• Tidak ada hasil yang ditemukan

TREND PRODUKSI DAN TARGET PENGEMBANGAN MENDUKUNG SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN DI SULAWESI BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TREND PRODUKSI DAN TARGET PENGEMBANGAN MENDUKUNG SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN DI SULAWESI BARAT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TREND PRODUKSI DAN TARGET PENGEMBANGAN MENDUKUNG

SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN DI SULAWESI BARAT

Syamsuddin

1)

dan Rahmawati

2)

1) Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat 2) Balai Penelitian Tanaman serealia

ABSTRAK

Jagung merupakan komoditas pangan strategis nasional kedua setelah padi.Sampai saat ini produksi jagung belum mampu menyokong kebutuhan dalam negeri sehingga impor terus dilakukan setiap tahun. Target produksi jagung nasional tahun 2015 sebesar 20,33 juta ton dengan pertumbuhan sebesar 5,57%/tahun. Sulawesi Barat merupakan salah satu wilayah sumber pertumbuhan baru jagung.Produksi jagung pada tahun 2013 mencapai 128.327 ton dengan produktivitas mencapai 4,79t/ha. Pertumbuhan produksi jagung selama 10 tahun terakhir (2004–2013) dengan trend pertumbuhan rata-rata 9,84%/tahun, sedangkan trend pertumbuhan produktivitas sebesar 3,67%/tahun. Produksi jagung saat ini telah menjadikan Sulawesi Barat sebagai salah satu daerah yang berswasembada. Dalam upaya mendukung pencapaian swasembada jagung nasional yang berkelanjutan, maka Sulawesi Barat menargetkan produksi jagung tahun 2015 sebesar 164.000 ton dengan target rata-rata pertumbuhan sebesar 7,92%/tahun sehingga tahun 2019 dapat dicapai produksi sebesar 240.605 ton. Optimisme pencapaian target swasembada jagung yang berkelanjutan didukung oleh ketersediaan teknologi yang memadai seperti ketersediaan VUB jagung dengan potensi hasil tinggi, potensi lahan, dan teknologi budidaya. Tulisan ini merupakan hasil review dari data sekunder dan hasil identifikasi terhadap produksi dan pengembangan jagung yang ada di Sulawesi Barat.

Kata kunci: jagung, swasembada berkelanjutan, produksi, pendapatan.

PENDAHULUAN

Jagung ( Zea mays L.) merupakan salah satu komoditas pangan sumber karbohidrat penting dunia.Permintaan untuk pemenuhan kebutuhan jagung terus meiningkat, baik nasional maupun dunia.Masyarakat di Negara benua Amerika dan sebagian masyarakat Indonesia, jagung merupakan sumber bahan pangan utama.Jagung memiliki kandungan gizi dan serat kasaryang cukup memadai sebagai bahan pangan pokok.

Bayu Krisnamurthi (2010), menyatakan bahwa jagung telah dikonsumsi masyarakat sebagai pangan alternatif seperti di Sulawasi, Jawa Timur, Bali, bahkan di NTT jagung merupakansumber pangan lokal masyarakat, lebih dari 50% produksi jagung digunakan untuk konsumsi,10% olahan dan selebihnya untuk pakanternak. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga dimanfaatkan sebagai pakanternak (hijauan maupun tongkolnya).Kandungan karbohidrat pada jagung dapat mencapai 80% dariseluruh bahan kering biji jagung. Pemanfaatan tongkol jagung untuk pakan ternak melalui proses fermentasi dengan cara mencampur tongkol jagung dengan cendawan trichoderma dan gula pasir (Prasetyo 2002; Ditjen Peternakan 2003; Mubyarto 2002).

Sebagai sumber pangan untuk makanan pokok masyarakat dan untuk pakan ternak, kedua faktor tersebut yang menyebabkan permintaan akan hasil jagung terus

(2)

meningkat dari tahun ketahun. Pertumbuhan produksi jagung Indonesia sejak tahun 2010 sampai Produksi jagung Indonesi sejak tahun 2010 – 2014 rata-rata sebesar 1,11% dengan nilai produksi pada tahun sebanyak 19.033.000 ton (Kementan 2015).

