• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN KELAYAKAN MATERIAL PIPA ELBOW LOCAL CONTENT SEBAGAI PENGGANTI PIPA ELBOW GE N879 PADA LOKOMOTIF KERETA API CC204 DI PT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN KELAYAKAN MATERIAL PIPA ELBOW LOCAL CONTENT SEBAGAI PENGGANTI PIPA ELBOW GE N879 PADA LOKOMOTIF KERETA API CC204 DI PT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENENTUAN KELAYAKAN MATERIAL PIPA ELBOW LOCAL CONTENT SEBAGAI

PENGGANTI PIPA ELBOW GE N879 PADA LOKOMOTIF KERETA API CC204 DI

PT.INDUSTRI KERETA API (PERSERO)

(Nur Khasanah; Ir.Agung Budiono,M.Eng) Jurusan Teknik Fisika – Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih – Sukolilo, Surabaya 60111

Abstrak

Pada penelitian telah dilakukan penentuan kelayakan material local content sebagai pengganti

material pipa elbow GE N879 yang sesuai dengan standard ASTM A234-51T. Untuk mencapai tujuan

tersebut, maka dilakukan pengujian berupa uji metalografi untuk mengetahui struktur mikro material,

uji XRD untuk mengetahui komposisi material, dan uji kekerasan dengan metode Rockwell. Selain itu

dilakukan beberapa proses perlakuan panas terhadap kedua sampel untuk mendapatkan pola nilai

kekerasan dari kedua sampel. Beda kekerasan material pipa elbow GE N879 sebelum dan sesudah

perlakuan panas antara 22.5-23.2HRB, sedangkan beda kekerasan material pipa elbow local content

sebelum dan sesudah perlakuan panas adalah antara 19.5-29.5 HRB. Berdasarkan pola beda sifat

kekerasan antara kedua material tersebut, maka diketahui bahwa material local content memenuhi

kelayakan sebagai pengganti material pipa elbow GE N879.

Kata kunci : Material local content, perlakuan panas, proses tempering, uji metalografi, uji kekerasan

Rockwell, uji XRD

I. PENDAHULUAN

Kereta api merupakan salah satu sarana transportasi darat yang terdiri dari rangkaian gerbong dengan media gerak berupa rel. Keberadaan kereta api saat ini menjadi solusi bagi kemacetan yang terjadi di jalan raya. Hal ini dikarenakan jalan yang digunakan oleh kereta api merupakan jalan tunggal. Sehingga kereta api juga merupakan alternatif utama setelah angkutan udara di bidang transportasi.

Seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap angkutan kereta api ini, berkembang pula teknologi yang mendukung penyempurnaan angkutan ini. Salah satunya adalah dilakukan penyempurnaan secara kontinyu untuk mendapatkan lokomotif yang lebih efektif, berdaya besar, dan efisien. Hal ini dilakukan dengan alasan lokomotif adalah bagian penting dari angkutan kereta api dimana terdapat mesin untuk menggerakkan kereta api. Salah satu cara yang dikembangkan dalam peningkatan kinerja lokomotif salah satunya dengan pemilihan material yang digunakan di setiap bagian dari lokomotif. Sejauh ini lokomotif kereta api yang digunakan oleh PT. Industri Kereta Api (Persero) merupakan lokomotif yang diimpor dari perusahaan GE (General Electric).

Sebagai terobosan baru dari perusahaan kereta api di Indonesia ini, sedang dilaksanakan proyek pertama pembuatan lokomotif dengan menggunakan material local content sebagai pengganti dari material yang asli. Salah satu pertimbangan yang mendukung proyek tersebut adalah efisiensi biaya (cost). Untuk merealisasikan usaha tersebut, salah satu langkah awal yang dilakukan ialah pengujian terhadap material local content, khususnya pada sifat mekanik material untuk mengetahui kesesuaian dengan

material yang asli. Agar memperoleh kesamaaan sifat mekanik tersebut, upaya awal yang dilakukan oleh PT. Industri Kereta Api (Persero) adalah membuat material local content dengan komposisi dan karakterisasi yang mendekati material asli. Dimana material asli memiliki standard ASTM A234-51T. Selanjutnya dilakukan pengujian untuk memastikan kesesuaian antara sifat mekanik material local content dengan material produksi GE.

Pengujian dapat dilakukan dengan cara merusak maupun tanpa merusak material. Salah satu metode pengujian mekanis adalah pengujian kekerasan, yaitu salah satu jenis pengujian yang bertujuan untuk mengetahui sifat mekanik suatu material khususnya kekerasan. Sedangkan pengujian tanpa merusak material dilakukan dengan memberikan penyinaran menggunakan sinar-X terhadap material. Metode pengujian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi dari suatu material. Selain itu, dilakukan pula pengujian metalografi untuk mengetahui struktur mikro material.

Maka dari itu pada tugas akhir ini akan dilakukan pengujian terhadap material local content pada pipa elbow lokomotif kereta api CC204 yang berada di sistem pendingin yaitu pengujian nilai kekerasan material, dan selanjutnya dilakukan perekayasaan sifat mekanik material tersebut untuk mendapatkan material yang memiliki sifat mekanik sama dengan material asli, tentunya dengan toleransi kesesuaian tertentu. Karena pada dasarnya sifat mekanik suatu material local content tidak akan sama persis dengan material aslinya disebabkan struktur setiap material tidak sama. Perekayasaan yang akan dilakukan berupa proses perlakuan panas.

(2)

Penelitian tugas akhir ini memiliki dua tujuan yaitu : 1. Untuk memformulasikan perekayasaan pola

mekanik material pipa elbow local content proses perlakuan panas sebagai pengganti pipa N879.

