• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN METODE KOOPERATIF JIGSAW TERHADAP SIKAP TANGGUNG JAWAB DAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI (KAJIAN EKSPERIMEN QUASI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 4 KRANJI KECAMATAN PURWOKERTO TIMUR KABUPATEN BANYUMAS) - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN METODE KOOPERATIF JIGSAW TERHADAP SIKAP TANGGUNG JAWAB DAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI (KAJIAN EKSPERIMEN QUASI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 4 KRANJI KECAMATAN PURWOKERTO TIMUR KABUPATEN BANYUMAS) - repository perpustakaan"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TEORETIK

A. Deskripsi Konseptual

1. Sikap Tanggung Jawab

a. Hakikat Sikap

Beberapa ahli memberikan definisi tentang pengertian sikap, diantaranya sebagai berikut.

(2)

merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu

Sejalan dengan pandangan kelompok pemikir kedua LaPierree dalam Azwar, (2013: 6) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimulasi sosial yang telah terkondisikan. Kelompok pemikiran ketiga adalah kelompok yang berorientasi kepada skema triadik (triadic scheme). Menurut pemikiran kelompok ketiga, sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek.

Depdikbud (1995: 938) mengartikan sikap sebagai suatu perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian (pendapat atau keyakinan). Sikap merupakan sesuatu yang dapat dipelajari, dan menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta

menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan (Slameto, 2010: 188), sedangkan Gerungan (2004: 161) berpendapat

(3)

menyatakan bahwa sikap seseorang merupakan sesuatu yang tidak dibawa sejak lahir, tetapi dibentuk atau dipelajarai, seperti dari orang tua, orang-orang sekitarnya, atau dari masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kesiapan atau kecenderungan seseorang untuk bertindak secara khas terhadap suatu objek, sehingga dapat dikatakan sikap menentukan tingkah laku seseorang terhadap suatu objek tertentu.

b. Struktur Sikap

Azwar (2013: 23) pada hakekatnya menjelaskan bahwa sikap dilihat dari strukturnya itu terdiri dari tiga aspek yang saling menunjang. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut.

1). Aspek kognitif yang meliputi persepsi, kepercayaan, dan setereotip yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Aspek kognitif seringkali disamakan dengan pandangan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau masalah yang kontroversial. Opini merupakan pernyataan sikap yang sangat spesifik, didasari oleh sikap yang sudah mapan dan bersifat situasional dan temporer, artinya opini atau pendapat dalam masalah ini bersifat situasional dan lebih mudah berubah sesuai dengan kondisinya.

(4)

percayai sebagai suatu kebenaran dan berlaku bagi objek yang dimaksud.

3). Aspek perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan kecenderungan berperilaku yang ada pada diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Artinya seseorang berperilaku dalam situasi tertentu dan stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan perasaan terhadap stimulus tersebut. Maka dikatakan bahwa sikap seseorang akan tercermin dalam bentuk tendensi perilaku terhadap objek.

Hal senada juga disampaikan oleh Triandis (1971) dalam Slameto (2010: 188) bahwa sikap mengandung tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen tingkah laku. Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek dan disertai dengan perasaan positif atau negatif. Orang mempunyai sikap positif terhadap objek yang bernilai dalam pandangannya, dan akan bersikap negatif terhadap objek yang dianggapnya tidak bernilai atau yang merugikan.

(5)

menyamai, identifikasi seperti ini terjadi antara anak dengan ayah, siswa dengan guru (Slameto, 2010: 189-190).

Dari beberapa uraian jelaslah bahwa aspek afektif pada diri siswa besar peranannya dalam pendidikan. Pengukuran terhadap aspek ini sangat berguna dan kita harus memanfaatkan pengetahuan kita mengenai karakteristik afektif siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.

c. Ciri-Ciri Sikap

Gerungan (2004: 163-164) menyatakan bahwa sikap memiliki ciri-ciri yang khas. Ciri-ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut.

1). Sikap bukan dibawa sejak dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sebagai makhluk sosial manusia tidak lepas dari interaksi sosial. Dalam interaksi tersebut terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai bagian dari masyarakat. Dalam interaksi sosial, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap suatu objek.

(6)

hubungan saling mempengaruhi antar individu satu dengan individu lain yang dapat mengubah sikap atau membentuk sikap yang baru bagi individu.

3). Sikap itu tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap objek. Maksudnya sikap akan muncul bila ada objek, karena sikap adalah kesiapan atau kecenderungan seseorang untuk bertindak secara khas terhadap suatu objek. Sehingga sikap dapat menentukan tingkah laku seseorang terhadap suatu objek tertentu.

4). Objek sikap dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tertentu.

5). Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.

Berdasarkan ciri-ciri sikap tersebut di atas dapat diketahui bahwa sikap seseorang erat hubungannya dengan lingkungannya. Sikap merupakan sebuah bentuk reaksi seseorang terhadap lingkungannya. Sikap selalu mengalami perubahan. Pengetahuan yang diperoleh individu sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya akan membentuk sikap apabila pengetahuan yang dimiliki individu tersebut sudah disertai dengan kesiapan untuk bertindak.

(7)

sikap yang baru. Interaksi di luar kelompok adalah interaksi dengan hasil kebudayaan manusia yang sampai kepadanya melalui media komunikasi seperti televisi, surat kabar dan sebagainya. Kondisi anak yang masih dalam proses perkembangan baik fisik maupun mentalnya, menjadikan proses pembentukan dan perubahan sikap pada anak tersebut senantiasa terjadi.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan dan perubahan sikap adalah faktor interen di dalam diri pribadi manusia seperti selektivitasnya sendiri, daya pilihnya atau perhatiannya untuk menerima dan mengolah pengaruh yang datang dari luar dirinya. Sesuatu yang dilihat, di dengar dan dirasakan memberikan reaksi yang menimbulkan perhatian terhadap sesuatu. Selektivitas dalam diri seseorang terhadap suatu objek di luar dirinya merupakan sikap alamiah karena tidak mungkin seseorang dapat memberikan perhatian terhadap seluruh objek di luar dirinya. Dengan demikian, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan dan perubahan sikap terdiri atas faktor interen dan faktor eksteren.

Sherif dalam Gerungan (2004: 168-169) menyatakan bahwa faktor eksteren yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perubahan sikap dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain.

(8)

2). Di dalam komunikasi, terdapat pengaruh-pengaruh (hubungan) langsung dari satu pihak saja.

