bayi kecil yang tidak bisa bertahan hidup.

f. Obat-obat dapat digunakan untuk menghentikan persalinan.

(Oxorn H, Forte RW, 2010 ; h. 582-83).

12. Prognosis

a. Prematuritas dewasa ini merupakan faktor yang paling sering terjadi

yang terkait kematian dan morbiditas bayi. Sebagian besar bayi yang

meninggal dalam 28 hari pertama mempunyai bobot yang kurang dari

2.500 gram pada saat lahir.

b. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi-bayi prematur.

c. Gangguan respirasi menyebabkan 44% kematian yang terjadi pada

umur kurang dari 1 bulan. Jika berat bayi kurang dari 1.000 gram,

(18)

d. Karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas jaringan otak,

bayi prematur lebih rentan terhadap kompresi kepala.

e. Perdarahan intracranial lima kali lebih sering pada bayi prematur

dibandingkan pada bayi aterm. Kebanyakan keadaan ini terjadi akibat

anoksia.

f. Cerebral palsy lebih sering dijumpai pada bayi-bayi prematur.

g. Prognosis untuk kesehatan fisik dan intelektual pada bayi berat

badan lahir rendah belum jelas sekalipun telah dilakukan sejumlah

penyelidikan. Tampaknya terdapat insidensi kerusakan organik otak

yang lebih tinggi pada bayi-bayi prematur (meskipun banyak

orang-orang jenius dilahirkan sebelum aterm.

( Oxorn H, Forte RW, 2010 ; h. 589-90 ).

Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal,

bayi yang lahir dengan berat 2.000-2.500 gram mempunyai harapan

hidup lebih dari 97%. 1.500-2.000 gram lebih dari 90%, dan

1.000-1.500 gram sebesar 65-80%. ( Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu

IW, Wiwiek S, 2001 ; h. 275 ).

13. Penatalaksanaan

a. Pematangan fungsi paru

Sebelum persalinan paru-paru penuh dengan cairan yang

mengandung konsentrasi garam yang tinggi, sedikit protein, sedikit

mukus dari kelenjar bronkus, dan surfaktan dari sel alveoli tipe II.

Jumlah surfaktan terus meningkat, terutama 2 minggu sebelum

(19)

Kortikosteroid Profilaksis

Meta analisis terhadap 18 penelitian yang dilakukan secara

random, pemberian kostikosteroid antenatal secara signifikan

menurunkan kejadian Respiratory distress syndrome (RDS) neonatal dan kematian neonatal.

Efek glukokortikoid terhadap paru-paru janin adalah

menstimulasi biosintesis fosfatidikholin.

Betametason adalah kortikosteroid pilihan utama untuk

pematangan paru-paru. Dosis yang digunakan adalah 12miligram

intramuskuler, sebanyak 2 dosis. Obat lain yang sering digunakan

adalah deksametason 6 miligram intramuskuler sebanyak 4 dosis.

Metaanalisis yang dilakukan oleh Crowle, betametason dan

deksametason mempunyai efektifitas yang sama dalam mencegah

Respiratory distress syndrome.( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h. 166-167).

Thyrotropin releasing hormone 400 ug intravena, akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang dapat meningkatkan

produksi surfaktan. Suplemen inositol, karena inositol merupakan

komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan

surfaktan.( Sujiyatini, Mufdlilah, Asri H, 2009 ; h. 45 ).

b. Pemberian Antibiotika

Pemberian antibiotika pada persalinan tidak dianjurkan karena terbukti tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu

dengan ancaman persalinan prematur dan terdeteksi adanya

(20)

selama 7 hari ) atau metronidazol (2 kali 500 mg sehari selama 7

hari) akan bermanfaat bila diberikan pada usia kehamilan < 32

minggu.

Pada persalinan prematur yang disertai dengan pecahnya

ketuban, pemberian antibiotika terbukti menurunkan kejadian

korioamnionitis (RR 0,57 pada metaanalisis Cochrane) dan

memperpanjang usia kehamilan. Juga terdapat bukti keuntungan

pemberian antibiotika pada neonatus yakni menurunnya kejadian

infeksi, pemakaian surfaktan, terapi oksigen dan kebutuhan

pemeriksaan USG sebelum bayi keluar dari rumah sakit. Saat ini

terbukti pemberian co-amoxiclav dapat meningkatkan enterokolitis nekrotikans sehingga pemberiannya tidak dianjurkan. Antibiotik yang

direkomendasikan adalah eritromisin. ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P,

2009 ; h.137).

Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan bahwa pemberian

antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian

korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Diberikan 2 gram ampicillin

intravena tiap 6 jam sampai persalinan selesai. Peneliti ini

memberikan antibiotika kombinasi untuk kuman aerob maupun

anaerob. Yang terbaik bila sesuai dengan kultur dan tes sensitivitas.

Setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan terhadap faktor risiko

persalinan preterm, bila tidak ada kontra indikasi , diberi tokolitik.

(21)

c. Pemberian Tokolitik

Syarat diberikan tokolitik :

1) Memenuhi kriteria persalinan preterm

2) Pembukaan serviks kurang dari 4 cm

3) Usia kehamilan kurang dari 34 minggu.

Tokolisis adalah penggunaan obat-obatan untuk

menghambat kontraksi uterus. Obat yang digunakan sangat toksik

dan dapat menimbulkan efek samping yang membahayakan ibu

dan janin. Obat yang paling sering digunakan adalah agonis

beta-adrenergik (betamimetik) terbutalin, dan magnesium sulfat.

