• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di sekitar Kawasan Wisata Bukit Lawang Kec.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di sekitar Kawasan Wisata Bukit Lawang Kec."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sekitar Kawasan Wisata Bukit Lawang Kec. Bohorok, Kab. Langkat Sumatera Utara. Dengan jangkauan termasuk Desa-desa tetangga/ terdekat/ sekitar Bukit Lawang yang bersebelahan langsung, dalam wilayah Kecamatan Bohorok , Pada Bulan April sampai Agustus (3 bulan efektif) Tahun 2010.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dan Sampel Penelitian dalam penulisan ini adalah Orang-orang Asing yang terindikasi memililiki/ menguasi lahan dan/ atau bangunan yang terdapat di sekitar kawasan wisata Bukit Lawang Kec. Bohorok, dan penduduk setempat yang menguasai langsung/ mengurus lahan dan/ atau bangunan yang memiliki indikasi campur tangan/ penyertaan/ sumber modal/ sponsor pembangunan dengan Orang Asing serta masyarakat sekitar kawasan dan aparat Pemerintahan daerah setempat, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) baik lokal maupun asing, serta aparat Pemerintahan Desa Bukit Lawang, maupun Kec. Bohorok dan Kab. Langkat yang dianggap berkompeten serta mampu menjadi sumber informasi baik utama maupun pendukung dalam menjelaskan tentang materi pembahasan di dalam penelitian ini.

(2)

Yang menjadi variabel penelitian dalam penulisan ini adalah : 1. Variabel Bebas ;

Yaitu mewawancarai siapa saja yang dianggap mengetahui tentang eksistensi kepemilikan/ penguasaan lahan dan/ atau bangunan oleh Warga Negara Asing di sekitar kawasan wisata Bukit Lawang Kec. Bohorok, Kab. Langkat, yang kemudian seluruh informasi yang didapat tersebut akan ditabulasi dan dianalisis serta diseleksi untuk diambil data/ informasi yang paling sesuai atau relevan bagi data/ informasi pendukung skripsi ini.

2. Variabel Terkontrol ;

Yaitu mewawancarai Orang Asing pemilik rumah/ bangunan, atau pengurus lahan/ bangunan yang terindikasi memiliki kaitan langsung dengan kepemilikan lahan dan/ atau bangunan/ serta karena faktor ditugasi oleh Orang asing terhadap penguasaan/lahan dan/ atau bangunan secara langsung di sekitar kawasan wisata Bukit Lawang ini, kemudian mewawancarai aparat Pemerintahan Desa, Kecamatan, dan Perwakilan Bappeda Kab. Langkat, sekaligus mengcopy data-data dan arsip/ dokumen yang wilayahnya berada di dalam wilayah Pemerintahan Kab. Langkat Provinsi Sumatera Utara.

(3)

PENELITI

Mahasiswa Program Agraria FH USU

Dinas Tata Ruang dan Tata Kelola Wilayah Kab. Langkat

Dinas Retrebusi Dan Pajak/ Dinas Pendapatan Kab. Langkat

Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Langkat

LSM Pemerhati Lingkungan dan Satwa di Bukit Lawang, Bahorok Langkat

HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) Kantor Perwakilan Bukit

Wawancara Kepada Perwakilan Masyarakat Desa Sekitar Kawasan Wisata Bukit Lawang, (Desa Sampe Raya, Timbang Lawang & Timbang Jaya, dan Perkebunan Bukit Lawang)

Wawancara Kepada Anggota HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia, perwakilan Bukit Lawang) dan LSM (Lembaga swadaya Masyarakat)/ NGO (Non Gouvernance Organization) Yang Memiliki Kantor Perwakilan Di Bukit Lawang (Kec. Bohorok)

Wawancara WNA (Warga Negara Asing) Yang Memiliki Indikasi Terhadap Kepemilikan Lahan dan/ atau Bangunan Disekitar Kawasan Wisata Bukit Lawang BohorokLangkat.

Kesimpulan Hasil Penelitian

Dinas Pariwisata Kab. Langkat

Analisis Data Hasil Penelitian (Data Primer + Data Skunder) Badan Pembangunan Derah (Bappeda)

Kabupaten Langkat

Rekomendasi Hasil Penelitian Merupakan Kumpulan Hasil Penelitian

dari jenis Data Skunder

Merupakan Kumpulan Hasil Penelitian dari jenis Data Primer

Camat Bahorok Dan Kepala Desa Perkebunan Bukit Lawang

(4)

3.5 Alat/ Media, Teknik dan Metode Pengumpulan Data Penelitian

Alat dan teknik pengumpulan data di dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Media Wawancara, sedangkan Metode yang digunakan adalah Metode Deskriftif, yaitu dengan mengambil data primer dan data skunder.

3.5 Bahan Atau Materi Penelitian

Bahan atau Materi Penelitian di dalam Skripsi ini adalah terbagi atas dua golongan yaitu : Data primer dan Data skunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada Orang-orang asing dan pengurus rumah dan/ atau lahan yang terindikasi memiliki kaitan dengan Orang Asing, Pejabat-pejabat terkait dan masyarakat sekitar kawasan wisata Bukit Lawang yang memiliki kompetensi maupun kaitan dengan segala informasi dan keterangan-keterangan penunjang di dalam validnya materi Skripsi ini, yaitu berkenaan dengan keberadaan Orang asing sekaligus mengidentifikasi atas kepemilikan/ penguasaan lahan dan bangunan di sekitar kawasan wisata Bukit Lawang, Kec. Bahorok Kab. Langkat.

Sedangkan Data Skunder diperoleh dari data dan dokumen serta arsip yang ada di Kecamatan Bohorok, Kantor Kepala Desa Bukit Lawang, Dinas Pariwisata Kab. Langkat, Dinas Pendapatan Kab. Langkat, Kantor Perwakilan Departemen Kehutanan RI (Pengelola Taman Nasional Gunung Leuser TNGL) wilayah V, di Bukit Lawang, Kantor BPN Kab. Langkat, Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Langkat, Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah Kab. Langkat, dan lain-lain.

(5)

Penulisan di dalam penelitian ini, disusun secara sistematis dan terstruktur, sesuai dengan Petunjuk dan Pedoman dari Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah yang berlaku di Lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan, terbit Tahun 2006.

(6)

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

I. PROFIL KABUPATEN LANGKAT, KECAMATAN BOHOROK, DAN DESA PERKEBUNAN BUKIT LAWANG

4.1 Profil Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara Gambar 4.1 Kantor Pusat Pemerintah Kabupaten Langkat

4.1.1 Kondisi Wilayah (Geografis)

Wilayah Kab. Langkat terletak antara 3014’ dan 4013 Lintang Utara, sampai 93051’ dan 98045’ Bujur Timur, dengan batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Utara Berbatasan : Dengan Selat Malaka dan Kab. Aceh Tamiang Nangroe Aceh Darussalam.

Sebelah Selatan Berbatasan : Dengan Kab. Karo Provinsi Sumatera Utara.

Sebelah Timur Berbatasan : Dengan Kab. Deli Serdang dan Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara.

Sebelah Selatan Berbatasan : Dengan Kab. Aceh Tenggara (Tanah Alas) Nangroe Aceh Darussalam.

(7)

Dengan Luas Total wilayah keseluruhan : ± 6263,29 Km2. Terbagi atas : 23 Kecamatan.

4.1.2 Penduduk

Gambar 4.2 Perbandingan Luas Daerah Menurut Kecamatan dan Peta Perbandingan Luas Kecamatan di Kab. Langkat Tahun 2008 (Figure Of Comparisson Region At Area By Sub Regency and Figure Area Sub Regency 2008)

Sumber : BPS Langkat, Kecamatan Bohorok Dalam Angka

Di bawah ini adalah tabel data jumlah dan persebaaran penduduk serta rumah tangga di wilayah Kabupaten Langkat, adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Jumlah Persebaran Penduduk dan Luas Wilayah Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

No Nama Kecamatan Rumah Tangga (Per RT)

Jlh Penduduk (Per Jiwa)

Luas Daerah (Ha)

1 Bohorok 11,162 RT 12,163 Jiwa 955.100 (Ha)

2 Salapian 12,163 RT 50,438 Jiwa 469.900 (Ha)

3 Sei Bingei 12,564 RT 46,495 Jiwa 338.450 (Ha)

4 Kuala 10,374 RT 43,485 Jiwa 194.760 (Ha)

5 Selesai 14,609 RT 66,336 Jiwa 152.080 (Ha)

(8)

7 Stabat 16,954 RT 80,925 Jiwa 90.640 (Ha)

8 Wampu 97,12 RT 40,124 Jiwa 193.750 (Ha)

9 Batang Serangan 9,132 RT 37,75 Jiwa 934.900 (Ha)

10 Sawit Seberang 7,004 RT 28,022 Jiwa 435.070 (Ha)

11 Padang Tualang 11,028 RT 31,428 Jiwa 274.910 (Ha)

12 Hinai 11,909 RT 45,781 Jiwa 114.280 (Ha)

13 Secanggang 15,582 RT 66,675 Jiwa 248.730 (Ha)

14 Tanjung Pura 16, 814 RT 69,071 Jiwa 165.780 (Ha)

15 Gebang 9,757 RT 46,679 Jiwa 162.990 (Ha)

16 Babalan 13,667 RT 62,071 Jiwa 101.800 (Ha)

17 Sei Lepan 12,064 RT 52,308 Jiwa 306.810 (Ha)

18 Brandan Barat 5,299 RT 23,208 Jiwa 92.000 (Ha)

19 Besitang 12,979 RT 63,505 Jiwa 710.480 (Ha)

20 Pangkalan Susu 96,113 RT 52,626 Jiwa 271.310 (Ha)

JUMLAH 406,105 RT 958,986 Jiwa 6,263.290 Ha Sumber : Data BPS Langkat Tahun 2006

4.1.3 Wilyah Administratif dan Luas Kecamatan

Wilayah administrasi Kabupaten Langkat terdiri atas 20 Kecamatan, dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 4.2 Nama-nama Kecamatan dan Luas Kecamatan di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

NO NAMA KECAMATAN LUAS (Ha) % LUAS JARAK KE-IBU KOTA KABUPATEN (Km) 1 Bahorok 95.510 15,25 73 2 Salapian 46.990 7,50 55 3 Sei Bingei 33.845 5,40 45 4 Kuala 19.476 3,11 40 5 Selesai 15.208 2,43 30 6 Binjai 4.955 0,79 23 7 Stabat 9.064 1,45 1 8 Wampu 19.375 3,09 5 9 Batang Serangan 93.490 14,93 31

(9)

10 Sawit Seberang 43.507 6,95 28 11 Padang Tualang 27.491 4,39 36 12 Hinai 11.428 1,82 14 13 Secanggang 24.873 3,97 23 14 Tanjung Pura 16.578 2,65 28 15 Gebang 16.299 2,60 32 16 Babalan 10.180 1,63 40 17 Sei Lapan 30.681 4,90 40 18 Brandan Barat 9.200 1,47 45 19 Besitang 71.048 11,34 61 20 Pangkalan Susu 27.131 4,33 63 JUMLAH 626.329 Ha. 100 % 713 Km. Sumber : Kabupaten Langkat Dalam Angka Tahun 2003, BPS Langkat.

