• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PIDIE JAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN PIDIE JAYA"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KABUPATEN PIDIE JAYA

2014

(3)

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

KABUPATEN PIDIE JAYA 2014

Katalog BPS : 4102002.1118

Ukuran Buku : 15 x 21 cm

Book Size

Jumlah Halaman : l + 332 Halaman

Number of Pages Pages

Naskah : BPS Kabupaten Pidie Jaya

Manuscript

Penyunting : Seksi Statistik Sosial Editor

Gambar Kulit : Seksi IPDS Cover Design

Diterbitkan oleh: BPS Kabupaten Pidie Jaya Published by

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya May be cited with reference to the source

(4)

KATA PENGANTAR

Indeks Pembangunan Manusia merupakan indicator outcome dari proses pembangunan sehingga perubahannyasangat tergantung pada indicator output dan proses pembangunan. Untuk melihat bagaimana kondisi jalannya pembangunan didaerah tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie Jaya kerjasama dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Pidie Jaya, mencoba menganalisa berbagai aspek pembangunan, khususnya terhadap pembangunan manusia Kabupaten Pidie Jaya dengan menyusun publikasi IPM sebagai salah satu indikatornya.

Publikasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pidie Jaya 2014 adalah publikasi lanjutan dari sebelumnya yang menyajikan informasi mengenai kinerja pembangunan manusia di Kabupaten Pidie Jaya tahun 2013, dengan membandingkan perkembangan komponen IPM Kabupaten Pidie Jaya selama kurun waktu 2010-2013 dalam bentuk indikator komposit.

Kepada semua pihak, khususnya kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie Jaya dalam hal ini jajaran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Pidie Jaya yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyusunan publikasi ini kami ucapkan banyak terima kasih.

Meureudu, Oktober 2014 Kepala Badan Pusat Statistik

Kabupaten Pidie Jaya

Drs. Anwar A. Wahab NIP. 19590630 198103 1 002

(5)

DAFTAR ISI

Hal KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pengertian Index Pembangunan manusia (IPM)... ... 3

1.3 Komponen dan Indikator IPM... ... 5

1.4 Tujuan dan Kegunaan... 7

1.5 Sistematika ... 7

BAB II. TINJAUAN UMUM IPM 2.1 Konsep Pembangunan Manusia ... 11

2.2 Indeks Pembangunan Manusia Indonesia... 14

BAB III. METODOLOGI 3.1 Sumber Data... 19

3.2 Komponen IPM... 19

3.3 Rumus IPM ... 23

3.4 Penghitungan Indeks ... 23

(6)

BAB IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Gambaran Umum Wilayah ... 29

4.2 Gambaran Umum Kependudukan... 31

4.3 Penduduk Menurut Kecamatan ... 32

4.4 Kepadatan Penduduk ... 34

4.5 Ketenagakerjaan... 35

4.6 Pendidikan……….. ... 37

4.7 Sektor Unggulan ... 40

BAB V. IPM KABUPATEN PIDIE JAYA 5.1 Komponen Penghitungan IPM... 47

5.1.1. Angka Harapan Hidup... 47

5.1.2. Angka Melek Huruf & Rata-Rata Lama Sekolah... 51

5.1.3. Daya Beli ... 59

5.2 IPM Kabupaten Pidie Jaya ... 61

5.2.1. IPM Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2011... 61

5.2.2. Perbandingan IPM Antar Kabupaten/ Kota ... 63

5.2.3. Index Perkembangan Komponen IPM ... 65

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 71

6.2 Saran... 72

LAMPIRAN ... 79

DAFTAR ISTILAH PENTING ... 95

(7)

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 4.1. Distribusi Luas Wilayah Menurut Kecamatan... 30 Gambar 4.2. Jarak Ibukota Kecamatan ke Meureudu ... 31 Gambar4.3. Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Menurut Jenis

Kelamin Tahun 2011-2013 ... 32 Gambar 4.4. Distribusi Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Menurut

Kecamatan Tahun 2013 ... 33 Gambar 4.5. Kepadatan Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Menurut

Kecamatan Tahun 2013 ... 34 Gambar 4.6. Persentase Angkatan Kerja dan Pengangguran

Terbuka Tahun 2013 ... 36 Gambar 4.7. TPAK dan TPT Kab. Pidie Jaya Tahun 2013... 37 Gambar 4.8. Persentase Penduduk 5 Tahun keatas Menurut

status pendidikan Kab. Pidie Jaya Tahun 2013 ... 38 Gambar 4.9. Persentase Penduduk 5 Tahun Keatas Yang Masih

Bersekolah Tahun 2013... 39 Gambar 4.10. Persentase Penduduk 15 Tahun Keatas Melek Huruf

Baca Tulis Kab. Pidie Jaya Tahun 2013... 40 Gambar 4.11. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke yang

bekerja selama seminggu yang lalu menurut lapangan kerja Tahun 2013... 42 Gambar 4.12. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke yang

bekerja selama seminggu yang lalu menurut lapangan kerja Tahun 2013 (3 Sektor) ... 43

(8)

Gambar 5.1. Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh Tahun 2010-2013 ... 49 Gambar 5.2. Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir Tahun

2013 ... 50 Gambar 5.3. Angka Melek Huruf Tahun 2013 ... 52 Gambar 5.4. Rata-Rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota di

Aceh Tahun 2013 ... 53 Gambar 5.5. APS Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013 ... 56 Gambar 5.6. Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Kabupaten Pidie Jaya (L, P, L+P) dan Provinsi Aceh (L+P) Tahun 2013 ... 58 Gambar 5.7. Pengeluaran Riil Per Kapita Disesuaikan Tahun

2009-2013 (Rp ribu) ... 60 Gambar 5.8. Perkembangan IPM Kabupaten Pidie Jaya dan

Provinsi Aceh Tahun 2010-2013 ... 62 Gambar 5.9. Posisi IPM Kabupaten Pidie Jaya Dibandingkan

Dengan IPM Provinsi Aceh Tahun 2010- 2013... 64 Gambar 5.10. Index Perkembangan Komponen IPM di Pidie Jaya

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal Tabel 1. Luas Wilayah dan Jumlah Desa Menurut Kecamatan di

Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013 ... 79 Tabel 2. Jumlah Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013... 79 Tabel 3. Komposisi Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Menurut

Kecamatan dan Jenis Kelamin, Rasio Jenis Kelamin dan Luas Wilayah Tahun 2013 ... 80 Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Kecamatan Tahun 2011... 80 Tabel 5. Angka Harapan Hidup Tahun 2011-2013 ... 81 Tabel 6. Angka Melek Huruf Menurut Kabupaten/Kota di Aceh

Tahun 2011-2013 ... 82 Tabel 7. Pengeluaran Riil Per Kapita Disesuaikan Tahun 2011-2013 83 Tabel 8. Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) Menurut

Kabupaten/Kota di Aceh Tahun 2011-2013 ... 84 Tabel 9. Index Perkembangan Komponen IPM Tahun 2013... 85 Tabel 10. IPM dan Reduksi Shortfall Menurut Kabupaten/ Kota

Tahun 2011-2012 ... 86 Tabel 11. IPM Menurut Kategori dan Kabupaten/Kota Tahun

2012-2013 ... 87 Tabel 12. IPM 2013, Perubahan (Shortfall) 2012-2013, dan Letak

Kuadran... 88 Tabel 13. Angka Reduksi Shortfall Menurut Kabupaten/ Kota

(10)

Tabel 14. Angka Pertumbuhan IPM Kabupaten/Kota Tahun 2010-2012 ... 90 Tabel 15. Konversi Lama Sekolah dengan Jenjang Pendidikan ... 91 Tabel 16. Daftar Komoditi Terpilih Untuk Menghitung Paritas Daya

Beli ... 92 Tabel 17. Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Sub Kelompok

Makanan Tahun 2013 Kab. Pidie Jaya... 93 Tabel 18. Rata-rata Pengeluaran Per Kapita Sub Kelompok Non

Makanan Tahun 2013 Kab. Pidie Jaya... 94

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Pembangunan manusia (Human Development) berdasarkan sudut pandang atau perspektif dari United Nations Development Program(UNDP) dirumuskan sebagai suatu proses untuk membuat manusia mampu memiliki lebih banyak pilihan. Pendapatan (income) adalah salah satu dari pilihan yang dimiliki manusia, tetapi bukanlah suatu totalitas dari semua aspek kehidupan manusia. Selain itu aspek kesehatan, pendidikan, lingkungan fisik yang baik dan kebebasan untuk bertindak juga merupakan hal-hal yang tidak kalah pentingnya (UNDP Human Development Report-HDR, 2001).