Indometasin adalah obat yang paling sering digunakan sebagai

inhibitor sintesis prostaglandin dan lebih efektif dalam

menghambat kontraksi uterus daripada obat betamimetik apa pun.

Penelitian menunjukkan bahwa tokolisis memperlama

kehamilan untuk waktu yang singkat, yaitu maksimal 24 hingga 48

jam, dan pada beberapa kasus mencapai tiga hingga tujuh hari.

(Varney H,Kriebs MJ, Gegor LC, 2010 ; h. 392)

a. Peran bidan sebagai tugas mandiri dalam persalinan preterm

adalah :

1) Menanyakan kepada ibu Hari pertama haid terakhir

2) Memberi konseling pada ibu dan menganjurkan ibu supaya

berbaring dengan miring kekiri untuk mempercepat proses

dilatasi serviks.

(22)

b. Peran bidan dalam kolaborasi dengan dokter obgyn

1) Terapy glukokortikoid

Misalnya dengan betamethasone 12 mg Intramuskuler 2 kali

dalam 24 jam. Atau dexametason 5 mg tiap 12 jam

intramusluler sampai 4 dosis. ( Sujiyatini, Mufdlilah, Asri H,

2009 ; h. 45).

2) USG

Dilakukan untuk mengetahui Taksiran berat janin, posisi

janin, dan letak plasenta. ( Arief M, Kuspuji T,Rakhmi S,

Wahyu IW, Wiwiek S, 2001 ; h.274 ).

3) Letak plasenta perlu dikaji untuk antisipasi persalinan

dengan seksio sesarea).

4) Dengan fasilitas dan tenaga kesehatan yang mampu

menangani calon bayi terutama adanya neonatologis, bila

perlu dirujuk.

( Saefudin AB, 2006 ; h. 302 ).

14. Penatalaksanaan Intrapartum

Asuhan kebidanan selama persalinan preterm :

1. Asuhan Persalinan Normal

I. Mengenali gejala dan tanda kala II

1. Mendengar, melihat dan memeriksa gejala dan tanda kala

dua

a) Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran

b) Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat

(23)

c) Perineum tampak menonjol

d) Vulva dan sfingter ani membuka

II. Menyiapkan pertolongan persalinan

2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan

esensial untuk menolong persalinan dan penatalaksanaan

komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia yaitu

menyiapkan perlengkapan resusitasi bayi baru lahir.

a) Menggelar kain di atas perut ibu, tempat resusitasi,

ganjal bahu bayi dan baju bayi

b) Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril

sekali pakai di dalam partus set, vitamin K dan salep

mata.

Peralatan yang harus tersedia adalah :

a) Partus set (di dalam wadah stenlis yang berpenutup) :

1) 2 kem kelly atau 2 klem kocher;

2) Gunting tali pusat;

3) Benang tali pusat atau klem plastik;

4) Kateter nelaton;

5) Gunting episiotomi;

6) Alat pemecah selaput ketuban atau klem

setengah kocher;

7) 2 pasang sarung tangan DTT atau steril;

8) Kassa atau kain kecil (untuk membersihkan jalan

nafas bayi);

(24)

10) Tabung suntik 2,5 ml atau 3 ml dengan jarum IM

sekali pakai;

11) Kateter penghisap de lee (penghisap lendir) atau

bola karet penghisap yang baru dan bersih;

12) 4 kain bersih (bisa disiapkan oleh keluarga);

13) 3 handuk atau kain untuk mengeringkan dan

menyelimuti bayi (bisa disediakan oleh keluarga).

Bahan-bahan yang harus tersedia pada setiap persalinan

adalah :

a) Partograf (halaman depan dan belakang);

b) Catatan kemajuan persalinan atau KMS ibu hamil;

c) Termometer;

d) Pita pengukur;

e) Doppler

f) Jam yang mempunyai jarum detik;

g) Stetoskop;

h) Tensimeter;

i) Sarung tangan pemeriksaan bersih 5 pasang.

Benda-benda yang harus tersedia pada setiap persalainan

adalah :

a) Sarung tangan DTT atau steril (5 pasang);

b) Sarung tangan rumah tangga (1 pasang);

c) Larutan klorin (bayclin 5,25% atau setara);

d) Perlengkapan pelindung pribadi : masker, kacamata,

(25)

e) Sabun cuci tangan;

f) Deterjen;

g) Sikat kuku dan gunting kuku;

h) Celemek plastik atau gaun penutup;

i) Lembar plastik untuk alas tempat tidur ibu saat

persalinan;

j) Kantong plastik (untuk sampah);

k) Sumber air bersih yang mengalir;

l) Wadah untuk larutan klorin 0,5% (bisa disediakan oleh

keluarga);

m) Wadah untuk air DTT (bisa disediakan oleh keluarga).

Obat-obatan dan perlengakapan untuk asuhan rutin dan

penatalaksanaan / penanganan penyulit :

a) 8 ampul oksitosin, 1 ml oksitosin sama dengan 10 U

(atau 4 ampul oksitosin 2 ml U/ml) (simpan didalam

lemari pendingin dengan suhu 2-8 derajat C);

b) 20 ml lidokain 1% tanpa epinefrin atau 10 ml lidokain

2% tanpa epinefrin dan air steril atau cairan garam

fisiologis (NS) 500 ml;

c) Selang infus;

d) 2 kanula IV no. 16-18 G;

e) 2 ampul metil ergometrin maleat (disimpan di dalam

suhu 2-8 derajat C);

(26)

g) 6 tabung suntik 2,5-3 ml steril, sekali pakai dengan

jarum IM;

h) 2 tabung suntik 5 ml steril, sekali pakai dengan jarum

IM;

i) 1 10 ml tabung suntik steril, sekali pakai dengan jarum

IM ukuran 22, panjang 4 cm atau lebih;

j) 10 kapsul/kaplet Amoksilin/Ampisilin 500 mg atau

Amoksilin/Ampisilin IV 2g.

