• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat (masyarakat) kepada seorang raja atau penguasa. Rakyat ketika itu memberikan upetinya kepada raja atau penguasa berbentuk natura, berupa padi, ternak atau hasil tanamannya lain seperti pisang, kelapa. Pemberian yang dilakukan rakyat saat itu digunakan untuk keperluan atau kepentingan raja atau penguasa setempat. Sedangkan imbalan atau prestasi yang dikembalikan kepada rakyat tidak ada oleh karena memang sifatnya hanya untuk kepentingan sepihak dan seolah-olah ada tekanan secara psikologis karena kedudukan raja yang lebih tinggi status sosialnya dibandingkan rakyat.

Hampir dalam setiap proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah selalu didengung-dengungkan bahwa proyek yang dibangun dibiayai dari dana pajak yang telah dikumpulkan dari masyarakat. Untuk itu, diharapkan masyarakat juga menjaga proyek yang ada untuk dapat dipakai bagi kepentingan bersama. berkaitan dengan itu sudah selayaknya apabila setiap individu dalam masyarakat dapat memahami dan mengerti akan arti dan pentingnya peran pajak dalam kehidupan.

Pajak Bumi dan Bangunan (selanjutnya disebut PBB) merupakan pajak yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1985 berdasarkan UU No. 12 Tahun

(2)

1985. Kemudian UU ini diubah dengan UU No. 12 Tahun 1994 dan mulai berlaku terhitung 1 Januari 1995. Pajak Bumi dan Bangunan adalah penerimaan pajak pusat yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada Daerah, karena PBB termasuk jenis pajak yang penerimaannya dibagi-bagikan kepada daerah sebagai bagi hasil dana perimbangan (revenue sharing).

Imbangan pembagian penerimaan PBB diatur dalam Pasal 18 UU No. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan serta melalui PP. nomor 16 Tahun 2000 tanggal 10 Maret 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 82/KMK.0412000 tanggal 21 Maret 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara PemerintahPusat dan Daerah, yaitu untuk Pemerintah Pusat sebesar 10 % (dikembalikan lagi ke daerah) dan untuk Daerah sebesar 90%. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), penerimaan PBB tersebut dimasukkan dalam kelompok penerimaan Bagi Hasil Pajak1

Mengingat pentingnya peran Pajak Bumi dan Bangunan bagi kelangsungan dan kelancaran pembangunan, maka diperlukan penanganan dan pengelolaan yang lebih intensif. Penanganan dan pengelolaan tersebut diharapkan mampu menuju tertib administrasi serta mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pembangunan melalui pembayaran pajak. Penanganan dan pengelolaan pajak dapat diwujudkan salah satunya dalam pemungutan PBB diharapkan pelaksanaan pemungutan PBB sesuai dengan aturan undang-undang PBB yang berlaku saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 12

      

1 Eprints.undip.ac.id/17594/1/Hernanda_Bagus_Priandana.pdf, diakses tanggal 18 April 2014

(3)

Tahun 1994 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Otonomi daerah pada awalnya dianggap sebagai suatu jawaban atas masalah yang ditimbulkan dari kecenderungan sentralisasi perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pembangunan yang terbukti selama ini ternyata tidak mendorong adanya pengembangan potensi sumberdaya manusia dari sisi prakarsa, sumberdaya ekonomi setempat dan partisipasi masyarakat. Salah satu soal yang selalu muncul ialah soal ketergantungan pemerintah daerah pada bantuan dari pemerintah pusat. Meskipun telah diambil berbagai upaya selama bertahun-tahun yang lalu untuk menyerahkan wewenang memungut pajak kepada Pemerintah Daerah, sumberdaya Pemerintah Daerah tetap saja pada umumnya pada tingkat yang rendah.2

Kompleksitas persoalan otonomi daerah di Indonesia juga terkait dengan hubungan keuangan pusat dan daerah. Walau terdapat kepentingan yang sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mengembangkan kontrol atas keuangan, namun kedua pihak juga memiliki kelemahan yang sangat mengganggu mekanisme pengelolaan keuangan pusat dan daerah. Pada tingkatan daerah, terdapat persoalan akuntabilitas dan responsibilitas pengelolaan keuangan serta belum terbentuknya sistem yang sempurna untuk memastikan setiap sen uang rakyat dikelola secara bertanggung jawab oleh pemerintah daerah. Otonomi daerah dan desentralisasi malah sering disebut sebagai desentralisasi korupsi akibat berpindahnya fokus penyelewengan kekuasaan dari pusat ke daerah.