Pembangunan Indonesia, dalam rangka meningkatkan mutu kehidupan dengan menciptakan individu manusia Indonesia seutuhnya yang dapat mengembangkan potensinya secara optimal perlu direncanakan. Dalam hal ini, keluarga sebagai masyarakat terkecil bertanggung jawab atas perkembangan optimal dari potensi individu.

Sedangkan masyarakat perlu memberikan dukungan sosial dan ekonomi yang dibutuhkan untuk menjamin kebutuhan dasar keluarga yang selalu berubah sesuai dengan perubahan tahapan siklus kehidupan keluarga. Pada sisi lain pemerintah pada semua jenjang administrasi bertanggung jawab untuk mengembangkan kebijakan dan menyediakan pelayanan yang dapat menjamin mekanisme dukungan sosial budaya untuk melindungi keluarga dan individu.

(12)

Kedudukan dan peran IPM dalam konteks perencanaan daerah dinilai sangat penting. Bahkan, pemerintah telah menetapkan IPM sebagai salah satu variabel/indikator dalam pembagian Dana Alokasi Umum (DAU) untuk daerah.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, khususnya Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Lebih lanjut, ayat (2) menyatakan bahwa celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Sementara ayat (3) menyebutkan, bahwa kebutuhan fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia.

Formula yang serupa juga diterapkan Pemerintah Provinsi Aceh dalam pengalokasian dana Otonomi Khusus (Otsus) bagi Pemerintah Kabupaten/kota. Hal ini tersirat dalam Qanun Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus. Dalam Pasal 11 ayat (1), (2), dan (3) disebutkan sebagai berikut :

(1) Pengalokasian Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan dengan perimbangan sebagai berikut : a. Paling banyak 40% (empat puluh persen) dialokasikan untuk

program dan kegiatan pembangunan Aceh;

b. Paling sedikit 60% (enam puluh persen) dialokasikan untuk program dan kegiatan pembangunan kabupaten/kota.

(13)

(2) Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibagi antar kabupaten/kota setiap tahun dengan menggunakan suatu formula yang memperhatikan keseimbangan kemajuan pembangunan antar kabupaten/kota.

(3) Formula perhitungan besaran alokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan beberapa indikator seperti jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) dan indikator lainnya yang relevan.

1.2. Pengertian Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Sejalan dengan ciri pembangunan nasional yang menempatkan manusia sebagai titik sentral, maka dalam kerangka pembangunan manusia, pembangunan ditujukan untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam semua proses pembangunan. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan dengan jalan meningkatkan kualitas penduduk sebagai sumber daya yang multi aspek yaitu:

1. Aspek Fisik (kesehatan)

2. Aspek Intelektualitas (pendidikan)

3. Aspek Kesejahteraan Ekonomi (berdaya beli) 4. Aspek Moralitas (iman dan takwa).

Disisi lain, perbaikan kualitas penduduk tersebut juga diiringi dengan pemanfaatan (utilization) kemampuan/ keterampilan mereka. Dilihat dari sisi pelaku atau sasaran yang ingin dicapai, pembangunan manusia juga merupakan sebuah model pembangunan tentang penduduk, untuk

(14)

1. Tentang penduduk, berupa investasi dibidang pendidikan, kesehatan dan pelayanan sosial lainnya.

2. Untuk penduduk, berupa penciptaan peluang kerja melalui pertumbuhan ekonomi.

3. Oleh penduduk, berupa upaya untuk memberdayakan (empowerment) penduduk dengan cara ikut serta berpartisipasi dalam proses politik dan pembangunan.

Menurut UNDP, upaya kearah perluasan pilihan tersebut hanya dapat direalisasikan jika penduduk paling tidak memiliki peluang berumur panjang dan sehat, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan peluang untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dalam kegiatan yang produktif. Untuk mengukur tingkat pemenuhan ketiga unsur diatas, UNDP menyusun suatu indeks komposit yang merangkum ketiga peluang diatas yang lebih dikenal dengan Indek Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI).

IPM mengukur pencapaian keseluruhan dari suatu wilayah dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu bidang kesehatan, pendidikan dan standar hidup. Ketiganya diukur dengan angka harapan hidup, pencapaian pendidikan dan pendapatan per kapita yang telah disesuaikan menjadi paritas daya beli. IPM adalah suatu ringkasan dan bukan suatu ukuran komprehensif dari pembangunan manusia (UNDP Human Development Report-HDR, 2001). Dengan kata lain, IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari indeks harapan hidup (e0), indeks pendidikan (melek huruf dan rata-rata lama sekolah), dan indeks standar hidup layak.

(15)

1.3. Komponen dan Indikator IPM

Komponen IPM adalah usia hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living). Usia hidup diukur dengan angka harapan hidup atau e0yang dihitung menggunakan metode tidak langsung (metode Brass, varian Trussel) berdasarkan variabel rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak yang masih hidup.

Komponen pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah yang dihitung berdasarkan data susenas KOR. Sebagai catatan, UNDP dalam publikasi tahunan HDR sejak 1995 menggunakan indikator partisipasi sekolah dasar, menengah, dan tinggi sebagai pengganti rata-rata global. Indikator angka melek huruf diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan dua variabel secara simultan; yaitu, tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.

Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan. Sebagai catatan, UNDP menggunakan indikator PDB per kapita riil yang telah disesuaikan (Adjusted Real GDP per Capita) sebagai ukuran komponen tersebut karena tidak tersedia indikator lain yang lebih baik untuk keperluan perbandingan antar negara.

Indikator Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator penting yang dapat digunakan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat regional. Indikator ini dipopulerkan oleh United Nations Development Program (UNDP) melalui Laporan Pembangunan Manusia (Human Development

(16)

Sejak tahun 1990, UNDP mengadopsi suatu paradigma baru mengenai pembangunan, yang disebut Paradigma Pembangunan Manusia (PPM). Hal ini berbeda dengan paradigma pembangunan sebelumnya, yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang menempatkan pendapatan (diukur dengan GNP atau GDP per kapita) sebagai ukuran hasil pembangunan.

Namun demikian konsep IPM dapat dianggap sebagai suatu konsep yang lebih komprehensif karena disamping memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek non ekonomi, juga memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek ekonomi. IPM merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur upaya program pembangunan dari aspek manusia. IPM mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap paling mendasar, yaitu usia hidup, pengetahuan, dan hidup layak.

Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.

Publikasi ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan tentang konsep, komponen-komponen, metode penghitungan, dan peranan IPM untuk program pembangunan daerah, khususnya bagi pembangunan daerah di Kabupaten PIDIE JAYA.

(17)

1.4. Tujuan dan Kegunaan

Penyusunan IPM ini diharapkan mampu menyajikan pencapaian dan perbandingan kinerja pembangunan manusia sesuai perspektif UNDP di Kabupaten Pidie Jaya khususnya selama kurun waktu 2012-2013. Selain itu IPM Kabupaten Pidie Jaya juga diharapkan mampu memberikan opini kepada pemerintah daerah setempat sebagai decision maker dalam berbagai kebijakan program pembangunan.

1.5. Sistematika

Analisis ini akan dikemas menjadi enam bab mulai dari Pendahuluan hingga Kesimpulan dengan susunan sebagai berikut:

1. Bab I. PENDAHULUAN, akan menguraikan mengenai latar belakang dan tujuan analisis serta pengertian Indeks Pembangunan Manusia secara umum.

2. Bab II. TINJAUAN UMUM IPM, membahas mengenai penghitungan IPM serta perkembangan studi ini terutama yang sudah dilakukan oleh UNDP yang bekerja sama dengan BPS dan Bappenas.

3. Bab III. METODOLOGI, membahas mengenai sumber data, konsep-konsep yang digunakan, serta metode penghitungan dan analisis. 4. Bab IV. GAMBARAN UMUM, yang membahas mengenai gambaran

umum wilayah Kabupaten PIDIE JAYA serta potensi sosial ekonomi yang terdapat didalamnya.

5. Bab V. IPM KABUPATEN PIDIE JAYA, akan membahas mengenai komponen IPM dan perkembangan IPM Kabupaten PIDIE JAYA tahun 2013 serta perbandingannya dengan Provinsi Aceh serta

(18)

6. Bab VI. KESIMPULAN DAN SARAN, berisi kesimpulan dan berbagai saran kebijakan.

Penyusunan analisis ini juga dilengkapi dengan lampiran-lampiran untuk memperjelas pembahasan yang telah disajikan dalam bab-bab sebelumnya.