Perlengkapan resusitasi bayi baru lahir :

a) Balon resusitasi dan sungkup no. 0 dan 1;

b) Lampu sorot;

c) Tempat resusitasi.

Perlengkapan hecting set dan peralatan untuk bayi adalah :

a) Set jahit;

b) 1 tabung suntik 10 ml steril, sekali pakai dengan jarum

IM ukuran 22, panjang 4 cm atau lebih;

c) Pinset sirurgis dan pinset anatomis;

d) Pegangan jarum / nalpuder;

e) 2-3 jarum jahit tajam (ukuran 9 dan 11);

f) Benang chromic (satu kali pemakaian) ukuran 2,0 atau

3,0;

g) 1 pasang sarung tangan DTT atau steril;

h) 1 dok steril

(27)

j) Salep mata 1% untuk bayi.

3. Pakai celemek plastik, penutup kepala, kacamata, sepatu

bot, dan masker.

4. Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai,cuci

tangan 7 langkah dengan sabun dan air bersih mengalir

kemudian keringkan tangan dengan handuk pribadi yang

bersih dan kering.

5. Pakai sarung tangan DTT untuk periksa dalam

6. Masukan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan

tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril

(pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).

III. Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik

7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan

hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan

kapas atau kassa yang dibasahi air DTT .

a) Jika introitus vagina, perineum atau anuss

terkontaminasi tinja, bersihkan dengan seksama dari

arah depan ke belakang

b) Buang kapas atau kassa pembersih (terkontaminasi)

dalam wadah yang tersedia

c) Ganti sarung tangan jika terkontaminasi

(dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam larutan

klorin 0,5%.

8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan

(28)

a) Bila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan

sudah lengkap maka lakukan amniotomi.

9. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan

tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam

larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dan rendam dalam

keadaan terbalik dalam larutan 0,5% selama 10 menit. Cuci

kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.

10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat

relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas

normal ( 120-160 kali per menit ).

a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal

b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam,

DJJ dan semua hasil-hasil penilaian.

IV. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses

bimbingan meneran.

11. Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan

keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi

yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.

a) Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan

pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin

(ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan

dokumentasikan semua temuan yang ada

b) Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana

peran mereka untuk mendukung dan memberi

(29)

12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran.

(bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang

kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain

yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).

13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada

dorongan kuat untuk meneran :

a) Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan

efektif

b) Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan

perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai

c) Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai

pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam

waktu yang lama)

d) Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi

e) Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat

untuk ibu

f) Beri cukup asupan cairan peroral (minum)

g) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai

14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil

posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan

untuk meneran dalam 60 menit

V. Persiapan pertolongan kelahiran bayi

15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut

ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter

(30)

16. Letakkan kain bersih yang dilipat sepertiga bagian di

bawah bokong ibu

17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan

alat dan bahan

18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

VI. Pertolongan kelahiran bayi

Lahirnya kepala

19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm

membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu

tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering.

Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan

posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu

untuk meneran perlahan sambil bernafas cepat dan

dangkal.

20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil

tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan lanjutkan

proses kelahiran bayi.

a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan

lewat bagian atas kepala bayi

b) Jika tali pusat melilit secara kuat, klem tali pusat di dua

tempat dan potong diantara dua klem tersebut.

21. Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara

spontan.

(31)

22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang

secara biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat

kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah

dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis

dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk

melahirkan bahu belakang.

Lahirnya badan dan tungkai

23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan ke bawah kearah

perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku

sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri

dan memegang lengan dan siku sebelah atas.

24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas

berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang

kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan

pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan

jari-jari lainnya).

VII. Penanganan bayi baru lahir

25. Lakukan penilain (selintas)

a) Apakah bayi menangis kuat dan /atau bernafas tanpa

kesulitan?

b) Apakah bayi bergerak dengan aktif?

(32)

26. Lakukan manajemen resusitasi ketuban bercampur

mekonium

a) Bayi tidak bernapas / bernapas megap-megap, buka

mulut bayi lebar, usap mulut dan isap lendir, potong tali

pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi

apapun, dilanjutkan dengan langkah awal.

Langkah awal ;

b) Selimuti dengan handuk atau kain yang diletakkan di

atas perut ibu, bagian muka dan dada bayi tetap

terbuka

c) Letakkan bayi di tempat resusitasi

d) Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu

kepala sedikit ekstensi dengan mengatur tebal handuk

atau kain ganjal bahu yang telah disiapkan

e) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada

mulut sedalam kurang dari 5 cm dan kemudian hidung

bayi sedalam kurang dari 3 cm

f) Keringkan bayi (dengan sedikit tekanan) dan

gosok-gosok dada / perut / punggung bayi sebagai

rangsangan taktil untuk merangsang pernapasan.

Ganti kain yang basah dengan kain yang kering.

Selimuti bayi dengan kain kering. Biarkan muka dan

dada terbuka

g) Meroposisikan kepala bayi dan nilai kembali usaha

(33)

(1) Bila menangis kuat atau bernapas spontan,

lakukan asuhan bayi baru lahir

(2) Bila tetap tidak bernapas atau megap-megap maka

lakukan ventilasi

Perhatikan : langkah a sampai g dilakukan dalam

waktu 30 detik.