Peningkatan produksi jagung nasional terus dilakukan oleh pemerintah.Upaya tersebut dilakukan melalui program peningkatan produktivitas dengan inovasi tekniologi yang lebih baik, perluasan areal tanam, pengamanan hasil produksi, dan penyempurnaan manajemen dalam sistem produksi.Upaya ini cukup berhasil yang ditandai dari meningkatnya nilai Self sufficiency Achievement Index (SAI) yakni sebesar 115,52 pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 117,69 pada tahun 2012 (Haryono 2012).

Sulawesi Barat merupakan salah satu wilayahyang sangat potensial untuk pengembangan jagung.Perkembangan luas dan produksi jagung terus meningkat dari setiap tahun.Pada tahun 2013, luas areal pertanaman jagung mencapai 30.326 ha dengan total produksi mencapai 128.327 ton. Dari luas panen dan produksi yang ada pada tahun 2013, produktivitasnya baru mencapai 47,92 kw/ha (BPS 2014; Distanak Provinsi Sulawesi Barat 2015). Produktivitas yang ada tersebut masih tergolong sangat rendah jika dibandingkan dengan potensi hasil varietas jagung yang berkembang.

Produktivitas jagung yang rendah di Sulawesi Barat dipengaruhi oleh berbagai factor dan permasalahan. Selain faktor harga jagung pipilan yang rendah, inovasi teknologi dalam usahatani jagung ditingkat petani juga masih sangat rendah. Di Sulawesi Barat, produksi jagung yang ada umumnya di pasarkan di luar daerah melalui pedagang lokal, sebab belum ada masyarakat yang memanfaatkan jagung sebagai pangan pokok serta belum adanya industri pakan ternak yang dapat menyerap Produksi jagung yang ada.

Namun demikian dalam rangka mendukung swasembada jagung secara nasional, pemerintah terus melakukan upaya pengembangan ditingkat petani.Melalui Distanak provinsi Sulawesi Barat, program peningkatan produksi jagung dilaksanakan dalam 4 (empat) hal yaitu peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, pengamanan produksi, dan penyempurnaan manajemen pengembangan. Berdasarkan 4 (empat) hal tersebut, maka Sulawesi Barat menargetkan pertumbuhan yang signifikan setiap tahun sehingga pada tahun 2019 dapat mencapai produksi sebanyak 40.605 ton sebagai bentuk dukungan dalam pencapaian swasembada jagung nasional yang berkelanjutan.

TREND PERTUMBUHAN LUAS AREAL, LUAS PANEN, PRODUKTIVITAS

DANPRODUKSIDI SULAWESI BARAT

Tanaman jagung di Sulawesi Barat bukan merupakan sumber pangan pokok masyarakat.Selain itu, peternakan yang menjadikan jagung sebagai bahan pakan belum berkembang. Jagung yang di produksi petani seluruhnya diarahkan untuk komersil atau dipasarkan keluar daerah Sulawesi Barat.

Pengembangan jagung di Sulawesi Barat sepenuhnya masih diusahakan oleh petani. Belum ada pengembangan jagung yang dilaksanakan oleh perusahaan Swasta atau BUMN, baik nasional maupun Multi Nasional. Pengembangan jagung di laksanakan pada semua daerah atau kabupaten yang ada (6 kabupaten) di Sulawesi

(3)

barat, Namun demikian sumber pertumbuhan jagung utama di Sulawesi Barat terdapat pada 3 (tiga) kabupaten yaitu Mamuju Utara, Mamuju Tengah, dan Mamuju.

Sejak tahun 2004 sampai saat ini, pengembangan jagung terus meningkat sehingga produksinya meningkat pula setiap tahun. Pertumbuhan produksi jagung selama 10 tahun terakhir (2004 – 2013) dengan trend pertumbuhan rata-rata sebesar 8,85%, sedangkan trend pertumbuhan produktivitas rata-rata sebesar 3,67%/tahun. Tabel 1. Trend pertumbuhan produksi jagung sejak tahun 2004-2013 di provinsi

Sulawesi Barat.

