1 PROYEK AKHIR TERAPAN – RC6599
DESAIN STRUKTUR DAN METODE PELAKSANAAN
SILO SEMEN KAPASITAS 6.000 TON DENGAN
STRUKTUR BETON PRATEGANG
NORMA FATIMAH NAQIBA NRP: 3113 041 070
DOSEN PEMBIMBING : Ir. Ibnu Pudji Rahardjo, MS.
PROGRAM DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL
2
PROYEK AKHIR TERAPAN – RC6599
DESAIN STRUKTUR DAN METODE PELAKSANAAN
SILO SEMEN KAPASITAS 6.000 TON DENGAN
STRUKTUR BETON PRATEGANG
NORMA FATIMAH NAQIBA NRP: 3113 041 070
DOSEN PEMBIMBING : Ir. Ibnu Pudji Rahardjo, MS.
PROGRAM DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL
3 FINAL PROJECT APPLIED – RC 096599
STRUCTURAL DESIGN AND COSTRUCTION
METHOD OF SILOS CEMENT 6.000 TON WITH
PRESTRESS CONCRETE STRUCTURE
NORMA FATIMAH NAQIBA NRP: 3113 041 070
SUPERVISOR :
Ir. Ibnu Pudji Rahardjo, MS.
DIPLOMA IV OF CIVIL ENGINEERING
FACULTY OF CIVIL ENGINEERING AND PLANNING SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2017
FINAL PROJECT APPLIED – RC6599
STRUCTURAL DESIGN AND COSTRUCTION
METHOD OF SILOS CEMENT 6.000 TON WITH
PRESTRESS CONCRETE STRUCTURE
NORMA FATIMAH NAQIBA NRP: 3113 041 070
DOSEN PEMBIMBING : Ir. Ibnu Pudji Rahardjo, MS.
PROGRAM DIPLOMA IV TEKNIK SIPIL
4
FINAL PROJECT APPLIED – RC6599
STRUCTURAL DESIGN AND COSTRUCTION
METHOD OF SILOS CEMENT 6.000 TON WITH
PRESTRESS CONCRETE STRUCTURE
NORMA FATIMAH NAQIBA NRP: 3113 041 070
SUPERVISOR :
Ir. Ibnu Pudji Rahardjo, MS.
DIPLOMA IV OF CIVIL ENGINEERING
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan proyek akhir terapan dengan judul
“Desain Struktur dan Metode Pelaksanaan Silo Semen Kapasitas 6.000 Ton dengan Struktur Beton Prategang”
sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan pada program Diploma IV Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Dalam penyusunan proyek akhir terapan ini, penulis mendapatkan banyak doa, bantuan, dan dukungan moral serta materiil. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua Orang Tua, dan adik yang tak henti-hentinya memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis 2. Bapak Ir. Ibnu Pudji Rahardjo, MS. selaku dosen
pembimbing
3. Teman-teman yang telah membantu dan mendukung penyelesaian tugas akhir ini
Penulis menyadari dalam penyusunan dan penulisan tugas akhir ini tak lepas dari berbagai kesalahan. Oleh karena itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun guna untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya.
Akhir kata, besar harapan penulis semoga laporan proyek akhir ini dapat memberikan faedah dan manfaat bagi pembaca.
ii
3
DESAIN STRUKTUR DAN METODE PELAKSANAAN SILO SEMEN KAPASITAS 6.000 TON DENGAN
STRUKTUR BETON PRATEGANG
Proyek Desain Struktur Silo merupakan bagian dari proyek pembangunan Silo di Tuban, Jawa Timur. Struktur Silo dibangun menggunakan sistem dinding prategang dengan kolom dan balok. Oleh karena itu, dalam penulisan Proyek Akhir Terapan ini akan dibuat desain baru sistem strukur silo dengan menggunakan dinding prategang tanpa struktur kolom. Struktur kolom digantikan oleh skur yang berfungsi sebagai penyangga balok kantilever dalam memikul beban. Desain Silo ini sesuai dengan peraturan Handbook of Concrete Engineering dan SNI 2847:2013. Dari data-data perencanaan kemudian dilakukan desain awal dengan menentukan dimensi-dimensi utama struktur silo pratekan. Memasuki tahap awal perencanaan adalah perhitungan pelat, balok, dan skur. Selanjutnya dilakukan perhitungan penulangan struktur Silo. Pengecoran Silo menggunakan metode Slipforming dan pemasangan cone dilaksanakan setelah pengecoran selesai. Hasil desain struktur berupa dimensi balok, skur, penempatan tendon, penulangan, pendetailan struktur dan langkah metode pelaksanaan dituangkan dalam bentuk tabel-tabel dan gambar-gambar.
4
5
STRUCTURAL DESIGN AND CONSTRUCTION METHOD OF SILOS CEMENT 6.000 TON WITH
PRESTRESS CONCRETE STRUCTURE
Student : Norma Fatimah Naqiba
NRP : 3113 041 070
Department : Diploma IV of Civil Engineering FTSP – ITS
Supervisor : Ir. Ibnu Pudji Raharjo, MS.
Abstract
Silos Structure Design Project is part of a construction Silos project in Tuban, East Java. Silos structure was built using prestressed wall with columns and beams. Therefore, in the writing of this Applied Final Project will be created a new design system structure of the silos using prestressed wall without structural columns. Structural columns replace with skur that support cantilever beam in shouldering the loads. Silos design according to Handbook of Concrete Engineering and SNI 2847:2013. From the data do initial design planning by determining the main dimensions of prestressed silos structure. The early stages of planning is the calculation of plates, beams, and skur. Furthermore, the calculation of reinforcement structure Silo. Silos casting use Slipforming method and installation cone implemented after casting is completed. Results of dimensional structure design of beams, skur, tendon placement, reinforcement, detailing the structure and implementation of construction method outlined in the form of tables and pictures.
6
vii
2.1.1 Pertimbangan Desain ... 6
2.1.2 Sifat Material yang Disimpan ... 7
2.1.3 Beban Silo dari Material Pengisi ... 9
2.1.4 Perhitungan Tekanan Statis Lateral dan Vertikal ... 10
2.1.5 Perhitungan Tekanan Statis pada Pelat Hooper ... 14
2.1.6 Perhitungan Gaya Gesek Semen pada Dinding Silo ... 14
2.2.1 Prinsip Dasar Beton Prategang ...15
2.2.2 Teori Load Balancing Pada Struktur Cangkang...15
2.2.3 Kehilangan Gaya Prategang ...16
2.3 Penggunaan Slipform Pada Dinding... 16
2.4 Pemasangan Cone ... 18
BAB III METODOLOGI DESAIN ...19
3.1 Metode Desain ... 19
3.2 Uraian Metode... 19
3.2.1 Pengumpulan Data ...19
3.2.2 Preliminary Design...19
3.2.4 Permodelan Struktur...22
3.2.5 Analisis Pembebanan ...23
3.2.6 Kombinasi Pembebanan ...24
3.2.7 Analisa Gaya Dalam dan Perhitungan Struktur...25
3.2.8 Gambar Rencana ...31
3.3 Diagram Alir ... 32
3.3.1 Diagram Alir Desain Silo ...32
3.3.2 Diagram Alir Perhitungan Dinding Prategang ...33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...35
4.1 Preliminary Design... 35
4.2 Analisis Pembebanan ... 39
4.2.1 Beban Mati ...39
4.2.2 Beban Hidup...39
9
4.2.3 Beban Peralatan ... 39
4.2.4 Beban Material Tersimpan (Beban Semen) 39 4.2.5 Beban Angin ... 47
4.2.6 Beban Gempa... 51
4.3 Analisa Struktur ... 52
4.3.1 Kontrol Periode Alami Stuktur ... 52
4.3.2 Perhitungan Prestress ... 54
4.3.3 Kehilangan Gaya Prategang Tahap Transfer (Awal) ... 57
4.3.4 Kontrol Lendutan Pelat akibat gaya Prategang ... 71
4.3.5 Kehilangan Gaya Prategang Tahap Service 72 4.3.6 Kontrol Tegangan Dinding Prategang ... 88
4.3.7 Perencanaan Struktur Beton Bertulang ... 90