(19)

BAB II

TINJAUAN UMUM IPM

2.1. Konsep Pembangunan Manusia

Menurut UNDP (1990:1), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (a process of enlarging people’s choices). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya. Sebagaimana dikutip dari UNDP (1995:118), sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia diantaranya adalah:

 Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian;

 Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka; oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja;

 Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada

(20)

upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal;

 Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan;  Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan

pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.

Untuk itu diperlukan suatu indikator komposit yang dapat menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara berkelanjutan. IPM adalah suatu indikator pembangunan manusia yang diperkenalkan UNDP pada tahun 1990. Pada dasarnya IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga aspek tersebut berkaitan dengan peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan hidup layak (decent living). Peluang hidup dihitung berdasarkan angka harapan hidup ketika lahir; pengetahuan diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun keatas; dan hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada Purchasing Power Parity (paritas daya beli dalam rupiah).

Konsep IPM berhasil diterapkan untuk memeringkatkan negara-negara yang secara keseluruhan dapat dikatagorikan ke dalam tiga kelompok besar. Kelompok pertama adalah negara-negara yang tingkat pembangunan manusianya rendah (IPM = 0-0,5), menengah (IPM = 0,50-0,79), dan negara dengan tingkat pembangunan manusia yang tinggi (IPM = 0,8-1,0). Namun perlu dicatat bahwa IPM hanya mengukur tingkat

(21)

pembangunan manusia relatif, bukan absolut, dan fokusnya adalah pada hasil akhir pembangunan (ketahanan hidup, pengetahuan dan kebebasan pilihan materi atau kualitas standar hidup) bukannya sarana (pendapatan atau GNP per kapita semata).

Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental maupun dilakukan menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.

Meskipun banyak kritik dan kelemahan yang dikemukakan oleh banyak pihak terhadap IPM, namun konsep IPM sesungguhnya masih dapat digunakan dan dimanfaatkan. Apalagi jika dibarengi dengan ukuran-ukuran ekonomi tradisional seperti pendapatan perkapita. Tiga kriteria IPM yakni ketahanan hidup, pendidikan, dan kualitas hidup fisik mampu membantu mengungkap pemahaman kita akan aspek-aspek penting dari pembangunan (Todaro, 2002).

Indikator ini digunakan untuk mengukur peringkat kesejahteraan di sekitar 177 negara. Indeks Pembangunan Manusia juga bisa diartikan untuk mengukur kemajuan jangka panjang. Adapun hal-hal yang dipertimbangkan dalam mengkalkulasikan Indeks Pembangunan Manusia ada 4 faktor yaitu: usia harapan hidup, tingkat melek huruf, tingkat partisipasi penduduk dalam pendidikan dan pendapatan perkapita. Jadi, dalam Indeks Pembangunan Manusia, kalau kita melihat pada pendapatan perkapita saja, itu hanya melihat kemajuan atau status ekonomi negara berdasarkan pendapatan per

(22)

dimensinya jauh lebih beragam. Karena yang dipentingkan di sini ialah kualitas hidup (Suhartono, 2006).

Karena hanya mencakup tiga komponen, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Oleh karena itu, pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan manusia yang penting lainnya ( yang tidak seluruhnya dapat diukur) seperti kebebasan politik, kesinambungan lingkungan, kemerataan antar generasi.

2.2. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia

Kemiskinan telah membatasi hak rakyat untuk (1) memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; (2) Hak rakyat untuk memperoleh perlindungan hukum; (3) Hak rakyat untuk memperoleh rasa aman; (4) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau; (5) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan; (6) Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan; (7) Hak rakyat untuk memperoleh keadilan; (8) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan; (9) Hak rakyat untuk berinovasi; (10) Hak rakyat menjalankan hubungan spiritualnya dengan Tuhan; dan (11) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan baik (Sahdan, 2005).

Kemiskinan menjadi alasan yang sempurna rendahnya Human Development Index (HDI),Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Secara menyeluruh kualitas manusia Indonesia relatif masih rendah, dibandingkan

(23)

dengan kualitas manusia di negara-negara lain di dunia. Berdasarkan Human Development Report 2004 yang menggunakan data tahun 2002, angka Human Development Index (HDI) Indonesia adalah 69,2. Pada tahun 2005 HDI Indonesia sebesar 72,8 dan berada pada peringkat ke-107 dari 177 negara (UNDP, 2007). Angka indeks tersebut merupakan komposit dari angka harapan hidup saat lahir sebesar 69,7 tahun, angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 90,4 persen, kombinasi angka partisipasi kasar jenjang pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi sebesar 68,2 persen, dan Pendapatan Domestik Bruto per kapita yang dihitung berdasarkan paritas daya beli (purchasing power parity) sebesar US$ 3.843.

Di ASEAN Indonesia berada pada posisi ke-7. Posisi Indonesia ini jauh dibawah Singapura yang menempati urutan ke 25, Brunei Darussalam (33), Malaysia (63), Thailand (78) Philipina (90), dan Vietnam (105). IPM Indonesia hanya 69,2 persen, jauh dibawah Singapura (92,2), Brunei Darussalam (89,4), Malaysia (81,1), Thailand (78,1), Philipina (77,1), dan Vietnam (73,3). Negara Vietnam telah berhasil melampaui Indonesia setelah beberapa waktu sebelumnya masih dibawah Indonesia. Sehingga di ASEAN, Indonesia hanya unggul dari Laos (60,1), Kamboja (59,8), Myanmar (58,3) dan Timor-Leste (51,4).

(24)

Posisi pertama IPM di dunia adalah Islandia yang mempunyai IPM sebesar 96,8 sama dengan Norwegia di peringkat kedua, serta terendah Sierra Leone berada di urutan 177 dengan IPM 33,6 persen. Meskipun posisi Indonesia meningkat ke urutan 107 dengan IPM 72,8 namun pergerakan tersebut lebih lambat daripada Vietnam. Oleh karena itu pemerintah dan pihak-pihak terkait di negara ini harus melakukan upaya-upaya konkret untuk meningkatkan pembangunan manusia penduduknya.

(25)

BAB III

METODOLOGI

3.1. Sumber Data

Sumber data utama yang digunakan dalam penyusunan IPM ini adalah hasil Susenas Tahun 2012 dan 2013. Variabel yang diamati dari data tersebut adalah :

1. Rata-rata anak lahir hidup (RALH) dan rata-rata anak masih hidup (RAMH) untuk menghitung usia harapan hidup.

2. Jenjang pendidikan dan kelas tertinggi serta status sekolah dari penduduk dewasa (usia 25 keatas).

3. Kemampuan baca tulis penduduk usia 15 tahun keatas. 4. Pengeluaran rata-rata per kapita per bulan.

5. Data-data lain sebagai pelengkap atau pembanding.

Sedangkan standar yang dipakai sebagai acuan untuk menyusun indeks menggunakan standar yang telah dibuat BPS dengan pertimbangan supaya angka-angka Kabupaten Pidie Jaya konsisten dengan angka Provinsi yang telah disusun oleh BPS.

3.2. Komponen IPM

Komponen IPM terdiri dari usia harapan hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living). Komponen usia hidup diukur dengan Angka Harapan Hidup (e0), komponen pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama

(26)

bersekolah, sedangkan komponen standar hidup layak diukur dengan rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan.

Angka Harapan Hidup dihitung menggunakan metode tidak langsung menggunakan metode Brass Varian Trussel, dengan life tabel Coale-Demeney West Model. Data dasar yang digunakan adalah RALH dan RAMH menurut kelompok umur ibu (15-19, 20-24,….,45-49).

Angka Melek Huruf penduduk usia 15 tahun keatas diolah dari hasil Susenas Kor pada variabel umur dan kemampuan baca tulis penduduk. Seseorang dikatagorikan mampu baca tulis jika ia mampu membaca dan menulis sesuatu huruf.

Rata-rata lama bersekolah dihitung menggunakan 4 variabel secara simultan yaitu:

1. Status sekolah (tidak/belum pernah sekolah, masih sekolah, dan tidak bersekolah lagi).

2. Jenjang pendidikan yang pernah/sedang dijalani. 3. Kelas tertinggi yang pernah/sedang diduduki, dan 4. Jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.

