• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG SKRIPSI RIVA TAZKIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG SKRIPSI RIVA TAZKIA"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI

FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN

UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG

SKRIPSI RIVA TAZKIA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

RIVA TAZKIA. D14104053. 2008. Pola dan Pendugaan Sifat Pertumbuhan Sapi Friesian-Holstein Betina Berdasarkan Ukuran Tubuh di KPSBU Lembang. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Anneke Anggraeni, M. Si. Ph. D.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola dan kurva pendugaan sifat pertumbuhan sapi Friesian-Holstein (FH) berdasarkan ukuran-ukuran tubuh di KPSBU Lembang. Penelitian dilakukan di wilayah kerja KPSBU Lembang Bagian Timur selama dua bulan mulai dari bulan Juli sampai Agustus 2007. Ternak yang digunakan adalah sapi Friesian-Holstein betina sebanyak 324 ekor, terdiri atas 62 ekor pedet, 33 ekor dara dan 229 ekor sapi dewasa. Parameter yang diamati adalah lingkar dada, dalam dada, lebar dada, tinggi pundak, panjang badan dan bobot badan.

Data dianalisis menjadi rataan, simpangan baku, koefisien keragaman dan nilai minimum-maksimum. Pertumbuhan sapi FH yang diakibatkan oleh perubahan ukuran-ukuran tubuh dipelajari menggunakan persamaan allometri Y = a Xb. Pola pertumbuhan diestimasi menggunakan persamaan non-linier model Gompertz Y = A exp(-Be-kt) dan Von Bertalanffy Y = A ( 1-Be-kt)3 dengan prosedur marquardt.

Hasil yang diperoleh secara umum menunjukan bahwa pola pertumbuhan sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur berbentuk sigmoid. Pertumbuhannya meningkat cepat sampai umur 20-25 bulan. Pertumbuhan masih terjadi sampai umur 30-40 bulan, tetapi pada rentang umur tersebut pertumbuhan sudah mulai melambat dan hampir konstan. Pertumbuhan sapi FH relatif konstan umur 40-50 bulan. Hasil persamaan allometri menunjukan bahwa semua ukuran tubuh yang diamati memiliki koefisien pertumbuhan kurang dari satu (b<1), nilai ini menunjukan bahwa semua ukuran tubuh mengalami pertumbuhan cepat atau masak dini. Meskipun demikian ukuran tubuh tidak tumbuh secara bersamaan, laju pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh secara berurutan dimulai dari yang paling tinggi adalah lebar dada, dalam dada ,lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak. Model Gompertz meduga kondisi ukuran-ukuran tubuh saat dewasa tubuh (A) lebih rendah dengan tingkat laju pertumbuhan (k) yang lebih cepat dibandingkan model Von Bertalanffy. Hasil analisis statistik berdasarkan Jumlah iterasi, korelasi negatif dan standar error membuktikan bahwa model Von Bertalanffy lebih mudah digunakan pada sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur.

Kata-kata kunci : sapi FH betina, pertumbuhan, model Gompertz, model Von Bertalanffy

(3)

ABSTRACT

Growth Pattern and Estimation of Growth Traits of Friesian-Holstein Females Based on Body Measurements in The East Regions of KPSBU Lembang

Tazkia, R., C. Sumantri, A. Anggraeni.

The objectives of this research were to observe growth pattern and growth curve based on various body measurements of HF in from east part of KPSBU Lembang, during 2 month from July to August 2007. This research used 324 females, consisting 62 calves, 33 heifers and 229 cows. Parameters observed were heart girth, chest depth, chest width, shoulder height, body length and body weight. Growth patterns caused by the changing body measurements were observed using allometri equation Y= axb by Huxley method. Growth curves were estimated by non-linier models equation of Gompertz Y=Aexp(-Be-kt) and Von Bertalanffy Y=A(1-Be-kt)3 . The results showed that growth patterns of HF generaly formed a sigmoid pattern, with its rapid growth rate from 20 to 25 months of the ages, but its getting slower growth rate was from 30 to 40 months of the ages. The allometri equation showed that all body measurements had growth coefficient less than 1 (b<1). Indicating that they were mature at an early stage. Gompertz model resulted the body size at mature (A) was slower while the growth rate (k). Was faster compared to those two values from Von Bertalanffy. Based on the iteration and negatif correlation values showed that Gompertz model had a little higher value than those of Von Bertalanffy model. This was supported by the standard error of the k parameter of Gompertz model. Possesing higher value than those of Von Bertalanffy. The three statistic result proved that Von Bertalanffy model is easier to be applied to estimation the growth curve of HF females at KPSBU Lembang.

Keywords: Holstein-Friesian females, growth, Gompertz model, Von Bertalanffy model.

(4)

POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI

FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN

UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG

RIVA TAZKIA D14104053

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(5)

POLA DAN PENDUGAAN SIFAT PERTUMBUHAN SAPI

FRIESIAN-HOLSTEIN BETINA BERDASARKAN

UKURAN TUBUH DI KPSBU LEMBANG

Oleh : RIVA TAZKIA

D14104053

Skripsi ini belum disetujui dan belum disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan

Pembimbing Utama Pembimbing anggota

Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc Ir. Anneke Anggraeni, M. Si. Ph. D. NIP. 131 624 187 NIP . 080 124 356

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Februari 1986 di Subang, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Awaludin dan Ibu Edah Jubaedah.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Karang Sari, Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SMPN 1 Binong dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMAN 1 Subang.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Tingkat Persiapan Bersama, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan, Himpunan Profesi Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Guru Freelance (GF) Bintang Pelajar Bogor.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT, Rabb yang tidak pernah lengah terhadap doa hamba-Nya, Rabb yang telah memberikan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi yang berjudul Pola dan Kurva Pendugaan Sifat Pertumbuhan Sapi Friesian-Holstein Betina Berdasarkan Ukuran Tubuh di KPSBU Lembang. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rassulullah SAW, manusia yang kesempurnaan akhlaknya telah menjadi teladan bagi semua orang dan penulis dalam menghadapi segala problema selama perjalanan penelitian dan penyelesaian tugas akhir.

Pada dasarnya skripsi ini dibuat untuk menyelesaikan tugas akhir dan memperoleh gelar Sarjana. Penulis berharap semoga tulisan ini akan bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya dan dapat dijadikan panduan bagi yang membutuhkannya.

Bogor, April 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... ii

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Peternakan Sapi Perah di Indonesia... 3

Sapi Friesian-Holstein... 4

Pertumbuhan ... 5

Kurva Pertumbuhan ... 8

METODE... 10

Lokasi dan Waktu ... 10

Materi... 10

Prosedur ... 10

Analisis Data... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Rataan Ukuran-ukuran Tubuh dan Bobot Badan Sapi Friesian-Holstein 14 Pembandingan Rataan Ukuran-ukuran Tubuh dan Bobot Badan Sapi Friesian-Holstein... 22

Tumbuh Kembang Tubuh Sapi Friesian-Holstein ... 25

Kurva Pertumbuhan Sapi Friesian-Holstein ... 28

Pembandingan Model Matematik dari Tingkat Kemudahan ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

Kesimpulan ... 40

Saran ... 41

UCAPAN TERIMA KASIH ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah TPS dan Jumlah Ternak yang Diukur Selama Penelitian ... 11

2. Rataan, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman, Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Ukuran-ukuran Tubuh dan Bobot Badan Umur 1 sampai 12 Bulan dari Sapi Friesian-Holstein ... 14

3. Rataan, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman, Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Ukuran-ukuran Tubuh dan Bobot Badan Umur 13 sampai 48 Bulan dari Sapi Friesian-Holstein ... 15

4. Rataan, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman, Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Ukuran-ukuran Tubuh dan Bobot Badan Umur 49 sampai 104 Bulan dari Sapi Friesian-Holstein ... 17

5. Rataan Ukuran-ukuran Tubuh dan Bobot Badan Setiap Interval 6 Bulan ... 22

6. Konstanta dan Koefisien Pertumbuhan dari Persamaan Log Y = Log a + b Log X ... 26

7. Nilai Dugaan Parameter A, B dan k dari Setiap Model Matematik ... 28

8. Model Persamaan Matematik Sapi Friesian-Holstein ... 29

9. Jumlah Iterasi Ukuran-ukuran Tubuh dari Setiap Model Matematik ... 36

10. Nilai Korelasi Antar Parameter Pertumbuhan dari Setiap Model Matematik ... 38

11. Standar Error Antar Parameter Pertumbuhan untuk Setiap Model Matematik... 39

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pola Kurva Pertumbuhan Ternak... 5

2. Pengukuran Ukuran-ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein... 12

3. Plot Data Ukuran-ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein... 20

4. Plot Data Bobot Badan Sapi Friesian-Holstein... 20

5. Plot Data Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein... 21

6. Plot Data Rataan Bobot Badan Sapi Friesian-Holstein ... 21

7. Perbandingan Ukuran Bobot Badan antar Lokasi ... 23

8. Perbandingan Ukuran Tinggi Pundak antar Lokasi ... 23

9. Perbandingan Ukuran Dalam Dada antar Lokasi ... 23

10. Perbandingan Ukuran Panjang Badan antar Lokasi ... 23

11. Perbandingan Ukuran Lingkar Dada antar Lokasi ... 24

12. Perbandingan Ukuran-ukuran Tubuh antar Lokasi... 24

13. Perbandingan Bobot Badan ... 25

14. Perbandingan Tinggi Pundak... 25

15. Plot Data Allometrik Ukuran-ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein ... 26

16. Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Sapi Friesian-Holstein Model Gompertz ... 30

17. Kurva Pertumbuhan Ukuran-ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein Model Gompertz ... 30

18. Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Sapi Friesian-Holstein Model Von Bertalanffy ... 30

19. Kurva Pertumbuhan Ukuran-ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein Model Von Bertalanffy ... 30

20. Turunan Pertama Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Sapi Friesian- Holstein Model Gompertz ... 31

21. Turunan Pertama Kurva Pertumbuhan Ukuran-ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein Model Gompertz ... 31

22. Turunan Pertama Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Sapi Friesian- Holstein Model Von Bertalanfyy... 32

23. Turunan Pertama Kurva Pertumbuhan Ukuran-ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein Model Von Bertalanffy ... 32

24. Turunan Kedua Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Sapi Friesian- Holstein Model Gompertz ... 33

(11)

