• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Perempuan Dalam Menentukan Pilihan Politik Pada Umum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Perempuan Dalam Menentukan Pilihan Politik Pada Umum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan 2014"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU PEREMPUAN DALAM MENENTUKAN PILIHAN POLITIK PADA PEMILIHAN UMUM DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KOTA MEDAN 2014

M Habibie Fitrawan Hasibuan 100906096

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVIERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

M HABIBIE FITRAWAN HASIBUAN

PERILAKU PEREMPUAN DALAM MENENTUKAN PILIHAN POLITIK PADA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MEDAN 2014.

Rincian Isi Skripsi, 104 Halaman, 26 Tabel, 1 Peta, 19 Buku, 2 Jurnal, 5 Internet.

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan tentang perilaku pemilih (perempuan) dalam menentukan pilihan politiknya pada pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan pada tahun 2014 di dapil 2 kota Medan. Fokus utama dalam penelitian ini adalah melihat perilaku yang ditunjukkan pemilih (perempuan) di dapil 2 kota Medan dalam menentukan pilihan politiknya dan mendeskripsikan alasan para pemilih (perempuan) tidak atau sedikit memilih caleg perempuan.

Teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan tersebut adalah teori perilaku pemilih, teori gender, dan teori psikologi politik. Teori perilaku pemilih merupakan teori utama yang digunakan dalam penelitian ini, karena teori perilaku pemilih dapat digunakan untuk melihat perilaku pemilih. Sedangkan teori gender dan teori psikologi politik hanya sebagai teori pendukung untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan perilaku pemilih (perempuan).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jenis kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan studi kepustakaan. Sedangkan lokasi penelitian yaitu di beberapa kecamatan yang ada di daerah pemilihan 2 kota Medan, seperti Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan Johor, dan Kecamatan Medan Tuntungan.

(3)

Adapun alasan pemilih (perempuan) tidak/sedikit yang memilih perempuan yaitu dikarenakan pemilih (perempuan) masih meragukan kualitas caleg perempuan.

(4)

UNIVIERSITAS OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCES DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

M HABIBIE FITRAWAN HASIBUAN

PERILAKU PEREMPUAN DALAM MENENTUKAN PILIHAN POLITIK PADA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MEDAN 2014.

Content: 104 pages, 26 tables, 1 map, 19 books, 2 jornals, 5 websites.

ABSTRACT

This study describes the behavior of voters (woman) in determining her political choices in the general election of DPRD the city of Medan 2014 at the city of Medan dapil 2. The main focus in this study is looking at the behavior of the electorate (woman) at dapil 2 the city of Medan in determining his political options and describes the reasons voters (woman) are not or little choosing parliamentary candidates woman.

The theory used to explain these promlems is voter behavior theory, gender theory, and the theory of political psychology. Voter behavior theory is a theory used in this study, because of voter behavior theory can be used to view the behavior of voters. While the understand the things that are related tod the behavior of voters (woman).

The methods used in this research is descriptive methods with qualitative type. Engineering data collection done by the method of interview and the study of librarianship. While the research locations are like Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan Johor, and Kecamatan Medan Tuntungan.

Based on three approaches the behavior of voters, voter behavior (woman) at dapil 2 the city of Medan tend to demonstrate the behavior of the retional voters. Voters (woman) at dapil 2 the city of Medan many have choosen the candidate views based on quality. Quality can be seen from the vision and track record of the candidate. As for reason voters (woman) is not or little woman who choosed because voters (woman) sill doubted the quality of woman parliamentary candidates.

(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara oleh

Halaman Pengesahan

Nama : M HABIBIE FITRAWAN HASIBUAN NIM : 100906096

Judul : PERILAKU PEREMPUAN DALAM MENENTUKAN PILIHAN POLITIK PADA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPRD KOTA MEDAN 2014.

Dilaksanakan Pada :

Hari :

Tanggal :

Pukul :

Ketua

Tim Penguji:

Nama NIP.

Penguji Utama: Nama

NIP.

Penguji Tamu: Nama

(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh

Nama : M Habibie Fitrawan Hasibuan

NIM : 100906096

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Perilaku Perempuan Dalam Menentukan Pilihan Politik Pada

Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan 2014

Menyetujui:

Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing

Dra. T. Irmayani, M.Si

NIP.196806301994032001 NIP.196806301994032001

Dra. T. Irmayani, M.Si

Mengetahui:

Dekan FISIP USU,

(7)

Karya ini dipersembahkan untuk

(8)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul “Perilaku Perempuan Dalam Menentukan Pilihan

Politik Pada Pemilihan Umum Anggota DPRD Kota Medan 2014”. Skripsi ini

menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih

(perempuan) dalam menentukan pilihan politiknya, pemilih (perempuan) yang

dimaksud yang berada di daerah pemilihan 2 Kota Medan. Penelitian skripsi ini

dilatarbelakangi oleh masalah kesetaraan gender di parlemen yang semakin tidak

seimbang, hal ini salah satunya dapat dilihat pada hasil pemilu legislatif DPRD

kota Medan tahun 2014 beberapa waktu yang lalu yang menunjukkan hasil yang

mengecewakan jika melihat jumlah calon perempuan yang berhasil mendapatkan

jatah kursi DPRD kota Medan. Terlebih lagi jika melihat hasil pemilu DPRD kota

Medan di dapil 2, tidak satupun caleg perempuan yang berhasil mendapatkan

jatah kursi, padahal jika melihat jumlah pemilih (perempuan) di dapil 2 Kota

Medan merupakan yang paling banyak diantara daerah pemilih lainnya.

Dalam Skripsi ini dijelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku pemilih (perempuan) dilihat berdasarkan tiga pendekatan dalam teori

perilaku pemilih, yaitu pendekatan sosiologis, psikologis, dan pendekatan pemilih

rasional. Perilaku pemilih (perempuan) di dapil 2 kota Medan dipengaruhi oleh

ketiga pendekatan tersebut, akan tetapi faktor yang paling mendominasi adalah

faktor dalam pendekatan pemilih rasional. Penulis berharap saran dan kritik yang

(9)

bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. Karena penulis menyadari dengan

keterbatasan waktu dan dana, maka penelitian ini jauh dari rasa memuaskan.

Alhamdulillah, atas syukur kepada Allah SWT, penulis diberikan rahmat

berupa kesempatan dan kesehatn untuk menyelesaikan studi ini berupa penulisan

Skripsi dari hasil penelitian yang dikerjakan, dari proses awal, tidak kurang dari

12 bulan. Shalawat dan salam penulis juga sampaikan kepada Nabi Muhammad

SAW beserta para sahabatnya, semoga para pengikutnya sampai akhir aman

mendapatkan manfaat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh kelurga tercinta,

Ayahanda tercinta Ir.H.Aznal Syafri Hasibuan,MM dan Ibunda Tercinta Suharni,

dan abang tersayang M.Iqbal Azhar Hasibuan yang telah banyak memberikan

motivasi dan perhatian kepada yang besar kepada penulis, semoga Allah SWT

membalas semua kebaikn dengan pahala yang berlipat ganda.

Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof.Dr. Badaruddin,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara;

2. Dra.T.Irmayani,M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, dan juga

selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bantuan, arahan,

dan bimbingan kepada penulis berupa masukan dan kritik yang

(10)

3. Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara;

4. Staf Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sumatera Utara; khususnya buat Kak Emma yang telah banyak

membantu penulis dalam proses pendidikan di FISIP USU.

5. Para informan di Kecamatan Medan Maimun, Selayang, Johor,

Tuntungan, Polonia, dan Kecamatan Medan Sunggal. Terima kasih

telah meluangkan waktu dan memberikan informasi yang sangat

diperlukan.

6. Ketua KPU Kota Medan dan seluruh jajaran pegawai yang telah

memberikan bantuan berupa data yang dibutuhkan kepada penulis;

7. Kepala Balitbang Kota Medan dan seluruh jajaran pegawai yang telah

memberikan bantuan berupa surat izin penelitian kepada penulis;

8. Teman-teman seperjuangan Departemen Ilmu Politik stambuk 2010

yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, penulis banyak

mendapatkan pengalaman selama masa perkuliahan dan juga banyak

memberikan bantuan selama perkuliahan hingga penulisan skripsi;

9. Sahabat Compact FC yang telah banyak membantu, memberikan

motivasi serta menjadi sahabat yang sangat baik selama perkuliahan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada sahabatku Sopian

(11)

Yulfa, Syarif Hasibuan, Togi Sihite Nalom,S.Ip, Bernando Andika,

Heru Guntara Sitepu,S.Ip, Muhammad Andri Tarigan.

