S K R I P S I
WAR I JUNI AT I
TABANAS
p*v
T A B ^ ^ S SEBAGAI
KREDIT
S K R I P S I
D I A J U K A N U N T U K M E L E N G K A P I T U G A S
D A N M E M E N U H I S Y A R A T - S Y A R A T U N T U K
M E N C A P A I G E L A R S A R J A N A H U K U M
OLEH
WARI JUNIATI
038912984
DDSEN PEMBIMBING
DINYATAKAN TELAH DIUJI DI HADAPAN TEAM PENGUJI
PADA TANGGAL 22 OKTOBER 1993
TEAM PENGUJI
KETUA
: DJASADIN SARAGIH, S.H.; LL.M.
5EKRETARIS
: M. ISNAENI, S.H.; MS.
r
Motto:
Qs.An Nisaa' (4) ayat 135:
Wahai orang-orang Yan9 beriman, jadilah kamu orang
yang benar-benar menegakkan keadilan,
menjadi
saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapa
dan kaufn
kerabatmu. Jika ia
(tergugat atau terdakwa) kaya atau miskin, maka
Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang
dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan
(kata-kata) dalam bersaksi, maka
sesungguhnya
orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
RATA PEHGAHTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, segala puji bagi-Mu yang telah memberi rahmat ,
hidayah serta kekuatan fisik dan mental sehingga
pada
akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi
sebagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana
hukun pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini
masih terdapat kekurangan. Namun demikian saya telah berusaha
sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan ilmu
yang
ada pada saya, oleh karena itu hendaknya
dapat
dimaklumi.
Pada kesempatan ini tidak lupa saya menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dan Ibu yang selalu berdoa dan memeberikan dorongan
moril, materiil dengan penuh pengertian dan kesabaran
hingga selesainya skripsi ini;
2. Segenap pimpinan dan staf Dosen Fakultas Hukum Universitas
Airlangga yang telah mengarahkan selama saya menuntut
ilmu;
3. Ibu Moerdiati, S.H.; MS., selaku dosen pembimbing yang
memberikan petunjuk serta bimbingan dalam menyelesaikan
skripsi ini. Begitu pula kepada Bapak Djasadin Saragih,
S.H.; LL.M. dan Bapak M. Isnaeni, S.H.; M.S., selaku team
penguji;
4. Bapak Soeyatno (Kabag SDM BRI Kanwil Jatim) dan Bapak Aos
Kosasih (Kepala Rumah Tangga BRI Cabang Kaliasin Surabaya)
yang
telah
memberikan ijin
dan
kesempatan
untuk
oengumpulkan data-data. Begitu pula kepada Bapak Basrawi
(Credit
Administration Officer BRI
Cabang
Kaliasin
Surabaya), Ibu Rasti Nurwulandari (Seksi ADK) yanng telah
memberikan kesempatan serta telah banyak
menyisihkan
waktunya untuk memberikan penjelasan serta data-data yang
sangat berguna bagi penyelesaian skripsi ini;
5. Yang terakhir kali, ueapan terima kasih ini saya haturkan
kepada semua teman-teman yang telah membantu skripsi ini
yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.
Akhirnya, saya mengharap kritik dan saran para pembaca
yang sifatnnya membangun demi perbaikan skripsi ini. Secoga
skripsi ini mendatangkan manfaat bagi semua pihak pihak dan
mampu memperkaya khasanah kepustakaan ilmu hukum.
Surabaya, Januari 1894
ABSTRAK
Dewasa ini dalam kehidupan masyarakat, kredit bukanlah hal yang asing lagi,
lembaga kredit ini sudah dikenal oleh masyarakat luas. Untuk mengingkatkan usahanya atau
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, orang berpikir dan digunakan adalah dengan
berhutang atau kredit.
Bank sebagai suatu lembaga keuangan yang salah satu kegiatannya adalah
menyalurkari kredit kepada yang memerlukannya, tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang
biasanya diminta oleh bank, yaitu dengan adanya jaminan. Jaminan kredit ini dapat berupa
Tabanas.
Seperti kita ketahui bersama, masalah Tabanas sudah dikenal dalam masyarakat,
tetapi pada umumnya belum mengetahui bahwa Tabanas dapat dijadikan jaminan kredit
dibank. Dan lembaga jaminan apa yang dipakai dalam praktek penjaminan Tabanas, serta
adanya Undang-Undang Perbankan yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...
iv
DAFTAR ISI ...
vi
BAB I
: PENDAHULUAN
1. Pendahuluan : Latar Belakang dan Rumusannya
1
2. Penjelasan Judul ...
8
3. Alasan Pemilihan Judul ...
8
4. Tujuan Penulisan ...
9
5. Metodologi ...
10
6. Pertanggungjawaban Sistematika ...
12
BAB II : JAMINAN KREDIT MENURUT UNDANG-UNDANG N0M0R 14
TAHUN 1967 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992
1. Pergeseran Pengertian Istilah Jaminan ...
15
2. Tabanas Sebagai Barang Jaminan ...
18
Tabanas Sebagai Piutang Atas Nama ...
22
BAB III : LEMBAGA JAMINAN UNTUK TABANAS
1. Arti Penting Perjanjian Jaminan ...
25
2. Kedudukan Jaminan Tabanas ...
29
BAB IV : ANTISIPASI KREDITUR JIKA DEBITUR WANPRESTASI
1. Langkah-Langkah Untuk Mencegah Kerugian ....
35
BAB V
: PENUTUP
1. Kesimpulan ... .
42
2. Saran ... 43
DAFTAR BACAAN
LAKPIRAN
BAB X
PENDAHULUAN
1. Permasalahan ; Latar Belakang dan, Rumusannya
Tingkat pertambahan penduduk Indonesia (rate of
population increase) setiap tahunnya diperkirakan kurang
lebih 2,5 %. Jumlah penduduk Indonesia menurut hasil sensus
penduduk tahun 1980 adalah 147.490.298 orang.
Karena timbulnya pertambahan penduduk setiap tahun
itulah, maka ada pembangunan. Tujuan pembangunan adalah
meningkatkan pendapatan per kapita sedikitnya 5
X
setiap
tahun. Apabila tujuan ini dapat dicapai, berarti terdapat
kenaikan pendapatan per kapita lebih besar dari kenaikan
(pertambahan penduduk). Hal ini berarti tingkat kemakmuran
bangsa Indonesia makin bertambah baik setiap tahunnya.