25. Turunan Kedua Kurva Pertumbuhan Ukuran-ukuran Tubuh

Sapi Friesian-Holstein Model Gompertz ... 34 26. Turunan Kedua Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Sapi Friesian-

Holstein Model Von Bertalanffy ... 34 27. Turunan Kedua Kurva Pertumbuhan Ukuran-ukuran Tubuh

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Hasil Analisis Allometrik Huxley Lingkar Dada Terhadap

Bobot Badan dari Persamaan Log Y = Log a + b Log X ... 46 2. Hasil Analisis Allometrik Huxley Lebar Dada Terhadap

Bobot Badan dari Persamaan Log Y = Log a + b Log X ... 47 3. Hasil Analisis Allometrik Huxley Dalam Dada Terhadap

Bobot Badan dari Persamaan Log Y = Log a + b Log X ... 48 4. Hasil Analisis Allometrik Huxley Panjang Badan Terhadap

Bobot Badan dari Persamaan Log Y = Log a + b Log X ... 49 5. Hasil Analisis Allometrik Huxley Tinggi Pundak Terhadap

Bobot Badan dari Persamaan Log Y = Log a + b Log X ... 50 6. Program Untuk Analisis Data Kurva Pertumbuhan Model Gompertz

melalui Program Proc NLIN SAS ... 51 7. Program Untuk Analisis Data Kurva Pertumbuhan Model

Von Bertalanffy melalui Program Proc NLIN SAS ... 52 8. Jenis dan Komposisi Nutrisi dari Bahan Pakan Sapi FH

di KPSBU Lembang ... 53

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia dikembangkan sebagai upaya meningkatkan gizi masyarakat melalui konsumsi susu. Usaha peternakan sapi perah rakyat bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan untuk memenuhi kebutuhan susu domestik yang terus meningkat. Permintaan susu domestik yang terus meningkat dapat dilihat dari pertambahan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi susu di masyarakat. Keadaan ini secara langsung akan berpengaruh terhadap kebutuhan dan permintaan susu nasional.

Kebutuhan susu olahan di Indonesia sebesar 5 kg/kapita/tahun, tetapi baru terpenuhi dari dalam negeri sekitar 32%, sisanya 68% harus di impor dari luar negeri (Sudono et al., 2003). Pada dasarnya terjadi kesenjangan yang cukup besar antara persediaan dan permintaan susu di Indonesia. Kebutuhan atau permintaan jauh lebih besar daripada ketersediaan susu yang ada. Berdasarkan kondisi tersebut, peranan usaha sapi perah untuk menghasilkan susu segar sangat prospektif. Oleh karena itu, usaha peternakan sapi perah sebagai penghasil susu perlu ditingkatkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Kebutuhan susu Indonesia akan terpenuhi apabila jumlah populasi sapi perah mencukupi dengan produktivitas yang tinggi. Produktivitas yang tinggi salah satunya ditentukan oleh pertumbuhan yang baik, karena pertumbuhan dapat dijadikan sebagai parameter pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan. Selain itu, dipergunakan untuk mengetahui kesesuaian umur dengan bobot badan, seperti untuk mengetahui dewasa kelamin dan dewasa tubuh yang akan berpengaruh terhadap produksi susu dan lamanya sapi berproduksi. Pertumbuhan berkaitan dengan usaha untuk meningkatkan keuntungan dan keefisienan beternak, karena pertumbuhan mempunyai arti ekonomi dalam penampilan produksi sapi perah.

Pertumbuhan ternak dapat diduga dengan memperhatikan penampilan fisik dan bobot hidupnya. Pertumbuhan ternak adalah hasil dari proses yang berkesinambungan dalam seluruh hidup ternak tersebut, dimana setiap komponen tubuh mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda. Fenomena pertumbuhan ini, salah satunya dapat dilihat dari tulang yang merupakan komponen

(14)

tubuh yang mengalami pertumbuhan paling dini. Pada hewan hidup, pertumbuhan tulang dapat dilihat dari perubahan ukuran-ukuran tubuh.

Perumusan Masalah

Pertumbuhan merupakan pertambahan massa tubuh persatuan waktu yang dapat diukur dengan bobot badan dan pertambahan bobot badan. Pengukuran bobot badan dan pertambahan bobot badan sangat umum dilakukan untuk kegiatan penelitian, tetapi kurang praktis dilakukan dilapangan, karena pertimbangan teknis kesulitan dalam penimbangan.

Pertumbuhan dapat pula diartikan sebagai perubahan bentuk dan komposisi tubuh hewan sebagai akibat adanya kecepatan pertumbuhan relatif yang berbeda antara berbagai ukuran tubuh. Dengan demikian, pola pertumbuhan ternak dapat diduga atas dasar pengukuran ukuran-ukuran tubuh yang erat kaitannya dengan pertumbuhan kerangka tubuh ternak.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola dan kurva pendugaan sifat pertumbuhan sapi Friesian-Holstein (FH) berdasarkan ukuran-ukuran tubuh di KPSBU Lembang. Diharapkan akan diperoleh kurva sigmoid beserta titik infleksi dan titik maksimum pertumbuhan, sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan atau dasar rekomendasi untuk menentukan sapi-sapi betina dengan pertumbuhan dan bobot badan yang baik, yang dapat digunakan sebagai ternak pengganti (replacement stock) bagi peternak dan koperasi dalam memajukan peternakan sapi FH di KPSBU Lembang.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Peternakan Sapi Perah di Indonesia

Perkembangan peternakan sapi perah di Indonesia dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode pemerintahan Hindia Belanda (akhir abad ke-19 sampai 1940) dan periode pemerintahan Indonesia (1950 sampai sekarang). Periode pemerintahan Jepang dan revolusi kemerdekaan Indonesia berada diantara periode Hindia Belanda dan pemerintahan Indonesia, tetapi pada kedua periode tersebut tidak ada perkembangan melainkan sebaliknya, yakni terjadi kerusakan atau kehancuran di sektor peternakan (Sudono et al., 2003).

Pada periode Pemerintahan Hindia Belanda, peternakan sapi perah umumnya berbentuk perusahaan susu yang memelihara sapi-sapi perah dan menghasilkan susu yang kemudian dijual kepada konsumen. Konsumen susu umumnya orang-orang Eropa dan orang asing lainnya, orang Indonesia (pribumi) tidak menyukai susu dan kondisi ekonomi tidak memungkinkan pribumi untuk membelinya (Sudono et al., 2003). Petani pribumi hanya menerima titipan sapi perah kering dari perusahaan-perusahaan untuk dipelihara sampai sapi beranak. Setelah sapi beranak sapi induk dan sapi dewasa dikirimkan kembali ke perusahaan, sebagai imbalan petani mendapat hadiah berupa anak sapi jantan. Peternak yang menerima titipan tidak melakukan usaha pemerahan, karena masih berlaku peraturan persusuan yang ketat, bahwa yang dapat melakukan pemerahan sapi dan penjualan susu hanyalah perusahaan susu (Sudono, 1999). Sudono et al., (2003) menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan yang ada pada waktu itu dimiliki oleh orang-orang Eropa, Cina, Arab dan India.

Periode pemerintahan Indonesia mulai muncul peternak sapi perah yang memelihara sapi perah antara 2-3 ekor per peternak. Sapi-sapi perah tersebut berasal dari perusahaan-perusahaan susu yang telah mengalami kehancuran pada masa pemerintahan penjajahan Jepang dan Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Peternak umumnya para petani di daerah dataran tinggi, diantaranya Jawa Barat (Pangalengan dan Lembang), Jawa Tengah (Boyolali) dan Jawa Timur (Pujon dan Nongkojajar) yang memelihara sapi perah dengan tujuan utama untuk mendapatkan pupuk kandang, sedangkan susu hanya tujuan kedua (Sudono, 1999).

(16)

Sapi Friesian-Holstein

Sapi Fries Holland berasal dari propinsi Belanda Utara dan propinsi Friesland Barat. Beberapa bangsa sapi perah yang dikenal di Amerika Serikat antara lain Friesian-Holstein (FH) dan Holstein, sedangkan di Eropa lebih dikenal Friesian. Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan dengan sapi perah lainnya, disamping itu kadar lemak susunya rendah. Sebagai gambaran, produksi susu sapi FH di Amerika Serikat rata-rata 7.245 kg/lkt dengan kadar lemak 3,65%. Indonesia rata-rata produksi susu 10 ltr/ekor/hari atau kurang lebih 3.050 kg/lkt (Sudono et al., 2003).

Tyler and Ensminger (2006) menjelaskan bahwa Taksonomi dari sapi Friesian-Holstein adalah : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Mamalia Order : artiodactyla Family : Bovidae Spesies : Bos taurus

Sapi FH tidak berwarna hitam seluruhnya atau putih seluruhnya dan tidak mempunyai warna lain selain hitam putih, ujung ekor sapi FH harus berwarna putih, sapi FH tidak mempunyai cacat warna berupa suatu lingkaran penuh yang berwarna hitam yang melingkari kakinya dimana lingkaran tersebut menyentuh kukunya dan ada bercak hitam pada salah satu kakinya yang memanjang mulai dari kukunya keatas sampai melampaui persendian lutut (SNI 01-2735-1992). Sudono et al., (2003). menjelaskan bahwa ciri-ciri bulu sapi FH murni pada umumnya berwarna hitam dan putih, kadang-kadang merah dan putih dengan batas-batas warna yang jelas. Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1984) ciri-ciri sapi FH dapat dilihat dari warna putih dengan belang hitam, dapat juga hitam dengan belang putih sampai warna hitam. Ekor harus putih, warna hitam tidak di perkenankan pada ekor. Daerah bawah persendian siku dan lutut berwarna putih, warna hitam pada kaki mulai dari paha sampai ke kuku diperbolehkan.

(17)

Pertumbuhan

Pengertian Pertumbuhan

Gambar 1. Pola Kurva Pertumbuhan Ternak Sumber : Forres et al., 1975

Gambar 1 menunjukan kurva pertumbuhan ternak dari lahir sampai dewasa tubuh dengan sumbu x menunjukkan umur dan sumbu y menunjukkan bobot badan. Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran-ukuran tubuh sesuai dengan umur dan dapat dilukiskan sebagai garis atau gambaran kurva sigmoid. Kurva pertumbuhan sigmoid (Gambar 1) mencerminkan pertumbuhan ternak dari awal dilahirkan, kemudian fase percepatan sampai mencapai titik infleksi, selanjutnya ternak mencapai dewasa tubuh dan pada fase ini sudah mulai terjadi fase perlambatan sampai pertumbuhannya tetap. Titik infleksi (titik peralihan) merupakan fase penting yang mengindikasikan beberapa hal, yaitu : 1) umur pada saat pubertas (dewasa kelamin); 2) pertumbuhan maksimal dari ternak; dan 3) titik terendah dalam mortalitas.