10.Terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabatku lainnya

Darmawan Hutabarat,SH, Saprizal, Damelis Pratiwi,S.Ip, Michael,

yang juga telah memberikan motivasi kepada penulis.

Medan, Maret 2015

M Habibie Fitrawan Hasibuan

(12)

DAFTAR ISI

Halaman Judul...i

Abstrak...ii

Abstract...iv

Halaman Pengesahan...v

Halaman Persetujuan...vi

Daftar Isi...xii

Daftar Tabel...xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...9

C. Batasan Masalah...9

D. Tujuan Penelitian...10

E. Manfaat Penelitian...10

F. Kerangka Teori...11

1. Teori Perilaku Pemilih...11

2. Teori Gender...14

(13)

G. Metodologi Penelitian...28

G.1 Metode Penelitian...28

G.2 Lokasi Penelitian...29

G.3 Teknik Pengumpulan Data...29

G.4 Teknik Analisa Data...31

H. Sistematika Penulisan...32

BAB II PROFIL DAPIL 2 KOTA MEDAN 2.1Kecamatan Medan Selayang...35

A. Sejarah Kecamatan Medan Selayang...35

B. Letak dan Geografis Kecamatan Medan Selayang...36

C. Kependudukan...36

D. Pemerintahan...39

2.2Kecamatan Medan Johor...40

A. Sejarah Kecamatan Medan Johor...40

B. Letak dan Geografis Kecamatan Medan Johor...41

C. Kependudukan...41

D. Pemerintahan...44

2.3Kecamatan Medan Polonia...46

A. Sejarah Kecamatan Medan Polonia...46

B. Letak dan Geografis Kecamatan Medan Polonia...46

C. Kependudukan...47

D. Pemerintahan...49

2.4Kecamatan Medan Tuntungan...51

A. Sejarah Kecamatan Medan Tuntungan...51

B. Letak dan Geografis Kecamatan Medan Tuntungan...52

C. Kependudukan...52

D. Pemerintahan...56

(14)

A. Letak dan Geografis Kecamatan Medan Maimun...57

B. Kependudukan...59

2.6Kecamatan Medan Sunggal...62

A. Sejarah Kecamatan Medan Sunggal...62

B. Letak dan Geografis Kecamatan Medan Sunggal...62

C. Kependudukan...63

D. Pemerintahan...64

BAB III PERILAKU PEREMPUAN DALAM MENENTUKAN PILIHAN POLITIK PADA PEMILIHAN UMUM DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MEDAN TAHUN 2014 3.1Pemilihan Umum Anggota DPRD Kota Medan Tahun 2014...66

3.1.1 Keterwakilan Perempuan Pada Pemilu Anggota DPRD Kota Medan 2014...74

3.1.2 Hasil Pemilihan Umum Anggota DPRD Kota Medan Tahun 2014 Di Daerah Pemilihan 2 Kota Medan...75

3.2Perilaku Perempuan Dalam Menentukan Pilihan Politik Pada Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan 2014 Di daerah Pemilihan 2 Kota Medan...79

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan...100

B. Saran...101

Daftar Pustaka...102

Daftar Lampiran:

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Lampiran 2. Transkrip Wawancara dengan Asmawati

Lampiran 3. Transkrip Wawancara dengan Saminam

(15)

Lampiran 5. Transkrip Wawancara dengan Eny Lilawati

Lampiran 6. Transkrip Wawancara dengan Idah Bintang,SE

Lampiran 7. Transkrip Wawancara dengan Irawati

Lampiran 8. Transkrip Wawancara dengan Sarah

Lampiran 9. Transkrip Wawancara dengan Silvia

Daftar Tabel

Tabel 1.1 Perempuan Dalam DPR – RI 1955-2004...3

Tabel 1.2 Perbandingan Jumlah Anggota DPRD Kota Medan ...6

Tabel 1.3 Jumlah Pemilih (Perempuan) Pada Pemilu Legislatif 2014...8

Tabel 1.4 Daftar Nama Informan...30

Tabel 1.5 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Selayang Menurut Jenis Kelamin...37

Tabel 1.6 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Selayang Menurut Agama 38 Tabel 1.7 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Johor Menurut Jenis Kelamin dirinci menurut Kelurahan tahun 2013...42

Tabel 1.8 Data Kependudukan Berdasarkan Suku...42

Tabel 1.9 Data Penduduk Menurut Agama...43

Tabel 2.0 Data Penduduk Kecamatan Medan Johor Berdasarkan Jenis Kelamin...47

Tabel 2.1 Persentase Penduduk Kecamatan Medan Polonia Berdasarkan Jenis Kelamin...48

(16)

Tabel 2.3 Data Penduduk Kecamatan Medan Hingga September 2014...52

Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Dirinci Menurut Agama Tahun 2014...53

Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku...55

Tabel 2.6 Nama Camat yang Memimpin Kecamatan Medan Maimun dari Tahun 1991 s/d sekarang...58

Tabel 2.7 Keadaan Penduduk Kecamatan Medan Mimun Bulan April Tahun 2013...60

Tabel 2.8 Keadaan Penduduk Kecamatan Medan Maimun Berdasarkan Suku Daerah...61

Tabel 2.9 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dirinci Menurut

Kelurahan di Kecamatan Medan Sunggal 2013...63

Tabel 3.0 Persentase Penduduk Menurut Agama yang dianut diperinci menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Sunggal 2013...64

Tabel 3.1 Jumlah Pemilih Per Daerah Pemilihan...67

Tabel 3.2 Jumlah Kursi Per Daerah Pemilihan...67

Tabel 3.3 Jumlah Daerah Pemilih Pada Pemilihan Umum Legislatif Kota Medan Tahun 2014...68

Tabel 3.4 Daftar Anggota DPRD Kota Medan Terpilih tahun 2014 Per Daerah Pemilihan...70

(17)

UNIVIERSITAS OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCES DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

M HABIBIE FITRAWAN HASIBUAN

PERILAKU PEREMPUAN DALAM MENENTUKAN PILIHAN POLITIK PADA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MEDAN 2014.

Content: 104 pages, 26 tables, 1 map, 19 books, 2 jornals, 5 websites.

ABSTRACT

This study describes the behavior of voters (woman) in determining her political choices in the general election of DPRD the city of Medan 2014 at the city of Medan dapil 2. The main focus in this study is looking at the behavior of the electorate (woman) at dapil 2 the city of Medan in determining his political options and describes the reasons voters (woman) are not or little choosing parliamentary candidates woman.

The theory used to explain these promlems is voter behavior theory, gender theory, and the theory of political psychology. Voter behavior theory is a theory used in this study, because of voter behavior theory can be used to view the behavior of voters. While the understand the things that are related tod the behavior of voters (woman).

The methods used in this research is descriptive methods with qualitative type. Engineering data collection done by the method of interview and the study of librarianship. While the research locations are like Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Selayang, Kecamatan Medan Johor, and Kecamatan Medan Tuntungan.

Based on three approaches the behavior of voters, voter behavior (woman) at dapil 2 the city of Medan tend to demonstrate the behavior of the retional voters. Voters (woman) at dapil 2 the city of Medan many have choosen the candidate views based on quality. Quality can be seen from the vision and track record of the candidate. As for reason voters (woman) is not or little woman who choosed because voters (woman) sill doubted the quality of woman parliamentary candidates.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesetaraan gender dalam bidang politik diciptakan demi mewujudkan

cita-cita demokrasi perwakilan dengan menciptakan keseimbangan komposisi

perwakilan antara laki-laki dan perempuan di lembaga parlemen khususnya.

Karena apabila mandat diberikan kepada kaum laki-laki saja itu tidak akan

mewakili seluruh rakyat yang pada dasarnya masyarakat terdiri dari golongan

laki-laki dan perempuan, yang masing-masing di antara laki-laki dan perempuan

terdapat kepentingan dan kebutuhan yang tidak selalu sama, sehingga seperti

dalam permasalahan perempuan dianggap perempuanlah yang memberikan solusi

terhadap permasalahan perempuan tersebut. Hal ini terjadi karena sangat kecil

peluang laki-laki yang bisa memperjuangkan hak perempuan karena laki-laki

tidak mengalami apa yang di rasakan oleh perempuan.1

Kesetaraan gender di bidang politik khususnya dalam lembaga legislatif

dapat diwujudkan melalui prosedur yang demokratis yaitu pemilihan umum.