4.3.8 Perencanaan Struktur Baja ... 127
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 157
5.1 Kesimpulan ... 157
5.2 Saran ... 157
BAB VI REVISI ... 159
6.1 Efek Temperatur Semen pada Dinding ... 159
6.2 Detail Opening dan Manhole... 160
6.2.1 Detail Opening ... 160
6.2.2 Detail Manhole ... 163
6.3 Pemberian Gaya Prategang... 164
DAFTAR PUSTAKA... 165
10
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pembebanan pada Dinding Silo... 10
Gambar 2.2 Persamaan Reimbert dan Janssen untuk Silo... 11
Gambar 2.3 beban pada pelat hooper ... 14
Gambar 2.4 Aplikasi gaya pada dinding lingkaran yang menggunakan prategang (Priestley, 1985) ... 16
Gambar 2.5 Penggunaan Slipform ... 18
Gambar 3.1 Permodelan struktur silo eksisting menggunakan SAP2000 ... 22
Gambar 3.2 Permodelan struktur silo desain menggunakan SAP2000 ... 22
Gambar 3.3 Diagram alir desain silo ... 32
Gambar 3.4 Diagram alir perhitungan dinding prategang ... 33
Gambar 4.1 Over pressure ... 42
Gambar 4.2 Input lateral surface pressure (dalam satuan kgf, m) ... 45
Gambar 4.3 Input Beban gesek akibat semen pada dinding .... 47
Gambar 4.4 Penyebaran Arah Angin pada Silo... 48
Gambar 4.5 Input beban angin pada SAP2000... 51
Gambar 4.6 Respon spektrum beban gempa ... 52
Gambar 4.32 Diagram fcds pada elevasi +34.00 (dalam satuan
N/mm2)... 85
Gambar 4.33 Tegangan pada dinding saat transfer ... 89
Gambar 4.34 Tegangan pada dinding saat service ... 89
Gambar 4.35 Tegangan pada dinding saat service ... 90
Gambar 4.36 Denah Balok Elevasi +5.50 ... 91
Gambar 4.37 Denah Balok Elevasi +9.00 ... 96
Gambar 4.38 Denah Balok Elevasi +12.00 ... 98
Gambar 4.39 Perencanaan Skur ... 104
Gambar 4.40 Hasil Output SAP2000 Skur 80 x 60 ... 105
Gambar 4.41 Hasil Output SAP2000 Ast 1 Tumpuan Pelat Lantai Elevasi +5.50 (dalam satuan mm2/mm) ... 106
Gambar 4.42 Hasil Output SAP2000 Ast 1 Lapangan Pelat Lantai Elevasi +5.50 (dalam satuan mm2/mm) ... 107
Gambar 4.43 Hasil Output SAP2000 Ast 2 Tumpuan Pelat Lantai Elevasi +5.50 (dalam satuan mm2/mm) ... 108
Gambar 4.44 Hasil Output SAP2000 Ast 2 Lapangan Pelat Lantai Elevasi +5.50 (dalam satuan mm2/mm) ... 108
Gambar 4.50 Hasil Output SAP2000 Ast 1 Lapangan Bottom Gambar 4.57 Hasil Output SAP2000 Ast 1 Pelat Dinding Elevasi
+12.00 – +19.00 (dalam satuan mm2/mm) ... 119 Gambar 4.58 Hasil Output SAP2000 Ast 2 Pelat Dinding Elevasi
+12.00 – +19.00 (dalam satuan mm2/mm) ... 119 Gambar 4.59 Hasil Output SAP2000 Ast 1 Pelat Dinding Elevasi
+19.00 – +24.00 (dalam satuan mm2/mm) ... 120 Gambar 4.60 Hasil Output SAP2000 Ast 2 Pelat Dinding Elevasi
+19.00 – +24.00 (dalam satuan mm2/mm) ... 120 Gambar 4.61 Hasil Output SAP2000 Ast 1 Pelat Dinding Elevasi
+24.00 – +29.00 (dalam satuan mm2/mm) ... 122 Gambar 4.62 Hasil Output SAP2000 Ast 2 Pelat Dinding Elevasi
+24.00 – +29.00 (dalam satuan mm2/mm) ... 122 Gambar 4.63 Hasil Output SAP2000 Ast 1 Pelat Dinding Elevasi
+29.00 – +32.00 (dalam satuan mm2/mm) ... 123
15
Gambar 4.64 Hasil Output SAP2000 Ast 2 Pelat Dinding Elevasi +29.00 – +32.00 (dalam satuan mm2/mm)... 123 Gambar 4.65 Hasil Output SAP2000 Ast 1 Pelat Dinding Elevasi
+32.00 – +38.00 (dalam satuan mm2/mm)... 125 Gambar 4.66 Hasil Output SAP2000 Ast 2 Pelat Dinding Elevasi
+32.00 – +38.00 (dalam satuan mm2/mm)... 125 Gambar 4.67 Pembalokan top of silo ... 127 Gambar 4.68 Stress ratio tegangan ... 128 Gambar 4.69 Sambungan balok HB1 ... 131 Gambar 4.70 Sambungan balok WF1 ... 134 Gambar 4.71 Denah tangga ... 138 Gambar 4.72 Rasio tegangan tangga baja ... 139 Gambar 4.73 Detail angkur tangga... 142 Gambar 4.75 Tahapan pemasangan cone ... 155 Gambar 6.1 Tegangan yang terjadi akibat efek temperatur semen
pada dinding prategang silo ... 159 Gambar 6.2 Tegangan yang terjadi pada dinding silo tanpa
16
xvii
DAFTAR TABEL
xviii
xix
1
BAB 1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Silo dan bunker adalah tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan bahan-bahan granular. Dalam Proyek Akhir Terapan ini objek desain berupa Silo 6000T milik PT. Semen Indonesia yang terletak di kota Tuban, Jawa Timur. Struktur Silo ini direncanakan dengan tinggi ±38 meter yang terdiri dari 2 bagian yaitu struktur beton (dinding, balok, hooper dan pelat lantai) dan struktur baja (cone, balok, dan struktur sekunder). Khusus untuk dinding struktur Silo ini akan direncanakan menggunakan konstruksi beton prategang, dan penutup menggunakanan plat beton dan rangka baja. Struktur ini direncanakan menggunakan periode ulang 2500 tahun di daerah Sumber Arum, kecamatan Kerek, kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Desain desain struktur silo ini akan menggunakan beberapa peraturan yaitu, beban minimum untuk perencangan bangunan gedung dan struktur lain (SNI 1727:2013), persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung (SNI 2847:2013), spesifikasi untuk bangunan gedung baja struktural (SNI 1729:2015), tata cara perancangan beton pracetak dan beton prategang untuk bangunan gedung (SNI 7833:2012), dan tata cara desain ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung (SNI 1726:2012).
Desain Silo dengan struktur beton prategang ini diharapkan dapat memikul gaya-gaya dalam yang terjadi yakni gaya akibat beban material pengisi silo, beban gempa dan beban hidup.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang ditinjau dalam desain Bangunan Silo 6000T adalah:
2
2. Merancang permodelan struktur silo yang berbentuk cangkang silinder pada perangkat lunak SAP2000. 3. Merencanakan dan menganalisis struktur silo beton
prategang.
4. Menggambarkan struktur silo, baik struktur primer maupun sekunder.
5. Mengetahui penggunaan metode slipform untuk pengecoran silo.
6. Mengetahui metode pemasangan cone pada silo.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam Proyek Akhir Terapan ini adalah :
1. Mampu menganalisis beban-beban pada struktur silo. 2. Mampu merancang permodelan struktur silo yang
berbentuk cangkang silinder pada program komputer. 3. Mampu merencanakan dan menganalisis struktur silo
beton prategang.
4. Mampu menggambarkan struktur silo, baik struktur primer maupun sekunder
5. Mampu mengetahui penggunaan metode slipform untuk pengecoran silo
6. Mampu mengetahui metode pemasangan cone pada silo.
1.4 Batasan Masalah
Dalam penyusunan Proyek Akhir Terapan ini yang menjadi batasan masalah dalam desain Bangunan Silo 6000T ini adalah:
1. Desain ini tidak meninjau analisa biaya dan sisi arsitektural.
2. Desain dan perhitungan struktur atas meliputi : a. Top of Silo
- Balok dari baja.
- Penutup dari beton bertulang (komposit dengan balok dari baja).
b. Struktur primer :
- Dinding dari beton prategang.