Komunikasi yang terjadi antara seseorang dengan lingkungannya, akan memberikan peningkatan pengetahuan atau pemahaman terhadap apa yang ada di luar dirinya. Melalui komunikasi, seseorang berusaha mengerti dan memahami apa yang dilihat, di dengar dan dirasakannya. Pembentukan dan perubahan sikap pada anak senantiasa

berlangsung. Proses perubahan dan pembentukan terjadi dalam waktu yang bersamaan, di mana pada saat proses perubahan sikap juga terjadi proses pembentukan. Dengan demikian proses perubahan dan pembentukan tidak terjadi secara terpisah dan berdiri sendiri-sendiri. Ada beberapa metode yang dipergunakan untuk mengubah sikap,

Slameto (2010: 191) antara lain dengan (1) mengubah komponen kognitif dari sikap yang bersangkutan dengan cara memberi informasi baru mengenai objek sikap, sehingga komponen kognitif menjadi luas; (2) mengadakan kontak langsung dengan objek sikap, dengan cara ini komponen afektif turut dirangsang; (3) memaksa orang menampilkan tingkah laku baru yang tidak konsisten dengan sikap yang sudah ada, hal ini dapat tejadi dengan adanya kekuatan hukum.

e. Konsep Tanggung Jawab dalam Belajar

(9)

dilakukan sehingga sanksi apa pun yang dituntut (oleh kata hati, masyarakat, dan norma-norma agama) diterima dengan penuh kesadaran dan keihlasan. Pendapat lain dikemukan oleh Zubaedi (2011: 78) tanggung jawab (responsibility) maksudnya mampu mempertanggungjawabkan serta memiliki perasaan untuk memenuhi tugas dengan dapat dipercaya, mandiri, dan berkomitmen, sedangkan Astuti ( 2005: 17) menyatakan bahwa tanggung jawab adalah perilaku yang menentukan bagaimana kita bereaksi terhadap situasi hari, yang memerlukan beberapa jenis keputusan yang bersifat moral.

Hasil kajian empirik Pusat Kurikulum, tanggung jawab termasuk salah satu dari 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan pendidikan nasional yang telah teridentifikasi sebagai pembentuk karakter (Samani dan Hariyanto, 2012: 52).

(10)

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa tanggung jawab merupakan potensi manusia yang telah Tuhan titipkan dalam diri manusia. Bentuk tanggung jawab inipun diikuti dengan sikap penuh kerelaan diri dalam menerima sanksi dengan penuh sadar apabila melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Jadi tanggung jawab merupakan sebuah kemampuan seorang manusia dalam melaksanakan amanah yang telah ditugaskan dengan penuh kesadaran. Bentuk tanggung jawab tercermin dengan terlebih dahulu adanya sebuah stimulus atau pemberi sebuah tugas kepada manusia untuk dilaksanakan. Kemampuan manusia dalam melaksanakan tugas itulah yang disebut tanggung jawab.

Pengertian tanggung jawab dalam penelitian ini adalah sikap siswa yang dengan penuh kerelaan melakukan tugas yang diberikan oleh guru dalam konteks pembelajaran menulis karangan narasi. Sehingga tanggung jawab siswa selama proses pembelajaran menulis karangan narasi inilah yang menjadi aspek penelitian.

f. Jenis-Jenis Tanggung Jawab

(11)

1). Tanggung jawab kepada diri sendiri.

Hakikat manusia sebagai makhluk individu yang mempunyai kepribadian yang utuh dalam bertingkah laku, dalam menentukan perasaan, dalam menentukan keinginannya, dan dalam menuntut hak-haknya. Namun sebagai individu yang baik maka harus berani menanggung tuntutan kata hati, misalnya dengan bentuk penyesalan yang mendalam.

2). Tanggung jawab kepada masyarakat

Manusia di samping sebagai makhluk individu, juga sebagai makhluk sosial yang berada di tengah-tengah masyarakat, dan tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu manusia dalam berpikir, bertindak, berbicara, dan semua aktivitasnya, manusia terikat oleh masyarakat, lingkungan dan negara. Selain itu, segala tingkah laku ataupun perbuatan harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Tanggung jawab kepada masyarakat juga menanggung tuntutan-tuntutan berupa sanksi-sanksi dan norma-norma sosial.

3). Tanggung jawab kepada Tuhan

(12)

Berdasarkan penjelasan tentang tanggung jawab, maka tanggung jawab siswa termasuk dalam jenis tanggung jawab kepada diri sendiri, artinya siswa tersebut harus dapat menanggung kata hatinya untuk bersedia melakukan kewajibannya sebagai siswa yaitu belajar. Siswa harus dapat berkomitmen untuk membiasakan diri dalam belajar dengan baik dan disiplin.

g. Ciri-Ciri Sikap Tanggung Jawab

Samani dan Hariyanto (2012: 51) mengungkapkan bahwa tanggung jawab meliputi melakukan tugas dengan sepenuh hati, bekerja dengan etos kerja yang tinggi, berusaha keras untuk mencapai prestasi terbaik (giving the best), mampu mengontrol diri dan mengatasi stres, berdisiplin diri, akuntabel terhadap pilihan, dan keputusan yang diambil. Tanggung jawab juga ditandai dengan adanya sikap rasa memiliki, disiplin, dan empati. Rasa memiliki maksudnya seseorang itu mempunyai kesadaran akan memiliki tanggung jawab yang harus dilakukan; disiplin berarti seseorang itu bertindak yang menunjukkan perilaku yang tertib dan patuh pada berbagai peraturan; dan empati berarti seseorang itu mampu mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan dan pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain dan tidak merasa terbebani akan tanggung jawabnya (Zubaedi, 2013: 40).

(13)

menulis karangan narasi antara lain: (1) melaksanakan tugas yang diberikan guru sampai tuntas; (2) tidak merasa terbebani dalam melaksanakan tugas menulis karangan narasi; (3) dapat memberikan alasan mengapa memilih judul yang ditulisnya; (4) melaksanakan tugas mandiri maupun kelompok dengan senang hati; (5) ketika belajar kelompok dapat membuat keputusan yang berbeda dari teman kelompoknya; (6) menghormati dan menghargai skenario pembelajaran; (7) mempunyai minat dalam menulis karangan narasi; (8) dapat konsentrasi dalam setiap suasana belajar.

Penjelasan delapan indikator tersebut di atas sebagai berikut. 1). Melaksanakan tugas yang diberikan guru sampai tuntas.

Dalam sebuah pembelajaran guru senantiasa memberikan tugas yang harus dilakukan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang memiliki sikap tanggung jawab senantiasa akan menyelesaikan tugas yang diberikan guru yang berkaitan dengan pembelajara sampai selesai.

2). Tidak merasa terbebani dalam melaksanakan tugas menulis karangan narasi.

(14)

3). Dapat memberikan alasan mengapa memilih judul yang ditulisnya Siswa dapat mengutarakan alasan kepada guru maupun temannya mengapa memilih judul yang ditulisnya dengan benar, tidak ragu-ragu, dan mantap.

4). Melaksanakan tugas mandiri maupun kelompok dengan senang hati. Siswa dalam melaksanakan tugas pribadi maupun tugas secara kelompok merasa senang, enjoy, tidak terbersit beban di benakknya, sehingga semua tugas yang diberikan guru diselesaikan dengan penuh tanggung jawab.

5). Menghormati dan menghargai skenario pembelajaran.

Sebuah pembelajaran telah dirancang oleh guru sedemikian rupa supaya dapat mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang memiliki tentunya akan mengikuti langkah-langkah pembelajaran sebagaimana yang telah disampaikan oleh guru.

6). Ketika belajar kelompok dapat membuat keputusan yang berbeda dari teman kelompoknya.

Sikap tanggung jawab atas tugas yang diberikan oleh guru akan terlihat dari cara pandang siswa terhadap materi pelajaran yang menunjukkan antusiasmenya dengan cara berani mengemukakan pendapat yang berbeda dengan siswa lain dalam kelompoknya

7). Dapat konsentrasi dalam setiap suasana belajar.

(15)

akan dapat timbul tanpa disadari oleh siswa akan makna pembelajaran yang harus dilaksanakan sehingga siswa tersebut terlihat memiliki sikap tanggung jawab.

