16
PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN HRS/WC PADA RUAS JALAN TENDEKI-KUMERSOT
PAVEMENT THICKNESS DESIGN HRS/WC ON THE STREETS TENDEKI-KUMERSOT
**Don R. G. Kabo, *Marthen T. R. Tangka.
**Dosen Fakultas Teknik Universitas Sariputra Indonesia Tomohon
**Mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Univeristas Sariputra Indonesia Tomohon ABSTRAK
Jalan raya merupakan kelengkapan dasar fisik yang pada prinsipnya mempengaruhi kegiatan-kegiatan sektor lainnya dan turut menunjang kegiatan-kegiatan pertumbuhan ekonomi, pengembangan suatu wilayah, politik, sosial dan budaya. Mewujudkan hal tersebut diatas maka harus dilakukan pelaksanaan yang baik sesuai perencanaan, kemudian mendapatkan suatu rencana tebal perkerasan yang sesuai pada lokasi jalan Tendeki - Kumersot. Pengumpulan data dan perencanaan dilakukan dengan menggunakan petunjuk tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode analisa komponen (SKBI-2.3.26.1987). Hasil survey awal kondisi existing ditemui kerusakan jalan yang mendominasi adalah retak garis (line crack) dan hasil dari perencanaan jalan mendapatkan hasil lapisan pondasi bawah menggunkana lapiran sirtu setebal 15 centimeter, lapisan pondasi atas menggunakan material agregat klas A dengan ukuran ketebalan 10 centimeter dan lapisan perkerasan yang menggunakan HRS/WC setebal 3 centimeter.
Kata kunci: Kerusakan jalan, Tebal perkerasan HRS/WC, metode analisa SKB 1987
ABSTRACK
The highway is the completeness of the physical basis which, in principle, affect the activities of other sectors and contributed to the activities of economic growth, the development of a region, political, social and cultural. To realize the above it should be a good implementation of appropriate planning, then get a plan appropriate pavement thickness at the location of road-Kembes Tondano. Data collection and planning is done by using the instructions flexible highway pavement thickness with the component analysis method (SKBI-2.3.26.1987). Initial survey results met the condition of existing road damage that dominates the crack line (line crack) and the outcome of the planning of the road get the base course material using sand as thick as 15 cm, a layer of foundation or use the aggregate Class A material with a size of 10 centimeters and thickness of pavement layers using HRS / WC 3 centimeters thick.
Keywords: Damage to roads, pavement thickness HRS/WC, analysis methods SKBI 1987
PENDAHULUAN Sulawesi Utara termasuk dalam
kawasan Timur Indonesia yang terdiri dari beberapa Kabupaten/Kota yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kesatuan yang utuh dan ikut serta mengembangkan daerah masing-masing sebagai wujud dari peningkatan pembangunan di daerah yang memiliki wilayah dan ciri khas tersendiri sebagai potensi yang perlu dikembangkan.
Diantara beberapa Kabupaten/Kota terdapat Kota Bitung yang memiliki potensi wilayah sehingga pembangunan sektor prasarana perhubungan di kota Bitung khususnya ruas jalan Tendeki-Kumersot
dengan arus lalu lintas yang meningkat dengan pesat, mengingat ruas jalan Tendeki-Kumersot menghubungkan Jalan Nasional Manado-Bitung ke jalan Propinsi dan juga jalan penghubung ke Kabupaten Minahasa Utara sehingga perlu dilakukannya Perbaikan lapis perkerasan HRS (Hot Rolled Sheet), Pada ruas jalan Tendeki-Kumersot di kota Bitung. Karena perkembangan sektor transportasi diperlukan untuk peningkatan taraf hidup masyarakat, disamping itu juga merupakan salah salah satu usaha untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan kenyamanan bagi pengguna jalan yang ada di Kota Bitung.
Buletin Sariputra, Februari 2016 Vol. 6 (1)
17 Prinsip konstruksi jalan yaitu untuk menerima dan menyebarkan beban lalu lintas dari roda-roda kendaraan. Besarnya beban yang dipikul tergantung dari dari berat total kendaraan yang akan melewati jalan tersebut antara roda dan perkerasan serta kecepatan kendaraan tersebut. .
Jalan raya merupakan kelengkapan dasar fisik yang pada prinsipnya mempengaruhi kegiatan-kegiatan sektor lainnya dan turut menunjang kegiatan pertumbuhan ekonomi, pengembangan suatu wilayah, politik, sosial. Oleh karena itu diperlukan pembangunan jalan serta pemeliharaannya untuk mencapai transportasi yang berkelanjutan.