No. Tahun Luas Tanam Luas Panen Produktivitas Produksi

(ha) (ha) (Kw/ha) (t)

1. 2004 4.933 4.588 32,10 14.726 2. 2005 5.481 5.220 33,22 17.343 3. 2006 6.746 4.994 34,74 17.351 4. 2007 7.727 7.359 36,19 26.633 5. 2008 9.383 9.110 44,18 40.252 6. 2009 12.279 11.694 49,87 58.320 7. 2010 16.642 13.308 43,60 58.020 8. 2011 23.705 17.372 47,77 82.994 9. 2012 28.152 25.141 48,75 122.554 10. 2013 30.726 26.781 47,92 128.327

Sumber: BPS, 2014; Distanak Provinsi Sulawesi Barat, 2014

Trend pertumbuhan untuk peningkatan luas tanam jagung di Sulawesi Barat selama 10 (sepuluh) tahun terakhir (2014-2013) rata-rata sebesar 9,33% menunjukkan bahwa ada upaya yang nyata terhadap pertambahan luas tanam (Gambar 1). Pertambahan luas tanam dilakukan melalui upaya peningkatan Indeks pertanaman (IP) dan perluasan areal.Perluasan tanam berkorelasi positif dengan luas tanam yang juga terus meningktat setiap tahunnya dalam 10 (sepuluh) tahun terakhirdengan trend pertumbuhan rata-rata sebesar 9,21% (Gambar 2).

Produktivitas jagung juga mengalami peningkatan yang nyata meskipun nilainya tidak terlalu besar yaitu rata-rata hanya sebesar 3,67%/tahun (Gambar 3). Namun demikian peluang peningkatan produktivitas ke yang lebih tinggi masih sangat berpeluang. Hal tersebut disebabkan oleh adanya Gap perberdaan produktivitas antara yang ada ditingkat petani dengan potensi hasil varietas yang berkembang.Produktivitas jagung sejak tahun 2004-2007 hanya berkisar antara 32,10 – 36,19 kw/ha, namun demikin sejak tahun 2008 – 2013 produktivitas meningkat pada kisaran 43,60 – 48,75 kw/ha. Peningkatan rata-rata produktivitas jagung di Sulawesi Barat sejak tahun 2008 – 2013 disebabkan meningkatnya inovasi teknologi PTT yang termasuk dalam program SL-PTT, meskipun petani belum menerapkan secara sempurna setiap komponen teknologi dalam pendekatan PTT jagung.

(4)
(5)

Pelung peningkatan produktivitas dalam pengembangan jagung kedepan masih sangat berpeluang, sebab rata-rata produktivitas saat ini yang hanya sebesar 47,92 kw/ha yang berarti masih memiliki Gap atau perbedaan yang sangat besar (>50%) dari potensi hasil varietas jagung yang berkembang di Sulawesi Barat yang berkisar 80,0 – 100,0 kw/ha. Peluang tersebut akandapat dicapai dengan meningkatkan adopsi inovasi teknologi atau penerapan teknologi PTT jagung di tingkat petani.

Trend pertumbuhan produksi jagung di Sulawewsi Barat sejak tahun 2004-2013 rata-rata sebesar 9,84%/tahun dengan produksi tahun 2013 sebanyak 128.327 ton. Pertumbuhan yang cukup signifikan tersebut dapat dicapai karena adanya peningkatan luas tanam dan peningkatan produktivitas yang signifikan pula setiap tahunnya (Gambar 4).Trend pertumbuhan produksi tersebut masih memiliki peluang yang sangat besar sebab potensi lahan masih cukup luas dan manfaat inovasi teknologi budidaya jagung (PTT jagung) semakin dirasakan oleh petani.

TARGET PRODUKSI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN JAGUNG DI

SULAWESI BARAT

Program pengembangan jagung oleh pemerintah daerah di Sulawesi Barat merupakan langkah strategis dalam upaya meningkatkan produksi sekaligus meningkatkan pendapatan usahatani para petani jagung yang ada. Program tersebut sekaligus merupakan langkah dan upaya agar swasembada jagungyang telah dicapai oleh Sulawesi Barat tetap berkelanjutan, termasuk mendukung program pencapaian swasembada jagung secara nasional.

Program pengembangan jagung di Sulawesi Barat merupakan tindak lanjut dari program pengembangan tahun-tahun sebelumnya. Dalam 5 (tahun) kedepan yaitu 2015 – 2019 dalam upaya mendukung Swasembada jagung Sulawesi Barat yang berkelanjutan dan dukungan pencapaian swasembada jagung nasional, telah ditargetkan adanya perluasan areal tanam dan panen serta peningkatan produktivitas jagung (Tabel 2).

Tabel 2. Target pertumbuhan produksi Jagung tahun 2015 - 2019 di provinsi Sulawesi Barat.