- Pelat lantai dan hopper dari beton bertulang. c. Struktur sekunder :
- Tangga dari baja. 3. Analisis struktur :
a. Perhitungan desain dinding struktur silo ini menggunakan struktur beton prategang.
b. Perhitungan pembebanan rencana gempa menggunakan metode analisis gempa respons spektrum.
c. Perhitungan gaya – gaya dalam menggunakan perangkat lunak SAP2000 versi 14.2.2.
d. Perhitungan struktur silo ini tidak mencakup bangunan pelengkapnya.
4. Analisa metode penggunaan slipform untuk pengecoran silo.
5. Analisa metode pemasangan cone pada silo.
6. Perhitungan struktur silo tidak meninjau temperatur atau suhu dari material pengisi pada dinding.
7. Tidak meliputi perhitungan cone dan struktur bawah.
1.5 Manfaat
Manfaat dari Proyek Akhir Terapan ini adalah :
1. Dapat mendesain struktur silo yang tahan terhadap gaya gempa, gaya angin, serta gaya akibat beban material pengisi silo.
2. Dapat menganalisa metode penggunaan slipform untuk pengecoran silo
3. Dapat menganalisa metode pemasangan cone pada silo 4. Dapat memberikan manfaat bagi pembaca yang ingin
4
5
BAB 2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam melakukan desain desain struktur silo ini merujuk pada beberapa peraturan (code) dan juga pada beberapa referensi khusus yang lazim digunakan. Beberapa acuan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1. SNI 1727:2013 tentang Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain.
2. SNI 2847:2013 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.
3. SNI 1729:2015 tentang Spesifikasi untuk Bangunan Baja Gedung Struktural.
4. SNI 7833:2012 tentang Tata Cara Perancangan Beton Pracetak dan Beton Prategang untuk Bangunan Gedung. 5. SNI 1726:2012 tentang Tata Cara Desain Ketahanan Gempa
untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung.
6. Design of Prestressed Concrete Structures oleh T.Y. Lin (1981).
7. Design of Prestressed Concrete Structures Fundamental Approach oleh Edward G. Nawy (2000).
8. Handbook of Concrete Engineering (2nd Edition) - Design and Construction of Silo and Bunkers.
2.1 Silo
Menurut Safarian dan Harris (1970) tempat penyimpanan untuk bahan – bahan granular adalah silo dan bunker. Perbedaan penting dari keduanya adalah dalam perilaku bahan yang disimpan. Perilaku ini dipengaruhi oleh geometri dan karakteristik bahan yang disimpan. Tekanan material yang mengenai dinding dan lantai biasanya ditentukan oleh salah satu metode untuk silo dan bunker.
6
perawatan, indah secara estetika dan relatif bebas dari bahaya struktural tertentu seperti tekuk (buckling) atau penyok (denting) yang mungkin terjadi pada silo yang terbuat dari plat yang tipis. Silo dan bunker mempunyai banyak bentuk dan dapat terdiri dari satu atau kelompok. Banyak silo besar mengalami keruntuhan disebabkan oleh beberapa hal berikut ini:
a. Keruntuhan desain, meliputi penggunaan beban yang salah, kegagalan untuk mempertimbangkan kombinasi kritis dari sel yang dibebani ataupun tidak, dan kesalahan detail;
b. Keruntuhan konstruksi, seperti kesalahan penempatan atau mengurangi tulangan, keburukan dalam kontrol kualitas beton, dan kesalahan teknik penggunaan slipform;
c. Keruntuhan operasional, meliputi perubahan dalam nilai pengosongan silo, perubahan tipe material yang disimpan, atau penambahan suatu barang yang menyebabkan beban lateral tak terduga.
2.1.1 Pertimbangan Desain
Menurut Safarian dan Harris (1970) proses desain untuk silo meliputi segi fungsi dan struktural. Desain fungsi harus berdasarkan pada volum yang cukup, perlindungan yang tepat untuk material yang disimpan dan metode yang digunakan untuk mengisi dan mengosongkan silo. Pertimbangan struktur adalah stabilitas, kekuatan, kontrol dari lebar retak dan lendutan. Beban yang dipertimbangkan meliputi.
1. Beban mati ialah beban sendiri struktur dan semua yang didukung oleh struktur
2. Beban hidup, meliputi:
c. Beban Angin
d. Beban gempa pada struktur dan material yang disimpan
3. Tekanan temperatur akibat material yang disimpan.
2.1.2 Sifat Material yang Disimpan
Sifat dari material yang disimpan berpengaruh pada intensitas beban tekanan. Sifat material mempengaruhi alirannya dan harus dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk dan ukuran outlet dan tipe sistem unloading.
Tabel 2.1 menunjukkan sifat material yang umumnya disimpan di silo. Nilai ini biasa digunakan ketika tidak adanya tes terhadap material yang akan disimpan.
8
2.1.3 Beban Silo dari Material Pengisi
Menurut Safarian dan Harris (1970) material yang disimpan dalam silo mengakibatkan terjadinya gaya tekanan yang bekerja pada dinding silo diantaranya, (1) gaya lateral pada dinding silo vertikal, dinding miring, dan pelat dasar; (2) gaya vertikal (berupa gesekan) pada dinding samping, gaya vertikal ke dasar horisontal, dan kekuatan normal maupun gesekan pada permukaan miring. Nilai statis dari tekanan ini dihasilkan dari kondisi silo saat penuh (dalam kondisi diam), sedangkan pada saat material bergerak (saat pengisian maupun pengosongan silo) tekanan menjadi meningkat, sehingga beban pada saat bergerak cenderung mengendalikan desain.
10
Gambar 2.1 Pembebanan pada Dinding Silo
2.1.4 Perhitungan Tekanan Statis Lateral dan Vertikal
Dua metode yang digunakan untuk menentukan tekanan statis adalah metode klasik Janssen dan metode
Reimbert. Gambar 2.2 menunjukkan persamaan Janssen dan
Gambar 2.2 Persamaan Reimbert dan Janssen untuk Silo
Persamaan Janssen (Safarian dan Harris, 1970) untuk menghitung tekanan statik vertikal Metode Janssen pada kedalamam Y dari permukaan adalah :
q = 𝜸𝑹
𝝁′𝒌 [1- e -μ’kY/R
] (2-1)
dimana,
q = tekanan statis vertikal material (kg/m2) γ = berat volume material (kg/m3)
R = jari-jari hidrolis (0,25 D untuk silo lingkaran) μ' = koefisien friksi (gesek)
k = rasio p ke q
Y = kedalaman silo yang dikehendaki
Tabel 2.3 Nilai Faktor Cd (Safarian dan Harris, 1970)
Menurut Safarian dan Harris (1970) perhitungan besarnya tekanan dinamis pada dinding silo menggunakan pendekatan dengan mengalikan faktor Cd dengan tekanan statik.
qdes= Cd x q (2-4)
pdes = Cd x p (2-5)
dimana,
q des = tekanan desain (kg/m2)
p des = tekanan desain (kg/m2)
14
q = tekanan statis vertikal material (kg/m2)
p = tekanan statis lateral material (kg/m2)
2.1.5 Perhitungan Tekanan Statis pada Pelat Hooper
Tekanan statis pada pelat hooper menggunakan rumus pendekatan dari Reimbert dan Janssen sebagai berikut:
qα=p sin2α+q cos2α (2-6)
Gambar 2.3 beban pada pelat hooper
2.1.6 Perhitungan Gaya Gesek Semen pada Dinding Silo
Gaya gesek semen pada dinding berdasar pendekatan
Janssen sebagai berikut:
v=(γY-0,8q)R (2-7)
2.2 Desain Struktur Beton Prategang
2.2.1 Prinsip Dasar Beton Prategang
Ada tiga konsep yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan menganalisis sifat-sifat dasar dari beton prategang.
Konsep pertama, system prategang untuk mengubah beton menjadi bahan yang elastis (Freyssinet, 1928).
Konsep kedua, system prategang untuk kombinasi baja mutu tinggi dengan beton. Konsep ketiga, system prategang untuk mencapai pertimbangan beban (Lin, 1963).
