• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transformator

Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah tegangan arus bolak-balik dari satu tingk ketingkat at yang lain melalui gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnet. Transformator digunakan secara luas, baik dalam bidang tenaga listrik maupun elektronika. Penggunaannya dalam sistem tenaga memungkinkan dipilihnya tegangan yang sesuai dan ekonomis untuk tiap-tiap keperluan, misalnya untuk kebutuhan tegangan tinggi dalam pengiriman daya listrik jarak jauh.

Prinsip kerja transformator adalah berdasarkan Hukum Ampere dan Hukum Faraday, yaitu Arus listrik dapat menimbulkan medan magnet dan sebaliknya medan magnet dapat menimbulkan arus listrik. Transformator terdiri atas dua buah kumparan (primer dan sekunder) yang bersifat induktif. Kedua kumparan ini terpisah secara elektris namun berhubungan secara magnetis melalui jalur yang memiliki reluktansi (reluctance) rendah. Apabila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik maka fluks bolak-balik akan muncul di dalam inti yang dilaminasi, karena kumparan tersebut membentuk jaringan tertutup maka mengalirlah arus primer.

Akibat adanya fluks di kumparan primer maka di kumparan primer terjadi induksi (self induction) dan terjadi pula induksi di kumparan sekunder karena pengaruh induksi dari kumparan primer atau disebut sebagai induksi bersama (mutual induction) yang menyebabkan timbulnya fluks magnet di kumparan sekunder, maka mengalirlah arus sekunder jika rangkaian sekunder di bebani, sehingga energi listrik dapat ditransfer keseluruhan (secara magnetisasi).

(2)

Gambar 2.1 Pinsip Kerja Transformator dengan Kumparan - kumparan Primer (N1)dan Kumparan Sekunder (N2). dt d N e=− Φ (Volt) (2.1) Dimana :

e = gaya gerak listrik (Volt) N = jumlah lilitan (turn)

dt dΦ

= perubahan fluks magnet (weber/sec)

Perlu diingat bahwa hanya tegangan listrik arus bolak-balik yang dapat ditransformasikan oleh transformator, sedangkan dalam bidang elektronika, transformator digunakan sebagai gandengan impedansi antara sumber dan beban untuk menghambat arus searah sambil tetap melakukan arus bolak-balik antara rangkaian. Tujuan utama menggunakan inti pada transformator adalah untuk mengurangi reluktansi (tahanan magnetis) dari rangkaian magnetis (common magnetic circuit).

2.1.1 Jenis Transformator

Berdasarkan pasangan lilitannya, trafo dibedakan atas: a. Trafo 1 belitan

b. Trafo 2 belitan c. Trafo 3 belitan

(3)

Pada trafo 1 belitan, lilitan primer merupakan bagian dari lilitan sekundernya atau sebaliknya. Trafo belitan ini sering dikenal sebagai autotrafo. Trafo 2 belitan mempunyai dua belitan, yaitu sisi tegangan tinggi dan sisi tegangan rendah, dimana primer dan sekunder berdiri sendiri. Sedangkan trafo 3 belitan memiliki belitan primer, sekunder, dan tertier, masing-masing berdiri sendiri pada tegangan yang berbeda.

Berdasarkan fungsinya, trafo dibedakan atas 3, yaitu: a. Trafo Daya

b. Trafo Distribusi

c. Trafo Pengukuran, yang terdiri dari transformator arus dan transformator tegangan

Berdasarkan jumlah fasa, trafo dibedakan atas 2, yakni : a. Trafo 1 Fasa

b. Trafo 3 fasa

Berdasarkan kontruksinya, trafo dibedakan atas 2 jenis, yakni : a. Trafo tipe inti oleh satu kumparan.

b. Trafo tipe Cangkang

Pada tipe inti terdapat dua kaki, yang masing-masing kaki dibelit, sedangkan tipe cangkang mempunyai tigelit oleh a kaki, dan hanya kaki tengah yang dibelit oleh kedua kumparan. Kedua kumparan dalam tipe cangkang ini tidak tergabung secara elektrik, melainkan tergabung secara magnetik melalui inti. Bagian datar dari inti dinamakan pemikul.

(4)

2.1.2 Rugi-rugi Transformator

Gambar 2.2 Blok Diagram Rugi-rugi Pada Transformator

Dalam untuk kerjanya, trafo memiliki rugi-rugi yang harus diperhatikan. Rugi-rugi tersebut adalah:

a. Rugi-rugi Tembaga (Pcu)

Rugi-rugi tembaga merupakan rugi-rugi yang diakibatkan oleh adanya tahanan resistif yang dimiliki oleh tembaga yang digunakan pada bagian lilitan trafo, baik pada bagian primer maupun sekunder.

R

Pcu =Ι2 (Watt) (2.2)

Formula ini merupakan perhitungan untuk pendekatan. Karena arus beban berubah– ubah, rugi tembaga juga tidak konstan bergantung pada beban. Dan perlu diperhatikan pula resistansi disini merupakan resistansi AC.

b. Eddy Current (Arus Eddy)

Rugi-rugi arus eddy merupakan rugi-rugi panas yang terjadi pada bagian inti trafo. Perubahan fluks menyebabkan induksi tegangan pada bagian inti besi trafo dengan cara yang sama seperti pada kawat yang mengelilinginya. Tegangan tersebut menyebabkan arus berputar pada bagian inti trafo. Arus eddy akan mengalir pada bagian inti trafo

(5)

yang bersifat resistif. Arus eddy akan mendisipasikan energi ke dalam inti besi trafo yang kemudian akan menimbulkan panas.

maks B f k Pe e 2 2 = (Watt) (2.3) Dimana: Kh = konstanta

Bmaks = Fluks maksimum ( weber )

Jadi, rugi besi ( rugi inti ) adalah :

Pi = Ph + Pe (Watt) (2.4)

c. Rugi-rugi Hysteresis

Rugi-rugi hysteresis merupakan rugi-rugi yang berhubungan dengan pengaturan daerah magnetik pada bagian inti trafo. Dalam pengaturan daerah magnetik tersebut dibutuhkan energi. Akibatnya akan menimbulkan rugi-rugi terhadap daya yang melalui trafo. Rugi-rugi tersebut menimbulkan panas pada bagian inti trafo.