Soeparno (1994) istilah pertumbuhan mempunyai banyak definisi. Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linier dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ. Pertumbuhan seekor ternak merupakan kumpulan dari pertumbuhan bagian-bagian komponennya. Pertumbuhan komponen-komponen tersebut berlangsung dengan laju

(18)

yang berbeda, sehingga perubahan ukuran komponen menghasilkan diferensiasi atau pembedaan karakteristik individual sel dan organ.

Anggorodi (1979) pertumbuhan murni dapat diartikan pertambahan dalam bentuk dan berat dari jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak), dan alat-alat tubuh. Pertumbuhan murni dari sudut kimiawi adalah suatu penambahan jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh. Penambahan berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni. Selanjutnya dijelaskan Anggorodi (1979) pertumbuhan terjadi dengan dua cara yaitu: hyperplasia dan hypertrophy. Hyperplasia adalah pertumbuhan yang diakibatkan oleh penambahan jumlah sel, sedangkan hypertrophy pertumbuhan yang terjadi akibat penambahan ukuran sel. Kedua proses tersebut terjadi pada semua sel pada fase embrio, sedangkan pada individu dewasa dapat ditemui tiga macam sel yang hanya mengalami hypertrophy, yaitu : sel permanen yang terdapat di urat syaraf, sel tersebut merupakan sel pada sebagian besar alat-alat tubuh; dan sel labil, terdiri atas jaringan-jaringan epitel dan epidermis.

Pertumbuhan pada ternak mamalia dapat dibagi dalam dua periode utama yaitu prenatal dan postnatal. Pertumbuhan prenatal merupakan periode pertumbuhan yang berlangsung antara waktu ovum dibuahi sampai dilahirkan, sedangkan periode pertumbuhan postnatal terjadi setelah ternak dilahirkan. Pertumbuhan periode postnatal biasanya mulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan-lahan kembali atau sama sekali berhenti. Pola tersebut menghasilkan kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid (Anggorodi, 1979). Soeparno (1994) menjelaskan bahwa pertumbuhan dan perkembangan prenatal dapat dibedakan menjadi tiga periode, merupakan proses berkesinambungan, yaitu periode ovum, embrio dan fetus. Sedangkan pertumbuhan postnatal dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode pertumbuhan sebelum penyapihan dan setelah penyapihan.

Menurut Berg dan Butterfield (1976) pertumbuhan mempunyai dua aspek. Pertama adalah pertumbuhan yang diukur sebagai perkembangan bobot badan persatuan waktu, kedua adalah perkembangan yang merupakan perubahan komposisi tubuh sebagai hasil pertumbuhan diferensial dari komponen-komponen tubuh.

(19)

Natasasmita (1990) menjelaskan bahwa dalam proses pertumbuhan biasanya ada dua aspek yang menjadi pusat perhatian, sekalipun sesungguhnya kedua aspek tersebut berkaitan erat sekali. Aspek yang pertama adalah pertambahan massa tubuh persatuan waktu dan inilah yang disebut pertumbuhan. Aspek yang kedua adalah perubahan bentuk dan komposisi tubuh hewan sebagai akibat adanya kecepatan pertumbuhan relatif yang berbeda-beda antara berbagai komponen tubuh dan inilah yang dimaksud dengan perkembangan.

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

Menurut Forrest et al. (1975) Potensi pertumbuhan seekor ternak sangat dipengaruhi oleh faktor bangsa, jenis kelamin, pakan, lingkungan dan manajemen pemeliharaan. Perbedaan bangsa memberikan keragaman dalam kecepatan pertumbuhan dan komposisi tubuh. Suatu bangsa tertentu cenderung tumbuh dan berkembang dalam satu sifat yang khas dan menghasilkan karkas dengan sifat tersendiri yang merupakan sifat khas bangsanya. Sugeng (2002) menyatakan, pada periode pertumbuhan setelah sapih, maka laju pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi dan pola pertumbuhan dari masing-masing individu ternak. Potensi pertumbuhan dipengaruhi oleh bangsa dan jenis kelamin, sedangkan pola pertumbuhan tergantung sistem manajemen yang digunakan, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan ternak dan iklim.

Pakan. Kebutuhan sapi perah akan zat makanan terdiri atas kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan produksi. Kebutuhan hidup pokok diterjemahkan sebagai kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup. Seekor sapi yang memperoleh pakan hanya sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya, bobot sapi tersebut tidak akan naik, juga tidak akan turun, dan produksi susunya juga tidak ada. Jika sapi tersebut memperoleh pakan lebih dari kebutuhan hidup pokoknya, sebagian kelebihan pakannya akan dapat diubah menjadi bentuk-bentuk produksi. Misalnya, produksi air susu, pertumbuhan atau untuk produksi tenaga (Sutardi,1981).

Jenis Kelamin. Faktor jenis kelamin menyebabkan perbedaan pertumbuhan. Hormon sex berperan dalam perbedaan pertumbuhan tersebut. Sekresi androgen berhubungan langsung dengan pengaturan pertumbuhan, karena androgen dapat diklasifikasikan sebagai hormon pertumbuhan. Testosteron adalah androgen utama

(20)

yang dihasilkan dari testes. Sekresi testosteron dari testes menyebabkan jantan memperoleh total sekresi androgen lebih besar dan lebih cepat pertumbuhannya dari betina.

Iklim. Iklim tropis yang panas dan lembab merupakan dua faktor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi ternak. Keadaan iklim tropis yang panas dengan kelembaban yang tinggi akan berpengaruh terhadap tatalaksana pemeliharaan dan manajemen pemberian pakan.

Menurut Sutardi (1981) diantara bangsa sapi perah, sapi FH tergolong kedalam bangsa sapi yang paling rendah daya tahan panasnya. Jika jenis sapi perah murni (FH) yang berasal dari daerah beriklim sedang didatangkan ke daerah tropis, maka ternak tersebut akan menderita cekaman panas yang dapat diwujudkan dalam berbagai tingkah laku dan penampilannya. Cekaman panas ini akan mempengaruhi suhu tubuh dan metabolisme, yang selanjutnya dapat mengakibatkan terjadinya penimbunan panas dalam tubuh. Ternak akan berusaha mengeluarkan kelebihan panas tersebut melalui pernapasan, permukaan kulit dan lain-lain. Selanjutnya ternak akan mengurangi kegiatan makannya, sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Jika proses ini berlangsung terus, maka kebutuhan ternak akan zat-zat makanan tidak akan terpenuhi, hal tersebut dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan turunnya produksi (Ungerer,1985).

Kurva Pertumbuhan

Menurut Fitzhugh (1976) kurva pertumbuhan merupakan pencerminan kemampuan suatu individu atau populasi untuk mengaktualisasikan diri sekaligus sebagai ukuran akan berkembangnya bagian-bagian tubuh sampai mencapai ukuran maksimal (dewasa) pada kondisi lingkungan yang ada. Lingkungan tersebut dapat berupa level produksi individu, kuantitas dan kualitas pakan, lokasi dan lingkungan secara umum. Dijelaskan lebih jauh oleh Fitzhugh (1976) kurva pertumbuhan memiliki model yang bermacam-macam, diantaranya yang paling sederhana yaitu kurva regresi linier. Model tersebut mempunyai kelemahan yaitu adanya salah penafsiran seolah-olah pertumbuhan ternak linier dan positif. Model linier tidak mengenal laju pertumbuhan yang akan mulai berkurang setelah mengalami titik infleksi yang biasanya terjadi pada waktu pubertas. Kurva non linier kemudian diajukan sebagai model matematik yang menjelaskan hubungan pertumbuhan dengan

(21)

waktu untuk mengatasi permasalahan fenomena biologis yang mempunyai norma-norma tersendiri. Menurut Brown et al. (1976) model kurva non linier yang paling sering digunakan dalam studi pertumbuhan ternak diantaranya model Brody, Logistik, Gompertz, Von Bertalanffy dan Richards. Fitzhugh (1976) menjelaskan bahwa kurva pertumbuhan tersebut mempunyai kelebihan selain secara statistik mampu menduga bobot data lapangan secara akurat, parameter dari kurva pertumbuhan tersebut juga mempunyai arti biologis yang penting dalam menilai efisiensi ternak pedaging.

Model Gompertz dan Von Bertalanffy merupakan model yang sering digunakan dalam studi pertumbuhan ternak, dan mempunyai tiga parameter yaitu: A, B dan k. Parameter A adalah nilai yang mencerminkan atas adanya titik asimtot yang ditunjukan dari dugaan terhadap bobot dewasa tubuh. parameter B adalah nilai

konstanta integral dan parameter k adalah nilai rataan untuk mencapai kedewasan. Proses perhitungan kedua model tersebut relatif lebih mudah

dibandingkan model lainnya terutama model Richards. Meskipun demikian, model Richard mempunyai kemampuan yang baik dalam menjelaskan data lapangan secara akurat dan mempunyai kemampuan dalam menjelaskan waktu yang penting (titik infleksi) dari ternak yang lebih baik daripada model lainnya terutama Brody (Brown et al., 1976). Model Gompertz dan Von Bertalanffy telah banyak digunakan oleh peneliti untuk mengetahui pertumbuhan ternak diantaranya pada ternak domba oleh Subandriyo et al. (2000) dan Suparyanto et al. (2001) dan pada ternak sapi oleh Maharani et al. (2001).

(22)

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, mulai bulan Juli sampai Agustus 2007 di Bagian Timur Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang. KPSBU terletak di Kecamatan Lembang, 15 km sebelah utara kota Bandung. Wilayah kerja KPSBU dibagi menjadi tiga yaitu, KPSBU Lembang bagian Barat, Tengah dan Timur. Ketinggian wilayah kerja KPSBU mencapai ±1200 meter diatas permukaan laut, dengan kisaran suhu 15,6-16,8oC pada musim hujan dan 30,5-32,7 oC pada musim kemarau. Rataan suhu mencapai 15-18 oC dan kelembaban udara 65%. Curah hujan berkisar antara 1800-2500 mm per tahun.