8). Mempunyai minat dalam menulis karangan narasi.

Bertanggung jawab atas tugas yang diembannya tentunya akan melaksanakan tugas dengan baik, penuh semangat, dan mempunyai pandangan tersendiri yang disertai alasan yang tepat. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut mempunyai minat terhadap pembelajaran. Sehingga mencerminkan sikap tanggung jawabnya.

2. Hakikat Metode Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

a. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif

(16)

sendiri”. Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang

berusaha memanfaatkan teman sejawat atau siswa lain sebagai sumber belajar, di samping guru dan sumber belajar yang lainnya Wena (2009: 190). Cooperatif learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih, dan keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperatif learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok (Solihatin dan Raharjo, 2008: 4).

(17)

menggunakan pengetahuan awalnya dan belajar dari pengetahuan awal temannya (Santosa, 2010: 127).

Pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk bekerja sama dalam mengerjakan tugas-tugas terstruktur yang diberikan oleh guru secara kelompok dan masing-masing anggota memberikan konstribusi untuk mewujudkan pemahaman bersama.

Ada beberapa karakteristik dalam pembelajaran kooperatif, antara lain yang dikemukakan oleh Majid (2014: 176) ciri atau karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (1) Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar; (2). Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang, dan rendah (heterogen); (3). Apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda; (4). Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Sanjaya (2010: 244) berpendapat bahwa

karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (1). Pembelajaran secara tim; (2). Di dasarkan pada manajemen kooperatif;

(3). Kemauan untuk bekerja sama; (4). Keterampilan bekerja sama.

(18)

(3). tanggung jawab individu; (4). keterampilan sosial; (5). terjadinya proses dalam kelompok. Sementara Johnson dan Johnson dalam Samani dan Hariyanto (2012: 164) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif meliputi sejumlah unsur (1) saling ketergantungan positif; (2) tanggung jawab individu; (3) interaksi tatap muka; (4) penerapan keterampilan kolaboratif, dan (5) proses kelompok. Felder dan Brent yang mengembangkan model yang berasal dari David Johnson dan Roger Johnson menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif bukan semata-mata sinonim dari siswa bekerja sama dalam kelompok, suatu pembelajaran hanya dapat disebut sebagai pembelajaran kooperatif jika kelima unsur yang disebut di atas hadir dalam pembelajaran (Samani dan Hariyanto: 164-165). Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Siahan dengan pendapat Johnson dan Johnson ada kesamaannya bahwa dalam pembelajaran kooperatif adanya unsur saling ketergantungan positif, adanya tanggung jawab individu, dan proses kelompok.

(19)

beraktivitas menuju tujuan bersama; (5) partisipasi yang adil dan setara, tidak ada peserta yang mendominasi; (6) tanggung jawab individu, setiap siswa harus belajar dan saling berbagi pengetahuan; (7) ketergantungan positif, setiap siswa harus berpedoman satu untuk semua dan semua untuk satu; (8) kerja sama sebagai nilai karakter, kerja sama tidak hanya sebagai cara untuk belajar,tetapi juga sebagai bagian dari isi pembelajaran.

Berdasar berbagai hasil penelitian serta fakta empiris di lapangan, pembelajaran kooperatif ternyata telah mampu meningkatkan kualitas pembelajaran siswa dalam hal antara lain memberi kesempatan saling berbagi informasi kognitif, memberi motivasi kepada siswa, meyakinkan siswa untuk membangun pengetahuannya, mendapat masukan informatif, mengembangkan keterampilan sosial kelompok, meningkatkan interaksi positif antar anggota, meningkatkan daya ingat karena siswa terlibat langsung mengajar siswa lain, dan mengembangkan karakter positif para siswa misalnya kemandirian, berani mengemukakan pendapat, tanggung

jawab dan sebagainya. Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk (1). Meningkatkan hasil akademik dengan meningkatkan kinerja siswa

(20)

dalam berbagai tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, menjelaskan ide atau pendapat, dan lain sebagainya (Depdiknas).

Pembelajaran kooperatif akan menciptakan suasana aktif dan kreatif. Dikatakan aktif karena peserta didik harus dapat bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Setiap peserta didik dalam kelompok harus bersikap kooperatif terhadap sesama anggota kelompoknya. Pembiasaan pola belajar di atas dapat mengikis sifat negatif siswa dalam proses pembelajaran selama ini. Dikatakan kreatif karena peserta didik harus dapat memecahkan masalah yang timbul, baik terhadap materi pelajaran maupun masalah perbedaan cara menyelesaikan berkaitan dengan kompetensi individual. Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaimana peserta didik dapat bekerja sama dalam kelompok, tujuan kelompok adalah tujuan bersama. Tujuan penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan keterampilan kerja sama dan kolaborasi pada siswa. Keterampilan ini akan dirasakan manfaatnya saat siswa terjun ke masyarakat kelak.

b. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif Jigsaw

(21)

2014: 182). Metode ini memiliki dua versi, jigsaw orisinal dan jigsaw II (Slavin, 2009).

(22)

Metode kooperatif jigsaw diterapkan untuk materi-materi yang berhubungan dengan keterampilan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Di dalam metode kooperatif jigsaw guru harus memperhatikan dan memahami kemampuan dan pengalaman siswa agar materi pembelajaran menjadi lebih bermakna. Guru harus memberi banyak kesempatan kepada siswa untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Jika tugas yang dikerjakan cukup sulit guru membentuk kelompok ahli. Setiap anggota yang mendapat bagian atau subtopik yang sama berkumpul dengan anggota dari kelompok-kelompok yang mendapat bagian atau subtopik tersebut. Kemudian masing-masing anggota dari kelompok ahli ke kelompoknya yang semula untuk menjelaskan apa yang baru dipelajari dari kelompok ahli kepada rekan-rekan kelompoknya (Huda, 2013: 206).

(23)

dinamakan kelompok ahli (tim ahli). Selanjutnya anggota tim ahli ini kembali ke kelompok asal untuk mengajarkan apa yang telah dipelajari dari kelompok ahli tadi kepada anggota kelompok asal atau kelompknya sendiri. Pada hakekatnya, pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mengandalkan sesama teman sekelompoknya dalam memahami materi pembelajaran. Siswa bisa belajar dari sesama temannya dalam mempelajari suatu topik kajian. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa yang dikirim ke kelompok ahli, bertanggung jawab untuk mempelajari topik tertentu yang diberikan guru dan sekaligus membelajarkan kepada teman-teman kelompok asalnya. Dengan demikian siswa tersebut memiliki tanggung jawab mempelajari topik tertentu sampai memahami yang kemudian dibelajarkan kepada teman-teman kelompok asalnya. model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menempatkan siswa sebagai bagian penting dari suatu sistem kerjasama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar (Subroto, 2012).

(24)

membagi pengetahuan dan kemampuan serta saling mengoreksi antar sesama dalam belajar.

Pembelajaran kooperatif jigsaw di dalamnya terdapat kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa yang terdiri dari beberapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang yang berbeda. Guru harus terampil dan mengetahui latar belakang siswa agar tercipta suasana yang baik bagi setiap anggota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain dalam hal ini kelompok asal yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada kelompok asal. Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka.

(25)

yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggung jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan.