      

2Nick Devas, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Keuangan Pemerintah

(4)

Sedang pada tingkatan pemerintah pusat, orang telah sama-sama maklum tentang rivalitas yang sangat tinggi antar departemen dalam pengelolaan keuangan untuk daerah.3

Dari perkembangan antara pro dan kontra atas kedua UU tersebut, berkembang pemikiran untuk menjadikan PBB sebagai pajak daerah. Di Indonesia, salah satu kebijakan pajak dari pemerintah pusat yang mempunyai pengaruh cukup signifikan terhadap APBD yaitu PBB. Oleh karena itu dalam merumuskan kebijakan PBB, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah senantiasa melakukannya dengan penuh kehati-hatian karena PBB terkait dengan berbagai aspek lainnya yang sangat sensitif baik secara ekonomi maupun secara politik. PBB jika dirancang baik-baik dapat menjadi sumber penerimaan yang besar, stabil dan elastis. Kadar elastisitas tergantung pada sampai seberapa jauh tanah bersangkutan dapat ditaksir dengan teratur dan dapat dinilai menurut harga pasar yang berlaku. PBB dapat juga memperkuat peranan pemerintah daerah, karena membuka peluang dasar pajak yang lebih luas bagi penerimaan pemerintah sendiri. PBB yang efektif akan menciptakan sumber penerimaan yang kuat bagi pemerintah daerah dan memperkecil kebutuhan akan bantuan dari Pemerintah Pusat.4

Walaupun kontribusi PBB tidaklah terlalu besar dalam struktur penerimaan negara, tetapi sangat berarti dan tidak mungkin dihilangkan. Seperti diungkapkan oleh Santoso Brotodihardjo, bahwa betapapun kecilnya jumlah uang

      

3 Abdul Gaffar, Karim, dkk, Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah, Cetakan I, Jakarta: Pustaka Pelajar. 2003, hal 58

4Roy Kelly, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Keuangan Pemerintah Daerah

(5)

yang akan dapat masuk kedalam kas negara, uang itu selalu akan dapat dipergunakan sebagai sumbangan untuk menutupi biaya-biaya pemerintahannya.5

Pajak Bumi dan Bangunan termasuk jenis pajak yang sulit dalam pengadministrasiannya dan mempunyai efisiensi pemungutan yang rendah karena jumlah obyek pajaknya yang cukup banyak. Akan tetapi bukan kebetulan apabila wacana untuk menjadikan PBB sebagai pajak daerah muncul ke permukaan sebagai bagian dari desentralisasi fiskal bersamaan dengan berlakunya UU No. 12 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.

Otonomi seluas-luasnya dalam arti bahwa, daerah diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang. Prinsip otonomi nyata dimaksudkan bahwa dalam menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab dimaksudkan, dalam penyelenggaraan otonomi harus sejalan dengan tujuan dan maksud pemberi otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

Berdasarkan uraian di atas penulis untuk meneliti dan memilih judul skripsi tentang Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan       

5 Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Edisi Keempat, Bandung: Refika Aditama, 2003, hal 220

(6)

Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pajak bumi dan bangunan Kelurahan dan perkotaan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan?

2. Bagaimanakah Kewajiban Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan?

3. Bagaimanakah hukum administrasi negara terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pajak bumi dan bangunan Kelurahan dan perkotaan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan.

(7)

b. Untuk mengetahui Kewajiban Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan.

c. Untuk mengetahui hukum administrasi negara terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan Dan Perkotaan

2. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis :

Diharapkan memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya di bidang Hukum Administrasi Negara mengenai Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan.

b. Secara Praktis :

Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya.

D. Keaslian Penelitian

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 tahun 2011 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan yang diangkat menjadi judul dari skripsi ini merupakan karya ilmiah

(8)

yang sejauh ini belum pernah ditulis di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian pajak

Pajak dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Dijelaskan bahwa pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat6

Menurut Sinninghe Damste, menyatakan jika kita mempersoalkan pajak, maka harus ada utang kepada badan umum tanpa ada jasa timbal balik dari badan itu7

Untuk mengetahui apa arti pajak, menurut Santoso Brotodihardjo, dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak” menyatakan beberapa pendapat pakar tentang definisi pajak yang beberapa diantaranya dalam kutipan berikut:8

N.J. Feldmann menyatakan bahwa pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan tertuang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

      

6Mardiasmo, Perpajakan Edisi Revisi 2008. Yogyakarta: Andy Offset. 2008, hal 21 7 Anshari SN Tunggul, Pengantar Hukum Pajak. Jawa Timur: Bayumedia Publising, 2006, hal 7

(9)

M.J.H. Smeets menyatakan pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang tertuang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Dari beberapa pengertian pajak di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pajak adalah iuran wajib masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan tanpa mendapatkan kontraprestasi secara langsung, dan apabila ada dari masyarakat yang tidak melunasinya maka dikenakan sanksi oleh negara.9

2. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi atau tanah dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.10

Rochmat Soemitro memberikan pengertian dari pajak bumi dan bangunan sebagai berikut : ” Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas harta tidak bergerak, maka yang dipentingkan adalah obyeknya dan oleh karena itu keadaan status orang atau badan yang dijadikan subyek tidak penting dan tidak mempengaruhi besarnya pajak”11

      

9 Rochmat Soemitro. Pajak Bumi dan Bangunan. Bandung: Eresco, 1989 hal 5

10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pasal 14 11Rochmat Soemitro., Op.cit., hal 5

(10)

Menurut Erly Suandy yang dimaksud pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dan besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek atau bumi, tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besar pajak12.