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan adalah sapi Friesian-Holstein betina sebanyak 324 ekor, terdiri atas 62 ekor pedet betina (umur 0-8 bulan), 33 ekor dara (umur 8-24 bulan) dan 229 ekor sapi dewasa (umur lebih dari 24 bulan).

Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah alat tulis dan alat ukur, berupa tongkat ukur dan pita ukur yang mempunyai satuan terkecil 0.1 cm.

Prosedur

Pengambilan Data

KPSBU Lembang Bagian Timur terdiri dari 5 Tampat Pelayanan Koperasi (TPK) dan 136 Tempat Penampungan Susu (TPS), meliputi Cikawari 22 TPS, Gunung Putri 25 TPS, Cilumber 30 TPS, Cibedug 40 TPS dan Cibogo 19 TPS. Data dikumpulkan dari beberapa TPS dari semua TPK, setiap TPS jumlah sapi yang diukur sebanyak 20-25 ekor dengan perincian pada Tabel 1.

(23)

Tabel 1. Jumlah TPS dan Jumlah Ternak yang diukur Selama Penelitian Nama TPS Jumlah TPS 10% dari Jumlah TPS Jumlah Jernak Cikawari Gunung Putri Cilumber Cibedug Cibogo 22 25 30 40 19 2 3 3 4 2 47 ekor 64 ekor 70 ekor 55 ekor 88 ekor

Peubah yang diukur

1. Tinggi Pundak (TP), diukur dari titik tertinggi pundak (Os vertebra thoracalis) secara tegak hingga permukaan tanah dengan menggunakan tongkat ukur (cm). 2. Panjang badan (PB), diukur dari tepi tulang humerus sampai tulang duduk (tuber

ischii) dengan menggunakan tongkat ukur (cm).

3. Lingkar dada (LD), diukur dengan melingkarkan sekeliling rongga dada dibelakang sendi bahu (Os scapula), menggunakan pita ukur (cm).

4. Lebar dada (LeD), diukur dari jarak antara sendi bahu kiri dan kanan dengan menggunakan tongkat ukur (cm).

5. Dalam dada (DD), diukur dari titik tertinggi pundak (os vertebra thoracalis) sampai tulang dada (os sternum) bagian bawah belakang kaki depan dengan menggunakan tongkat ukur (cm).

6. Bobot badan (BB), diperoleh dari nilai konversi pita ukur NASCO dengan klasifikasi Gordas berdasarkan lingkar dada (kg).

(24)

Keterangan

PB : Panjang badan.

DD : Dalam dada. LD : Lebar dada.

TB : Tinggi Badan/Pundak.

(25)

Analisis Data

Data yang terkumpul dari ukuran-ukuran tubuh sapi FH pada setiap tingkat umur dianalisis menjadi rataan (x), simpangan baku (Sb), koefisien keragaman (KK) dan nilai maksimum-minimum. Pertumbuhan sapi Friesian-Holstein yang diakibatkan oleh perubahan ukuran-ukuran tubuh relatif terhadap pertumbuhan bobot badan dipelajari menggunakan regresi linier dengan mengikuti petunjuk Huxley. Persamaan allometri :

Y = a Xb

Pada analisisnya, persamaan tersebut ditransformasi kedalam persamaan logaritma : Log Y = Log a + b Log X

Keterangan :

Y : Ukuran-ukuran tubuh yang mengalami pertumbuhan.

X : Bobot badan.

a : Intersep.

b : Koefisien pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh (Y) relatif terhadap bobot badan.

Pola pertumbuhan diestimasi menggunakan persamaan non-linier model Gompertz dan Von Bertalanffy dengan prosedur marquardt, agar mudah dilihat perubahan nilai penduga pada setiap proses iterasi (Draper and Harry, 1992). Analisis menggunakan program SAS 6.12 Proc NLIN.

Persamaan dari masing-masing kurva adalah :

Model Von Bertalanffy : Y = A ( 1-Be-kt)3 Model Gompertz : Y = A exp(-Be-kt) Keterangan :

A : Ukuran tubuh dewasa (asimtot), yaitu pada nilai t mendekati tak terhingga. B : Parameter skala (nilai konstanta integral).

Exp : Logaritma dasar (2,718282).

k : Rataan laju pertumbuhan hingga ternak mencapai dewasa tubuh. Y : Ukuran tubuh ternak pada waktu t.

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rataan Ukuran-ukuran Tubuh dan Bobot Badan Sapi Friesian-Holstein

Hasil penelitian berupa rataan, simpangan baku, koefisien keragaman, nilai maksimum dan nilai minimum ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur pada berbagai kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 2, 3 dan 4.

Tabel 2. Rataan, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman, Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Ukuran-Ukuran Tubuh dan Bobot Badan umur 1 sampai 8 Bulan dari Sapi Friesian-Holstein

Umur (bulan) Jumlah (ekor) Nilai Statistik Lingkar dada --- Lebar dada --- Dalam dada -(cm)- Panjang badan --- Tinggi pundak --- Bobot badan (kg) 1-2 17 x 85,12 20,53 31,23 72,00 77,12 54,29 Sb 6,96 2,43 3,17 8,58 5,34 13,17 Kk 8,18 11,82 10,16 11,92 6,92 24,26 Min-mak 76-100 16-25 27-39 60-86 69-88 39-85 3-4 21 x 101,29 22,09 36,81 82,81 88,19 89,19 Sb 6,68 2,76 2,60 5,91 4,21 17,53 Kk 6,59 12,47 7,06 7,14 4,78 19,65 Min-mak 91-118 16-27 33-41 74-94 82-95 65-137 5-6 12 x 110,92 24,42 40,83 93,08 93,75 115,92 Sb 8,69 2,31 3,43 6,87 7,50 26,73 Kk 7,84 9,48 8,41 7,38 8,00 23,06 Min-mak 97-128 21-29 35-46 86-109 84-107 78-172 7-8 12 x 123,50 25,00 45,17 96,92 100,83 156,83 Sb 8,24 3.22 3,83 10,82 7,16 30,46 Kk 6,67 12,88 8,49 11,16 7,10 19,40 Min-mak 112-141 20-31 40-53 84-123 89-115 117-225 Keterangan :

x = rataan. Sb = simpangan baku. Kk = koefisien keragaman. Min-Mak = nilai minimum-maksimum.

Umur 1-8 bulan sapi masih digolongkan pedet, pada umur pedet pertumbuhan mulai memasuki fase percepatan, dimana pada fase ini sapi akan tumbuh dengan maksimal apabila didukung oleh pakan yang baik dan sesuai kebutuhan, lingkungan yang mendukung serta manajemen pemeliharaan yang baik. Pertumbuhan yang baik pada sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur ditunjukkan oleh Tabel 2 yang memperlihatkan pertambahan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan yang cukup tinggi setiap kenaikan umur satu bulan.

(27)

Pertumbuhan yang baik pada umur 1-8 bulan atau pada umur pedet ditunjukkan pula oleh hasil penelitian Maharani (2001) pada bobot badan sapi Brahman Cross di Sulawesi Selatan dengan interval satu bulan yaitu 37,44 ; 62,50; 86,20; 96,00; 103,62; 118,77; 151,18; 159,18; 166,75. Hal ini membuktikan bahwa pada umur pedet sapi akan tumbuh dengan optimal, oleh karena itu dibutuhkan penanganan yang baik dan benar, karena pedet sangat rentan terhadap penyakit dan kematian terutama pedet yang baru lahir (Sudono et al., 2003).

Tabel 3. Rataan, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman, Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Ukuran-Ukuran Tubuh dan Bobot Badan umur 9 sampai 24 Bulan dari Sapi Friesian-Holstein

Umur (bulan) Jumlah (ekor) Nilai Statistik Lingkar dada --- Lebar dada --- Dalam dada -(cm)- Panjang badan --- Tinggi pundak --- Bobot badan (kg) 9-10 3 x 129,67 30,33 49,67 106,33 107 179,70 Sb 9,07 5,86 5,13 3,79 5,57 34,7 Kk 7,00 19,32 10,33 3,56 5,20 19,32 Min-mak 120-138 26-37 44-54 102-109 101-102 143-212 11-12 14 x 134,71 30,29 52,43 109,36 109.29 202,30 Sb 12,78 3,15 4,36 7,82 5.38 48,90 Kk 9,49 10,40 8,32 7,15 4,93 24,16 Min-mak 102-153 26-36 42-60 97-125 100-119 190-282 13-14 3 x 145,33 31,67 52,67 120,67 116,33 247,30 Sb 12,66 4,16 4,51 14,15 8,39 58,50 Kk 8,71 13,15 8,56 11,73 7,21 23,65 Min-mak 134-159 27-35 48-57 112-137 111-126 196-311 15-16 3 x 155,67 35,00 55,67 129,00 121,00 296,70 Sb 5,51 1,73 3,21 0,00 2,00 28,90 Kk 3,54 4,95 5,77 0,00 1,65 9,75 Min-mak 152-162 33-36 52-58 129-129 119-123 278-330 17-18 5 x 156,20 36,80 59,20 127,40 121,60 299,60 Sb 9,44 3,83 3,27 10,55 7,02 48,20 Kk 6,05 10,42 5,53 8,28 5,77 16,10 Min-mak 146-168 32-42 56-64 110-136 110-128 248-360 21-22 2 x 168,00 39,50 63,50 134,50 122,00 361,00 Sb 2,83 3,54 0,71 3,54 9,90 12,73 Kk 1,68 8,95 1,11 2,63 8,11 3,53 Min-mak 166-170 37-42 63-64 132-137 115-129 352-370 23-24 4 x 172,00 34,50 64,50 138,00 129,75 386,30 Sb 11,92 5,20 2,65 6,06 5,56 69,30 Kk 6,93 15,06 4,10 4,39 4,29 17,94 Min-mak 159-186 28-40 62-68 131-144 124-135 311-469

(28)

Umur 9-24 bulan sapi sudah memasuki umur dara, pada umur ini sapi sudah pubertas, pubertas pada sapi menunjukkan titik dimana sapi akan mulai memperlihatkan laju pertumbuhan yang melambat setelah pubertas. Pada rentang umur 9-24 bulan, sapi juga sudah mulai menunjukkan tanda-tanda dewasa tubuh, oleh karena itu pada rentang umur ini sapi sudah dapat dikawinkan. Sudono (1999) menjelaskan bahwa sapi-sapi dara dapat dikawinkan untuk pertama kali setelah sapi tersebut berumur 15 bulan dan ukuran tubuhnya cukup besar dengan berat badan sekitar 275 kg, supaya sapi-sapi dara dapat beranak pada umur 2 tahun. Data pada Tabel 3 menunjukkan sapi FH umur 11-12 bulan memiliki rentang berat badan sekitar 190-282 kg. Jumlah sapi FH umur 11-12 bulan dengan bobot badan 275 kg sebanyak 50 %, artinya sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur sudah dapat di kawinkan pada umur 12 bulan. Rataan bobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15-16 tahun sebanyak 100%. Yamada (1992) menjelaskan bahwa standar umur kawin pertama di Jepang adalah 15-16 bulan dengan bobot badan 350-400 kg. Data pada Tabel 3 menunjukkan bobot badan sekitar 350 kg akan capai sekitar umur 17-18 bulan. Data KPSBU Lembang Bagian Barat berdasarkan hasil penelitian Kurniawan (2008) bobot badan 275 kg akan dicapai sekitar umur 11-12 bulan dan bobot badan 350 kg akan dicapai sekitar umur 17-18 bulan.