Pokok bahasan dari penulisan ini adalah perencanaan tebal perkerasan (Hot Rolled Sheet) HRS/WC pada ruas jalan Tendeki- Kumersot. Yang dapat dirumuskan masalah terdiri dari :
1. Bagaimana untuk mendapatkan tebal perkerasan HRS/WC yang optimal sesuai data yang ada di lapangan.
2. Apakah bisa menghasilkan tebal perkerasan HRS/WC yang optimal bagi pengguna jalan.
3. Data-data untuk perhitungan tebal perkerasan HRS/WC berupa data pendukung CBR dan LHR yang diperoleh dengan melakukan penyelidikan di lapangan.
Sasaran penelitian Perencanaan Tebal Perkerasan HRS/WC dengan Metoda AASHTO’93 pada ruas jalan Tendeki-Kumersot ini bertujuan antara lain:
1. mengetahui data-data yang ada di lapangan. Dalam perencanaan tebal perkerasan HRS/WC ruas jalan Tendeki-Kumersot
2. Membuat perencanaan tebal perkerasan HRS/WC pada ruas jalan Tendeki-Kumersot yang nyaman bagi para pengguna
3. Menggunakan metode analisa komponen SKBI.2.3.26.1987 UDC 625,73 (02) atau metode Bina Marga.
LANDASAN TEORI Sukirman, 1999 Struktur perkerasan
jalan adalah bagian dari jalur lalu lintas, yang bila kita perhatikan secara struktural pada penampang melintang jalan merupakan penampang struktur dalam kedudukan yang paling sentral dalam suatu badan. Struktur perkerasan jalan terdiri atas beberapa lapisan
yaitu lapisan tanah dasar (sub grade), lapisan pondasi bawah (sub base course), lapisan pondasi atas (base course), dan lapisan permukaan (surface course). Sedangkan bahan utama yang di gunakan adalah terdiri dari bahan tanah aspal tergantung dari jenis konstruksinya yang di gunakan.
Gambar 1. Bentuk lapisan pekerasan
Sumber : Perkerasan Lentur Jalan Raya Konstruksi perkerasan jalan dipandang
dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat:
a. Ketebalan yang cukup sehingga menyebarkan beban/muatan lalulintas ketanah dasar.
Buletin Sariputra, Februari 2016 Vol. 6 (1)
17 b. Kedap terhadap air sehingga air tidak
mudah meresap kelapisan
dibawahnya.
c. Permukaan mudah mengalirkan air hujan yang jatuh diatas dan dapat dengan mudah dan cepat dialirkan. d. Kekakuan untuk memikul beban yang
bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.
Untuk dapat memenuhi syarat-syarat diatas maka dalam perencanaan haruslah memperhatikan tebal masing-masing lapis perkerasan. Memperhatikan daya dukung tanah dasar, beban lalulintas yang dipikul, keadaan lingkungan dapatlah ditentukan tebal masing-masing lapisan berdasarkan beberapa metode yang ada (Sukirman, 1999).
Metode analisa komponen SKBI 1987 merupakan metode yang bersumber dari metode AASHTO 1972. Modifikasi ini dilakukan dengan penyesuaian dengan kondisi alam, lingkungan, sifat tanah dasar dan jenis lapis perkerasan yang umumnya dipergunakan di Indonesia yang juga merupakan penyempurnaan dari buku pedoman penentuan tebal perkerasan lentur jalan raya No. 01 / PD / B / 1983 (Departement Pekerjaan Umum, 1987)
Menurut Modul I Spesifikasi Campuran Beraspal Panas PUSLITBANG PRASARANA TRANSPORTASI 1998 HRS/WC digunakan titik kontrol gradasi agregat, berfungsi sebagai batas-batas utama yang harus ditempati oleh gradasi-gradasi tersebut. Batas-batas gradasi ditentukan pada ayakan ukuran nominal maksimum. Ayakan menengah (2,36 mm) dan ayakan terkecil (0,075 mm).
Tabel 1. Contoh batas-batas “Bahan bergradasi senjang”
% Lolos No.8 40 50 60 70 % Lolos No.30 Paling sedikit 32 Paling sedikit 40 Paling sedikit 48 Paling sedikit 56 % Kesenjangan 8 atau kurang 10 atau kurang 12 atau kurang 14 atau kurang
Sumber: Modul I Spesifikasi Campuran Beraspal Panas PUSLITBANG PRASARANA
RANSPORTASI
Istilah-istilah lainnya yang biasa digunakan sehubungan dengan ukuran agregat yaitu:
Agregat kasar : Agregat yang tertahan saringan No.8 (2,36 mm)
Agregat halus : Agregat yang lolos saringan No.8 (2,36 mm)
Mineral pengisi : Fraksi dari agregat halus yang lolos saringan No.200 (2,36 mm) minimum 75% terhadap berat total agregat.
Mineral abu : Fraksi dari agregat halus yang 100% lolos saringan No.200 (0,075).