Guru sebagai seorang fasilitator berperan memberikan pengarahan pada saat diskusi, baik pada kelompok ahli maupun pada kelompok asal. Siswa dituntut aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui diskusi dengan arahan guru. Metode pembelajaran kooperatif jigsaw menyediakan peluang bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan menulisnya dengan memperhatikan bakat yang dimiliki siswa. Pembelajaran kooperatif jigsaw dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun pada siswa kelompok atas yang bekerja sama dalam menyelesaikan tugas. Siswa yang belum dapat memecahkan permasalahan akan dibantu oleh teman yang sudah mengerti atau yang sudah selesai pembahasannya. Dalam proses tersebut siswa kelompok bawah akan bertambah kemampuannya karena memperoleh pengetahuan dengan bertanya secara langsung dengan teman yang dianggap memiliki kemampuan lebih dalam kelompoknya. Sedangkan siswa yang membantu temannya yang mendapat kesulitan dalam pembelajaran akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberikan pelayanan sebagai tutor yang membutuhkan pemikiran lebih mendalam.

(26)

kelompok yang lain, sehingga meningkatkan kerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.

Langkah-langkah metode kooperatif jigsaw menurut Nurhadi dan Agus Gerrard dalam Majid (2014: 182-183) sebagai berikut.

1). Menyampaikan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi;

2).Menyajikan informasi kepada siswa dengan demonstrasi disertai penjelasan

3). Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar; 4). Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok; 5). Mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar;

6). Pemberian penghargaan atau pengakuan terhadap hasil belajar siswa. Langkah-langkah metode kooperatif jigsaw II, menurut Slavin (2005: 238-240) adalah sebagai berikut:

1). Pilihlah satu atau dua bab wacana, atau unit lainnya. Bila siswa akan membaca di kelas, materi yang dipilih membutuhkan waktu tidak lebih dari setengah jam.

2). Buatlah sebuah lembar ahli untuk tiap unit. Lembar ini akan mengarahkan siswa di mana siswa harus berkonsentrasi membaca, dan dengan kelompok ahli yang akan membaca.

3). Buatlah kuis, tes berupa esai, atau bentuk penilaian lainnya untuk tiap unit.

(27)

Guru harus terampil dalam menyelidiki latar belakang siswa dengan memperhatikan kebersamaan dan latar belakang yang berbeda-beda dalam satu kelompok. Penelitian ini menggunakan langkah-langkah metode kooperatif jigsaw sebagai berikut.

1). Menyampaikan tujuan belajar dan membangkitkan motivasi anak 2). Menjelaskan materi secara sekilas dan skenario pembelajaran.

3). Siswa dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 sampai 7 anak.

4). Adanya siswa yang dijadikan tim ahli, Ada 5 tim ahli

Pertama, ahli yang membahas tentang isi Kedua, ahli yang membahas organisasi Ketiga, ahli yang membahas kosakata

Keempat, ahli yang membahas tentang penggunaan bahasa Kelima, ahli yang membahas tentang mekanik

5). Mengelola dan membantu siswa dalam belajar kelompok.

6). Hasil kerja kelompok dapat dipertanggungjawabkan dengan presentasi. 7). Mengetes penguasaan kelompok atas bahan ajar.

(28)

1). Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain;

2). Siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan;

3). Setiap anggota siswa berhak menjadi ahli dalam kelompoknya; 4). Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif; 5). Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain.

Sedangkan kelemahannya adalah 1). Membutuhkan waktu yang lama.

2). Siswa yang pandai cenderung tidak mau disatukan dengan teman yang kurang pandai, sedang siswa yang kurang pandai juga merasa minder bila digabung dengan siswa yang pandai.

3. Kemampuan Menulis Karangan Narasi

a. Hakekat Kemampuan

Kemampuan menurut Gibson (1996: 237) menunjuk pada potensi seseorang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan. Kemampuan berhubungan dengan kemampuan fisik dan mental seseorang untuk melaksanakan pekerjaan. Kemampuan ini akan tercermin dari sikap yang diajukan dalam menyelesaikan pekerjaannya.

(29)

pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Kemampuan adalah sesuatu yang sifatnya dinamis, artinya kemampuan tidak bersifat statis dan dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu. Untuk itu diperlukan aktivitas tertentu yang dapat bermanfaat meningkatkan kemampuan kerja, yaitu melalui pendidikan dan latihan.

Kemampuan atau kompetensi adalah kemampuan bersikap, berfikir dan bertindak secara konsistensi sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki.

Dalam penelitian ini kemampuan adalah potensi seseorang baik fisik maupun mental untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan.

b. Menulis Karangan Narasi

1). Hakekat Menulis

Tarigan (2008: 3) mengatakan bahwa menulis adalah suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Selanjutnya Tarigan (2008: 22) menyatakan bahwa menulis ialah menurunkan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambing-lambang grafik tersebut.

(30)

(Iskandarwassid, 2008: 248). Kemampuan menulis dianggap sebagian besar orang lebih sulit dikuasai bahkan penutur asli bahasa yang bersangkutan sekalipun. Hal ini desebabkan kemampuan menulis menghendaki berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan menjadi isi tulisan.

Akhadiyah (1997: 13) berpendapat bahwa menulis juga merupakan suatu proses penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pendapat kepada pembaca dengan lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati bersama oleh penulis dan pembaca. Dalam menulis terdapat aspek kebahasaan yaitu penggunaan tanda baca dan ejaan, penggunaan diksi, penataan kalimat, pengembangan paragraf, pengolahan paragraf, pengolahan gagasan, dan pengembang model karangan.

Menulis merupakan media komunikasi pengungkapan pikiran, ide, atau gagasan untuk mencapai suatu maksud tertentu Syamsuddin (2011: 2). Hal senada disampaikan oleh Semi (2007: 14) menulis merupakan suatu proses kreatif memindahkan gagasan ke dalam lambing-lambang tulisan. Dalam pengertian ini, menulis memiliki tiga aspek utama (1) adanya tujuan atau maksud tertentu yang hendak dicapai; (2) adanya gagasan atau sesuatu yang hendak dikomunikasikan; (3) adanya system pemindahan gagasan.

(31)

penyampaian informasi secara tertulis berupa hasil kreatifitas penulisnya dengan menggunakan cara berpikir yang kreatif, tidak monoton dan tidak terpusat pada satu permasalahan saja.

Mc Crimmon, dalam Slamet (2008: 96) mengatakan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu subjek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan mudah dan jelas. Menulis merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Sebagaimana diungkapkan oleh Hastuti dalam Slamet, (2008: 98), bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan yang sangat kompleks karena melibatkan cara berpikir yang teratur dan berbagai persyaratan yang berkaitan dengan teknik penulisan, seperti (1) adanya kesatuan gagasan; (2) penggunaan kalimat yang jelas dan efektif; (3) paragraf disusun dengan baik; (4) penerapan kaidah ejaan yang benar; dan (5) penguasaan kosakata yang memadai.

(32)

seperti kemampuan menggunakan unsur-unsur bahasa secara tepat, kemampuan mengorganisasikan wacana dalam bentuk karangan, kemampuan menggunakan gaya bahasa yang tepat, pilihan kata dan yang lainnya.

Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan bentuk kegiatan menyampaikan ide, pesan, gagasan, dan pendapat kepada orang lain melalui tulisan sehingga pesan dapat diterima dan dipahami oleh pembaca dengan baik.

Kemampuan menulis merupakan potensi yang dimiliki oleh setiap orang untuk menuangkan gagasannya dalam bentuk wujud tulis. Upaya ini dilakukan dengan mengekspresikan kemampuan pikir untuk berkomunikasi dengan orang lain. Daya pikir akan sangat tampak dalam menuangkan menjadi kata-kata yang mudah dipahami maksudnya. Kemampuan yang sesungguhnya dimiliki oleh setiap orang hanya dapat dilakukan apabila orang tersebut melakukan pembiasaan untuk menulis. Peristiwa di dalam kehidupan sehari-hari dapat saja ditulis oleh seseorang dengan adanya kandungan pengetahuan yang dapat dijadikan pesan.

(33)

untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat dan merasa tidak tahu bagaimana harus menulis, Graves, dalam Slamet (2008: 105).

Fungsi utama dari tulisan menurut Tarigan, (2008: 22) adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir, juga dapat menolong kita berpikir secara kritis.

2). Tahap-Tahap Pengajaran Menulis

Pengajaran mengarang menurut Braja dalam Slamet (2008: 105) terdiri atas lima tahap, yaitu (1) mencontoh, (2) memproduksi, (3) rekombinasi dan transformasi, (4) mengarang terpimpin, dan (5) mengarang bebas.

(34)

Ada lima tahap dalam proses penulisan menurut Weaver, dalam Slamet (2008: 111-116) yaitu (1) prapenulisan, (2) pembuatan draf, (3) perevisian, (4) pengeditan, dan (5) pemublikasian.

Tahap prapenulisan, tahap ini merupakan tahap persiapan, tahap langkah awal dalam menulis yang mencakup kegiatan (a) menentukan dan membatasi topik tulisan, (b) merumuskan tujuan, menentukan bentuk kalimat dan menentukan pembaca yang akan ditujunya, (c) memilih bahan, dan (d) menentukan generalisasi dan cara mengorganisasi ide untuk tulisannya.

Tahap prapenulisan merupakan tahap yang amat penting dalam kegiatan menulis. Oleh karena itu, pada tahap prapenulisan kadang diperlukan stimulus untuk merangsang munculnya respon yang berupa ide atau gagasan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara melakukan berbagai aktivitas, misalnya membaca buku, surat kabar, majalah atau yang sejenisnya.

(35)

penulisan huruf kapital, tanda baca, maupun aspek mekanis lainnya juga perlu mendapat perhatian.

Pada tahap prapenulisan belum ditentukan judul karangan, tetapi pada akhir tahap pembuatan draf, penulis dapat menentukan judul karangan, antara lain (a) singkat, (b) provokatif, dan (c) relevan dengan isi. Di samping itu perlu diingat pula bahwa judul sebaiknya disusun dalam bentuk frase bukan kalimat.

Tahap perevisian, pada tahap revisi dilakukan koreksi terhadap seluruh karangan. Koreksi dilakukan terhadap berbagai aspek misalnya struktur karangan dan kebahasaan. Struktur karangan meliputi penataan ide pokok dan ide penjelas, serta sistematika dan penalarannya. Sementara itu aspek kebahasaan meliputi pilihan kata, struktur bahasa, ejaan, dan tanda baca. Pada tahap ini masih dimungkinkan mengubah judul karangan apabila judul yang telah ditentukan dirasakan kurang tepat.

(36)

tulisannya, penulis memiliki perspektif yang segar dan dapat menempatkan dirinya sebagai pembaca, bukan sebagai penulis, sehingga dapat menangkap apa yang mereka inginkan untuk ditulis. Pada saat merevisi penulis dapat mengganti, menambah, memindahkan atau menghilangkan bagian-bagian kalimat tertentu yang dipandang tidak sesuai. Jika revisi dilakukan secara kelompok, maka teman satu kelompoklah yang menjadi pembaca yang diharapkan dapat memberikan pendapat dan respon atas rancangan tulisan.

(37)

Tahap kelima adalah tahap publikasi. Publikasi mempunyai dua pengertian. Pertama pulikasi berarti penyampaian karangan kepada publik dalam bentuk cetakan, pengertian kedua menyampaikan dalam bentuk noncetakan. Penyampaian noncetakan dapat dilakukan dengan pementasan, penceritaan, peragaan, dan pembacaan di depan kelas.

Sebelum kegiatan menulis dimulai perlu adanya rancangan sebagai pedoman untuk menulis, sehingga akan memudahkan penulis untuk menulis. Rancangan tulisan merupakan pedoman bagi penulis untuk mewujudkan tulisannya. Secara terperinci rancangan tulisan dapat membantu penulis dalam hal-hal sebagai berikut (1) untuk menyusun karangan secara teratur, (2) memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda-beda, (3) menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali, dan (4) memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu.

(38)

Dalman (2015: 86-88) menyatakan bahwa langkah-langkah dalam menyusun karangan adalah sebagai berikut: (1) Menentukan tema, topik, dan judul. Tema adalah pokok persoalan atau pokok permasalahan yang mendasari suatu karangan, topik merupakan hal yang dikembangkan atau dibahas dalam karangan, sedangkan judul kepala karangan atau nama sebuah karangan; (2) Mengumpulkan bahan; (3) Menyeleksi bahan; (4) Membuat kerangka karangan; (5) Mengembangkan kerangka karangan.

3). Menulis Karangan Narasi

Kegiatan mengarang merupakan kegiatan mengungkapkan gagasan yang ada dalam pikiran secara runtut dan menarik untuk dibaca oleh orang lain. Pendapat tersebut dipertegas oleh Syamsuddin (2011: 2) yang menyatakan bahwa mengarang diartikan dengan kegiatan merangkai, menyusun secara cermat buah pikiran ke dalam bentuk tulisan yang berurutan dan teratur tentang suatu masalah.

Kegiatan menulis dengan mengarang pada hakekatnya sama. Hanya saja ada beberapa pendapat yang membedakan antara istilah mengarang dengan menulis. Istilah mengarang digunakan pada penulisan karya fiksi atau nonilmiah, sedangkan istilah menulis lebih digunakan pada karya ilmiah atau nonfiksi (Dalman, 2015: 85).

(39)

paragraf, dan wacana yang utuh) dalam bentuk tulisan. Menulis karangan merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa yang paling kompleks, dalam menulis karangan melibatkan seluruh kemampuan berbahasa yang dipelajari secara teoritis dan juga melibatkan daya nalar yang benar. Oleh karena itu mengarang pada umumnya termasuk keterampilan yang paling sulit jika dibandingkan dengan keterampilan berbahasa yang lain.

Para ahli mengklasifikasikan tulisan berdasarkan bentuk atau ragamnya ada lima macam, yakni (1) narasi; (2) deskripsi; (3) eksposisi; (4) argumentasi; dan (5) persuasi. Dalam penelitian ini peneliti hanya membahas karangan narasi. Karena menulis karangan narasi inilah yang menjadi bahan kajian dalam upaya peningkatan kemampuan guru dalam pembelajaran menulis. Sehingga beberapa pengertian tentang karangan narasi akan dibahas dalam bab ini.

