• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Internasional (International Court of Justice ICJ, Malaysia atas kebudayaan-kebudayaan asli Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Internasional (International Court of Justice ICJ, Malaysia atas kebudayaan-kebudayaan asli Indonesia."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setelah sempat mereda, ketika diputusnya kasus sengketa kepemilikan Kepulauan Sipadan dan Ligitan oleh 17 Hakim

Mahkamah Internasional (International Court of Justice – ICJ,

putusan pada Desember 2002) dan adanya sengketa kepulauan Ambalat pada tahun 2005 yang kemudian kedua pihak sepakat melakukan rekonsiliasi, hubungan antara Indonesia dengan Malaysia kembali memanas, pada tahun 2008, dengan adanya klaim negara Malaysia atas kebudayaan-kebudayaan asli Indonesia. Terkait sengketa kebudayaan, sebelumnya pada Tahun 2004, terjadi sengketa kasus “Reog Ponorogo”, yang bermula ketika kesenian Reog, dikenal juga di Malaysia dengan sebutan “Barongan”, yang mempunyai ciri khas menggunakan topeng dadak merak, diklaim Malaysia dalam situs website iklan pariwisatanya. Namun dalam kasus ini telah ditemukan titik terang pada tahun 2007, setelah pada akhir November 2007, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain menyatakan bahwa Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya asli negara itu. Reog yang disebut “Barongan” di Malaysia dapat dijumpai di Johor

(2)

dan Selangor, karena dibawa oleh rakyat Indonesia (Jawa) yang

merantau ke negeri tersebut.1

Dan akhirnya, pada tahun 2008, dapat dikatakan Malaysia semakin “menjadi-jadi”. Dimulai dengan Lagu “Rasa Sayange”, lagu daerah Indonesia yang berasal dari Maluku, pada Oktober 2007 yang oleh Departemen Pariwisata Malaysia dijadikan sebagai lagu promosi

dalam iklan pariwisata “Visit Malaysia”. Kasus ini, patut

disayangkan karena keterlambatan reaksi dari pihak Indonesia, menjadi “heboh” di Indonesia pada tahun 2008 dan sampai akhirnya Pemerintah Malaysia mengakui bahwa lagu tersebut adalah milik bersama Bangsa Melayu (Indonesia dan Malaysia) setelah pihak Indonesia mampu membuktikan bahwa Lagu tersebut direkam di Indonesia pertama kalinya di Perusahaan Rekaman Negara,

Lokananta, Surakarta, Jawa Tengah. 2

Kemudian menyusul klaim-klaim Malaysia berikutnya, yang diantaranya:

1. Tari Pendet (Agustus 2009). awal mula terjadinya sengketa

dikarenakan Tari Pendet diklaim oleh Malaysia dalam iklan. Kasus ini sedikit mulai menemui titik cerah setelah Pemerintah Malaysia mengakui adanya kesalahan yang dilakukan oleh Discovery Channel sebagai salah satu

1 Anonim, “Reog (Ponorogo)”, id.wikipedia.org., http://

id.wikipedia.org/wiki/Reog_(Ponorogo), diakses 16 April 2015. 2

Ruslan Burhani, “Malaysia Akhirnya Akui Rasa Sayange Sebagai Milik Bersama”, Antaranews.com, http://www.antaranews.com/view/?i=1194772834&c=NAS&s=, diakses 20 April 2011.

(3)

produser/ pembuat iklan pariwisata Malaysia pada September 2009.

2. Kasus pelecehan Lagu Indonesia Raya (Agustus 2009).

Dalam kasus ini, lagu Indonesia Raya “diplesetkan” dengan diubah syair lagunya. Pemerintah Malaysia telah meminta maaf terhadap kasus ini, menurut mereka kasus ini dilakukan oleh oknum.

3. Kasus Lagu Terang Bulan dengan Lagu Kebangsaan

Malaysia “Negaraku” (Agustus 2009). Berbeda dengan

kasus-kasus sebelumnya yang muncul karena “aksi nakal” Malaysia, dapat dikatakan kasus ini terjadi karena “aksi balas dendam” rakyat Indonesia yang tidak terima setelah adanya kasus pelecehan Lagu Indonesia Raya. Kasus ini semakin memperbesar kemarahan rakyat kedua negara. Hal ini dapat kita lihat di forum-forum dunia maya ketika

melakukan pencarian (searching) yang terkait dengan kasus

ini, karena di dalam forum-forum tersebut, banyak tanggapan dari rakyat kedua negara yang saling “membela diri”. Puncaknya ketika dari pihak Indonesia berencana melakukan gugatan. Sampai sekarang kasus ini masih menjadi tanda tanya, karena kurangnya informasi dan kesimpang-siuran berita.