Ph = kh f Bmaks1.6 Watt (2.5)

Dimana : Kh = konstanta

Bmaks = Fluks maksimum (weber)

d. Fluks Bocor

Fluks bocor merupakan fluks yang terdapat pada bagian primer maupun sekunder trafo yang lepas dari bagian inti dan kemudian begerak melalui salah satu lilitan trafo. Fluks lepas tersebut akan menimbulkan selfinductance pada lilitan primer dan sekunder trafo.

(6)

2.1.3 Efisiensi Transformator Distribusi

Efisiensi transformator distribusi dinyatakan sebagai :

rugi rugi out out in out P P P P − ∑ + = = η (2.6) atau % 100 × = in out P P η (2.7) Dimana :

Pout = Daya keluaran (Watt) PIn = Daya masukan (Watt) Σ rugi-rugi = Pcu + Pi

Pcu = Rugi tembaga (Watt) Pi = Rugi inti (Watt)

2.2 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Secara umum sistem tenaga listrik tersusun atas tiga subsistem pokok yaitu: 1. Subsistem pembangkit,

2. Subsistem transmisi, 3. Subsistem distribusi.

Sistem pembangkit merupakan sistem yang berfungsi sebagai pembangkit tenaga listrik. Tenaga listrik yang dibangkitkan kemudian ditransmisikan dalam daya yang besar oleh sistem transmisi ke gardu induk transmisi (GI). Dari GI transmisi tenaga listrik disubtransmisikan ke GI distribusi, kemudian didistribusikan kepada pelanggan secara langsung dan ke gardu-gardu distribusi untuk keperluan pelanggan dengan daya dan tegangan rendah.

(7)

Dalam perencanaan sistem tenaga listrik, sistem pembangkit dan sistem transmisi saling berhubungan secara ekonomis dalam pemilihan lokasi, desain, dan hubungan skala ekonomi. Namun sistem distribusi berdiri sendiri. Penyaluran daya dalam sistem distribusi dapat melalui saluran udara atau saluran bawah tanah. Pemilihan saluran udara dan saluran bawah tanah tergantung pada beberapa faktor yang berlainan. Yaitu faktor kontinuitas pelayanan, arah perkembangan daerah, biaya pemeliharaan tahunan, biaya modal, segi estetis, dan umur manfaat sistem tersebut. Gabungan kedua saluran ini sering kali diperlukan.

Sistem Distribusi tenaga listrik merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang menghubungkan energi listrik dari gardu induk bertegangan menengah ke konsumen. Fungsi utama sistem distribusi adalah menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya ke konsumen. Sumber daya tersebut dapat berupa :

a. Pusat pembangkit listrik yang langsung berhubungan dengan jaringan distribusi. b. Gardu induk, yaitu gardu yang disuplai melalui pembangkit listrik melalui

jaringan transmisi dan sub transmisi. Salah satu fungsi dari gardu induk adalah mensuplai tenga listrik kekonsumen yang terletak jauh dari pusat pembangkit tenaga listrik.

Baik buruknya suatu sistem distribusi dinilai dari beberapa faktor, yaitu : a. Regulasi tegangan (Jatuh Tegangan)

b. Kontinuitas pelayanan c. Efisiensi

d. Harga sistem

Suatu sistem distribusi harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut : a. Regulasi tegangan tidak terlalu besar

b. Gangguan terhadap pelayanana tidak boleh terlalu lama c. Biaya sistem tidak terlalu mahal

(8)

1. Sistem distribusi primer, yaitu sistem tenaga listrik dari gardu induk transmisi ke gardu induk subtransmisi. Jaringan ini merupakan tegangan menegah (TM) 2. Sistem distribusi sekunder, yaitu sistem tenaga listrik yang menyalurkan daya

listrik dari subtransmisi ke gardu induk distribusi. Jaringan ini merupakan tegangan rendah (TR)

Pada umumnya daya yang sampai ke titik-titik beban pada sistem distribusi primer lebih kecil dibandingkan daya yang dibangkitkan. Hal ini disebabkan karena adanya rugi-rugi daya sepanjang jaringan yang disebabkan oleh pemakaian beban oleh konsumen, panjang saluran yang dipakai, dan luas penghantar. Rugi-rugi daya ini akan berbeda pada setiap penyulang, tergantung dari besar pemakaian dan luas daerah pelayanan dari masing-masing penyulang. Dari rugi-rugi daya inilah yang akan mempengaruhi berapa nilai efisiensi penyaluran untuk menentukan berapa besar energi itu sampai kepada konsumen.

Setelah saluran transmisi mendekati pusat pemakaian tenaga listrik, yang dapat merupakan suatu daerah industri atau suatu kota. Tegangan melalui gardu induk (GI) diturunkan menjadi tegangan menengah (TM) 20kV. Setiap gardu induk (GI) sesungguhnya merupakan pusat beban untuk suatu daerah pelanggan tertentu, bebannya berubah-ubah sepanjang waktu sehingga daya yang di bangkitkan dalam pusat-pusat listrik harus selalu berubah. Perubahan daya yang dilakukan di pusat pembangkit ini bertujuan untuk mempertahankan tenaga listrik tetap pada frekuensi 50Hz. Proses perubahan ini dikoordinasikan dengan Pusat Pengaturan Beban (P3B).

Tegangan menengah dari gardu induk (GI) ini melalui saluran distribusi primer, untuk disalurkan ke gardu-gardu distribusi (GD) atau pemakai tegangan menengah (TM). Dari saluran distribusi primer, tegangan menegah (TM) diturunkan menjadi tegangan rendah (TR) 220V/380 V melalui gardu distribusi (GD). Tegangan rendah dari gardu distribusi disalurkan melalui saluran tegangan rendah ke konsumen tegangan rendah

(9)

Gambar 2.3 Skema Sistem Tenaga Listrik

Keterangan Gambar 2.3 : TR = Tegangan Rendah TM = Tegangan Menengah TT = Tegangan Tinggi TET = Tegangan Ekstra Tinggi GI = Gardu Induk

GD = Gardu Distribusi

Pada Gambar 2.3 terlihat jelas bahwa arah mengalirnya enegi listrik berawal dari pusat tenaga listrik melalui saluran-saluran transmisi dan distribusi dan sampai pada instalasi pemakai yang merupakan unsur utilisasi.