Ventilasi

h) Mulai ventilasi

(1) Beritahu ibu dan keluarga bahwa bayi mengalami

masalah ( seperti yang telah diprediksikan

sebelumnya ) sehingga perlu dilakukan tindakan

resusitasi

(2) Minta ibu dan keluarga memahami upaya ini dan

minta mereka membantu (pengawasan ibu dan

pertolongan bagi bayi baru lahir dengan asfiksia)

i) Ventilasi dilakukan dengan balon dan sungkup.

j) Sisihkan kain yang menutupi bagian dada agar

penolong dapat menilai pengembangan dada bayi

waktu dilakukan peniupan udara

k) Uji fungsi balon dan sungkup dengan menekan balon

sambil menahan corong sungkup

l) Pasang sungkup melingkupi hidung, mulut dan dagu

(perhatikan perlengkapan sungkup dan daerah mulut

bayi).

(34)

m) Tekan balon untuk mengalirkan udara (20 cm air) ke

jalan napas bayi

(1) Naiknya dinding dada mencerminkan

mengembangnya paru dan udara masuk dengan

baik

(2) Bila dinding dada tidak naik / mengembang,

periksa kembali kemungkinan kebocoran

perlekatan sungkup dan hidung, posisi kepala dan

jalan napas, sumbatan jalan napas oleh lendir

pada mulut atau hidung dan lakukan koreksi dan

ulangi ventilasi percobaan.

Ventiasi definitif

n) Setelah ventilasi percobaan berhasil maka lakukan

ventilasi definitif dengan jalan meniupkan udara

dengan frekuensi 20 kali dalam waktu 30 detik.

Nilai hasil ventilasi pernapasan tiap 30 detik.

o) Lakukan penilaian ventilasi dan lanjutkan tindakan :

(1) Jika setelah 30 detik pertama bayi tidak menangis

kuat dan bergerak aktif maka selimuti bayi dan

serahkan pada ibunya untuk menjaga kehangatan

tubuh dan inisiasi menyusui dini

(2) Jika setelah 30 detik pertama bayi belum

bernapas spontan atau megap-megap maka

(35)

p) Jika bayi belum bernapas spontan atau megap-megap,

lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik selanjutnya

dan lakukan penilaian ulang

Hentikan resusitasi sesudah 10 menit bayi tidak

bernapas dan tidak ada denyut jantung.

27. Jika bayi dapat menangis dan bernapas, lanjutkan

penatalaksanaan aktif kala III

28. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tak ada bayi

lain dalam uterus (hamil tunggal).

29. Beritahukan ibu bahwa penolong akan menyuntikkan

oksitosin (agar uterus berkontraksi dengan baik).

30. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin

10 unit (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal laten

1 (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).

31. Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (dua menit

setelah bayi lahir) pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilikus)

bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat ke

arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm

distal dari klem pertama.

32. Pemotongan dan pengikatan tali pusat

a) Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah

dijepit dan lakukan pengguntingan tali pusat (lindungi

perut bayi) diantara 2 klem tersebut.

b) Ikat tali pusat dengan benang DTT /steril pada satu sisi

(36)

berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan

dengan simpul kunci

c) Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang

telah disediakan.

33. Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit

bayi

Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu.

Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik

di dinding dada perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di

antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting

payudara ibu.

34. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi

di kepala bayi.

VIII. Penatalaksanaan aktif kala tiga

35. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm

dari vulva

36. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi

atas symphisis untuk mendeteksi. Tangan lain

menegangkan tali pusat.

37. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah

bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah

belakang-atas (dorso kranial) secara hati-hati (untuk

mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah

(37)

hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di

atas.

a) Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami

atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi

puting susu.

Mengeluarkan plasenta

38. Lakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga

plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong

menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian

ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan

tekanan dorso kranial)

a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem

hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan

plasenta

b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit

menegangkan tali pusat :

(1) Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM

(2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih

Penuh

(3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan

(4) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya

(5) Segera rujuk jika plasenta tidak segera lahir dalam

30 menit setelah bayi lahir

(38)

39. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta

dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga

selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan

plasenta pada wadah yang disediakan

a) Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT

atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput

ketuban kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem

DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput

yang tertinggal.

Rangsangan taktil (masase) uterus

40. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan

masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan

lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut

hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).

a) Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak

berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan

taktil/masase

IX. Menilai perdarahan

41. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi

dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan

plasenta ke dalam kantong plastik atau tempat khusus

42. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.

Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan

(39)

Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif,

segera lakukan penjahitan.

X. Melakukan asuhan pasca persalinan

43. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi

perdarahan pervaginam.

44. Lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata

antibiotik profilaksis, dan vitamin K 1 mg intramuskular di

paha kiri anterolateral setelah 1 jam kontak kulit ibu-bayi

45. Berikan suntikkan imunisasi hepatitis B (setelah satu jam

pemberian vitamin K) di paha kanan anterolateral.

Evaluasi

46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah

perdarahan pervaginam

a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan

b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan

c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan

d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan

asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri

47. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan

menilai kontraksi

48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah

49. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15

menit selama 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap

(40)

a) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam

selama 2 jam pertama pascapersalinan

b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang

tidak normal.

50. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi

bernafas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh

normal (36,5-37,5).

Kebersihan dan keamanan

51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan

klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas

peralatan setelah didekontaminasi.

52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat

sampah yang sesuai

53. Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa

cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai

pakaian yang bersih dan kering.