(4)

4. Beberapa kasus lain yang sempat menjadi pembicaraan namun telah ditemui titik terangnya karena adanya peran Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan

PBB (United Nations Educational, Scientific, and Cultural

Organization-UNESCO), antara lain: Klaim Batik, Klaim

Angklung, Klaim Wayang, dan Klaim Keris.3

Dalam kasus Lagu Terang Bulan, menurut penulis, menjadi menarik untuk diteliti karena terdapat banyak pendapat tentang asal mula dan pencipta lagu tersebut, sehingga memunculkan permasalahan di bidang hukum khususnya mengenai Hak Cipta sebuah lagu. Dalam penelitian awal yang dilakukan penulis, setidaknya penulis menemukan 6 (enam) sumber darimana asal dan beberapa versi lagu tersebut.

Selain itu, di dalam kasus ini terdapat hal yang menarik bila ditinjau dari segi hukum, baik dari aspek sengketa Internasional maupun Hukum Hak Kekayaan Intelektual khususnya mengenai Hak Cipta. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam kasus ini terdapat upaya hukum dari pihak Indonesia yang berbentuk gugatan perdata terhadap Malaysia. Bagaimana proses gugatan itu berlangsung, tinjauan dari aspek hukum materiil khususnya dalam

3Taufik Rachman, “Unesco Tetapkan Tari Saman Sebagai Warisan Budaya Dunia”,

republika.co.id., http://www.republika.co.id/berita/senggang/unik/11/04/18/ljutbe-unesco-tetapkan-tari-saman-sebagai-warisan-budaya-dunia, diakses: 20 April 2011.

(5)

hal Hak Cipta, dan tinjauan dari aspek hukum formiil yaitu ke pengadilan mana gugatan diajukan dan siapa saja para pihaknya.

Dari segi politik khususnya Hubungan Internasional,

permasalahan ini tentu dapat menimbulkan suatu kegemparan apabila ternyata pihak Indonesia yang dimenangkan. Malaysia, apabila Indonesia dimenangkan, tentu harus mencantumkan nama pencipta musik (arranger/ composer) dari Indonesia, sebagai bentuk pemenuhan Hak Moril suatu karya cipta, bahkan memberikan ganti rugi pembayaran royalti apabila lagu tersebut digunakan untuk kepentingan komersial. Bisa dibayangkan apabila menggunakan sistem pembayaran royalti, tentu ganti rugi yang harus dibayar

sangatlah besar, karena ini merupakan Lagu Kebangsaan (Anthem

Song) sebuah negara. Dan bagaimana sikap dunia internasional

terhadap kasus ini tentu menjadi suatu kajian yang menarik.

Kesimpang-siuran berita juga menjadi suatu bahasan yang wajib untuk dilakukan penelitian dan konfirmasi tentang kebenaran berita tersebut. Salah satu hal yang cukup mengejutkan, dari penelitian awal yang dilakukan penulis di Perusahaan Rekaman Lokananta, Surakarta; ditemukan fakta bahwa yang mengajukan gugatan pada kasus ini bukanlah Negara Indonesia atau Perusahaan Rekaman Lokananta (Perum Percetakan Nasional) melainkan Ahli Waris dari “arranger” (penata musik) Lagu Terang Bulan yang direkam dan diperdengarkan pada tahun 1956 di Radio Republik Indonesia (RRI)

(6)

yang kemudian direkam untuk digandakan pertama kali di Lokananta pada tahun 1965. Hal ini sangatlah berbeda dengan kebanyakan informasi yang dapat kita peroleh di media massa seperti media cetak atau elektronik, khususnya media internet, dimana sebagian besar memberitakan bahwa pihak yang mengajukan gugatan adalah Perusahaan Rekaman Negara Lokananta yang berkedudukan di Surakarta (Solo), Jawa Tengah. Dari fakta tersebut satu hal yang sangat disayangkan oleh penulis adalah kurangnya upaya pembetulan informasi (klarifikasi) tentang hal ini oleh media-media di tanah air. Menurut penulis, dari penelitian awal yang dilakukan, hanya Metro TV (Dalam acara Metro TV News dan website metrotvnews.com) dan Kompas (melalui kompas.com) saja yang memberitakan bahwa ahli waris dari komposer Syaiful Bahri (yang bernama Aden Bahri) yang berniat mengajukan gugatan setelah adanya “kegemparan” kasus ini. Namun sayangnya, fakta-fakta yang diinformasikan MetroTV kurang mendapat respon positif dari masyarakat Indonesia, karena dari fakta-fakta tersebut justru melemahkan posisi Indonesia dalam kasus ini. Singkatnya, fakta-fakta yang ditemukan MetroTV menyatakan bahwa siapa pencipta lagu Terang Bulan ini masih menjadi pertanyaan, karena banyaknya versi-versi gubahan dari lagu tersebut (seperti yang sudah penulis kemukakan sebelumnya). Hal inilah yang menyebabkan masyarakat Indonesia sedikit kecewa dengan MetroTV karena MetroTV dianggap “tidak memberikan