Konversi yang digunakan untuk menentukan lama bersekolah bisa dilihat pada lampiran.

Penghitungan indikator konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dilakukan melalui tahapan pekerjaan sebagai berikut :

 Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari susenas Modul (=A).

 Mendeflasikan nilai A dengan IHK ibukota propinsi yang sesuai (=B).  Menghitung daya beli per unit (=PPP/unit). Metode penghitungan

(27)

Project (ICP) dalam menstandarkan nilai 27 komoditi yang diperoleh dari Susenas Modul .

 Membagi nilai B dengan PPP/Unit (=C).

 Menyesuaikan nilai C dengan formula Atkinson sebagai upaya untuk memperkirakan nilaimarginal utility dari C.

Penghitungan PPP/unit dilakukan dengan rumus :

PPP/unit =

j j i j i j j i

Q

(, ) ) , ( ) , ( Dimana :

(i,j)

: pengeluaran untuk komoditi j di propinsi ke-i )

, (i j

P

: harga komoditi j di Kabupaten Pidie Jaya )

, (i j

q

: jumlah komoditi j (unit) yang dikonsumsi di propinsi ke-i

Unit kuantitas rumah dihitung berdasarkan indeks kualitas rumah yang dibentuk dari tujuh komponen kualitas tempat tinggal yang diperoleh dari Susenas KOR. Ketujuh komponen kualitas yang digunakan dalam penghitungan indeks kualitas rumah diberi skor sebagai berikut:

 Lantai : keramik, marmer, atau granit = 1, lainnya = 0  Luas lantai per kapita : ≥ 10 m2= 1, lainnya = 0

(28)

 Dinding : tembok = 1, lainnya = 0  Atap : kayu/sirap, beton = 1, lainnya = 0  Fasilitas penerangan : listrik = 1, lainnya = 0  Fasilitas air minum : leding = 1, lainnya = 0  Jamban : milik sendiri = 1, lainnya = 0  Skor awal untuk setiap rumah = 1

Indeks kualitas rumah merupakan penjumlahan dari skor yang dimiliki oleh suatu rumah tinggal dan bernilai antara 1 sampai dengan 8. Kuantitas dari rumah yang dikonsumsi oleh suatu rumah tangga adalah indeks Kualitas dari rumah dibagi 8.

Sebagai contoh, jika suatu rumah tangga menempati suatu rumah tinggal yang mempunyai Indeks Kualitas Rumah = 6, maka kuantitas rumah yang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut adalah 6/8 atau 0,75 unit.

Rumus Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

C(1) = C(i) jika C(i) ≤ Z

= Z + 2(C(i) - Z)(1/2) jika Z < C(i) ≤ 2Z = Z + 2(Z) (1/2) + 3(C

(i) - 2Z) )(1/3) jika 2Z < C(i) ≤ 3Z = Z + 2(Z)(1/2)+ 3(Z) )(1/3)+4 (C(1) - 3 Z) )(1/4) jika 3Z < C(i) ≤ 4Z dimana :

C(i) : Konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit. Z : Threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai

batas kecukupan yang dalam publikasi ini nilai Z ditetapkan secara arbiter sebesar Rp.547.500,- per kapita setahun, atau Rp.1.500,- per kapita per hari.

(29)

3.3. Rumus dan Ilustrasi Penghitungan IPM

Rumus penghitungan IPM dapat disajikan sebagai berikut: IPM = 1/3 [X(1)+X(2)+X(3)] Dimana :

X(1) : Indeks harapan hidup

X(2) : Indeks pendidikan = 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama sekolah)

X(3) : Indeks standar hidup layak. 3.4. Penghitungan Indeks

Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut:

Indeks X(i) = [ X(i) - X(i) min ]/[ X(i) maks - X(i)min ] Dimana :

X(i) : Indikator ke-i (dimana i = 1,2,3) X(i) maks : Nilai maksimum X(i)

(30)

Tabel 3.1. Nilai Maksimum Dan Nilai Minimum Indikator X(i) Indikator Komponen IPM

(=X) MaksimumNilai Nilai Minimum Catatan

(1) (2) (3) (4)

Angka Harapan Hidup 85 25 Standar UNDP

Angka Melek Huruf 100 0 Standar UNDP

Rata-rata lama sekolah 15 0 Standar UNDP

Konsumsi per kapita yang disesuaikan 737.720a) 300.000 (1996) 360.000 b) (1999) UNDP menggunakan PDB/kapita riil yang disesuaikan Catatan :

a) Proyeksi pengeluaran riil/unit/tahun untuk provinsi yang memiliki angka tertinggi (Jakarta) pada tahun 2018 setelah disesuaikan dengan formula Atkinson.Proyeksi mengasumsikan kenaikan 6,5 persen pertahun selama kurun 1993-2018.

b) Penyesuaian garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru. Sebagai ilustrasi penghitungan dapat diambil kasus Propinsi D.I Yogyakarta Tahun 2005 yang memiliki indeks masing-masing komponen sebagai berikut :

a. Indeks angka harapan hidup (X1) : 79,8 % b. Indeks tingkat pendidikan (X2) : 76,5 % d. Indeks Pendapatan (X3) : 64,2 %

Akhirnya angka IPM dapat dihitung menggunakan persamaan awal : IPM = 1/3 (79,8+76,5+64,2) = 73,5

(31)

Juga secara menyeluruh angka IPM sangat baik digunakan sebagai angka pembanding antar daerah, karena IPM dapat mengukur tingkat pencapaian upaya pembangunan manusia dari perspektif agregatif atau secara keseluruhan.

3.5. Kecepatan Pertumbuhan IPM (Shortfall)

Perbedaan perubahan kecepatan IPM dalam suatu periode untuk suatu wilayah dapat dilihat dari angka “Shortfall”. Angka tersebut mengukur rasio pencapaian kesenjangan antara jarak yang “sudah ditempuh” dengan yang “belum ditempuh”, untuk mencapai kondisi yang ideal (IPM = 100). Semakin tinggi angka Shortfall, semakin cepat kenaikan IPM.

Cara penghitungan reduksi Shortfalldinyatakan dengan rumus: R = n t ref t t

x

IPM

IPM

IPM

IPM

1/ ) 0 ( ) ( ) 0 ( ) 1 (

100





Dengan :

R = Reduksi Shortfallper tahun; IPM (t0) = IPM tahun awal;

IPM (t1) = IPM tahun terakhir; dan

IPM (ref) = IPM acuan atau ideal yang dalam hal ini sama dengan 100.

(32)
(33)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.1. Gambaran Umum Wilayah

Letak geografis Kabupaten Pidie Jaya berada pada posisi 040 06’-04047’ Lintang Utara/North Latitude dan 95052’-96030’ Bujur Timur/East Longitude. Dengan total luas daerah 1.162,84 km2, Kabupaten Pidie Jaya terbagi kedalam 8 wilayah kecamatan, 34 mukim, serta 222 desa. Kabupaten Pidie Jaya memiliki batas wilayah administrasi yang meliputi sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pidie, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bireuen, dan sebelah Barat berbatasan Kabupaten Pidie. Berdasarkan Data Pokok Pidie Jaya 2010, Luas daratan tercatat sekitar 952 km2atau sekitar 82 persen dan sisanya luas lautan sekitar 210,84 km2(18 persen).

Dari luas wilayah kabupaten Pidie Jaya seluas 952 km2 yang terbagi menjadi 8 kecamatan dan masing-masing kecamatan sangat bervariasi, kecamatan Jangka Buya hanya sekitar 9 km2 atau 1 persen dari total wilayah kabupaten, akan tetapi ada kecamatan yang mencakup hampir 24 persen (224 km2) wilayah kabupaten itu. Kecamatan Meurah Dua merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah sekitar 287 km2 atau 30 persen diikuti Kecamatan Bandar Baru yaitu 224 km2 atau 24 persen dari luas wilayah kabupaten. Sementara itu Kecamatan Jangka Buya mempunyai luas wilayah terkecil yaitu sekitar 9 km2atau 1 persen dari wilayah kabupaten. Sedangkan 5 kecamatan lainnya mempunyai luas wilayah yang hampir sama

(34)

yaitu berkisar antara 5 sampai dengan 15 persen dari total wilayah kabupaten.