Pemilu terdiri dari beberapa pelaksanaan, yaitu pemilihan legislatif, pemilihan

Presiden, pemilihan Gubernur, dll. Dalam penulisan skripsi ini, penulis lebih

berfokus pada pemilihan legislatif di tingkat DPRD Kabupaten/Kota, dimana

rakyat menentukan para wakil-wakilnya untuk duduk di parlemen/lembaga

1

(19)

legislatif. Kesetaraan gender di lembaga legislatif merupakan hal terpenting yang

harus diwujudkan. Melalui pelaksanaan pemilihan umum secara langsung inilah

kesempatan untuk mewujudkan kesetaraan gender.

Pelaksanaan pemilu ini tentunya harus menjamin setiap warganya baik

perempuan maupun laki-laki untuk bebas berpartisipasi, baik berpartisipasi hanya

sebagai pemilih maupun sebagai calon yang juga akan dipilih. Selain itu, di era

reformasi juga telah dikeluarkan kebijakan sebagai upaya meningkatkan

keterwakilan politik perempuan di lembaga legislatif yaitu dimulai tahun 2003,

pasal 65 dengan UU No.12 Ayat (1) dan (2) yang berbunyi:

(1) Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota

DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah

pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan

sekurang-kurangnya 30 persen.

(2) Setiap partai politik peserta pemilu dapat mengajukan calon

sebanyak-banyaknya 120 persen jumlah kursi yang ditetapkan pada setiap daerah

pemilihan.

Namun demikian, meskipun kebijakan Undang-Undang mengenai kuota

30% keterwakilan perempuan telah dikeluarkan pemerintah, akan tetapi

perubahan persentase tingkatan keterwakilan perempuan belum mengalami

perubahan yang cukup signifikan. Seperti misalnya keterwakilan perempuan

dalam DPR RI mulai dari 1955 hingga 2009 secara konsisten berada di bawah

(20)

Tabel 1.1:Perempuan dalam DPR-RI 1955-2004

Periode Perempuan Laki-laki

1955 17 (6,3%) 272 (93,7%)

Konstituante 1956-1959 25 (5,1%) 488 (94,9%)

1971-1977 36 (7,8%) 460 (92,2%)

1977-1982 29 (6,3%) 460 (93,7%)

1982-1987 39 (8,5%) 460 (91,5%)

1987-1992 65 (13%) 500 (87%)

1992-1997 62 (12,5%) 500 (87,5%)

1997-1999 54 (10,8 %) 500 (89,2%)

1999-2004 46 (9%) 500 (91%)

2004-2009 61 (11,09%) 499 (89,9%)

2009-2014 101 (18,03%) 459 (81,97%)

Sumber : Data dari website Komisi Pemilihan Umum

Dari tabel tersebut dapat terlihat jelas bahwasannya masih terjadi

ketimpangan (bias gender) dalam perpolitikan Indonesia khususnya di lembaga

legislatif. Persentase perempuan dalam tabel tersebut menunjukkan sulitnya

meningkatkan keterwakilan perempuan sampai pada periode pemilu tahun 2009

secara konsisten masih di bawah persentase 30 %. Rendahnya angka keterwakilan

perempuan ini tidak hanya terjadi di tingkat nasional yaitu DPR RI, tetapi juga di

(21)

Kabupaten dan Kota. Dari pemilu 2009 lalu, rata-rata keterwakilan perempuan

secara nasional di tingkat DPRD Provinsi hanya 16%, begitupun dengan rata-rata

DPRD Kabupaten/Kota yang hanya 12%2

Pemilih perempuan dipengaruhi oleh banyak faktor dalam menentukan

pilihan seperti adanya pengaruh dari budaya patriarkhi yang ada. Hal ini dapat

diartikan, keterwakilan politik perempuan yang rendah bisa dikarenakan pemilih

yang sedikit untuk memilih calon perempuan dalam pemilu legislatif. Padahal jika

dilihat dari perbandingan jumlah penduduk dan pemilih perempuan secara . Persentase perwakilan perempuan

tersebut sangatlah sedikit dari target yang ditetapkan pemerintah yaitu minimal

30%.

Rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif semata-mata

tidak hanya dinilai dari kinerja pemerintah dalam membuat suatu kebijakan untuk

meningkatkan keterwakilan perempuan, hal ini dikarenakan bukan kebijakan yang

merupakan bagian terpenting, melainkan pemilih itu sendiri. Jika kebijakan telah

banyak dibuat tetapi para pemilih sangat sedikit untuk memilih perempuan

tentunya harapan akan jumlah keterwakilan perempuan yang lebih besar,

khususnya dalam memenuhi kuota 30% perempuan di lembaga legislatif akan

sangat sulit diwujudkan. Hal ini dapat diartikan keterwakilan politik sangat

ditentukan oleh pemilih, karena pemilih merupakan wujud dari partisipasi rakyat

yang menentukan wakilnya di bidang politik, sehingga rakyat sebagai pemilih

yang sangat menentukan keterwakilan politik khususnya di lembaga legislatif.

2

Ayu Anastasia. Lembar Fakta WRI Reperesentasi Perempuan 1 Diakses pada 5

(22)

nasional pada tahun 2010 perbedaannya tidak jauh dengan laki-laki, yaitu jumlah

penduduk perempuan 118.010.413 dan jumlah penduduk laki-laki 119 630 9133.

Akan tetapi banyak provinsi yang memiliki jumlah penduduk perempuan lebih

besar, seperti di Sumatera Utara dimana jumlah penduduk perempuan berjumlah

6.498.850 jiwa dan jumlah laki-laki 6.483.354 jiwa4

Sama seperti yang terjadi dalam pelaksanaan pemilu legislatif di kota

Medan masih terdapat beberapa daerah pemilihan yang sulit untuk meloloskan

calon legislatif perempuan ke kursi anggota dewan dengan target 30%

keterwakilan perempuan. Hal tersebut seperti pada daerah pemilihan 2 Kota

Medan yang terdiri dari Medan Johor, Medan Maimun, Medan Polonia, Medan

Selayang, Medan Sunggal, dan Medan Tuntungan. Bercermin dari pemilu

legislatif sebelumnya yaitu di tahun 2009, pada pemilihan anggota DPRD Kota

Medan dapil 2 bahkan sama sekali tidak meloloskan calon legislatif perempuan

dari jatah 11 kursi anggota parlemen yang artinya tidak sampai memenuhi kuota

30% keterwakilan perempuan. Padahal jumlah pemilih perempuan di kota Medan , sehingga seharusnya apabila

mayoritas dari penduduk perempuan tersebut memilih calon legislatif dari kaum

perempuan juga tentunya perolehan suara calon perempuan akan lebih besar dan

keterwakilan politik perempuan di legislatif akan lebih banyak pula, minimal

memenuhi kuota 30% keterwakilan perempuan.

3

Badan Pusat Statistik. Data Penduduk.

Wib. 4

(23)

pada tahun 2009 sebesar 929.534 dari 1.838.737 total pemilih di Kota Medan5,

dengan jumlah penduduk Kota Medan tahun 2009 berjumlah 2.121.053 jiwa,

dimana jumlah penduduk laki-laki berjumlah 1.049.457, dan jumlah penduduk

perempuan berjumlah 1.071.5966

5

Komunitas Sekolah Sumatera. 18 Oktober 2008.

. Banyaknya jumlah pemilih perempuan pada

2009 dapat dinyatakan bahwa pemilih perempuan saat itu lebih besar

dibandingkan pemilih laki-laki.

Permasalahan kurangnya dukungan terhadap calon legislatif perempuan

masih terjadi pada pemilu legislatif 2014, bahkan seperti pada pemilihan anggota

DPRD Kab/Kota di Medan terdapat dua daerah pemilihan yang tidak berhasil

meloloskan calong anggota DPRD Kab/Kota berjenis kelamin perempuan.

Adapun hasil pemilu anggota DPRD Kab/Kota sebagai berikut.

Tabel 1.2. Perbandingan Jumlah Anggota DPRD Kota Medan Terpilih

2014

Pukul 07.00 Wib.

6

Data diambil dari Portal Resmi Pemerintah Kota Medan. Agustus 2014, pukul 08.00 Wib.

Daerah

Pemilihan

Anggota DPRD Kota Medan

Terpilih JUMLAH

Laki-Laki

Perempuan

(24)

Dari tabel 1.2 di atas terlihat jelas bahwa rendahnya dukungan terhadap

calon perempuan yang nantinya akan berdampak pada rendahnya keterwakilan

perempuan di lembaga DPRD Kota Medan. Seperti yang juga dapat dilihat pada

tabel tersebut, ada 2 dapil yang tidak memiliki anggota DRPD perempuan, yaitu

dapil 1 dan dapil 2 Kota Medan. Ketiadaan anggota legislatif perempuan

merupakan sebuah permasalahan serius dimana di daerah pemilihan tersebut

memiliki jumlah pemilih berjenis kelamin perempuan paling banyak diantara

dapil lainnya, akan tetapi kedua dapil tersebut tidak mampu meloloskan calon

perempuan. Permasalahan ini yang melatarbelakangi peneliti/penulis dalam

mengambil pembahasan mengenai perilaku perempuan dalam menentukan pilihan

politiknya. Akan tetapi, penelitian ini akan lebih spesifik membahas perilaku

perempuan yang berada di daerah pemilihan 2 sebagai fokus objek penelitian.

