• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bangkitnya era otonomi daerah semakin memberikan peluang kepada setiap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Bangkitnya era otonomi daerah semakin memberikan peluang kepada setiap"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangkitnya era otonomi daerah semakin memberikan peluang kepada setiap daerah untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Pemerintah daerah memiliki kuasa penuh atas daerah yang dipimpin, terutama pengolahan kekayaan daerah yang dioptimalkan untuk kegiatan pariwisata. Menurut Andriyan (2011), pariwisata di era otonomi daerah adalah wujud dari cita-cita bangsa Indonesia. Pariwisata jika dikelola dengan baik maka akan memberikan kontribusi secara langsung pada masyarakat di sekitar daerah pariwisata, terutama dari sektor perekonomian. Secara tidak langsung pariwisata memberikan kontribusi kepada PAD dan tentu saja pemasukan devisa bagi suatu negara.

Sebut saja Bali, tiga potensi pariwisata yang ada di Bali seperti keindahan alam, keunikan budaya, dan masyarakat yang ramah telah menjadikan daerah ini sebagai salah satu daerah tujuan wisata dunia. Sektor kepariwisataan telah menjadi motor penggerak perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu kepariwisataan merupakan bagian yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan lagi dalam kehidupan masyarakat dan pembangunan di Bali (Pitana dan Setiawan, 2005).

Pembangunan pariwisata di Bali selalu berdasarkan pada penerapan konsep Tri Hita Karana. Konsep ini bertujuan untuk menyeimbangakan hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Harapan dari penerapan filosopi Tri Hita karana adalah

(2)

2 dengan keharmonisan ini, masyaraat yang bertempat tinggal ataupun berkunjung ke Bali dapat memperoleh kesejahteraan, kemakmuran, kebahagiaan dan kedamaian dalam hidupnya (Darmayuda, dkk., 1991).

Sejalan dengan filosopoi Tri Hita Karana yang tertanam pada pariwisata di Bali, penting dilakukannya manajemen pengelolaan aset wisata yang baik guna tetap menjaga keseimbangan disetiap sektor perekonomian yang menunjang pariwisata di Bali. Optimalisasi objek wisata penting dilakukan guna menjaga eksistensinya suatu objek wisata, yang mengarah kepada keseimbangan kemajuan pariwisata terhadap kebudayaan dan agama, pengelolaan pariwisata yang ramah lingkungan, serta pariwisata yang dapat memajukan perekonomian masyarakat sekitar.

Maraknya perkembangan daerah tujuan pariwisata di era gobal ini menjadi tantangan bagi pemerintah untuk tetap menjadikan Bali sebagai destinasi utama pariwisata. Sempat terpuruknya pariwisata akibat peristiwa bom Bali sempat meresahkan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini. Pesona Bali yang memikat dan unik mampu kembali menghidupkan pariwisata Bali yang sempat hampir mati. Dalam lima tahun terakhir dapat dilihat perkembangan kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali seperti terlihat pada Grafik 1.1.

(3)

3 0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000 1.400.000 1.600.000 2013 2012 2011 2010 2009

Sumber: BPS Provinsi Bali, 2014

Grafik 1.1. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Tahun 2009-2013

Pada Grafik 1.1 terlihat bahwa dalam setahun, setiap bulannya terjadi peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan merupakan suatu bentuk kepercayaan wisatawan mancanegara terhadap pariwisata di Bali baik dari sisi keunikan budaya maupun keamanan yang kini lebih diperketat. Variasi yang berbeda terhadap pariwisata di Bali merupakan salah satu fator kembali ramainya wisatawan berkunjung ke Bali, salah satunya perkembangan desa wisata di Bali.

Desa wisata merupakan salah satu bentuk penerapan pembangunan pariwisata berbasis masyarakat dan berkelanjutan. Melalui pengembangan desa wisata diharapkan terjadi pemerataan yang sesuai dengan konsep pembangunan pariwisata yang berkesinambungan (Heny, dkk., 2013). Keberadaan desa wisata menjadi suatu alternatif baru yang dapat ditawarkan pada wisatawan karena

(4)

4 pengembangan desa wisata tetap mempertahankan nilai-nilai budaya tanpa ada pemudaran dari nilai budaya itu sendiri.