No. Tahun Luas Tanam Luas Panen Produktivitas Produksi

(ha) (ha) (Kw/ha) (ton)

1. 2015 34.693 33.660 45,76 164,336

2. 2016 38.115 36.300 46,68 180,771

3. 2017 41.105 39.147 47,61 198,847

4. 2018 44.329 42.217 48,57 218,731

5. 2019 47.804 45.529 49,54 240,605

Sumber: Distanak Provinsi Sulawesi Barat, 2014

Target produksi jagung di Sulawesi Barat pada tahun 2019 sebanyak 240.605 ton. Target tersebut dapat dicapai dengan angka pertumbuhan produksi rata-rata sebesar 7,93%/tahun atau sebesar 19.067,25 ton/tahun dapat dipertahankan. Dalam program pencapaian target produksi jagung sebesar 240.605 ton pada tahun 2019

(6)

tersebut, maka luas tanam pertumbuhannya ditingkatkan rata-rata sebesar 6,86%/tahun, dengan pertumbuhan luas panen rata-rata sebesar 6,52%/tahun, serta pertumbuhan produktivitas akan dipertahankan rata-rata sebesar 1,91%/tahun (Gambar 5).

Strategi pemerintah daerah Sulawesi Barat dalam upaya pencapaian target produksi jagung setiap tahun sampai tahun 2019 dituangkan dalam 4 (empat) konsep dasar peningkatan produksi.Konsep strategi tersebut merupakan penjabaran dari strategi peningkatan produksi tanaman pangan nasional oleh kementerian pertanian yaitu 1) peningkatan produktivitas, b) perluasan areal tanam dan pengelolaan lahan, c) pengamanan produksi, dan d) penyempurnaan manajemen (Kementan 2015).

1.

Peningkatan produktivitas

Upaya peningkatan produktivitas jagung di Sulawesi Barat dilakukan dengan meningkatkan penerapan atau inovasi teknologi produksi jagung dan pengembangannya ditingkat petani. Konsep dan ketersediaan teknologi untuk penerapan mengacuh pada rekomendasi teknologi yang dikeluarkan oleh Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) melalui LPTP Sulawesi Barat. Rekomendasi teknologi untuk budidaya jagung tersebut bersifat spesifik lokasi yang meliputi pola dan waktu tanam, penggunaan benih bermutu, jenis dan dosis pemupukan berimbang, pengelolaan pengairan, pengendalian hama penyakit, serat panen dan pascapanen (LPTP Sulawesi Barat 2015). Konsep rekomendasi tersebut telah mengacu pada konsep pendekatan PTT jagung spesifik lokasi.Peningkatan produksi jagung melalui pendekatan PTT telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas jagung secara nyata ditingkat usahatani dan ditetapkan sebagai pedoman dalam peningkatan produksi jagung oleh kementerian pertanian (Kementan 2010; Puslitbangtan 2009; Sembiring dan Abdulrahman 2008).

2.

Perluasan areal tanam dan pengelolaan lahan

Perluasan areal tanam dan pengelolaan lahan dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan produksi jagung di Sulawesi Barat. Perluasan areal tanam dilakukan dengan pembukaan lahan baru, pemanfaatan lahan disela tanaman perkebunan yang belum berproduksi (TBM) seperti kelapa sawit dan kakao,

(7)

peningkatan indeks pertanaman (IP) pada lahan kering atau indeks penggunaan lahan (IPL) lahan sawah irigasi dan tadah hujan. Peningkatan IP jagung dilakukan melalui pemanfaatan data curah hujan sehingga pola tanam dapat optimalkan dengan menanam 2 (dua) kali dalam setahun (Mastur, 2011). Sedangkan peningkatan IPL dilakukan pada lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan dengan memanfaatkan pola tanam yang telah ditetapkan sesuai kondisi musim menurut kalender tanam di wilayah pengembangan jagung, misalnya dengan pola padi – padi - jagung, padi - jagung-jagung, atau padi – jagung (Badan Litbang Pertanian 2011). Dalam mendukung program perluasan areal tanam dan pengelolaan lahan tersebut, maka pemerintah daerah akan melalukan program dukungan yang mencakup pengadaan pompanisasi, perbaikan dan pembangunan jaringan irigasi baru (primer, sekunder, tersier), pencetakan lahan sawah baru, serta pembukaan lahan-lahan kering potensial untuk jagung.