(40)

memecahkan masalah, dan operasional. Usaha untuk mengombinasikan beberapa pengalaman yang ada dengan gagasan haruslah selaras dan memberikan kesadaran baru kepada orang lain untuk menjadi lebih kompleks. Dalam hal ini untuk menuliskan narasi dibutuhkan kreativitas agar terjalin pengombinasian kata-kata, pemecahan masalah dalam realita, dan operasional makna yang dapat menarik perhatian pembaca (Akhadiah, 2000: 56)

Kegiatan menulis dapat meningkatkan potensi emosional (affektif) sekaligus kemampuan berfikir (kognitif), dan keterampilan psikis (psikomotorik). Kegiatan menulis juga dapat meningkatkan kemampuan pelajar, terkait dengan ilmu-ilmu yang diserapnya dan diwacanakan dalam bentuk tulisan. Menulis merupakan kegiatan untuk menggali potensi diri dalam rangka mengembangkan intelektualitas dengan segenap perspektif dan sudut pandang sehingga memiliki jiwa yang kritis terhadap berbagai fenomena. Adapun ide yang ada dalam menulis akan didapatkan dari aktifitas membaca atau diskusi bersama. Namun, yang tidak kalah pentingnya, perlu diciptakan iklim untuk gemar menulis terlebih dahulu.

(41)

pelaku, bagaimana perilakunya, di mana tempat terjadinya peristiwa itu, kapan terjadinya, bagaimana suasana kejadiannya, bagaimana jalan ceritanya, dan siapa juru bicaranya.

Narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi (Keraf, 2007: 136). Sedangkan Dalman (2015: 106) berpendapat bahwa narasi merupakan cerita yang menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk manusia dalam sebuah peristiwa atau pengalaman manusia dari waktu ke waktu, dan di dalamnya terdapat tokoh yang mengalamu konflik yang disusun secara sistematis. Dengan demikian dapat diketahui ada beberapa hal yang berkaitan dengan narasi yakni berbentuk cerita atau kisahan, menonjolkan pelaku, menurut perkembangan dari waktu ke waktu, dan disusun secara sistematis.

Ada kesamaan dari beberapa pendapat para ahli di atas sama-sama menyatakan karangan narasi merupakan suatu kejadian atau peristiwa menurut urutan kejadian atau urutan kronologis. Peristiwa atau kejadian dipaparkan secara urut melalui siapa pelaku, bagaimana perilakunya, di mana tempat terjadinya, kapan terjadinya, bagaimana jalan ceritanya, dan siapa juru bicaranya.

(42)

tentang suatu kejadian atau tema tertentu, sehingga dapat memenuhi keingintahuan pembaca agar selalu bertanya apa yang terjadi.

Ada beberapa hal yang berkaitan dengan pengertian narasi yakni (1) membentuk cerita atau kisahan; (2) menonjolkan pelaku; (3) menurut perkembangan dari waktu ke waktu atau kronologis; dan (4) disusun secara sistematis. Dari identifikasi tersebut juga dapat disimpulkan bahwa karangan narasi adalah karangan yang mengisahkan suatu peristiwa atau kejadian yang disusun secara sistematis dengan menonjolkan pelaku dari waktu ke waktu. Peristiwa yang diceritakan oleh penulis dapat dimulai dari awal hingga akhir atau mulai dari akhir kembali ke awal, dan mungkin pula cerita diawali dari konflik.

(43)

untuk menghidupkan cerita; dan (6) tulisan disajikan dengan menggunakan cara kronologis.

Ciri-ciri yang dikembangkan olek Semi memiliki kesamaan dengan yang disampaikan Keraf, bahwa narasi memiliki ciri-ciri berisi suatu cerita yang menekankan pada suatu kronologis dari waktu ke waktu, dan memiliki konflik. Perbedaannya, Keraf lebih menonjolkan pelaku, artinya pelaku 1,2, dan 3 menjadi bagian penting yang menandai sebuah narasi, jika tidak ada pelaku karangan tersebut kemungkinan bukan narasi. Sementara itu, Semi cenderung menekankan bahwa narasi memiliki dialog antar pelaku. Berkaitan dengan nilai, Semi menekankan bahwa narasi memiliki nilai estetika sedangkan Keraf melihat bahwa narasi harus disusun secara logis.

Dengan demikian dari perbedaan yang disampaikan oleh dua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua-duanya saling melengkapi, sebuah konflik dapat terjadi karena ada pelaku dan dialog. Oleh karena itu, keduanya sepaham bahwa konflik merupakan bagian yang penting dalam sebuah karangan narasi.

(44)

a). Kemampuan Menulis Perasaan

Menulis perasaan merupakan tahapan awal seseorang memulai untuk menyukai dan menyenangi untuk menulis narasi. Perasaan-perasaan dijalin dengan bahasa yang indah sehingga membentuk makna. Pada tahap awal untuk dapat mengungkapkan perasaan yang melekat pada diri seseorang menjadi bentuk narasi tidaklah mudah. Perasaan-perasaan yang berlebihan dapat menjadikan orang tidak konsentrasi dalam menulis. Seseorang harus mampu dalam menuliskan antara perasaan dan keinginan

Pengungkapan perasaan tersebut merupakan bagian kesadaran untuk menjalin diri dengan bentuk bahasa yang diungkap. Narasi menggunakan bahasa untuk menyampaikannya. Perasaan yang ada tidak dapat diungkapkan tanpa memiliki kosa kata. Adanya kebiasaan untuk mengungkapkan perasaan dengan ilustrasi puitis, akan terjalin bentuk komunikasi antara perasaan dengan pembaca melalui bentuk tulis. Kegiatan tersebut harus dilakukan dengan sadar dan tidak terbelenggu oleh perasaan semata, tetapi ada pengendalian-pengendalian diri agar terjalin keutuhan makna.

b). Kemampuan Menulis Imajinasi

(45)

penting untuk dilakukan karena akan mengkonstruksi dunia tersendiri di dalam narasi. Dunia di dalam narasi menjadi hal yang penting untuk menampilkan citra dan pandangan sehingga terbentuk realita baru dalam bentuk kata-kata. Realitas ini dipenuhi dengan ilustrasi yang jelas sehingga pada saat dibaca berkesan bagi pembaca.

Imajinasi akan berkembang menjadi dunia yang menarik dalam narasi apabila menampilkan citra yang estetik. Oleh karena itu, untuk menampilkan beberapa relasi fungsional diperlukan imajinasi yang kuat menjadi dasar utama narasi tetap bertahan meskipun zaman sudah berubah.

c). Kemampuan Menulis Kenyataan

Kemampuan menulis kenyataan menjadi bentuk narasi dengan cara mencerna terhadap objek-objek yang seseorang lihat kemudian dilukiskan dengan bahasa yang indah. Pada dasarnya, karya sastra bermula dari realitas, yang diolah secara imajinatif. Bentuk pengolahan antara kenyataan dan imajinatif akan membangun kesadaran-kesadaran baru bagi pembaca.

(46)

melampaui kenyataan itu sediri karena imajinasi dapat berkembang jauh menerobos masa lalu, masa sekarang, maupun masa yang akan datang, sehingga fakta pada narasi berbeda dengan fakta sejarah yang hanya mencatat peristiwa yang tejadi saja.

d). Kemampuan Menulis Pengalaman

Kemampuan menulis pengalaman menuntut kemampuan seseorang untuk mengolah antara perasaan, imajinasi dan kenyataan yang pernah dialami. Keterpaduan ini membentuk realitas fiktif yang ditulis dengan bahasa yang singkat dan padat. Pengalaman tidak harus yang dialami oleh diri sendiri, tetapi dapat juga merupakan pengalaman yang dialami oleh orang lain.