(10)

2.3 Sistem Distribusi Primer

Bagian-bagian sistem distribusi primer terdiri dari :

1. Transformator daya, Berfungsi utnuk menurunkan tegangan dari tegangan tinggi ke tegangan menegah atau sebaliknya.

2. Pemutus tegangan, berfungsi sebagai pengaman yaitu pemutus daya 3. Penghantar, berfungsi sebagai penghubung daya

4. Gardu Hubung, berfungsi menyalurkan daya ke gardu-gardu distribusi tanpa mengubah tegangan

5. Gardu Distribusi, berfungsi untuk menurunkan tegangan menegah menjadi tegangan rendah.

Berikut adalah gambar bagian-bagian distribusi primer secara umum.

Gambar 2.4 Bagian-bagian Sistem Distribusi Primer

Keterangan : 1. Transformator daya 2. Pemutus tegangan 3. Penghantar 4. Gardu Hubung 5. Gardu Distribusi

(11)

2.3.1 Macam – macam Konfigurasi Distribusi Primer

Di dalam merencanakan sistem distribusi tenaga listrik sangat diperlukan adanya pedoman untuk menentapkan suatu kriteria bagi perencanaan Saluran Udara Tegangan Menegah (SUTM) dan tegangan rendah.

Jaringan tegangan menengah adalah jaringan tenaga listrik yang berfungsi untuk menghubungkan gardu induk sebagai suplai tenaga listrik dengan gardu-gardu distribusi maupun ke pelanggan yang memakai tegangan menengah seperti industri.

2.3.1.1Jaringan Distribusi Primer menurut Susunan Rangkaian Susunan Rangakain Sistem jaringan distribusi ada beberapa macam, yaitu :

a) Sistem Radial b) Sistem Loop c) Sistem Tertutup/Ring d) Sistem Spindel e) Sistem Cluster f) Sistem Grid/Network A. Sistem Radial

(12)

Gambar 2.5 Jaringan Distribusi Sistem Radial

Sistem radial ini merupakan suatu sistem distribusi tegangan menengah yang paling sederhana, murah, banyak digunakan terutama untuk sistem yang kecil, kawasan pedesaan. Umumnya digunakan pada SUTM, proteksi yang digunakan tidak rumit dan keandalannya paling rendah.

Keuntungan / Kerugian : 1. Mudah mengoperasikannya 2. Mudah mencari tegangan

3. Cocok untuk sistem yang sederhana

4. Tidak dapat dimanipulasi bila terjadi gangguan.

B. Sistem Loop

Pada sistem lup terbuka, bagian-bagian fider tersambung melalui alat pemisah (disconnectors), dan kedua ujung fider tersambung pada sumber energi. Pada suatu tempat tertentu pada fider, alat pemisah sengaja dibiarkan dalam keadaan terbuka. Pada asasnya, sistem ini terdiri atas dua fider yang dipisahkan oleh suatu pemisah, yang dapat berupa sekring, alat pemisah, saklar daya. Terlihat pada Gambar 2.6 bila terjadi gangguan, bagian saluran dari fider yang terganggu dapat dilepas dan menyambungnya pada fider yang tidak terganggu. Sistem demikian biasanya dioperasikan secara manual dan dipakai pada jaringan yang relatif kecil.

Merupakan pengembangan dari sistem radial, sebagai dari diperlukannya kehandalan yang lebih tinggi dan umumnya sistem ini dapat dipasok dalam satu gardu induk. Dimungkinkan juga dari gardu induk lain tetapi harus dalam satu sistem di sisi tegangan tinggi, karena hal ini diperlukan untuk manuver beban pada saat terjadi

(13)

gangguan.

Gambar 2.6 Jaringan Distribusi Sistem Loop Keuntungan/Kerugian :

1. Secara teknis lebih baik dari sistem radial

2. Biaya sedikit lebih mahal karena harus dibangun dua feeder pada jalur yang sama 3. Bisa dimanipulasi bila terjadi gangguan

C. Sistem Tertutup/Ring

Gambar 2.7 Jaringan Distribusi Sitem Tertutup/Ring

Keuntungan/Kerugian :

1. Jumlah konsumen yang besar bisa dijangkau

2. Gangguan salah satu sisi penghantar harus sanggup menampung seluruh beban yang terpasang pada sistem, disini erat hubungannya dengan rugi tegangan.

3. Mudah operasi

(14)

Gambar 2.8 Jaringan Sistem Distribusi Spindle

Sistem Spindle merupakan sistem yang relatif handal karena disediakan satu buah express feeder yang merupakan feeder/penyulang tanpa beban dari gardu induk sampai gardu hubung / GH refleksi, banyak digunakan pada jaringan SKTM. Sistem ini relatif mahal karena biasanya dalam pembangunannya sekaligus untuk mengatasi perkembangan beban dimasa yang akan datang. Proteksinya relatif sederhana hampir sama dengan sistem open loop. Biasanya ditiap-tiap feeder dalam sistem spindel disediakan gardu tengah (middle point) yang berfungsi untuk titik manufer apabila terjadi gangguan pada jaringan tersebut.

E. Sistem Cluster

Gambar 2.9 Jaringan Distribusi Sistem Cluster

Sistem clutser ini hampir mirip dengan sistem spindel. Dalam sistem cluster tersedia satu express feeder yang merupakan feeder atau penyulang tanpa beban yang digunakan sebagai titik menufer beban oleh feeder atau penyulang lain dalam sistem

(15)

cluster tersebut. Proteksi yang diperlukan untuk sistem yang relatif sama dengan sistem open loop atau sistem spindle.

Dalam beberapa wilayah sistem jaringan distribusi tersebut juga dikontrol dari jarak jauh (remot control) oleh Unit Pengatur Distribusi (UPD).

Dengan membuat topologi jaringan yang baik akan didapat performance jaringan yang handal dan optimal dalam arti akan diperoleh kerugian energi jaringan yang lebih kecildan pelayanan kepelanggan yang lebih baik.