Gambar 4.1 Persebaran Luas Wilayah Kabupaten Pidie Jaya Menurut Kecamatan

Kabupaten Pidie Jaya yang semula merupakan bagian wilayah Kabupaten Pidie mempunyai potensi ekonomi dibidang pertanian, perdagangan dan industri pengolahan. Hal ini didukung oleh kondisi iklim wilayah Pidie Jayayang memiliki iklim tropis dan tanah yang subur, sehingga sangat cocok sebagai wilayah budidaya berbagai macam komoditi pertanian terutama tanaman pangan.

Jarak tempuh masing-masing dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten relatif dekat, kecuali dari Kecamatan Bandar Baru yang mesti ditempuh sejauh 26 kilometer dan Kecamatan Panteraja sejauh 21 kilometer. Meureudu 13% Meurah Dua 30% Bandar Dua 18% Jangka Buya 1% Ulim 4% Trienggade ng 8% Panteraja 2% Bandar Baru 24%

(35)

Gambar 4.2.

Jarak Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten: Meureudu (km)

Sumber: BPS Pidie Jaya, Dalam Angka 2012

4.2. Gambaran Umum Kependudukan

Penduduk Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2013 adalah 140.769 jiwa yang tersebar di delapan kecamatan. Penduduk laki-laki berjumlah 68.403 jiwa dan perempuan 72.366 jiwa. Dan tahun 2012 penduduk berjumlah 138.415 jiwa yang tersebar di delapan kecamatan. Penduduk laki-laki berjumlah 67.584 jiwa dan perempuan 70.831 jiwa.

Dari Gambar 4.3. dapat juga dilihat komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, dimana penduduk laki-laki lebih sedikit daripada penduduk perempuan. Besarnya rasio/ perbandingan jenis kelamin tahun

0

10

20

30

Meureudu Meurah Dua Bandar Dua Jangka Buya Ulim Trienggadeng Panteraja Bandar Baru

(36)

2012 adalah 95,42. Ini berarti untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat sebanyak 95 penduduk laki-laki.

Gambar 4.3.

Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Menurut Jenis Kelamin Tahun 2011-2013

Sumber: BPS Pidie Jaya

4.3. Penduduk Menurut Kecamatan

Persebaran penduduk antar kecamatan terlihat masih belum merata. Kepadatan penduduk biasanya terkonsentrasi di pusat perekonomian yang umumnya memiliki fasilitas yeng lengkap yang dibutuhkan oleh penduduk. Masalah yang mengenai sering timbul akibat kepadatan penduduk adalah masalah perumahan, kesehatan, dan keamanan. Oleh karena itu, persebaran penduduk harus menjadi perhatian khusus pemerintah dalam melaksanakan pembangunan, dan harus menjadi

63000 64000 65000 66000 67000 68000 69000 70000 71000 72000 73000 2013 2012 2011 68403 67584 66492 72366 70831 69508 laki-laki perempuan

(37)

memprioritas utama dalam pembangunan yang dilaksanakan dan sebaiknya diarahkan ke daerah-daerah terpencil yang kekurangan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan dan aktivitas perekonomian masyarakat setempat. Hal ini sekaligus harus berkaitan dengan daya dukung lingkungan dan dapat menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi penduduk setempat.

Gambar 4.4.

Distribusi Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Menurut Kecamatan Tahun 2013

Sumber: BPS Pidie Jaya

Persebaran penduduk di Kabupaten Pidie Jaya terkonsentrasi di Kecamatan Bandar Baru yang dihuni oleh 23 persen jumlah penduduk yaitu sebesar 33.179 jiwa dari total penduduk Kabupaten Pidie Jaya sebesar 140.769 jiwa. Sedangkan kecamatan yang paling sedikit penduduknya yaitu Kecamatan Panteraja yang dihuni oleh 6 persen jumlah penduduk atau

14% 8% 18% 6% 10% 15% 6% 23% Meureudu Meurah Dua Bandar Dua Jangkabuya Ulim Trienggadeng Panteraja Bandar Baru

(38)

4.4. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk merupakan ukuran yang mengambarkan ideal tidaknya suatu wilayah yang dihuni oleh penduduknya diukur dari rata-rata jumlah penduduk pada setiap satu kilometer persegi luas wilayah sama dengan jumlah penduduk dibagi luas wilayah. Rata-rata kepadatan penduduk di kabupaten ini mencapai 148 orang per kilometer persegi. Kecamatan Jangka Buya merupakan kecamatan terpadat penduduknya dengan berpenghuni sekitar 1025 orang per km2, disusul Kecamatan Panteraja sebanyak 443 orang per km2. Sebaliknya, wilayah paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Meurah Dua yang hanya didiami oleh 37 orang per km2 (gambar 4.5).

Gambar 4.5.

Kepadatan Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Menurut Kecamatan Tahun 2013 (jiwa/km2)

Sumber: BPS Pidie Jaya

153 37 146 1025 344 285 443 148 0 200 400 600 800 1000 1200 kepadatan penduduk

(39)

4.5 Ketenagakerjaan

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012 tercatat 60,81 persen, sedangkan tahun 2012 TPAK tercatat sebesar 63,44 persen. TPAK menggambarkan besarnya penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang aktif secara ekonomi. Indiaktor ini didapat dari persentase jumlah angkatan kerja (bekerja dan pengangguran) terhadap penduduk usia kerja.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) memberikan indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran. TPT diperoleh dari persentase pengangguran terhadap jumlah penduduk dalam angkatan kerja. TPT. TPT Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013 tercatat 12,82 persen, hal tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 8,52 persen.

TPAK dan TPT itu sendiri dapat juga ditinjau dari jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Untuk TPAK laki-laki dan perempuan tahun 2013 masing-masing 80,29 dan 43,02. Hal ini mencerminkan jenis kelamin laki-laki masih menjadi sumber dalam hal ketersediaan tenaga kerja produktif dibandingkan dengan perempuan. Sedangkan Nilai TPT untuk laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 11,8 dan 14,56. L

TPAK dan TPT di tingkat provinsi sendiri masing-masing sebesar 62,07 dan 10,30 pada tahun 2013. Jadi tingkat pengangguran di Pidie Jaya sedikit lebih tinggi dari pada tingkat provinsi. Sedangkan TPAK dan TPT di kabupaten lainnya sangat bervariasi jika dibanding dengan daerah ini. Sebagai contoh di daeah tetangga yaitu Kabupaten Pidie dan Bireuen dapat dijadikan bahan perbandingan ketenagakerjaan. TPAK dan TPT Kabupaten

(40)

Pidie sebesar 65,46 dan 8,88 sedangkan untuk Kabupaten Bireuen masing-masing sebesar 62,18 dan 9,57.

Kabupaten Aceh Utara, Aceh Tenggara dan Aceh Besar merupakan kabupaten dengan TPT paling tinggi masing-masing sebesar 17,97;16,82 dan 13,15 Sedangkan yang terendah tercatat di Kabupaten Bener Meriah (0,63), Gayo Lues (1,20) dan Aceh Tengah (2,42).

Gambar 4.6.

Persentase Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka Tahun 2013 Sumber: BPS Aceh 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 S im eu lu e A ce h Si ng ki l A ce h Se la ta n A ce h Te ng ga ra A ce h Ti m ur A ce h Te ng ah A ce h Ba ra t A ce h Be sa r P id di e B ire ue n A ce h U ta ra A ce h Ba ra t D ay a G ay o Lu es A ce h Ta m ia ng N ag an R ay a A ce h Ja ya B en er M er ia h P id ie Ja ya K ot a Sa ba ng K ot a La ng sa K ot a Lh ok se um aw e S ub ul us sa la m TPAK TPT

(41)

Gambar 4.7.

TPAK dan TPT Kab. Pidie Jaya Menurut Jenis Kelamin Tahun 2013

Sumber: BPS Aceh

4.6 Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu indikator penting dalam mrnghitung indeks pembangunan manusia. Semakin banyak manusia sebagai subjek pembangunan mengenyam jenjang pendidikan yang semakin tinggi akan memegang peranan sangat penting pergerakan roda pembangunan. Seringkali tingkat pendidikan seseorang dijadikan dasar untuk menentukan kedudukan seseorang dalam bidang tugasnya, karena semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkan maka semakin tinggi derajad kehidupan dindang oleh manusia itu sendiri.