4.2 Wisata

Kabupaten Langkat memiliki berbagai macam objek wisata, baik wisata budaya maupun wisata alam. Wisata Budaya mencakup peninggalan-peninggalan bersejarah bekas-bekas Kesultanan Langkat, termasuk salah satu diantaranya adalah Masjid Azizi Tanjung Pura. Sedangkan Wisata Alam, beberapa diantaranya adalah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), jajaran Bukit Barisan Sumatera, Bukit Lawang, Tangkahan, Sungai Wampu sebagai tampat berarung jeram dan memancing, dan objek-objek wisata lainnya yang sekalanya relatif kecil.

4.3 Sejarah Ringkas Pemerintahan Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

(The Brief History Of Langkat Sumatera Utara Provins)

4.3.1 Pada Masa Pemerintah Penjajah Belanda dan Jepang serta Masa Awal Kemerdakaan Indonesia

Pada masa-masa penjajahan silam, Kabupaten Langkat bersatatus Keresidenan dan Kesultanan (Kerajaan) dengan Pimpinan Pemerintahannya

(10)

disebut Residen dan Berkedudukan di Binjai (Ibu Kota Kab. Langkat kala itu, sekarang Pemko Binjai). Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang pengaturan dan segala seluk-beluk yang berkaitan dengan Orang-orang Asing saja, sedangkan bagi orang-orang asli (pribumi) pengelolaan dan pengawasannya berada ditangan Pemerintahan Kesultanan Langkat.

Adapun silsilah Kerajaan Langkat berturut-turut dijabat oleh : 1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah (1865-1892)

2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah (1893-1927) 3. Sultan Mahmud (1927-1946).

Di bawah Pemerintahan Kesultanan dan Asisten Residen, struktur Pemerintahan disebut dengan LUHAK (yang dipimpin oleh seorang Pangeran), sedangkan di bawah luhak ini disebut dengan Kejuruan “merupakan Raja Kecil” (dipimpin oleh Datuk), dan Distrik (dipimpin oleh kepala Distrik), serta Peghulu Balai yang berada di Desa (yang dipilih dari penduduk setempat).

Pemerintahan Kesultanan di Langkat, dibagi atas 3 Kepala Luhak :

1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh : T. Pangeran Adil. Wilayahnya terdiri dari 3 Kejuruan dan 2 Distrik, Yaitu : 1.1Kejuruan Selesai

1.2Kejuruan Bahorok (Tempat beradanya Bukit Lawang) 1.3Kejuruan Sei Bingai

1.4Distrik Kwala 1.5Distrik Salapian

(11)

Dari semua Kejuruan dan Distrik tersebut, sekarang telah menjadi daerah otonom Kecamatan mandiri, di wilayah Kab. Langkat.

2. Luhak Langkat Hilir, yang berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku Jambak (T. Pangeran Ahmad). Wilayahnya mempunyai 2 Kejuruan dan 4 Distrik yaitu :

2.1Kejuruan Stabat 2.2Kejuruan Bingei 2.3Distrik Secanggang 2.4Distrik Padang Tualang 2.5Distrik Cempa

2.6Distrik Pantai Cermin

Sedangkan bagi Luhak Langkat Hilir, tidak semuannya berubah menjadi wilayah Kecamatan, yang tidak mengalami peberubahan yaitu : Distrik Pantai Cermin, Distrik Cempa, dan Kejuruan Bingei.

3. Luhak Teluk Haru, berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh seorang Pangeran Tumengung (Tengku Abdul Djafar). Wilayahnya terdiri dari satu Kejuruan dan dua Distrik, adalah sebagai berikut :

3.1Kejuruan Besitang (meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji) 3.2Distrik Pulau Kampai

3.3Distrik Sei Lepan

Untuk Kejuruan Besitang saat ini menjadi Kecamatan Besitang, sedangkan wilayahnya hanya meliputi daerah Kab. Langkat saja, yaitu tidak termasuk wilayah Tamiang dan Salahaji yang secara teritori berada di wilayah Nagroe Aceh Darussalam. Kemudian bagi Distrik Pulau Kampai saat ini hanya merupakan sebuah Desa sedangkan Sei Lepan menjadi sebuah Kecamatan.

(12)

Awal Tahun 1942an, kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda beralih kepada Pemerintahan Jepang, namun sistem Pemerintahan tidak mengalami perubahan, melainkan hanya sebutannya saja, yaitu Keresidenan berubah menjadi SYU, yang dipimpin oleh Syucokan. Afdeling diganti dengan Bunsyu yang dipimpin oleh Bunsyuco. Kekuasaan Jepang berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia, Tahun 1945.

Berdasarkan PP RI No. 7 Tahun 1956 secara administratif Kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya yang pertama (Bupati) Bpk. Netap Bukit.

Mengingat luasnya geografis wilayah Kabupaten Langkat, maka dengan segala pertimbangan dan kebijaksanaan Pemerintah masa itu, akhirnya Kabupaten Langkat di bagi menjadi 3 (tiga) Kewedanan, Yaitu :

1. Kewedanan Langkat Hulu, berkedudukan di Binjai

2. Kewedanan Langkat Hilir, berkedudukan di Tanjung Pura 3. Kewedanan Teluk Haru, berkedudukan di Pangkalan Berandan.

Pada tahun 1963 wilayah Kewedanan dihapus, sedangkan tugas-tugas administratif pemerintahan langsung dibawahi oleh Bupati serta asisten Wedana (Camat), sampai sekarang.34

34

BPS Langkat, Op.cit. Hal. 7.

(13)

4.4 Profil Kecamatan Bohorok Kab. Langkat 4.4.1 Letak Geografis Bohorok

Gambar 4.4.1: Kantor Pemerintahan & Petunjuk memasuki wilayah Kec. Bohorok

Kecamatan Bohorok Terletak antara 3020’30” – 3036’51” Lintang Utara, sampai 98059’06” Bujur Timur, dengan ketinggian 105 meter dari permukaan laut (dpl). Luas wilayahnya : ± 88.479 Km2. Terdiri atas 21 Desa, 1 Kelurahan.

Berbatasan dengan :

Sebelah Utara dengan : Kecamatan Batang Sarangan Kab. Langkat Sebelah Selatan dengan : Kab. Karo, Provinsi Sumatera Utara Sebalah Barat dengan : Kab. Aceh Tenggara, (NAD)

Sebelah Timur dengan : Kecamatan Salapian, Kab.Langkat.

4.4.2 Sejarah dan Asal Mula Nama Bohorok

Alkisah, Seseorang suku Karo bermarga Sukatendel mempunyai dua istri pergi berburu kehutan, dalam perburuan tersebut tanpa sengaja menemukan suatu ruas bambu yang sangat besar dan memiliki perbedaan dengan bamboo biasanya, setelah bambu itu dibawa pulang ternyata di dalamnya terdapat seorang bayi laki-laki.

(14)

Singkat cerita, Akhirnya anak laki-laki tersebut di pelihara sampai menjadi dewasa maka kemudian ia menikah, dan meperoleh lima orang anak dari hasil pernikahannya tersebut, salah satu anaknya dikenal dengan nama Dewa Sahdana Perangin-angin, kemudian Dewa Sahdana Perangin-angin ini setelah dewasa menikah dengan seorang wanita yang berasal dari Langga Payung Kab. Deli Serdang, yang selanjutnya meperoleh 3 orang anak, 2 laki-laki dan 2 perempuan, yang laki-laki-laki-laki di beri nama : Sutan Jabbar, dan Sutan Husin, Sedangkan yang perempuan di beri nama Putri Hijau (Lihat kisah masa kecil putri hijau, dalam cerita yang berbeda).

Seiring waktu berjalan dengan bertumbuh dewasanya masing-masing anak tersebut, ternyata terjadi perselisihan, yaitu antara Sutan Jabbar dan Sutan Husin, maka untuk menghindari pertikaian yang lebih jauh, Sutan Husin dibawa oleh para pengawalnya ke arah Stabat (Ibu Kota Kab. Langkat), melalui sungai Wampu.

Di dalam penyusuran di sungai Wampu inilah, di suatu tempat Sutan Husin dengan para pengawalnya beristirahat, tempat ini merupakan pertemuan antara dua sungai besar yaitu yang saat ini di kenal dengan nama sungai Wampu dan sungai Bahorok.

Tetapi kemudian karena alasan tertentu para pengawal Sutan Husin menyarankan untuk mereka menetap sementara di daerah ini, setelah Sutan Husin menyetujui saran dari para pengawalnya tersebut, kemudian ia mengajak para pengawalnya untuk berburu dan mengumpulkan bekal makanan bagi persediaan mereka tinggal di daerah ini, di dalam perjalanannya mengumpulkan bekal makanan Sutan Husin dan para

(15)

pengawalnya menemukan sebuah pohon besar yang berada di atas bukit dan sedang berbuah sangat lebat.

Kepada para pengawalnya Sutan Husin memerintahkan agar mereka mengambil buah tersebut kemudian mengamati dan mengujinya apakah buah tersebut bisa dikonsumsi atau tidak, setelah melalui proses pengamatan, pengalaman dan pengujian oleh para pengawalnya tersebut, didapatlah sebuah kesimpulan dengan keyakinan mereka, bahwa buah itu bisa dikonsumsi dan tidak berbahaya (saat ini sudah tidak bisa lagi ditemui, tetapi menurut penuturan beberapa tokoh masyarakat tertua di sekitar Bohorok buah yang dimaksud adalah mirip buah Ceri).