3.

Pengamanan produksi

Pengamanan produksi jagung di Sulawesi barat dilakukan oleh pemerintah daerah dalam upaya mengurangi kehilangan atau menurunnya hasil yang ada.Penurunan hasil dapat terjadi akibat pengaruh atau dampak perubahan iklim (DPI) seperti kebanjiran dan kekeringan, pengaruh serangan organisme pengganggu tanaman (OPT), serta kehilangan hasil (losses) saat panen maupun pascapanen.Kebijakan dalam upaya mengurangi DPI dilakukan melalui pemetaan wilayah yang rawan terkena dampak sehingga usahatani jagung dapat terhindar dari pengaruh tersebut seperti pemanfaat waktu tanam tepat yang spesifik lokasi.History daerah wilayah untuk pengembangan tanaman pangan di Sulawesi Barat terdapat yang sering terjadi banjir atau kekeringan, sehingga pemetaan wilayah tersebut sangat mendukung dalam perencanaan terutama dalam memetapkan pola dan waktu tanam yang tepat.

Penanganan untuk mengantisipasi pengaruh OPT terhadap berkurangnya hasil yang dapat diperoleh dilakukan dengan mengepektifkan pemantauan secara rutin melalui peningkatan kinerja Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) yang ada, selain optimalisasi PHT dalam pelaksanaan budidaya jagung. Tingkat kehilangan hasil (losses) saat proses panen dan pascapanen jagung tidak terlalu tinggi (<2%), akan tetapi yang sering terjadi adalah adanya proses pemipilan dan pengeringan yang selalu bermasalah terutama saat panen di musim hujan. Terbatasnya jumlah alat pemipil dan pengering jagung ditingkat petani sering menyebabkan biji jagung mengalami serangan jamur dan hama lainnya sehingga kualitas jagung menurun dan berdampak terhadap kurang diminatinya oleh pasar. Program peningkatan akses dan kapasitas petani terhadap percepatan proses pascapanen dan peningkatan mutu dilakukan pemerintah melalui pengadaan alsintan (power tresher, dryer dan gudang) secara berkala pada tingkat petani selama program pengembangan berlangsung.

4.

Penyempurnaan manajemen

Penyempurnaan manajemen pengembangan untuk meningkatkan produksi jagung di Sulawesi Barat dilakukan oleh pemerintah daerah melalui kebijakan dan regulasi, penyempurnaan manajemen teknis, dan penyempurnaan data dan informasi.

(8)

Kebijakan peningkatanproduksi jagung oleh pemerintah provinsi dan kabupaten se Sulawesi Barat merupakan bentuk pemahaman kondisi wilayah yang memiliki potensi besar untuk pengembangan jagung serta kebiasaan usahatani yang dilakukan oleh para petani yang ada dan sudah dilakukan sejak lama. Kebijakan pengembangan jagung, selain untuuk meningkatkan produksi, jugaakan meningkatkan pendapatan petani serta dukungan terhadap program pencapaian swasembada jagung daerah dan nasional. Regulasi pelaksanaan program dilakukan oleh dinas-dinas terkait antara lain dinas pertanian, badan penyuluhan, badan ketahanan pangan, baik provinsi maupun kabupaten.

Penyempurnaan manajemen teknis dilakukan melalui penyusunan juklak dan juknis pelaksanaan agar program pengembangan dalam prosesnya dilakukan secara terarah, tepat waktu, dan tepat sasaran sehingga dapat dipastikan program berjalan dengan baik dan target dapat dicapai tepat waktu. Demikian pula dengan sistem pendataan akan dilakukan secara terencana sehingga data-data base dan informasi benar-benar sesuai dengan rencana dan kenyataan dilapangan, baik data menyangkut potensi, luasan program, areal tanam, petani dan lahan sasaran, panen, kendala dan masalah lapangan, dan produksi yang dicapai. Data base dan informasi yang akurat akan menjadi acuan pengembangan dan tindak lanjut penyelesaian permasalahan dan kendala teknis jika terjadi.