Dalam membuat dan menentukan topologi jaringan perlu dilakukan perhitungan-perhitungan analisa teknis pada jaringan yang meliputi :

1. Analisa airan daya 2. Analisa Hubung Singkat 3. Analisa Drop tegangan

4. Pengaturan beban agar optimal

Keuntungan / Kerugian :

1. Sistem opersai lebih mudah dibandingkan sistem spindle 2. Tidak diperlukan tempat swiching (GH) dalam satu tempat 3. Panjang jaringan bisa lebih pendek untuk kawasan yang sama 4. Swiching bisa dilakukan disepanjang express feeder.

2.3.1.2 Jaringan Distribusi Primer Menurut Bahan konduktornya

Jaringan distribusi SUTM 20 KV pada umumnya menggunakan jenis kawat yaitu saluran yang konduktornya tidak dilapisi isolasi sebagai pelindung luar (telanjang). Tipe demikian dipergunakan pada pasangan luar yang diharapkan terbebas dari sentuhan misalnya untuk jenis kabel yaitu saluran yang konduktornya dilindungi (dibungkus) lapisan isolasi.

Bahan konduktor yang paling populer digunakan adalah tembaga (copper) dan aluminium. Tembaga mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kawat penghantar

(16)

aluminium karena konduktivitas dan kuat tariknya lebih tinggi. Tetapi kelemahannya ialah untuk besar tahanan yang sama, tembaga lebih berat dari aluminium, dan juga lebih mahal. Oleh karena itu kawat penghantar aluminium telah menggantikan kedudukan tembaga. Untuk memperbesar kuat tarik dari kawat aluminium digunakan campuran aluminium (aluminium alloy). Oleh karena itu ada beberapa macam jenis konduktor, yaitu :

a. AAC (All-Aluminium Conduktor)

Kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari aluminium b. AAAC (All-Aluminium-Alloy Conduktor)

Kawat penghantar yang terbuat dari campuran aluminium c. ACSR (All Conduktor, Stell-Reinforce)

Kawat penghantar aluminium berinti kawat baja d. ACAR (Aluminium Conduktor, Alloy- Reinforced)

Kawat penghantar aluminium yang diperkuat dengan logam campuran

2.3.1.3 Jaringan Distribusi Primer berdasarkan Susunan Peletakannya

Kebanyakan sistem listrik dibangun dengan sistem tiga phasa. Hal tersebut didasarkan pada alasan-alasan ekonomi dan kestabilan aliran daya pada beban. Alasan ekonomi dikarenakan dengan sistem tiga phasa, penggunaan penghantar untuk transmisi menjadi lebih sedikit. Sedangkan alasan kestabilan dikarenakan pada sistem tiga fase daya mengalir sebagai layaknya tiga buah sistem phasa tunggal, sehingga untuk peralatan dengan catu tiga phasa, daya sistem akan lebih stabil bila dibandingkan dengan peralatan dengan sistem satu phasa. Sistem tiga phasa atau sistem phasa banyak lainnya, secara umum akan memunculkan sistem yang lebih kompleks, akan tetapi secara prinsip untuk analisa, sistem tetap mudah dilaksanakan.

(17)

Gambar 2.10 Bentuk Gelomang pada Sistem Tiga Phasa t Cos V Va = × ω (Volt) (2.8)       × = 3 2π ωt Cos V Vb (Volt) (2.9)       + × = 3 2π ωt Cos V Vc (Volt) (2.10)

Pada Gambar 2.10 nampak bahwa antara tegangan phasa satu dengan yang lainnya mempunyai perbedaan phasa sebesar 120o atau 2/3.

Pada umumnya phasa dengan sudut phasa 0o disebut dengan phasa R, phasa dengan sudut phasa 120o disebut phasa S dan phasa dengan sudut phasa 240o disebut dengan phasa T. Perbedaaan sudut phasa tersebut pada pembangkit dimulai dari adanya kumparan yang masing-masing tersebar secara terpisah dengan jarak 120o.

A. Konfigurasi Vertikal

Yaitu bila diantar tiga saluran fasa pada sistem tiga fasa (R,S,T)

saling membentuk garis vertikal (tegak lurus bidang tanah, sejajar dengan posisi tiangnya.

B. Konfigurasi Horizontal

Yaitu bila diantara tiga saluran fasanya saling membentuk garis

lurus horizontal, terbagi dalam dua macam yaitu : konfigurasi horizontal tanpa perisai pelindung dan konfigurasi horizontal dengan perisai pelindung.

C. Sistem Y dan Delta

Sistem Y merupakan sistem sambungan pada sistem tiga phasa yang menggunakan empat kawat, yaitu fase R, S, T dan N. Sistem sambungan tersebut akan menyerupai huruf Y, yang memiliki empat titik sambungan yaitu pada ujung-ujung huruf dan pada

(18)

titik pertemuan antara tiga garis pembentuk huruf. Sistem Y dapat digambarkan dengan skema pada Gambar 2.14.

Gambar 2.11 Sistem Y da Sistem Delta

Sistem hubungan atau sambungan Y, sering juga disebut sebagai hubungan bintang. Sedangkan pada sistem yang lain yang disebut sebagai sistem Delta, hanya menggunakan phasa R, S dan T untuk hubungan dari sumber ke beban terlihat pada Gambar 2.11. Tegangan efektif antar phasa umumnya adalah 380 V dan tegangan efektif phasa dengan netral adalah 220 V.

2.3.1.3.1 Korelasi Jatuh Tegangan dan Losses terhadap Standar Distribusi Primer

Panjang sebuah Jaringan Tegangan Menengah (JTM) dapat didesain dengan mempertimbangkan jatuh tegangan (Drop Voltage) dan susut teknis jaringan.

Jatuh tegangan adalah perbedaan tegangan antara tegangan kirim dan tegangan terima karena adanya impedansi pada penghantar. Maka pemilihan penghantar (penampang penghantar) untuk tegangan menengah harus diperhatikan. Berdasarkan SPLN 72:1987 sebuah jaringan Tegangan Menegah dengan kriteria Jatuh Tegangan yang diijinkan tidak boleh lebih dari 5% (ΔV ≥ 5%).