2. Untuk membandingkan beda sifat mekanik material pipa elbow local content dengan material pipa

N879 sebelum dan sesudah proses perlakuan panas. Sebagai model awal, penelitian ini didekati dengan sistem yang didesain oleh peneliti sebagai sampel untuk dikembangkan atau digunakan secara luas. Tanpa mengurangi tujuan penelitian, maka penelitian

dengan sistem sebagai berikut :

1. Sifat mekanik yang direkayasa adalah kekerasan material pipa elbow local content.

2. Metode pengujian mekanis yang dilakukan yaitu meliputi uji kekerasan, uji metalografi, dan uji dengan menggunakan sinar-X.

3. Material yang diuji adalah pipa elbow yang digunakan sebagai saluran air dan glikol 40% pada sistem pendingin lokomotif kereta api CC204 di PT. Industri Kereta Api (Persero).

4. Pendekatan ilmiah yang digunakan adalah konsep dasar IPTEK bahan.

II. TEORI PENUNJANG

1. Konsep Dasar IPTEK Bahan

Konsep dasar IPTEK bahan merupakan dasar dari segala ilmu yang berhubungan dengan material atau bahan. Konsep ini menjelaskan keterkaikan antara pemrosesan, struktur, dan sifat atau perilaku material. Bila suatu material

suatu pemrosesan atau perlakukan maka mengakibatkan berubahnya struktur dari material tersebut. Dengan adanya perubahan struktur, maka sifat atau perilaku dari material juga akan berubah. Secara skematis hubungan keterkaitan antara ketiga hal tersebut digambarkan pada skema di bawah ini (gambar 2.1)

Gambar 1 Skema konsep dasar IPTEK bahan

2. Logam dan Paduan Berbasis Besi

Logam dan paduan berbasis besi adalah salah satu jenis bahan yang paling banyak dan luas aplikasinya di bidang rekayasa. Besi atau Fe terdapat di alam sebagai oksida atau bijih besi. Baja dapat dibentuk melalui pengecoran, pencanaian, atau penemperan. Karbon merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Baja merupakan logam yang paling banyak

2 Penelitian tugas akhir ini memiliki dua tujuan yaitu :

pola sifat beda content terhadap pengganti pipa elbow sifat mekanik material pipa dengan material pipa elbow GE N879 sebelum dan sesudah proses perlakuan panas. Sebagai model awal, penelitian ini didekati dengan sistem yang didesain oleh peneliti sebagai sampel untuk dikembangkan atau digunakan secara luas. Tanpa ini didekati Sifat mekanik yang direkayasa adalah kekerasan Metode pengujian mekanis yang dilakukan yaitu meliputi uji kekerasan, uji metalografi, dan uji dengan yang digunakan sebagai saluran air dan glikol 40% pada sistem pendingin lokomotif kereta api CC204 di PT. Industri Pendekatan ilmiah yang digunakan adalah konsep dasar

Konsep dasar IPTEK bahan merupakan dasar dari segala ilmu yang berhubungan dengan material atau bahan. Konsep ini menjelaskan keterkaikan antara pemrosesan, struktur, dan sifat atau perilaku material. Bila suatu material diberikan suatu pemrosesan atau perlakukan maka mengakibatkan berubahnya struktur dari material tersebut. Dengan adanya perubahan struktur, maka sifat atau perilaku dari material juga akan berubah. Secara skematis hubungan keterkaitan sebut digambarkan pada skema di bawah

Gambar 1 Skema konsep dasar IPTEK bahan

Logam dan paduan berbasis besi adalah salah satu jenis bahan yang paling banyak dan luas aplikasinya di bidang rekayasa. Besi atau Fe terdapat di alam sebagai oksida atau Baja dapat dibentuk melalui pengecoran, on merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Baja merupakan logam yang paling banyak

digunakan dalam teknik, dalam bentuk pelat, pipa, batang, profil, dan sebagainya. Secara garis besar baja dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu baja karbon dan baja paduan. Baja karbon ini terbagi menjadi tiga macam yaitu : baja karbon rendah (<0,30%C), baja karbon sedang (0,30%< C < 0,70%), baja karbon tinggi (0,70%< C < 1,40%). Sedangkan baja paduan terdiri dari baja pad

baja paduan tinggi.

3. Baja GE N879

Baja GE N879 adalah baja yang digunakan sebagai material pipa elbow pada lokomotif kereta api CC204 di PT. Industri Kereta Api (Persero). Baja ini merupakan baja impor. Pipa elbow tersebut merupakan saluran air dan glikol 40% pada sistem pendingin lokomoti

termasuk dalam standard baja ASTM A234

4. Baja Local Content

Baja local content merupakan baja produksi lokal sebagai pengganti baja GE N879. Seperti halnya baja GE N879, baja local content ini digunakan sebagai material pipa elbow yang berfungsi sebagai saluran air dan glikol 40% pada sistem pendingin (radiator) lokomot

CC204. Pada sistem pendingin, pipa

posisi input sistem pendingin (radiator) melewatkan fluida (coolant) yang memiliki temperatur operasi 90°C. Sedangkan pipa elbow yang berada di posisi output radiator melewatkan fluida yang memiliki temperatur operasi 60°C

5. Proses Perlakuan Panas

Proses perlakuan panas adalah kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat, sebagai suatu upaya untuk memperoleh sifat

Proses perlakuan panas pada dasarnya terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu, kemudian diikuti dengan penahanan selama beberapa saat, selanjutnya dilakukan pendinginan dengan kecepatan tertentu.

Perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan dalam dan menguatkan baja dari kerapuhan disebut dengan memudakan (tempering). Tempering

proses pemanasan logam setelah dikeraskan pada temperatur temper (di bawah suhu kritis), yang dilanjutkan dengan proses pendinginan (Koswara, 1999). Atau proses

adalah proses memanaskan kembali baja yang sudah dikeraskan dengan tujuan untuk memperoleh kombinasi antara kekuatan, duktilitas, dan ketangguhan yang tinggi.

