• Tidak ada hasil yang ditemukan

FENOMENA CURLING PELAT SAMBUNGAN DAN JUMLAH BAUT MINIMUM Studi Kasus : Sambungan Pelat Tipe Geser (lap-joint) dengan Baut Tunggal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FENOMENA CURLING PELAT SAMBUNGAN DAN JUMLAH BAUT MINIMUM Studi Kasus : Sambungan Pelat Tipe Geser (lap-joint) dengan Baut Tunggal"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA

CURLING

PELAT SAMBUNGAN DAN JUMLAH BAUT MINIMUM

Studi Kasus : Sambungan Pelat Tipe Geser (

lap-joint

) dengan Baut Tunggal

Wiryanto Dewobroto1 ; Sahari Besari2

1 Lektor Kepala, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, e-mail : wir@uph.edu 2 Profesor, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro; Profesor Emeritus ITB

ABSTRAK

Sambungan struktur baja tipe geser (lap joint) dengan baut mutu tinggi dipilih karena kemudahan. Ketentuan jumlah minimal baut tidak secara tegas dinyatakan, bahkan tersirat satu bautpun dapat dipakai (Vinnakota 2006). Tetapi petunjuk praktis yang ada mengarahkan bahwa sambungan lap-joint minimal dua baut, yaitu untuk antisipasi [a] eksentritas; [b] mencegah baut lepas karena baut tunggal cenderung untuk berotasi. Uji tarik eksperimental sambungan lap dengan baut tunggal (Dewobroto 2009) menunjukkan bahwa perilaku keruntuhannya khas, ada perilaku tertentu, yaitu curling, yang menyebabkan perilaku tumpu tidak dapat bekerja maksimal. Makalah ini akan mengungkap bagaimana mekanisme tersebut dapat terjadi. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa mekanisme keruntuhan lap-joint baut tunggal pada pelat relatif tipis menghasilkan perilaku yang menyebabkan metode yang digunakan pada perencanaan, yaitu mekanisme tumpu tidak bekerja sempurna. Hal itu dapat dihindari jika dipakai jumlah baut majemuk (minimal dua baut) dengan konfigurasi tertentu. Jadi petunjuk praktis yang ada sudah baik, hanya saja konfigurasi pemasangannya perlu mendapatkan perhatian juga.

Kata kunci: curling, baut mutu tinggi; sambungan lap (lap-joint), perilaku keruntuhan.

1. Pendahuluan

Fenomena curling (lihat Gambar 1), terjadi pada ujung pelat sambungan baut tipe geser, pelat dapat melengkung ke arah luar. Itu dapat diamati terjadi pada sistem sambungan tipe geser memakai pelat yang relatif tipis (Cornell 1954; Roger-Hancock 2000; AISI 2001; Wallace et.al 2001).

Kondisi itu menyebabkan, ada anggapan bahwa itu fenomena umum yang terjadinya pada pelat tipis saja. Eksentrisitas pada pelat sambungan dianggap sebagai penyebabnya, meskipun faktanya terjadi juga pada sambungan baut geser tunggal maupun sambungan baut geser ganda.

(2)

2. Mode keruntuhan sambungan baut

Fenomena curling jarang diungkapkan terjadi pada sambungan lap-joint yang menggunakan pelat tebal (hot-rolled), apalagi elemen berprofil. Kemungkinan itulah, mengapa fenomena curling tidak menjadi salah satu perilaku keruntuhan yang diperhitungkan dalam perencanaan sambungan baut dengan meka-nisme tumpu (Kulak et. al 2001, Vinnakota 2006).

Untuk mengetahui perilaku-perilaku keruntuhan apa saja yang telah dijadikan rujukan atau pertimbangan dalam code-code yang sudah baku seperti AISC dan menjadi suatu hal yang perlu diperhitungkan dalam desain sambungan tipe geser dengan baut tunggal dapat diperlihatkan dalam bentuk gambar sebagai berikut (Vinnakota 2006) :

(3)

Mode-mode keruntuhan yang teridentifikasi pada Gambar 2 selanjutnya dipakai sebagai faktor yang menentukan kekuatan batas sistem sambungan. Artinya bahwa sambungan direncanakan sedemikian sehingga kondisi-kondisi penyebab keruntuhan tersebut dapat dihindari.