Jatuh tegangan pada sistem distribusi mencakup jatuh tegangan pada: 1. Penyulang Tegangan Menengah (TM)

(19)

3. Penyulang Jaringan Tegangan Rendah 4. Sambungan Rumah

5. Instalasi Rumah

Adapun penyebab Jatuh Tegangan (Drop Tegangan) adalah :

1. Jauhnya jaringan, jauhnya jarak transformator dari Gardu Induk

2. Rendahnya tegangan yang diberikan GI atau rendahnya tegangan transformator distribusi

3. Sambungan penghantar yang tidak baik, penjamparan disaluran distribusi tidak tepat sehingga bermasalah di sisi Tegangan Menegah dan Tegangan Rendah. 4. Jenis penghantar atau konektor yang digunakan

5. Arus yang dihasilkan terlalu besar.

Untuk mendapatkan nilai Drop tegangan dan susut yang dikehendaki perlu memasukkan parameter – parameter antara lain :

1. Ukuran (Luas Penampang) dan jenis Penghantar 2. Beban Nominal Penghantar

3. Panjang Jaringan

Perhitungan Jatuh Tegangan Pada Jaringan Distribusi Primer

Maka untuk saluran distribusi primer besar jatuh tegangan pada saluran distribusi primer adalah berdasarkan gambar dibawah ini:

Gambar 2.12 Diagram saluran distribusi tenaga listrik

Dengan :

(20)

VR = tegangan pada sisi penerima (Volt)

R = resistansi saluran (Ω) X = reaktansi saluran (Ω) Zsal = Impedansi saluran (Ω)

RL = resistansi beban (Ω)

XL = Reaktansi beban (Ω)

ZL = impedansi beban (Ω)

I = arus beban (A) ∆V = susut tegangan (volt) Impedansi masing-masing bagian :

Z = R + jX Ω/Km (2.11)

Dari rangkaian yang ditunjukkan dalam Gambar 2.13 diperoleh :

I = Vs /( Zsal + ZL ) atau Vs = I Zsal + I ZL (2.12)

VR = I ZL adalah susut tegangan sepanjang ZL atau tegangan beban, dan I Zsal adalah susut tegangan sepanjang Zsal atau ∆V.

Penurunan persamaan jatuh tegangan dapat ditentukan dari gambar diagram fasor transmisi daya pada gambar 2.15:

(21)

Pada Gambar 2.17 dapat diperhatikan bahwa persamaan tegangan yang mendasari diagram vector tersebut adalah :

Vs = VR + I R cosϕ + I X sinϕ (2.13) Karena faktor (I R cosϕ + I X sinϕ) pada Gambar 2.14 sama dengan IZ, maka persamaan menjadi : Vs = VR + IZ atau Vs - VR = IZ sehingga ∆V = IZ

(

) (

)

{

Rcosϕ Xsinϕ

}

V =Ι× + ∆ (2.14)

Maka untuk saluran distribusi primer perhitungan besar jatuh tegangan pada saluran distribusi primer untuk sistem tiga fasa adalah:

(2.15)

Besar persentase drop voltage pada saluran distribusi primer dapat dihitung dengan : % 100 %∆ = ∆ × LL V V V (2.16) Keterangan:

R = Resistansi saluran (Ohm) X = Reaktansi saluran (Ohm) Vs = tegangan di sisi pengirim Vr = tegangan di sisi penerima Cos φ = Faktor daya beban

Dari persamaan terlihat, nilai jatuh tegangan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu daya aktif (P), resistansi dan reaktansi saluran (R dan X) serta daya reaktif (Q).

(

) (

)

{

cosϕ sinϕ

}

3 R X

V = ×Ι× +

(22)

Pengaturan daya aktif erat kaitannya dengan pengaturan frekuensi sistem. Sedangkan pengaturan daya reaktif akan mempengaruhi nilai tegangan. Oleh karena itu dengan melakukan pengaturan nilai daya reaktif kita dapat mengatur nilai tegangan.

2.4 Sistem Distribusi Sekunder

Distribusi sekunder mempergunakan tegangan rendah. Sebagaimana halnya dengan distribusi primer, terdapat pula pertimbangan-pertimbangan perihal kehandalan pelayanan dan regulasi tegangan. Sistem sekunder dapat terdiri atas empat jenis umum :

1. Pelayanan Dengan Transformator Tersendiri

2. Penggunaan Satu Transformator Untuk Sejumlah Pemakai 3. Bangking Sekunder

4. Jaringan Sekunder

2.4.1 Pelayanan dengan Tranformator Sendiri

Pelayanan dengan transformator tersendiri dilakukan untuk pemakai yang agak besar atau bila para pemakai terletak agak berjauhan terutama di daerah luar kota, sehingga saluran tegangan rendahnya akan menjadi terlampau panjang.

Gambar 2.10 Sambungan Pemakai Besar Dengan Gardu Distribusi Tersendiri Keterangan :

TM = Tegangan Menengah TR = Tegangan Rendah GD = Gardu Distribusi

(23)

2.4.2 Penggunaan Satu Transformator Untuk Sejumlah Pemakai

Yang mungkin terbanyak dipakai adalah sistem yang mempergunakan satu transformator dengan saluran tegangan rendah yang melayani sejumlah pemakai. Sistem ini memperhatikan beban dan keperluan pemakai yang berbeda-beda sifatnya.

Gambar 2.14 Penggunaan Satu Distribusi untuk Sejumlah Pemakai

2.4.3 Jaringan Sekunder

Suatu jaringan tegangan rendah yang agak besar diisi oleh beberapa transformator, yang pada gilirannya diisi oleh dua sumber energi atau lebih. Jaringan tegangan rendah ini melayani suatu jumlah pemakai yang cukup besar. Hal ini dikenal sebagai jaringan sekunder atau jaringan tegangan rendah

(24)

Gambar 2.15 Jaringan Sekunder Tegangan Rendah

Keterangan :

GD = Gardu Distribusi PO = Proteksi Otomatik TM = Tegangan Menengah

TR = Jaringan Sekunder Tegangan Rendah

Sistem jaringan sekunder yang baik pada saat ini memberikan taraf keandalan pada jaringan tegangan rendah di daerah dengan kepadatan beban yang tinggi, sehingga biayanya yang tinggi dapat dipertanggungjawabkan dan tingkat keandalan ini dipandang diperlukan. Pada keadaan tertentu dapat terjadi bahwa satu pelanggan tunggal mendapat penyediaan tenaga listrik dengan jenis sistem ini yang dikenal dengan nama jaringan spot (spot networks).