Selanjutnya karena mereka belum pernah mengenal buah tersebut dan sama sekali tidak mengetahui namanya maka, Sutan Husin memberi nama pohon dan buah tersebut dengan nama Huruk (yang dalam terminilogi bahasa Batak/ Karo, Huruk berarti Bukit), alasan pemberian nama tersebut karena pohon buah itu mereka temukan di atas bukit. Kemudian seiring waktu berjalan dan berdatangannya suku-suku lain kedaerah ini, maka kemudian lafaz (logat) penyebutan kata Huruk tersebut mulai berubah dari Huruk ke Horuk kemudian ke Horok, dan selanjutnya disempurnakan dengan penambahan dua huruf Bo, berada di depan kata tersebut, dan selanjutnya di baca dengan kata yang bersambung yaitu Bohorok.

Adapun jika saat ini Kecamatan ini dikenal dengan nama Bahorok adalah disebabkan karena sebuah permasalahan yang terjadi pada sekitar tahun 1987-an, oleh Camat waktu itu adalah bapak Mula Sembiring, terjadi

(16)

sebuah pemalsuan stempel oleh salah seorang aparat Kecamatan (yaitu sdr. Martin), yang memalsukan seluruh jajaran stempel Pemerintahan yang berada di bawah jajaran Kecamatan, dari kata Bohorok menjadi Bahorok, sehingga seluruh stempel dan kop surat semenjak tahun 1987-an tersebut sampai saat ini tidak pernah dikembalikan dengan kata Bohorok yang asli. Tetapi keaadaan berbeda kita temui pada Instansi Polsek Bohorok, Koramil, KUA (Kantor Urusan Agama), Puskesmas, Dinas Pendidikan, dan beberapa bukti dokumen tanah grand yang setifikatnya dikeluarkan sebelum masa kemerdekaan Indonesia, khususnya sebelum tahun 1987 masih menggunakan kata Bohorok.

4.4.3 Sejarah Terbentuknya Bohorok 4.4.3.1 Zaman Kerajaan

Lebih kurang sekitar abad 16 masehi, raja Bohorok di pilih pertama kali oleh rakyat secara langsung, yang selanjutnya terpilihlah Sultan Husin bin Dewan Sahdan Perangin-angin.

Adapun nama raja-raja yang pernah berkuasa di Bohorok adalah sebagai berikut :

1. Raja Sutan Husin Bin Dewa Sahdan Perangin-angin, raja pertama bohorok,

2. Tengku Syahmardan Bin Sutan Husin (bergelar raja Alamsyah).

3. Tengku Panji Sakar bin Tengku Syahmardan (Bergelar Kejuruan Indra Setia).

4. Tengku Djukdin Bin Panji Sakkar (Bergelar Kejuruan Maklumsyah). 5. Tengku Tan Deraman Bin Tengku Djukdin (Bergelar Kejuruan Indra

(17)

6. Tengku Basir Bin Tengku Djukdin (Bergelar Kejuruan Sri Indra Muda). Pada Tahun 1835, pertama kali masuknya penjajah Belanda kedaerah ini, menyebabkan tengku Basir Bin Djukdin Mengungsi ke daerah yang bernama Kota Cane, Aceh Tenggara (di Kampung Pulan Kenas) sampai ia wafat, anak dan cucunya masih bisa kita temui di daerah ini.

Sebagai penggantinya Titah Kerajaan dijalankan oleh Tengku Tan Perang Adik dari Tan Dermawan. Selanjutnya berjalan terus kerajaan-kerajaan tersebut, dengan raja-rajanya sebagai berikut :

7. Tengku Lengkong Bin Sultan Tan Perang (dengan Gelar Kejuruan Sakmar Diraja). Setelah ia wafat kemudian diangkatlah,

8. Tengku Hasyim (bergelar Kejuruan Indra Pahlawan), yang merupakan Raja pendiri Masjid Raya Bohorok (Sekitar Tahun 1917), setelah beliau wafat kemudian diangkatlah,

9. Tengku Bahagi, (Bergelar Kejuruan Sakmar Diraja), yaitu adik kandung dari Tengku Hasyim.

10.Tengku Saidi Husni (merupakan menantu Tengku Hasyim).

11.Pada Tahun 1945 digantikan Oleh Tengku Sembab. Selanjutnya pemerintahan dijalankan oleh,

12.Tengku Abdoel Moerad Bin Tengku Cit Hassan Bin Tengku Hasyim, (Bergelar Pemangku Adat Kejuruan). Dilanjutkan oleh;

13.Tengku H. Alfit Hasyim Saktisahdan Bin Tengku Abdoel Murad (Bergelar Pemangku Adat Kejuruan).

Melihat dari sejarah kerajaan tersebut, yang menjadi Raja di daerah Bohorok ini adalah merupakan keturunan dari Dewan Syahdan Perangin-angin yang kesemuannya adalah bersuku Karo.

(18)

4.4.3.2 Zaman Penjajahan

Pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, Kecamatan Bohorok berada di bawah naungan Pemerintah/ Kerajaan Sultan Langkat, dengan pusat pemerintahan di Tanjung Pura. Pada masa itu diambil sebuah kebijakan pembangunan oleh Penguasa, yaitu membagi Langkat menjadi 3 Luhak yang berdasarkan kepada kebijakan Asisten Keresidenan, Luhak (pembagian daerah tersebut) adalah :

1. Luhak Langkat Hulu, 2. Luhak Langkat Hilir, dan 3. Luhak Teluk Haru.

Bohorok merupakan bagian dari Luhak Langkat Hulu, yang dipimpin oleh seorang tengku, yang bernama Lengkong Bin Tan Perang. Kemudian seiring bergantinya sejarah berdasarkan PP RI No. 7 Tahun 1965 tentang pembentukan daerah otonom di wilyah Provinsi Sumatera Utara, maka ditetapkanlah Kab. Langkat menjadi suatu daerah otonom yang mandiri. Semenjak saat itu seluruh Kecamatan yang masih berada dilingkungan Luhak di atas berganti nama dengan Kecamatan yang dipimpin oleh seorang Asisten Wedana (Camat) per Kecamatan.

Pada tahun 1992 Kecamatan Bohorok memiliki 17 desa, selanjutnya pada tahun 1995, 2004, dan 2005 mengalami pemekaran, serta pemekaran yang terakhir adalah terjadi pada tahun 2006 yang menyebabkan jumlah total desa dilingkungan kecamatan bohorok menjadi 21 desa dan dengan 1 kelurahan sebagai ibu kota kecamatan, yaitu pecan bohorok.

(19)

4.5 Profil Desa Bukit Lawang

Di bawah ini dapat di lihat Peta Wilayah Desa Perkebunan Bukit Lawang, adalah sebagai berikut ;

Gambar 4.3 Peta Desa Perkebunan Bukit Lawang Kecamatan Bohorok Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara 35

Tabel 4.3 Profil Desa Perkebunan Bukit Lawang Kec. Bohorok Langkat

PROFIL DESA PERKEBUNAN BUKIT LAWANG KECAMATAN BOHOROK

KAUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA

Nama Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Kab. Langkat Sumatera Utara, Indonesia.

Luas Keseluruhan 1926,60 Ha2, Total Wilayah/ areal Permukiman : ± 50 Ha2, Perbatasan Desa - Sebelah Utara : Berbatasan dengan Perkebunan Air

Tenang Bukit Lawang, dan Desa kendit.

- Sebelah Selatan : Berbataan dengan Sampe Raya, dan Perkebunan Bungara Lonsum, dan Desa Timbang Lawang.

- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Perebunan Sei Musam (PTP Nusantara 2), dan Perkebunan

35

Sumber : Abdul Muis, Sekretaris Desa Bukit Lawang sejak tahun 1980 sampai saat ini, Juli 2010.

(20)

Bungara Lonsum (PMA London Sumatera). - Sebelah Barat : Desa Sampe Raya dan Taman Nasional

Gunung Leuser (T N G L).

Iklim Sedang,

Curah Hujan 4500-5000 Mm Per Tahun, Jumlah Bulan Hujan : 5 Bulan Per tahun

Suhu Rata-rata 30-34 0C Sepanjang tahun, Ketinggian : 108 Meter Dari Permukaan Laut

Kategori Wilayah Dataran Berbukit.

Jumlah Penduduk 2030 Orang Tersebar dari VII Dusun (Laki-laki : 1145, Perempuan : 885, Total Jumlah Kepala Keluarga : 591 KK)

Pekerjaan : Buruh Tani ( 1060 Orang), Pedagang (418 Orang), Petani (125 Orang).

Agama Islam ( 18864 Orang), Kristen Protestan (133 Orang), katholik : (6 orang)

Suku Mayoritas Jawa (14498 Orang), Tapanuli : (223 Orang), Melayu : (138 Orang), Karo : (59 Orang).

Pendidikan S1 ( 2 Orang), SLTA (40 orang), SMP (84 Orang), Diploma/ Sederajat ( 300 Orang).

Etnis Jawa (1498), Melayu (138), Karo (59), Tapanuli (223), Banjar (6), Aceh (4 Orang), Minang (28), Rao (5 Orang), Palembang 3 Orang), Gayo/Alas (2 Orang).

Lembaga Adat Puja Kesuma, Pendawa, Mabmi, Merga Silam.36

Sumber : Buku Isian Profil Desa Perkebunan Bukit Lawanng Tahun 2010

4.5.1 Sejarah Ringkas Nama Bukit Lawang

Menurut beberapa sumber masyarakat dan tokoh-tokoh daerah setempat, nama Bukit Lawang diketahui pertama sekali muncul sekitar tahun 1820-an, yang berasal dari bahasa Jawa dan terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu

36

(21)

Bukit (perbukitan/ tanah yang berbukit-bukit) dan Lawang (pintu), yang jika diartikan dengan penggabungan dua suku kata tersebut maka artinya menjadi suatu Bukit Yang Berpintu. Selain nama Bukit Lawang masyarakat sekitar juga mengenalnya dengan nama Pala Parit (pintu bendungan irigasi), yang dibangun oleh pemerintahan Kolonial Belanda pada masa penjajahan silam, sampai saat ini Bendungan irigasi tersebut masih dapat kita temui yang merupakan sumber pengairan utama di Desa Bukit Lawang dan Desa-desa sekitarnya untuk Usaha Pertanian, Perikanan, bahhkan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari, seperti : mencuci dan mandi, dan lain-lain.

Namun pasca banjir bandang pada tanggal 2 November Tahun 2003 yang lalu, Baik Pintu Bukit (Bukit Lawang) maupun Bendungan Irigasi (Pala Parit) tersebut ikut hancur, sehingga apabila para pembaca ingin melihat Pintu bukit itu saat ini tidak dapat kita temui lagi, yang tersisa hanyalah gua yang berada tepat di atas pintu bukit itu yang saat ini telah beralih fungsi menjadi sebuah Restourant, sedangkan bendungan irigasinya telah dibangun kembali oleh pemerintah kab. Langkat.