Pada dasarnya mode keruntuhan tersebut secara umum dapat dipisahkan dalam dua kategori, yaitu [A] kerusakan pelat dan [B] kerusakan baut. Secara detail, hal-hal yang dianggap menentukan kekuatan sambungan yang direncanakan adalah : [1] kerusakan fraktur pada penampang netto pelat (pada bagian lubang baut); [2] kerusakan leleh pada penampang bruto pelat di luar daerah lubang baut ; [3] kerusakan geser pada baut; [4] kerusakan tumpuan pelat; [5] berbagai macam kerusakan pada bagian ujung pelat (shear-tear-out, dll); [6] kerusakan tarik baut; [7] kerusakan lentur baut; [8] kerusakan ulir (thread) baut; [9] bagian pelat mengalami slip (Vinnakota 2006).

Dari berbagai fenomena mode keruntuhan yang disajikan, baik yang ada pada Gambar 2 atau uraian selanjutnya, ternyata tidak memperhitungkan adanya fenomena curling (Gambar 1).

Kondisi seperti itu dapat diinterprestasikan bahwa fenomena curling dianggap tidak memberi pengaruh terhadap kekuatan ultimate sistem sambungan, atau bisa saja dianggap bahwa fenomena tersebut tidak akan terjadi pada sambungan baut dengan pelat yang relatif lebih tebal. Itu semua didukung oleh fakta (Cornell 1954, AISI 2001) yang hanya mengacu pada sistem sambungan baut dengan pelat cold-formed yang relatif tipis ketebalannya.

3. Fenomena curling sambungan pelat tebal

Dengan latar belakang pemahaman seperti itu, maka ketika mempelajari hasil eksperimen uji tarik sampai runtuh sambungan baut tipe geser pelat hot-rolled

yang relatif tebal, 5 mm (Dewobroto 2009), yang menunjukkan adanya fenomena curling seperti yang umum terjadi pada pelat tipis, maka tentu patut untuk menjadi perhatian. Juga kondisi akhir dari kerusakan sangat terlihat sekali jika dipengaruhi oleh adanya curling, yaitu baut mengalami rotasi sedemikian sehingga pelat mengalami sobek akibat adanya pelat yang mengalami bending, sebagaimana terlihat pada fakta berikut (lihat Gambar 3).

Gambar 3. Fenomena curling pada

sambungan geser pelat hot-rolled

(b) setelah uji tarik  (a) sebelum uji tarik 

(4)

120 225 75 Ø19 Ø21 bidang kontak baut dan pelat

baut

P

Ø21

P

simetri bidang tumpu baut

(a) Pelat tunggal (utuh) (b) Model FEM (separo) 9.5

9.5

60 60

Melihat kondisi konfigurasi sambungan sebelum (Gambar 3a) dan sesudah (Gambar 3b) pengujian, maka dapat diketahui bahwa mekanisme akhir keruntuhan pada sambungan pelat hot-rolled di atas menunjukkan adanya fenomena curling, suatu mode keruntuhan yang tidak diperhitungkan dalam kriteria perencanaan sambungan baut dengan mekanisme tumpu yang umum (lihat Gambar 2).

Selama ini fenomena seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3 tidak menjadi pembahasan yang serius karena memang sebagian besar elemen sambungan pada pengujian sambungan baut tipe geser umumnya adalah penampang baja hot-rolled berprofil (L, W, T atau lainnya) dan bukan pelat persegi sederhana. Penampang baja berprofil (L, W, T) umumnya mempunyai ketahanan lentur pada ke dua arah sumbu yang relatif lebih kuat dibandingkan bentuk pelat persegi sederhana (satu sisi saja yang kuat) yang dipakai pada eksperimen Dewobroto (2009). Sehingga pada baja berprofil, sebelum curling akan terjadi maka mode keruntuhan seperti tercantum pada Gambar 2 dianggap akan tercapai terlebih dahulu, sehingga dengan demikian fenomena curling

tidak menjadi perhatian utama.  