Salah satu desa wisata yang cukup mampu menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung adalah Desa Wisata Jatiluwih. Desa Jatiluwih terletak di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. Desa Jatiluwih adalah sebuah desa dataran tinggi yang terletak di kaki Gunung Batukaru. Desa ini berada pada ketinggian 500-1500 meter dari permukaan laut dan memiliki curah hujan rata-rata 2.500 mm/tahun. Topografis yang berbukit-bukit serta udara yang sejuk menjadikan desa ini memiliki lahan persawahan yang berundag-undag (Heny, dkk., 2013).

Objek wisata Jatiluwih terletak 48 km dari Denpasar. Lokasinya 28 Km di bagian utara Kota Tabanan. Desa Jatiluwih berada di kaki Gunung Batukaru dan masih banyak hutan lindung yang berada disekitar desa ini. Jika dilihat pada peta Kabupaten Tabanan, bentuk Desa Jatiluwih memanjang dari arah timur barat sepanjang 3,5 km dengan lebar utara-selatan sepanjang 2 km (gambar dapat dilihat pada Gambar 1.2). Batas-batas wilayah Desa Jatilluwih adalah di sebelah utara berbatasan dengan Hutan Negara, di sebelah timur berbatasan dengan Desa Senganan, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Babahan, dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Wongaya Gede.

Tanah dengan kontur yang berbukit-bukit menjadikan area persawahan di daerah ini dibuat berjenjang-jenjang. Namun, akses jalan untuk mencapai lokasi ini dapat dikatakan cukup sulit, dikarenakan jalan yang tidak lebar dan sedikit rusak. Pemerintah setempat kini mulai membenahi akses utama untuk mencapai

(5)

5 objek wisata ini. Akses menuju lokasi wisata yang kurang baik menjadi permasalahan yang kini mulai ditangani oleh pemerintah, terbukti dari beberapa ruas jalan yang sudah diaspal demi kelancaran akses jalan kendaraan.

(6)

6 Keindahan alam Desa Jatiluwih dengan terasering sawah yang mempesona, menjadikan desa ini diakui sebagai salah satu kekuatan pariwisata di Bali dalam peta kepariwisataan dunia. Keindahan terasering dan sistem subak yang masih terjaga utuh hingga kini menjadikan Desa Jatiluwih sebagai salah satu objek wisata yang masuk dalam situs warisan budaya dunia. Pengakuan Desa Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia mampu menggerakkan keinginan wisatawan untuk berkunjung. Penghargaan dari UNESCO dinilai suatu upaya strategis guna mendorong peran serta masyarakat dalam mempertahankan sumber daya alam yang kental akan nilai budaya.

Gambar 1.2. Potret Terasering Desa Jatiluwih Sumber: http://www.google.com/imgres.

Predikat sebagai world heritage warisan budaya dunia belum seutuhnya memberikan dampak posotif terhadap kemajuan Desa Jatiluwih. Menurut Heny, dkk. (2013), pengembangan Desa Wisata Jatiluwih belum berpihak kepada masyarakat lokal. Lahan sawah dan petani yang merupakan aset utama dari objek wisata ini belum merasakan manfaat dari desa wisata ini. Petani yang setiap hari

(7)

7 bekerja di sawah dan menjaga keasrian lahan yang dimiliki tetap miskin bahkan tidak mendapatkan kontribusi dari upaya pengembangan Desa Jatiluwih sebagai desa wisata.