Nama Bukit Lawang ini pada dasarnya memiliki sebuah kisah yang terjadi pada masa pemerintahan kolonial Belanda, yaitu kisah yang berawal dari istilah yang diberikan oleh kuli kontrak (buruh yang bekerja untuk Pemerintah Kolonial Belanda) yang dibawa dari Pulau Jawa untuk dipekerjakan sebagai buruh kasar didaerah ini, sesampainya para buruh kontrak ini di sekitar ibu kota Sumatera Timur (saat ini Medan) maka mereka selanjutnya dibagi-bagi menyebar kedaerah-daerah jajahan Belanda yang persebaran wilayahnya di daerah ini berada di sekitar Sumatera Timur (saat ini

(22)

Sumatera Utara dari Tanjung Balai dan Rantau Parapat sampai Kab. Langkat, untuk Kab. Karo sampai Tapanuli tidak termasuk).

Sedangkan jika kita melihatnya lebih khusus lagi di Kab. Langkat, dan sampai saat ini masih dapat kita lihat beberapa peninggalan penjajahan yaitu, mulai dari Kecamatan Tanjung Pura, Pangkalan Berandan, Pangkalan Susu, Sawit Seberang, Batang Serangan, Kw. Begumit, Binjai (tempat gugurnya Pahlawan Nasional T. Amir Hamzah), Kuala, Selesai, dan Bahorok (Desa Bukit Lawang) dan daerah-daerah lainnya yang persebarannya relatif merata di daerah kab. Langkat ini.

Kisah ini berawal dari masa ketika para kuli kontrak (buruh Pekerja Belanda) itu mulai efektif bekerja di daerah sekitar Pala Parit (nama asal daerah ini, sebelum resmi di tetapkan menjadi Bukit Lawang). Sebelum para pekerja memulai aktifitasnya maka seluruh pekerja tersebut dihitung, untuk mengetahui kesesuaian jumlah pekerja yang ada di daerah ini pada setiap harinya, tepat melalui Pintu Sebuah Gua yang ± 15 Meter Panjangnya, gua inilah yang disebut Pintu Bukit (Bukit Lawang) dan merupakan dasar penetapan sejarah nama Bukit Lawang di atas, dan setelah mereka bekerjapun pada sore harinya mereka di hitung kembali melalui pintu tersebut. Demikianlah keadaan ini terjadi terus menerus sampai masa kemerdekaan Indonesia tiba.

Pasca kemerdekaan, seluruh perkebunan-perkebunan milik Belanda tersebut di Nasionalisaskan oleh Pemerintah Republik Indonesia menjadi perusahaan-perusahaan yang berada di bawah pemerintahan Indonesia (BUMN), khususnya untuk daerah ini dikenal perusahaan PTP Nusantara –II,

(23)

dan pada Bulan Juli Tahun 2009 mayoritas sahamnya telah di beli oleh Kepong BHD (perusahaan perkebunan asal Malaysia), yang selanjutnya berubah nama dengan PT. LNK (Langkat Nusantara Kepong), Kebun Bukit Lawang, dan beberapa-perkebunan masyarakat. Perkebunan tersebut masih ada serta berlaku efektif sampai saat ini37

4.5.2 Data Pengunjung Orang Asing yang Datang ke Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Bukit Lawang April 2010

4.7.2.1 Daftar : Rekapitulasi Pengunjung Stasiun Pengamatan Orangutan Sumatera, di Bukit Lawang.

Tabel 4.5 Daftar Rekapitulasi Pengunjung Ke Stasiun Pengamatan Orangutan Sumatera Di Bukit Lawang Bulan April 2010

. Sedangkan rutinitas penghitungan jumlah pekerja sewaktu memulai pekerjaan dan setelah selesai bekerja sudah tidak kita temui lagi saat ini.

No Kebangsaan reasi Rek kemah Ber Pene litian Pendidikan Lain/

Lain-Treking Jumlah Keterangan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Indonesia Belanda British Jerman Francis Amerika Australia Italia Spanyol Belgia 290 139 112 75 56 32 24 18 16 - - - - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - 80 12 6 13 4 6 2 0 29 219 124 81 69 36 30 20 16 Catatan : Pengunjung; Asing : 722 org Lokal : 290 org Peneliti dalam negeri 37

Sumber ; Wawancara dengan Tokoh Masyarakat sekitar Bukit Lawang dan Arsip Desa Bukit Lawang.

(24)

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Jepang Swizland Swiss Canada Cheko Polandia Brazil Swedia Taiwan Yunani Austria Irlandia Thailand Finlandia Rusia Denmark Chili Afrika Scotlandia Argentina 19 12 10 10 15 7 6 5 5 4 4 4 3 2 2 2 2 1 1 0 0 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 2 0 1 0 4 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 2 1 21 12 11 10 19 9 6 5 5 4 4 4 3 2 2 2 3 1 1 2 1 An. Mahasiswa S1 dari Fakultas Pertanian USU Medan 1 (satu) org tidak dipungut tiket masuk. Jumlah 876 - 1 - 136 1.013

Sumber : Kantor Perwakilan Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan

Konservasi Alam, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III, Seksi Pengelolaan Wilayah V, Bukit Lawang 20777, Daftar: Rekapitulasi Pengunjung ke Stasiun Pengamatan Orangutan Sumatera di Bukit Lawang, Kepala SPTN Wilayah V, HendraWijaya, S.Hut Semester I, Tahun 2010.

(25)

4.5.3 Sekilas Cerita Tentang Banjir Bandang Bukit Lawang Bohorok November 2003

Gambar 4.5.3 Foto Situasi 1 Hari Pasca Banjir Bandang Bukit Lawang 3 Novemeber Tahun 2003

Sumber : Buku Utama Penyusunan Revisi Tata Ruang Kawasan Wisata Bukit Lawang, Bappeda Kab. Langkat Tahun 200838

Bencana banjir bandang yang terjadi di Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok Kabupaten Langkat pada tanggal 2 November 2003 sekitar pukul 21:45 WIB mengakibatkan kerugian jiwa dan harta benda yang sangat luar biasa. Hingga tanggal 14 November 2003, jumlah penduduk yang meninggal dan berhasil ditemukan akibat bencana alam tersebut sejumlah 151 Jiwa dan hilang diperkirakan mencapai 101 Jiwa, walaupun beberapa pihak memperkirakan jumlah korban lebih dari jumlah tersebut, alasan mereka adalah pada saat banjir bandang terjadi akibat lemahnya pendataan terutama wisatawan lokal, yang kebetulan saat kejadian berada disana sedangkan menurut kebiasaan dan kemakluman setempat, mereka tidak pernah didata secara lengkap dan valid, yang terdata secara baik hanyalah Warga Negara Asing, alasannya karena setiap mereka memasuki kawasan ini harus melapor

38

Buku Utama Penyusunan Revisi Tata Ruang Kawasan Wisata Bukit Lawang, Bappeda Kab. Langkat Tahun 2008.

(26)

kepada kantor perwakilanan Departemen kehutanan yang ada disana, sehingga tidak dapat diperkirakan dengan pasti berapa jumlahnya sebenarnya. Bahkan sampai saat penelitian ini dilakukan April 20010, masih ada keluarga korban yang menyatakan keluarganya masih belum ditemukan.

Desa Perkebunan Bukit Lawang merupakan kawasan Wisata alam terbesar ketiga di Provinsi Sumatera Utara dengan keunggulannya adalah pemandangan alam (hutan perawan, sungai), arung jeram, dan pusat rehabilitasi serta pemantauan Orangutan liar. Banyak sarana dan prasarana pendukung kepariwisataan yang telah dibangun di sekitar kawasan wisata Bukit Lawang ini, seperti hotel (Rindu Alam, Sibayak) restoran dan penginapan (Usman, Café Ibu DePe), took kelontong, kedai/ warung Darna Bangun dan lainnya.

Seiring dengan berkembangnya kawasan wisata Bukit Lawang ini, maka terlihat semakin padatnya permukiman yang terus berkembang dan terkesan tanpa adanya arah penataan yang baik dari pihak-pihak terkait. Ironisnya sebagian besar bangunan berada pada Bantaran banjir (floodplain) yang terletak di kiri-kanan sungai Bohorok dengan kepadatan bangunan yang cukup tinggi dan diperkirakan akan terus meningkat di waktu-waktu mendatang.39

39 Sumber : Buki Isian, Profil Desa Bukit Lawang Tahun, Op.cit. Hal. 71.

4.5.4 Indikasi Kepemilikan Lahan dan Bangunan Oleh Orang Asing di Sekitar Kawasan Wisata Bukit Lawang

(27)

4.5.4.1 Gambaran Permasalahan yang Berhasil Penulis Temukan dan Inventarisir Saat Melakukan Penelitian di Bukit Lawang

1) Keberadaan Dusun Relokasi

Bukit Lawang pada dasarnya merupakan sebuah Desa perkebunanan yang penduduk aslinya adalah warga perkebunan PTPN-II, lokasinya tepat berada mengelilingi areal wisata Bukit Lawang, hal ini dibuktikan dengan kesesuaian luas peta dan denah lokasi yang dibuat oleh PTN-II yang telah disesuaikan berdasarkan sertipikat HGU (Hak Guna Usaha) yang diberikan oleh pemerintah.

Hal yang cukup mengejutkan berhasil Penulis temukan dari hasil wawancara dengan Abdul Muis (60 Tahun)40

40

Abdul Mu’is,Op.cit. Hal. 69.

ternyata tidak ada satupun rumah/ lahan yang berstatus Hak Milik di daerah ini dan pernyataan tersebut juga diperkuat dengan data serta informas dari Kantor Kecamatan Bohorok dan BPN Kab. Langkat di Stabat, yang ada hanyalah lahan HGU PTPN-II dan Penguasaan secara illegal diatas tanah Negara oleh penduduk lokal, serta Hutan Adat masyarakat. Sejalan dengan kenyataan tersebut, Penulis berhasil menemukan informasi bahwa ada sebuah Dusun Relokasi pasca banjir bandang, dusun ini diperuntukkan bagi para korban banjir bandang yang terjadi pada tahun 2003 silam, letaknya secara geogarfis mengarah kesebelah barat dari pinggiran sungai tempat terjadinya banjir bandang silam.