Sudono et al. (2003) menjelaskan bahwa target bobot badan sapi dara umur 8-14 bulan adalah 200-300 kg. Bobot badan sapi FH dara pada Tabel 3 dengan rentang umur yang sama adalah 143-311 kg. Hasil penelitian Maharani (2001) pada sapi Brahman Cross di Sulawesi Selatan pada rentang umur yang sama adalah 151-207 kg, hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sapi-sapi FH dari pedet sampai dara di KPSBU Lembang cukup baik.

(29)

Tabel 4. Rataan, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman, Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Ukuran-Ukuran Tubuh dan Bobot Badan umur 25 sampai 104 Bulan dari Sapi Friesian-Holstein

Umur (bulan) Jumlah (ekor) Nilai Statistik Lingkar dada --- Lebar dada --- Dalam dada -(cm)- Panjang badan --- Tinggi pundak --- Bobot badan (kg) 25-30 36 x 172,50 40,06 64,97 140,39 128,72 389,30 Sb 11,02 3,19 4,46 11,92 5,85 62,5 Kk 6,39 7,96 6,87 8,49 4,54 16,07 Min-mak 138-196 31-47 53-73 109-159 107-138 212-538 31-36 12 x 179,42 41,83 66,75 146,25 131,67 430,00 Sb 10,08 2,36 6,03 7,29 5,65 60,30 Kk 5,62 5,66 9,04 4,98 4,29 14,01 Min-mak 155-189 36-45 55-76 133-161 118-138 291-491 37-42 31 x 177,77 41,129 67,10 146,26 130,00 418,32 Sb 6,49 3,81 3,02 7,66 3,67 39,63 Kk 3,65 9,26 4,49 5,24 2,82 9,47 Min-mak 165-192 31-48 61-74 124-160 123-137 346-510 43-48 11 x 180,73 44,55 67,82 150,55 130,36 436,60 Sb 6,99 3,72 3,34 9,17 3,50 44,00 Kk 3,87 8,36 4,93 6,09 2,69 10,08 Min-mak 169-191 38-50 62-72 128-163 125-137 365-503 49-54 57 x 182,30 42,54 67,97 150,77 131,61 446,67 Sb 7,18 3,12 2,84 7,27 4,96 46,46 Kk 3,94 7,34 4,18 4,82 3,77 10,40 Min-mak 170-199 37-50 59-73 134-171 114-143 370-557 55-60 14 x 183,36 44,21 67,29 150,14 130,86 453,2 Sb 5,80 4,42 2,53 6,48 4,54 37,80 Kk 3,16 10,00 3,75 4,32 3,47 8,33 Min-mak 176-194 35-50 64-71 132-160 124-140 406-523 61-66 26 x 182,00 43.30 68,19 151,38 131,88 444,08 Sb 4,83 3,50 2,93 5,61 4,40 30,82 Kk 2,66 8,07 4,29 3,71 3,34 6,94 Min-mak 170-191 38-53 63-75 136-162 123-140 370-503 67-72 10 x 182,30 43,10 68,10 148,90 130,50 448,30 Sb 10,71 3,75 4,01 9,96 4,53 62,80 Kk 5,87 8,71 5,89 6,69 3,47 14,00 Min-mak 154-194 36-48 58-73 126-157 124-138 286-523 73-78 16 x 186,94 44,00 69,25 153,94 132,56 477,6 Sb 10,96 2,81 3,51 7,89 4,43 72,2 Kk 5,86 6,37 5,07 5,12 3,34 15,12 Min-mak 170-207 37-50 63-76 140-171 125-144 370-615

(30)

Lanjutan Tabel 4 Umur (bulan) Jumlah (ekor) Nilai Statistik Lingkar dada --- Lebar dada --- Dalam dada -(cm)- Panjang badan --- Tinggi pundak --- Bobot badan (kg) 79-84 4 x 189,25 44,75 68,25 149,50 134,00 491,50 Sb 5,85 2,87 2,22 11,03 2.45 39.80 Kk 3,09 6,42 3,25 7,38 1,83 8,11 Min-mak 186-198 41-48 66-71 135-161 131-137 469-551 85-90 6 x 180,33 41,83 69,33 152,17 130,67 436,50 Sb 11,62 3,49 3,98 10,01 5,47 73,20 Kk 6,44 8,34 5,75 6,58 4,18 16,77 Min-mak 165-197 36-46 62-73 142-166 123-138 346-545 104 6 x 181,33 42,5 68,67 153,83 132,83 440,50 Sb 8,19 2,43 3,88 5,91 2,99 52,10 Kk 4,52 5,72 5,65 3,84 2,25 11,82 Min-mak 171-192 38-45 65-74 144-159 129-137 375-510 Keterangan :

x = rataan. Sb = simpangan baku. Kk = koefisien keragaman. Min-Mak = nilai minimum-maksimum.

Umur 25 sampai 104 bulan sapi sudah memasuki umur dewasa, pada umur ini sapi sudah dewasa tubuh, dewasa tubuh pada sapi menunjukkan titik dimana sapi sudah mulai memperlihatkan laju pertumbuhan yang mulai konstan. Data pada Tabel 4 menunjukkan masih adanya pertumbuhan, tetapi tidak terlalu signifikan. Hasil penelitian Maharani (2001) pada sapi Brahman Cross di Sulawesi Selatan menunjukan bahwa pada rentang umur yang sama tidak terjadi pertumbuhan yang signifikan, pertumbuhan yang terjadi secara umum relatif konstan.

Moore et al. (1991) menjelaskan bahwa bobot badan rata-rata sapi dara ketika pertama kali beranak sekitar 504 kg dan berumur 28,2 bulan. Berdasarkan USDA (United States Departemen of Agriculture) (1993), umur beranak pertama pada Holstein adalah umur 24 bulan dengan bobot badan 545 kg dan lingkar dada 135 cm. Rata-rata umur beranak pertama dari berbagai populasi pada beberapa penelitian adalah 26,8 (Nilforooshan dan Edriss, 2004), 25,9 di Amerika (Heinrichs et al,1994), 26 bulan di Italia (Pirlo, 1997) dan 28,6 bulan di Spanyol (Perez et al, 1999). Data pada Tabel 4 menjelaskan umur 25-30 bulan sapi FH diKPSBU Lembang Bagian Timur memiliki rentang bobot badan 212-538 kg, sapi FH dara yang memilik bobot badan diatas 504 kg sebanyak 11,11%. Hal ini menunjukkan bahwa umur beranak pertama sapi-sapi FH di KPSBU Lembang berada pada kisaran yang sama dengan negara lainnya.

(31)

Tabel 2, 3 dan 4 menunjukkan adanya variasi ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan pada berbagai kelompok umur. Variasi ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan pendapat Williams (1982) yang menyatakan bahwa diantara individu dalam suatu bangsa dan diantara bangsa ternak terdapat perbedaan didalam merespon lingkungannya, misalnya dalam merespon pakan dan kondisi fisik lingkungan. Faktor keturunan juga berpengaruh terhadap potensi dan kecepatan pertumbuhan ternak. Perbedaan potensi genetik diantara tetua ternak akan menghasilkan keturunan yang berbeda pula dalam penampilan pertumbuhan. Adanya beberapa ukuran-ukuran tubuh yang mengalami penurunan nilai rataan menunjukan kondisi adanya tingkat pertumbuhan yang telah mencapai dewasa. Kondisi tersebut secara tidak langsung memberikan gambaran bahwa pada periode waktu tersebut fase pertumbuhan telah melewati waktu yang optimal.

Nilai koefisien keragaman pada Tabel 2, 3 dan 4 menunjukkan bahwa koefisien keragaman bobot badan lebih tinggi dibandingkan ukuran-ukuran tubuh pada semua kelompok umur. Keadaan ini diduga karena banyaknya faktor yang mempengaruhi bobot badan, antara lain perbedaan perdagingan, isi saluran pencernaan dan mungkin cukup berpengaruh adalah pendugaan bobot badan dengan menggunakan pita ukur dengan klasifikasi Gordas berdasarkan lingkar dada. Nilai koefisien keragaman ukuran-ukuran tubuh yang lebih rendah dimungkinkan karena ukuran tubuh ditentukan oleh tulang kerangka yang mencapai ukuran maksimum secara dini dibandingkan komponen tubuh lainnya seperti otot dan lemak (Suwartono et al., 1983).

Pakan yang digunakan oleh peternak adalah pakan konsentrat yang dibeli dari KPSBU Lembang, dengan komposisi pada Lampiran 8. Faktor pakan mungkin cukup berpengaruh, yang bersumber dari jumlah pemberian atau konsumsi pakan tambahan, konsentrat dan hijauan yang diberikan. Faktor iklim secara umum tidak begitu bervariasi, bila dilihat dari lokasi pengambilan data yang sama yaitu KPSBU Lembang Bagian Timur yang secara makro suhu dan kelembaban hampir sama. Grafik pertumbuhan dari data aktual ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.