Proses temper dilakukan dengan memanaskan kem berkisar antara suhu 200ºC-650 ºC dan didinginkan secara perlahan-lahan tergantung sifat akhir baja

proses temper dibedakan sebagai berikut : - Tempering pada suhu rendah (200 ini bertujuan untuk mengurangi tegangan dan kerapuhan dari baja.

digunakan dalam teknik, dalam bentuk pelat, pipa, batang, profil, dan sebagainya. Secara garis besar baja dapat pokkan menjadi dua yaitu baja karbon dan baja paduan. Baja karbon ini terbagi menjadi tiga macam yaitu : baja karbon rendah (<0,30%C), baja karbon sedang (0,30%< C < 0,70%), baja karbon tinggi (0,70%< C < 1,40%). Sedangkan baja paduan terdiri dari baja paduan rendah dan

Baja GE N879 adalah baja yang digunakan sebagai pada lokomotif kereta api CC204 di PT. Industri Kereta Api (Persero). Baja ini merupakan baja tersebut merupakan saluran air dan glikol 40% pada sistem pendingin lokomotif. Baja GE N879

standard baja ASTM A234-51T.

merupakan baja produksi lokal sebagai pengganti baja GE N879. Seperti halnya baja GE ini digunakan sebagai material pipa yang berfungsi sebagai saluran air dan glikol 40% pada sistem pendingin (radiator) lokomotif kereta api ipa elbow yang berada di posisi input sistem pendingin (radiator) melewatkan fluida ) yang memiliki temperatur operasi 90°C. yang berada di posisi output radiator melewatkan fluida yang memiliki temperatur operasi 60°C.

Proses perlakuan panas adalah kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang atau paduan dalam keadaan padat, sebagai suatu upaya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu. Proses perlakuan panas pada dasarnya terdiri dari beberapa tahapan, dimulai dengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu, kemudian diikuti dengan penahanan selama beberapa saat, selanjutnya dilakukan pendinginan dengan Perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan dalam dan menguatkan baja dari kerapuhan disebut dengan Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan pada temperatur temper (di bawah suhu kritis), yang dilanjutkan dengan proses pendinginan (Koswara, 1999). Atau proses tempering adalah proses memanaskan kembali baja yang sudah ngan tujuan untuk memperoleh kombinasi antara kekuatan, duktilitas, dan ketangguhan yang tinggi.

Proses temper dilakukan dengan memanaskan kembali 650 ºC dan didinginkan secara ntung sifat akhir baja tersebut. Tujuan proses temper dibedakan sebagai berikut :

pada suhu rendah (200ºC-315ºC), Perlakuan ini bertujuan untuk mengurangi tegangan-tegangan keruh

(3)

3 - Tempering suhu menengah (315ºC-500ºC), Perlakuan ini bertujuan untuk menambah keuletan, dan kekerasannya sedikit berkurang.

- Tempering pada suhu tinggi (500ºC-650ºC), Tempering pada suhu tinggi bertujuan untuk memberikan daya keuletan yang besar dan sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah. 8. Sifat Mekanik (Kekerasan)

Kekerasan adalah mengukur ketahanan material terhadap deformasi plastis yang terlokalisasi (lengkungan kecil atau goresan). Macam-macam uji kekerasan antara lain :

- Uji kekerasan Rockwell - Uji kekerasan Brinell - Uji kekerasan Vickers - Uji kekerasan Kwoop

Pada penelitian ini uji kekerasan yang dilakukan yaitu uji kekerasan Rockwell. Uji kekerasan Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan karena sederhana dan tidak menghendaki keahlian khusus. Digunakan kombinasi variasi indenter dan beban untuk bahan metal dan campuran mulai dari bahan lunak sampai keras. Indenter bisa berupa bola baja keras dengan ukuran 1/16, 1/8, ¼, ½ inci (1,588; 3,175; 6,350; 12,70 mm) dan intan kerucut.

9. Uji Metalografi

Metalografi adalah suatu studi tentang struktur mikro logam dengan bantuan mikroskop. Langkah-langkah yang diperlukan pada pengujian metalografi antara lain Sectioning yaitu pemilihan contoh benda uji dengan ukuran yang cukup sehingga dapat digunakan untuk pengujian. Grinding (menggerinda), yaitu meratakan permukaan dan mengurangi ketebalan permukaan yang rusak (retak-retak atau goresan), kemudian dihaluskan dengan amplas yang kasar sampai amplas yang halus. Polishing (poles), yaitu menghaluskan permukaan benda uji dengan mesin pemoles, sehingga di dapat permukaan yang rata tanpa goresan (mengkilap seperti cermin). Etching (etsa), yaitu memoles bahan kimia pada permukaan yang telah dipoles sehingga didapat warna/gambar struktur yang tajam atau berbeda dari masing-masing fasa. Photomicrigraphy, yaitu membuat gambar struktur dan menganalisa struktur.

10. Uji X-Ray Diffraction (XRD)

Pengujian X-ray diffraction merupakan salah satu metode pengujian nondestruktif yang bertujuan untuk menentukan komposisi fasa material. Metode ini muncul dengan berdasarkan teori yang menyebutkan sekitar 95% dari material padat dapat dideskripsikan sebagai kristal. Ketika sinar X berinteraksi dengan sebuah kristal yang memiliki fasa tertentu, maka akan diperoleh sebuah pola difraksi. Pada tahun 1919, dalam sebuah paper yang berjudul “A New Method of Chemical Analysis”, A.W. Hull menunjukkan bahwa setiap kristal memiliki pola. Kristal yang sama selalu menghasilkan pola yang sama, sedangkan kristal campuran memiliki pola yang berbeda. Pola difraksi sinar X dari sebuah kristal menyerupai sidik jari dari material. Sehingga metode hamburan sinar X mampu

digunakan untuk karakterisasi dan identifikasi fasa dari polikristal.