Pada umumnya, jaringan sekunder terjadi dengan menghubungkan semua sisi tegangan rendah dari gardu-gardu transformator yang diisi oleh dua atau lebih fider tegangan menengah. Pada sisi tegangan rendah gardu distribusi terdapat saklar daya yang dioperasikan secara otomatik dan dikenal dengan nama proteksi otomatik. Proteksi ini akan melepaskan transformator dari jaringan sekunder bilamana pengisian primer hilang tegangan. Hal ini akan menghindari suatu arus balik dari sisi tegangan rendah ke sisi tegangan menengah. Saklar daya didukung oleh sebuah sekring sehingga, bilamana

(25)

proteksi otomatik gagal, sekring akan bekerja dan melepaskan transformator dari jaringan sekunder.

Jumlah pengisi primer pada sisi tegangan menengah adalah penting. Bila misalnya ada hanya dua fider, dapat terjadi bahwa satu fider terganggu, maka akan perlu adanya kapasitas cadangan transformator yang cukup agar sistem yang masih bekerja tidak mengalami kelebihan beban. Jenis jaringan ini sering dinamakan jaringan kesiapan pertama (single-contingency network).

Jaringan sekunder tegangan rendah mendapat pengisian terbanyak dari tiga atau lebih fider, sehingga bilamana salah satu fider primer terganggu, sisa jaringan sekunder akan dapat dengan mudah menampung beban dari fider yang terganggu itu. Sistem demikian dinamakan jaringan kedua (second-contingency network). Jaringan sekunder tegangan rendah harus didesain sedemikian rupa hingga terdapat pembagian beban dan pengaturan tegangan (voltage regulation) yang baik pada semua transformator, juga dalam keadaan salah satu pengisi tegangan menengah terganggu.

2.5 Daya Listrik

Ada beberapa jenis daya listrik yang dibahas pada bab ini, yaitu :

2.5.1 Daya Semu

Daya semu adalah daya yang melewati suatu saluran penghantar yang ada pada jaringan transmisi maupun jaringan distribusi. Dimana untuk daya semu ini dibentuk oleh besaran tegangan yang dikalikan dengan besaran arus.

(26)

Untuk 1 phasa yaitu :

Ι × =V

S (2.17)

Untuk 3 phasa yaitu :

Ι × × = V S 3 (2.18) Dimana :

S = Daya semu ( VA)

V = Tegangan yang ada (KV) I = Besar arus yang mengalir (A)

2.5.2 Daya aktif

Daya aktif (daya nyata) adalah daya yang dipakai untuk menggerakkan berbagai macam seperti : gerakan motor listrik atau mekanik, daya aktif ini merupakan pembentukkan dari besar tegangan yang kemudian dikalikan dengan besaran arus dan faktor dayanya. Untuk 1 phasa : ϕ Cos V P= ×Ι× (2.19) Untuk 3 Phasa : ϕ Cos V P=3× ×Ι× (2.20) Dimana :

P = Daya Aktif (Watt) V = Tegangan yang ada (KV) I = Besar arus yang mengalir (A)

2.5.3 Daya reaktif

(27)

ϕ Sin V Q= ×Ι× (2.21) Untuk 3 phasa : ϕ Sin V Q=3× ×Ι× (2.22) Dimana :

P = Daya Aktif (Watt) V = Tegangan yang ada (KV) I = Besar arus yang mengalir (A)

2.5.1 Faktor Daya

Faktor daya adalah perbandingan antara daya nyata dalam satuan watt dan daya reaktif dalam satuan VoltAmpere Reaktif (VAR) dari daya yang disalurkan oleh pusat-pusat pembangkit ke beban. Nilai faktor daya inimempengaruhi jumlah arus yang mengalir pada saluran untuk suatu beban yang sama.

Faktor daya salah satunya disebabkan oleh penggunaan peralatan pada pelanggan yang menyimpang dari syarat-syarat penyambungan yang telah di tetapkan, dapat mengakibatkan pengaruh balik terhadap saluran, antara lain faktor daya yang rendah dan ketidakseimbangan beban. Rendahnya faktor daya disebabkan karena melebarnya sudut fasa antara arus dan tegangan. Faktor daya yang terlalu rendah mengakibatkan rugi yang sangat besar pada saluran. Pergeseran sudut fasa antara arus dan tegangan di tentukan oleh sifat impedansi beban (resistif, induktif, kapasitif) yang dihubungkan dengan sumber arus bolakbalik tersebut. Apabila beban mempunyai impedansi yang bersifat resistif, maka arus dan tegangan sefasa atau besarnya pergeseran sudut fasa sama dengan nol. Dengan demikian faktor daya sama dengan satu (unity power factor).

Impedansi beban bersifat induktif, vektor arus (I) terbelakang dari vektor tegangan (V), kondisi tersebut disebut faktor daya tertinggal (lagging power factor), seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.16 Sedangkan untuk impedansi beban yang bersifat kapasitif, vektor arus (I) mendahului vektor tegangan (V), keadaan tersebut

(28)

dinamakan faktor daya mendahului (leading power factor), seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.17

Gambar 2.16 Faktor daya tertinggal

Rumus Faktor Daya Tertinggal yaitu :

ϕ ϕ Sin V Sin V = Ι × × Ι × = = S P Faktor) (Power Daya Faktor (2.23)

Gambar 2.17 Faktor daya mendahului

ϕ ϕ Cos V Cos V = Ι × × Ι × = = S P Faktor) (Power Daya Faktor (2.24) 2.6 Transformator Distribusi

Transformator distribusi merupakan salah satu alat yang memegan peranan penting /menyalurkan arus atau energi listrik dengan tegangan distribusi supaya jumlah energi yang tercecer dan hilang sia-sia diperjalanan tidak terlalu banyak.

Transformator distribusi umumnya digunakan adalah transformator Step Down 20KV/400V. Tegangan phasa ke phasa sistem jaringan rendah adalah 380 V. Karena terjadi drop tegangan, maka pada rak tegangan rendah dibuat menjadi 400V agar tegangan pada ujung penerima tidak lebih kecil dari 380V.