54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI.

Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan

makanan yang diinginkan.

55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%

56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin

0,5%, bakikkan bagian dalam ke luar dan rendam dalam

(41)

57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir

kemudian keringkan dengan tissue atau handuk pribadi

yang kering dan bersih.

Dokumentasi

58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa

tanda vital dan asuhan kala IV. (JNPKKR, 2008; h. 18-29).

2. Induksi dan Stimulasi

a. Definisi

Induksi : tindakan atau langkah untuk memulai persalinan yang

sebelumnya belum terjadi, bisa secara mekanik maupun

kimiawi ( farmakologik ).

1) Mekanik : Amniotomi, Stripping, Insersi Foley Catheter,

Laminaria

2) Kimiawi / Farmakologik : Misoprostol tablet, Oksitosin

drip.

Stimulasi : usaha untuk menambah kekuatan his karena his

dinilai terlalu lemah dan tidak efektif untuk menambah

pembukaan.

Indikasi untuk Induksi :

a) Penyakit hipertensi pada kehamilan

b) Diabetes mellitus

c) Ketuban pecah dini, janin viabel

d) Chorioamnionitis

e) Gangguan pertumbuhan intrauterine

(42)

g) Usia kehamilan ≥ 41 minggu

Kontraindikasi absolut :

a) Insisi uterus klasik sebelumnya

b) Infeksi herpes genitalis aktif

c) Plasenta atau vasa previa

d) Prolapsed tali pusat

e) Malpresentasi fetus, misalnya melintang

f) Riwayat operasi myomektomi intramural

b. Induksi

Faktor Ibu tergantung derajat penyakit :

1) Preeklamsia berat/ eklampsia yang tidak membaik dengan

terapi obat-obatan

2) Diabetes melitus

Faktor Janin :

1) Janin mati dalam kandungan (IUFD : Intra Uterine Fetal

Death )

2) Pertumbuhan janin terhambat / PJT ( IUGR : Intra

Uterine Growth Retardation )

3) Inkompatibilitas Rhesus.

Keadaan Kehamilan :

1) Usia kehamilan ≥ 41 minggu

2) Ketuban pecah dini ( KPD ) , usia kehamilan ≥ 34 minggu

3) Amnionitis atau Khorioamnionitis

4) Solutio plasenta

(43)

c. Kontraindikasi :

Absolut :

1) Kelainan letak janin

2) Disproporsi Kepala panggul ( DKP )

3) Plasenta previa totalis/plasenta previa letak rendah di

belakang

4) Gawat janin

5) Uterus yang cacat

Yaitu pasca seksia caesar klasik/ seksio caesar yang tidak

diketahui jenisnya,pasca histerorafi akibat ruptura uteri,

pasca myomektomi intramural.

Relatif :

1) Grandemultigravida

2) Kelainan letak presentasi

3) Overdistensi uterus

4) Presentasi bokong murni

5) Pasca seksio caesar kurang dari 2 tahun

c. Induksi dan Stimulasi secara farmakologis

Metode induksi secara farmakologis meliputi prostaglandin

(misoprostol) dan oksitosin, misiprostol dapat diberikan secara vaginal,

oral (buccal) atau sublingual. Mmisoprostol tidak dapat digunakan untuk

stimulasi, dan tidak boleh digunakan untuk induksi persalinan dengan

(44)

PROSEDUR TINDAKAN :

1. Pasien dievaluasi secara menyeluruh, khususnya mengenai

kesejahteraan janin. Janin yang tidak sejahtera adalah kontraindikasi

mutlak untuk induksi persalinan, demikian pula apabila dalam induksi

terjadi penurunan kesejahteraan janin ( yang terlihat dari hasil

pemantauan bunyi jantung janin )

2. Berikan tablet Misoprostol / Cytotec 25-50 mcg (1/8-1/4 tablet ) yang

diletakkan di forniks posterior setiap 6-8 jam hingga dicapai his

/kontraksi yang memadai sesuai dengan tahap persalinan. Kejadian

hiperstimulasi pada dosis 50 mcg lebih tinggi daripada dosis 25 mcg.

3. Setelah pemberian 3 kali berturut-turut belum ada kontraksi yang

memadai, lakukan evaluasi menyeluruh. Jika semua dalam keadaan

baik, pasien diistirahatkan selama 24 jam dan kemudian prosedur di

atas pada butir 1 dapat diulangi kembali dan dilakukan seri kedua.

4. Induksi persalinan dianggap gagal bila setelah seri kedua tidak terjadi

kontraksi yang memadai untuk persalinan. Bila terjadi kegagalan induksi

( hanya 5% dengan menggunakan tablet misoprostol / cytotec), maka

langkah yang dilakukan adalah :

a) SC berencana / elektif apabila tidak ada kegawatan ( ibu dan janin ),

untuk ibu yang ketubannya telah pecah persalinan harus berakhir

dalam 24 jam.

b) SC segera bila terjadi kegawatan (preeklampsia atau eklampsia

atau gawat janin).

5. Dosis dan kecepatan inisial :

(45)

• Hamil preterm : 4 mU/menit = 8 tetes/menit

Dosis ditingkatkan tiap 15 menit dengan 2mU/menit = 4 tetes/menit,

sampai tercapai kontraksi yang baik : his dengan interval 2-3 menit ( 4-5

kali dalam 10 menit ), lama 50-60 detik.

6. Selama proses pemacuan maupun induksi ini, semua prosedur

pengawasan terhadap kehamilan di atas harus tetap di lakukan dengan

baik. Perhitungan tetesan dapat pula menggunakan mesin khusus untuk

titrasi tersebut secara otomatis.