Alasan peneliti yaitu karena pemilih yang berjenis kelamin perempuan di dapil 2

lebih banyak dari dapil 1 dan bahkan dapil 3,4, dan 5, dengan jumlah 211.258

pemilih (perempuan). Hal ini dapat dilihat dalam data sebagai berikut.

Dapil 2 12 0 12

Dapil 3 6 2 8

Dapil 4 6 2 8

Dapil 5 10 1 11

(25)

Tabel 1.3 Jumlah Pemilih (Perempuan) pada Pemilu Legislatif 2014

Daerah

Pemilihan

Jumlah Pemilih Jumlah

(Laki-Laki + Perempuan) Laki-Laki Perempuan

Dapil 1 193.781 198.241 392.022

Dapil 2 202.765 211.258 414.023

Dapil 3 144.970 152.166 297.136

Dapil 4 131.173 138.094 269.267

Dapil 5 180.812 178.631 359.443

Total 853.501 878.390 1.731.891

*Data diperoleh dari Rekapitulasi DPT Kab/Kota Pemilu Anggota DPR,DPRD,DPD

Tahun 2014 Oleh KPU Medan

Selain itu dapil 2 memiliki jatah kursi yang lebih banyak dari dapil lainnya

yang sebenarnya membuat peluang calon perempuan lebih besar untuk

mendapatkan jatah kursi, akan tetapi calon perempuan di dapil 2 tetap saja tidak

mampu mendapatkan jatah kursi DPRD kota Medan. Padahal setiap partai politik

telah memenuhi aturan penetapan calon perempuan sebesar 30% untuk

dicantumkan pada daftar calon tetap. Mulai dari partai Nasdem yang persentase

keterwakilan perempuannya untuk dijadikan calon anggota DPRD di dapil 2

sebesar 36,36% (4 calon perempuan), partai PKB 33,33% (4 calon perempuan),

partai PKS 33,33% (4 calon perempuan), PDIP 33,33%, partai Golkar 41,67 (5

calon perempuan), partai Gerindra 33,33% (3 calon perempuan), PAN 33,33% (4

(26)

calon perempuan), PBB 33,33% (4 calon perempuan), dan PKPI sebanyak

33,33% (4 calon perempuan) keterwakilan perempuan.7

C.Batasan Masalah

Dari persentase calon legislatif perempuan seperti di atas tidak ada satupun

yang terpilih di dapil 2 kota Medan. Padahal setiap partai politik sudah memenuhi

dan bahkan melewati minimal kuota 30% pencalonan perempuan. Oleh karena itu,

banyaknya jumlah pemilih yang berjenis kelamin perempuan yang jumlahnya

lebih banyak dari dapil lainnya dan daerah pemilihan yang paling banyak jatah

kursi serta para calon tetap perempuan yang sudah terpenuhi kuotanya disetiap

partai politik menjadikan dapil 2 sebagai lokasi yang paling layak dan mewakili

untuk mengeksplorasi informasi mengenai perilaku perempuan dalam

menentukan pilihan politik pada pemilihan umum DPRD kota Medan tahun 2014.

B. Rumusan Masalah

Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik suatu rumusan

masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana perilaku pemilih (perempuan)

dalam menentukan pilihan politiknya pada pemilihan anggota DPRD kota Medan

tahun 2014?”.

Agar penelitian ini tidak melebar, maka penelitian ini perlu membuat

pembatasan masalah penelitian, yaitu

7

Hupmas KPU Kota Medan. 19 September 2013. Daftar Calon Tetap Anggota DPRD Kota Medan Pemilu.

(27)

1. penelitian ini hanya bersifat mengamati dan mendeskripsikan

perilaku perempuan dalam memilih calon legislatif perempuan. Hal

yang akan diamati dan dideskripsikan tersebut yaitu mengapa

perempuan tidak memilih atau sangat sedikit dalam memilih calon

legislatif perempuan dan hal-hal apa yang mempengaruhi

perempuan dalam menentukan pilihan politiknya.

2. Di dalam penelitian ini, peneliti hanya meneliti pemilih yang

berjenis kelamin perempuan di dapil 2 kota Medan pada pemilihan

anggota DPRD kota Medan 2014.

D. Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil

Kecamatan-Kecamatan yang ada di Daerah Pemilihan (Dapil) 2 kota Medan.

2. Untuk mengetahui bagaimana perilaku perempuan dalam menentukan

pilihan politiknya paada pemilu anggota DPRD kota Medan tahun

2014 dan juga untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi

perempuan dalam menentukan pilihan politiknya.

E. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini dibuat sebagai sebuah karya ilmiah dalam upaya

(28)

melakukan sebuah proses penelitian yang bersifat ilmiah dan

memberikan pengetahuan yang baru untuk peneliti sendiri.

2. Penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang mampu

memberikan kontribusi pemikiran mengenai perilaku perempuan

dalam menentukan pilihan politiknya termasuk dalam memilih calon

legislatif perempuan pada pemilu anggota DPRD kota Medan tahun

2014.

3. Hasil penelitian ini nantinya akan mampu memberikan kontribusi

bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu

politik dan menambah referensi/kepustakaan bagi Departemen Ilmu

Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

F. Kerangka Teori

1. Teori Perilaku Pemilih

Perilaku pemilih menjadi bagian yang penting untuk dianalisis sebagai

upaya untuk mengetahui pilihan seseorang (pemilih) dalam menentukan pilihan

politiknya. Adapun perilaku pemilih menurut Surbakti adalah:

(29)

langsung). Bila voters memutuskan untuk memilih (to vote) maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu.8

Dalam menganalisis perilaku pemilih dapat dipahami dengan tiga pendekatan,yaitu Mahzab “Columbia” yang menggunakan pendekatan sosiologis dan Mahzab Michigan” yang dikenal dengan pendekatan Psikologis, selain itu terdapat juga pendekatan pilihan rasional yang melihat perilaku seseorang melalui kalkulasi untung rugi yang didapat oleh individu tersebut9

Pendekatan sosiologis pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih seseorang

.

10

. Peranan masyarakat dilihat sebagai sistem yang mempunyai stratifikasi, dan kajian terhadap pekerjaan serta kedudukan seseorang di tengah masyarakat sangat penting dalam memahami perilaku pemilih11

Penjelasan mengenai pendekatan sosiologis ini diperjelas lagi seperti yang diungkapkan P.Anthonius Sitepu dalam bukunya yang berjudul “Teori-Teori Politik” bahwa pendekatan sosiologis, tampaknya lebih cenderung pada analisis sistem sosial atau stratifikasi sosial seperti misalnya kelompok muda-mudi ,tua muda, dipercayai berpengaruh terhadap perilku pemilih. Selain itu, beliau juga menambahkan bahwasannya preferensi politik seseorang pemilih dalam pemilihan umum dipengaruhi oleh latar belakang demografis, sosial ekonomi seperti jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, pendidikan, kelas sosial, pendapatan dan agama.

.

12

8

Lihat Muhammad Riska Aditama. 2013. Perilaku Memilih Masyarakat pada Pemilu Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Kendal 2010. Semarang:Jurusan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Dipenogoro. hal.8.

9

Lihat T.Irmayani. 2012. Perilaku Perempuan Pemilih dalam Menetapkan Pilihan pada Pemilu 2009. Medan: POLITEIA,Jurnal Ilmu Politik.Vo.4,Nomor.1. Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unviersitas Sumatera Utara. hal.14.

10

Muhammad Riska Aditama.Op.cit.hal. 9. 11

T.Irmayani.Loc.cit. 12

P.Anthonius Sitepu. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta:Graha Ilmu. hal.91.

(30)

Selanjutnya pendekatan kedua yaitu pendekatan psikologis. Pendekatan ini

menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama konsep sikap dan

sosialisasi untuk menjelaskan perilaku pemilih13

Oleh karena itu, pendekatan psikologis menentukan pada tiga aspek

psikologis sebagai kajian utama, yaitu: ikatan emosional pada suatu partai politik,

orientasi terhadap isu-isu, dan orientasi terhadap kandidat. Identitfikasi partai atau

ikatan emosional pada suatu ikatan partai politik diartikan sebagai keyakinan yang

diperoleh dari orang tua dimasa muda dan dalam banyak kasus, keyakinan

tersebut tetap membekas sepanjang hidup, walaupun semakin kuat atau memudar

selama masa dewasa.