Peran pemerintah yang seharusnya menjadi fasilitator kemajuan pariwisata, lebih berpihak kepada kaum investor. Kebijakan yang ditetapkan memberikan kemudahan bagi investor untuk membangun fasilitas wisata ditempat yang tidak seharusnya digunakan untuk pembangunan komersil. Misalnya saja pembangunan vila ditengah hutan didekat Pura Petali yang meresahkan masyarakat. Hal ini dikarenakan pembangunan vila yang tidak mengindahkan kesucian Pura Petali karena vila tersebut dibangun kurang dari radius dua kilometer.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Muriawan (2012), Desa Jatiluwih memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, meliputi: potensi alam; potensi budaya; dan potensi manusia. Banyak aktivitas wisata yang dapat dikembangkan di Jatiluwih yang dapat dilaksanakan oleh wisatawan bersama-sama masyarakat lokal demi meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Namun, dibalik kekayaan potensi yang dimiliki kendala yang dihadapi masyarakat Desa Jatiluwih dalam pelaksanaan Sadar Wisata Desa adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat Desa jatiluwih tentang penyediaan, pengembangan ide-ide kreatif, pelayanan kepada wisatawan, kemampuan berbahasa inggris, dan pemahanan tentang kebersihan.

Upaya dalam pengembangan desa wisata, memerlukan peran dari masyarakat lokal. Masyarakat lokal berperan sebagai tuan rumah dan menjadi pelaku penting dalam keseluruhan tahapan, mulai dari tahapan perencanaan,

(8)

8 pengawasan, dan implementasi. Menurut Heny, dkk., (2013), masyarakat lokal berkedudukan sama penting dengan pemerintah dan swasta sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam pengembangan pariwisata. Pengabaian peran serta masyarakat dalam pengelolaan desa wisata merupakan awal dari kegagalan tujuan pengembangan tersebut.

Keberadaan Desa Wisata Jatiluwih juga belum mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan PAD kabupaten Tabanan. Retribusi masuk yang dipungut sebesar duapuluh ribu rupiah (Rp20.000) untuk wisatawan asing dan sepuluh ribu rupiah (Rp10.000) untuk wisatawan domestik dibagi lima, yaitu: 1) untuk petugas pemungut tiket masuk; 2) untuk pemerintah daerah Kabupaten Tabanan; 3) untuk Desa Adat Gunungsari; 4) untuk Desa Adat Jatiluwih; dan 5) untuk Desa Dinas.

Pendapatan yang dihasilkan objek wisata ini terbagi menjadi lima yang terdiri dari 20 persen dari total pendapatan perbulan diberikan kepada petugas penjaga tiket masuk, sisanya yang sebesar 80 persen dijadikan 100 persen kembali, kemudian dibagi tiga yaitu, untuk pemerintah daerah Kabupaten Tabanan, Desa Adat Gunungsari, Desa Adat Jatiluwih, dan Desa Dinas yang berturut-turut mendapatkan bagian sebesar 15 persen, 26 persen, 24 persen, dan 35 persen. Pembagian tersebut berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan. Rendahnya retribusi masuk untuk objek wisata yang menjadi salah satu warisan budaya dunia menandakan bahwa belum optimalnya pengelolaan objek wisata Desa Jatiluwih. Permasalahan lain yang menjadi kendala adalah dalam pemungutan tiket masuk, yang terkendala oleh jalur menuju objek wisata

(9)

9 merupakan jalur umum sehingga sulit memungut uang retribusi tiket bagi pengunjung lokal.

Objek pariwisata pada suatu daerah, dapat memberikan peluang kepada daerah tersebut untuk lebih berkembang dan secara tidak langsung menjadi media pemenuhan kepuasan psikis dan fisik yang dibutuhkan setiap manusia. Selain itu banyak keuntungan yang bisa diraih oleh suatu daerah yang menjadi destinasi wisata, salah satunya adalah terbukanya lapangan pekerjaan yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar objek pariwisata sebagai upaya pengentasan kemiskinan.

Desa Jatiluwih kini telah mendunia dan semakin ramai dikunjungi oleh wisatawan. Hal ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif tidak hanya bagi pengunjung tetapi juga warga desa setempat. Maka dari itu, sangat penting dilakukannya opimalisasi pemanfaatan desa wisata ini baik berupa penggunaan maupun pemanfaatan aset yang dimiliki melalui manajemen aset yang baik. Warga Desa Jatiuwih dan pemerintah setempat memiliki andil yang penting sebagai fasilitator dan peran masyarakat setempat sebagai subjek pelaku dalam upaya pelestarian keindahan alam desa Jatiluwih.