7. Bila his/kontraksi telah memadai untuk tahap persalinan tertentu, maka

tetesan dipertahankan dan tidak perlu ditingkatkan lagi

8. Tidak jarang setelah persalinan mulai, uterus menjadi lebih sensitif

terhadap oksitosin eksogen sehingga tetesan perlu dikurangi atau

bahkan distop sama sekali.

Dosis maksimal adalah 30 mU/menit = 60 tetes/menit

9. Bila tidak terjadi kontraksi yang berarti setelah pemberian 2 botol larutan

oksitosin tersebut, maka augmentasi di anggap gagal dan pasien

disiapkan untuk SC.

10. Demikian pula jika dengan 2 jam his baik ternyata tidak ada kemajuan

persalinan, dilakukan tindakan SC. Penilaian kemajuan persalinan

didasarkan pada 3 kriteria, namun cukup 1 unsur saja yang perlu untuk

menilai majunya persalinan, yakni :

a) Pembukaan (dilatasi) serviks

b) Penurunan (station) kepala janin

c) Perputaran (rotasi) kepala janin

(46)

Tabel.2.1 Bagan penanganan persalinan preterm

Kriteria Persalinan prteterm adaah persalinan yang terjadi pada kehamilan

kurang dari 37 minggu (antara 20 – 37) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram

PENANGANAN

Polindes Konfirmasi umur kehamilan

Konseling

Berikan indomethasin per rektal Rujuk

Puskesmas Konfirmasi umur kehamilan

Melakukan perkiraan berat badan janin Menilai apa masih mungkin diberikan tokolitik Konseling

Berikan tokolitik (IV/drip) Rujuk

Rumah Sakit Pemeriksaan ultrasonografi (umur kehamilan, presentasi,

malformasi, lokasi plasenta, kesejahteraan janin)

Bisa dipertahankan Tidak bisa dipertahankan

• Tirah baring’

• Pemberian obat-obatan

tokolitik / Beta mimetic

• Evaluasi

• Pemberian obat-obatan

pematangan paru-paru janin :

• Deksametason 5mg, tiap 12

jam (IM) sampai 2 dosis

• Betametason, 12 mg tiap 24

(IM) sampai 2 dosis.

Monitor keadaan janin, evaluasi rencana persalinan.

Bila ada fetal distress, letak sungsang-seksio sesarea.

Bila janin baik, monitor persalinan. Monitor persalinan, awasi pemberian analgesic, anestesi.

Lakukan episitomi yang cukup lebar konsultasi dengan neonatologist.

Perwatan intensif bayi

Termoregulasi/metda kanguru.

(47)

B. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN 1. TINJAUAN MANAJEMEN VARNEY

Manajemen kebidanan adalah suatu metode berpikir dan bertindak

secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar

menguntungkan kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan.

(Kurnia N, 2009 ; h. 107)

Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan

yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan

evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap

yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi, setiap

langkah tersebut bisa dipecah-pecah kedalam tugas-tugas tertentu dan

semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien.( Kurnia N, 2009 ; h.

108 ).

a. Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang

akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan

kondisi klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :

1) Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat

menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan, dan

nifas, bio-psiko-sosial-spiritual, serta pengetahuan klien.

2) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan

(48)

palpasi, auskultasi, dan perkusi ). Pemeriksaan penunjang

(laboratorium dan catatan terbaru serta catatan sebelumnya).

Dalam manajemen kolaborasi, bila klien mengalami komplikasi

yang perlu dikonsultasikan dengan dokter, bidan akan melakukan

upaya konsultasi. Tahap ini merupakan tahap awal yang akan

menentukan langkah berikutnya sehingga kelengkapan data

sesuai dengan kasus yang dihadapi akan menentukan benar

tidaknya proses interpretasi pada tahap selanjutnya. Oleh karena

itu, pendekatan ini harus komprehensif, mencakup data subjektif,

data objektif, dan hasil pemeriksaan sehingga dapat

menggambarkan kondisi klien yang sebenarnya serta valid.(

Kurnia N, 2009 ; h.108-109 ).

b. Interpretasi Data

Menurut Varney (1997) yaitu peningkatan data dari data dasar yang

berupa penafsiran data ke dalam permasalahan atau diagnosa

spesifik yang sudah diidentifikasi oleh bidan. ( Sujiyatini dkk, 2009 ;

h.139).

Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisa data yang

telah dikumpulkan dan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang

dihadapi oleh pasien atau keadaan psikologi yang ada pada tindakan

kebidana sesuai dengan wewenang bidan dan kebutuhan pasien (IBI,

2004).

c. Identifikasi diagnosa potensial

Menurut Varney (1997), Identifikasi permasalahan potensial

(49)

mengantisipasi atau pencegahan. (Sujiyatini, Mufdlilah, Asri H, 2009 ;

h.139 ).

d. Tindakan segera untuk melakukan konsultasi

Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, konsultasi,

kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, serta rujukan berdasarkan

kondisi klien. ( Ary S, 2009 ;h. 110 ).

e. Merencanakan asuhan yang menyeluruh

Menurut Varney , suatu perkembangan berdasarkan data-data yang

sudah terkumpul dari langkah-langkah sebelumnya. Rencana yang

menyeluruh harus disepakati antara bidan dan pasien supaya efektif

sebab pasien yang akhirnya akan melaksanakan rencana tersebut.