4. Simulasi Numerik Curling Pelat Tunggal

Fenomena curling terjadi di ujung pelat sambungan, arahnya berlawanan dengan arah gaya bekerja, jadi pada sisi terjauh. Pada mulanya dianggap hanya terjadi pada pelat tipis saja (cold-formed), tetapi kenyataannya terjadi juga pada pelat tebal ( hot-rolled), dan dapat terjadi pada sambungan baut geser tunggal maupun baut geser ganda (Gambar 1) oleh karena itu maka tentunya ada penyebab lain dari hanya sekedar eksentrisitas pada pelat sambungan.

Untuk mengetahui mekanisme terjadinya fenomena

curling, maka akan ditinjau perilaku pelat tunggal yang ditumpu pada bagian lubang bautnya. Pada pelat tersebut selanjutnya dibuat suatu simulasi numerik khususnya untuk mengetahui distribusi gaya-gaya (tegangan) di sekitar bagian pelat yang dianggap akan mengalami curling.

Simulasi numerik memakai program ABAQUS, suatu program simulasi perilaku regangan– tegangan elemen solid yang dibebani dengan metode element hingga (finite element method). Program tersebut cukup canggih karena perilaku yang dapat dilacak tidak hanya pada kondisi elastis linier, tetapi juga perilaku non-linier keruntuhan struktur yang daktail (yielding). Adapun konfigurasi element, material mengacu pada simulasi serupa yang telah sukses dikerjakan sebelumnya (Dewobroto 2009). Pada simulasi numerik ini hanya ditinjau pelat tunggal sehingga efek eksentrisitas tidak ada (ideal), adapun dimensi dan ukurannya akan disesuaikan dengan sample uji eksperimental (lihat Gambar 3). Ukuran diameter lubang pelat lebih besar dari baut (AISC 2005), oleh karena itu tumpuan pelat didasarkan oleh bidang kontak dari baut, yaitu sama dengan diameter baut. Gaya P diberikan dalam bentuk perpindahan arah ∆1 (displacement control),

karena berdasarkan pengalaman (Dewobroto 2009) dapat secara mudah masuk pada kondisi ultimate

(runtuh).

Simulasi akan meninjau tiga (3) ketebalan pelat, yaitu 1 mm, 5 mm dan 10 mm, yang dapat dengan mudah dilaksanakan dengan konsep copy and edit

berdasarkan data yang sama (parametric simulation). Prinsip ini merupakan salah satu keunggulan simulasi numerik dibanding uji empiris.

(5)

Detail simulasi numerik tidak disajikan. Strategi yang mirip dapat dibaca di Dewobroto (2009). Hasil simulasi numerik berupa besarnya deformasi tegak lurus pelat (U3) masing-masing pelat. Nilainya

ditunjukkan dalam peta kontur pada pelat yang terdeformasi, lihat Gambar 5. Deformasi tegak lurus pada pelat itulah yang menimbulkan fenomena

curling. Pelat 1 mm (tipis) menunjukkan curling

terbesar, pelat 5 mm (sedang) juga menunjukkan

curling meskipun relatif kecil. Adapun pelat 10 mm (tebal), sama sekali tidak memperlihatkan fenomena

curling.          

Pada hasil simulasi yang telah dilakukan, meskipun ketebalannya berbeda tetapi memakai kontrol perpindahan yang sama, yaitu ∆1 = 10 mm, sehingga

kondisi tegangan dan regangannya tentu tidak sama besar (tidak maksimum semua). Jadi untuk melihat kemungkinan masih adanya curling pada pelat tebal dilakukan simulasi tambahan dengan ∆1 maks = 30

mm. Hasilnya untuk berbagai tahap beban disajikan pada Gambar 6 di bawah. Ternyata efek curling

pada pelat tebal tidak ada, yaitu dengan ditunjukkan oleh peta kontur U3 yang sama pada setiap kondisi

pembebanan (∆1).