4). Jenis-Jenis Karangan Narasi.

Keraf (2007: 136-138) membagi menjadi narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi ekspositoris adalah narasi yang bertujuan untuk memberi informasi kepada para pembaca mengenai kejadian agar mereka tahu secara tepat. Sedangkan narasi sugestif merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sekian macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca.

(47)

tentang kehidupan seseorang yang penuh dengan suka duka misalnya cerita tentang bencana alam atau peristiwa kecelakaan. Narasi ekspositoris bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk menyampaikan informasi yang tepat tentang suatu peristiwa. Sasaran utamanya berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah tersebut. Narasi ekspositoris penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya satu orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini atau saat terakhir dalam kehidupannya. Narasi ekspositiris mempersoalkan tahap-tahap kejadian, rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau pendengar. Narasi ekspositoris dapat bersifat khas atau khusus dan dapat pula bersifat generalisasi. Narasi yang bersifat khusus adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi satu kali. Peristiwa yang khas adalah peristiwa yang tidak dapat diulang kembali, karena itu merupakan pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja. Sedangkan narasi yang bersifat generalisasi adalah narasi yang menyampaikan suatu proses yang umum, yang dapat dilakukan siapa saja, dan dapat pula dilakukan secara berulang-ulang. Dengan melaksanakan tipe kejadian itu secara berulang-ulang, maka seseorang dapat memperoleh kemahiran tentang hal tersebut.

(48)

(narasi artistik). Narasi ekspositoris adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat tentang peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan tentang kisah seseorang. Dalam narasi ekspositoris, penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya. Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha untuk memberikan suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada pembaca sehingga tampak seolah-olah melihat.

5). Prinsip-Prinsip Karangan Narasi.

Dalman (2015: 107-108) berpendapat bahwa dalam menulis karangan narasi perlu memperhatikan prinsip-prinsip dasar narasi sebagai tumpuan berpikir bagi terpentuknya karangan narasi. Prisip-prinsip tersebut, yaitu;

a). Alur (plot) , yaitu rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha urutan memecahkan konflik yang terdapat dalam narasi. Alur dikupas menjadi elemen-elemen sebagai berikut (1) pengenalan; (2)

timbulnya konflik; (3) konflik memuncak; (4) klimaks; dan (5) pemecahan masalah. Namun dalam menulis narasi, seorang

penulis dapat memulai dari mana yang ia kehendaki.

(49)

c). Latar atau setting, yaitu tempat dan atau waktu terjadinya perbuatan tokoh atau peristiwa yang dialami tokoh. Latar dibedakan menjadi latar waktu, latar tempat, latar fisik, dan latar suasana.

d). Titik pandang, yaitu menceritakan kedudukan pengarang atau narator dalam sebuah karangan.

6). Langkah-Langkah Menyusun Karangan Narasi.

Menutut Dalman, (2015: 110) ada enam langkah dalam mengembangkan karangan narasi, yaitu (a) menentukan tema dan amanat yang akan disampaikan kepada pembaca; (b) menetapkan sasaran pembaca; (c) merancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur; (d) membagi peristiwa utama ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir; (e) merinci peristiwa-peristiwa utama ke dalam detai-detail peristiwa-peristiwa sebagai pendukung cerita dan (f) menyusun tokoh dan perwatakan, latar dan sudut pandang. Sedangkan langkah-langkah yang ditempuh dalam menyusun karangan pada dasarnya adalah menentukan tema, topik dan judul; mengumpulkan bahan; menyeleksi bahan; mengembangkan kerangka karangan.

Sedangkan Semi (2007: 58-61) menyatakan bila menulis narasi

(50)

Bahasa merupakan media yang utama dalam kegiatan menulis. Seorang penulis harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan unsur-unsur dalam bahasa agar pesan yang disampaikan kepada orang lain dapat dipahami, seperti ejaan, pilihan kata atau diksi, penguasaan kalimat efektif, dan pengembangan paragraf. Keempat unsur bahasa tersebut memiliki kedudukan yang amat penting dalam mendukung terciptanya tulisan yang baik.

Ejaan adalah pelambangan fonem dengan huruf, Badudu, dalam Slamet, (2008: 117). Selanjutnya dikatakan bahwa selain itu, dalam sistem ejaan termasuk juga (1) ketepatan tentang bagaimana satuan-satuan morfologi seperti kata dasar, kata ulang, kata majemuk dan kata berimbuhan serta partikel-partikel tulisan, (2) ketepatan tentang bagaimana menuliskan kalimat dan bagian-bagian kalimat dengan pemakaian tanda baca seperti titik, koma, titik koma, tanda kutip, tanda tanya, dan tanda seru.

Diksi atau penguasaan sejumlah besar kata memungkinkan seseorang dapat menghasilkan tulisan yang baik. Kata merupakan alat penyampai gagasan, oleh karena itu semakin banyak penguasaan kosakata seseorang semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasai dan yang sanggup diungkapkannya.

(51)

atau pembaca dapat memahami maksud yang diungkapkan oleh penulis. Kalimat efektif adalah kalimat yang singkat, padat, dan jelas serta mudah dipahami oleh si pembaca atau pendengar. Ciri-ciri kalimat efektif adalah (a) memiliki unsur penting dalam setiap kalimat, (b) taat terhadap tata ujaran ejaan yang berlaku, (c) menggunakan diksi secara tepat, (d) menggunakan kesepadanan antara struktur bahasa dan jalan pikiran yang logis dan sistematis, (e) menggunakan kesejajaran bentuk bahasa yang dipakai, (f) melakukan penekanan ide pokok, hemat dalam penggunaan kata, (g) menggunakan variasi struktur kalimat (Dalman, 2015: 22). Sedangkan

ciri-ciri kalimat efektif menurut Mc Crimmon dalam Slamet, (2008: 119) menyampaikan ada empat ciri khusus yaitu: (a) kesatuan (unity), (b) kehematan (economy), (c) penekanan (emphasis), dan (d) kevariasian (variety).

Pengembangan paragraf atau pengungkapan pikiran yang dilakukan secara tulis akan tampak hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain. Hubungan itu berupa hubungan yang berurutan hubungan yang menyatakan satu kesatuan, hubungan yang menyatakan adanya kaitan struktur bahasa dan logis berbahasa serta hubungan yang menunjukkan cara berpikir.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah

(52)

Pengaruh Pendekatan Kooperatif Jigsaw dalam Pembelajaran Bahasa Inggris terhadap Prestasi Belajar Menulis Ditinjau dari Siswa SMP Negeri 2 Amlapura.” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

penggunaan model pembelajaran kooperatif jigsaw terhadap hasil belajar menulis ditinjau dari motivasi berprestasi.