III. METODOLOGI PENELITIAN

1. Rancangan Eksperimen

Rancangan eksperimen yang digunakan pada penelitian ini yaitu bentuk Randomized Control Group Pretest-Posttest Design.dimana sampel eksperimen diukur sebelum dan sesudah perlakuan, begitu pula sampel kontrol diukur sebelum dan sesudah tanpa mendapat perlakuan, kemudian keempat hasil pengukuran saling diperbandingkan. Bentuk rancangan eksperimen seperti pada tabel 1.

Tabel 1 Rancangan Eksperimen (Randomized Control Group Pretest-Posttest Design) Kelompok sampel Pengukuran awal Perlakuan Pengukuran akhir Sampel eksperimen (material pipa elbow local) Nilai kekerasan, struktur mikro, dan komposisi Perlakuan panas (A-R) Nilai kekerasan dan struktur mikro Sampel kontrol (material pipa elbow GE N879) Kekerasan, struktur mikro, dan komposisi Perlakuan panas A Nilai kekerasan dan struktur mikro Keterangan :

Perlakuan panas A : Annealing 723°C (udara)

Perlakuan panas B : Annealing + Tempering 200°C (udara) Perlakuan panas C : Annealing + Tempering 315°C (udara) Perlakuan panas D : Annealing + Tempering 400°C (udara) Perlakuan panas E : Annealing + Tempering 500°C (udara) Perlakuan panas F : Annealing + Tempering 650°C (udara) Perlakuan panas G : Hardening 850°C (air)

Perlakuan panas H : Hardening + Tempering 400°C (air) Perlakuan panas I : Hardening + Tempering 500°C (air) Perlakuan panas J : Hardening + Tempering 600°C (air) Perlakuan panas K : Hardening 850°C (udara)

Perlakuan panas L : Hardening + Tempering 400°C (udara) Perlakuan panas M : Hardening + Tempering 500°C (udara) Perlakuan panas N : Hardening + Tempering 600°C (udara) Perlakuan panas O : Hardening 850°C (oli)

Perlakuan panas P : Hardening + Tempering 400°C (oli) Perlakuan panas Q : Hardening + Tempering 500°C (oli) Perlakuan panas R : Hardening + Tempering 600°C (oli)

(4)

4 Prosedur eksperimen yang digunakan pada penelitian ini dapat disusun sebagai berikut:

• Penentuan sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu material material pipa elbow local content yang digunakan sebagai pipa saluran oli dan air pada lokomotif kereta api CC204.

• Penentuan variabel

Variabel pada penelitian ini ada dua macam yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas meliputi sifat mekanik (kekerasan) dan struktur mikro. Sedangkan variabel terikat meliputi komposisi fasa material.

• Penentuan peralatan

Alat yang digunakan antara lain mesin uji kekerasan (Rockwell Hardeness Tester), Mesin uji XRD, dan mikroskop untuk uji metalografi.

3. Diagram Alir Penelitian

Penelitian ini memiliki tahapan-tahapan tertentu untuk mencapai tujuannya. Tahapan-tahapan tersebut direpresentasikan dalam suatu diagram alir seperti pada gambar 3. Pada tahapan yang terlihat dari blok diagram tersebut dapat diuraikan dalam deskripsi sebagai berikut.

Studi literatur mengenai materi yang terkait dengan pengujian sifat mekanik material meliputi uji kekerasan, uji metalografi, dan uji XRD. Selain itu, dilakukan pula studi literatur mengenai proses heat treatment meliputi proses Annealing, hardening dan tempering. Selanjutnya dilakukan preparasi sampel uji yang meliputi material pipa elbow local content dan material pipa elbow GE N879.

Setelah preparasi sampel, dilanjutkan dengan proses pengukuran awal yaitu pengujian kedua sampel yang meliputi uji kekerasan, uji metalografi, dan uji XRD. Sehingga diperoleh data-data hasil pengukuran awal antara lain nilai kekerasan material local content, nilai kekerasan material GE N879, struktur mikro material local content, struktur mikro material GE N879, dan komposisi material local content.

Selanjutnya dilakukan pemanasan awal untuk masing-masing sampel. Sampel material pipa elbow local content dipanaskan dengan proses annealing pada temperatur 723°C dan proses hardening pada temperatur 850°C. Sedangkan sampel material pipa elbow GE dipanaskan dengan proses annealing 723°C tanpa proses hardening.

Setelah sampel dipanaskan pada suhu tinggi, selanjutnya sampel material pipa elbow local content dipanaskan kembali dengan proses tempering dengan variasi temperatur 200°C-650°C dan variasi media pendinginan yang berupa air dingin, oli, dan udara. Untuk setiap proses perlakuan panas, holding time yang diberikan adalah selama 40 menit.

Selanjutnya dilakukan pengukuran akhir terhadap sampel yang telah ditemper, yang meliputi uji kekerasan dan uji metalografi. Sehingga diperoleh data pengukuran akhir yaitu nilai kekerasan dan struktur mikro material local content .

Dari data pengukuran awal dan akhir yang telah diperoleh, kemudian dicari nilai beda antara data pengukuran awal dan akhir material local content untuk setiap perlakuan dan dibandingkan dengan nilai beda antara data pengukuran awal dan akhir material GE N879. Selanjutnya dilakukan analisa dan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.

Gambar 3 Flowchart penelitian

IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

1. Uji Metalografi

Berikut ini adalah foto struktur mikro hasil pemotretran sampel uji untuk setiap jenis perlakuan yang dilakukan di Laboratorium Pengujian Material Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITN Malang. Foto diambil dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100x.

(5)

5 Sebelum sampel diberi perlakuan apapun (raw material), struktur mikro sampel material local content memiliki struktur dengan butir yang lebih besar dan tidak beraturan. Sedangkan struktur mikro sampel material GE N879 memiliki struktur butir lebih kecil membentuk pola horizontal. Hal ini disebabkan sampel telah mendapat perlakuan berupa tarikan.