   

   

Gambar 5. Deformasi Tegak Lurus Pelat (U3)

(c) t = 10 mm  (b) t = 5 mm  (a) t = 1 mm 

Gambar 6. Deformasi Tegak Lurus (U3) Pelat

(c) ∆3 = 30 mm 

(b) ∆2 = 20 mm 

(6)

gaya aksi tumpuan (dari baut sambungan)

tie (gaya tarik)

tie (gaya tarik)

strut (gaya tekan)

sumbu simetri pelat

M = P * e

P e P

5. Fenomena Tekuk / Curling Pelat Langsing

Simulasi numerik dikerjakan pada pelat tunggal tanpa eksentrisitas, meskipun demikian pada pelat 1 mm dan pelat 5 mm, tetap terjadi fenomena curling.

Adapun pelat 10 mm yang relatif tebal, ternyata tidak ada curling. Dengan demikian dapat diketahui bahwa curling disebabkan oleh mekanisme

internal di dalam pelat itu sendiri, yaitu oleh

aliran gaya-gaya internal pelat menuju tumpuannya. Untuk meneliti mekanisme internal pelat di bagian yang mengalami curling, maka disajikan orientasi tegangan utama pelat (tebal) memanfaatkan opsi program ABAQUS, sebagai berikut.

Berdasarkan visualisasi tegangan utama (tarik dan tekan) pada pelat maka dapat dipetakan aliran gaya-gaya yang terjadi dari aksi (daerah pembebanan di ujung pelat) sampai ketumpuannya (baut) seperti terlihat pada Gambar 8 berikut.

Berdasarkan tensor tegangan utama pelat selanjutnya dapat dibuat model aliran gaya-gaya internal pelat (Gambar 8) yang mana dapat diketahui bahwa pada

daerah pelat yang mengalami curling terdapat

aliran gaya-gaya tekan ke tumpuan (baut).

Gaya tekan yang terjadi pada suatu elemen selalu dapat dikaitkan dengan fenomena tekuk (buckling), yaitu suatu fenomena stabilitas akibat konfigurasi geometri elemen yang relatif langsing.

Mempelajari hasil simulasi numerik, meskipun telah digunakan model yang tidak mempunyai faktor eksentrisitas, tetapi ternyata pada model pelat tipis (langsing) tetap saja ada curling. Sedangkan pelat tebal tidak ada, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mekanisme internal penyebab curling yang dimaksud adalah fenomena tekuk (buckling) akibat adanya gaya-gaya internal tekan (strut) pada pelat yang relatif tipis tersebut.

 

6. Eksentrisitas dan Distorsi Sambungan Lap

Sambungan lap (lap-joint) menempatkan pelat-pelat sambungan saling over-lapping, sehingga sumbu-sumbu pelat tidak segaris, sehingga timbul eksen-trisitas gaya-gaya yang dipindahkan (Gambar 9a).

Gambar 9. Uji Sambungan (Dewobroto 2009) (a) eksentrisitas pada lap-joint 

(b) distorsi baut  Gambar 8. Penyederhanaan Aliran

Gaya-gaya Internal Pelat

(7)

P P

P P

2@

3 4" A325

1. Tampak Depan 2. Tampak Samping

e 3. Distorsi 2@3 4" A325 P P curling baut berotasi eksentrisitas sumbu pelat 3 4" A325 P P P P 2@ 3 4" A325

1. Tampak Depan 2. Tampak Samping

e 3. Momen Kopel 3 4" A325 P e' P' P' P distorsi akibat eksentrisitas dan curling Adanya eksentrisitas pada sambungan lap, juga

ditambah terjadinya slip saat mekanisme tumpu baut bekerja akan menyebabkan baut cenderung untuk

berotasi. Jika kekakuan pelat tidak mencukupi dapat

melengkung. Pada sistem sambungan lap yang memakai pelat yang relatif langsing, kemungkinan besar akan mengalami curling, yang sebenarnya itu merupakan perilaku tekuk. Pada kondisi tersebut maka kekakuan pelat dapat menjadi tidak ada, sehingga resiko pelat melengkung sangat besar untuk dapat terjadi. Bila hal tersebut terjadi, orientasi baut juga akan berputar, tidak lagi tegak lurus pelat, sehingga sambungan akan mengalami distorsi sebagaimana terlihat pada Gambar 9b, yang mengakibatkan mekanisme tumpu sebagaimana yang diharapkan pada sambungan baut (lihat Gambar 2) tidak akan dapat bekerja dengan baik, yaitu kinerja kekuatannya di bawah rata-rata.