METODE PENELITIAN Program kerja penelitian ini dibuat
sedemikian rupa sehinnga setiap proses yang akan dilalui dapat dilakukan secara sistimatika
dan menghasilkan penelitian yang efektif, efisien dan tepat sasaran
16
Gambar 2. Bagan Alur Penelitian
Gambar 3. Bagan Metode Pelaksanaan Perencanaan Tebal Perkerasan HRS/WC
16
Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Analisa Komponen SKBI 1987
Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
Dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝐿𝐸𝑃 = ∑ 𝐿𝐻𝑅𝑗 × 𝐶𝑗 × 𝐸𝑗 𝑛
𝑗=1
...(3.1)
Lintas Ekivalen Akhir (LEA) Dengan rumus sebagai berikut:
𝐿𝐸𝐴 = 𝐿𝐸𝑃 × (1 + 𝑖)𝑈𝑅……….(3.2)
Lintas Ekivalen Tengah (LET) Dengan rumus sebagai berikut: 𝐿𝐸𝑇 = 𝐿𝐸𝑃 +𝐿𝐸𝐴
2 ………...(3.3)
Lintas Ekivalen Rencana (LER)
Dihitung dengan rumus sebagai berikut: 𝐿𝐸𝑅 = 𝐿𝐸𝑇 × 𝑈𝑅
10 …………..(3.4) Dimana :
LEP = Lintas ekuivalen permulaan LEA = Lintas ekuivalen akhir LET = Lintas Ekuivalen Tengah LER = Lintas EkuivalenRencana J = Jenis kendaraan
Cj = Koefisien distribusi kend. kecj
Ej = Angka ekuivalen beban sumbu kendaraan ke j
I = Pertumbuhan lalu lintas UR = Umur rencana jalan
Kebutuhan Tebal Lapis Tambah (overlay) dengan Rumus sebagai berikut : ITP = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3………(3.5)
Dimana:
ITP = ITP kebutuhan – ITP eksisting a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan reletif bahan
perkerasan masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi bawah.
D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm), masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi bawah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari perencanaan jalan
mendapatkan hasil bedasarkan metode SKBI 1987 melalui proses perhitungan, maka untuk lapisan pondasi bawah menggunakan material sirtu setebal 15 cm, lapisan pondasi atau menggunakan material agregat klas A dengan
ukuran ketebalan 10 cm dan lapisan perkerasan yang menggunakan HRS/WC setebal 3 cm.
Perencanaan perkerasan menggunakan tahapan umur rencana yaitu 10 tahun, dengan pertumbuhan awal rencana sebesar 5% dan pada akhir rencana sebesar 6% untuk pertumbuhan lalu lintasnya.
Perhitungan Lapisan ulang (Overlay) Data-data Perencanaan
Pelaksanan pembuatan lapis ulang atau
overlay terhadap jalan lama
Pembangunan Ruas Jalan Tendeki - Kumersot Tahun Anggaran 2014.
Tebal Perkerasan untuk 2 arah dan 1 jalur.
Faktor Regional (FR) = 1,0.
CBR tanah dasar 4,9 %
DDT = 4,7
Umur Rencana (UR) = 10 tahun dengan perkembangan 5%.
Perbandingan lalu lintas selama masa pelaksanaan 6%.
Menentukan LHR awal (Awal Umur Rencana) Dalam menentukan LHRawal adalah jumlah rata-rata lalu lintas kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih yang dicatat selama 24
jam sehari untuk kedua jurusan pada LHR awal (Awal Umur Rencana).
Buletin Sariputra, Februari 2016 Vol. 6 (1)
17
LHRawal…..………(3.1)
Menentukan LHR akhir
Dalam menentukan LHRakhir adalah jumlah rata-rata lalu lintas kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih yang dicatat selama 24 jam sehari untuk kedua jurusan pada
LHRawal (Awal Umur Rencana) dikali dengan perkembangan pertumbuhan lalu lintas pada perkembangan (LHR) Lalu Lintas Harian Rata-rata tersebut.
LHR akhir...(3.2)
Menghitung Lintas Ekivalen (E) Masing-masing Kendaraan Dalam menentukan angka Ekivalen (E)
adalah angaka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan
yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8160 kilogram. (18.000 Lb) dari USA standar. Berdasarkan tabel angka ekivalen (E) pembagian sumbu kendaraan sebagai berikut:
Kendaraan ringan 2 ton : 0,0002 + 0,0002 = 0,0004
Bus 5 ton : 0,0036 + 0,0183 = 0.0219
Truck 2 as 7 ton b : 0,0183 + 0,0577 = 0,075
Buletin Sariputra, Februari 2016 Vol. 6 (1)
17 Menghitung Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)
Dalam menentukan Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal yang
diambil pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana.