Tetapi bila tujuan ini tidak tercapai, maka ini berarti
tingkat
kemakmuran
makin menurun. Oleh karena itulah
tanggung jawab untuk mengadakan pembangunan bukan hanya
menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga menjadi
tanggung jawab masyarakat seluruhnya. Dalam melaksanakan
pembangunan, tentu
memerlukan
dana
untuk
membiayai
pembanguan itu. Dana yang dibutuhkan tidaklah sedikit
jumlahnya.
demikian besarnya, iriaka sejak tanggal
26
Agustus 1971
pemerintah
melancarkan kegiatan dengan
nama
Gerakari
Tabungan
Nasional yang sasaran utamariya adalah mengikut
sertakan masyarakat mengumpulkan dana untuk
membiayai
pembangunan. Gerakan Tabungan Nasional itu adalah berwujud
Tabanas. Istilah Tabanas telah sering kita dengar dan
bahkan
telah demikian populer di Indonesia. Di dalam
masyarakat mulai anak-anak sekolah dasar sampai sekolah
tinggi pads umumnya mengenal istilah tersebut. Tabanas
adalah
singkatan
dari tabungan pembangunan nasional.
Menurut Fasal 1 angka 10 Undang-Undang, Nomor 7, Tahun 1992
tentang Perbankan (selanjutnya disingkat
Undang-Undang
Perbankan 1992) : "Tabungan adalah simpanan yang penarikan-
nya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu
yang disepakati,
tetapi tidak dapat ditarik dengan cek
atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu".
Tabanas merupakan suatu bentuk tabungan yang pada
prinsipnya bersifat bebas, tidak terikat oleh jangka waktu
dan jumlah penyetorannya serta penarikannya.* Menabung
dalam bentuk Tabanas hanya dapat dilakukan di bank yang
mendapat isin dari Bank Indonesia. Pengertian bank
menurut Undang-Undang
Perbankan
1992,
pasal 1
arigka 1 : "Bank adalah usaha yang menghimpun dana
dari
masyarakat
dalam
bent.uk simpanari, dan menyalurkannya
'kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak" .
Hanfaat Tabanas bagi pemerintah antara lain untuk
membiayai pembangunan yang merupakan sarana peningkatan
kemakmuran masyarakat. Sedangkan bagi penabung (masyarakat)
maka manfaatnya antara lain :
a. hidup sederhana
kesadaran dan kemauan menabung adalah sebagai akibat
dari cara hidup sederhana, oleh karena dengan mena-
burig berarti berpikir dan melakukan
distribusi
pendapatan dengan cara seefisien dan
seefisien
’ mungkin, yaitu, dari pendapatan yang ada diadakan
alokasi untuk kebutuhan yang konsumtif dan produktif
antara lain dengan menabung;
b. hidup berencana
menabung berarti mulai berpikir untuk hari depan
sedini mungkin, melihat dan mengharap kebahagiaan
hari depan denQgan penuh rasa optimis;
c. partisipasi aktif di dalam pembangunan
menabung di Tabanas berarti memanfaatkan pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat produktif,
yaitu, untuk membiayai pembangunan;
d. adanya balas jasa
karena
penabung
telah
mau
berkorban
tidak
menggunakan uangnya untuk keperluan lain, balas jasa
ini berupa bunga yang merupakan keuntungan bagi
penabung;
e. dapat dijadikan jaminan kredit.
Begitu besarnya manfaat Tabanas baik bagi pemerintah
serta bank maupun penabung itu sendiri, yang salah satunya
adalah dapat dijadikan .iaminan kredit bagi masing-masing
penabung yang membutuhkan dana untuk usahanya. Penyalurari
kredit kepada masyarakat atau nasabah juga merupakan salah
satu kegiatan bank seperti yang tersirat dalam pasal 1
angka 1 Undang-Undang Perbankan 1992, dan tersurat
dalam
pasal 3 : "Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai
penghimpun dana, penyalur dana masyarakat." Dan fungsi
tersebut bertujuan agar peranan perbankan Indonesia sebagai
penunjang pelaksanaan pembangunan dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke
arah
peningkatan
kesejahteraan
rakyat
banyak dapat
tercapai; yang pada akhirnya, bermuara pada cita-cita
pembangunan nasional Indonesia, yaitu, masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Paricasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Istilah kredit secara estimologi berasal dari bahasa
Latin, yaitu, kata kerja credere yang berarti percaya,
mempercayai. Kepercayaan ini dapat dilihat dari dua segi,
yaitu,
kreditur (bank) percaya bahwa pada saat yang
ditentukan bersamas kredit itu akari dibayar kembali; dan
debitur percaya bahwa kredit itu dapat diterima.
Seorarig sarjana mengemukakan bahwa kredit adalah
penyediaari prestasi pada saat sekarang, dengan perjanjian
akan dikembaiikan dengan kontra prestasi di kemudian hari.
ukuran dari kemampuan seseorang untuk mendapatkan sesuatu
yang bernilai ekonomis, sebagai gantinya dari janji untuk
menbayar
kembali
hutangnya pada tanggal tertentu
di
o
kenudian hari.
Undang-Undang Perbankan 1992 pasal 1 angka 12 :
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan bunga,
imbalan atau penbagian hasil keuntungan.
Dari
definisi
kredit tersebut di atas, unsur
kepercayaaan dan unsur waktu selalu tercakup di dalamnya,
sedangkan kata "
credere
" menempatkan kepercayaan sebagai
unsur yang terpenting. Kepercayaan itu tidak saja diberikan
kepada diri peminjam, tetapi juga kepada unsur-unsur,
seperti, keadaan harta bendanya, usahanya, kemampuan dan
kesanggupan membayar kembali hutajignya, yang mempunyai
pengaruh terhadap penentuan pemberian kredit.
i
Dalam praktek perbankan, pemberian fasilitas kredit
diberikan oleh bank setelah menerima benda dari debitur
sebagai jaminan
kredit. Keharusan adanya jaminan ini
dikuatkan juga dengan adanya undang-undang yang mengatur
Q
tentang keharusan memberikan jaminan bagi kreditur, yaitu,
l
pasal 1131 clan pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
atau
Burgerlijk
Wetboek (selanjutnya disingkat BW).