PERMASALAHAN TEKNIS USAHATANI JAGUNG DI SULAWESI BARAT

Potensi pengembangan untuk peningkatan produksi jagung di Sulawesi Barat sangat besar. Namun demikian terdapat beberapa permasalahan dalam proses pengembangan ditingkat petani yang berdampak terhadap produksi yang diperoleh. 1. Ketersediaan dan akses petani terhadap benih bermutu

Benih merupakan salah satu dari beberapa komponen teknologi yang dapat meningkatkan produksi jagung secara nyata.Kebijakan penggunaan benih bermutu jagung dalam pengembangan jagung telah dituangkan dalam peleksanaan program pengembangan jagung di Sulawesi Barat. Bentuk program antara lain pengembangan SL-PTT/GP2TPP jagung maupun perluaasan areal tanam (PAT) yang telah berlangsung beberapa lama sampai saat ini. Namun demikian kendala teknis terjadi akibat terbatas dan sering terjadi keterlabatan dalam realokasi benih ke patani khususnya benih yang bantuan (bansos).Petani di Sulawesi Barat yang tergabung dalam program dengan benih bantuan secara umum mengembangkan jenis jagung hybrid seperti Nusantara dan Bisi.Sedangkan petani yang tidak masuk dalam program sebagian mengembangkan jagung jenis komposit (non hybrida).Kendala utama petani adalah terbatasnya ketersediaan benih sulitnya untuk mendapatkan ketika pengembangan dilakukan diluar atau tidak termasuk program.Kenyataan menunjukkan bahwa banyak petani yang hanya menggunakan benih tidak bermutu yaitu dari hasil panen pertanaman sebelumnya dari jagung komposit sehingga produktivitasnya sangat rendah.

(9)

2. Inovasi teknologi produksi yang rendah

Rendahnya inovasi teknologi seperti terbatasnya penggunaan benih bermutu, tingkat pemupukan yang rendah, pengelolaan pengairan yang kurang teratur, rendahnya pengendalian OPT, dan kurangnya pengendalian gulma merupakan faktor utama penyebab rendahnya produktivitas sehingga berdampak pula terhadap tidak maksimalnya produksi dan pendapatan usahatani jagung di Sulawesi Barat.

Inovasi teknologi produksi jagung sangat menentukan dalam upaya meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani jagung di Sulawesi Barat.Perbedaan tingkat penerimaan dalam usahatan mencapai rata-rata sebesar Rp.4,972,500/ha (Tabel 3). Walaupun kedua teknik usahatani yang dilakukan memiliki perbedaan penerimaan akan tetapi keduanya masih menguntungkan jika dilihat dari aspek penerimaan setelah dikeluarkan biaya produksinya.

Tabel 3. Perbandingan produksi dan penerimaan usahatani jagung antara paket PTT jagung dengan cara petani di Sulawesi Barat, 2015.

No Uraian Paket PTT Jagung Cara Petani

1 a. Produksi (kg/ha) 7.820 4,850

b. Harga pipilan (Rp./kg) 2.200 2,200

2 Nilai produksi (Rp) 17.204.000 10,670,000

3 Biaya produksi total (Rp) 7.166.000 5,604,500

a. Sarana produksi 2.578.000 2,037,000 - Benih 825.000 825,000 - Pupuk phonska 805.000 460,000 - Pupuk urea 588.000 392,000 - Herbisida 175.000 175,000 - Pestisida 185.000 185,000 b. Tenaga kerja 4.588.000 3,567,500 - Persiapan lahan 150.000 85,000 - Pengolahan tanah 700.000 700,000 - Penanaman 600.000 540,000 - Pemupukan 600.000 475,000

- Pembumbunan dan penyiangan 450.000 375000 - Pengendalian hama 175.000 125,000 dan penyakit - panen 650.000 475,000 - Pemipilan 637.000 375,000 - Angkutan 391.000 242,500 - Pengeringan 235.000 175,000 4 Penerimaan (2 - 3a+b) 10.038.000 5,065,500 5 R/C-ratio (2/3a+b) 2,40 1,90

6 BEP Yield (kg/ha) 3,257.27 2,547.50

7 BEP Price (Rp/kg) 916 1.156

8 MBCR 4.18

Keterangan : Harga pupuk phonska: Rp. 115.000/zak (50 kg), Urea: Rp. 98.000/zak (50 kg), Centrafur 3G: Rp. 22.000/2 kg.