2.2.2 Teori LoadBalancing Pada Struktur Cangkang
Teori load balancing mengemukakan bahwa kawat atau kabel prategang diberi bentuk dan gaya yang sedemikian rupa sehingga sebagian dari beban rencana yang telah ditetapkan dapat diimbangi seutuhnya pada beban seimbang. Prategang pada cangkang dengan teori load balancing ditunjukkan pada Gambar 2.3 dimana F adalah gaya pada tendon yang dibentuk secara melingkar mengikuti jari-jari, ditunjukkan dengan Gambar 2.3a.
P=RF (2-8)
Tegangan yang diberikan oleh prategang dinyatakan sebagai P dengan ketinggian tertentu, ditunjukkan pada Gambar 2b. Sebagai alternatif, jika jarak s adalah pecahan kecil dari ketinggian dinding, prategang dapat disimulasikan sebagai tekanan ekuivalen searah jari-jari.
16
Gambar 2.4 Aplikasi gaya pada dinding lingkaran yang menggunakan prategang (Priestley, 1985)
2.2.3 Kehilangan Gaya Prategang
Dalam menganalisis kehilangan, harus mempertimbangkan bahan bahan yang sebenarnya dan kondisi lingkungan masing masing bahan (waktu, kondisi pemaparan, dimensi dan ukuran komponen struktur, dan sebagainya) yang mempengaruhi jumlah dari kehilangan prategang.
Menurut Lin dan Burn (1981), kehilangan prategang disebabkan oleh beberapa hal yaitu.
1. Perpendekan elastis beton
2. Kehilangan gaya prategang akibat friksi 3. Kehilangan gaya prategang akibat slip angkur 4. Kehilangan gaya prategang akibat rangkak beton 5. Kehilangan gaya prategang akibat susut beton 6. Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi baja
2.3 Penggunaan Slipform Pada Dinding
Menurut Nawy (2008) slipformimg merupakan metode konstruksi dimana beton dituangkan secara
aplikasi seperti jembatan, building cores, shear-wall,
chimney, silo, menara dan berbagai aplikasi lainnya.
Kecepatan penggunaan slipform rata-rata adalah 6–8
inch (± 15 cm) per jam. Proses pengecoran dikendalikan oleh setting time beton dan keahlian pekerja dalam melakukan persiapan hingga siap dilakukan pengecoran. Keuntungan dari penggunaan slipform adalah waktu yang cukup singkat, prosedur operasional dilakukan dengan kemanan yang tinggi dan hasil terlihat rapi.
18
b. Detail penggunaan slipform
Gambar 2.5 Penggunaan Slipform
2.4 Pemasangan Cone
19
BAB 3 BAB III
METODOLOGI DESAIN
Langkah-langkah yang digunakan dalam desain struktur Silo Semen kapasitas 6000 T dengan struktur beton prategang ini adalah sebagai berikut:
3.1 Metode Desain
1. Pengumpulan data
2. Desain pendahuluan (preliminary design) 3. Permodelan struktur
4. Analisis Pembebanan a. Beban – beban
b. Kombinasi pembebanan
5. Analisa gaya dalam dan perhitungan struktur 6. Cek desain
7. Gambar rencana
3.2 Uraian Metode
3.2.1 Pengumpulan Data
1. Data Primer
Tidak dilakukan pengamatan langsung ke lokasi. 2. Data Sekunder
a. Gambar rencana bangunan b. Data tanah
c. Peraturan – peraturan dan buku penunjang lain sebagai dasar teori.
3.2.2 Preliminary Design
1. Dimensi Silo
Berdasarkan Handbook of Concrete Engineering tentang Silo and Bunkers oleh Sargis S. Safarian dan Ernest C. Harris (1970) dua pendekatan yang ada:
a. Oleh Dishinger, 𝐻 > 1,5√𝐴 (3-1) b. Oleh Soviet Code,
20
ln= bentang bersih sumbu panjang Sn= bentang bersih sumbu pendek
Berdasarkan SNI 2847–2013 pasal 9.5 ketebalan pelat minimum diantara tumpuan ada semua sisinya harus memenuhi:
- αm≤0,2 harus menggunakan SNI pasal 9.5.3.2 - 0,2<αm<2,0 maka (3-6) αm = rata-rata rasio kekakuan balok terhadap pelat 3. Balok Baja
Penentuan dimensi profil balok berdasarkan
- Mσijinterjadi≤ wxdesain (3-9) 𝑤𝑥 = Momen lawan
4. Dinding
Es = modulus elastisitas baja (2 x 105 Mpa) fs = tegangan baja yang diijinkan
(0,4 s/d 0,45) . fy
Ec = modulus elastisitas beton n = rasio modular (Es
Ec)
fc, ten = tegangan beton yang diijinkan (0,1.fc’) D = diameter Silo (16,7 m)
p = tekanan statis horisontal akibat material pengisi
γR μ' (1-e-μ
'kY/R ) γ = 1600 kg/m3
5. Balok
22
3.2.4 Permodelan Struktur
Permodelan struktur menggunakan bantuan program komputer SAP 2000.
Gambar 3.1 Permodelan struktur silo eksisting menggunakan SAP2000
3.2.5 Analisis Pembebanan - 0,466 (jika mengenai beton) - 0,3 (jika mengenai baja)
- Beban tempature : 70o C d. Beban Peralatan
- Conveyor : ±5 T
- AirFalve : ±5 T
e. Beban Angin (Berdasarkan UBC 1997) - Lokasi : Dekat dengan laut - P : Tekanan angin desain
- Ce : Kombinasi tinggi, paparan dan koefisien faktor embusan angin seperti yang diberikan dalam Tabel 16-G UBC 1997
- Cq : Koefisien tekanan untuk struktur atau bagian struktur yang dipertimbangkan seperti yang diberikan dalam Tabel 16-H UBC 1997
- Iw : Faktor keutamaan sebagaimana tercantum pada Tabel 16-K UBC 1997 f. Beban Gempa
- Daerah Tuban
- Periode ulang 2500 tahun
- Percepatan batuan dasar periode pendek, Ss - Percepatan batuan dasar periode 1 detik, S1 - Kelas situs : SD
24
- Parameter spektra desain untuk periode pendek, SDS - Parameter spektra desain untuk periode 1 detik, S1 - T0 : 0,2 x (SD1
SDS) (3-11)
- Ts : SSD1
DS (3-12)
3.2.6 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebanan yang digunakan sesuai dengan SNI 1727-2013 pasal 2.3 sebagai berikut:
1. Kombinasi Ultimate
Kombinasi ini digunakan untuk perhitungan tulangan. a.1,4D
2. Kombinasi Layan
P = Prestress
3.2.7 Analisa Gaya Dalam dan Perhitungan Struktur
1. Dari output SAP diperoleh nilai gaya geser (D), momen lentur (M), momen torsi (T), dan nilai gaya aksial (P). 2. Perhitungan struktur untuk baja menggunakan metode
ASD dan beton bertulang menggunakan SRPMB 3. Perhitungan Gaya Prategang
a. Prategang pada cangkang
Perhitungan prategang dihitung menggunakan metode load balancing, dimana p sebagai beban merata dijadikan beban penyeimbang pada permodelan struktur menggunakan SAP 2000 dan dinyatakan pada persamaan p =Ps=RsF (2-9).
b. Tegangan ijin beton sesaat setelah penyaluran gaya prategang
Tegangan ijin bahan beton prategang pada saat transfer (SNI 7833-2012 Pasal 6.4.1) kuat tekan beton yang direncanakan pada umur saat dilakukan transfer (fci’) dinyatakan dalam satuan MPa.