Pasal 1131 BW menyatakan :
"Segala kebendaan si
,berutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak baik
yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari,
menjadi tariggungan untuk segala perikatannya perseorangan. "
Sedangkan pasal 1132 BW mengatur :
"Kebendaan tersebut
menjadi jaminan bersama-sama semua orang yang mengutangkan
^adanya ...,"
Pengertian jaminan sebagaimana tercantum dalam pasal
1131 dan pasal 1132 BW merupakan ketentuan yang bersifat
umum, artinya yang menjadi jaminan adalah semua harta benda
debitur. Harta
tersebut menjadi jaminan bagi seluruh
perutangan debitur dan berlaku untuk semua kreditur.
Dalam praktek perbankan, jaminan yang bersifat umum
ini
kurang
memuaskan
bagi
kreditur, karena kurang
menimbulkan
rasa
aman dan terjamin bagi kredit yang
diberikan sehingga kreditur memerlukan benda yang bersifat
khusus sebagai jaminan piutangnys. Hal ini dimaksudkan agar
bila debitur tidak dapat mengembalikan hutang atau debitur
wanprestasi, maka jaminan kredit ini dapat dijual lelang
oleh kreditur dan hasilnya digunakan untuk menutup hutang
menimbulkan adanya lembaga bsru yang menggunakan piutang
sebagai jaminan kredit. Piutang itu berupa tagihan yang
dapat foerbentuk surat-surat berharga, seperti, giro bilyet,
cheque, polis asuransi, saham, obligasi, deposito dan
Tabanas•
Berkaitan
dengan
adanya lembaga jaminan
baru
tersebnt,
maka
d?>lam skripsi
ini,
saya
berusaha
mengur.gkapkan bagaimana pelaksanaan pemberian kredit dengan
jaminan Tabanas dalam praktek perbankan, bagaimana bentuk
perjanjian dan lembaga jaminan yang digunakan, apakah
sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang ada, serta apa
upaya hukum yang dilakukan oleh bank sebagai kreditur
apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi),
sehingga dalam pembahasan nanti diharapkan dapat menjawab
permasalahan-permasalahan yang saya kemukakan dalam skripsi
ini, yaitu :
a. apakah ada perbedaan pengertian istilah jaminan menurut
Uridang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 ?
b. lembaga jaminan apakah yang digunakan dalam praktek
untuk penjaminan Tabanas ?
c. bagaimana antisipasi yang dilakukan oleh kreditur dalam
2 . Pen-ielasan Judul
Untuk lebih mempermudahkan pemahaman skripsi ini dan
untuk menoegah meluasnya ruang lingkup pembahasan, maka
perlu diberikan penjelasari terhadap judul skripsi ini,
yaitu, "TABANAS SEBAGAI JAMINAN KREDIT."
Yar.,t :i imaksud Tabanas dalam skripsi ini adalah suatu
bentuk tabungan yang pada prinsipnya bersifat bebas, yang
tidak terikat oleh jangka waktu, jumlah penyetoran dan
penarikannya. Dengan
menggunakan Tabanas inilah
yang
kemudian dipakai sebagai barang jaminan untuk mendapatkan
kredit dari bank.
Dan yang dimaksud dengan jaminan kredit adalah
penyerahan
kekayaan seorang debitur untuk
menanggung
, pembayaran kembali suatu hutarig. Dalam skripsi ini hanya
mengenai pinjaman uang yang diberikan oleh bank sebagai
kreditur, yaitu, kredit yang diberikan oleh Bank Rakyat
Indonesia.
i
3. Alasan Pemilihan Judul
Dewasa
ini dalam kehidupan masyarakat,
kredit
bukanlah hal yang asing lagi, lembaga kredit ini sudah
dikenal oleh masyarakat luas. Untuk mengingkatkan usahanya
»
atau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, orang berpikir dan
digunakan adalah dengan berhutang atau kredit.,
kegiatannya
adalah
menyalurkari
kredit
kepada
yang
memerlukannya, tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang
biasanya diminta oleh bank, yaitu, dengan adanya jaminan.
Jaminan kredit ini dapat berupa Tabanas.
Seperti kita ketahui bersama, masalah Tabanas sudah
dikenal
dalam
masyarakat, tetapi pada umumnya belum
mengetahui. bahwa Tabanas dapat dijadikan jaminan kredit di
bank. Dan lembaga jaminan apa yang dipakai dalam praktek
peri jaminan Tabanas, serta. adanya Undang-Undang Perbankan
yang baru, yaitu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 apakah
ada pengaturan yang baru tentang jaminan. Berpijak pada
masalah ini, saya tertarik untuk membahasnya dalam bentuk
penulisan
skripsi ini guna dipakai sebagai sumbangan
pemikiran bagi pemikiran kita semua.
4 . Tu.iuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi
ini adalah :
a. untuk memenuhi persyaratan kurikuler dalam memperoleh
gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Airlangga;
b. untuk memberikan sumbangan pemikiran dan pend^pat juga
memberikan penjelasan tentang bagaimana Tabanas sebagai
jaminan kredit;
pada perpustakaan Universitas Airlangga Surabaya.
5. MfitQ.dalQfli
a. Pendekatan Masalah
Untuk mendapatkan penjelasan atas pokok permasalahan
dalam skripsi ini, says menggunakan pendekatan secara
yuridis praktis. Pendekatan secara yuridus dimaksudkan,
saya menooba mengamati permasalahan yang ada dikaitkan
dengan
peraturari perundangan yang berlaku di man a
peraturan tersebut kemudian dihubungkan dengan proses
terjadinya
pemberiari
kredit
tersebut oleh
bank.
Pendekatan secara praktis, dimaksudkan adalah pendekatan
dengar cara mengamati praktek perjanjian kredit ini pada
bank pelaksana.
b. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
diperoleh dari :
- data primer, yaitu, data yang diperoleh dari hasil
studi 1 aparigan pada BR1 Cabang Kaliasiri Surabaya serta
dari peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh bank
mengenai pemberian kredit dengan jaminan Tabanas.