Untuk menghilangkan pengaruh perlakuan tersebut, maka sampel diberi perlakuan panas berupa annealing. Setelah di-annealing, struktur mikro kedua sampel mengalami perubahan. Struktur mikro sampel material local content yang semula memiliki butir yang tidak beraturan menjadi lebih teratur dengan batas-batas butir yang terlihat jelas dengan ukuran butir yang relatif sama. Sedangkan pada sampel material GE N879, pola-pola horisontal menjadi hilang dan butir menjadi lebih jelas.

Setelah diberikan proses temper dengan variasi temperatur 200°C, 315ºC, 400ºC, 500ºC, dan 650ºC, struktur mikro sampel material local content berubah. Setelah ditemper dengan temperatur temper 200°C, butir-butir menjadi mengecil dengan struktur yang acak. Setelah ditemper dengan temperatur 315°C, butir-butirnya kembali membesar dengan batas butir yang jelas. Setelah ditemper dengan temperatur 400°C, butir-butirnya menjadi lebih kecil dan rapat. Setelah ditemper dengan temperatur 500°C, butir-butirnya berubah menjadi semakin kecil dan tidak beraturan menyerupai struktur mikro saat temperatur temper 200°C. Dan setelah ditemper dengan temperatur 650°C,

butir-butirnya menjadi besar kembali seperti struktur mikro setelah proses annealing.

Selain diperoleh hasil uji metalografi di atas, juga dilakukan pengujian struktur mikro di Laboratorium Rekayasa Material Teknik Fisika-ITS. Berikut ini adalah foto struktur mikro hasil pemotretan sampel uji untuk setiap jenis perlakuan dengan variasi media quenching berupa air dingin dengan temperatur 3.9°C, oli 23.9°C, dan udara 27.2°C. Foto diambil dengan menggunakan mikroskop digital dengan perbesaran 400x.

Berdasarkan foto struktur mikro yang diperoleh, terdapat perbedaan antara struktur mikro sampel yang didinginkan dengan media air dingin, oli, dan udara. Secara berturut-turut, pendinginan dengan media pendingin berupa air dingin adalah paling cepat, selanjutnya oli dan paling lambat adalah udara. Dari hasil penelitian ini, struktur mikro sampel material yang didinginkan dengan media air memiliki butir-butir yang lebih kecil daripada oli dan udara. Dengan media pendingin oli, sampel memiliki struktur mikro yang lebih besar daripada sampel yang didinginkan dengan media air dingin, tetapi tidak lebih besar dari butir sampel yang didinginkan dengan media udara. Proses pendinginan dengan media udara menghasilkan struktur mikro dengan butir paling besar.

2. Uji Kekerasan

Data hasil pengujian nilai kekerasan yang dilakukan di Laboratorium Pengujian Material Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri ITN Malang dengan menggunakan standard Rockwell terhadap sampel uji adalah seperti pada tabel 2 di bawah ini. Nilai kekerasan pada tabel di bawah ini merupakan nilai rata-rata.

(6)

6 Tabel 2 Data Pengukuran Nilai Kekerasan

Kelompok sampel Pengukur an awal (T1) (HRB) Perlaku an Pengukur an akhir (T2) (HRB) Delta (T2-T1) (HRB) Material local content 28.5 A 56 27.5 B 52.7 24.2 C 50.7 22.2 D 58 29.5 E 47.3 18.8 F 56 27.5 G 51 22.5 H 48.3 19.8 I 48.3 19.8 J 48 19.5 K 52 23.5 L 51.7 23.2 M 51 23 N 51.7 23.2 O 53 24.5 P 50 21.5 Q 49.3 20.8 R 49 20.5 Material GE N879 24.5 A 47.7 23.2

Dari hasil pengukuran nilai kekerasan yang telah diperoleh, ditentukan beda antara nilai pengukuran awal dan pengukuran akhir untuk material local content dan material GE N879, selanjutnya masing-masing nilai beda (delta) kedua sampel saling dibandingkan. Sebagai sampel kontrol, material GE N879 memiliki nilai beda (delta) 23.2 HRB. Sedangkan sampel material lokal memiliki nilai beda antara 19.5-29.5 HRB.

Berdasarkan grafik hubungan antara nilai kekerasan pengukuran awal dan pengukuran akhir kedua sampel (gambar 25), diperoleh pola yang sama antara material GE N879 dengan material local content. Grafik bergerak dari nilai yang lebih rendah di sebelah kiri bawah menuju nilai yang lebih tinggi di sebelah kanan atas. Grafik material local content mengikuti pola grafik material GE N879.

Diantara hasil pengukuran nilai kekerasan yang telah diperoleh tersebut, terdapat pola terbaik dimana nilai beda material local content sama dengan nilai beda material GE N879. Kondisi tersebut digambarkan pada grafik 26. Hasil terbaik tersebut diperoleh akibat perlakuan L dan N yaitu material local content di-annealing pada temperatur 723°C dilanjutkan proses tempering pada temperatur 400°C dan 600°C. Sedangkan grafik 27 menunjukkan pola yang tidak sesuai antara material local content dan material GE N879, dimana terjadi perpotongan antara kedua garis yang mewakili masing-masing sampel material. Ketidaksesuaian tersebut terjadi pada material local content yang diberi perlakuan E yaitu sampel di-annealing dan dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 500°C.

Gambar 25 Grafik hubungan antara nilai kekerasan pengukuran awal dan pengukuran akhir

Gambar 26 Pola terbaik

20 30 40 50 60 Awal Akhir N il a i k ek er a sa n ( H R C ) Pengukuran Material GE N879 Material local content (perlakuan A) Material local content (perlakuan B) Material local content (perlakuan C) Material local content (perlakuan D) Material local content (perlakuan E) Material local content (perlakuan F) Material local content (perlakuan G) Material local content (perlakuan H) Material local content (perlakuan I) Material local content (perlakuan J) Material local content (perlakuan K) Material local content (perlakuan L) Material local content (perlakuan M) Material local content (perlakuan N) Material local content (perlakuan O) Material local content (perlakuan P) Material local content (perlakuan Q) Material local content (perlakuan R) Linear (Material GE N879) 20 30 40 50 60 Awal Akhir N il a i K ek er a sa n ( H R C ) Pengukuran Material GE N879 Material local content (perlakuan L dan N)

(7)

7 Gambar 27 Pola yang tidak sesuai

Setelah proses annealing pada temperatur 723°C dengan waktu penahanan 40 menit dan media pendingin udara, kedua sampel baik material GE N879 sebagai sampel kontrol maupun material local content, keduanya mengalami peningkatan nilai kekerasan yaitu berturut-turut 94.7% dan 96.5% dari kondisi awal (sebelum sampel mendapat perlakuan). Dimana pada kondisi awal sampel material GE N879 memiliki nilai kekerasan 24.5 HRB, sedangkan nilai kekerasan material local content adalah 28.5 HRB.