Namun demikian disadari pula bahwa adanya keterbatasan modal petani menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya pengelolaan usahataninya. Secara umum petani telah menyadari bahwa dengan penerapan teknologi yang sempurna akan meningkatkan produksi usahatani jagung secara nyata. Pemerintah daerah senantiasa berupaya agar masalah permodalan dapat ditangani dengan baik sehingga

(10)

terus-menrus mendorong pada pihak-pihak terkait yang dapat membantu permodalan petani seperti per-bank-kan, baik swasta maupun bank pemerintah seperti Bank BRI, BNI, dan Bank Sinar Mas.

3. Keterbatasan tenaga kerja, sarana alsintan dan pergudangan

Terbatasnya kepemilikan petani pada alsinta seperti alat pengolahan tanah, alat pemipil, dan pergudangan menjadi salah satu masalah yang dihadapi petani dalam usahatani jagung di Sulawesi Barat. Keterbatasan tenaga kerja telah dirasakan oleh petani yang berusahatani tanaman pangan, tidak terkecuali jagung. Petani yang usahataninya di lahan kering dan melakukan pananaman serta panen disaat musim hujan umumnya mengalami masalah rusaknya biji jagung akibat serangan jamur dan cendawan sebab biji jagung kurang kering. Oleh sebab itu, penggunaan alsintan terkait proses pasca panen sangat diperlukan. Pemerintah daerah melalui program pengembangan tanaman pangan khususnya jagung telah melakukan upaya berupa pengandaan alsintan (bansos) secara bertahap setiap tahun, meskipun sifatnya masih sangat terbatas. Pada tahun 2015, program bantuan alsintan pemerintah dalam upaya meningkatkan produksi dan mutu jagung meliputi Corn shellersebanyak30 unit, Corn vertical dryer sebanyak 7 unit, dan Power tresher multiguna sebanyak 30 unit.

4. Pemasaran dan jaminan harga

Salah satu kendala usahatani jagung di Sulawesi Barat adalah pemasaran hasil produksi dan tidak adanya jaminan harga.Belum ada pedagang besar yang melakukan pembelian atau menyerap hasil jagung.Para petani secara umum hanya menjual hasil jagung melalui pedagang lokal yang tidak memilki jaminan harga, sehingga harga jagung tidak stabil ditingkat petani.Belum ada kemitraan petani dengan pedagang yang terjalin dengan baik sehingga pemasaran hasil belum mendapatkan jaminan penjualan setelah dilakukan panen.

Menyikapi kondisi ini, maka pemerintah terus berupaya agar terbentuk suatu model kemitraan antara pedagang dengan petani, baik pedagang lokal maupun pedagang besar yang berasal dari luar Sulawesi Barat. Kemitraan petani dengan pedagang tidak hanya akan memberi jaminan pasar, tetapi juga memberikan jaminan harga. Menurut Ifadz (2012), kemitraan antara petani dan pedagang melalui contract farming bukan hanya memberikan peningkatan produktivitas jagung karena adanya kerjasama dalam penyediaan benih, pupuk, prosessing hingga bantuan permodalan, akan tetapi sekaligus memberikan harga yang lebih baik karena kwalitas jagung yang dihasilkan juga lebih baik.

PENUTUP

Jagung merupakan salah satu komoditas strategis.Selain sebagai sumber bahan pangan pokok sebagian masyarakat, jagung berperan penting sebagai bahan pakan ternak. Kebutuhan akan jagung setiap tahun terus meningkat baik dalam negeri maupun dunia karena kemanfaatannya. Pengembangan jagung di Sulawesi Barat merupakan langkah strategis dalam upaya swasembada jagung yang berkelanjutan serta dukungan untuk swasembada jagung nasional.

(11)

Trend pertumbuhan produksi jagung di Sulawesi Barat yang cenderung meningkat setiap tahun merupakan indikasi bahwa Sulawesi Barat merupakan salah satu wilayah sumber pertumbuhan baru produksi jagung.Potensi pengembangan terutama dalam perluasan areal tanam dan peningkatan produkstivitas masih sangat besar.Pengembangan jagung, selain akan meningkatkan produksi, akan meningkatkan pula pendapatan dan kesejahteraan petani serta para pelaku usahatani yang ikut terlibat didalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 2011. Pedoman Umum Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kdementerian Pertanian. Jakarta

Bayu Krisnamurthi. 2010. Manfaat Jagung dan Peran Produk Bioteknologi Serealia dalam Menghadapi Krisis Pangan, Pakan dan Energi di Indonesia Bayu Krisnamurthi. Prosiding Pekan Serealia Nasional 2010. Badan Litbang Pertanian.