7. Sambungan Lap dengan Baut Majemuk

Baut yang mengalami distorsi (Gambar 9b) dapat terjadi pada sambungan lap dengan baut tunggal. Penggunaan jumlah baut > 1 (dua atau lebih) dengan konfigurasi sejajar dengan arah gaya (Gambar 10b), dapat menghasilkan mekanisme momen kopel reaksi yang secara alami mencegah terjadinya distorsi. Momen kopel reaksi (P′ * e′) lebih besar dari momen aksi akibat eksentrisitas lap-joint (Gambar 9a), sehingga tidak terjadi distorsi seperti pada Gambar 10a . Pada konfigurasi sambungan lap seperti itu, meskipun telah digunakan jumlah baut lebih dari satu (dua buah baut), tetapi karena konfigurasinya tidak dapat menghasilkan mekanisme kopel reaksi yang melawan terjadinya distorsi, maka ada kemungkinan distorsi akan tetap terjadi.

8. Kesimpulan

Curling terjadi sebagai akibat mekanisme gaya-gaya tekan internal pelat, yang tidak lain adalah buckling

(tekuk), dan hanya terjadi pada pelat yang relatif tipis (langsing). Adanya curling pada sambungan lap yang secara natural mempunyai eksentrisitas (Gambar 9a), ditambah slip, menyebabkan sambungan lap dengan baut tunggal beresiko Gambar 10. Konfigurasi Baut Majemuk pada Sambungan Lap

(8)

mengalami distorsi (Gambar 9b) dan kinerjanya menjadi tidak optimum. Untuk menghindarinya, perlu digunakan baut majemuk (minimal dua) dengan konfigurasi sejajar arah gaya (Gambar 10b). Jadi pertimbangan praktis memakai dua baut sudah benar, tetapi perlu dilihat juga konfigurasinya terhadap arah gaya yang ada.

9. Ucapan Terimakasih

Data yang digunakan pada makalah ini adalah penelitian Jurusan Teknik Sipil UPH, No: P-008A-FDTP/I/2008 dan No: P-009-P-008A-FDTP/I/2008, dengan dukungan dana LPPM UPH, Lippo Karawaci. Adapun pelaksanaannya di Laboratorium Struktur Fakultas Teknik Jurusan Sipil, Unika Parahyangan, Bandung. Untuk itu diucapkan terima kasih kepada kedua institusi tersebut atas dukungannya sehingga fakta empiris ini dapat diungkapkan.

Penulis mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Dr. Ir. Paulus Kartawijaya, dan bapak Cucun, rekan sejawat di Unpar, serta Dip.Ing. Joe Kwan Hoei, Hendrik Wijaya, Anthony Natanael, Rendi, Jerry Atmaja, Firtz, dan Frederik Anggi, rekan-rekan di JTS-UPH. Berkat bantuannya maka pekerjaan berat menjadi terasa ringan. Semoga Tuhan membalaskan budi baik anda semua.

10. Daftar Pustaka

1) AISI. (2001a). “Testing of Bolted Cold-formed Steel Connections in Bearing (With and Without Washers)”, Research Report RP01-4, Committee on Specifications for the Design of Cold-formed Steel Structural Members, Revised Edition Copyright 2006 American Iron and Steel Institute

2) AISI. (2001b).“Calibrations of Bolted Cold-formed Steel Connections in Bearing (With and Without Washers)”, Research Report RP01-5, Committee on Specifications for the Design of Cold-formed Steel Structural Members, Revised Edition Copyright 2006 American Iron and Steel Institute

3) AISC. (2005). “ANSI/AISC 360-05 : an American National Standard - Specification for Structural Steel Buildings”, American Institute

of Steel Construction, March 9, 2005, Chicago, Illinois

4) Cornell University. (1954). "Tests on Bolted Connections – 3rd Progress Report",

Unpublished Report to AISI.