Menurut Siregar (2004: 518--519), dalam manajemen aset ada lima tahapan kerja yang saling berhubungan dan terintegrasi yakni inventarisasi aset, legal audit, penilaian aset, optimalisasi aset, dan pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset). Tahapan kerja penilaian aset merupakan satu proses kerja untuk melakukan penilaian atas aset yang dikuasai yang hasil penilaiannya nanti dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, salah satunya adalah untuk

(10)

10 optimalisasi aset tersebut. Optimalisasi aset bertujuan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah, legal, dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut.

Potensi objek wisata Desa Jatiluwih yang kental akan nilai-nilai budaya dan falsafah agama merupakan faktor pendukung bagi upaya optimalisasi pengelolaan objek wisata Desa Jatiluwih. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui nilai ekonomi dari objek wisata Jatiluwih tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk beberapa manfaat di antaranya untuk aspek pertimbangan pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan terkait dengan optimalisasi, penggunaan dan pemanfaatan objek wisata Jatiluwih guna memberikan pendapatan khususnya bagi sektor pariwisata daerah. Dalam hal ini, penilaian didasari dengan dua metode yakni contingent valuation method dan income approach.

1.2 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang valuasi ekonomi aset sudah banyak dilakukan, namun penelitian tentang valuasi ekonomi objek wisata Desa Jatiluwih belum pernah dilakukan sebelumnya. Adapun penelitian terdahulu tentang valuasi ekonomi aset publik baik di dalam maupun di luar negeri dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Objek Variabel Metode Hasil Penelitian : Nilai Ekonomi Objek sebesar. 1. Purwanto (2011) Widuri Water Park di Kabupaten Pemalang. Variabel dependent : WTP Variabel independent : pendapatan, pendidikan, umur, persepsi kualitas WWP, persepsi substitusi, dan alasan berkunjung. 1. CVM 2. Income approach 1. Nilai ekonomi WWP Rp50.837.354.408,- 2. Nilai WTP masyarakat Rp43.796,- per individu per kunjungan 3. Surplus konsumen sebesar Rp12.796,- per individu per kunjungan

2. Firoozan, dkk Lajihan Forest Jumlah kunjungan, contingent 1. Rata-rata WTP pengunjung 8,216 rial

(11)

11 (2012) (Iran) wtp, pendapatan, pendidikan, dimensi rumah tangga, pertunjukan valuation method

per pengunjung dan total nilai tahunan 123 billion rial 3. Subagyo (2008) Objek wisata air Bojongsari di Purbalingga Perubahan tingkat pertumbuhan pendapatan, tingkat pertumbuhan konstan, tingkat diskonto dengan sensitivitas lebih tinggi terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan. Pendekatan pendapatan dengan metode kas terdiskonto

Estimasi nilai Owabong Rp10.965.634.684,61 sampai dengan Rp56.912.820.829,41. 4. Edi Suryadi (2013) Objek wisata Museum Bali Biaya perjalanan, pendapatan, lama pendidikan,usia, kualitas, serta substitusi terhadap kesediaan membayar individu

1. CVM 1. Nilai ekonomi museum dengan metode CVM berada pada rentang antara Rp124.379.220,00 sampai dengan 932.844.150,00 dengan rata-rata sebesar Rp593. 910.775,00/th; rata-rata WTP per kunjungan sebesar Rp9550,00 5. Yacob, dkk (2009) Marine Park Peninsular Malaysia Karakteristik pengunjung, perilaku pengunjung, persepsi pengunjung, dan WTP 1.CVM 1. WTP pengunjung untuk Pulau Redang sebesar RM 7,8 dan RM 10,6 untuk pengunjung domestik dan internasional. 2. WTP pengunjung Pulau Payar sebsar RM 7,30 dan RM 8 untuk pengunjung domestik dan internasional.