Proses temper dengan temperatur 200°C, 315°C, dan 500°C dengan waktu penahanan dan media pendingin yang sama dengan proses sebelumnya, menyebabkan material local content mengalami penurunan kekerasan berturut-turut sebesar 84.9%, 77.9%, dan 65.9% dari kondisi awal. Sedangkan apabila dibandingkan dengan nilai kekerasan hasil proses annealing, maka terjadi penurunan nilai kekerasan sebesar 12%, 18.6%, dan 30.6%. Proses temper dengan temperatur 400°C dengan waktu penahanan dan media pendingin yang sama dengan proses sebelumnya, menyebabkan peningkatan nilai kekerasan material local content 103.5% dari kondisi awal atau meningkat 7% dari proses annealing. Sedangkan proses temper dengan temperatur 650°C menyebabkan nilai kekerasan material local content meningkat 96.5% dari kondisi awal atau sama dengan hasil proses annealing.

Setelah dilakukan proses hardening pada temperatur 850°C dengan waktu penahanan 40 menit dan media pendingin air dingin, nilai kekerasan material local content meningkat 78.9% dari kondisi awal. Apabila dibandingkan dengan nilai kekerasan hasil proses annealing, maka nilai kekerasan akibat proses hardening ini lebih rendah 17.6%. Proses temper dengan temperatur 400°C, 500°C, dan 600°C dengan media pendingin dan waktu penahanan yang sama dengan proses hardening sebelumnya, menyebabkan nilai kekerasan material local content meningkat yaitu berturut-turut 69.5%, 69.5%, dan 68.4% dari kondisi awal.

Setelah dilakukan proses hardening pada temperatur 850°C dengan waktu penahanan 40 menit dan media pendingin udara, nilai kekerasan material local content meningkat 82.5% dari kondisi awal. Apabila dibandingkan dengan nilai kekerasan hasil proses annealing, maka nilai kekerasan menurun 14%. Sedangkan apabila dibandingkan

dengan nilai kekerasan hasil proses hardening dengan media pendingin air dingin, maka nilai kekerasan meningkat 3.6%. Proses temper dengan temperatur 400°C, 500°C, dan 600°C dengan media pendingin udara dan waktu penahanan yang sama dengan proses sebelumnya, menyebabkan nilai kekerasan material local content mengalami peningkatan yaitu berturut-turut 81.4%, 80.7%, dan 81.4% dari kondisi awal.

Proses hardening pada temperatur 850°C dengan waktu penahanan 40 menit dan media pendingin oli, menyebabkan nilai kekerasan material local content meningkat 85.9% dari kondisi awal. Apabila dibandingkan dengan nilai kekerasan hasil proses annealing, maka nilai kekerasan menurun 10.6%. Sedangkan apabila dibandingkan dengan nilai kekerasan hasil proses hardening dengan media pendingin udara, maka nilai kekerasan meningkat 3.4%. Setelah proses temper dengan temperatur 400°C, 500°C, dan 600°C, maka nilai kekerasan material local content mengalami peningkatan berturut-turut 75.4%, 72.9%, dan 71.9% dari kondisi awal.

3. Uji XRD

Data hasil pengujian XRD yang dilakukan di Research Center ITS terhadap sampel uji diperoleh hasil seperti pada gambar 28 dan 29 di bawah ini.

Gambar 28 Grafik komposisi fasa material pipa elbow local content

Pada logam, terdapat dua macam komposisi yang menunjukkan kandungan logam tersebut yaitu komposisi unsur dan komposisi fasa. Berdasarkan hasil pengujian komposisi yang telah dilakukan dapat diketahui komposisi unsur sampel material pipa elbow local content sebagai berikut : Fe 80.10%, Cr 11.70%, Si 0.59%, Mn 0.09%, Ag 0.01%, Mo 1.39% dan P 0.01% (data terlampir). Sedangkan komposisi fasa yang terdapat pada material pipa elbow local content adalah sebagai berikut:

• Iron Chromium (Fe-Cr), terbentuk pada 2 theta 44.34 dengan Intensitas 100%.

• Cobalt Germanium Manganese (Co2GeMn), terbentuk pada 2 theta 64.85 dengan Intensitas 11.59%.

• Chromium (Cr), terbentuk pada 2 theta 82.04 dengan Intensitas 26.69% . 20 30 40 50 60 Awal Akhir N il a i K ek er a sa n ( H R C ) Pengukuran Material GE N879 Material local content (perlakuan E)

(8)

8 Fraksi volume masing-masing fasa ditentukan dengan persamaan berikut:

% Maka:

• Untuk fraksi volume Iron Chromium (Fe-Cr) adalah : 100

100 11.59 26.69100% 72.31%

• Untuk fraksi volume Cobalt Germanium Manganese (Co2GeMn) adalah :

11.59

100 11.59 26.69100% 8.38%

• Untuk fraksi volume Chromium (Cr) adalah : 26.69

100 11.59 26.69100% 19.31%

Berdasarkan hasil pengujian komposisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa material local content adalah termasuk baja stainless steel. Hal ini ditunjukkan oleh kandungan Cr yang terdapat pada material tersebut memenuhi syarat batas yang menyatakan suatu baja diklasifikasikan sebagai logam stainless yaitu memiliki kandungan Cr diatas 12%. Sedangkan kandungan Cr pada material local content ini adalah 11.70-19.31%.