Data sekurider, yaitu, melalui studi literatur, seperti
buku-buku teks, bahan kuliah, peraturan perundangan
yang
berlaku
serta sumber-sumber lain yang dapat
c. Prosedur Pengumpulan Dan Pengolahan Data
Prosedur pengumpulan data dalam skripsi ini
melalui
dua jalan, yaitu. untuk data primer dilakukan
dengan jalan tehnik wawancara yang didahului mengkonsep
pertanyaan-pertariyaan yang berhubungan dengan materi yang
dibahas
dalam
skripsi
ini
sebagai pedomsn untuk
mengadakan wawancara. Serta
dengan jalan mengumpulkan
per&turan-peraturan dan data-data dari bank yang berkaitan
dengan
masalah
perkreditan. Sedangkan data
sekunder
diperoleh dengan
jalan
membaca
1 iteratur-1jteratur,
l
peraturan-peraturan maupun tulisan-tulisan ilmiah
yang
ada hubungannya dengan permasalahan yang dibahas dalam
skripsi ini.
Kemudian dat.a-data yang diperoleh tersebut, terlebih
dahulu diadakan pengolahan data dan dibagi-bagi menurut
klas if ikasinya , kemud iari dibandingkan dengan
keten tuan
hukum yang berlaku.
d. Analisa Data
• Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara
deskriptif, yaitu, penelitian yang bertujuan untuk membuat
gambaran yang sistimatis dan faktual mengenai faktanya.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analistis,
yaitu, menjabarkan peraturan-peraturan yang ada dan masih
berlaku
mengenai pokok permasalahan dan pada akhirnya
6. Pertanggung.iawaban Sistematika
Setiap karya tulis ilmiah harus disusun secara
sistematis dan ruritut untuk memudahkan pemahaman dari isi
karya tulis tersebut. Demikian juga skripsi yanng msrupakan
salah satu karya tulis, says susun secara sistematis dan
ruritut agar dapat dipahami dengan mudah isinya.
Skripsi
ini terdiri dari lima bab dimana tiap-tiap
bab
dibagi lagi menjadi sub-sub bab. Bab I irerupakan
pendahuluan di mana pada bab ini diuraikan tentang latar
belakang penyusunan skripsi dan runusan
permasalahan.
Dengan
diletakkan pendahuluan pada Bab I, diharapkan
pembaca bisa mengetahui garis besar isi dari penulisan
skripsi ini sebelum menu.iu pada bab-bab berikutnya.
Setelah pembaoa mengetahui permasalahan yang ada,
maka pada Bab II diuraikan mengeriai perbedaan pengertian
istilah jaminan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun
1967
derigari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992.
Pembahasan ini perlu diketahui terlebih dahulu karena yang
dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Perbankan yang lama,
yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 dengan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 terdapat pergeseran istilah yang
sangat
mendasar. Dalam bab ini diuraikan pula tentang
lebih
dahulu
karena apabila ternyata Tabanas tidak
memenuhi
syarat untuk digunakan sebagai barang jaminan,
jnaka pembahasari pada bab-bab berikutnya akan sia-sia.
Dalam
Bab
II dikemukakan lembaga jaminan yang
dipakai dalam praktek untuk penjaminan Tabanas. Dalam bab
ini dibahas lebih dahulu tentang perjanjian jamir.an yang
mempunyai arti yang sarigat panting, terutama bagi kreditur.
Kemudian baru diuraikari mengenai lembaga jaminannya, peng-
gunaan
lembaga
jaminan mana yang dipakai ini sangat
berkaitan erat dengan hak-hak apa yang dapat dilaksanakan
oleh kreditur bila debitur tidak memenuhi kewajibannya.
Uraian dalam Bab III ini merupakan kelanjutan dari materi
yang diuraikari dalam Bab II.
Pada Bab IV dibahas mengenai aritisipasi kreditur
bila
debitur wanprestasi. Setelah mengetahui
tentang
bagsimsna
Tabanas
dijadikan sebagai barang
jaminan,
kemudian dibahas tentang langkah-langkah yang dilakukan
oleh kreditur untnk mencegah timbulnya kerugi&n akibat
terjadinya
wanprestasi
debitur,
karena
pada setiap
perjanjian pinjam meminjam uang selalu terbuka kemungkinan
wanprestasi terutama oleh debitur. Oleh karena itu untuk
dapat menghiridari kerugian yang mungkiri diderita ^leh bank
akibat tiridakan wanprestasi debitur, maka periu diketahui
bagaimana pelaksanaan pelunasan hutang debitur yang dapat
debitur
wanprestasi
diletakkan
di
belakang
kair^ena
merupakan perbuatan yang menyimpang dari ketentuan yang
reguler.
Pada akhir penulisan ini, yaitu, pada Bab V, saya
tempatkan kesimpulan dari semua permasalahan dan saran-
saran yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
B A B X X
JAMINAN KREDIT MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 14 TAHUN 1967 DAN UNDANG UNDANG NOMOR 7
TAHUN 1992
1. Perfleseran Eengertian Istiiah .Jaminan
"Dalam pengertian lama istiiah jaminan clan agunan
digunakan
dalam
arti kata yang sama, yaitu, sebagai
terjemahan dari istiiah dalam bahasa Inggris
c o l l a t e r a l
.
Dalam Undang-Undang Pokok Perbankan (selanjutnya disingkat
Undang-Undang Perbankan 1967), istiiah jaminan diuraikan
dalam Penjelasan pasal 24 :
Yang dimaksud dengan jaminan dalam ayat (1) ini (pasal
?A
ayat (1) : Bank Umum tidak memberi kredit tanpa
janinan kepada siapapun juga) adalah jaminan dalam arti
luas, yaitu, •jaminan yang bersifat materiil. Dalam hal
ini perlu kiranya dikemukakan bahwa bank-bank dalam
menilai suatu permintaan kredit biasanya berpedoman
kepada faktor-faktor antara lain watak, kemampuan,
modal, jaminan dan kondisi-kondisi ekonomi’.