5) Colin A Rogers, Gregory J Hancock. (1998). “Failure Modes of Bolted Sheet Steel Connections Loaded in Shear”, Research Report R772, Department of Civil Engineering, The University of Sydney, Sydney.

6) Dewobroto, W. (2009). “Pengaruh Bentuk dan Ukuran Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja Cold-Rolled”, DISERTASI pada Program Doktor Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung (unpublished)

7) Hibbit, D., et al. (2004). “ABAQUS/Standard User’s and Theory Manuals”, Ver. 6.5, Hibbit, Karlsson & Sorensen, Inc

8) Kulak, G.L., John W. Fisher, John H. A. Struik. (2001). “Guide to Design Criteria for Bolted and Riveted Joints, 2nd Edition”, Published

by:American Institute of Steel Construction, Chicago, IL.

9) Rogers dan Hancock. (2000). “Failure Modes of Bolted-Sheet-Steel Connections Loaded in Shear”, Journal of Structural Engineering, ASCE, Vol. 126, No. 3, pp. 288-296.

10) Rogers, C.A., Hancock, G.J. (1998b).“Failure Modes of Bolted Sheet Steel Connections Loaded in Shear”, Research Report No. R772, Centre for Advanced Structural Engineering, Department of Civil Engineeering, University of Sydney, Australia

11) Vinnakota, S. (2006). “Steel Structures: Behavior and LRFD”, McGraw-Hill International Edition.

12) Wallace. J.A., Schuster, R. M., LaBoube, R. A. (2001). “Testing of Bolted Cold-formed Steel Connections in Bearing (With and Without Washers) - Final Report”, Canadian Cold Formed Steel Research Group, Department of Civil Engineering, University of Waterloo, Waterloo, Ontario, Canada.

Gambar

Gambar 2. Mode-mode keruntuhan sambungan baut tunggal dengan baut (Vinnakota 2006)
Gambar 3. Fenomena curling pada  sambungan geser pelat hot-rolled
Gambar 4. Simulasi Numerik Pelat Tunggal
Gambar 5. Deformasi Tegak Lurus Pelat (U 3 )
+2

Referensi

Dokumen terkait

 Dapatkah kita membicarakan pengalaman anda dalam menangani anak ketika sedang sakit, terutama jika anda pernah memberikan obat antibiotik pada anak.. PANDANGAN PENGGUNAAN

Tutkimuksen tarkoituksena oli selvittää luokanopettajaopiskelijoiden kokemuksia sirkusjaksosta. Sirkusjakson aikana opiskelijat tutustuivat sirkuksen tuomiin mahdollisuuksiin

j. Tidak membuka hal-hal yang memalukan atau merugikan teman sejawat baik disengaja maupun tidak disengaja, kecuali hal itu merupakan keharusan dalam memenuhi

Pengujian selanjutnya dilakukan terhadap kombinasi 5 fitur tekstur statistik menggunakan distance Euclydean memberikan hasil seperti yang dapat dilihat pada Gambar

Pada tombol sistem pencernaan terdapat materi sistem pencernaan dan pengguna akan melihat tampilan alur proses makanan dicerna dalam tubuh 3. Pada tombol SK/KD menampilkan

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pemangku kepentingan yang telah berproses bersama dan mendukung tersusunnya Rencana Aksi Daerah-Pengurangan

Sedangkan kadar nitrat yang lebih tinggi dari baku mutu baik di lapisan permukaan maupun di lapisan dekat dasar sebarannya hampir merata, terkecuali stasiun 7

Obat-obatan/suplemen harus dikonsumsi minimal 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah mengonsumsi H&H Engine Coffee with Ginseng & Guarana untuk mendapatkan manfaat