Suharno, yang dimaksud Pajak Bumi dan Bangunan adalah penerimaan pajak pusat yang sebagian besar hasilnya diserahkan kepada daerah. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tersebut dimasukkan dalam kelompok penerimaan bagi hasil pajak13.

3. Pengertian Peraturan Daerah

Peraturan Daerah (selanjutnya disebut Perda) berdasarkan ketentuan Undang-undang tentang Pemerintah Daerah adalah “peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten /Kota”. Dalam ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi / Kabupaten / Kota dan tugas pembantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.

Sesuai ketentuan Pasal 14 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,14 materi muatan Perda adalah

      

12 Early Suandy. Hukum Pajak. Yogyakarta:Salemba Empat,2002, hal 64

13 Suharno. Potret Perjalanan Pajak Bumi dan Bangunan. Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2003, hal 32

14 Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 14

(11)

seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. 15

F. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, digunakan metode pengumpulan data dan bahan-bahan yang berkaitan dengan materi skripsi ini. Dengan maksud agar tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan nilai ilmiahnya, maka diusahakan memperoleh dan mengumpulkan data-data dengan mempergunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengelola dan mempergunakan data sekunder. 16 .”

2. Spesifikasi penelitian

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesifikasi penelitian preskriptif. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif, artinya sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum.

Sejalan dengan pendapatnya Peter Mahmud Marzuki bahwa: “Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum,

      

15Ibid., Pasal 7 ayat (1)

16 Soerjono Soekanto dan Srimamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta Ind-Hillco, 2001, hal. 13.

(12)

nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum.” 17

3. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari : data primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Penelitian ini, bahan hukum yang digunakan oleh peneliti adalah penjelasan terhadap sumber bahan hukum dalam pendekatan yuridis normatif terdapat bahan hukum yang dikaji meliputi:

a. Data primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, terdiri dari:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

3) Undang-Undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. 4) Peraturan Pemerintah

5) Peraturan Presiden 6) Peraturan Daerah Provinsi

7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

b. Data sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, terdiri dari:

1) Pustaka di bidang ilmu hukum, 2) Hasil penelitian di bidang hukum,

      

17 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Surabaya: Kencana Perdana Media Group, 2007, hal 22.

(13)

3) Artikel-artikel ilmiah, baik dari koran maupun internet c. Data tersier

Bahan yang memberikan petunjuk, maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum18

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara: Penelitian Kepustakaan (Library Research). Dalam hal ini mencari dan mengumpulkan serta mempelajari data dengan melakukan penelitian atas sumber-sumber atau bahan-bahan tertulis berupa buku-buku karangan pasa sarjana dan ahli hukum yang bersifat teoretis ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.

5. Analisis data

Analisis data yang digunakan adalah metode analisa deskriptif dengan teknik induksi, hal ini dilakukan terhadap data yang sifatnya data sekunder yang diperoleh melalui kajian kepustakaan. Teknik induksi digunakan untuk menganalisis data primer maupun data sekunder yang berbentuk dokumen perjanjian. Data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan yang selanjutnya diolah dan dianalisis dengan menggunakan teknik editing yaitu memeriksa data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah dapat dipertanggung jawabkan.

      

18 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2004, hal 31

(14)

G. Sistematika Penulisan

Pembahasan secara sistematis sangat diperlukan dalam penulisan karya tulis ilmiah. Untuk memudahkan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Kepustakaan dan Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan

BAB II KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KELURAHAN DAN PERKOTAAN

Pada bab ini dikemukakan mengenai Pengertian Pemerintah Daerah dan Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Perpajakan serta Subyek Pajak dan Obyek Pajak Bumi dan Bangunan

BAB III KEWAJIBAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KELURAHAN DAN PERKOTAAN

Pada bab ini dikemukakan mengenai Asas – Asas dan Syarat – Syarat Pemungutan Pajak dan Kewajiban Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan serta Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KELURAHAN DAN PERKOTAAN

(15)

Pada bab ini dikemukakan mengenai Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan dengan khususnya Peraturan Daerah serta Sanksi Terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Kelurahan dan Perkotaan terhadap wajib Pajak Bumi dan Bangunan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan membahas kesimpulan merupakan intisari dari pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini, sedangkan saran yang ada diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para pembacanya dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terlibat dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2011 tentang pajak bumi dan bangunan Kelurahan dan perkotaan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Lampu lalu lintas adalah suatu rangkaian peralatan elektronika yang digunakan untuk mengatur lalu lintas di jalan raya. Outputnya berupa led merah, kuning

[r]

Komponen yang menghasilkan sinar merah adalah sensor infra merah yang merupakan piranti semikonduktor dimana arus gaya sinar infra merah dibangkitkan secara non tekhnik bila

[r]

[r]

[r]

[r]