Penelitian yang dilakukan oleh A. Puspa Adi dkk merupakan penelitian yang relevan dengan peneliti, karena pada penelitian tersebut menggunakan pendekatan kooperatif jigsaw, sebagai variable bebas atau yang memberikan pengaruh terhadap variable terikat. Perbedaannya dalam penelitian A. Puspa Adhi dkk, dilaksanakan pada siswa SMP pada pembelajaran bahasa Inggris terhadap prestasi belajar menulis ditinjau dari bakat verbal, sedangkan penelitian ini dilakukan pada siswa SD pada pada pelajaran menulis karangan narasi serta pengaruhnya terhadap sikap tanggung jawab siswa.

(53)

mengikuti pembelajaran konvensional; (4) untuk siswa yang mempunyai motivasi berprestasi rendah, hasil belajar menulis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih rendah daripada siswa yang mengikuti pembelajaran yang konvensional. Pencapaian hasil belajar menulis bahasa Inggris siswa pada kelompok model pembelajaran kooperatif jigsaw lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran langsung. Dengan kata lain, model pembelajaran kooperatif jigsaw lebih unggul dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dalam pencapaian hasil belajar menulis bahasa Inggris.

2. Penelitian dari I Ketut Tastra dkk, yang dimuat dalam e-Jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesa, Jurusan Pendidikan Dasar, Volume 3 Tahun 2013, dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Hasil Belajar Menulis Ditinjau dari Motivasi Berprestasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Mendoyo”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

(54)

Penelitian yang dilakukan oleh I Ketut Tastra dkk merupakan penelitian yang relevan dengan peneliti, karena pada penelitian tersebut menggunakan model pembelajaran kooperatif jigsaw, sebagai variabel bebas atau yang memberikan pengaruh terhadap variabel terikat. Perbedaannya dalam penelitian I Ketut Tastra dkk, dilaksanakan pada siswa SMP pada pembelajaran menulis ditinjau dari motivasi berprestasi siswa, sedangkan penelitian ini dilakukan pada siswa SD pada pelajaran menulis karangan narasi serta pengaruhnya terhadap sikap tanggung jawab siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif jigsaw terhadap hasil belajar menulis siswa. Terdapat perbedaan hasil belajar menulis bahasa Inggris antara siswa yang diberikan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang mengikuti pembelajaran langsung. Rata-rata hasil belajar menulis kelompok model pembelajaran jigsaw lebih tinggi dari kelompok pembelajaran langsung.

C. Kerangka Berpikir

(55)

kriteria utama agar suatu kerangka pemikiran bias meyakinkan sesama ilmuwan, adalah alur-alur pikiran yang logis dalam membangun suatu kerangka berfikir yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis. Jadi kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan.

Pembelajaran keterampilan menulis karangan narasi di SD Negeri 4 Kranji Kecamatan Purwokerto Timur Kabupaten Banyumas masih belum berhasil dengan baik. Salah satu sebabnya adalah pembelajaran menulis tidak disukai oleh sebagian besar siswa. Siswa merasa kesulitan dalam menuangkan ide-idenya ke dalam sebuah kalimat. Sebab lain adalah kurang bervariasinya penggunaan metode pembelajaran. Dengan kata lain pembelajaran keterampilan menulis karangan narasi cenderung bersifat teoritis dan monoton hanya memberi tugas saja.

(56)

memperhatikan aspek lain seperti sikap. Keterampilan yang menjadi potensi siswa yang harus dikembangkan.

Pembelajaran dewasa ini juga tidak hanya semata-mata ditujukan untuk aspek kognitif saja, akan tetapi aspek sikap juga sangat diutamakan. Pendidikan karakter yang didengungkan akhir-akhir ini mengisyaratkan bahwa sikap merupakan salah satu kompetensi yang harus ditingkatkan siswa. Salah satu sikap yang harus dibangun antara lain sikap tanggung jawab yang merupakan suatu sifat yang ada dalam diri seseorang. Sifat tersebut apabila muncul akan melahirkan sikap berani, penuh kesadaran menjalankan segala sesuatu yang menjadi tugasnya dan siap menerima sanksi apabila terjadi tidak ketidaksesuaian dalam melaksanakan tugas tersebut. Visualisasi diri dalam sikap tanggung jawab akan tercermin ketika siswa melaksanakan sebuah kegiatan yang dalam hal ini adalah pembelajaran. Pemunculan sikap tanggung jawab tersebut dapat ditumbuhkan atau dipengaruhi oleh sebuah metode pembelajaran yang mampu mendorong siswa bertanggung jawab.

(57)

materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain, sehingga siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kolaboratif untuk mempelajari materi yang menjadi tugasnya. Dengan demikian siswa dikondisikan untuk beraktifitas secara kooperatif dalam dua kelompok, yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Anggota yang menjadi kelompok ahli harus benar-benar memahami materi yang menjadi tugasnya, karena apa yang diperoleh di kelompok ahli akan disampaikan pada anggota yang ada di kelompok asal. Aktivitas tersebut meliputi berbagai pengetahuan, ide, menyanggah, memberikan umpan balik, dan mengajar rekan sebaya. Pembelajaran ini juga disebut pembelajaran kooperatif tim ahli. Setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Dari permasalahan yang sama dihadapi tiap kelompok terbentuk tim ahli perwakilan masing-masing kelompok yang membahas permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya hasil pembahasan tim ahli dibawa ke kelompok asal dan disampaikan pada kelompoknya. Metode jigsaw juga dipandang penulis cocok diimplementasikan pada pembelajaran menulis karangan narasi.

Diharapkan melalui metode kooperatif jigsaw ini guru sebagai fasilitator dan inovator berperan untuk mengorganisir pembelajaran yang menyenangkan, siswa mampu berperan aktif sebagai sentral dalam pembelajaran dengan melakukan diskusi dengan sesama teman untuk menyelesaikan tugas menulis karangan narasi.

(58)

Kerangka berpikir metode kooperatif jigsaw dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut.

Bagan 2.1

Kerangka Berpikir Pembelajaran dengan Metode Kooperatif Jigsaw

D. Hipotesis Penelitian

(59)

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir tersebut di atas, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut.

1. Metode kooperatif jigsaw berpengaruh positif terhadap sikap tanggung jawab.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini, untuk mengevaluasi pengaruh pemberian tepung limbah udang fermentasi dalam pakan burung puyuh petelur terhadap kualitas kimiawi telur puyuh..

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas IVA dalam pembelajaran

Faktor dari luar yang lebih dominan mempengaruhi hasil belajar adalah metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran

Downtime yang terjadi pada periode Januari – April 2018, kerusakan yang sering.. terjadi adalah karena

PROFIL REPRESENTASI MENTAL SISWA KETIKA MEMBACA GAMBAR REPRESENTASI KONVENSI DAN ISOMORFISME SPASIAL PADA MATERI SISTEM EKSKRESI MANUSIA.. Universitas Pendidikan

Dalam penyusunan LKS, materi yang diberikan pada setiap kali pertemuan kegiatan belajar mengajar (KBM), disediakan tiga jenis tugas, yaitu pemahaman konsep, latihan

Untuk memperjelas penulisan ilmiah ini, penulis sertakan landasan teori perancangan sistem dan beberapa teori yang digunakan sebagai alat Bantu untuk merancang sistem sehingga

Sahabat MQ/ Pengembalian data uji publik pemegang KMS/ dari 45 kelurahan di Yogyakarta/ yang seharusnya selesai hari ini/ ternyata mundur// Hingga saat ini/ baru sekitar 20