Lintas Ekivalen Permukaan (LEP)………(3.1)
Menghitung Lintas Ekivalen Akhir (LEA) Dalam menentukan Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal yang
diambil pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana.
Lintas Ekivalen Akhir (LEA)……….(3.2)
Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET) Dalam menentukan Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal yang
diambil pada jalur rencana pada pertengahan umur rencana.
16
Lintas Ekivalen Tengah (LET)………..……….. (3.3)
LET = ½ ( LEP + LEA ) = ½ (16,769 + 30,031) = 23,40041
Menghitung Lintas Ekivalen Rata-rata (LER) Dalam menentukan Lintas Ekivalen Rata-rata (LER) adalah suatu besaran yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal
perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal yang diambil pada jalur umur rencana.
Lintas Ekivalen Rata - rata (LER)………(3.4) LER = LET + UR/10
= 23,400+ 10/10 = 23,400
Menentukan Indeks Tebal Perkerasan
Dalam menentukan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) adalah suatu angka berhubungan dengan penentuan tebal perkerasan maupun tebal perkerasan lentur atau perkerasan overlay (Lapis Tambah).
ITP……….………(3.5) Data-data Perencanaan :
CBR tanah dasar 5% toleransi terhadap DDT
DDT = 4,6 (dari Gambar korelasi DDT dan CBR)
IP0 = ≥ 4
IPt = 2
Faktor Regional (FR) = 1,0
LER = 58
Tabel Nomogram 4 didapat ITP=7,1 ( Lihat pada lampiran 3 )
Dimana:
a1 = 0,30 D2 = 15 a2 = 0,13 D3 = 20 a3 = 0,11
Maka :
ITP= D1.a1 + D2.a2 + D3.a3 ITP= D1.0,30 + 15.0,15 + 20.0,13 7,10= D.0,30 + 2,40 D1 = 3,0−2,40 0,20 = 3 cm D1 = 3 cm PENUTUP Kesimpulan
Tahapan terakhir dari penulisan ini adalah mengambil suatu kesimpulan atas penelitian yaitu:
1. Mendapatkan tebal perkerasan HRS/WC yang optimal sesuai data yang ada di lapangan dengan memperoleh ketebalan Lapisan pondasi atas menggunakan agregat
klas A setebal 10 cm dan lapisan HRS/WC setebal 3 cm
2. Tebal perkerasan HRS/WC yang optimal bagi pengguna jalan dapat diperoleh atas hasil mutu bahan dan prosedur pekerjaan telah dilaksanakan dengan baik, khususnya tahapan pemadatan dan ketebalan rencana yang sesuai.
Saran
Dapat dirasakan manfaat dalam suatu penelitian dan perencanaan untuk suatu karya tulis, akan tetapi tentunya penulis berharap dan memberikan saran sebagai berikut:
1. Prosedur pelaksanaan tentunya harus dilakukan dengan baik sesuai waktu pelaksanaan proyek.
2. Perlu diperhatikan suhu aspal saat berangkat dari AMP dan sampai pada posisi penghamparan.
3. Skripsi ini dapat dilanjutkan lebih mendalam bagi peneliti selanjutnya.
3,0 – 2,40 0,20
Buletin Sariputra, Februari 2016 Vol. 6 (1)
17
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Departemen Pekerjaan Umum Spesifikasi Umum Jalan Standar Bina Marga.
Anonim, Departemen Kimpraswil, Direktur Jenderal Prasarana Wilayah ; Buku 3; campuran aspal panas; spesifikasi Umum; Juli 2002.
Anonim, Departemen Kimpraswil, Direktur Jenderal Prasarana Wilayah; Modul I; Spesifikasi Baru Campuran Beraspal Panas; Badan Penelitian dan Pengembangan kimpraswil; Juli 2002. Anonim,Departemen Pekerjaan Umum direktur
Jenderal Bina Marga; Pelatihan Peningkatan Kompetensi di Bidang AMP; Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI Makassar, Mei 2008. Anonim, Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga bahan pembekalan sertifikasi general super intendent model IV-I dan IV-2 tentang Metode Konstruksi
Pekerjaan Peekerasan Jalan Jakarta.
Anonim, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga
Peraturan Pelaksanaan
Pembangunan Jalan Raya, badan penerbit PU Jakarta 1972.
Departemen Pekerjaan Umum, Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen SKBI. 2. 3. 26. 1987, UDC : 625. 73 (02).
Silvia Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung 1995. Silvia Sukirman, Pengertian Jalan Raya,
Penerbit Nova, Bandung 1998
Tranggono M, 2005. Teknik Pemeliharaan Perkerasan Lentur. Cetakan Pertama, Penerbit Balai Bahan dan Perkerasan Jalan - Puslitbang Prasarana Transportasi. Bandung.