BPS.2014. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat. Mamuju.

Distanak Prov. Sulawesi Barat. 2014. ATAP Produksi Tanaman Pangan. Laporan Produksi Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Barat. Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Barat.Mamuju.

Distanak Prov. Sulawesi Barat. 2015. Rencana dan Target Luas Tanam dan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai Tahun 2015 – 2019 Mendukung Swasembada Pangan Berkelanjutan di Sulawesi Barat. Laporan Bidang Produksi Tanaman Pangan, Disstanak Provinsi Sulawesi Barat. Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Barat. Mamju.

Haryono. 2012. Maize for Food, Feed and Fuel in Indonesia: Challenges and Opportunity. Paper presented in International Maize Conference 2012. Gorontalo Indonesia.

Ifadz, M.F. 2012. “Katalyzing” Maize cultivation in the Char in Bangladesh.Paper Presented in International Maize Conference 2012. Gorontalo Indonesia.

Kementan.2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015 – 2019. Kementerian Pertanian. Jakarta

Kementerian Pertanian. 2010. Pedoman Pelaksanaan Sekolah Lapangan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai, dan Kacang Tanah Tahun 2010. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian. 123 halaman. LPTP Sulawesi Barat. 2015. Rekomendasi dan Petunjuk Teknis Teknologi Spesifik

Lokasi Mendukung Swasembada Pangan (Padi, Jagung, Kedelai) di Sulawesi Barat. Loka Pengkajian teknologi Pertanian Sulawesi Barat. Badan Litbang Pertanian.

Mastur.2011. Strategi Peningkatan Produktivitas dan Perluasan Areal Pertanaman Jagung di Kalimantan Timur.Prosididng Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

Mubyarto, 2002. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. Workshop PemanduLapangan 1 (PL-1) Sekolah Lapangan Pengolahan dan Pemasaran HasilPertanian (SL-PPHP). Departemen Pertanian

(12)

Puslitbangtan, 2009.Petunjuk Pelaksanaan Pendampingan SL-PTT. Kerjasama Puslitbangtan, BBP2TP, BPTP Jawa Barat dan BPTP Bali. 20 p.

Sembiring, H. dan Abdulrahman, H. 2008.Filosofi dan Dinamika Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. Balai Besar Penelitian Padi. Badan Litbang Pertanian.

Gambar

Tabel 2.  Target pertumbuhan produksi Jagung tahun 2015 - 2019 di provinsi  Sulawesi  Barat
Tabel 3.   Perbandingan produksi dan  penerimaan usahatani jagung antara paket PTT jagung  dengan cara petani di Sulawesi Barat, 2015

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat studi penelusuran menurut Setiawan dan Muntaha (2000, h. 68) adalah sebagai bahan masukan untuk perbaikan proses belajar mengajar; sebagai bahan untuk

29 CHUROTUL AININ NAFSIATI, S.E 197206062014082003 UPTD SMPN 1 Kepung Pengesahan ijazah tidak sesuai ketentuan, SKP Tahun 2016 tidak terlampir.. 30 DARPO

Rumusan masalah yang diajukan dalam penulisan ini Bagaimana mekanisme tindakan penagihan pajak aktif yang sudah dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Taman Sari Dua,

Ahmad Ghozali lebih memilih mengambil tahun hijriyah dari pada tahun masehi alasannya adalah karena untuk memperkecil peluang kesalahan dari hasil perhitungan

a) Penelitian dan pengembangan media sate bilangan materi penjumlahan dan pengurangan bilangan cacah kelas I Sekolah Dasar menggunakan model ADDIE dengan

Saat guru di dalam kelas, komunikasi interpersonal menjadi kendali penting yang digunakan guru untuk memperhatikan anak autis, menyampaikan pesan atau maksud guru saat

Pinwheel adalah efek optis yang merupakan perubahan dari gambar pertama menghilang dengan cara model ktiiran, kemudian muncullah gambar kedua. Split adalah efek optis yang

Berdasarkan dari hasil pembahasan terhadap lima puluh lima data penelitian, peneliti menemukan lima puluh lima kata sapaan yang digunakan pada bahasa Melayu subdialek