(29)

Transformator distribusi dapat berfasa tunggal atau phasa tiga dan ukurannya berkisar dari kira-kira 5 kVA. Impedansi transformator distribusi ini pada umumnya sangat rendah, berkkisar dari 2% untuk unit-unit yang kurang dari dari 50kVA sampai dengan 4% untuk unit-unit yang lebih besar dari 100 KVA.

2.7 Persamaan-persamaan yang digunakan untuk menganalisa kualitas kinerja transformator distribusi dalam melayani beban adalah sebagai berikut :

2.7.1 Perhitungan Arus Beban Penuh Transformator Distribusi

Telah diketahui bahwa daya transformator distribusi bila ditinjau dari sisi tegangan tinggi ( sisi primer) maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

I V

S =3× × (2.25)

Dengan :

S = daya transformator (Kva)

V = Tegangan sisi primer transfomator (V) I = Arus jala-jala (A)

Dengan demikian, untuk menghitung arus beban penuh (full load) dapat menggunakan rumus : LL in FL V S I 3 = (2.26) Dengan :

IFL = arus beban penuh transformator (A)

Sin = Daya transformator saat beban (kVA)

VLL = Tegangan sisi primer transformator / Tegangan jala-jala (V)

2.7.2 Perhitungan Resistansi Dan Induktansi Keseluruhan Dari Saluran Primer Yang Menuju Transformator

(30)

a) Tahanan Total saluran distribusi primer dari gardu induk sampai pada sisi primer transformator adalah: I V R R LL saluran = × (2.27) Dengan : R = Resistansi penghantar (Ω)

VLL = Tegangan sisi primer/ tegangan jala-jala(V)

I = Arus pada penghantar (A)

b) Induktansi total saluran distribusi primer dari gardu induk sampai pada sisi primer transformator adalah: I V X X LL saluran = × (2.28) Dengan : X = Reaktansi penghantar (Ω)

V = Tegangan sisi primer/ tegangan jala-jala(V)

Dimana :

∆S = Rugi daya Semu (VA) ∆P = Rugi daya Aktif (Watt) ∆Q = Rugi daya Reaktif (VAR) V = Tegangan Trafo (V) I = Arus pada Penghantar (I)

2.7 Rugi-rugi Pada Jaringan Distribusi

Dalam proses transmisi dan distribusi tenaga listrik seringkali dialami rugirugi daya yang cukup besar yang diakibatkan oleh rugi-rugi pada saluran dan juga rugi-rugi pada trafo yang digunakan. Kedua jenis rugi-rugi daya tersebut memberikan pengaruh yang

(31)

besar terhadap kualitas daya serta tegangan yang dikirimkan ke sisi pelanggan. Nilai tegangan yang melebihi batas toleransi akan dapat menyebabkan tidak optimalnya kerja dari peralatan listrik di sisi konsumen. Selain itu rugi-rugi daya yang besar akan menimbulkan kerugian finansial di sisi perusahaan pengelola listrik.

Yang dimaksud losses adalah perbedaan antara energi listrik yang disalurkan (Ps) dengan energi listrik yang terpakai (Pp).

% 100 × − = S P s P P P Losses (2.32)

Berikut adalah penjelasan mengenai rugi-rugi yang terjadi pada jaringan distribusi.

2.8.1 Rugi-rugi Saluran

Pemilihan jenis kabel yang akan digunakan pada jaringan distribusi merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan dari suatu sistem tenaga listrik. Jenis kabel dengan nilai resistansi yang kecil akan dapat memperkecil rugi-rugi daya. Besar rugi-rugi daya pada jaringan distribusi dapat ditulis sebagai berikut:

R

Losses=3×Ι2 (2.33)

Dimana,

Losses = rugi-rugi pada saluran (Watt) R = resistansi saluran per fasa (Ohm) I = arus yang mengalir per fasa (Ampere)

Nilai resistansi dari suatu penghantar merupakan penyebab utama rugi-rugi daya yang terjadi pada jaringan distribusi. Nilai resistansi dari suatu penghantar dipengaruhi oleh beberapa parameter. Berikut adalah persamaan resistansi

penghantar:

A l

(32)

Dimana,

R = resistansi saluran (ohm)

r = resistivitas bahan penghantar (ohm-meter) l = panjang penghantar (meter)

A = luas penampang (m2)

Dari rumus di atas terlihat terdapat tiga parameter yang mempengaruhi nilai resistansi suatu penghantar, yaitu panjang penghantar, bahan penghantar dan luas permukaan penghantar.

Panjang dari suatu penghantar tergantung dari jarak distribusi ke pelanggan. Sehingga nilai tersebut tidak dapat diubah secara bebas. Sedangkan resistivitas bahan tergantung dari bahan penghantar yang digunakan. Parameter ini dapat diubah-ubah tergantung dari pemilihan bahan penghantar yang digunakan. Selain itu parameter yang dapat diubah-ubah secara bebas adalah luas penampang dari penghantar. Dimana semakin besar penampang dari suatu penghantar akan mengurangi nilai resistansi saluran.

Akan tetapi dalam pengubahan luas penampang penghantar harus memperhatikan faktor efisiensinya. Dengan demikian untuk mengurangi resistansi saluran pada jaringan distribusi, kita dapat mengganti jenis bahan penghantar yang digunakan dengan bahan yang nilai resistivitasnya rendah serta memperbesar luas permukaan penghantar.

2.8.2 Rugi Pada Penghantar Phasa

Jika suatu arus mengalir pada suatu penghantar, maka pada penghantar tersebut akan terjadi rugi-rugi energi menjadi energi panas karena pada penghantar tersebut terdapat resistansi. Rugi-rugi dengan beban terpusat di ujung dirumuskan:

(33)

(

R X

)

L V =Ι cosϕ+ sinϕ ∆ (2.35) RL P=3Ι2 ∆ (2.36)

Sedangkan jika beban terdistribusi merata di sepanjang saluran, maka rugi-rugi energi yang timbul adalah :

(

R X

)

L I V cosϕ sinϕ 2 2 +       = ∆ (2.37) RL P 2 2 1 3       = ∆ (2.38) Dengan :

I : Arus yang mengalir pada penghantar (Ampere) R : Tahanan pada penghantar (Ohm / km)

X : Reaktansi pada penghantar (Ohm / km) L : Panjang penghantar (Kms)

2.8.3 Rugi-Rugi Akibat Beban Tak Seimbang

Akibat pembebanan di tiap phasa yang tidak seimbang, maka akan mengalir arus pada hantaran netral. Jika di hantaran pentanahan netral terdapat nilai tahanan dan dialiri arus, maka kawat netral akan bertegangan yang menyebabkan tegangan pada trafo tidak seimbang.