(7)

fakta yang mendukung negaranya sendiri”. Hal ini dapat kita lihat pada komentar-komentar pengunjung website Metro TV terkait

masalah ini.4

Sebetulnya fakta yang ditemukan oleh MetroTV, menurut penulis, merupakan suatu bahan pertimbangan penting untuk

mengajukan gugatan. Mengutip dari statement Kris Biantoro

(presenter musik era 70-80 an yang juga pemilik piringan hitam dan

partitur lagu “Malayan Moon”) yang mengatakan, “Jangan buru-buru

mau bikin somasi. Malu nanti. Apa keluarga punya bukti yang sah

dan meyakinkan? Kalau tidak, bisa malu Indonesia nantinya.”5

Penulis cenderung sependapat dengan pendapat ini, bahwa penggugat harus memiliki bukti yang kuat, jika tidak, maka Kasus Sipadan dan Ligitan akan terulang kembali karena Indonesia lemah dalam mempersiapkan bukti.

Peran Pemerintah dalam kasus ini, menurut penulis, juga belum maksimal. Berdasarkan penelitian awal di Perusahaan Rekaman Lokananta, menurut Kepala Lokananta yang menjabat saat ini, Bapak Pendy Heryadi, Pemerintah melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, sempat mendatangi Lokananta guna

4 Anonim, “Anak Syaiful Bahri Klaim Terang Bulan Ciptaan Ayahnya”,

metrotvnews.com,

http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/2009/09/01/89455/Anak-Syaiful-Bahri-Klaim-Terang-Bulan-Ciptaan-Sang-Ayah, diakses: 20 April 2011.

5 Yurnaldi, “Soal Terang Bulan Kris Biantoro Punya Bukti Hitam Di Atas Putih”,

Kompas,

http://nasional.kompas.com/read/2009/09/01/21263796/Soal.Terang.Bulan.Kris.Bi antoro.Punya.Bukti.Hitam.di.Atas.Putih, diakses: 21 April 2011.

(8)

mendapatkan kejelasan tentang kasus sengketa Lagu Terang Bulan ini. Mereka menanyakan tentang kebenaran apakah Lagu Terang Bulan direkam untuk kemudian diperbanyak oleh Lokananta dan juga menanyakan tentang keberadaan piringan hitam tersebut. Lokananta sendiri membenarkan hal tersebut dan kemudian menunjukkan piringan hitam dan file lagu asli dari rekaman yang ada di piringan hitam tersebut yang sudah dikonversikan ke dalam bentuk file musik digital. Hanya saja, semenjak tahun 2009 sampai dengan sekarang, menurut Kepala Lokananta yang menjabat saat ini, Bapak Pendy Heryadi, belum ada kabar atau pemberitahuan selanjutnya kepada Lokananta dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (sekarang Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan) mengenai kasus ini, sehingga beliau pun beranggapan bahwa kasus ini berhenti di tengah jalan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan suatu penulisan hukum dengan tema “Tinjauan Hukum Kasus Lagu Terang Bulan”. Karenanya masalah tersebut perlu untuk segera diteliti.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan di atas, maka penulis memberikan pembatasan terhadap permasalahan yang akan diteliti agar penelitian hukum ini efektif, dan efisien, dan

(9)

lebih terfokus. Pembatasan permasalahan tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peranan Pemerintah dalam kasus ini dan

permasalahan apa sajakah yang timbul dalam proses pengajuan gugatan tersebut?

2. Bagaimanakah kedudukan hukum Perusahaan Rekaman

Lokananta dalam kasus ini dan bagaimana penerapan “Hak

Terkait” ( Neighboring Rights ) yang biasanya diterapkan di

Perusahaan Rekaman Lokananta apabila dihubungkan dengan kasus tersebut?