(28)

Menurut Keterangan Tumiran (40 Tahun41

Sampai saat ini masyarakat yang menempati lahan dan perumahan sejak tahun 2004 tersebut belum memiliki kejelasan status

) warga Dusun Relokasi, pada dasarnya lokasi tempat keberadaan Dusun ini merupakan areal yang dikuasai oleh PTPN-II dibuktikan dengan HGU yang mereka pegang, namun pada awal tahun 1980-an, PTPN-II telah melakukan pembersihan lahan, tetapi di dalam perjalannya dengan alasan keterbatasn dana dan tenaga maka PTPN-II mengijinkan masyarakat sekitar untuk menggarap sementara lahan-lahan HGU tersebut, dengan perjanjian sampai PTPN-II akan memanfaatkannya kelak.

Kemudian pada awal tahun 90-an masyarakat yang mengerjakan sebagian lahan HGU tersebut secara sukarela menyerahkannya kembali kepada PTPN-II degan proses ganti rugi atas tanaman yang sedang ditanam dan pengangkatan beberapa warga sekitar menjadi karyawan PTPN-II.

Pasca banjir bandang, Pemerintah kabupaten Langkat melakukan relolaksi terhadap penduduk korban banjir bandang, pada awalnya mereka adalah warga yang berada langsung di sekitar pinggiran sungai Bahorok, untuk kemudian direlokasikan ke Dusun VII Bukit Lawang (Dusun perumahan Relokasi) kearah barat dengan jarak sekitar 300 meter dari tempat semula mereka tinggal.

41 Tumiran (40 Tahun41

(29)

hak atas tanah dan bangunan yang mereka tempati, walaupun menurut penjelasan dari Ahsanin Usman (± 50 Tahun)42

Satu hal yang cukup unik juga berhasil Penulis temukan di Dusun relokasi ini, bahwa Dusun ini dihuni sekitar 110 Kepala Keluarga, dengan jumlah total penduduk sekitar ± 400-700 orang, Pegawai BPN Kab. Langkat bahwa status tanah/ lahan Dusun relokasi itu merupakan tanah Pinjam Pakai dari PTPN-II kepada Pemerintah Kabupaten Langkat yang disebabkan karena kejadian luar biasa, banjir bandang pada tahun November 2003 silam, bahkan banjir bandang ini merupakan yang pertama ditetapkan sebagai bencana nasional. Selama status tanah pinjam pakai belum di tingkatkan menjadi hak milik/ hak-hak lainnya, dan belum dikeluarkan dari peta wilayah HGU PTPN-II maka status pinjam pakai akan tetap berlaku di daerah ini, dan masih merupakan lahan HGU PTPN-II.

Oleh karena itu melalui tulisan ini Penulis merekomendasikan kepada pihak-pihak terkait agar segera memperjelas status hak atas tanah dan bangunan yang telah mereka kuasai dan bangun sejak tahun 2004 silam, karena ini merupakan suatu aspirasi dan kegelisahan yang ada pada masyarakat Desa Perkebunan Bukit Lawang khususnya Dusun VII (Perumahan Relokasi).

2) Klaim Antar Desa

42 Ahsanin, SH., (50 Tahun) Pegawai BPN Kab. Langkat Staff Khusus Peralihan

(30)

namun terdapat klaim 4 Desa sekaligus di areal Dusun VII Desa Perkebunan Bukit Lawang ini, Desa-desa tersebut adalah ; Desa Timbang Jaya, Timbang Lawan, Sampe Raya, dan Perkebunan Bukit Lawang sendiri sebagai pemegang wilyah/ teritorial, bahkan ada juga penduduk yang berasal dari Kelurahan Pekan Bahorok, yang menjadi warga Dusun relokasi tetap mengakui eksistensi Desa asalnya bahkan secara administartif (dalam pengurusan surat-surat keterangan Desa, KTP, dan lain-lain).

Setelah Penulis menelusuri lebih jauh, adapun penyebab terjadinya permasalahan ini adalah, pasca banjir bandang pada Tahun 2003 silam yang menjadi korban bukanlah hanya warga Desa Perkebunan Bukit Lawang saja, melainkan semua desa-desa yang telah disebutkan di atas (Sampe Raya, Timbang Lawan, Timbang Jaya) walaupun Bukit Lawang-lah merupakan Desa terparah akibat bencana tersebut, sedangkan kebijakan relokasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Langkat menyebakan berpindahnya sebagian penduduk dari desa-desa tersebut.

Kemudian yang menjadi permasalahan, Pemerintahan efektif yang diakui eksistensinya saat ini yang berada disana adalah ke empat-empat Desa tersebut. Walaupun secara areal kawasan/ wilayah itu berada di teritorial Desa Bukit Lawang. Namun, masyarakat pada Dusun ini tidak mengakui Bukit Lawang merupakan Pemerintahan Desa bagi mereka, sehingga apabila terjadi suatu permasalahan menjadi suatu permasalahan yang rumit dan kompleks, dimana disatu sisi berada

(31)

dibawah teritorial Desa Perkebunan Bukit Lawang, tetapi eksistensinya malah tidak diakui oleh masyarakat di daerah itu, keluh Darna Bangun (Ka. Dusun VII Desa Perkebunan Bukit Lawang).

3) Penataan Ruang Yang Tidak Jelas

Tidak ada aturan tata ruang yang jelas, menurut Usman (35 tahun)43

43

Usman (35 Tahun) Pengusaha Lokal Bukit Lawang, dengan CV. Bunga Liar, Pemilik Gua and Restouran Rock Garden Bukit Lawang).

Sejak tahun 2003 pasca banjir bandang para masyarkat pemerhati lingkungan khususnya penduduk asli Bukit Lawang yang sadar terhadap kelestarian lingkungan hidup telah bertemu dengan perwakilan dari Pemerintah Kab. Langkat dan Organisai-organisai pemerhati lingkungan hidup lainnya se-Kabupaten Langkat, bahkan NGO (Organisai Asing) pun ikut berhadir, yang intinya merekomendasikan kepada Pemerintah Kab. Langkat dan Provinsi Sumatera Utara agar segera, membuat sebuah rencana umum maupun khusus mengenai tata ruang berkenaan dengan pembangunan dan pengelolaan kawasan Wisata Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Tentang bagaimana tata dan pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan prinsif-prinsif tata ruang dan pembangunan lingkungann yang baik, daerah mana yang boleh dibangun dan yang mana yang tidak boleh dibangun demi kelestarian dan pembanguan lingkungan hidup yang berkelanjutan (suistinable development).

(32)

Namun sampai tahun April 2010 ini tidak ada realisasi yang jelas berkenaan dengan pentaan ruang tersebut, khususnya areal bantaran sungai tempat paling banyak merenggut korban pada saat terjadinya banjir bandang pada tahun 2003 silam.

4) Kepemilikan Lahan dan Bangunan oleh Orang Asing

Mengenai indikasi Kepemillikan Lahan dan/ atau Bangunan oleh Orang Asing di sekitar kawasan wisata Bukit Lawang, Penulis melakukan riset kelapangan sekaligus mengumpulkan seluruh data dan informasi pendukung baik lisan maupun tulisan dari pihak/ instansi terkait, selama kurang lebih 3 Bulan yaitu pertengahan April sampai dengan Juni 2010, ada beberapa modus/ cara Orang Asing menguasai lahan dan bangunan, yang telah berhasil Penulis rangkumkan, sebagai berikut :

1)Dengan Cara Pernikahan;

Dalam hal ini umumnya WNA (Warga Negara Asing) memilih untuk menetap di Indonesia (khususnya Bukit Lawang), misalnya wisatawan/ aktifis lingkungan dengan berbagai kepentingan, baik yang sekedar melakukan perjalan wisata, atau penelitian terhadap hewan dan tumbuhan endemic di cagar Biosfer Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), maupun relawan (aktifis Lingkungan Hidup) yang bekerja kepada Non Gouvernance Organization (NGO) bergerak di bidang kemanusiaaan, ilmu pengetahuan, ataupun perlindunagan terhadap Taman Nasional Gunung Leuser bertugas di daerah ini, dengan berbagai cara mereka

(33)

dapat melaksanakan/ melakukan perkawinan dengan penduduk setempat dan melalui proses yang relatif alamiah dan rapi.

2)Dengan Cara Membeli Sebidang Tanah Tertentu;

Setelah sebidang tanah tertentu di beli, selanjutnya mereka bangun menjadi sebuah rumah, penginapan, restoran, atau lainnya yang kemudian segala hal surat-menyurat di atas namakan orang kepercayaan/ pembantu/ pengurus rumah, baik dengan perjanjian maupun tidak.

3)Dengan Cara Kerjasama Dengan Penduduk Setempat;

Dalam hal ini dapat di lihat secara nyata bahwa pada dasarnya pemilik atas tanah dan bangunan tersebut adalah orang Asing karena semua pembiayaan berasal dari asing, namun berhubung karena terhalang bahwa Orang Asing tidak boleh mempunyai hak milik atas tanah secara lansung (Pasal 9 UUPA), maka di buatlah perjanjian kerja/ bisnis tertentu dengan penduduk/ pengusaha lokal sebagai “kedok”.

4)Dengan Cara Sponsor

Bahwa jelas memang si pembangun dan penguasa adalah penduduk setempat, tetapi penduduk tersebut terlebih dahulu bergabung dengan organisasi Asing tertentu yang kemudian sumber pembiayaan dalam segala usaha maupun lainnya akan didanai oleh Asing. Sehingga kepentingan orang/ lembaga Asing pemberi modal akan selalu di prioritaskan.

(34)

5)Dengan Cara Menyewa Tanah/ Lahan Kepada Penduduk Setempat; Dengan jangka waktu dan kesepakatan antara Warga Negara Asing (WNA) dan Warga Negara Indonesia (WNI) saja, Komentar ; walaupun pada dasarnya Orang Asing di Indonesia dimungkinkan mempunyai Hak Sewa, tetapi pada kenyataanya di lapangan Penulis menemukan Fakta bahwa perjanjian atas sewa-menyewa itu ada dan hanya di lakukan antar para Pihak saja tanpa disaksikan/ diurus oleh PPAT (Pejabat yang berwenang), dan tanpa pula didaftarkan maupun dicatat pada buku tanah yang berada di BPN Kabupaten setempat ataupun dalam pengetahuan aparat pemerintah setempat.