. Faktor psikologis pemilih

merupakan obyek yang menjadi sasaran untuk mempengaruhi perilaku pemilih

seseorang.

14

Pendekatan psikologis ini merujuk kepada persepsi pemilih atau

partai-partai politik yang ada atau adanya korelasi atau keterikatan emosional pemilih

terhadap partai-partai politik tertentu. Konkritnya, partai-partai politik yang secara

emosional dirasakan sangat dekat dengannya merupakan partai yang selalu dipilih

tanpa terpengaruh oleh faktor-faktor lainnya. Antara diri dan keadaan seseorang

dengan partai politik yang hendak dipilihnya (seperti identifikasi seseorang calon

pemilih dari kalangan pedagang kecil misalnya dengan citra Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai partai politik wong cilik). Dalam hal ini para

13

T.Irmayani.Loc.cit. 14

(31)

pemilih dilihat sebagai orang yang mengidentifikasikan dirinya dengan satu partai

politik tertentu.15

Pendekatan ketiga yaitu pendekatan pilihan rasional. Dalam konteks

pilihan rasional ada analogi antara pasar (ekonomi) dan perilaku pemilih (politik).

Ketika pemilih merasa tidak mendapatkan keuntungan dengan memilih partai atau

calon yang sedang berkompetisi, maka ia tidak akan memilih ketika pemilu

dilaksanakan. Hal tersebut dilandaskan pada kalkulasi ekonomi, apabila

perhitungan biaya yang dikeluarkan lebih besar dengan apa yang akan

didapatkannya kelak maka jalan terbaik bagi pemilih tersebut adalah melakukan

aktivitas sehari-harinya16. Dengan kata lain, pemilih benar-benar rasional dan

sangat memiliki pertimbangan-pertimbangan khusus dalam menggunakan hak

pilihnya, pertimbangan-pertimbangan tersebut berupa apa untung dan ruginya

apabila pemilih mempergunakan hak pilihnya untuk memilih partai tertentu atau

kandidat tertentu. Hal ini dikarenakan pemilih rasional memiliki motivasi, prinsip,

pegetahuan dan informasi yang cukup, tindakan mereka bukanlah karena

kebetulan atau pun.17

2. Teori Gender

Konsep gender pertama kali diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial

dengan memberikan perbedaan antara perempuan dan laki-laki yang bersifat

lahiriah dan yang merupakan hasil dari konstruksi budaya. Pembedaan antara

laki-15

P.Anthonius Sitepu.Loc.cit.

16

T.Irmayani.Loc.cit.

17

(32)

laki dan perempuan ini bermaksud untuk membedakan ciri-ciri manusia yang

sudah tidak bisa diubah (kodrati) dan ciri-ciri manusia yang sewaktu-waktu dapat

berubah (gender). Hal yang tidak bisa diubah ini sering dianggap sebagai seks,

bagian dari manusia yang bersifat permanen, tidak dapat diubah ataupun ditukar.

Pembedaan tersebut bermaksud agar dalam memahami konsep/defenisi mengenai

gender harus terlebih dulu membedakan antara seks dan gender.

Secara historis, konsep gender pertama sekali dibedakan oleh sosiolog asal

Inggris yaitu Ann Oakley yaitu ia membedakan antara gender dan seks18

Dari pemahaman mengenai gender secara historis, maka dapat ditarik

sebuah pengertian mengenai gender tersebut. Gender adalah perbedaan peran,

perilaku, perangai laki-laki dan perempuan oleh budaya / masyarakat melalui

interpretasi terhadap perbedaan biologis laki-laki dan perempuan

. Seks

dimaknai sebagai perbedaan secara biologis yaitu yang berkaitan dengan

perbedaan jenis kelamin yang dimiliki oleh jenis kelamin tertentu (anatomi

biologis). Seks inilah yang merupakan karakteristik manusia yang bersifat kodrati,

permanen dan tidak dapat diubah. Sedangkan perbedaan secara gender identik

dengan peranan, kemampuan, dunia pekerjaan diantara perempuan dan lak-laki

dan semua itu bersifat tidak permanen, serta peranan, kemampuan, dan dunia

pekerjaan tersebut tidak bisa dipastikan dimiliki/melekat oleh salah satu jenis

kelamin, karena ini bisa dimiliki oleh perempuan dan laki-laki.

19

18

Harmona Daulay. Op.Cit. hal.3 19

Harmona Daulay. Loc.cit.

(33)

dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggungjawab pada

laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya

yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya.20

“Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat yang lainnya, maupun berbeda dari suatu klas ke klas yang lainnya”

Sedangkan defenisi konsep gender menurut Mansour Fakih adalah :

21

Teori gender ini membentuk ideologi gender yang membentuk

Mind Set masyarakat atau terjadinya Streotipe yang membenarkan adanya

perbedaan antara perempuan dan laki-laki yang akan menimbulkan rasa

ketidakadilan bagi kaum perempuan. Meluasnya ideologi gender ini

seperti tidak ada yang bisa menghalangi, hal ini didukung oleh adanya

faktor budaya patriarkhi yang dianut oleh masyarakat pada umumnya,

kerena budaya patriarkhi dianggap sebagai budaya yang didukung oleh .

Berdasarkan defenisi mengenai gender tersebut dapat dimaknai

bahwasannya gender bersifat fleksibel. Kemudian konstruksi sosial dan

budaya terhadap penciptaan perbedaan antara laki-laki dan perempuan

nantinya akan dapat dikatakan sebagai identitas gender. Identitas gender

ini biasa dikenal oleh manusia dimulai dari lingkungan keluarga, proses

belajar, dan dari lingkungan masyarakat melalui kebudayaannya.

20

Herien Puspitawati. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor: ITB Press. hal.1.

21

(34)

agama yang memang dalam agama terdapat perbedaan peran antara

laki-laki dan perempuan.

Secara umum, patriarkhi dapat didefenisikan sebagai suatu sistem

yang bercirikan laki-laki (ayah). Dalam sistem ini, laki-laki yang berkuasa

untuk menentukan22

Ketidakadilan gender sering terjadi akibat kesalahpahaman

memaknai gender, sehingga relasi antara perempuan dan laki-laki menjadi

rusak. Relasi yang terbentuk dianggap menjadikan laki-laki sebagai subjek

dan perempuan menjadi objek, yang artinya perempuan ditempatkan

sebagai manusia kelas kedua. Hal ini berimplikasi pada adanya

masalah-masalah terkait isu gender yang mengakibatkan ketidakadilan gender.

Masalah ketidakadilan gender bentuknya adalah pandangan posisi

subordinat terhadap perempuan, pandangan streotipe terhadap perempuan . Adanya budaya patriarkhi ini seakan menjadi

penyebab terjadinya disparitas gender. Padahal, gender bersifat netral

terhadap perempuan dan laki-laki. Hanya saja, budaya patriarkhi ini yang

selama ini membentuk kondisi sosial yang lebih menunjukkan peran

laki-laki. Maksud dari konsep gender disini adalah untuk menimbulkan

kesadaran kepada kaum perempuan bahwa kaum perempuan harus

bangkit, sehingga apa yang disebut dengan kesetaraan dan keadilan gender

dapat terwujud berkat perjuangan dari kaum perempuan itu sendiri.

22

(35)

dan laki-laki, beban ganda dari perempuan, marginalisasi dan kekerasan

terhadap perempuan.23

1. Teori Nurture

Dalam permasalahan yang sering muncul terkait gender yaitu

munculnya anggapan publik bahwa perempuan merupakan makhluk yang

tercipta hanya sebagai pendamping dan pelengkap dari laki-laki dengan

lingkup bagian kerja diranah domestik. Oleh karenanya masalah gender ini

secara lebih luas pada bidang politik dapat berdampak pada partisipasi

perempuan yang tidak lagi independen, melainkan sudah dimobilisasi

kaum laki-laki yang dianggap lebih mengetahui apa yang terbaik

untuknya. Partisipasi perempuan yang dipengaruhi oleh kaum laki-laki ini

sangat berpengaruh terhadap pilihan politiknya, karena perempuan

cenderung memilih untuk bergantung pada perempuan, termasuk dalam

mengikuti pilihan politik laki-laki.