fci' = 0,65 fc' (3-13)
Berdasarkan pasal SNI 7833-2012 6.4.1 tegangan tekan dalam penampang beton sesaat setelah transfer tidak boleh melampaui nilai sebagai berikut :
σ̅tekan=0,6 fci'untuk bagian terluar (3-14) σ̅tekan=0,7 fci' untuk bagian terluar ujung komponen
tertumpu sederhana (3-15)
Berdasarkan pasal 6.4.1 tegangan tekan dalam penampang beton sesaat setelah transfer tidak boleh melampaui nilai sebagai berikut :
σ̅tarik= 0,5 √fci' : untuk bagian terluar (3-16) Σ̅tarik= 0,25 √fci’ : untuk bagian terluar ujung komponen tertumpu sederhana
26
c. Tegangan ijin beton sesaat setelah kehilangan gaya prategang
Berdasarkan SNI 7833-2012 pasal 6.4.2 untuk komponen beton prategang pada saat layan, tegangan tekan dalam penampang beton tidak boleh melampaui nilai sebagai berikut :
0,45 fc' : Tegangan serat terluar akibat pengaruh prategang, ditambah beban tetap (3-18) 0,60 fc' : Tegangan serat terluar akibat pengaruh prategang, ditambah beban total (3-19) d. Kehilangan prategang
Kehilangan prategang dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: 1. Tahap Pertama
Pada saat setelah peralihan gaya prategang ke penampang beton, tegangan dievaluasi sebagai tolak ukur perilaku elemen struktur. Pada tahap ini kehilangan gaya prategang meliputi :
a) Perpendekan elastis beton (ES)
Pada saat gaya pratekan dialihkan ke beton, komponen struktur akan memendek dan baja akan ikut memendek bersamanya yang menyebabkan kehilangan prategang pada baja pula. Untuk memperhitungkan gaya prategang adalah dengan persamaan berikut :
ES= KESESfEcirci (3-20)
dengan nilai Fcir sebagai berikut :
fcir=fAo±fo.e.yI ±M.yI (3-21)
dimana :
fcir = Tegangan beton pada garis berat baja (c.g.s) akibat gaya prategang yang efektif segera setelah gaya pretagang telah dikerjakan pada beton
Kes = 1 untuk komponen struktur pratarik Kes = 0,5 untuk komponen struktur pasca
tarik bila kabel kabel secara berurutan ditarik dengan gaya yang sama
Es = Modulus elastisitas tendon prategang Eci = Modulus elastisitas beton pada saat
pengangkuran b) Gesekan Friksi
Selama terjadi pengalihan gaya pratekan pada sistem pasca tarik, kabel yang ditarik sedikit demi sedikit akan mengalami kehilangan tegangannya pada saat tendon melengkung. Kehilangan akibat gesekan friksi dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
Tabel 3.1 Nilai Koefisien Kelengkungan Tipe Tendon K tiap Meter μ Tendon pada selubung logam
fleksibel : -Tendon kawat
-Strand dengan untaian 7 kawat -Baja Mutu Tinggi
0,0033-0,0049 Tendon pada selubung logam
kaku
-Strand dengan untaian 7 kawat
28
Tabel 3.2 Nilai Koefisien Kelengkungan (lanjutan)
c) Slip Angkur
Pada sistem pasca tarik, saat tendon-tendon ditarik sampai nilai penuh dongkrak dilepas dan gaya prategang dialihkan ke angkur. Peralatan angkur yang mengalami tegangan pada saat peralihan cenderung untuk berdeformasi, jadi tendon dapat tergelincir sedikit. Besarnya gelincir tergantung dari jenis baji dan tegangan pada kawat, nilai rata rata sekitar 2,5 mm. Persamaan yang digunakan untuk menghitung prategang akibat slip angkur adalah sebagai berikut.
Δa = Deformasi pengangukran (mm) Es = 195.000 Mpa
L = panjang total kabel (mm)
2. Tahap Kedua
Pada saat beban bekerja setelah semua gaya prategang terjadi dan tingkatan prategang efektif
Tipe Tendon K tiap Meter μ Tendon pada selubung logam
μ
-Strand dengan untaian 7 kawat
0,0007 0,15-0,25
Tendon yang diminyaki terlebih dahulu
-Tendon kawat dan strand dengan untaian 7 kawat
0,001-0,0066 0,05-0,15
Tendon yang diberi lapisan mastic
-Tendon kawat dan strand dengan untaian 7 kawat
jangka panjang tercapai. Akibat waktu yang lama akan terjadi kehilangan prategang sebagai berikut: a) Rangkak Beton
Rangkak dianggap terjadi dengan beban mati permanen yang ditambahkan pada komponen struktur setelah beton diberi gaya prategang. Kehilangan gaya pretegang akibat rangkak untuk komponen struktur dihitung menggunakan persamaan :
struktur setelah diberi gaya
prategang
Es = Modulus elastisitas tendon prategang
Ec = Modulus elastisitas beton umur 28
hari b) Susut
Besarnya kehilangan akubat susut yang terjadi pada beton prategang dapat menggunakan persamaan berikut :
(3-25)
dimana,
Ksh = Koefisien faktor susut
30
V/S = Perbandingan volume terhadap
permukaan
Tabel 3.3 Nilai Ksh Untuk Komponen Pasca Tarik
c) Relaksasi Baja
Percobaan pada baja pratekan dengan perpanjangan yang konstan dan dijaga tetap pada suatu selang waktu tertentu. Memperlihatkan bahwa gaya prategang akan berkurang secara perlahan. Kehilangan gaya prategang ini dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut.
RE
RE K J SH CR ES C
Tabel 3.5 Nilai C
3.2.8 Gambar Rencana
1. Gambar Arsitektur a. Gambar denah b. Gambar tampak 2. Gambar Potongan
a. Potongan memanjang b. Potongan melintang 3. Gambar Penulangan
a. Gambar penulangan balok b. Gambar penulangan pelat 4. Gambar Detail
a. Gambar detail prategang b. Gambar detail tulangan c. Gambar detail sambungan baja 5. Gambar Struktur
a. Gambar dinding b. Gambar balok
Fpi/fpu Strang atau kawat stress relieved
Batang stress relieved atau Strang atau Kawat
32
3.3 Diagram Alir
3.3.1 Diagram Alir Desain Silo
3.3.2 Diagram Alir Perhitungan Dinding Prategang
34
35
BAB 4 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Preliminary Design
1. Material
a. Beton bertulang fc’ = 40 MPa 2. Dimensi silo
Pada perencanaan proyek akhir silo didesain berdasarkan Handbook of Concrete Engineering dengan diameter 16,7 m dan tinggi 38 m sesuai dengan persamaan (H>1,5D untuk silo lingkaran (3-2) untuk silo lingkaran.
H > 1,5D
38 m > 1,5 x 16,7 m 38 m > 25,05 m 3. Top of Silo
Direncanakan menggunakan struktur komposit dengan pelat beton dan balok baja berdasarkan SNI 2847-2013 dengan sistem one-way slab.
a. Pelat beton
Sesuai dengan persamaan Sln
n ≥2, pelat satu arah
(3-4 untuk pelat satu arah Dengan, ln= 3,2 m dan Sn= 1,5 m 3,2 m
1,5 m=2,13 ≥2 (memenuhi syarat pelat satu arah) Dengan tebal sesuai sni 2847 – 2013 pasal 9.5 Untuk pelat dengan kedua ujung menerus t =28l =3,2 m28 =0,114 m= 11,4 cm ≈20 cm
36
Tegangan ijin dasar = 1666 kg/cm2 Sesuai dengan persamaan Mterjadi
σijin ≤ wxdesain
= 1740 kg/m
Perhitungan preliminary design dinding struktural
menggunakan persamaan hmin=(
mEs+fs-nfc,ten fs x fc,ten )PxD
2 > 6 in (3-10 yang diuraikan sebagai berikut.
fs =
38 direncanakan 350 mm sehingga telah memenuhi syarat.
5. Balok
Berdasarkan SNI 2847 – 2013 pasal 9.5 tinggi
minimum h adalah 16l. Namun, dalam preliminary
design ini dipakai h=12l dengan lebar b=23h.
L atau diameter silo = 16,7 m maka dimensi balok : h=16,7 m12 =1,392 m≈1,5 m
b=23x1,5=1 m
a. Pelat lantai Elv. +5,5 direncanakan ketebalan 20 cm.
b. Pelat lantai hopper Elv. +12,00 direncanakan ketebalan 80 cm.
4.2 Analisis Pembebanan
4.2.1 Beban Mati
Beban mati merupakan berat sendiri elemen struktur yang akan dihitung otomatis sebagai self weight oleh
software SAP2000 dan beban mati tambahan sebesar 70 kg/m2 pada top of silo.
4.2.2 Beban Hidup
Beban hidup pada lantai dan top of silo diambil sebesar 600 kg/m2 yaitu diasumsikan sebagai beban lantai bangunan industri atau pabrik sesuai dengan SNI 1727-2013. Beban pekerja dimasukkan sebagai beban terpusat sebesar 100 kg/m2.
4.2.3 Beban Peralatan
Beban peralatan berupa conveyor dan air falve
diasumsikan mempunyai berat sebesar ± 5 Ton.