Berikut ini adalah hasil uji komposisi fasa material pipa elbow GE N879 menggunakan XRD. Bila dibandingkan dengan grafik hasil pengujian komposisi fasa pipa elbow local content, grafik di bawah ini memiliki peak (puncak) lebih banyak. Ini menunjukkan kandungan unsur atau kandungan fasa pada material pipa elbow local content lebih murni daripada material pipa elbow GE N879.

Gambar 29 Grafik komposisi fasa material pipa elbow GE N879

Komposisi unsur material pipa elbow GE N879 sesuai dengan standard ASTM A234-51T. Berdasarkan standard tersebut, terdapat beberapa macam komposisi unsur tergantung dari pemakaian atau aplikasi dari logam tersebut. Pada penelitian ini material logam digunakan sebagai pipa elbow sehingga komposisi unsur dari material tersebut sesuai

dengan standard A105-51T, A206-51T, dan A158-51T. Data-data tersebut terdapat pada lampiran. Berdasarkan standard-standard tersebut, dapat diketahui bahwa material pipa elbow GE N879 adalah baja karbon rendah dengan komposisi karbon 0.11-0.27%C dan 4-6%Cr.

.

4. Interpretasi Hasil Analisa Data

Dari hasil analisa data yang telah dilakukan pada sub bab sebelumnya, selanjutnya dapat dilakukan interpretasi data terhadap masing-masing hasil pengujian.

Pengaruh Temperatur Pemanasan Terhadap

Struktur Mikro Material Akibat Proses Tempering

Dari hasil pengujian metalografi didapatkan struktur mikro untuk masing-masing sampel. Pada awal proses pengujian, sampel material local content memiliki butir lebih besar daripada material GE N879. Perbedaan struktur ini dapat disebabkan oleh dua hal yaitu komposisi material yang berbeda dan pemrosesan yang diberikan terhadap kedua sampel juga berbeda. Karena sesuai dengan konsep dasar IPTEK bahan bahwasannya pemrosesan pada suatu material akan mempengaruhi struktur material tersebut.

Setelah sampel material local content mengalami proses temper, perbedaan struktur mikro yang terjadi disebabkan karena pengaruh temperatur temper yang diberikan. Bila diperhatikan hasil foto struktur mikro pada temperatur temper 200°C, 315°C, 400°C, 500°C, dan 650°C membentuk suatu pola.

Pada proses temper dengan temperatur 200°C butir yang dihasilkan berukuran kecil. Pada temperatur temper 315°C dan 400°C, struktur mikro kembali memiliki butir yang lebih besar daripada saat temperatur temper 200°C. Sedangkan pada saat proses temper dengan temperatur 500°C, sampel memiliki ukuran butir yang relatif kecil. Dan pada proses temper dengan temperatur 650°C , ukuran butir kembali membesar. Pada temperatur 500°C tersebut ditemukan ketidaksesuaian pola dengan struktur mikro yang lainnya.

Setelah dilakukan pengujian secara mekanik, ternyata juga didapatkan adanya ketidaksesuaian nilai kekerasan pada temperatur temper 500°C tersebut.

Perbedaan media pendinginan juga berpengaruh terhadap struktur mikro yang terbentuk. Dari hasil uji metalografi diperoleh struktur mikro untuk sampel dengan media pendinginan udara memiliki butir yang lebih besar daripada air dingin dan oli. Semakin lambat laju pendinginan, maka struktur mikro yang dihasilkan memiliki butir yang lebih besar. Media udara merupakan laju pendinginan yang paling lambat dibandingkan air dingin dan oli. Pada laju pendinginan yang paling cepat yaitu pada media air dingin, struktur mikro yang dihasilkan memiliki butir yang halus dan kecil. Begitu pula dengan media pendinginan oli, dihasilkan struktur mikro yang hampir sama dengan media air dingin. Perbedaan ukuran butir tersebut disebabkan oleh kemampuan butir untuk tumbuh. Foto struktur mikro yang dihasilkan kurang jelas karena mikroskop yang digunakan pada eksperimen yang kedua ini memiliki keterbatasan pembesaran.

(9)

9

Pengaruh Temperatur Pemanasan Terhadap Nilai

Kekerasan Material Akibat Tempering

Berdasarkan data-data pengukuran nilai kekerasan yang telah diperoleh, secara garis besar sampel tidak mengalami penurunan nilai kekerasan yang sempurna akibat proses temper yang diberikan. Secara umum peningkatan temperatur temper akan menyebabkan penurunan nilai kekerasan. Tetapi hal ini tidak dapat dibuktikan pada hasil penelitian ini.

Pada penelitian ini penurunan nilai kekerasan material local content yang paling mendekati nilai kekerasan material GE N879 terjadi pada saat material local content diberikan perlakuan hardening pada temperatur 850°C dan tempering dengan temperatur temper 600°C dengan media pendinginan berupa udara. Hal itu ditunjukkan dengan nilai beda (delta) yang merepresentasikan beda antara nilai pengukuran awal dan pengukuran akhir. Dimana nilai beda (delta) yang diperoleh adalah 23.2 HRB. Sedangkan nilai beda material GE N879 yaitu 23 HRB. Sedangkan hasil pengukuran nilai kekerasan material local content yang memiliki perbedaan paling jauh dengan nilai kekerasan material GE N879 adalah akibat perlakuan annealing dengan temperatur 723°C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 500°C.

Berdasarkan urutan laju media pendingin dari yang paling cepat ke media pendingin paling lambat yaitu air dingin, oli, dan air, maka diperoleh suatu hubungan yang menunjukkan semakin cepat laju pendinginan maka nilai kekerasan material local content semakin kecil, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian dengan teori yang ada yang menyebutkan bahwa apabila laju pendinginan semakin cepat maka struktur material memiliki butir yang semakin kecil sehingga nilai kekerasan semakin tinggi, dan begitu pula sebaliknya.