Hal ini menyalahi Ketentuan Hukum Agraria, Yaitu pasal 41-43 UUPA dan Pasal 39 PP 40 Tahun 1996, setelah terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak kemudian langsung di bangun bangunan di atas tanah WNI itu, Proses penyewaan lahan ini memang pada dasarnya adalah milik WNI, namun disewa dengan jangka waktu relatif lama, maka setelah Orang Asing itu meninggalkan Bukit lawang segala pembangunan dan barang-barang yang ada saat Orang Asing itu berada disitu menjadi milik si pemilik lahan. Namun jika sewaktu-waktu WNA itu datang kembali ke Bukit Lawang, maka ia boleh menggunakan rumah itu lagi, dan seterusnnya.

6)Pindah/ Berganti Kewarganegaraan

Dengan alasan kecintaan dan rasa nyamannya Warga Negara Asing, memilih tetap tinggal dan menghabiskan sisa waktu serta

(35)

kehidupannya di Indonesia khususnya Bukit Lawang, sehingga ia memutuskan menjadi Warga Negara Indonesia yang kemudian menikah dengan penduduk setempat.

7)Berkewarga Negaraan Ganda dengan Pemalsuan Dokumen ; Pernyataan ini Penulis dapatkan dari salah seorang Guide (Anggota Pramuwisata Indonesia) yang bertugas di sekitar kawasan Bukit Lawang dengan mengganti nama kemudian membuat KTP dan Kartu Keluaarga (KK) di Kab. Langkat, melalui para pembantu/ orang kepercayaannya mengurus dokumen-dokumen tersebut. Sehingga seolah-olahWNA tersebut adalah penduduk lokal.

8)dan bahkan masihh berdasarkan Informasi dari Guide pada Point 7, ia menceritakan adanya indikasi Intelejen Asing yang ditugaskan khusus oleh PBB di sekitar Kawasan ini (Taman Nasional Gunung Leuser) dan mereka telah berbaur dengan penduduk lokal.

Namun secara umum jika Penulis bertanya lebih dari 20 orang yang sampelnya diambil dari 4 Desa (Perkebunan Bukit Lawang, Sampe Raya, Timbang Lawan, dan Timbang Jaya) secara acak, pada umumnya mereka mengatakan bahwa Orang Asing yang berada di sekitar kawasan wisata Bukit Lawang adalah bermanfaat bagi penduduk sekitar, alasan merekka adalah, karena selain Warga Negara Asing tersebut merupakan sumber Dana dan sumber utama dari segala pembangunan yang ada di Bukit Lawang juga mereka banyak mempekerjakan penduduk sekitar, kemudian mereka sebagai

(36)

pendatang Devisa Negara khususnya income PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kab. Langkat.

Masih berasal dari pernyataan masyarakat sekitar Bukit Lawang, Umumnya Orang-orang Asing yang ada di daerah ini relatif dermawan dan ramah terhadap penduduk sekitar, memiliki toleransi tinggi dan bersedia membantu jika ada gotong-royong, maupun permasalahan yang ada di sekitar wilayah Bukit Lawang. Jadi sama sekali penduduk sekitar tidak keberatan dengan keberadaan mereka disana.

Contoh Kasus yang terjadi, dan menjadi permasalahan sampai saat penelitian ini dilaksanakan adalah, Klinik Bukit Lawang Trust, menurut keterangan dari masyarakat sekitar khususnya Ibu Usman (53 Tahun),44 yang anaknya adalah salah satu perawat pada klinik tersebut mengatakan bahwa, klinik itu dibangun sekitar akhir tahun 2003 beberapa minggu setelah terjadinya banjir bandang, dalam kepentingan kemanusiaan dan sosial.

44 Ibu Usman (53 Tahun),

Warga Asli Bukit Lawang dan merupakan salah satu pengusaha lokal setempat.

(37)

Gambar 4.5.4.1 (7) : Gambar Klinik Bukit Lawang Trust yang Pemiliknya

Merupakan Warga Negara Swiss (Rabecca/ Beki).

Sipemilik bernama Rabecca (beki panggilan akrab sempat). Diawali pada saat Beki membawa sumber pendanaan dan tim-tim medis ahli yang berasal dari luar Indonesia (khususnya Swiss) yang tergabung di dalam sebuah NGO negara mereka (Redd Cross), bertujuan untuk membantu korban banjir bandang secara sukarela dan gratis pada saat itu. Dengan rencana awal adalah sementara berada di Bukit Lawang, yaitu selama pemulihan kembali Bukit Lawang Pasca banjir bandang saja.

Kemudian berhubung meningkatnya kebutuhan masyarakat setempat dan permohonan dari masyarakat agar beki mau mempertahankan klinik tersebut, maka kemudian dengan alasan tertentu Beki mengabulkan permintaan mereka, kemudian dinilai perlulah membangun sebuah saran/ prasarana kesehatan yang lebih permanen (Gedung, danlain-lain), sehingga lebih memungkinkan dan meningkatnnya kenyamanan serta kekondusifan dalam penyembuhan pasien.

Namun, berhubung Rabecca (Beki) yang berkewarga negaraan Swiss dan ia menyadari dengan sepenuhnya bahwa Klinik tersebut haruslah segera memiliki status hukum menurut ketentuan hukum di Indonesia, maka dilimpahkan segala pengatasnaman kepada Warga Negara Indonesia sebagai orang kepercayaannya beki

(38)

yang merupakan penduduk asli Bukit Lawang berinisial “Is”, selanjutnya seiring berjalannya waktu bahwa klinik itu telah menunjukkan berbagai macam kemajuan dan manfaat yang sangat dirasakan oleh masyarakat, sehingga mengalami kemajuan yang amat prospektif dalam sudut ekonomis, maupun non ekonomis. Singkat cerita, ternyata orang kepercayaan dari rabecca tersebut melakukan perbuatan yang pada intinya adalah penyalahan gunaan amanah/ kepercayaan yang diberikan kepadanya, yang menurut penuturan Indra (50 Tahun)45

4.5.5 Data Kepemilikan/ Penguasaan Tanah dan Bangunan yang Ada Kaitannya Dengan Orang Asing di Sekitar Kawasan Wisata Bukit Lawang

Satpam di daerah ini, “Is” ini pada intinya melarikan surat-surat atas lahan dan bangunan serta ijin klinik tersebut, dengan tujuan dialihkan kepada orang lain, dan ia mendapatkan sejumlah uang/ keuntungan dari pengalihan klinik tersebut, sehingga kepemilikanpun beralih kepada pihak ketiga, sedangkan “is” ini melarikan diri keluar kota.

Menurut informasi yang Penulis telusuri mengenai perkembangan permasalahan tersebut telah bergulir di PN (Pengadilan Negeri) Stabat Kab. langkat, dan sampai Mei 2010, belum ada keputusan resmi yang bersatus inkrach dari Pengadilan Negeri Stabat, karena masih dalam proses peradilan sebut panitera PN Stabat.

45 Indra (50 Tahun)

(39)

Tabel 4.8 Jumlah dan Ilustrasi Tentang Orang Asing yang Memiliki Lahan dan Bangunan di Sekitar Kawasan Wisata Bukit Lawang, Bohorok, Langkat, Provinsi Sumatera Utara

N O Nama Pemilik/ Pemegang Hak Asal Negara Asing

Jenis Yang Dimiliki

Sumber Pembiayaan

& Thn Pem bangunan

Status Hak & Cara Ke

pemilikan Keterangan

1 Mrs. And (WNA) /

Mr (WNI)

Inggris Penginapan, Restoran, & Banguanan Privat Less

“ Green Hell”

Pribadi Asing. 2009

Tidak Terdaftar & Akibat percampuran harta Perkawinan

Mrs. And WN Inggris, penduduk Indonesia, adalah

Istri dari Mr (WNI)

2 Mrs. Alx (WNA)/ Amt (WNI)

France Penginapan& Restoran Pribadi Asing 2008-2009

Tidak Terdaftar & Akibat percampuran harta Perkawinan

Mrs. Alx WN France, merupakan istri dari Amt (WNI)

3 Mrs. Erk (WNA)/ Agn (WNI)

Kanada “Jungle Tripe and Restoran”

Pribadi Asing. 2009

Tidak Terdaftar & Akibat percampuran harta Perkawinan

Mrs. Erk WN Kanada, merupakan istri dari Agn (WNI)

4 Mrs. Tsu (WNA)/ Jfr (WNI)

Austra lia Pemilik lahan ± 5 Ha. Di sekitar Daerah Hariko

(Namo sialang Bukit Lawang) Pribadi, Asing 2007-2008 Tidak Terdaftar& Akibat percampuran harta Perkawinan Mrs. Tsu WN Australia, Merupakan Istri Dari Jfr (WNI)

5 Mrs. Ll (WNI) Ac (WNA)

New Zealand

Rumah, penginapan dan restoran (Setempat dikenal dengan kawasan

areal Batu Gajah)

Pribadi, secara bersama-sama. 2009 Masih dalam proses pengurusan & Akibat percampuran harta Perkawinan Mrs. Ll WN New Zealand, penduduk Indonesia dengan Visa bisnis bersama-sama dengan suaminya Ac membuat rumah pribadi dan tempat usaha

6 Mrs. Kh (WNA) Idr (WNI)

Austra lia Restoran, karaoke dan penginapan yang bernama “Jungle In”

Pribadi, secara bersama-sama. 2004 Terdaftar di desa setempat Mrs. Kh. WN Australia, menikah dengan seorang pengusaha lokal bernama Idr (WNI)

7 Mrs. Rfl (WNA) Dnt (WNI)

France Rumah Pribadi Pribadi, secara bersama-sama 2008 Terdaftar di desa setempat Mrs. Rfl WN Francis menikah dengan Dnt P A. (WNI)

8 Mrs. Ssk (WNA) Neder land Rumah Pribadi, Panti Jompo& panti asuhan,

Pribadi, secara

Terdaftar Di BPN dan Depsos Kab.

Mrs. Ssk WN Nederland telah berada dibukit lawang sebelum banjir bandang terjadi, pasca

(40)

Sgt (WNI) termasuk beberapa sarana sosial

bersama-sama. 2006

Langkat banjir bandang ia memutuskan menetap di Indonesia dengan mendi rikan Panti Asuhan dan yayasan sosial, ia Menikah dengan Sgt (WNI) penduduk asli Bukit Lawang.

9 Mrs. Swiss (WNA)

Bcl (WNI)

Swiss Restoran dan Rumah Pribadi

Pribadi, secara bersama-sama. 2008

Tidak Terdaftar & Akibat percampuran harta Perkawinan

Miss Swiss (Nama Panggilan) WN Swiss, menikah dengan Bcl (nama Panggilan setempat) WNI.