4.2.4 Beban Material Tersimpan (Beban Semen)
Kriteria beban material silo yang digunakan diuraikan sebagai berikut.
a. Jenis semen : Semen Portland b. Berat Jenis : 1600 kg/m3 c. Sudut saat diam : 25o
d. Koefisien friksi : - 0,466 (jika mengenai beton) - 0,3 (jika mengenai baja) e. Beban temperatur : 70o C
40
1. Tekanan Statik Vertikal Material Tersimpan
Dalam menghitung tekanan statik vertikal material tersimpan digunakan persamaan q = 𝜸𝑹
𝝁′𝒌 [1-
e-μ’kY/R] (2-1 dimana nilai jari-jari hidrolis (R) dihitung sebagai berikut.
R = jari-jari hidrolis (0,25D) = 0,25 . 16,7 m
= 4,175 m
Tekanan vertikal pada saat
pengisian/pengosongan (q des) didapat dengan mengalikan tekanan vertikal kondisi statis dengan faktor “Overpressure” (Cd). Cddidapat dari Tabel nilai faktor “Overpressure” pada Tabel 4.1 dengan
kedalaman Y sesuai dengan tabel. Selanjutnya adalah perhitungan tekanan desain vertikal material pengisi silo.
Data perencanaan: γ = 1600 kg/m3
(berat volume semen Portland)
Tabel 4.1 Tabel Nilai Faktor“Overpressure” (Cd)
Lingkaran merah pada Tabel 4.1 menunjukkan penggunaan metode Janssen untuk mendapatkan faktor “Overpressure” yang memenuhi persamaan, HD≤2,
dimana H adalah kedalaman silo dari titik jatuh material yang mengenai dinding silo sampai dengan pelat hopper
42
Gambar 4.1 Over pressure
Silo direncanakan dengan tinggi jagaan 50 cm, berikut perhitungan detail kedalaman silo:
Hs =
= =
tan ρ x D2
tan 25° x 16,5 m2
3,894 m ≈ 3,9 m
H’ =
=
3,9 m + 0,5 m 4,4 m
H =
=
26 m – 0,5 m – 3,9 m 21,6 m
H-H1
Sebagai contoh diambil perhitungan tekanan vertikal (q) pada kedalaman 12,2 m sebagai berikut :
q = γRμ'(1-e-μ'kY/R)
= 1600 x 4,175 0,466 (1-e
-0,466 x 0,406 x4,17512,2
) = 14978,758 kg/m2
Faktor “Overpressure” (Cd) pada ketinggian pertama = 1,351
q des = Cd x q
= 1,35 x 14978,7587 kg/m2 = 20221,324 kg/m2
Untuk hasil perhitungan tekanan vertikal material pengisi silo dapat dilihat pada dibawah ini.
Tabel 4.2 Perhitungan tekanan vertikal semen
2. Tekanan Lateral / Horisontal Material Tersimpan
Dalam menghitung tekanan lateral/horisontal material tersimpan pada kondisi statis (saat diam) digunakan rumus pendekatan dari Janssen persamaan
Error! Reference source not found. Sebagai contoh Ke dalaman
Y (m)
Te kanan Statis Ve rtikal
12,2 14978,758 1,35 20221,324
15,6 17925,545 1,45 25992,040
19,1 20445,430 1,55 31690,416
22,5 22600,258 1,65 37290,425
44
diambil perhitungan tekanan lateral (p) pada kedalaman 12,2 m sebagai berikut :
p = 𝑞. 𝑘
= 14978,758 kg/m2 (0,406) = 6079, 257 kg/m2
Faktor “Overpressure” (Cd) pada ketinggian pertama = 1,351
p des = Cd x p
= 1,35 x 6079, 257 kg/m2 = 8206, 996 kg/m2
Untuk hasil perhitungan tekanan lateral material pengisi silo dapat dilihat pada Tabel 4.3 Perhitungan tekanan lateral semen.
Tabel 4.3 Perhitungan tekanan lateral semen
kedalaman
Gambar 4.2 Input lateral surface pressure (dalam satuan kgf, m)
3. Tekanan Statis pada Pelat Hooper
Tekanan statis pada pelat hooper menggunakan rumus pendekatan dari Reimbert dan Janssen sebagai berikut:
dengan 𝛼 = 15° didapat nilai 𝑞𝛼 :
qα=9920, 365mkg2sin 15+24442,915mkg2cos 15°
46
4. Gaya Gesek pada Dinding Silo
Berdasar rumus pendekatan dari Janssen, gaya gesek pada dinding silo dihitung menggunakan persamaan berikut.
v=(γY-0,8q)R (4-1)
Untuk hasil perhitungan gaya gesek pada dinding silo dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Perhitungan gaya gesek pada dinding silo
Kedalaman Y (m)
Friction force v (kg/m2)
12,2 31340,073 1,35 42309,098
15,6 44575,523 1,45 64634,509
19,1 59236,827 1,55 91817,082
22,5 75117,421 1,65 123943,744
Gambar 4.3Input Beban gesek akibat semen pada dinding
4.2.5 Beban Angin
Perhitungan tekanan angin mengacu pada UBC 1997. Menurut Uniform Building Code (UBC) 1997 volume 2 - Chapter 16 - Structural Design Requirements Divisi III - Wind Loads, tekanan angin rencana untuk struktur bangunan dan elemen di dalamnya harus ditentukan untuk setiap ketinggian dalam kesesuaian dengan rumus :
P=Ce×Cq×qs×Iw (4-2)
48
dimana,
P = Tekanan angin desain
Ce = Kombinasi tinggi, paparan dan koefisien faktor embusan angin (Eksposure D)
Cq = Koefisien tekanan untuk struktur atau bagian struktur yang dipertimbangkan (0,8)
qs = Stagnasi tekanan angin pada ketinggian standar 33 ft. = 10000 mm
Iw = Faktor keutamaan = 1,15
Gambar 4.4 Penyebaran Arah Angin pada Silo
Tabel 4.5 Koefisien Tekanan (Cq)
Y
Tabel 4.6 Faktor Keutamaan (Iw)
Tabel 4.7 Kombinasi Tinggi (Ce)
Dari koefisien tersebut, didapatkan perhitungan tekanan angin setiap ketinggian 2 m sebagai berikut.
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Tekanan Angin
H (m)
Tekanan
Angin Angin Hisap Angin Tekan
50
14,0 P7 = 52,792 Kg/m2 105,584 Kg/m2 16,0 P8 = 53,945 Kg/m2 107,890 Kg/m2 18,0 P9 = 55,098 Kg/m2 110,196 Kg/m2 20,0 P10 = 55,982 Kg/m2 111,963 Kg/m2 22,0 P11 = 56,820 Kg/m2 113,640 Kg/m2 24,0 P12 = 57,659 Kg/m2 115,317 Kg/m2 26,0 P13 = 58,412 Kg/m2 116,824 Kg/m2 28,0 P14 = 59,146 Kg/m2 118,292 Kg/m2 30,0 P15 = 59,879 Kg/m2 119,759 Kg/m2 32,0 P16 = 60,454 Kg/m2 120,908 Kg/m2 34,0 P17 = 60,978 Kg/m2 121,956 Kg/m2 36,0 P18 = 61,510 Kg/m2 123,034 Kg/m2 38,0 P19 = 61,989 Kg/m2 123,977 Kg/m2
b) Gambar beban angin arah y (dalam satuan kN, m)
Gambar 4.5 Input beban angin pada SAP2000
4.2.6 Beban Gempa
Metode yang digunakan dalam perhitungan beban gempa ini yaitu metode analisis respon spektrum dengan mendefinisikan parameter berikut ini.
a. Lokasi desain : Tuban, Jawa Timur b. Periode desain : 2500 tahun
52
Gambar 4.6 Respon spektrum beban gempa
4.3 Analisa Struktur
4.3.1 Kontrol Periode Alami Stuktur
Nilai T (waktu getar alami struktur) dibatasi oleh waktu getar alami fundamental untuk mencegah penggunaan struktur yang terlalu fleksibel dengan perumusan dalam SNI 1726-2012 sebesar :
x n t
a C h
Tabel 4.9 Tipe struktur (SNI 1726-2012)
Tabel 4.10 Parameter percepatan respons spektral desain pada 1 detik, SD1 (SNI 1726-2012)
Perioda fundamental struktur pendekatan
𝑇𝑎= 0,0488 (380,75) = 0,747 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
dengan batas atas perioda fundamental struktur sebesar,
a u atas
a C T
T . (4-4)
dimana,
Cu = 1.4 (karena SD1=0.32) 1,4(0,747 detik)=1,0458 detik
54
Tabel 4.11 Periode alami struktur
Sehingga perioda fundamental struktur sebesar 0,315 detik kurang dari batas atas dan batas bawah.