Ketidaksesuaian hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah karena baja yang digunakan sebagai sampel adalah berupa baja stainless steel yang merupakan baja paduan. Pada baja stainless steel, jumlah austenit sisa yang dimiliki mencapai lebih dari 5-30°. Hal ini berbeda dengan baja-baja karbon yang memiliki jumlah austenit sisa lebih sedikit. Adanya fasa austenit yang lebih besar inilah yang berdampak pada peningkatan nilai kekerasan.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian mengenai perekayasaan sifat mekanik material local content maka disimpulkan bahwa :

Material pipa elbow local content dan material pipa elbow GE N879 memiliki beda sifat kekerasan relatif sama terhadap sejumlah proses perlakuan panas. • Beda kekerasan material pipa elbow GE N879 sebelum

dan sesudah perlakuan panas adalah 23.2 HRB,

sedangkan beda kekerasan material pipa elbow local content sebelum dan sesudah perlakuan panas adalah antara 19.5-29.5 HRB.

• Pola sifat kekerasan material local content yang paling sesuai dengan pola sifat kekerasan material GE N879 diperoleh akibat proses hardening dengan temperatur 850°C dilanjutkan proses temper dengan temperatur 400°C dan 600°C dengan media pendinginan berupa udara.

Pola yang tidak sesuai diperoleh akibat proses annealing dengan temperatur 723°C dilanjutkan proses temper dengan temperatur 500°C.

2. Saran

Saran yang dapat disampaikan untuk penelitian selanjutnya adalah perekayasaan sifat mekanik suatu material tidak akan mendapatkan hasil yang sama persis dengan material asli karena struktur material tidak akan sama akibat perbedaan pemrosesan yang dilakukan terhadap material. Tetapi dapat didekati melalui komposisi material. Sehingga bila akan dilakukan penelitian selanjutnya mengenai perekayasaan material sebaiknya digunakan material yang memiliki komposisi yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Saptono, Rahmat, Pengetahuan Bahan, Departemen Metalurgi dan Material FTUI,2008.

[2] Hoyt, Samuel L, ASME Handbook Metal Properties, McGraw-Hill Book Company.Inc,1954.

[3] Novyanto, Okasatria, Mengenal Perlakuan Panas (Heat Treatment) pada Baja, 2008.

[4] Gruslesky, JE, Closset, B,M, The Treatment of Alluminium-Silicon Alloy, P,15,1990

[5] Haryadi, Gunawan Dwi, Pengaruh Suhu Tempering terhadap Kekerasan Struktur Mikro dan Kekuatan Tarik pada Baja K-460, Universitas Diponegoro Semarang, 2005.

[6] G.F Kinney, Engineering Properties and Applications of Plastics. P.202. Copyright © 1957 by John Wiley & Sons. New York. Reprinted by permission of John Willey & Sons. Inc

[7] Susanto, Edwin Setiawan, Pengaruh Proses Perlakuan Panas terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro Baja AISI 310 S, Jurusan Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

[8] www.scintag.com

[9] Smith, W.F,1990, “Principles of Materials Science and Engineering”, 2nd, Singapore, McGraw-Hill.

[10] Van Vlack, L.H, 1982, “Material For Engineering”, USA, Addison-Wesley Publishing Company, Inc.

(10)

10 Nama : Nur Khasanah

TTL : Gresik, 15 Februari 1989 Alamat : Hendrosari VII/3 Gresik Email : shana_tfits@yahoo.com Pendidikan :

SDN Hendrosari (1994-2000) SLTPN 14 Surabaya(2000-2003) SMUN 11 Surabaya (2003-2006) S-1 Teknik Fisika (2006-sekarang)

Gambar

Gambar 1 Skema konsep dasar IPTEK bahan
Tabel 1 Rancangan Eksperimen (Randomized Control Group  Pretest-Posttest Design)  Kelompok  sampel  Pengukuran  awal  Perlakuan  Pengukuran akhir  Sampel  eksperimen  (material  pipa elbow  local)  Nilai  kekerasan, struktur  mikro, dan komposisi  Perlakuan panas (A-R)  Nilai  kekerasan  dan struktur mikro  Sampel  kontrol  (material  pipa elbow  GE N879)  Kekerasan, struktur mikro, dan komposisi  Perlakuan panas A  Nilai  kekerasan  dan struktur mikro  Keterangan :
Gambar 3 Flowchart penelitian
Gambar 25 Grafik hubungan antara nilai kekerasan  pengukuran awal dan pengukuran akhir
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi pem- bangunan pertanian di era otonomi Desa di Dusun Karya Harapan Mukti Kecamatan Pelepat Ilir Kabupaten Bungo meliputi 2

Secara umum peningkatan produksi suatu usahatani dapat merupakan indikator keberhasilan dari usahatani yang bersangkutan, namun demikian tingginya produksi suatu

Perancangan dalam penelitian ini terdiri dari panel sel surya, solar charger, aki 12V, driver pompa, driver motor, sensor cahaya, sensor suhu, sensor tegangan, sensor

Struktur paru merupakan tempat yang paling sering terjadi metastasis pada pasien dengan penyakit keganasan, dan biasanya rongga thoraks merupakan tempat utama

Banyak orang menduga awal kejadian itu adalah karena anak buah Asano tidak membayar gaji atau upah yang cukup ketika Asano belajar pada pangeran Kira mengajarkan hal yang salah,

 Angka Tetap (ATAP) tahun 2013 komoditas palawija seperti jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar mengalami penurunan produksi dibandingkan ATAP tahun

Berdasarkan hasil analisis data mengenai tingkat Keharmonisan Keluarga pada siswa MA Manbaul Ulum diketahui bahwa tingkat Keharmonisan Keluarga pada seluruh siswa