Pembahasan mengenai gender, melahirkan tiga teori yaitu:

Menurut teori ini perbedaan laki-laki dan perempuan pada

hakekatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga

menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Konstruksi sosial

budaya selama ini menempatkan perempuan dan laki-laki dalam

kelas yang berbeda. Laki-laki selalu lebih superior dibandingkan

perempuan.

23

(36)

2. Teori Nature

Menurut teori nature, perbedaan laki-laki dan perempuan

adalah kodrat yang harus diterima. Perbedaan biologis memberikan

dampak berupa perbedaan peran dan tugas diantara keduanya.

Terdapat peran dan tugas yang dapat dipertukarkan, tetapi ada pula

yang tidak dapat dipertukarkan karena memang berbeda secara

kodrat alamiah.

3. Teori Keseimbangan

Selain dua teori yang bertolak belakang tersebut, terdapat teori

yang berusaha memberikan kompromi yang menekankan pada

konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan laki-laki dan

perempuan namun menuntut perlunya kerjasama yang harmonis

antara keduanya.24

Di Indonesia, gender memiliki sejarah yang panjang dengan melalui

perjuangan pergerakan perempuan di Indonesia. Perjuangan perempuan di

Indonesia mengalami fase pasang-surut seiring perubahan rezim yang selalu

berganti. Tokoh yang sangat terkenal dalam memperjuangkan gerakan perempuan

adalah R.A Kartini. Beliau merupakan tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan

perempuan, bahkan bukan hanya ingin menjadikan perempuan sebagai sosok yang

24

(37)

mandiri, melainkan sebagai sosok yang bisa ikut serta bagi kemajuan

bangsanya/masyarakatnya. Seperti apa yang ditulis oleh Kartini seperti berikut.

“Kecerdasan pikiran penduduk bumiputera tidak akan maju pesat bila perempuan ketinggalan dalam usaha itu, (yaitu) perempuan jadi pembawa peradaban”25

Selanjutnya, pemerintah memberikan perbaikan-perbaikan dengan

mengeluarkan kebijakan-kebijakan dengan maksud untuk memberikan hak untuk

dipilih dan memilih dalam pemilihan umum, salah satu kebijakan pemerintah

yaitu kebijakan affirmative action dengan memberikan batasan minimal kuota .

Dengan perjuangannya, R.A Kartini menjadi titik tolak yang

menumbuhkan semangat kaum perempuan dalam menuntut keadilan dan

kesetaraannya. Kesetaraan dan keadilan ini termasuk dalam bidang politik. Di

dalam bidang politik, khususnya pada pelaksanaan pemilihan umum perempuan

sudah mendapat pengakuan terkait hak pilihnya di bidang politik. Pengakuan

terhadap hak pilih perempuan ini dimulai dari adanya Kongres perempuan

pertamadi Yogyakarta pada tahun 1928 dan dilanjutkan dengan konvensi

mengenai hak-hak politik perempuan oleh Majelis Umum Perserikatan

Bangsa-Bangsa pada 20 Desember 1952. Hal ini merupakan awal kesadaran bagi

perempuan d Indonesia dalam bidang politik, sehingga pada tahun 1955 Indonesia

melaksanakan pemilu yang untuk pertama kali memberikan hak pilih kepada

perempuan.

25

(38)

30% keterwakilan perempuan untuk ikut serta sebagai kandidat dalam pemilihan

umum.

Selain itu, permasalahan gender yang menjadi isu hangat lainnya yaitu di

India, dimana India merupakan salah satu negara yang memiliki sejarah panjang

dalam perjuangan pergerakan perempuan. Awal perjuangan gerakan perempuan di

India dimulai setelah India meraih kemerdekaannya pada 1947 yang pada saat itu

pemerintahan Congres yang pada saat itu merupakan partai yang sedang berkuasa

akan mengupayakan memenuhi janji-janjinya yang salah satunya yaitu

mendeklarasikan UUD India mengenai kesetaraan antara perempuan dan laki-laki,

memberikan jalan bagi kaum perempuan untuk masuk ke dalam pemerintahan dan

membentuk badan-badan administrasi yang membuka kesempatan pada

perempuan.

Akan tetapi, apa yang dijanjikan pemerintah tidak sesuai dengan

kenyataannya, sehingga muncul berbagai gerakan perempuan yang gencar

menyuarakan keinginan mereka melalui kampanye-kampanye. Gerakan ini

muncul sebagai bentuk protes para kaum perempuan terhadap bentuk kekerasan

terhadap perempuan seperti yang dilakukan oleh gerakan Shahada pada akhir

tahun 1960-an. Dari sejarah pergerakan perempuan di Indonesia dan India dapat

disimpulkan bahwasannya sejarah kaum perempuan di kedua negara dimulai dari

keinginan untuk memperoleh keadilan dan keseteraan serta kesempatan yang

sama seperti apa yang diperoleh oleh kaum laki-laki. Oleh karena itu, kaum

(39)

apa yang seharusnya kaum perempuan dapatkan, yaitu kedudukan yang sama

dengan laki-laki sebagai sesama makhluk Tuhan yang tidak perlu dibedakan

kedudukannya.

Alasan penulis memakai teori gender ini sebagai landasan untuk

menjawab permasalahan dalam tema perilaku perempuan dalam pemilu legislatif

2014 yaitu teori gender sangat penting untuk dideskripsikan. Karena di dalam

melakukan pembahasan mengenai kaitannya gender dengan politik, perlu adanya

pemahaman mengenai konsep dasar gender itu, karena kata gender merupakan

kata yang sudah sering didengarkan, tetapi mengenai pemahaman akan gender itu

sendiri masih belum banyak dimengerti.

Oleh karena itu dapat diambil kesimpulan bahwasannya gender merupakan

konsepsi yang mengharapkan kesetaraan status dan peranan antara laki-lai dan

perempuan26. Kesetaraan dan keadilan gender penting untuk diperjuangkan agar

tidak terjadi bias gender, karena masih sering perempuan dianggap sebagai kaum

marjinal padahal perempuan bukan merupakan kaum yang sedikit jumlahnya.

Streotipe dan mind set yang selama ini terbentuk juga seharusnya dijawab oleh

kaum perempuan dengan kesadaran dan perjuangan mereka serta mampu

membuktikan bahwasannya perempuan mampu bekerja di dunia politik, sehingga

perempuan dan laki-laki memiliki kesetaraan peranan dan kemampuan.

26

(40)

3. Teori Psikologi Politik

Dalam memahami perilaku politik, penulis menekankan pentingnya teori

psikologi politik sebagai upaya untuk memahami tingkah laku manusia sebagai

makhluk politik. Dapat dikatakan bahwasannya perilaku politik merupakan kajian

yang termasuk dalam ranah psikologi politik, ini dikarenakan salah satu tujuan

psikologi politik adalah untuk menyusun dalil-dalil umum tentang perilaku yang

dapat membantu menjelaskan dan memprediksi peristiwa-peristiwa yang terjadi di

sejumlah situasi yang berbeda-beda27

Dalam teori psikologi politik, fenomena politik dilihat dari sudut pandang

psikologi seperti halnya dalam melihat perilaku pemilih, faktor internal

merupakan faktor utama yang harus diperhatikan. Seperti apa yang dikemukakan

oleh Martha L.Cottam dkk dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Psikologi

Politik Edisi 2” mengatakan bahwasannya orang-orang bertindak terdorong oleh .

Psikologi politik pada dasarnya memiliki cakupan yang cukup luas, ini

dapat dilihat mulai dari psikologi politik dalam melihat perilaku politik dalam

memilih/memberikan suara pada pemilihan umum hingga psikologi politik yang

berkaitan dengan adanya konflik-konflik baik nasional maupun internasional.

Dalam penulisan skripsi ini, psikologi politik dalam melihat perilaku pemilih

merupakan fokus utama yang dipilih penulis. Perilaku pemilih yang dimaksud

adalah pemilih yang berjenis kelamin perempuan. Bagi penulis, perilaku pemilih

perempuan dapat dilihat dengan bantuan teori psikologi politik.

27

(41)

faktor – faktor internal seperti kepribadian, sikap, dan identitas diri; mereka

mengevaluasi lingkungan mereka dan lingkungan orang lain melalui proses

kognitif yang menghasilkan citra-citra tentang orang lain; dan mereka

memutuskan bagaimana cara bertindak ketika faktor-faktor ini digabungkan28

Faktor-faktor internal tersebut saling memiliki keterkaitan satu dengan

yang lain. Kepribadian merupakan unsur utama yang dianggap akan

mencerminkan perilaku pemilih. Kepribadian adalah sebuah faktor psikologis

pokok yang memengaruhi perilaku politik

.