Asuhan secara menyeluruh meliputi memberi informasi, bimbingan

dan mengajarkan pasien tentang pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan. ( Sujiyatini, Mufdlilah, Asri H, 2009 ; h. 139).

f. Implementasi

Bidan bekerjasama dengan dokter dan pasien untuk melaksanakan

rencana asuhan yang menyeluruh dan kolaboratif. (Sujiyatini,

Mufdlilah, asri H, 2009 ; h.140)

g. Evaluasi

Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek

asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang

menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang

(50)

Data perkembangan adalah data yang didasarkan pada keadaan

klien dengan harapan ada perkembangan yang berarti pada diri klien.

Pendokumentasian data perkembangan dalam bentuk SOAP.

S : Data Sujektif

Data dari pasien, didapat dari anamnesa atau alloanamnesa.

O : Data Objektif

Hasil pemeriksaan diagnostik dan pendukung yang lahir, juga

catatan medik lain.

A : Analisis dan Interpretasi berdasarkan data yang terkumpul

dibuat kesimpulan.

1) Diagnosa

2) Antisipasi diagnosa/ masalah potensial

3) Perlunya tindakan segera

P : Planning / Perencanaan

Merupakan gambaran pendokumentasian dari tindakan

(implementasi). Evaluasi didalamnya termasuk :

1) Asuhan mandiri

2) Kolaborasi

3) Tes diagnostik

4) Konseling

(51)

2. TEORI ASUHAN KEBIDANAN I. PENGKAJIAN

A. DATA SUBJEKTIF

1. Identitas Klien

a) Nama

Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan

sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan.

(Eny RA, 2009 ; h. 131 )

b) Umur ibu

Angka kejadian persalinan preterm meningkat pada

kehamilan remaja yang berusia < 20 tahun, terutama yang

secara riwayat ginekologis juga muda (remaja yang

mendapatkan haid pertamanya <2 tahun sebelum

kehamilannya ) akan meningkatkan kejadian persalinan

preterm pada usia kehamilan <33 minggu ( Sofie RK, Jusuf

SE, Adhi P, 2009 ; h.51 ).

c) Pendidikan ibu

Perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pemahaman ibu,

pendidikan mempengaruhi sikap perilaku kesehatan

seseorang. Pengetahuan ibu tentang gizi pada kehamilan

yang rendah, misalnya kurang vitamin C dapat

menyebabkan ketuban pecah dini akhirnya dapat

menyebabkan persalinan preterm ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi

(52)

d) Pekerjaan ibu

Penting dikaji karena ibu yang bekerja cenderung lelah fisik

atau stres , sehingga berpotensial mengalami persalinan

preterm ( Cuningham GF,et al 2006 ; p.771 ).

e) Suku bangsa

Penting dikaji karena ibu Ras bukan kulit putih ;

perbadaan antara angka kelahiran prematur untuk orang

berkulit hitam dan berkulit putih tetap ada walaupun status

sosioekonomi bukan merupakan suatu faktor risiko. Hal ini

menggambarkan fakta bahwa wanita berkulit putih yang saat

ini digolongkan dalam kelas menengah, dikandung dan

dibesarkan dalam kemiskinan ; kemungkinan dampak

kumulatif kemiskinan dari generasi ke generasi yang berada

dalam kemiskinan dan kemungkinan peningkatan angka

berat badan lahir rendah pada wanita berkulit hitam dalam

setiap generasi selanjutnya yang dikandung dan dibesarkan

dalam kelas ekonomi menengah. ( Varney H , Kriebs MJ,

Gegor LC, 2008 ; p. 782 ).

2. Keluhan utama

Ibu mengatakan merasakan kenceng-kenceng yang teratur dan

merasakan nyeri ( Oxorn H, Forte RW, 2010 ; h. 582 ).

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu

Data yang perlu dikaji adalah penyakit sistemik seperti

(53)

melibatkan sistem peredaran darah, hipertensi, penyakit

tersebut menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dalam

rahim dan meningkatkan kejadian persalinan preterm ( Sofie

RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ;h.56 ).

b. Riwayat kesehatan sekarang

Data yang perlu dikaji ibu mempunyai penyakit seperti

hipertensi dalam kehamilan, penyakit paru, penyakit jantung

dan diabetes gestasional, anemia berat. Penyakit tersebut yang

dapat menyebabkan persalinan preterm .

Perdarahan antepartum karena plasenta previa dapat

menyebabkan persalinan preterm karena adanya rangsangan

koagulum darah pada serviks. Selain itu jika banyak plasenta

yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi his, juga

lepasnya plasenta sendiri dapat merangsang his ( Mochtar R,

2002 ; h. 274 ).

Pada solusio plasenta terlepasnya plasenta akan merangsang

untuk terjadi persalinan preterm, meskipun sebagian besar (65%)

terjadi pada aterm. Pada pasien dengan riwayat solusio plasenta maka

kemungkinan terulang menjadi lebih besar yaitu 11% ( Varney H,

Kriebs MJ, Gegor LC, 2008 ; h. 783 ).

c. Riwayat kesehatan Keluarga

Data yang perlu ditanyakan apakah dari keluarga ibu dan

suami adanya riwayat kembar,jantung, hipertensi, diabetes

(54)

penyebab persalinan preterm . ( Varney H, Kriebs MJ, Gegor

LC, 2008 ; h. 783)

4. Riwayat Obstetri

a) Riwayat menstruasi

Untuk mengetahui usia kehamilan. Jika siklus menstruasi ibu

lancar dan ia dapat melakukan pemeriksaan kehamilan

sedini mungkin, maka hari pertama haid terakhir dapat

digunakan untuk mengestimasi usia kehamilan. Pada

umumnya konsepsi dianggap terjadi pada hari keempat

belas dari siklus 28 hari. Jika siklus >35 hari sulit untuk

menentukan usia kehamilan. Haid < 2 tahun dari kehamilan

dapat mengakibatkan persalinan preterm. ( Sofie RK, Jusuf

SE, Adhi P, 2009;h.8 ).

b) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu

Ibu yang telah mengalami kelahiran preterm pada

kehamilan yang lalu memiliki risiko 20 sampai 40 % untuk

terulang kembali. ( Varney H, Kriebs MJ, Gegor LC, 2008 ; h.