Sebagian besar penduduk Pidie Jaya dilhat dari status pendidikan merupakan tidak bersekolah lagi. Tercatat 62 persen masuk dalam kategori tidak bersekolah lagi. Tidak bersekolah lagi merupakan status seseorang

80,29 11,8 43,02 14,56 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 TPAK TPT LAKI-LAKI PEREMPUAN

(42)

yang pernah terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan disuatu jenjang pendidikan formal, tetapi pada saat sekarang sudah selesai/tidak lagi aktif. Sisanya sebanyak 30 persen masih bersekolah diberbagai jenjang dan 8 persen berstatus tidak/belum pernah sekolah. Tidak/belum pernah sekolah dikarenakan antaralain belum cukup umur untuk bersekolah dijenjang formal dan memang belum pernah sama sekali mengecap pendidikan formal, bisa dikarenakan biaya dan juga sarana dan prasarana yang tidak memadai.

Pada status masih bersekolah, dapat diketahui persentase penduduk terbanyak berada pada jenjang SD sederajat sekitar 54 persen, diikuti oleh SMP sederajat 20 persen, kemudian SMA sederajat 13 persen. Sedangkan jenjang kuliah atau sarjana tercatat sebesar 12 persen, yang terdiri dari jenjang Diploma (3,74 persen) dan Sarjana (8,33 persen).

Gambar 4.8

Persentase Penduduk Usia 5 Tahun keatas Menurut Status Pendidikan Kab. Pidie Jaya Tahun 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas 2013

Tidak/belum pernah sekolah; 8,56 Masih sekolah; 30,40 Tidak bersekolah lagi; 61,05

(43)

Gambar 4.9

Persentase Penduduk Usia 5 Tahun keatas Yang Masih Sekolah Kab. Pidie Jaya Tahun 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas 2013

Angka melek huruf tahun 2013 pada umumnya tidak ada perubahan secara signifikan dari periode sebelumnya. Tercatat 95,54 persen penduduk yang dapat baca-tulis huruf latin maupun lainnya. Yang termasuk huruf latin seperti aksara A,B,C,…Y,Z sedangkan huruf lainnya seperti huruf/aksara jawa kuno, cina serta jepang. Jadi dengan kata lain penduduk yang mempunyai kemampuan baca-tulis sebesar 95,54 persen dari total penduduk usia 15 tahun keatas. Sisanya sebesar 4,46 persen penduduk usia 15 tahun keatas merupakan buta huruf. Data Angka Melek Huruf diperoleh dari data Susenas Kor setiap triwulanan dan survey lainnya sebagai penyempurnaan dari penghitungan Angka Melek Huruf untuk penghitungan indicator IPM. 39,53 9,70 17,21 7,45 9,89 2,86 0,93 3,60 8,82 13,35

Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah

SLTP Umum Madrasah Tsanawiyah

SMA Madrasah Aliyah

(44)

Gambar 4.10

Persentase Penduduk 15 Tahun Keatas Baca Tulis di Pidie Jaya Tahun 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas 2013 dan Survey lainnya 4.7 Sektor Unggulan

Partisipasi penduduk yang bekerja di sektor lapangan pekerjaan, biasanya dipengaruhi oleh faktor keterampilan, kondisi alam maupun situasi ekonomi di suatu daerah. Indonesia sampai saat ini masih merupakan Negara Agraris dimana sebahagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian, meskipun dari tahun ke tahun persentasenya semakin berkurang dan diserap oleh sektor-sektor lain seperti perdagangan dan industri. Begitu pula kabupaten Pidie Jaya yang merupakan salah satu bagian dari wilayah Indonesia tentu mengalami perlakuan yang sama seperti darah lain. Untuk dapat melihat sejauh mana setiap lapangan usaha menyerap tenaga kerja, maka lapangan usaha dapat dibagi atas sektor-sektor sebagai berikut:

95% 5%

(45)

1. Pertanian

 Pertanian  Kehutanan  Perburuan  Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan

4. Listrik, Air dan Gas 5. Konstruksi/Bangunan 6. Perdagangan dan Jasa

 Perdagangan Besar  Perdagangan Eceran  Rumah Makan/Restoran  Hotel

7. Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi

8. Lmbg Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan & Jasa Perusahaan 9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan

Berdasarkan Gambar 4.9 persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja di Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2012 paling banyak terserap dalam lapangan usaha pertanian mencapai 45 persen. Dilanjutkan dengan perdagangan sekitar 15 persen. Dengan banyaknya penduduk usia 15 tahun ke atas yang terserap dalam sektor pertanian, menandakan bahwa potensi ekonomi yang mendukung pendapatan Kabupaten Pidie Jaya masih didominasi oleh sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan.

(46)

Jika dikelompokkan menjadi 3 sektor lapangan kerja utama (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2005), maka komposisi lapangan kerja sedikit berubah. Ketiga sektor tersebut adalah :

 Pertanian meliputi Pertanian.

 Manufaktur meliputi Industri Pengolahan.

 Jasa meliputi Pertambangan, Kontruksi, Perdagangan, Transportasi dan Jasa Kemasyarakatan.

Gambar 4.11

Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu menurut Lapangan Usaha Kabupaten Pidie Jaya Tahun

2013

Sumber : BPS Provinsi Aceh (Sakernas 2013)

48,77% 1,67% 8,35% 12,44% 14,03% 2,25% 0,13% 12,37%

Pertanian Pertambangan Industri Konstruksi Perdagangan Transportasi Lembaga Keuangan Jasa Kemasyarakatan

(47)

Gambar 4.12

Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu menurut Lapangan Usaha Kabupaten Pidie Jaya Tahun

2013 (3 sektor)

Sumber : BPS Provinsi Aceh (Sakernas 2013)

pertanian 49% manufaktur 8% jasa 43%

(48)
(49)

BAB V

IPM KABUPATEN PIDIE JAYA

5.1.

Komponen Penghitungan IPM

5.1. 1. Angka Harapan Hidup

Angka harapan hidup adalah komponen yang mampu menggambarkan keadaan lama hidup sekaligus hidup sehat dari masyarakat. Angka harapan hidup yang tinggi akan mencerminkan kesejahteraan penduduk yang tinggi pula. Hal ini disebabkan karena harapan hidup merupakan resultan dari berbagai faktor lain dari derajat sosial ekonomi penduduk.

Secara empiris angka harapan hidup dapat menggambarkan bahwa masyarakat yang tingkat ekonominya baik memiliki kecenderungan harapan hidupnya tinggi. Karena pada dasarnya masyarakat yang demikian, akses dari pelayanan terhadap kesehatan lebih memadai dibanding bila kondisi ekonominya tidak baik.

Hubungan positif juga ditunjukkan oleh tingkat pendidikan, karena semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, berarti semakin tinggi pula kesadaran mereka akan pentingnya hidup sehat, dan pada akhirnya akan memperpanjang usia hidup mereka. Upaya mendidik kaum perempuan terbukti sebagai kunci untuk menghancurkan lingkaran setan kesehatan anak yang bergizi buruk, kinerja pendidikan yang rendah, pendapatan yang minim, serta tingkat fertilitas yang tinggi (Todaro, 2000).

Selama kurun waktu 2011-2013 angka harapan hidup penduduk Kabupaten Pidie Jaya mengalami kenaikan dari 69,24 tahun 2009 menjadi

(50)

pada 2013 mempunyai peluang rata-rata kelangsungan hidupnya lebih kurang selama 69 tahun ke depan. Berarti kualitas hidupnya meningkat, sebagai akibat dari hal-hal seperti pemenuhan mutu makanan lebih baik, kesehatan terjaga, dan sebagainya sehingga membuat lama hidupnya bertambah.

Dibandingkan dengan daerah kabupaten/kota lainnya, Pidie Jaya berada di peringkat yang cukup baik. Kabupaten Simeulue tercatat 63,32 tahun yang menempati urutan terendah dalam Provinsi Aceh, sedangkan Kabupaten Bireuen menempati posisi puncak dengan bilangan sekitar 72,63 tahun. Namun demikian, jika dibandingkan dengan angka harapan hidup Provinsi Aceh ternyata harapan hidup penduduk Kabupaten Pidie Jaya masih lebih tinggi. Angka harapan hidup Provinsi Aceh tercatat 69,40 tahun pada 2013. Gambaran tersebut mengindikasikan bahwa kondisi kesehatan penduduk Kabupaten Pidie Jaya tidak lebih buruk daripada kondisi penduduk di Provinsi Aceh pada umumnya.

Karena gizi, kesehatan, pendidikan, keterampilan dan pengetahuan merupakan faktor yang menentukan kualitas sumberdaya manusia maka pembangunan faktor-faktor tersebut harus dilakukan. Hal ini disebut sebagai pembentukan modal insani, yaitu proses peningkatan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan seluruh penduduk negara (Jhingan, 1983).