0,315 detik < 0,747 detik < 1,0458 detik
4.3.2 Perhitungan Prestress
Strand Stress-Relieved dengan Tujuh Kawat Tanpa Pelapisan (ASTM A-416) Derajat 180 MPa.
Diameter
OutputCase StepType StepNum Period
Text Text Unitless Sec
MODAL Mode 1 0,31495
MODAL Mode 2 0,309429
MODAL Mode 3 0,215771
MODAL Mode 4 0,1893
MODAL Mode 5 0,157398
MODAL Mode 6 0,157074
MODAL Mode 7 0,149981
MODAL Mode 8 0,149489
MODAL Mode 9 0,129609
MODAL Mode 10 0,129138
MODAL Mode 11 0,117949
MODAL Mode 12 0,117779
55
Allowable Initial Stress Allowable Service Stress
fcti = 0,25 √fci’ fct = 0,5 √fc’ = 1,4 MPa = 3,2 MPa fcci = 0,6 fci’ fcc = 0,45 fc’
= 19,2 MPa = 18 MPa (akibat beban tetap) fcc = 0,6 fc’
= 24 MPa (akibat beban mati) fr = 0,7 √fc’
= 4,43 MPa
D = 16,7 m R = 8,35 m
56
Tabel 4.12 Input Prategang pada SAP2000
Gambar 4.7 Input Prestress pada SAP2000 (dalam satuan kN, m)
19 2616,3086 313,3304 0,726543 228,7312 17 2340,9077 280,3482 0,726543 204,6542 15 2065,5068 247,3661 0,726543 180,5772 13 1790,1059 214,3839 0,726543 156,5003 11 1514,705 181,4018 0,726543 132,4233 9 1239,3041 148,4196 0,726543 108,3463 7 963,90315 115,4375 0,726543 84,26938 5 688,50225 82,45536 0,726543 60,19241 3 413,10135 49,47322 0,726543 36,11545
57
4.3.3 Kehilangan Gaya Prategang Tahap Transfer (Awal)
4.3.3.1 Kehilangan Prategang Akibat Perpendekan Elastis Beton (ΔES)
Untuk sistem pascatarik, kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis terjadi akibat gaya pada kabel tendon yang diangkurkan terhadap beton. Perpendekan beton secara bertahap terjadi jika beton tersebut memiliki lebih dari satu tendon yang ditarik secara berurutan.
dimana,
dibawah ini ditunjukkan perhitungan gaya prategang akibat perpendekan elastis pada elevasi +12.0
ES =0,5 x 200000 x 265871,15 = 4,33 Mpa
Untuk hasil perhitungan kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis selanjutnya ditunjukkan pada Tabel 4.13 sampai Tabel 4.24 ΔES berdasar fcir pada elevasi +34.00.
ES = KES ES Fcir
Eci Dimana,
Es = Kehilangan Gaya akibat Perpendekan Elastis Beton (Mpa)
Kes = Koefisien untuk komponen Struktur Pascatarik (0,5)
Es = Modulus Elastisitas Baja (200000 MPa) fcir = Tegangan Beton yang melalui titik berat
baja (c.g.s) akibat gaya prategang yang efektif segera setelah gaya prategang telah dikerjakan pada beton (MPa) – Output SAP
58
Gambar 4.8 Diagram fcir pada elevasi +12.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.13 ΔES berdasar fcir pada elevasi +12.00
+12,0 4,34
ES (Mpa) -1,16
Fcir (Mpa) Jml.
Strand Elv.
Gambar 4.9 Diagram fcir pada elevasi +14.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.14 ΔES berdasar fcir pada elevasi +14.00
+12,0 4,34
+14,0 10,19
ES (Mpa)
-1,16 -2,71 Fcir (Mpa)
Jml. Strand Elv.
60
Gambar 4.10 Diagram fcir pada elevasi +16.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.15 ΔES berdasar fcir pada elevasi +16.00
+12,0
4,34
+14,0
10,19
+16,0
10,27
ES
(Mpa)
-1,16
-2,71
-2,73
F
cir(Mpa)
Jml.
Strand
Elv.
Gambar 4.11 Diagram fcir pada elevasi +18.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.16 ΔES berdasar fcir pada elevasi +18.00
+12,0 4,34
+14,0 10,19
+16,0 10,27
+18,0 17 9,48
ES (Mpa) -1,16
-2,71 -2,73 -2,52 Fcir (Mpa) Jml.
Strand Elv.
62
Gambar 4.12 Diagram fcir pada elevasi +20.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.17 ΔES berdasar fcir pada elevasi +20.00
Gambar 4.13 Diagram fcir pada elevasi +22.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.18 ΔES berdasar fcir pada elevasi +22.00
64
Gambar 4.14 Diagram fcir pada elevasi +24.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.19 ΔES berdasar fcir pada elevasi +24.00
Gambar 4.15 Diagram fcir pada elevasi +26.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.20 ΔES berdasar fcir pada elevasi +26.00
66
Gambar 4.16 Diagram fcir pada elevasi +28.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.21 ΔES berdasar fcir pada elevasi +28.00
Gambar 4.17 Diagram fcir pada elevasi +30.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.22 ΔES berdasar fcir pada elevasi +30.00
68
Gambar 4.18 Diagram fcir pada elevasi +32.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.23 ΔES berdasar fcir pada elevasi +32.00
Gambar 4.19 Diagram fcir pada elevasi +34.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.24 ΔES berdasar fcir pada elevasi +34.00
70
4.3.3.2 Kehilangan Prategang Akibat Gesekan (Δfs1)
Stressing (penarikan kabel prategang) dengan menggunakan dongkrak Jack Hidrolic menyebabkan kabel prategang mengalami kehilangan sebagian gaya prategang yang diakibatkan oleh gesekan kabel dan efek kelengkungan tendon, sehingga tegangan yang ada pada tendon atau kabel prategang menjadi lebih kecil dan ditunjukkan pada bacaan alat pressure gauge. Besar kehilangan gaya prategang ini harus dihitung. Kehilangan akibat gesekan ini dapat dipertimbangkan pada dua bagian yaitu pengaruh panjang dan kelengkungan sehingga dapat dijelaskan sebagai pengaruh naik turunnya kabel (wobbling effect) dan tergantung dari panjang dan tegangan tendon serta koefisien gesekan antara bahan yang bersentuhan. Yakni gesekan antara kabel dengan
duct yang menyebabkan besarnya tarikan pada bahan ujung.
Kehilangan gaya prategang akibat gesekan atau friksi dihitung setiap 5o dari pelat dinding sebagai berikut:
4.3.3.3 Kehilangan Prategang Akibat Slip Angkur
Slip angkur terjadi akibat pelepasan kabel yang telah selesai ditarik pada sistem pascatarik. Hal ini menyebabkan lebih kecilnya panjang tarikan saat
F2 - F1
= (koefisien kelengkungan)
Hidraulik dilepas. Ini menunjukkan adanya kehilangan prategang yang terajdi akibat slip angkur. Besarnya slip tergantung pada jenis angkur yang terbentuk baji (wedge) dan tegangan pada kabel. Menurut Lin (1981) perkiraan rata-rata slip yang terjadi sebesar 2,5 mm.
4.3.4 Kontrol Lendutan Pelat akibat gaya Prategang
Berikut kontrol lendutan pada pelat yang diakibatkan oleh gaya prategang.