10 Mrs. Hln (WNA) Plt (WNI)

Swedia Restoran “Rifting” Pribadi, secara bersama-sama. 2008

Tidak terdaftar & Akibat percampuran harta Perkawinan

Mrs. Hln WN Swedia, menikah dengan Plt merupakan WNI dan saat ini bertempat tinggal di Swedia.

11 Mrs. Inggris (WNA) Dante

(WNI)

Inggris Pemilik Hotel/ penginapan “Batu Mandi”

Bukit Lawang Pribadi, secara bersama-sama 2008 Terdaftar sebagai Pemilik di kecamatan Bahorok Kab. Langkat

Miss Inggris (Nama Panggilan) WN Inggris UK (United Kingdom), membuka usaha di bukit lawang bersama suaminya bernama Dnt Penduduk Asli bukit lawang (WNI)

12 Miss Swiss (WNA) Hdrk

(WNA)

Swiss Pemilik Lokasi Pemandian Alam dan

penginapan stempat dikenal dengan “Hariko”

Pribadi / Sponsor Asing, 2009

Tidak terdaftar & Akibat percampuran harta Perkawinan

Miss Swiss WN Swiss berpacaran dengan Hdrk Penduduk asli Bukit Lawang.

13 Miss Nederland (WNA)

Ac (WNI)

Neder land Pemilik Rumah Untuk Pribadi di daerah Timbang lawan Bahorok

Pribadi, secara bersama-sama 2004 Tidak Terdaftar & Akibat percampuran harta Perkawinan

Miss Nederland merupakan WN Belanda menikah dengan Ac Penduduk Asli Bukit Lawang

14 Mr. Wl (WNA) Ibu Imh (WNI)

Ger many Rumah pribadi Di daerah Timbang Lawan Bahorok

Pribadi / Sponsor Asing Terdaftar sebagai Hak Milik di Kantor BPN Kab. Langkat Atas Mr. Wl merupakan WN Belanda yang memutuskan menetap di Bukit Lawang sejak Tahun 1997 dan Menikahi Ibu Imh Penduduk

(41)

1998 Nama Ibu Imah Asli Bahorok sampai saat ini 15 Mrs. A R (WNA) U L (WNI) Scotlandia (UK Inggris) CV. Bunga Liar “Rock Garden/ Gua

Restoran dan Penginapan” Bukit Lawang Pribadi, secara bersama-sama 2003 Terdaftar Sebagai CV. Pada Dinas Perindustrian& Perdagangan kab. Langkat Mrs. A R WN Scotlandia, menikah dengan U L (WNI) Seorang Pengusaha Lokal Bukit Lawang, kepemilikan usaha atas nama U L.

16 Mrs. C C (WNA) Sr Br. P A.

(WNI)

Den mark Rumah Pribadi Pribadi Asing 2009

Terdaftar Hak Milik

Mr. C C Meruapakan WN Denmark, Datang ke Indonesia secara berkala, segala pengurusan Rumah dan Hak Atas Tanah diserahkan kepada Sr Br. P.A. selaku pengurus rumah (Pembantu)

17 Mr. Nederland Neder land Rumah Pribadi Pribadi Asing. 2008

Terdaftar sebagai Hak Milik Atas Nama Istrinya

Mr. Nederland WN Belanda, Menikahi wanita Indonesia Penduduk Timbang Lawan Kec. Bahorok46

Sumber: Investigasi langsung ketempat-tempat yang menurut Pengembangan Informasi dari Masyarakat sekitar Bukit Lawang, memiliki unsur WN Asing, maret 2010.

4.5.6 Oraganisasi/ Lembaga Asing yang Ada di Bukit Lawang (Non Gouvernance

Organization/ NGO)

Beberapa Lembaga Asing Yang Berada Di Bukit Lawang Saat Ini adalah sebagai berikut :

1) O I C (Orang Hutan Information center)

- Berkantor perwakilan di Bukit Lawang, sumber pendanaan dari PBB (United Nation) UNESCO.

2) Y E L ( Yayasan Ekosistem Leuser)

46

Hasil Wawancara Dengan Warga Negara Asing Pemilik rumah/ Pengurus rumah kepunyaan orang asing, masyarakat sekitar Bukit Lawang, aparat Desa, dan beberapa Pengusaha di sekitar kawasan Bukit Lawang.

(42)

- Berkantor Perwakilan Di Bukit Lawang, sumber pendanaan dari Negara Swiss

3) S O C P (Sumatera Orang Utan Conservation Program)

-Berkantor Perwakilan Di Bukit Lawang, Sumber Pendanaan dari Negara Inggris

Dan ada pula lembaga Asing yang bersifat tidak menetap (bersifat Insidentil) yaitu ;

4) OCSP (Orang Utan Center Sumatera Program)

5) Light (bagian dari UNESCO)

6) MOFAROC (Ministry of Foreignh Affairs Republic Of China, Taiwan)

7) UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural

Organization)

8) TETO (Taipei Economic and Trade Office, Of Indonesia)

9) BCU (Bamboo Comunity University Of China) 10) SOS (Sumatera Orang Utan Society)

11) TNGL/ HP (Himpunan Pramuwisata Indonesia/ Indonesia Tourist Guide Asosiation) 12) PM, WHPM (Patrimonio Mundial, World Heritage Patrimoine Mundial (DepHut RI). 47

47

Sumber : Hasil Wawancara dengan Aggota HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) Usman Lubis, dengan berdasarkan Buku Panduan dan Protokol HPI Bukit Lawang, Maret dan juni 2010.

II. RINCIAN HASIL PENELITIAN DALAM PEMBAHASAN ATAS POINT PERMASALAHAN YANG PENULIS AJUKAN

Adapun rincian hasil penelitian dan pembahasan atas point permasalahan yang penulis ajukan, adalah sebagai berikut :

(43)

A. Mengenai Status Lahan dan Bangunan yang Mayoritas Ada di Bukit Lawang;

Sampai selesainya dilakukan penelitian ini sekitar juni 2010, berdasarkan keterangan utama dari Bapak Abdul Muis, selaku sekretaris Desa Perkebunan Bukit Lawang Kec. Bohorok Kab. Langkat menjabat sejak tahun 1960, adalah “tidak ada satu lahan dan bangunanpun yang berstatus Hak Milik di Desa Perkebunan Bukit Lawang, pernyataan ini di dukung oleh pegawai Kecamatan Bohorok serta Staf BPN, Bapak Ahsanin Usman, Ka. Staff Peralihan Hak Atas Tanah Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kab. Langkat, dimana setelah dilakukan pengecekan terhadap buku induk dan protokol hak-hak atas tanah yang ada di Kecamatan Bohorok sebagai arsip yang dimiliki oleh BPN Kab. Langkat, yang ada hanyalah Hak Guna Usaha (HGU) oleh PTPN-II dan PMA. London Sumatera (LONSUM), dan selebihnya merupakan Bagian dari Kawasan Hutan Lindung Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bahorok serta Tanah Negara.

B. Upaya Pembuktian yang Penulis Lakukan Untuk Mengungkap Indikasi Kepemilikan Lahan dan Bangunan oleh Orang Asing di Bukit Lawang

Adapun upaya pembuktian yang Penulis lakukan untuk mengungkap indikasi kepemilikan lahan dan bangunan oleh Orang Asing, adalah sebagai berikut : Pertama-tama Penulis melakukan penelitian pendahuluan, yaitu dengan mewawancarai sembarang penduduk di sekitar kawasan wisata Bukit Lawang untuk mengetahui situasi awal terhadap Pejabat-pejabat yang berwewenang di daerah ini, tokoh-tokoh pemuda dan masyarakat, pegawai-pegawai Pemerintah, Departemen kehutanan kantor perwakilan Bukit Lawang, dan lain-lain. Kemudian setelah seluruh informasi Pendahuluan berhasil Penulis dapatkan,

(44)

selanjutnya Penulis melakukan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan petunjuk dari Penelitian pendahuluan tadi, yang tertuang di dalam Desain Penelitan pada Bab III Metodologi Penelitian halaman 53 dalam Skripsi ini.

C. Tanggapan Masyarakat Bukit Lawang Terhadap Keberadaan Orang Asing di Dearah Mereka

Kesimpulan dari hasil penelitian yang Penulis lakukan terhadap tanggapan masyarakat secara mayoritas mengenai manfaat keberadaan Orang Asing di daerah Bukit Lawang ini adalah sebagai berikut, berdasarkan hasil wawancara dan diskusi langsung kepada masyarakat sekitar Bukit Lawang, bahwa masyarakat di daerah ini secara mayoritas menganggap keberadaan Orang Asing di bukit lawang ini, adalah sangat bermanfaat dan merupakan sumber utama terhadap income dan modal pembangunan di daerah ini.

Dalam argumentasi mereka, apabila mengingat kembali kepada keadaan pasca banjir bandang November 2003 silam, Bukit Lawang lumpuh total, yang diperparah dengan kebijakan Pemerintah Kab. Langkat menutup gerbang utama dan menyatakan Bukit Lawang di tutup untuk aktifitas pariwisata dan segala kegiatan sejenisnya, sehingga kawasan ini terisolasi yang berdampak terhadap kehancuran perekonomian di daerah ini, setelah keadaan terisolasi tersebut kurang lebih sekitar 6 bulan, akhirnya masyarakat sekitar kawasan wiasata Bukit Lawang (khususnya yang sumber pendapatan utamanya dari aktifitas kedatangan para wisatawan) berdemostrasi kepada Pemerintah Kab. Langkat, yang berujung kepada pembukaan kembali daerah ini secara paksa oleh masyarakat sekitar.

Setelah Penulis melakukan konfrontasi terhadap pendapat masyarakat tersebut kepada Bappeda Kab. Langkat, akhirnya Perwakilan Bappeda Kab.

(45)

Langkat memberikan argumentasi/ penjelasan sebagai berikut, bahwa daerah Bukit Lawang kala itu memang harus di tutup karena Pemerintah Kab. Langkat harus menata dan memperbaikinya kembali baik tata ruang maupun segala fasilitas umum yang telah hancur akibat banjir bandang, dengan rencana utama untuk menjadikan kawasan wisata Bukit Lawang ini menjadi yang lebih baik dari sebelumnya, sehingga di butuhkan perencanaan yang matang, konsekuensinya membutuhkan anggaran yang cukup besar sehingga pembangunan terkesan sangat lamban.