Arus yang mengalir di sepanjang kawat netral, akan menyebabkan rugi daya di sepanjang kawat netral sebesar:

N R N P=Ι 2 ∆ (2.39) Dimana :

P = losses yang timbul pada konektor (watt)

(34)

RN = tahanan pada kawat netral (ohm)

2.8.4 Rugi-rugi Pada Sambungan Tidak Baik

Losses ini terjadi karena di sepanjang jaringan tegangan rendah terdapat beberapa sambungan, antara lain :

1. Sambungan saluran jaringan tegangan rendah dengan kabel NYFGBY. 2. Percabangan saluran jaringan tegangan rendah.

3. Percabangan untuk sambungan pelayanan.

Gambar 2.18 Sambungan Kabel

Besarnya rugi-rugi daya Aktif pada sambungan untuk tiga fasa dalam sisi primer dirumuskan : R P= ×Ι × ∆ 2 3 (2.40) Dimana :

P = losses yang timbul pada konektor (watt)

I = Arus yang mengalir melalui konektor (ampere) R = Tahanan konektor (ohm)

(35)

2.9 Sifat Beban Listrik

Dalam suatu rangkaian listrik selalu dijumpai suatu sumber dan beban. Bila sumber listrik DC, maka sifat beban hanya bersifat resistif murni, karena frekuensi sumber DC adalah nol.

Reaktansi induktif (XL) akan menjadi nol yang berarti bahwa induktor tersebut akan short circuit. Reaktansi kapasitif (XC) akan menjadi tak berhingga yang berarti bahwa kapasitif tersebut akan open circuit. Jadi sumber DC akan mengakibatkan beban beban induktif dan beban kapasitiftidak akan berpengaruh pada rangkaian. Bila sumber listrik AC maka beban dibedakan menjadi 3sebagai berikut :

2.9.1 Beban Resistif

Beban resistif yang merupakan suatu resistor murni, contoh : lampu pijar, pemanas. Beban ini hanya menyerap daya aktif dan tidak menyerap daya reaktif sama sekali. Tegangan dan arus se-fasa. Secara matematis dinyatakan : R = V / I

Gambar 2.19 Arus dan tegangan pada beban resistif

2.9.2 Beban Induktif

Beban induktif adalah beban yang mengandung kumparan kawat yang dililitkan pada sebuah inti biasanya inti besi, contoh : motor – motor listrik, induktor dan transformator. Beban ini mempunyai faktor daya antara 0 – 1 “lagging”. Beban ini menyerap daya aktif (kW) dan daya reaktif (kVAR). Tegangan mendahului arus sebesar φo

(36)

Gambar 2.20 Arus, tegangan dan GGL induksi-diri pada beban induktif

Untuk Sistem Tiga Phasa pada sistem distribusi primer, beban ini menyebabkan rugi daya aktif yang termanfaatkan yang mengalir dari sumber arus ke sisi beban.

Adapun Rumus Rugi daya beban Aktif adalah sebagai berikut :

total phasaR P=3Ι 2

∆ (2.41)

2.9.3 Beban Kapasitif

Beban kapasitif adalah beban yang mengandung suatu rangakaian kapasitor. Beban ini mempunyai faktor daya antara 0 – 1 “leading”. Beban ini menyerap daya aktif (kW) dan mengeluarkan daya reaktif (kVAR). Arus mendahului tegangan sebesar φo

. Secara matematis dinyatakan : XC = 1 / 2πfC

(37)

Gambar 2.21 Arus, tegangan dan GGL induksi-diri pada beban kapasitif

Untuk Sistem Tiga Phasa pada sistem distribusi primer, beban ini menyebabkan rugi daya Induktif - kapasitif yang tidak begitu terbeban.manfaatkan dari sumber ke sisi beban.

Adapun Rumus Rugi daya Beban Kapasitif adalah sebagai berikut :

2 3 phasaXtotal Q= Ι

∆ (2.42)

Dimana :

Iphasa : Arus yang mengalir pada phasa (A) R : Resistansi (Ohm)

Gambar

Gambar 2.1 Pinsip Kerja Transformator dengan Kumparan - kumparan Primer (N1)dan  Kumparan Sekunder (N2)
Gambar 2.2  Blok Diagram Rugi-rugi Pada Transformator
Gambar 2.3  Skema Sistem Tenaga Listrik
Gambar 2.4  Bagian-bagian Sistem Distribusi Primer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada siklus I ini hasil yang diperoleh dari aktivitas guru dapat dilihat. dari 24 aspek yang diamati, aspek yang mencapai kriteria baik sebanyak

Een groep die samengesteld kan worden door een leerkracht (of meer dan één) en studenten; zij kunnen samen het onderwerp van hun Social book kiezen en de inhoud, de lay-out, de

 Melakukan kajian tentang perilaku seorang yang berkepribadian matang dalam diri Tuhan Yesus, tokoh-tokoh Alkitab lainnya, dan melalui Mazmur 90, menyimpulkan, apa saja

Berdasarkan tabel 5 dari 42 responden yang diteliti mengenai gambaran pengetahuan tanda dan gejala ibu hamil tentang tanda bahaya kehamilan di praktek bidan

dilaksanakan Rapat dengan agenda Evaluasi Program Kerja. Untuk itu dimohon kepada setiap bidang-bidang mempersiapkan laporan hasil kinerja. Dan diharapkan kepada semua

• Peserta FINAL BATTLE HONDA MODIF CONTEST 2016 diperbolehkan melakukan ubahan motor sesuai dengan kelas atau kategori yang diikuti dengan motor yang sama terdaftar pada

Namun dalam penelitian tersebut menggunakan cfx, dimana dalam metode tersebut fluida yang dirotating sehingga dapat dianalisa propellernya kondisi tersebut tidak sesuai