= = Es
= Dimana,
= panjang perkiraan rata-rata slip yang terjadi =
Es = Modulus Elastisitas Baja
=
72
Gambar 4.20 Deformasi yang terjadi akibat gaya prategang
4.3.5 Kehilangan Gaya Prategang Tahap Service
4.3.5.1 Kehilangan Prategang Akibat Rangkak Beton (CR)
Salah satu sifat beton adalah dapat mengalami tambahan regangan akibat beban tetap (mati) seiring dengan semakin bertambahnya waktu. Metode umum untuk memperhitungkan rangkak pada beton adalah dengan memasukkan kedalam perhitungan hal-hal berikut ini : Perbandingan volume terhadap permukaan, umur beton pada saat prategang, kelembaban relatif dan jenis beton (beton ringan atau normal). Kehilangan gaya prategang akibat rangkak untuk komponen struktur dengan tendon terekat dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (untuk beton dengan berat normal) :
Kcr = 2,0 untuk komponen struktur pratarik Kcr = 1,6 untuk komponen struktur pasca tarik Fcds = Tegangan beton pada titik berat tendon akibat
seluruh
beban mati yang bekerja pada komponen struktur setelah diberi gaya prategang (output SAP)
Fcir = Tegangan akibat gaya prategang segera (output SAP)
Es = Modulus elastisitas tendon prategang (200000 MPa)
Ec = Modulus elastisitas beton umur 28 hari (29725,41 MPa)
Di bawah ini ditunjukkan perhitungan gaya prategang akibat rangkak beton pada elevasi +12.0
CR = 1,6 x 29725,41200000 (-1,16-1,58) = 4,63 Mpa
74
Gambar 4.21 Diagramfcds pada elevasi +12.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.25 CR berdasar fcds pada elevasi +12.00
+12,0 -1,58 4,52
Elv. Jml.
Strand Fcir (Mpa) 9 -1,16
Fcds (Mpa)
Gambar 4.22 Diagramfcds pada elevasi +14.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.26 CR berdasar fcds pada elevasi +14.00
+12,0 -1,58 4,52
+14,0 -2,74 0,32
Elv. Jml.
Strand Fcir (Mpa) 9 -1,16 19 -2,71
Fcds (Mpa)
76
Gambar 4.23 Diagramfcds pada elevasi +16.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.27 CR berdasar fcds pada elevasi +16.00
+12,0
-1,58
4,52
+14,0
-2,74
0,32
+16,0
19
-2,73
-2,66
0,75
Elv.
Jml.
Strand
F
cir(Mpa)
9
-1,16
19
-2,71
Fcds
(Mpa)
Gambar 4.24 Diagramfcds pada elevasi +18.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.28 CR berdasar fcds pada elevasi +18.00
+12,0 -1,58 4,52
+14,0 -2,74 0,32
+16,0 -2,66 0,75
+18,0 -2,52 0,03
19 -2,73 Elv. Jml.
Strand Fcir (Mpa) 9 -1,16 19 -2,71
Fcds (Mpa)
CR (Mpa)
78
Gambar 4.25 Diagramfcds pada elevasi +20.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.29 CR berdasar fcds pada elevasi +20.00
+12,0
-1,58
4,52
+14,0
-2,74
0,32
+16,0
-2,66
0,75
+18,0
-2,52
0,03
+20,0
-2,17
1,09
19
-2,73
Elv.
Jml.
Strand
F
cir(Mpa)
9
-1,16
19
-2,71
Fcds
(Mpa)
CR
(Mpa)
17
-2,52
Gambar 4.26 Diagramfcds pada elevasi +22.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.30 CR berdasar fcds pada elevasi +22.00
+12,0
-1,58
4,52
+14,0
-2,74
0,32
+16,0
-2,66
0,75
+18,0
-2,52
0,03
+20,0
-2,17
1,09
+22,0
-1,96
0,32
19
-2,73
Elv.
Jml.
Strand
F
cir(Mpa)
9
-1,16
19
-2,71
Fcds
(Mpa)
CR
(Mpa)
17
-2,52
17
-2,27
80
Gambar 4.27 Diagramfcds pada elevasi +24.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.31 CR berdasar fcds pada elevasi +24.00
Gambar 4.28 Diagramfcds pada elevasi +26.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.32 CR berdasar fcds pada elevasi +26.00
82
Gambar 4.29 Diagramfcds pada elevasi +28.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.33 CR berdasar fcds pada elevasi +28.00
Gambar 4.30 Diagramfcds pada elevasi +30.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.34 CR berdasar fcds pada elevasi +30.00
84
Gambar 4.31 Diagramfcds pada elevasi +32.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.35 CR berdasar fcds pada elevasi +32.00
Gambar 4.32 Diagramfcds pada elevasi +34.00 (dalam satuan N/mm2)
Tabel 4.36 CR berdasar fcds pada elevasi +34.00
86
4.3.5.2 Kehilangan Prategang Akibat Susut (SH)
Susut pada beton dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti rangkak, perbandingan antara volume dan permukaan, kelembaban relatif, dan waktu dari akhir perawatan sampai dengan bekerjanya gaya prategang. Persamaan yang dipakai dalam memperhitungkan kehilangan pratekan akibat susut pada beton adalah:
4.3.5.3 Kehilangan Prategang Akibat Relaksasi Baja (RE)
Sebenarnya balok pratekan mengalami perubahan regangan baja yang konstan di dalam tendon bila terjadi rangkak yang tergantung pada waktu. Akibat perpendekan elastis (ES), serta kehilangan gaya pratekan yang tergantung pada waktu yaitu CR dan SH, maka akan mengakibatkan terjadi pengurangan yang kontinu pada tegangan tendon. Oleh karena itu untuk memperkirakan kehilangan gaya pratekan akibat pengaruh tersebut digunakan perumusan sebagai berikut:
re
RE K J SH CR ES C
= -53 Mpa
KSH = 0,77 (perawatan beton sampai penerapan
KRE = 138 MPa, Strand Stress-Relieved dengan Tujuh Kawat (tabel 4-5 T.Y.Lin)
J = 0,15 (tabel 4-5 T.Y.Lin) C = 1,45 (fpi = 0,75 fpu)
Tabel 4.37 Perhitungan kehilangan prategang akibat RE
+12,0 4,52 4,36 209,606
+14,0 0,32 10,19 209,251
+16,0 0,75 10,27 209,141
+18,0 0,03 9,48 209,47
+20,0 1,09 8,54 209,444
+22,0 0,32 7,26 209,889
+24,0 1,51 6,32 209,836
+26,0 0,93 5,36 210,17
+28,0 1,83 3,99 210,273
+30,0 0,54 2,07 210,971
+32,0 0,86 1,54 211,016
+34,0 0,11 1,17 211,261
88
4.3.5.4 Kehilangan Prategang Total
Tabel 4.38 Kontrol Kehilangan Gaya Prategang Total
4.3.6 Kontrol Tegangan Dinding Prategang
Tabel 4.39 Batas Tegangan Tarik dan Tekan Dinding
Tahap Awal Tahap Service
Batas Tarik 1,4 MPa 3,2 MPa
Batas Tekan 19,2 MPa
18 MPa Akibat beban tetap
24 MPa Akibat beban mati
Total (%)
+12,0 4,52 4,36 209,606 165,90 11,89% 20%OK +14,0 0,32 10,19 209,251 167,18 11,98% 20%OK +16,0 0,75 10,27 209,141 167,57 12,01% 20%OK +18,0 0,03 9,48 209,47 166,39 11,93% 20%OK +20,0 1,09 8,54 209,444 166,48 11,93% 20%OK +22,0 0,32 7,26 209,889 164,88 11,82% 20%OK +24,0 1,51 6,32 209,836 165,07 11,83% 20%OK +26,0 0,93 5,36 210,17 163,87 11,75% 20%OK +28,0 1,83 3,99 210,273 163,50 11,72% 20%OK +30,0 0,54 2,07 210,971 160,99 11,54% 20%OK +32,0 0,86 1,54 211,016 160,83 11,53% 20%OK +34,0 0,11 1,17 211,261 159,94 11,47% 20%OK
s
Gambar 4.33 Tegangan pada dinding saat transfer (dalam satuan MPa)
90
Gambar 4.35 Tegangan pada dinding saat service (akibat beban mati)
Tabel 4.40 Kontrol tegangan pada dinding
fc (Mpa) Batas (Mpa) Kontrol
-0,323 -19 < fc < 1,4 Memenuhi 1,70 -18 < fc < 3,2 Memenuhi 2,004 -24 < fc < 3,2 Memenuhi
4.3.7 Perencanaan Struktur Beton Bertulang
Perencanaan struktur beton bertulang menggunakan bantuan menggunakan program SAP2000. Hasil output dari SAP2000 kemudian diolah menggunakan program excel
hingga didapatkan tulangan perlu yang harus dipasang.
4.3.7.1 Desain Balok