(32)

Gambar 3. Plot Data Ukuran-ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein 0 50 100 150 200 250 0 20 40 60 80 100 120 Umur (bulan) U ku ra n T u bu h (c m )

Lingkar dada Lebar dada Dalam dada Panjang badan T inggi pundak

Gambar 4. Plot Data Bobot Badan Sapi Friesian-Holstein 0 100 200 300 400 500 600 700 0 20 40 60 80 100 120 Umur (bulan) Bo b o t Bad a n ( k g )

Gambar 3 dan 4 memperlihatkan plot data populasi sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur, yang secara umum pertumbuhan populasi sapi FH berbentuk kurva sigmoid. Kurva pertumbuhan sigmoid mencerminkan pertumbuhan ternak dari awal dilahirkan, kemudian fase percepatan sampai mencapai titik infleksi, selanjutnya ternak mencapai dewasa tubuh dan pada fase ini sudah mulai terjadi fase perlambatan sampai pertumbuhannya relatif konstan. Gambar 3 dan 4 cukup sulit untuk melihat pertumbuhan sapi FH, oleh karena itu untuk mempermudah melihat pertumbuhan sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur, akan dijelaskan lebih lanjut dengan plot data Gambar menggunakan rataan. Grafik pertumbuhan rataan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

(33)

Gambar 5. Plot Data Rataan Ukuran-ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 20 40 60 80 100 120 Umur (bulan) U k ur a n t u bu h (c m )

Lingkar dada Lebar dada Dalam dada Panjang badan T inggi pundak

Gambar 6. Plot Data Rataan Bobot Badan Sapi Friesian-Holstein 0

100 200

Gambar 5 dan 6 menunjukkan plot data rataan sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur, dapat dilihat bahwa pertumbuhannya meningkat cepat sampai sekitar umur 20-25 bulan. Pertumbuhan masih terjadi sampai umur 30-40 bulan, tetapi pada rentang umur tersebut pertumbuhan sudah mulai melambat dan hampir konstan. Pertumbuhan sapi FH mulai relatif konstan pada umur 40-50 bulan dan pada keadaan ini ternak sudah mencapai dewasa tubuh.

300 B a da 400 500 600 0 20 40 60 80 100 120 Umur (bulan) B o bo t n ( k g )

(34)

Pembandingan Rataan Ukuran-Ukuran Tubuh dan Bobot Badan Sapi Friesian-Holstein

Data ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan setiap interval enam bulan pada sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Ukuran-Ukuran Tubuh dan Bobot Badan Setiap Interval 6 Bulan dari Sapi Friesian-Holstein

Lingkar Dada Dalam Dada Tinggi Pundak Panjang Badan Umur (bulan) ---(cm)--- Bobot Badan (kg) 0-6 7-12 13-18 19-24 25-30 31-36 32-42 43-48 49-54 55-60 61-66 67-72 98,1 129,5 153,0 169,4 172,5 179,4 177,7 180,7 182,3 183,3 182,0 182,3 35,8 49,1 56,4 64,0 64,9 66,7 67,1 67,8 67,9 67,2 68,1 68,1 85,7 105,5 120,0 127,4 128,7 131,6 130,0 130,3 131,6 130,8 131,8 130,5 81,6 103,9 126,0 135,8 140,3 146,2 146,2 150,5 150,7 150,1 151,3 148,9 83,7 181,1 284,5 370,8 389,3 430,0 418,3 436,6 446,6 453,2 444,0 448,3

Nasrullah (2002) telah melakukan evaluasi performa pertumbuhan pada sapi perah PFH betina di tiga lokasi penelitian yang berbeda yaitu Kebon Pedes, Tajur Halang dan Cibeureum di Cisarua kabupaten Bogor. Hasil menunjukkan bahwa lokasi memperlihatkan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot badan dan semua ukuran tubuh sapi PFH yang diamati, meliputi lingkar dada, dalam dada, panjang badan dan tinggi pundak. Apabila dibandingkan dengan sapi FH dari hasil penelitian ini (Tabel 5) untuk performa pertumbuhan sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur, hampir sama dengan daerah Cibeureum. Suhu rata-rata daerah Cibeureum sekitar 18,3-25,54°C sedangkan suhu rata-rata daerah Lembang sedikit lebih rendah sekitar 15-18°C (dengan kisaran 15,6-16,8°C pada musim hujan dan 30,5-32,7°C pada musim kemarau) memberi kondisi kenyamanan yang baik pada sapi FH, sehingga pertumbuhan terjadi secara optimal. Suhu yang hampir sama berdasarkan perbandingan diatas menghasilkan nilai ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan berada pada kisaran yang hampir sama. Daerah Kebon Pedes dan Tajur Halang yang

(35)

memiliki suhu secara berurutan berkisar 22,7-30,9°C dan 23-30°C memperlihatkan nilai ukuran tubuh yang sedikit berbeda, walaupun pada ukuran dalam dada dan tinggi pundak memiliki nilai ukuran yang hampir sama dengan KPSBU Lembang. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan sistem produksi dan lingkungan pemeliharaan mempengaruhi pertumbuhan sapi FH. Pertumbuhan sapi FH di KPSBU pada umur 0-12 bulan berada dibawah daerah Tajur Halang, Kebon Pedes dan Cibeureum, setelah umur 12 bulan pertumbuhannya mulai cepat dan selanjutnya pertumbuhana sama dengan tiga lokasi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur lebih baik daripada Kebon Pedes, Tajur Halang dan Cibeureum. Untuk memperjelas pembandingan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan antar lokasi dapat dilihat pada Gambar 7, 8, 9, 10 dan 11.

Gambar 7. Perbandingan Ukuran Bobot Badan antar Lokasi

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Um ur (bula n) KPSBU Keb o n p ed es

Tajur halang Cib eureum

Gambar 8. Perbandingan Ukuran Tinggi Pundak antar Lokasi

0 2 0 4 0 6 0 8 0 10 0 12 0 14 0 16 0 0 2 0 4 0 6 0 8 0 Um ur (bula n)

KPSBU Keb o n p ed es Tajur halang Cib eureum

Gambar 10. Perbandingan Ukuran Panjang Badan antar Lokasi

0 2 0 4 0 6 0 8 0 10 0 12 0 14 0 16 0 18 0 0 2 0 4 0 6 0 8 Um ur (bula n)

Gambar 9. Perbandingan Ukuran Dalam Dada antar Lokasi

0 10 2 0 3 0 4 0 50 6 0 70 8 0 0 2 0 4 0 6 0 8 0 Umur (bulan) KPSBU Keb o n p ed es

Tajur halang Cib eureum

0

(36)

Gambar 11. Perbandingan Ukuran Lingkar Dada antar Lokasi

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 20 40 60 8 Umur (b ulan) 0 KPSBU Keb o n p ed es

Tajur halang Cib eureum

Sumber : Data sekunder Nasrullah, 2002

Gambar 12 menunjukkan pembandingan ukuran-ukuran tubuh KPSBU Lembang Bagian Timur dan Bagian Barat. Dapat dilihat bahwa rataan semua ukuran tubuh relatif sama.

Gambar 12. Perbandingan Ukuran-ukuran Tubuh antar Lokasi 0 50 100 150 200 250 0 20 40 60 80 100 120 Umur (Bulan) U ku ra n-u ku ra n T u bu h ( c m ) DALAM DADA KPSBU Lembang T imur DALAM DADA KPSBU Lembang Barat LEBAR DADA KPSBU Lembang T imur LEBAR DADA KPSBU Lembang Barat PANJANG BADAN KPSBU Lembang T imur PANJANG BADAN KPSBU Lembang Barat T INGGI PUNDAK KPSBU Lembang T imur T INGGI PUNDAK KPSBU Lembang Barat LINGKAR DADA KPSBU Lembang T imur LINGKAR DADA KPSBU Lembang Barat

Gambar 13 dan 14 menunjukkan perbandingan bobot badan dan tinggi pundak KPSBU lembang dengan USA dari hasil penelitian Salisbury dan VanDenmark (1985). Dapat dilihat bahwa bobot badan di USA jauh lebih tinggi dibandingkan KPSBU Lembang Bagian Timur, sementara untuk ukuran tinggi pundak perbedaannya tidak terlalu jauh antara KPSBU Lembang Timur dengan USA.

(37)

Gambar 13. Perbandingan Bobot Badan 0 100 200 300 400 500 600 0 5 10 ) 15 20 25 30 Umur (Bulan) Bo b o t Ba d a n ( k g

BOBOT BADAN Salisbury BOBOT BADAN Kpsbu Lembang T imur

Gambar 14. Perbandingan Tinggi Pundak 0 20 40 60 80 100 120 140 160 0 5 10 15 20 25 30 Umur (Bulan) T ing gi P un da k ( c m )

T INGGI PUNDAK Salisbury T INGGI PUNDAK Kpsbu Lembang T imur

Tumbuh Kembang Tubuh Sapi Friesian-Holstein

Nilai intersep dan koefisien pertumbuhan dari persamaan allometri Huxley dari sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur dapat dilihat pada Tabel 6. Kegunaan persamaan allometri Huxley dalam studi tumbuh kembang salah satunya adalah untuk memudahkan analisa dan interpretasi, karena pada hasil analisis persamaan allometri Huxley terdapat nilai-nilai yang bisa dijadikan panduan untuk membaca hasil, nilai tersebut adalah a dan b. Nilai a biasanya diinterpretasikan sebagai intersep dan nilai b sebagai koefisien pertumbuhan. Natasasmita (1990) menjelaskan bahwa nilai a dalam persamaan allometri Huxley tidak mempunyai arti khusus yang penting, tetapi nilai a ini akan penting apabila digunakan pada pengujian statistik antara kelompok perlakuan.