29

Adanya penilaian terhadap seseorang atau sekelompok orang ini nantinya

akan menimbulkan adanya kategorisasi sosial, yaitu adanya

pengelompokan-pengelompokan secara sosial seperti kewarganegaraan, ras, agama, dan gender.

Penciptaan kategorisasi sosial nantinya dapat membentuk stereotip di tengah

lingkungan masyarakat. Stereotip adalah keyakinan tentang atribut orang-orang

yang berada di dalam kelompok atau kategori sosial tertentu, dan seharusnya . Kepribadian ini akan memengaruhi

unsur-unsur lain dalam faktor internal manusia seperti pemikiran yang pada

akhirnya membentuk perilaku, baik perilaku sehari-hari maupun perilaku yang

berhubungan dengan politik, khususnya perilaku dalam menentukan pilihan

politiknya/memberikan suara(voting). Akan tetapi, kepribadian tersebut juga

sangat dipengaruhi oleh adanya identitas sosial. Identitas sosial yang dimaksud

bagaimana seseorang mengkonsepsikan dirinya dengan melalui diri sendiri

ataupun orang lain yang menilainya.

28

Matha L.Cottam,dkk. Ibid. hal. 11. 29

(42)

merupakan sebuah konsep yang dikenal30

Menurut penulis, perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politik

dapat diketahui dengan menggunakan teori psikologi politik yang melihat perilaku

perempuan berdasarkan faktor internal dari perempuan secara individu. Terkait

dengan permasalahan dalam skripsi ini yaitu permasalahan mengenai

keterwakilan perempuan yang selalu memperoleh suara yang sangat minim di . Munculnya stereotip ini dikarenakan

adanya kesalahan dari persepsi seseorang terhadap orang lain, atau suatu

kelompok terhadap kelompok lain, hal ini merupakan bagian dari konsekuensi

mengkategorikan orang-orang ke dalam kelompok yang karakteristiknya tidak

dimiliki oleh orang tersebut.

Oleh karena itu, dalam psikologi politik adanya faktor internal seperti yang

dijelaskan pada paragraf sebelumnya merupakan faktor utama bagi teori psikologi

politik dalam membentuk perilaku pemilih. Seperti halnya dalam membahas

perilaku pemilih perempuan, faktor internal dari pemilih perempuan merupakan

bagian yang paling berperan penting dalam membentuk perilaku perempuan

dalam menentukan pilihan politiknya. Kepribadian dan sikap perempuan tentu

berbeda dengan laki-laki ditambah lagi dengan adanya pengaruh identitas sosial

yang sering membentuk streotip di tengah masyarakat. Pembentukan stereotip

dalam hal perilaku perempuan sebagai pemilih yaitu adanya anggapan

bahwasannya perempuan tidak cocok untuk berpolitik, karena politik adalah

bagian dari dunia laki-laki (budaya patriarkhi).

30

(43)

setiap periodenya, maka penulis beranggapan bahwasannya perolehan suara dn

jumlah keterwakilan perempuan di legislatif yang sangat minim bukanlah

dikarenakan dari kebijakan pemerintah, akan tetapi yang jauh lebih vital yaitu

faktor dari pemilih perempuannya itu sendiri yang mana jumlah penduduk dan

pemilih perempuan sangatlah mendominasi, akan tetapi calon legislatif

perempuan masih juga belum memperoleh suara yang banyak. Hal ini

mengindikasikan bahwasannya perempuan lebih cenderung untuk memilih

perempuan, oleh karenanya psikologi politik sangat berguna untuk membantu

menjawab permasalahan ini.

Perempuan dianggap lebih memilih laki-laki sebagai pemimpin

dikarenakan adanya faktor dari pengaruh budaya patriarkhi yang selama ini

membentuk “mind set” perempuan bahwa memang pemimpin berasal dari

kaum laki-laki, dan kaum perempuan fungsi utamanya adalah menjadi sosok

ibu yang baik yang mengurus keluarga secara penuh. Secara faktor internalnya,

perilaku perempuan sebagai pemilih sangat ditentukan oleh kepribadian

perempuan. Kepribadian perempuan secara psikologis menganggap

bahwasannya laki-laki lebih cocok untuk memimpin dikarenakan laki-laki

dianggap mampu melindungi, mengayomi, pekerja keras, dan tidak mengambil

keputusan dengan berdasarkan hati nurani semata, hal ini dikarenakan

kepribadian perempuan yang sudah jauh terbentuk semenjak dari kecil di

(44)

melihat sosok sang Ayah sebagai pemimpin keluarga dan sosok Ibu sebagai

pengurus rumh tangga yang selalu menuruti perkataan Ayah.

Selain itu, ada satu faktor yang sangat menarik dalam melihat perilaku

perempuan sebagai pemilih yang bisa dijadikan alasan untuk menjawab

permasalahan perilaku perempuan yang cenderung tidak memilih perempuan

yaitu adanya faktor “Perempuan vs Perempuan”. Faktor mengenai “perempuan

vs perempuan” ini merupakan hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam

mengamati perilaku pemilih perempuan. Faktor ini seperti menggambarkan

adanya konflik di antara perempuan ini yang sudah lama terjadi. Pemikiran ini

dimulai sejak terbitnya buku klasik berjudul Woman vs Woman karya Tara

Roth Madden (1987), seorang pakar dan pengamat masalah perempuan AS,

Madden menyimpulkan fenomena kehidupan konflik perempuan sebagai

berikut.

Ternyata di dalam diri perempuan selama ini selalu terjadi konflik yang kritis dengan sesama jenis. Karena, perempuan seringkali merasa belum bisa menganggap perempuan sebagai makhluk yang dapat memberikan rasa aman di lingkungannya (privat dan publik). Lebih jelasnya, perempuan masih menganggap bahwa perempuan lain adalah ancaman yang membahayakan dirinya dalam karier, rumah tangga, dan pribadi. Hal tersebut yang menyebabkan perempuan lebih memilih berteman dengan laki-laki daripada dengan perempuan.31

31

(45)

Berangkat dari pemikiran besar ini, Madden menegaskan bahwa konflik

di antara perempuan ini bagaikan “fenomena gunung es”, artinya konflik yang

selama ini tampak ke permukaan hanyalah bagian kecil dari “pertempuran di

antara pertempuran”, sementara bagian kedalamnya merupakan lautan konflik

yang terselami32

Metode penelitian merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang

mempelajari bagaimana prosedur kerja mencari kebenaran

. Artinya konflik antara perempuan ini masih sangat banyak

jika ditelusuri lebih mendalam, konflik ini berakibat pada timbulnya persaingan

dan rasa tidak senang antara satu perempuan dengan perempuan yang lain.

Konflik ini tentunya sangat menguntungkan bagi kaum laki-laki terutama di

ranah politik.

Oleh karena itu, dalam melakukan penulisan ilmiah mengenai perilaku

perempuan dalam menentukan pilihan politiknya, penulis memandang

permasalahan kurangnya perolehan suara perempuan itu disebabkan oleh

pemilih perempuan itu sendiri, dan ini berarti adanya permasalahan

menyangkut faktor internal dari perempuan sebagai pemilih, inilah yang

menjadikan teori psikologi politik lebih dipilih penulis sebagai landasan teori

dalam penulisan ilmiah ini.

G. Metodologi Penelitian G.1 Metode Penelitian

33

32

Ellys Lestari Pembayun. Ibid.

33

Dra. Trisakti, MM & Dra. Sugiarti,M.Si. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender : Edisi Revisi. Malang : UMM Press. hal. 49.

(46)

menggunakan metode deskriptif dengan jenis kualitatif. Pendekatan kualitatif

adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi

yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia34. Alasan peneliti

memakai metode deskriptif adalah dikarenakan peneliti menginginkan hasil yang

mendalam mengenai perilaku perempuan dalam menentukan pilihan politiknya

khususnya dalam memilih caleg perempuan pada pemilu anggota DPRD Kota

Medan.

G.2 Lokasi Penelitian

Proses penelitian dalam rangka mencari informasi/data yang berkaitan

dengan penelitian dilakukan di daerah pemilihan (Dapil) 2 kota Medan yang

meliputi Kecamatan Medan Johor, Kecamatan Medan Maimun, Kecamatan

Medan Sunggal, Kecamatan Medan Tuntungan, dan Medan Selayang.