Sedangkan dalam pengertian baru, istiiah jaminan dan agunan
dipisahksn artinya, di mana agunan hanyalah salah satu
unsur jaminan saja. Pengertian agunan itu sendiri dibedakan
dalam dua kategori,
ialah, agunan pokok, yaitu, dapat
berupa barang-barang atau hak yang diperoleh atau dibiayai
dari fasilitas kredit itu sendiri; agunan tambahan, yaitu,
barang-barang lain, surat berharga serta garansi resiko
yang tidak
mempunyai hubungan
langsung dengan obyek
pembiayaan kredit.^ Istilah jaminan tertera dalam pasal 8
Undang-Undang Perbankan 1992: "Dalam memberikan kredit,
Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan
yang diperjanjikan." Sedangkan dalam Penjelasan pasal 8
tersebut tertulis :
Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko
sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan
asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk nengurangi
risiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti
keyakinan atas kemampuan dalam kesanggupan debitur
untuk
melunasi
hutangnya
sesuai
dengan
yang
diperjanjikan merupakan faktor penting yang
harus
diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan
tersebut, sebelum
memberikan
kredit, bank
harus
melakukan penilaian yang seksama
terhadap
watak,
kemampuan, modal, agunan dan
prospek
usaha dari
debitur.. Mengingat bahwa agunan meniadi salah satn
unsur__.iaminan pemberian kredit. . . . (garis bawah dari
penulis).
Dan bila berdasarkan unsur-unsur lain telah diperoleh
keyakian
atas
kemampuan
debitur untuk mengembalikan
hutangnya, maka agunan dapat hanya berupa, proyek atau hak
5Hoediarto Hoedojo, "Tinjauan Terhadap Pengertian
Jaminan
Pemberian
Kredit
Dalam
RUU
RI
tentang
Perbankan",
Pepgemhantfan Perbankan. No. 32, November-
tagih yang dibiayai oleh kredit yang bersangkutan dan bank
tidak
wajib
meminta agunan berupa barang yang tidak
berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai yang lasim
disebut dengan agunan tambahan.
Undang-Undang Perbankan yang lama dalam pasal 24
ayat (1) menyatakan dengan tegas "Bank Umum tidak dapat
memberikan kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga." Jika
ketentuan
ini
dibandingkan dengan ketentuan pasal 8
Undang-Undang Perbankan yang baru secara harfiah, dapat
dikatakan bahwa pemberian kredit berdasarkan Undang-Undang
Perbankan yang lama, pemberian jaminan dalm kredit adalah
mutlak sifatnya. Namun kalau diteliti secara mendalam kedua
pasal tersebut beserta penjelasannya, dapat disimpulkan
bahwa keduanya dalam pemberian kredit diperlukan adanya
jaminan, hanya saja seperti telah diterangkan di atas di
mana ada pergeseran pengertian istilah jaminan juga dalam
Undang-Undang Perbankan yang baru, bank tidak wajib meminta
agunan tambahan berupa barang yang tidak berkaitan langsung
dengan obyek yang dibiayai. Dengan ketentuan ini, maka bagi
nasabah kecil yang selama ini terhambat dalam memperoleh
kredit
bank
karena tidak mempunyai agunan tambahan,
prospek yang sangat baik, dapat mengembangkan usahanya,
juga hal ini akan dapat menyebarkan alokasi dana perbankan
'dan
sesuai
dengan
jiwa dan semangat pemerataan dan
kead ilan.
Masalah barang jaminan (agunan) pada
dasarnya
hanyalah salah satu aspek dari penilaian bank terhadap
nasabah walaupun begitu barang jaminan (agunan) mendapat
»
prioritas
yang sangst tinggi. Pemberian kredit
dapat
diberikan oleh bank atau tidak, sangat tergantung pada
keberadaan barang jaminan (agunan) yang diberikan oleh
pemohon kredit di samping hal-hal lain yang tersebut di
atas, yaitu, watak, kemampuan, modal, prospek usaha. Dalam
praktek
masalah
barang jaminan (agunan) ini memegang
peranan yang dominan karena sebagai alat untuk memperoleh
kembali kredit yang teiah diberikan, sebagai alat pengaman,
baik , untuk
kepentingan bank
maupun
untuk
menjaga
pengembaliari dana masyarakat yang disimpan dalam bank
terseout.
2. Ia.b-an.as Sebagai Barang Jaminan
Dalam dunia perbankan teriiapat suatu prinsip yang
selaiu dipegang teguh, yaitu, kredit yang dikeluarkan atau
yang diiepaskan harus dapat diterima keinbali sesuai dengan
perjarijian yang telah disepakati. Dengan mengirigat prinsip
kreditur
selalu
berusaha
seselektif
mungkin
dan
mempertinbangkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Hal
ini dimaksudkan agar dalam penyaluran kredit, bank tidak
mengalami kerugian apabila dalam pelaksanaannya debitur
wanprestasi.
Berbeda dengan Undang-Undang Perbankan 1992, dalam
Undang-Undang
Perbankan
1987
ditekankan
benar arti
pentingnya lembaga jaminan bagi pemberian kredit. Hal ini
terbukti
dalam
ketentuan pasal 24 : "Bank Umum tidak
memberi
kredit
tanpa jaminan kepada siapapun juga."
Sedangkan jika diamati dengan teliti dalam Undang-Undang
Perbankan 1992 tidak ada satu pasalpun yang secara tegas
melarang pemberian blanko kredit.
Pasal 8 Undang-Undang Perbankan 1992 disebutkan :
"Dalam
memberikan
kredit, Bank
Umum wajib mempunyai
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk
melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan." Dalam
Penjelasan pasal ini diberikan pedoman bagi perolehan
keyakinan akan kemampuan debitur, diantaranya bank harus
melakukan penilaian yang seksama terhadap lima unsur,
yaitu, watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha
dari debiturnya. Di antara lima unsur itu sendiri unsur
barang jaminan (agunan)lah yang secara langsung dapat
digunakan bank untuk memperoleh pelunasan atas kredit yang
itu adanya barang jaminan (agunan) juga dipergunakan untuk
menentukan besar kecilnya kredit yang akan diberikan oleh
bank sebagai kreditur. Dalam hal ini jangan sampai nilai
dari barang jaminan (agunan) itu iebih kecil daripada
kredit y&rig diberikan.