(38)

Tabel 6. Konstanta dan Koefisien Pertumbuhan dari Persamaan Log Y = Log a + b Log X

Peubah (Log Y) Intersep (Log a) Koefisien Pertumbuhan b±sb Y=aXb Lingkar dada Lebar dada Dalam dada Panjang badan Tinggi pundak 1,3 0,61 0,86 1,24 1,47 0,362± 0,104 0,384± 0,117 0,367± 0,108 0,354± 0,105 0,274±0,073 Y = 19,9526X0,362 Y = 4,0738X0,384 Y = 7,2444X0,367 Y = 17,3780X0,354 Y = 29,5121X0,073

Gambar 15. Plot Data Allometri Ukuran-Ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein 0 50 100 150 200 250 0 100 200 300 400 500 600 Bobot Badan (kg) U ku ra n T u bu h (c m )

Lingkar dada Lebar dada Dalam dada Panjang badan T inggi pundak

Berdasarkan persamaan allometri yang ditransformasi kedalam persamaan logaritma (Tabel 6) menunjukkan bahwa lingkar dada, lebar dada, dalam dada, tinggi pundak dan panjang badan memiliki koefisien pertumbuhan (nilai b terhadap bobot badan) kurang dari satu (b<1). Nilai b<1 menunjukkan bahwa ukuran-ukuran tubuh relatif tumbuh lebih cepat dari bobot badan, karena pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh dipengaruhi oleh jaringan tulang yang tumbuh lebih awal. Bobot badan akan tumbuh paling akhir, karena dipengaruhi oleh pertumbuhan jaringan otot dan lemak. Oleh sebab itu, ukuran-ukuran tubuh akan mengalami pertumbuhan cepat sejak umur dini atau masak dini, karena ukuran-ukuran tubuh tersebut merupakan kerangka pembentuk tubuh yang dibutuhkan sejak umur dini.

(39)

Lawrie (1995) menjelaskan bahwa hewan yang sedang berkembang mengalami dua gelombang pertumbuhan, gelombang pertumbuhan pertama adalah mulai dari kepala dan menyebar ke badan dan gelombang ke dua mulai dari ujung-ujung anggota badan ke arah tubuh (atas). Menurut Anggorodi (1979) semua bagian dari tubuh hewan tumbuh secara teratur, meskipun demikian tubuh tidak tumbuh secara kesatuan, karena berbagai jaringan tubuh tumbuh dengan laju yang berbeda dari lahir sampai dewasa. Oleh karena itu, ukuran-ukuran tubuh tidak tumbuh secara bersamaan walaupun semua ukuran tubuh sudah tumbuh sejak umur dini dan nilai koefisien pertumbuhan (b) menunjukkan urutan pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh terhadap bobot badan selama ternak mengalami pertumbuhan. Pada sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur menunjukkan urutan perubahan ukuran-ukuran tubuh selama pertumbuhan dimulai dari tinggi pundak, panjang badan, lingkar dada, dalam dada dan lebar dada. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Nurhayati (2004) pada domba Garut di kabupaten Garut. Adanya perbedaan nilai pertumbuhan relatif antara ukuran-ukuran tubuh kemungkinan dikarenakan perbedaan proporsi tulang, otot, dan lemak pada ukuran tubuh tersebut. Soeparno (1994) menjelaskan bahwa selama pertumbuhan dan perkembangan, bagian-bagian dan komponen tubuh mengalami perubahan. Jaringan-jaringan tubuh mengalami pertumbuhan yang berbeda dan mencapai pertumbuhan maksimal dengan kecepatan berbeda pula. Komponen tubuh mencapai kedewasaan dengan urutan tulang, otot, dan lemak atas dasar rasio pertumbuhan diferensial. Pertumbuhan tulang yang mengalami pertumbuhan terakhir adalah tulang rusuk. Oleh karena itu, dalam dada, lingkar dada dan lebar dada cenderung akan tumbuh lebih lambat dibandingkan tinggi pundak dan panjang badan karena berhubungan dengan pertumbuhan tulang rusuk dan tempat terdapatnya alat-alat vital. Sutardi (1983) menjelaskan bahwa ukuran tulang terutama pada bagian dada sapi menentukan kapasitas rongga bagian dalam dan merupakan tempat terdapatnya alat-alat vital seperti paru-paru, jantung dan alat pencernaan.

(40)

Kurva Pertumbuhan Sapi Friesian-Holstein

Hasil penelitian berupa nilai dugaan parameter A, B dan k dari model matematik Gompertz dan Von Bertalanffy untuk ukuran-ukuran tubuh sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur dapat dilihat pada Tabel 7. Konstanta A adalah nilai yang mencerminkan titik asimtot yang ditujukan dari nilai dugaan terhadap bobot dewasa tubuh, nilai konstanta B adalah nilai integral dan konstanta k adalah nilai rataan untuk mencapai kedewasaan.

Tabel 7. Nilai Dugaan Parameter A, B dan k dari Setiap Model Matematik

Gompertz Von Bertalanffy

Parameter tubuh A B k A B k Lingkar dada Lebar dada Dalam dada Bobot badan Tinggi pundak Panjang badan 183,5 43,6 68,4 454,1 131,9 152,0 0,8274 0,8698 0,8665 2,2665 0,5974 0,8051 0,00301 0,00250 0,00324 0,00311 0,00357 0,00271 183,8 43,7 68,5 457,5 132,0 152,3 0,2448 0,2555 0,2548 0,5647 0,1824 0,2389 0,00281 0,00232 0,00301 0,00269 0,00339 0,00254 Keterangan :

A : ukuran tubuh dewasa (asimtot).

B : parameter skala (nilai konstanta integral).

k : rataan laju pertumbuhan hingga ternak mencapai dewasa tubuh.

Tabel 7 memperlihatkan titik asimtot (A) yang menunjukkan kondisi ukuran-ukuran tubuh saat dewasa tubuh tercapai dari kedua model matematik Gompertz dan Von Bertalanffy. Berdasarkan pendugaan model Gompertz dan Von Bertalanffy, maka titik asimtot (A) untuk lingkar dada adalah 183,5-183,8 yang akan dicapai sekitar umur 55-60 bulan (Tabel 4), untuk lebar dada adalah 43,6-43,8 yang akan dicapai sekitar umur 60-65 bulan (Tabel 4), untuk dalam dada adalah 68,4-68,5 yang akan dicapai sekitar umur 60-65 bulan (Tabel 4), untuk bobot badan adalah 454,1-457,5 yang akan dicapai sekitar umur 55-60 bualn (Tabel 4), untuk tinggi pundak adalah 131,9-132 yang akan dicapai sekitar umur 50-55 bulan (Tabel 4), dan untuk panjang badan adalah 152-152,3 yang akan dicapai sekitar umur 60-65 bulan (Tabel 4).

Berdasarkan nilai k sebagai konstanta dari setiap model matematik yang mencerminkan besarnya tingkat laju pertumbuhan (Tabel 7), menunjukkan ukuran-ukuran tubuh memiliki laju pertumbuhan bervariasi. Variasi pertumbuhan terjadi karena bagian tubuh merupakan perpaduan antar bagian tubuh yang lebih kompleks

(41)

dan mempunyai fungsi yang berbeda, sesuai dengan pendapat Anggorodi (1979) yang menjelaskan semua bagian dari tubuh hewan tumbuh secara teratur, meskipun demikian tubuh tidak tumbuh secara kesatuan, karena berbagai jaringan tubuh tumbuh dengan laju yang berbeda dari lahir sampai dewasa. Model Gompertz menduga laju pertumbuhan (k) ukuran-ukuran tubuh sapi FH sedikit lebih cepat dibandingkan model Von Bertalanffy. Hal ini memberikan gambaran bahwa pendugaan model Gompertz mempunyai kecenderungan memprediksi ternak dalam mencapai ukuran maupun umur dewasa tubuh relatif lebih cepat dibandingkan model Von Bertalanffy. Namun, model Gompertz menduga nilai ukuran-ukuran tubuh sapi FH pada saat dewasa tubuh (A) sedikit lebih rendah dibandingkan model Von Bertalanffy, meskipun demikian nilai A yang diperoleh dari keduanya hampir sama.

Nilai dugaan parameter A (bobot pada saat dewasa tubuh) di KPSBU Lembang Bagian Barat berdasarkan hasil penelitian Kurniawan (2008), menunjukkan nilai yang hampir sama untuk kedua model matematik Von Bertalanffy dan Gompertz yaitu untuk bobot badan sebesar 451,61- 453,54; dalam dada sebesar 70,42- 70,35; lingkar dada sebesar 183,29-183,13; lebar dada sebesar 41,61- 41,52; panjang badan sebesar 155,561-55,35 dan tinggi pundak sebesar 130,82-130,78.

Model persamaan matematik hasil analisis statistik untuk setiap model dapat dijelaskan kedalam bentuk persamaan pada Tabel 8. Kurva pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan untuk setiap model matematik dapat dilihat pada Gambar 16, 17, 18 dan 19.

Tabel 8 . Model Persamaan Matematik Sapi Friesian-Holstein

Ukuran Tubuh Gompertz Von Bertalanffy

Bobot badan Dalam dada Lebar dada Tinggi pundak Lingkar dada Panjang badan Y= 454,10exp(-2,2665e(-0,00311)t) Y= 68,42exp(-0,8665e(-0,00324)t) Y= 43,64exp(-0,8698e(-0,00250)t) Y= 131,90exp(-0,5974e(-0,00357)t) Y= 183,50exp(-0,8274e(-0,00301)t) Y= 152,00exp(-0,8051e(-0,00271)t) Y= 457,50(1-(0,5647)e(-0,00269))3 Y= 68,54(1-(0,2548)e(-0,00301)t)3 Y= 43,61(1-(0,2555)e(-0,00232)t)3 Y= 132,00(1-(0,1824)e(-0,00339)t)3 Y= 183,80(1-(0,2448)e(-0,00281)t)3 Y= 152,30(1-(0,2389)e(-0,00254)t)3

(42)

Gambar 17. Kurva Pertumbuhan Ukuran-Ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein Model Gompertz 0 2 0 4 0 6 0 8 0 10 0 12 0 14 0 16 0 18 0 2 0 0 0 10 0 0 2 0 0 0 3 0 0 0 4 0 0 0 Umur (hari) U kur a n t ubuh ( c m )

Ting g i p und ak Leb ar d ad a Ling kar d ad a

Panjang b ad an Dalam d ad a

Gambar 16. Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Sapi

Friesian-Holstein Model Gompertz 0 50 10 0 150 2 0 0 2 50 3 0 0 3 50 4 0 0 4 50 50 0 0 10 0 0 2 0 0 0 3 0 0 0 4 0 0 0 Umur (hari) B obot B a da n ( kg)

Gambar 18. Kurva Pertumbuhan Bobot Badan

Sapi Friesian-Holstein Model Von Bertalanffy 0 50 10 0 150 2 0 0 2 50 3 0 0 3 50 4 0 0 4 50 50 0 0 10 0 0 2 0 0 0 3 0 0 0 4 0 0 0 Umur (hari) B obot B a da n (kg)