3. Bagaimana kedudukan hukum Perusahaan Rekaman Lokananta

sebagai pemegang/ pengganda Lagu Terang Bulan?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan penulis melakukan penelitian hukum ini adalah:

a. Tujuan Subyektif

Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penyusunan penelitian hukum guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana strata-1 (satu) di bidang ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

(10)

1. Memberikan gambaran tentang peranan Pemerintah dalam kasus ini dan menjelaskan fakta terkait dasar hukum adanya gugatan serta permasalahan yang timbul pada saat pengajuan gugatan tersebut ke dalam proses formal peradilan dalam kasus lagu Terang Bulan antara

ahli waris composer lagu dengan Negara Malaysia.

2. Menjelaskan kedudukan hukum Perusahaan Rekaman

Lokananta dalam kasus sengketa lagu Terang Bulan.

3. Menjelaskan kedudukan hukum Perusahaan Rekaman

Lokananta sebagai pemegang hak pengganda lagu (produser rekaman suara) lagu Terang Bulan melalui perbandingan perjanjian-perjanjian antara Lokananta dengan para musisi dari tahun 1960-an, dan menjelaskan apabila kedepannya (dengan adanya fakta bahwa pencipta lagu sudah meninggal dunia) terdapat sengketa kasus dengan pihak lain terkait Lagu Terang Bulan.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian hukum dengan judul: “Tinjauan Hukum Kasus Lagu Terang Bulan”, belum pernah dilakukan sebelumnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada sehingga

(11)

dapat dikatakan bahwa penelitian hukum ini bersifat orisinil dan memenuhi syarat keaslian suatu penelitian hukum.

E. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian hukum mengenai Tinjauan Hukum Kasus Lagu Terang Bulan ini, penulis berharap kedepannya dapat memberikan manfaat yang nyata bagi semua pihak, antara lain:

a. Manfaat Bagi Penulis

Dengan adanya penelitian ini, manfaat nyata yang diperoleh oleh penulis adalah bertambahnya ilmu dalam bidang hukum khususnya dalam bidang hukum Hak atas Kekayaan Intelektual dan Hukum Internasional.

b. Manfaat Bagi Pemerintah

Dengan adanya penelitian ini, secara umum penulis berharap kedepannya Pemerintah lebih peduli terhadap para musisi nasional dan karya-karya anak bangsa. Dan secara khusus, Pemerintah lebih peduli lagi dengan kasus sengketa lagu Terang Bulan dan perlindugan hukum lagu-lagu nasional lainnya agar kedepannya tidak ada lagi kasus yang serupa atau kasus yang sifatnya “pencurian” terhadap kekayaan budaya bangsa Indonesia. Serta semoga Pemerintah dapat menggunakan hasil dari penelitian ini sebagai bahan referensi tambahan dalam amandemen dan/

(12)

atau pembentukan peraturan terkait Hak atas Kekayaan Intelektual khususnya di bidang Hak Cipta maupun sebagai referensi tambahan dalam pengambilan kebijakan.

c. Manfaat Bagi Masyarakat

Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap semoga dapat memberikan gambaran fakta yang sejelas-jelasnya dan obyektif dari sudut pandang manapun kepada masyarakat luas khususnya bangsa Indonesia, sehingga kedepannya masyarakat bangsa Indonesia dapat lebih peduli terhadap kekayaan budaya bangsa Indonesia dan peduli dengan karya-karya anak bangsa. Selain itu penulis berharap agar hasil dari penelitian hukum ini dapat menjadi bahan referensi tambahan dalam penelitian-penelitian hukum berikutnya yang berkaitan.

Referensi

Dokumen terkait

Ada keterbatasan visual yang menentukan maksimum jarak dari area panggung yang mana jika jarak maksimun tersebut dilampaui maka penonton tidak bisa mengapresiasi

Bu Rus gazetesinin iddia ettiğine göre: "Şayet vâdedilen bütün ıslahat yapılacak olursa, Türk- ler-Ruslarda en halis ve samimî

62 SAHAT SAURTUA BERNART H PEMBORAN JB III PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY 63 BAMBANG HERMANTO PEMBORAN JB III PT.. TRITAMA MEGA PERSADA 64 CAHYADI PEMBORAN JB III

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pengelolaan program Raskin yang ditinjau dari peran organisasi lokal di Desa Salam, Kecamatan

Dari uji statistik diperoleh ada hubungan sanksi dengan kinerja bidan dalam pengisian partograf pada ibu bersalin di Puskesmas Jekulo (p=0,022 < α=0,05).Kebanyakan responden

Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti memberikan saran kepada, (1) Kepada Kepala Sekolah Dasar Laboratorium UM, hendaknya lebih perhatian dalam melakukan pengawasan

Dengan adanya masalah-masalah tersebut, diperlukan suatu cara untuk meningkatkan kemampuan aspal salam campuran yaitu dengan menggunakan bahan tambah. Beberapa bahan yang