(51)

Gambar 5.1. Angka Harapan Hidup Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2010-2013

Sumber: Badan Pusat Statistik

Angka harapan hidup bahwa terdapat kaitan yang erat dengan angka kematian bayi. Semakin tinggi angka kematian bayi berarti akan semakin rendah usia harapan hidup. Sebaliknya semakin rendah angka kematian bayi maka semakin tinggi usia harapan hidup. Hal ini disebabkan karena angka kematian bayi sangat mencerminkan pola kematian penduduk secara umum. Secara jelas Todaro (2002) menyebutkan bahwa angka fertilitas yang tinggi cenderung merugikan kesehatan ibu dan anak-anaknya yang pada akhirnya memperbesar kematian bayi dan anak.

69,24 69,3 69,36 69,76 68,9 69 69,1 69,2 69,3 69,4 69,5 69,6 69,7 69,8 2010 2011 2012 2013

(52)

Gambar 5.2. Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir Tahun 2012-2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas 2012

Kematian ibu dan bayi sangat tergantung pada kondisi kesehatan ibu dan bayi. Kesehatan ibu dan bayi terutama saat melahirkan akan lebih terjaga jika ditolong oleh tenaga profesional dalam hal ini dokter atau bidan. Meskipun tenaga dukun bayi sangat membantu masyarakat, namun pengetahuan dan keterampilan dukun harus ditingkatkan. Keberadaan dukun bayi masih diandalkan masyarakat mengingat keterbatasan tenaga medis terutama bagi daerah-daerah terpencil. Peranan dukun bersalin mengalami penurunan persentase sebagai penolong kelahiran dari 2 persen tahun 2012 menjadi sekitar 1 persen pada tahun 2013. Seperti di daerah lainnya, penolong kelahiran di Pidie Jaya tahun 2013 mayoritas dilakukan oleh bidan 75 persen menurun sedikit dari tahun lalu sebesar 80 persen, sedangkan dokter memainkan perannya dalam menolong proses kelahiran

21,99 75,59 0,61 1,44 18,16 79,81 0,00 2,03 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00

Dokter Bidan Tenaga

paramedis lain Dukun bersalin 2013 2012

(53)

meningkat dari 18 persen pada tahun 2012 menjadi 22 persen di tahun 2013. Hal ini menunjukkan pembenahan kesehatan yang ada di Kabupaten Pidie Jaya sudah mulai menampakkan hasilnya baik tenaga kesehatan maupun sarananya. Akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga profesional juga semakin baik dari tahun ke tahun.

5.1.2. Angka Melek Huruf dan Rata-Rata Lama Bersekolah

Kedua indikator ini diharapkan mampu mencerminkan tingkat pengetahuan dan keterampilan penduduk. Angka melek huruf untuk keperluan ini adalah angka melek huruf penduduk 15 tahun keatas sehingga diharapkan tidak terjadi bias oleh penduduk usia anak-anak. Kemampuan baca tulis dan menyerap informasi sangat penting, karena literasi merupakan komponen dasar pengembangan manusia (Todaro, 1997).

Rata-rata lama bersekolah mencerminkan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan atau sedang dijalani oleh penduduk usia 25 tahun keatas. Pada usia ini dianggap penduduk sudah menyelesaikan seluruh pendidikannya sehingga tidak ada bias akibat penduduk muda.

Kemampuan baca tulis penduduk di Provinsi Aceh secara umum sudah baik, yaitu mencapai 97,04 persen. Sedangkan sisanya sebesar 2,96 persen penduduk Provinsi Aceh masih buta huruf dan kemungkinan besar adalah penduduk usia lanjut atau penduduk yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Sementara itu angka melek penduduk Kabupaten Pidie Jaya sebesar 95,54 persen, lebih rendah daripada angka provinsi 97,04 persen. Ini menunjukkan bahwa komponen kualitas sumberdaya manusia khususnya dilihat dari angka melek huruf di Kabupaten Pidie Jaya masih

(54)

Gambar 5.3. Angka Melek Huruf Pidie Jaya Tahun 2010-2013

Sumber: Badan Pusat Statistik

Demikian pula halnya dengan rata-rata lama bersekolah, salah satu komponen pembangunan manusia bidang pendidikan ini masih dibawah angka Provinsi Aceh. Pada tahun 2013 penduduk Kabupaten Pidie Jaya menghabiskan waktunya untuk bersekolah sekitar 8,75 tahun, sedangkan tahun sebelumnya tercatat sekitar 8,69 tahun. Waktu 8 tahun bersekolah berarti rata-rata penduduk yang berusia 15 tahun keatas belum menamatkan pendidikan formal 9 tahun atau tamat SLTP, jadi mereka hanya sempat menamatkan setara kelas 2 SLTP. Rata-rata lama sekolah ditingkat provinsi sedikit lebih baik daripada Kab. Pidie Jaya. Rata-rata lama sekolah Provinsi Aceh Tahun 2013 sebesar 9,02 tahun dan 8,93 tahun pada tahun sebelumnya. Semakin lama rata-rata lama sekolah akan semakin baik karena diharapkan pendidikan yang cukup dan berkualitas dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kehidupan seseorang kelak dikemudian hari.

95,45 95,48 95,48 95,54 95,4 95,42 95,44 95,46 95,48 95,5 95,52 95,54 95,56 2010 2011 2012 2013

(55)

Selain komponen-komponen yang langsung terlibat dalam penghitungan angka IPM juga perlu diperhatikan indikator-indikator pendukung lainnya yang juga secara langsung ataupun tidak langsung turut berpengaruh dalam pembentukan angka indeks dari komponen langsung IPM, karena dari indikator-indikator itu dapat pula terbaca gambaran sisi lain keadaan sosial dari aktivitas masyarakat suatu wilayah.

Gambar 5.4.

Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten Pidie Jaya di Provinsi Aceh Tahun 2010-2013

Sumber: Badan Pusat Statistik

Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian anak didik. Dalam periode tinggal landas, pendidikan diamati sebagai suatu gejala jangka panjang. Pengertian pendidikan dalam jangka panjang ini dapat dipahami sebagai suatu proses pendidikan yang mempunyai kaitan erat dengan ketenagakerjaan khususnya

8,64 8,68 8,69 8,75 8,58 8,6 8,62 8,64 8,66 8,68 8,7 8,72 8,74 8,76 2010 2011 2012 2013

(56)

Dipandang dari sudut waktu, pendidikan mempunyai jangkauan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Perbedaan pandangan dari dimensi waktu itu akan mempengaruhi atau mengubah skala atau dimensi ruang dari pendidikan. Dari dimensi ruang, pendidikan dipandang sebagai suatu sistem yaitu sistem pendidikan. Perubahan dimensi ruang ini akan menggeser inti permasalahan pendidikan yang dihadapi. Pergeseran inti permasalahan itu pada gilirannya akan mempengaruhi usaha pemecahan permasalahannya.

Pendidikan dalam jangka pendek (kurang dari satu tahun atau dari hari ke hari), mencakup bagaimana permasalahan memperlancar proses belajar dan mengajar di dalam kelas. Pendidikan dalam jangka panjang (lebih dari dua puluh lima tahun), merupakan gejala kebudayaan dan permasalahannya terpusat pada bagaimana mentransformasikan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pendidikan dalam jangka menegah (sekitar lima atau sepuluh tahun), merupakan gejala ekonomi yaitu bagaimana menyiapkan lulusan atau putus pendidikan untuk memenuhi kebutuhan lapangan kerja.