Barang Jaminan (agunan) itu harus merupakan barang
yang
dapat
dinilai dengan uang. Hal ini mengandung
pengertian
bahwa
barang jaminan (agunan)
itu
harus
mempunyai nilai ekonomis, yaitu, riilai tunai. Adanya nilai
ekonomis
ini
dimaksudkan agar bi. lam ana debitur tidak
memenuhi kewajibannya
yang
berarti
tidak
membayar
hutangnya,
maka
bank selaku kreditur dapat mengambil
pelunasan dari agunan tersebut.
Barang Jaminan (agunan) itu merupakan sesuatu yang
timbul dari adanya perikatan antara debitur dan kreditur.
Perikatan antara debitur dengan kreditur tersebut dalam hal
ini adalah menyangkut tentang pinjam meminjam uang, yaitu,
adanya
perjanjian
pemberian kredit oleh bank selaku
kreditur,
Pada setiap penyimpanan uang di bank dalam bentuk
Tabanas, seorang penabung akan menerima buku tabungan yang
di dalamnya antara lain berisi, yaitu, nama dan alamat
penabung, saldo Tabanas (yang dinyatakan dalam jumlah nilai
uang), serta nama dan alamat bank penyelenggara. Dengan
t.erdapat saldo setoran yang berupa uang, jumlah saldo
j^nilah merupakan jumlah tagihan seorang penabung kepada
bank penyelenggara. Jumlah saldo inilah yang nantinya akan
dibayarkan oleh bank penyelenggara kepada penabung bilamana
ia menghendaki untuk mengambilnya. Dengan adanya jumlah
saldo yang
merupakan
tagihan
penabung
kepada bank
penyelenggara, maka Tabanas memiliki nilai ekonomis.
Untuk menjadikan agar Tabanas itu merupakan barang
yang dibutuhkan oleh debitur, maka dalam hal digunakannya
Tabanas sebagai barang jaminan kredit, bank hendaknya
memberikan kredit dengan jumlah yang lebih kecil daripada
jumlah saldo yang ada pada Tabanas. Hal ini dimaksudkan
agar debitur tetap berkeinginan untuk melunasi hutangnya,
karena ia akan merasa bahwa nilai Tabanas itu lebih tinggi
daripada
ia
tidak melunasi hutangnya. Dengan adanya
perbedaan jumlah antara kredit dan jumlah saldo Tabanas,
maka debitur akan terus berusaha untuk melunasi hutangnya.
Dan juga bank sebagai pemberi hutang akan terhindar dari
kerugian dan bank akan memperoleh keuntungan, yaitu, bank
dapat mengambil pelunasan, di samping jumlah pokok kredit
yang diberikan juga termasuk bunga kredit.
Dalam pemberian kredit yang dilakukan oleh Bank
Rakyat Indonesia, bila calon debitur kredit mengajukan
permohonan kredit dengan barang jaminan (agunan) Tabanas,
modal, dan prospek usaha tidak perlu diperiksa lagi karena
bank menganggap telah mempunyai keyakinan atas kemampuan
dan kesanggupan calon debiturnya untuk melunasi hutangnya.
Sedangkan dalam penentuan bunga kredit berdasarkan bunga
Tabanas yang sedang berlaku ditambah 2
%.
Dari penjelasan tersebut di atas, memang Tabanas
memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai barang jaminan.
Tabanas Adalah Sebagai Piutang Atas Nana
Tabanas merupakan salah satu bentuk simpanan di bank
dan sebagai bukti penabungan, maka bank menerbitkan buku
tabungan, sebagai bukti pencatatan untuk penabung tentang
jumlah uang tabungannya pada bank. Dengan adanya simpanan
uang tersebut
dapat
dikatakan bahwa setiap penabung
mempunyai tagihan uang pada bank sebesar jumlah saldo yang
tertera dalam buku tabungan. Hal ini berarti bank bertindak
sebagai debitur dan penabung sebagai kreditur. Walaupun
dalam buku tabungan tidak disebutkan bahwa bank mempunyai
hutang kepada penabung, tetapi dengan adanya kewajiban bank
untuk
membayar
kembali uang
penabung bila penabung
mengambil baik sebagian maupun seluruhnya, dan adanya
pemberian
bunga oleh bank, maka hal ini dapat dikatakan
sebagai adanya hutang bank kepada penabung.
Dengan menggunakan Tabanas sebagai barang jaminan,
piutang. Sehubungan dengan adanya jaminan atas tagihan atau
piutang yang terdapat pada penggunaan Tabanas sebagai
jaminan* maka kita berhubungan dengan penggunaan jaminan
atas benda bergerak tidak bertubuh, yang termasuk ke dalam
benda bergerak tidak bertubuh ini adalah hak yang dalam hal
ini ialah hak tagihan atau piutang. “Hak atas piutang ini
dibedakan dalam piutang atas nama (vordering op naam),
piutang atas tunjuk (vordering aan order), dan piutang atas
bawa (vordering aan toonder)."®
Buku penabung Tabanas di dalamnya terdapat hak atas
suatu jumlah tagihan kepada bank penyelenggara, maka hal
ini merupakan tanda bukti adanya piutang. Dan bentuk yang
paling sesuai adalah piutang atas nama (vordering op naam).
Suatu surat dikatakan sebagai piutang atas nama apabila
yang tercantum dalam surat tanda bukti piutang itu hanya
dapat dilakukan oleh orang yang namanya tercantum dalam
surat
tersebut.
Terhadap selain
orang yang namanya
tercantum dalam surat tersebut itu, debitur berhak untuk
menolak pembayaran kepadanya, kecuali ada surat kuasa untuk
itu dari pemilik Tabanas kepada pengambil.
^Mariam
Darus
Badrulzaman,
Bab-Bah
Tftnt.anq
Creditverband .__ Gadai,__ Dan Fiducia. cet. V, Cita Aditya
Bakti, Bandung, 1991, h. 66.
p
M I L l ^
I
I
MRPUSTAKAAI
Sehubungan dengan ketentuan tersebut, maka jika
Tabanas dikategorikan sebagai piutang atas nana adalah
sangat tepat, karena untuk dapat melakukan penagihan kepada
bank penyelenggara, dalam hal ini pengambilan simpanan
Tabanas, hanya dapat dilakukan oleh penabung itu sendiri,
sebab hanya dialah yang namanya tercantum dalam buku
tabungan.