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah objek penelitian, waktu penelitian, serta penelitian ini menggunakan dua metode untuk satu objek penilaian (contingent valuation

method dan income approach). Objek penelitian ini berlokasi di Desa Jatiluwih

yang terletak di Kabupaten Tabanan. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Agustus. Variabel dependent pada contingent valuation method adalah kesediaan

(12)

12 membayar (willingness to pay). Variabel independent pada contingent valuation

method yang digunakan adalah sama yakni biaya perjalanan, jumlah kunjungan,

pendapatan, waktu, umur, persepsi kualitas, dan adanya substitusi dari lokasi lain. Untuk metode income approach (pendekatan pendapatan) dilihat dari laporan pengelolaan objek wisata Jatiluwih serta hasil pendapatan produksi pertanian petani dan diaplikasikan dengan analisis model discounted cash flow yang akan menghasilkan nilai ekonomi objek wisata Jatiluwih.

1.3 Perumusan Masalah

Penetapan UNESCO bagi Desa Wisata Jatiluwih sebagai salah satu warisan budaya dunia bukanlah semata-mata sekedar penghargaan yang hanya didapat namun tidak dipertanggungjawabkan. Kendala maupun kekurangan yang telah ada selama ini menjadi suatu masalah penting yang harus dicarikan solusinya. Sehingga Desa Wisata yang mendapat perhatian dunia ini dapat memberikan manfaat bagi desa dan wisatawan. Maka dari itu perlu dilakukan penilaian terhadap objek wisata Jatiluwih agar pada nantinya setiap kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak hanya menguntungkan investor, namun juga berdampak bagi kesejahteraan masyarakat lokal.

1.4 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Berapakah nilai ekonomi objek wisata Jatiluwih berdasarkan contingent

(13)

13 1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

Mengestimasi nilai ekonomi objek wisata Desa Jatiluwih dengan contingent

valuation method dan income approach (pendekatan pendapatan).

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1. pemerintah daerah, untuk menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan dan optimalisasi aset dalam target pendapatan dari objek wisata Desa Jatiluwih;

2. investor, untuk dapat dijadikan bahan pertimbangan investasi terkait dengan objek wisata Desa Jatiluwih;

3. peneliti, agar menjadi referensi untuk penelitian penilaian selanjutnya.

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini dibagi menjadi lima bab dengan sistematika penulisan. Bab I berisi latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II terdiri dari teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian. Bab III mendeskripsikan mengenai desain penelitian, metode pengumpulan data, metode penyampelan, definisi operasional, instrumen penelitian, dan metode analisis data. Bab IV berisikan deskripsi data, uji akurasi instrumen, uji hipotesis, pembahasan. Bab V berisikan simpulan, implikasi, keterbatasan penelitian, dan saran.

Gambar

Grafik 1.1. Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Tahun 2009-2013
Gambar 1.1: Peta Lokasi Desa Jatiluwih
Gambar 1.2. Potret Terasering Desa Jatiluwih  Sumber: http://www.google.com/imgres.
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

• Salah satu anggota saluran memiliki, terikat dalam suatu kontrak pihak yang lainnya, atau memiliki kekuasaan yang paling besar.. Vertical

Model pengaruh budaya keselamatan kerja pada perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja diuji untuk mengetahui apakah jalur-jalur pengaruh yang ditetapkan pada model

Ilmu pengetahuan adalah suatu hal yang bersifat dinamis dan berdiri dititik tengah diantara pernyataan benar atau salah tanpa memihak pada salah satu jawaban begitu juga

Remaja sangat rentan terhadap pengaruh dari luar sehingga perlu bimbingan orang tua secara intensif agar terhindar dari pengaruh luar yang negatif seperti

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah... Perumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Penyesuaian Sosial ... Pengertian Penyesuaian Sosial ... Aspek –

Bahwa berkurangnnya lahan tembakau yang beralih fungsi menjadi lahan pertanian tentunya membawa dampak yang dimana kita ketahui bahwa bahan baku dari indutri

Pengertian diatas dapat dihubungkan dalam penelitian ini, dimana atlet yang memiliki pengetahuan yang cukup belum tentu kesegaran jasmaninya baik karena belum tentu

Saran berdasarkan pada simpulan penelitian ini adalah guru perlu melaksanakan penilaian autentik secara serius serta menjadikan penilaian autentik yang telah dilaksanakan