Gambar 19. Kurva Pertumbuhan Ukuran-Ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein Model Von Bertalanffy 0 2 0 4 0 6 0 8 0 10 0 12 0 14 0 16 0 18 0 2 0 0 0 10 0 0 2 0 0 0 3 0 0 0 4 0 0 0 Umur (hari) U kur a n T ubuh ( c m )

Panjang b ad an Leb ar d ad a Ling kar d ad a

Ting g i p und ak Dalam d ad a

Kurva Pertumbuhan Gambar 16, 17, 18 dan 19 berbentuk sigmoid, mencerminkan pertumbuhan ternak dari awal dilahirkan, kemudian fase percepatan sampai mencapai titik infleksi, selanjutnya ternak mencapai dewasa tubuh dan pada fase ini sudah mulai terjadi fase perlambatan sampai pertumbuhannya relatif konstan. Kurva pertumbuhan diatas memperlihatkan dua titik penting, yaitu titik balik pada saat ternak mencapai umur pubertas atau titik infleksi dan titik pada saat ternak mencapai dewasa tubuh, tetapi pada kurva pertumbuhan diatas cukup sulit untuk melihatnya, oleh karena itu untuk mempermudah melihat titik asimtot (umur dewasa tubuh) dapat dijelaskan lebih lanjut dengan menggunakan kurva pertumbuhan turunan pertama dan untuk mempermudah melihat titik infleksi (umur pubertas)

(43)

dapat dijelaskan lebih lanjut dengan menggunakan kurva pertumbuhan turunan kedua. Turunan pertama kurva pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan model Gompertz dapat dilihat pada Gambar 20 dan 21.

Gambar 20. Turunan Pertama Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Sapi Friesian-Holstein Model Gompertz

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) g ) ( k

Kurva turunan pertama Gambar 20 dan 21 memperlihatkan titik asimtot atau umur maksimum dari sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur dengan menggunakan model Gompertz. Berdasarkan kurva turunan pertama model Gompertz, umur maksimum untuk bobot badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, panjang badan dan tinggi pundak pada sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur secara berurutan adalah 60, 45, 42, 53, 48, dan 33 bulan. Umur maksimum di

B o bo t B a da n

Gambar 21. Turunan Pertama Kurva Pertumbuhan

Ukuran-Ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein Model Gompertz 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) U k ur a n T u bu h (c m )

(44)

KPSBU Lembang Bagian Barat dengan menggunakan model Gompertz berdasarkan hasil penelitian Kurniawan (2008) untuk bobot badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, panjang badan dan tinggi pundak secara berurutan adalah 42, 42, 54, 42, 42 dan 62 bulan.

Gambar 22. Turunan Pertama Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Sapi Fresian-Holstein Model Von Bertalanffy 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) B ob ot ba da n ( k g)

Gambar 23. Turunan Pertama Kurva Pertumbuhan Ukuran-Ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein Model Von Bertalanffy

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) U k ur a n t u bu h (c m )

Dalam dada Lebar dada T inggi pundak Lingkar dada Panjang badan

Kurva turunan pertama Gambar 22 dan 23 memperlihatkan titik asimtot atau umur maksimum dari sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur dengan menggunakan model Von Bertalanffy. Berdasarkan kurva turunan pertama model Von Bertalanffy, umur maksimum untuk bobot badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, panjang badan dan tinggi pundak pada sapi FH di KPSBU Lembang

(45)

Bagian Timur secara berurutan adalah 67, 47, 42, 57, 48 dan 33 bulan. Umur maksimum di KPSBU Lembang Bagian Barat dengan menggunakan model Von Bertalanffy berdasarkan hasil penelitian Kurniawan (2008) untuk bobot badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, panjang badan dan tinggi pundak secara berurutan adalah 42, 46, 54, 42, 42 dan 56 bulan.

Dapat dilihat bahwa kurva turunan pertama model Gompertz dan Von Bertalanffy dalam menduga umur maksimum sapi FH berbeda, dalam hal ini model Von Bertalanffy menduga umur maksimum sapi FH sedikit lebih tinggi dibandingkan model Gompertz, yang berarti umur maksimum sapi FH yang diperoleh dengan menggunakan turunan pertama model Von Bertalanffy akan dicapai pada umur yang lebih tua. Umur maksimum dari ternak bernilai ekonomis, dapat dilihat dari waktu bobot asimtot akan dicapai oleh ternak, sehingga pola pemberian pakan untuk induk yang telah mencapai bobot asimtot tidak perlu dipacu karena hanya akan mendapat pertumbuhan kompensasi saja.Turunan kedua kurva pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan model Gompertz dapat dilihat pada Gambar 24 dan 25.

Gambar 24. Turunan Kedua Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Sapi Friesian-Holstein Model Gompertz

-0.001 -0.0005 0 0.0005 0.001 0.0015 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) B o bo t b a da n (kg )

(46)

Kurva turunan kedua Gambar 24 dan 25 memperlihatkan titik infleksi atau umur pubertas dari sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur dengan menggunakan model Gompertz. Berdasarkan kurva turunan kedua model Gompertz, umur pubertas untuk bobot badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, panjang badan dan tinggi pundak pada sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur secara berurutan adalah 8, 8, 8, 12, 10 dan 5 bulan. Turunan kedua kurva pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan model Von Bertalanffy dapat dilihat pada Gambar 26 dan 27.

Gambar 25. Turunan Kedua Kurva Pertumbuhan

Ukuran-Ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein Model Gompertz -0.0003 -0.00025 -0.0002 -0.00015 -0.0001 -0.00005 0 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) U k ur a n t u bu h (c m )

Dalam dada Lebar dada T inggi pundak Lingkar dada Panjang badan

Gambar 26. Turunan Kedua Kurva Pertumbuhan Bobot Badan Sapi Friesian-Holstein Model Von Bertalanffy -0.002 0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 0.012 0.014 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) B o bo t b a da n ( k g)

(47)

Gambar 27. Turunan Kedua Kurva Pertumbuhan Ukuran-Ukuran Tubuh Sapi

Friesian-Holstein Model Von Bertalanffy -0.0003 -0.0002 -0.0001 0 0.0001 0.0002 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Umur (hari) U k ur a n t u bu h (c m )

Dalam dada Lebar dada T inggi pundak Lingkar dada Panjang badan

Kurva turunan kedua Gambar 26 dan 27 memperlihatkan titik infleksi atau umur pubertas dari sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur dengan menggunakan model Von Bertalanffy. Berdasarkan kurva turunan kedua model Gompertz, umur pubertas untuk bobot badan, lingkar dada, lebar dada, dalam dada, panjang badan dan tinggi pundak pada sapi FH di KPSBU Lembang Bagian Timur secara berurutan adalah 10, 10, 10, 12, 12 dan 7 bulan.

Dapat dilihat bahwa kurva turunan kedua model Gompertz dan Von Bertalanffy dalam menduga umur pubertas sapi FH berbeda, dalam hal ini model Von Bertalanffy menduga umur pubertas sapi FH sedikit lebih tinggi dibandingkan model Gompertz, yang berarti umur pubertas sapi FH yang diperoleh dengan menggunakan turunan kedua model Von Bertalanffy akan dicapai pada umur yang lebih tua. Titik infleksi memiliki nilai yang strategis dan ekonomis, nilai strategis ditunjukan dari waktu ternak akan mulai memperlihatkan laju pertumbuhannya yang mulai melambat setelah pubertas. Bernilai ekonomis dapat dilihat dari waktu ternak mencapai kondisi pubertas untuk secepatnya dipisahkan antara anak jantan dan betina mengingat bobot kawin belum cukup, pertumbuhan maksimal dari ternak dan titik terendah dalam mortalitas.

Agustina (2001) telah melakukan evaluasi reproduksi pada sapi perah betina di tiga lokasi penelitian yang berbeda yaitu Kebon Pedes, Tajur Halang dan Cibeureum di Cisarua kabupaten Bogor. Hasil menunjukkan bahwa rataan umur

Gambar

Gambar 1. Pola Kurva Pertumbuhan Ternak        Sumber : Forres et al., 1975
Tabel 1. Jumlah TPS dan Jumlah Ternak yang diukur Selama Penelitian  Nama TPS  Jumlah TPS  10% dari Jumlah TPS  Jumlah Jernak  Cikawari  Gunung Putri  Cilumber  Cibedug  Cibogo   22 25 30 40 19  2 3 3 4 2  47 ekor 64 ekor 70 ekor 55 ekor 88 ekor
Gambar 2. Pengukuran Ukuran-ukuran Tubuh Sapi Friesian-Holstein
Tabel 2. Rataan, Simpangan Baku, Koefisien Keragaman, Nilai Maksimum  dan Nilai Minimum Ukuran-Ukuran Tubuh dan Bobot Badan umur  1 sampai 8 Bulan dari Sapi Friesian-Holstein
+7

Referensi

Dokumen terkait

Demikian juga ekstrak nabati yang berasal dari sumber daya alam lokal seperti tanaman serai wangi dan akar rumput teki, sangat potensial untuk mengendalikan penyakit layu bakteri

Jurnal khusus yang dibuat oleh perusahaan dagang disesuaikan dengan kebutuhan. Jika suatu transaksi terjadi berulang-ulang dan sama, maka dikelompokan pada satu jurnal khusus.

(shahib al-mal) dan nasabah (mudharib) karena dapat memberikan informasi kepada bank mengenai budgeting pem- biayaan yang aman sesuai dengan kesanggupan nasabah

• Kesenjangan pembangunan sosial-ekonomi dan fisik antara Kota Surabaya dengan Kabupaten/Kota lainnya • Sehingga diperlukan adanya pola pengendalian dalam perkembangan

Penelitian dipusatkan pada penilaian risiko (Risk Assesment) keselamatan kerja dengan menggunakan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).. Pada penelitian ini menghasilkan

Dalam pekerjaan tanah sifat-sifat tanah perlu diketahui karena tiap jenis tanah memiliki sifat yang berbeda yang akan berpengaruh terhadap pemilihan jenis alat yang

Dari temuan penelitian baik wawancara, observasi dan dokumentasi kegiatan sekolah pada program SD Bersih dan Sehat yang diperoleh oleh peneliti dari Kepala Sekolah, Wakil