Dalam praktek perbankan, untuk mencegah terjadinya
kekeliruan
dalam
hal pembayaran oleh bank, maka bila
tagihan akan diambil sebagian atau seluruhnya, penabung
harus mengisi sendiri slip pengambilan Tabanas, yang di
dalamnya terdapat kolom untuk tanda tangan yang nantinya
akan dicocokkan dengan contoh tanda tangan dalam arsip
bank, serta harus menunjukkan surat bukti diri yang sah,
Sedangkan bila pengambilan dilakukan orang lain, maka harus
mengisi surat kuasa pencairan Tabanas yang disediakan oleh
bank, dan pengambil tabungan tetap membubuhkan tanda tangan
pada kolom di slip pengambilan, serta menyerahkan bukti
B A B X X X
LBMBAGA JAMINAN UNTUK TABANAS
1- Arti Penting Per.ian.iian Jaminan
Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi praktek
pinjam
meminjam
uang yang dilakukan oleh bank dengan
nasabahnya. Praktek pinjam meminjam uang ini kita kenal
dengan
istiiah
kredit. Dalam usaha untuk memperoleh
fasilitas kredit yang diberikan oleh bank, maka seseorang
dapat mengajukan permohonan kepada bank sebagai kreditur.
Agar suatu permohonan kredit yang diajukan oleh seseorang
itu dikabulkan oleh bank, maka calon debitur harus memenuhi
syarat untuk mendapatkan kredit tersebut. Salah'satu syarat
untuk mendapatkan kredit dari bank adalah dengan mengadakan
perjanjian pinjam meminjam uang antara debitur dengan
kreditur. Dalam perjanjian tersebut biasanya memuat tentang
ketentuan-ketentuan yang menyangkut hak dan kewajiban dari
masing-masing
pihak.
Dan
setiap
upaya untuk dapat
memperoleh
fasilitas
kredit
selalu didahului dengan
perjanjian kredit.
Dan dalam praktek perbankan, termasuk persyaratan
untuk mendapatkan kredit adalah adanya barang jaminan yang
berupa harta
tertentu dari kekayaan debitur. Hal ini
secara khusus dijaminkan, sehingga nantinya dapat dipakai
sebagai pelunasan bilamana terjadi wanprestasi. Sehubungan
dengan itu, untuk menentukan benda-benda tertentu dari
kekayaan debitur yang digunakan sebagai barang jaminan,
maka biasanya di saraping dibuat perjanjian pemberian kredit
juga dibuat perjanjian jaminan.
Perjanjian pemberian kredit atau perjanjian pinjam
meminjam uang itu merupakan perjanjian pokok yang merupakan
sesuatu
yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian-
perjanjian
lain
yang
mengikutinya,
yaitu,
berupa
perjanjian-perjanjian
pengikatan
jaminan.
Perjanjian
jaminan
merupakan
perjanjian
tambahan
(perjanjian
accessoir) sehingga keberadaannya bergantung sepenuhnya
pada perjanjian pinjam meminjam uang. Hal ini berarti tidak
mungkin ada
perjanjian jaminan
tanpa
didahului oleh
perjanjian
pemberian
kredit, maka
hal ini membawa
konsekuensi bahwa perjanjian jaminan itu bukan perjanjian
mandiri. Dan juga dengan hapusnya perjanjian kredit, yang
merupakan perjanjian pokok, maka akan menyebabkan hapusnya
perjanjian jaminan sebagai perjanjian tambahan.
Perjanjian jaminan ini berfungsi untuk mengikat
barang jaminan yang diserahkan debitur. Dengan diserahkan
suatu barang tertentu dari debitur untuk digunakan sebagai
jaminan, maka kekuasaan debitur atas barang
tersebut
kembali barangnya seperti dalam keadaan semula, setelah ia
memenuhi kewajibannya untuk membayar hutangnya, sedangkan
bila debitur tidak memenuhi kewajibannya, maka kreditur
berhak mengambil pelunasan dari barang jaminan tersebut.
Dengan
detnikian
adanya perjanjian jaminan ini lebih
dibutuhkan kreditur daripada debitur. Hal ini disebabkan
perjanjian jaminan tersebut untuk mengikat barang jaminan
yang dipakai oleh kreditur dalam menjaga keamanan hartanya
yang berada di tangan debitur, karena debiturnya yang
mempunyai peluang yang lebih besar untuk wanprestasi.
Mengingat pentingya barang jaminan pada
setiap
pemberian
kredit, terutama bagi kreditur, maka setiap
perjanjian
pemberian
kredit
selalu
diikuti
dengan
perjanjian tambahan yang berupa perjanjian penjaminan.
"Kedudukan
perjanjian penjaminan yang
dikonstruksikan
sebagai perjanjian accessoir itu menjamin kuatnya lembaga
jaminan tersebut
bagi keamanan pemberian kredit oleh
n
k r e d i t u r . S e h i n g g a adanya perjanjian penjaminan ini akan
dapat mengurangi kekhawatiran bank selaku kreditur terhadap
wanprestasi debitur.
7
Sri Soedewi Hasjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di
Indonesia
Pokok-Pokok.. Hukum... Jaminan
Dan_____ Jaminan
Dalam peobahasan skripsi ini, barang jaminan yang
diikat dengan perjanjian jaminan adalah berupa Tabanas. Ini
berarti yanng diikat adalah hak tagihan yang terkandung
dalam Tabanas tersebut. “Walaupun Tabanas diikat sebagai
barang jaminan, namun debitur masih dapat mempergunakannya,
yaitu, menabung
dan atau menarik sejumlah uang yang
tersimpan. Cara menabungnya dilakukan seperti biasa dengan
mengisi slip penabungan, tetapi tidak diserahkan kepada
kasir atau petugas bagian Tabanas, melainkan kepada petugas
bagian kredit yang menahan buku tabungan Tabanas yang
digunakan
sebagai
barang
jaminan.
Sedangkan
untuk
pengambilannya
juga dilakukan seperti biasanya dengan
mengisi slip pengambilan Tabanas dan seperti cara menabung
di atas, tidak diserahkan kepada kasir atau petugas bagian
Tabanas,
melainkan
kepada petugas bagian kredit yang
menahan buku tabungan, tetapi pengambilan ini hanya dapat
dilakukan di luar sejumlah saldo yanng diblokir* oleh bank
untuk barang jaminan kredit yang telah diralisisasi.