782)

c) Riwayat kehamilan sekarang

Ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya secara rutin

akan menemukan dan mendapatkan pengobatan penyakit

sistemik – infeksi ibu hamil, meningkatkan gizi, mengurangi

anemia, sehingga mengurangi persalinan preterm. (

Manuaba, 2001 ; h.344 ).

(55)

Di USA 40% persalinan preterm terjadi pada ibu-ibu yang tidak

menikah, tetapi mempunyai pasangan hidup bersama,

demikian pula di belahan dunia lain, hubungan pasangan hidup

bersama di luar nikah meningkat dan meningkatkan kejadian

persalinan preterm. ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h.52 ).

6. Pola kebutuhan sehari-hari

Untuk mengetahui apakah nutrisi ibu terpenuhi selama hamil

dan bersalin yang mencakup makan, minum, frekuensi, porsi,

jenis makanan dan minuman. Nutrisi yang tidak tercukupi

terutama pada ibu yang anemia , kekurangan suplemen zat

besi dapat mengganggu pertumbuhan janin dan dapat

mengakibatkan persalinan preterm ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi

P, 2009 ; h. 49 ).

7. Riwayat sosial – ekonomi

Tingkat sosial – ekonomi berpengaruh terjadinya persalinan

preterm. Hal ini berkaitan dengan faktor kemiskinan sehingga

kekurangan nutrisi.

( Cuningham GF, et al, 2006 ; h.771 ).

B. DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan Umum

a) Keadaan Umum

Pengamatan dilakukan dimulai saat pertama kali pasien

(56)

b) Tekanan darah

Apabila kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 30

mmHg atau mencapai >140 mmHg ; atau kenaikan

tekanan darah diastolik lebih dari 15 mmHg atau mencapai

>90 mmHg, pertimbangkan adanya preeklampsia,

eklampsia, atau hipertensi. Karena pada hipertensi

pertumbuhan janin terhambat sehingga dapat

menyebabkan preterm.

( Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu IW, Wiwiek S , 1999

; h.257 )

c) Berat badan

Untuk mengetahui peningkatan berat badan ibu selama

sebelum hamil dan selama hamil.

Bukti menunjukkan bahwa berat badan sebelum hamil

yang rendah berhubungan dengan kejadian persalinan

preterm karena asupan protein dan kalori yang tidak

adekuat.

( Varney H, Kriebs MJ, Gegor LC , 2008 ; h.782 ).

2. Status Obstetrikus

a) Inspeksi

Untuk melihat pengeluaran pervaginam apakah lendir

bercampur darah atau ketuban sudah pecah, hal ini

tanda-tanda persalinan preterm ( Saefudin AB , 2006 ;

(57)

b) Palpasi leopold

Leopold I : Untuk menentukan tinggi fundus uteri dan

menentukan umur kehamilan.

Leopold II : Untuk menentukan letak punggung janin

dan ekstremitas janin.

Leopold III : Untuk menentukan bagian terbawah

janin.

Leopold IV : Untuk menentukan bagian terbawah janin

dengan panggul.

( Rabe T ,2003 ; h. 14 )

c) Taksiran berat janin

Ditentukan berdasarkan rumus Johnson Toshack :

TBJ = Tinggi fundus uteri (dalam cm) – N ] x 155

N = 13 kepala belum melewati pintu atas panggul

N = 12 kepala masih berada di atas spina ischiadika

N = 11 kepala masih berada di bawah spina ischiadika

(Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu IW, Wiwiek S ,

2001 ; h.256).

d) His

Terjadi kontraksi yang terasa nyeri, teratur dan intervalnya

kurang dari 10 menit. ( Oxorn H , Forte RW, 2010; h. 582).

e) Auskultasi

Untuk mendengarkan Denyut jantung janin, normalnya

Gambar

Gambar 1  Patofisiologi persalinan preterm, Diterjemahkan dari :

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Kondisi masyarakat menjadi tenang 'adem ayem', konflik mulai muncul antara Melayu-Dayak pada tahun rggg ketika orang-orang Dayak menggugat komposisi anggota MPR RI

Beberapa waktu terakhir ini banyak inisiatif yang bersifat “open”; mulai dari implementasi software dalam bentuk source code yang dapat dibaca (awal dari istilah

Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering, tangan

Agama Islam menempatkan aktivitas ekonomi pada posisi strategis dalam kehidupan manusia agar mereka dapat meraih “ kehidupan yang lebih sejahtera dan lebih bernilai , tidak miskin,

Kutipan (34) di atas membuktikan bahwa, walaupun Ken Ratri adalah seorang bekas pelacur akan tetapi dalam dirinya masih ada jiwa kemanusiaan dan kepedulian antar sesama. Ia

(2) Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 50 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah dari NJOP yang

Perlindungan Anak Berbasis System Data Base untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan adanya data base terkait Perlindungan Anak dan data sekunder anak baik dari