Output dari subsistem pendidikan yang berupa lulusan atau putus sekolah ini merupakan input kepada subsistem ketenagakerjaan. Di dalam subsistem ketenagakerjaan ini lulusan dikenal sebagai tenaga kerja. Tenaga kerja ini merupakan input yang diproses dalam lapangan kerja. Output dari proses yang berlangsung dalam lapangan kerja ini berupa produktivitas tenaga kerja. Dengan perkataan lain, permasalahan yang dihadapi dalam subsistem ketenagakerjaan tersebut adalah bagaimana meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

(57)

Dengan kata lain, proses pendidikan apabila dilihat pada satu titik waktu mencakup tiga proses yang berjalan secara bersamaan yaitu berkaitan dengan proses belajar mengajar dalam lembaga pendidikan, berkaitan dengan penyiapan tenaga kerja, serta berkaitan dengan penerusan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam suatu sistem pembangunan nasional, peningkatan mutu sumberdaya manusia dapat dilihat sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk melalui suatu proses yang berlangsung di dalam subsistem pendidikan, subsistem ketenagakerjaan, dan subsistem ekonomi.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 menegaskan bahwa (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan bermutu, (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, (3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus, (4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus, (5) Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Dari ketentuan di atas maka setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan bahkan bagi masyarakat terpencil dan terbelakang sekalipun. Jadi dengan diwajibkannya pendidikan dasar 9 tahun, semestinya tidak terdengar lagi adanya anak putus sekolah akibat ketiadaan biaya atau ketiadaan akses terhadap sarana pendidikan. Namun, jika dilihat dalam angka partisipasi sekolah kasar seperti pada gambar diatas terlihat bahwa

(58)

partisipasi sekolah penduduk belum mencapai 100 persen, apalagi untuk mereka yang berusia 16-18 tahun.

Gambar 5.5.

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik

Secara umum APS Provinsi Aceh dan juga Kabupaten Pidie Jaya tidak jauh berbeda pada tahun 2013. Namun terlihat ada kesenjangan pada kelompok usia 16-18 tahun (masa SLTA) dan kelompok usia 19-24 tahun (sekolah tinggi), walaupun pada kelompok usia pendidikan dasar 9 tahun (SD dan SLTP), APS di Pidie Jaya cenderung lebih tinggi.

Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa nilai APS perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini terjadi pada tingkatan usia 13-15 tahun

100,00 91,78 65,49 16,80 100,00 97,67 74,99 41,18 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00 7-12 13-15 16-18 19-24

APS berdasarkan jenis kelamin

Laki-laki Perempuan

(59)

dan 19-24 tahun, sedangkan pada tingkatan usia 7-12 dan 16-18 nilai APS laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Pada kelompok usia pendidikan tinggi atau setelah SMA/sederajat, APS laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan secara signifikan. Disini terlihat semakin tinggi jenjang pendidikan,maka semakin rendah nilai APS tiap jenjang pendidikan. Hal ini merupakan PR bagi kita semua agar antar jenjang pendidikan tersebut tidak terlalu jauh berbeda. Hal ini bisa dilakukan jika akses dan sarana/prasarana pendidikan cukup baik.

Keadaan ini cukup memberikan informasi bagi kita, bahwa bekal pendidikan bagi generasi muda di daerah ini masih kurang maksimal, karena pendidikan dasar sebagai modal hidup kurang memadai. Hal ini dapat dikarenakan oleh rendahnya minat orangtua atau anak dalam melanjutkan pendidikan, karena keterbatasan ekonomi keluarga, atau mungkin karena sarana dan prasarana pendidikan yang sangat terbatas. Oleh sebab itu, dengan mengamati angka-angka tersebut, hendaknya pembangunan pendidikan harus lebih diperhatikan. Karena dari hal itu berarti ada hal yang tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan pada program pendidikan anak yang dapat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia daerah di masa mendatang.

Indikator lain yang erat kaitannya dengan kualitas pendidikan penduduk adalah tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Jika dilihat dari proporsi mereka yang tidak atau belum pernah sekolah, semakin kecil proporsinya berarti semakin baik, sebaliknya bila proporsinya semakin besar berarti proses pencerdasan bangsa tidak mencapai sasaran. Disisi lain, jika proporsi yang menamatkan pendidikan tinggi semakin besar maka kualitas

(60)

Sama halnya dengan nilai APS yang telah dijabarkan sebelumnya, persentase penduduk usia 10 tahun keatas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan yang bervariasi jika dilihat menurut jenjang pendidikan. Untuk persentase penduduk laki-laki yang tamat SD lebih tinggi dari penduduk perempuan yang tamat SD, sedangkan untuk persentase penduduk laki-laki yang tidak tamat SD lebih rendah dari perempuan yang tidak tamat SD.

Gambar 5.6.

Penduduk Usia 10 Tahun Ke atas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik, Susenas 2013

Dua puluh persen lebih penduduk usia 10 tahun keatas di Kabupaten Pidie Jaya belum atau tidak tamat sekolah dasar. Angka ini sedikit lebih besar dari proporsi angka provinsi secara umum yang tercatat

(61)

kurang dari 20 persen. Proporsi penduduk yang menamatkan sekolah dasar sama dengan angka propinsi secara umum, sedangkan proporsi penduduk yang menamatkan SLTP lebih besar di kabupaten ini. Sebaliknya, untuk yang menamatkan pendidikan SLTA dan pendidikan tinggi, angkanya lebih rendah.

Untuk jenjang pendidikan tinggi (S1, S2 dan S3) terdapat 5,73 persen penduduk yang telah menamatkan jenjang pendidikan tersebut, dan pada jenjang yang sama pula, di tingkat provinsi tercatat 4,38 persen. Sehingga dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas pendidikan di Kabupaten Pidie Jaya lebih tinggi dari kualitas pendidikan provinsi umumnya dan ini berakibat pada semakin berkualitas sumberdaya manusianya.

5.1.3. Daya Beli

Kemampuan daya beli masyarakat diharapkan dapat terwakili oleh variabel konsumsi per kapita, yaitu rata-rata pengeluaran per kapita setahun yang sudah distandarkan dengan mendeflasikan dengan Indeks Harga Konsumen. Selanjutnya variabel ini disesuaikan dengan menggunakan Formula Atkinson.

Secara umum kemampuan daya beli masyarakat Kabupaten Pidie Jaya dalam Provinsi Aceh mengalami peningkatan. Dapat dilihat pada Gambar 5.7 bahwa kecenderungan peningkatan daya beli penduduk di Kabupaten Pidie Jaya lebih tinggi daripada kecenderungan daya beli rata-rata penduduk di Provinsi Aceh.

(62)

Gambar 5.7.

Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan

Tahun 2010 – 2013 (Rupiah)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan (PPP) merupakan salah satu indikator IPM yang berhubungan dengan ekonomi. Atau dengan kata lain standar seseorang dapat hidup dengan layak pada suatu titik waktu dan daerah tertentu. Dari tahun ke tahun tercatat pengeluaran perkapita disesuaikan cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2013 tercatat sebesar Rp.634.120 sedangkan tahun sebelumnya sebesar Rp. 630.370. Angka tersebut masih lebih tinggi dari angka PPP Provinsi Aceh sebesar Rp. 621.400 untuk tahun 2013 dan sebesar Rp. 618.790 untuk tahun 2012.

620000 624000 628000 632000 636000 2010 2011 2012 2013 622160 626890 630370 634120

Gambar

Tabel 3.1.  Nilai Maksimum Dan Nilai Minimum Indikator X (i)
Gambar 4.1 Persebaran Luas Wilayah Kabupaten Pidie Jaya Menurut Kecamatan
Gambar 5.1.  Angka Harapan Hidup Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2010-2013
Gambar 5.2. Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir Tahun 2012-2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan 1) bentuk penerimaan dan penolakan masyarakat Gedongkuning RT 07 RW 08 terhadap mantan pengguna NARKOBA

d. Idea-finding, upaya yang dilakukan siswa untuk menemukan beberapa ide yang memungkinkan dapat memecahkan masalah yang dihadapi, semua ide atau gagasan-gagasan

Preference mapping ditujukan untuk melihat penilaian yang menonjol pada lempok durian yang dilihat dari hubungan data kesukaan konsumen dengan karakteristik sensori

Bentuk dari data ini perlu dicatat di KD, karena dapat digunakan untuk mengkelompokan KD ke dalam kegunaanya, sewaktu perancangan sistem KD yang mencatat data

Selanjutnya Virta Ratna Sari juga sudah pernah melakukan penelitian dengan judul skripsi “Peningkatan Keterampilan Membaca Intensif Buku Biografi Tokoh dengan Pembelajaran

kualitas airtanah di wilayah pesisir Parangtritis Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta (Zein, 2012); penelitian pengaruh tingkat kepadatan permukiman

METODOLOGI Pendapatan Kesehatan Pendidika n Angka Harapan Hidup Angka Melek Huruf Rata-rata Lama Sekolah Konsumsi riil per kapita Indeks Melek Huruf Indeks

Menurut Krippendorff (1991: 75) unitasi meliputi penetapan unit-unit tersebut , memisahkannya menurut batas- batasnya, dan mengidentifikasi untuk analisis berikutnya. Unit