Hal
ini berarti hak tagihan yang telah diblokir oleh bank untuk
barang jaminan, debitur tidak dapat menggunakannya lagi
sampai
ia
melunasi
semua
hutangnya,
karena dalam
kekuasaan bank selaku kreditur. Dan pengguasaan bank atas
hak tagihan yang diblokir tersebut didasarkan atas adanya
perjanjian jaminan.
2. Kedudukan Jaminan Tabanas
Penggunaan Tabanas sebagai jaminan adalah termasuk
dalam
jaminan benda yang tidak bertubuh, karena yang
dijadikan
barang jaminan adalah adanya tagihan yang
terdapat pada Tabanas, yaitu, kepada bank penyelenggara dan
tagihan ini berupa tagihan terhadap piutang atas nama,
karena hanya untuk orang yang namanya tercantum dalam
buku
penabungan
Tabanas
saja. Pelaksanaan pemberian
fasilitas kredit ini di Bank Rakyat Indonesia, bank hanya
menjanjikan cessie atas jaminan piutang-piutang atas nama,
termasuk di dalamnya Tabanas.
Cessie adalah suatu perjanjian, di mana kreditur
mengalihkan piutangnya (atas nama) kepada pihak lain.
Peralihan piutang atas nama atau cessie yang digunakan
untuk menjamin pelunasan hutang melibatkan tiga pihak,
yaitu,
cessionaris,
pihak penerima peralihan piutang
sebagai jaminan (bank kreditur kredit); cedent, pihak yang
menyerahkan piutang sebagai jaminan (nasabah bank selaku
debitur kredit); cessus atau debitur cessus, pihak yang
hutangnya
dialihkan
oleh
cedent (bank penyelenggara
Pasal 613 ayat <1) BW menentukan :
Penyerahan akan
piutang
piutang
atas nama
dan
kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan
membuat sebuah akta otentik atau di bawah tangan,
dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan
kepada orang lain.
Penyerahan piutang saja dengan persetujuan lisan bahwa
piutang telah dipindahtangankan tanpa bukti surat tentang
penyerahan itu, bukan cessie yang sah.
Setelah akta cessie dibuat dan ditandatangani, maka
sah
terjadinya perigalihan piutang dari cedent kepada
cessionaris
secara
mutlak
dan
sah
menurut hukum.
Selanjutnya
cessie
tersebut
harus
diberitahukan
(betekening) kepada debitur cessus, hal ini diatur dalam
pasal 613 ayat (2) BW, yaitu, “Penyerahan yang demikian
bagi
si
berutang tiada akibatnya, melainkan setelah
penyerahan
itu
diberitahukan kepadanya, atau
secara
tertulis
disetujui
dan diakuinya." Tetapi
keharusan
pemberitahuan (betekening) cessie kepada debitur cessus
tidak
berarti
bahwa cessie itu baru terjadi setelah
dilakukan pemberitahuan tersebut, sebab dengan dibuatnya
akta cessie saja, piutang sudah sah beralih dari cedent
kepada cessionaris, tetapi agar ada akibatnya bagi debitur
cessus, maka perlu cessie diberitahukan kepadanya.
Bila debitur cessus tidak diberitahu bahwa hutang
telah dicessiekan kepada kreditur baru, maka debitur cessus
waktu ia melakukan kepada kreditur lama betul-betul tidak
tahu telah diadakannya cessie tersebut, sehingga ia mengira
bahwa kreditur yang semula itu benar-benar kreditur yang
sah.
Lembaga cessie sebagai barang jaminan ini dalam
pelaksanaanya tidak diatur secara khusus dalam BW, seperti
halnya lembaga gadai atau hipotek. Tetapi hal ini bukanlah
untuk menyelundupi ketentuan yang mengatur tentang gadai.
Menurut pendapat J. Satrio, "... lembaga cessie sebagai
sebagai upaya untuk menghindari kesulitan-kesulitan yang
dihadapi kreditur di dalam praktek, dalam upayanya untuk
mendapatkan jaminan pelunasan yang baik.”^ Kesulitan itu
muncul bila mengikuti ketentuan cara gadai piutang atas
nama sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1153 BW yang
menentukan :
Hak
gadai atas benda-benda bergerak yang tidak
bertubuh kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat
bawa,
dj-letakkan
dengan
pemberitahuan
perihal
penggadai&n,
kepada orang terhadap siapa hak yang
digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh orang ini,
tentang
pemberitahuan
tersebut
serta
tentang
izinnya si pemberi gadai dapat
dimintanya suatu
bukti.
Dalam
gadai piutang atas nama,
pemberitahuan
(betekening) saja, kreditur kemudian (kreditur penerima
9J. Satrio,
Hukum
Jaminan,
Hak-Hak
Jaminan
Kebendaan.
cet. I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991,
gadai) hanya dapat mencegah agar debitur asal, sesudah
pemberitahuan tersebut, tidak membayar lagi secara sah
kepada
krediturnya
(kreditur asal),
yang
sekarang
berkedudukan sebagai debitur pemberi gadai. Bila debitur
asal tetap membayar kepada krediturnya (kreditur asal),
maka hutangnya tidak menjadi lunas. Pelunasan hanya dapat
terjadi
dengan
pembayaran kepada kreditur
kemudian
(kreditur penerima gadai). Apabila debitur pemberi gadai
wanprestasi dan debitur asal belum melunasi hutangnya maka
kreditur asal (debitur pemberi gadai) tidak berhak lagi
untuk menagih piutangnya kepada debitur asal, dan juga
kreditur kemudian (kreditur pemegang gadai) tidak berhak
untuk menagih sendiri'tagihan yang dijaminkan kepadanya,
karena ia bukan pemilik tagihan tersebut. Untuk menghadapi
situasi yang demikian itulah kreditur menuntut cessie atas
tagihan yang dijaminkan, supaya dalam situasi seperti di
■atas ia dapat langsung menagih debitur asal dan mengambil
pelunasan atas hutang debiturnya.
Lembaga cessie yang diatur dalam BW sebenarnya
dimaksudkan untuk mengalihkan hak milik, sedangkan di sini
cessie tagihan atas nama tersebut hanya untuk jaminan
i