Jika kita melihat kenyataannya di lapangan saat ini, masyarakat Bukit Lawang sangat toleran terhadap Orang Asing yang datang ke daerah dan tinggal untuk beberapa lama di daerah ini, alasannya disebabkan sedikitnya karena 4 hal, yaitu :

1.) Bahwa mereka sangat menyadari keberadaan Orang Asing di daerah ini merupakan sumber utama dari pendapatan utama di daerah ini, belanja Orang Asing di daerah ini umumnya lebih tinggi di bandingkan para wisatawan lokal, disebabkan karena Orang Asing umumnya tinggal/ berada di daerah ini dengan jangka waktu yang relatif lama, dan tentunya berkaitan dengan kebutuhan penginapan, makan, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Hal ini juga tentunya berdampak positif terhadap sumber PAD Kab. Langkat dan menjadi Devisa Negara.

2.) Bahwa beberapa Orang Asing yang telah membeli lahan dan/ bangunan di daerah ini umumnya membangun dengan mempekerjakan masyarakat lokal sehingga menjadi sumber pekerjaan untuk memenuhi kehidupan mereka. Di tambah lagi Orang-orang Asing yang telah memiliki aset baik lahan maupun

(46)

bangunan di daerah ini biasanya mempekerjakan pembantu rumah tangga dan pengurus rumah maupun pengurus pekarangan yang berasal dari penduduk setempat, termasuk jika yang dimiliki oleh Orang Asing tersebut adalah sejenis restouran/ café pengelola dan perjanya umumnya orang lokal. 3.) Pada hari-hari besar keagamaan seperti : Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan

Tahun Baru, umumnya para Orang Asing tersebut memberikan hadiah dapat berupa hadiah ataupun uang. Kemudian pada saat hari-hari besar Kenegaraan umumnya mereka juga mau berpartisifasi memeriahkan perayaan hari besar kenegaraan tersebut seperti : Tujuh Belasan, termasuk gotong royong untuk membersihkan daerah ini, dan lain-lain.

4.) Pada saat penduduk lokal memiliki hajatan baik Pesta Pernikahan, Khitanan, maupun syukuran kelahiran dan bahkan meniggal dunia, Orang-orang Asing tersebut juga bersedia berpartisifasi membantu dan mengapresiasi dengan memberikan sumbangan.

D. Cara Orang Asing Mepertahankan Eksistensinya Untuk Dapat Memiliki Lahan dan/ atau Bangunan di Sekitar Kawasan Wisata Bukit Lawang

Adapun cara Orang Asing mepertahankan eksistensinya untuk dapat memiliki lahan dan/ atau bangunan di sekitar kawasan wisata Bukit Lawang ini adalah dengan cara sebagai berikut :

1.) Menikahi Penduduk Setempat

2.) Membeli lahan sekaligus mendirikan suatu bangunan dengan dana asing, yang kemudian diurus oleh penduduk setempat sebagai orang kepercayaan (pembantu).

(47)

3.) Bekerjasama dengan penduduk setempat, untuk membuka usaha bersama dengan sistem bagi hasil dan sebagainya.

4.) Dengan dana sponsor maupun bantuan ahli, bahwa secara kasat mata si pembangun adalah penduduk setempat, tetapi sesungguhnya sumber dana maupun arahan pembangunan berasal dari asing serta penggunaan lahan dan bangunan tersebut untuk lebih diutamakan bagi kepentingan Orang Asing yang akan datang kedaerah ini, seperti Mess (penginapan), Café, Balai Pertemuan, dan lain-lain.

5.) Menyewa tanah kepada penduduk sekitar Bukit Lawang, dengan jangka waktu dan kesepakatan tertentu, tanpa diketahui oleh pejabat yang berwenang.

6.) Berkewarganegaraan ganda dengan cara pemalsuan dokumen, yaitu : dengan data palsu membuat KTP dan Kartu keluarga (KK), Sehingga seolah-olah Orang Asing tersebut adalah Warga Negara Indonesia, tanpa melepaskan kewarga negaraan negara asalnya.

(48)

BAB V

SIMPULAN dan SARAN 5.1Simpulan

Adapun Kesimpulan dari seluruh hasil penelitian ini, adalah sebagai berikut :

1) Status lahan dan bangunan; Fakta utama yang berhasil Penulis peroleh dari Abdul Muis (Sekretaris Desa Bukit Lawang), bahwa tidak ada satu lahan dan bangunanpun yang bersertifikat Hak Milik di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kec. Bohorok Kab. Langkat. Sampai Juli 2010 di perkuat oleh Ahsanin Usman (Ka. Staff Peralihan Hak Atas Tanah, BPN Langkat).

2) Indikasi kepemillikan lahan dan bangunan oleh Orang Asing di sekitar kawasan wisata Bukit Lawang, sesungguhya tidak ditemukan jika dikaji melaui pendekatan Milik dalam Pemahaman UUPA, sedangkan jika melalui pendekatan milik menurut KUH Perdata dapat dibuktikan, yaitu dengan bukti-bukti pembelian lahan dan bangunan yang dilakukan oleh Orang Asing walaupun kemudian dikuasai oleh orang lokal untuk mengurusnya.

3) Beberapa modus/ cara Orang Asing untuk tetap eksis menguasai/ memiliki lahan maupun bangunan-bangunan di Bukit Lawang, adalah sebagai berikut:

a) Menikahi Penduduk Setempat

b)Membeli lahan sekaligus mendirikan suatu bangunan dengan dana asing, yang kemudian diurus oleh penduduk setempat sebagai orang kepercayaan (pembantu).

c) Bekerjasama dengan penduduk setempat, untuk membuka usaha bersama dengan sistem bagi hasil dan sebagainya.

(49)

d)Dengan dana sponsor maupun bantuan ahli, bahwa secara kasatmata si pembangun adalah penduduk setempat, tetapi sesungguhnya sumber dana maupun arahan pembangunan berasal dari asing serta penggunaan lahan dan bangunan tersebut untuk lebih diutamakan bagi kepentingan Orang Asing, seperti Mess (penginapan), Café, Balai Pertemuan, dan lain-lain.

e) Menyewa tanah kepada penduduk sekitar Bukit Lawang, dengan jangka waktu dan kesepakatan tertentu, tanpa diketahui oleh pejabat yang berwenang.

f) Berkewarganegaraan ganda dengan cara pemalsuan dokumen, yaitu : dengan data palsu membuat KTP dan Kartu keluarga (KK), Sehingga seolah-olah Orang Asing tersebut adalah Warga Negara Indonesia, tanpa melepaskan kewarganegaraan asalnya.

4) Lahirnya PP RI No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, PP RI No. 41 Tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, serta Permen./ Kep. Ka. BPN (Badan Pertanahan Nasional) Pusat No. 7 Tahun 1996 Tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Bagi Orang Asing adalah bertujuan untuk memberikan Kepastian dan Perlindungan Hukum kepada Warga Negara Asing yang berkeduduka n di Indonesia. Orang asing yang dimaksud adalah yang kehadirannya dinilai memberikan kontribusi (manfaat) bagi pembangunan nasional/ regional dan menetap sebagai penduduk ataupun datang secara berkala ke Indonesia.

(50)

Sejalan dengan pernyataan tersebut, penulis melakukan wawancara kepada masyarakat sekitar Kawasan Wisata Bukit Lawang terutama para tetangga dari Orang-orang asing beserta aparat Pemerintahan Desa Bukit Lawang dan kecamatan Bohorok Kab. Langkat, maka didapatlah sebuah kesimpulan pernyataan sebagai berikut ;

(a) Bahwa keberadaan Orang Asing di sekitar Bukit Lawang ini adalah sangat bermanfaat bagi mereka, alasannya karena selama ini Orang Asing yang berada di daerah ini telah bergaul dengan ramah dan toleran kepada penduduk setempat, mereka dinilai telah membantu membangun daerah ini dengan uang pembelajannya, sekaligus bermanfaat terhadap PAD (pendapatan Asli Daerah) Kab. Langkat dan Devisa bagi Negara.

(b) Kemudian para pekerja yag membangun perumahan maupun bangunan-bangunan lainnya adalah berasal dari penduduk setempat, bahkan sampai kepada pembantu rumah tangga juga dipekerjakan orang lokal, ditambah lagi pada waktu-waktu tertentu Orang Asing akan memberikan hadiah baik barang ataupun uang, yang umumnya pada perayaan hari-hari besar, seperti : Hari Raya (Idul Fitri dan Idul Adha), Natal dan Tahun Baru, dan lain-lain. Oleh sebab penduduk setempat sangat merasakan manfaat karena keberadaan Orang Asing tersebut sehingga mereka sangat menjaga kenyamanan dan kekondusifan daerah Bukit Lawang ini terutama dalam menjaga hubungan/ interaksi kepada Orang Asing.

5.2 Saran

Saran Penulis kepada Pemerintah (dalam hal ini Pemkab. Langkat), agar segera mendata dengan sebaik-baiknya berapa sebenarnya jumlah Orang Asing

Gambar

Gambar 4.2 Perbandingan Luas Daerah Menurut Kecamatan dan Peta  Perbandingan Luas Kecamatan di Kab
Tabel    4.2  Nama-nama Kecamatan dan Luas Kecamatan di Kabupaten  Langkat Provinsi Sumatera Utara
Gambar 4.4.1: Kantor Pemerintahan & Petunjuk memasuki wilayah Kec. Bohorok
Gambar 4.3 Peta Desa Perkebunan Bukit Lawang Kecamatan Bohorok Kabupaten  Langkat Provinsi Sumatera Utara  35
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan model sistem dinamik diharapkan dapat menentukan preskripsi pengaturan hasil pada hutan tidak seumur yang optimal dipandang dari aspek kelestarian produksi, dan aspek

Dalam penelitian ini, peneliti akan mendeskrpsikan keterlaksanaan kebijakan program system kelas tuntas berkelanjutan di SMAN berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 10

Penambahan prebiotik dalam pakan bertujuan untuk meningkatkan populasi bakteri yang menguntungkan (probiotik) di dalam saluran pencernaan ikan nila sehingga mekanisme aksi

Berdasarkan data yang diperoleh, pada sampel HKUST-1 dengan penambahan PEG memiliki massa padatan yang lebih banyak dibandingkan dengan HKUST-1 tanpa penambahan PEG. Hal ini

Dewasa ini sering kali ditemui orang tua yang menuntut pendidik untuk mengajarkan siswa membaca, menulis dan menghitung (calistung). Hal tersebut dapat terlihat dari proses

Tujuan pemasaran jangka panjang bagi restoran Fujiya adalah untuk memperkuat citra dari restoran Fujiya ini sendiri di mata masyarakat dan juga menjadi restoran

(3) Ketua yang disepakati dalam mekanisme musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung ditetapkan sebagai Ketua Dewan Pengawas Daerah secara aklamasi