G.5 Teknik Pengumpulan Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan (1) data primer dan (2) data skunder. (1) Data primer dalam

penelitian sering diartikan sebagai data yang diperoleh secara langsung dari

responden ataupun narasumber/informan. Adapun informan-informan yang

dimaksud adalah sebagai berikut:

34

(47)
[image:47.595.121.518.136.729.2]

Tabel.1.4 Daftar Nama Informan

No. Nama

Informan

Usia Pekerjaan Pendidikan

Terakhir

Kecamatan

1. Asmawati 53 PNS/Bendahara

PKK

SMA Medan

Tuntungan

2 Saminam Tusti

Sundari

52 Sekretaris PKK

& Ketua KPPS

Medan Sunggal

SMA Medan

Sunggal

3 Irawati 36 Sekretaris PKK SMK Medan

Selayang

4 Nani Rianti 52 PNS/Kasubbag

Keuangan/Ketua

Tim Penggerak

PKK Kelurahan

Kedai Durian

S-1 Medan Johor

5 Idah

Bintang,SE

51 PNS/Kasubbag

Pelum

S-1 Medan Johor

6 Eny Lilawati 51 PNS/Bendahara

Barang

SMA Medan

(48)

7 Sarah 23 Mahasiswi S-1 Kecamatan

Medan Johor

8 Silvia 23 Mahasiswi D-3 Kecamatan

Medan

Maimun

Sedangkan (2) data skunder sering diartikan sebagai data/informasi

tambahan yang diperoleh dari data yang bersifat kepustakaan, seperti

buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, dokumen-dokumen

penting yang berkaitan dengan masalah penelitian, seperti misalnya dokumen

yang berisi data mengenai perolehan suara calon legislatif perempuan di

periode sebelumnya, dan data keterwakilan perempuan di legislatif (DPRD

Kota Medan) baik di periode 2014 (sekarang) maupun periode sebelumnya,

dan lain-lain. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu melalui wawancara.

G.6 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data merupakan cara menganalisis data penelitian,

termasuk alat-alat statistik yang relevan untuk digunakan dalam penelitian35

35

Dr.Juliansyah Noor, S.E., M.M. Op.Cit. hal. 163.

.

(49)

menggunakan teknik analisa kualitatif. Data kualitatif adalah data yang

berhubungan dengan kategorisasi dan tidak berbentuk angka36. Analisa data

kualitatif memberikan hasil penelitian untuk memperoleh gambaran terhadap

proses yang diteliti dan juga menganalisis makna yang ada dibalik informasi,

data dan proses tersebut37

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah dimana peneliti mendeskripsikan seputar topik

permasalah yang diangkat disertai dengan alasan

ketertarikan peneliti dalam permasalahan penelitian

ini. Kemudia setelah latar belakang masalah,

dilanjutkan dengan rumusan masalah, pertanyaan

penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian, . Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu

data primer dan skunder, setelah data diperoleh kemudian diambil kesimpulan

terhadap data tersebut.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci mengenai penulisan

penelitian yang nantinya penelitian ini menjadi sebuah skripsi, maka penelitian

in dapat ditinjau ke dalam 4 bab, yaitu :

BAB 1 : PENDAHULUAN

36

Dr.Tavi Supriana. 2012. Modul Metode Penelitian Sosial. Medan: Fakultas Pertanian Program Studi Agribisnis USU. hal.44.

37

(50)

manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : PROFIL DAPIL 2 KOTA MEDAN

Pada bagian ini, peneliti memberikan deskripsi

umum mengenai lokasi dapil 2 kota Medan yang

meliputi Kecamatan Medan Johor, Kec.Medan

Sunggal

BAB III :PERILAKU PEREMPUAN DALAM

MENENTUKAN PILIHAN POLITIK PADA PEMILIHAN ANGGOTA DPRD KOTA MEDAN 2014

Bagian ini merupakan bagian vital dalam penelitian

ini dimana dalam bab ini permasalahan penelitian

akan dijawab secara jelas. Bab ini nantinya akan

berisi penyajian dan analisis data mengenai perilaku

perempuan dalam menentukan pilihan politiknya,

yaitu terkait dengan perilaku perempuan dalam

memilih calon legislatif perempuan pada pemilihan

(51)

BAB IV : PENUTUP

Bagian ini merupakan bagian terakhir dalam

penulisan skripsi ini dimana peneliti memberikan

kesimpulan terkait pembahasan dalam penelitian ini

yang juga disertai dengan saran-sara yang dapat

(52)

BAB II

PROFIL DAERAH PEMILIHAN 2 KOTA MEDAN

Pada bab ini akan mendeskirpsikan profil kecamatan-kecamatan yang ada

di dapil 2 kota Medan yang meliputi kecamatan Medan Polonia, Kecamatan

Medan Selayang, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Johor,

Kecamatan Medan Maimun, dan Kecamatan Medan Tuntungan. Profil kecamatan

yang dimaksud yaitu gambaran umum kecamatan yang terdiri dari sejarah

kecamatan, letak dan geografis, kependudukan, dan pemerintahan

2.1 Kecamatan Medan Selayang

A. Sejarah Kecamatan Medan Selayang

Sebelum menjadi kecamatan defenitif, Kecamatan Selayang terlebih

dahulu melalui proses Kecamatan Perwakilan. Sesuai dengan Keputusan Kepala

Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor: 138/402/K/1991 tentang Penetapan dan

Perubahan 10 Perwakilan Kecamatan yang merupakan pemekaran wilayah

Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal dan Medan Tuntungan dengan nama

“Perwakilan Kecamatan Medan Selayang” dengan 5 kelurahan. Dan kantor masih

menyewa bangunan rumah berukuran 6 x 12 m di Jalan Bunga Cempaka Kelurahn

Padang Bulan Selayang II. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No.50 tahun 1991 tentang pembentukan beberapa kecamatan di

(53)

Perwakilan Kecamatan Medan Selayang menjadi kecamatan defenitif yaitu

Kecamatan Medan Selayang.

B. Letak dan Geografis Kecamatan Medan Selayang

Kecamatan Medan Selyang berbatasan langsung dengan Kecamatan

Medan Tuntungan di sebelah selatan, Kecamatan Medan Sunggal di sebelah utara,

Kecamatan Medan Baru dan Medan Polonia di sebelah timur, dan Kabupaten Deli

Serdang di sebelah barat. Kecamatan Medan Selayang merupakan salah satu

Kecamatan di Kota Medan yang mempunyai luas sekitar 23,79 km2. Dilihat dari

luas wilayahnya, Kelurahan PB Selayang II memiliki luas wilayah yang terluas

yaitu sebesar 7,00 km2 dari 6 kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Selayang,

sedangkan kelurahan Beringin mempunyai lus terkecil yakni 0,79 km2.

C. Kependudukan

Karakteristik penduduk secara jenis kelamin di Kecamatan Medan

Selayang ini mayoritas dihuni oleh kaum perempuan. Untuk lebih terperinci,

(54)
[image:54.595.145.550.177.522.2]

Tabel 1.5 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Selayang Menurut Jenis

Kelamin

No Kelurahan Jenis Kelamin Jumlah

(Jiwa) Laki-Laki Perempuan

1 Sempakata 5.292 5.977 11.269

2 Beringin 3.969 4.588 8.557

3 PB Selayang II 10.622 10.851 21.473

4 PB Selayang I 5.172 5.369 10.541

5 Tanjung Sari 16.488 16.773 33.261

6 Asam Kumbang 7.982 7.974 15.956

Jumlah 49.525 51.532 101.057

Sumber : BPS Kota Medan,penduduk keadaan Desember 2013

Berdasarkan tabel 1.5 di atas dapat dilihat bahwasannya penduduk

perempuan yang paling banyak berada di kelurahan Tanjung Sari, sedangkan

keurahan Beringin memiliki jumlah penduduk perempuan yang paling sedikit.

Sedangkan dari segi agama, mayoritas penduduk Kecamatan Medan Selayang

(55)

Tabel 1.6 Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Selayang Menurut

Agama

Kecamatan/Kelurahan Islam Krist

En

Katholik Hindu Budha Kon

gfu

chu

Aliran

Keper

caya

an

Medan

Selayang

Asam

Kumbang

17.609 2.940 474 288 1.100 - 1

Tanjung Sari 27.501 10.371 1.883 277 162 - 6

PB Selayang

II

15.486 10.203 1.706 443 103 - -

Beringin 3.325 5.301 1.152 8 1 - -

PB Selayang I 7.776 4.479 634 216 30 - -

Sempakata 4.300 7.108 1.516 1 7 - -

Jumlah Selayang 75.997 40.402 7.365 1.233 1.403 - 7

(56)
[image:56.595.50.596.386.754.2]

Tabel 1.6 di atas menunjukkan agama Islam mendominasi di kecamatan

Medan Selayang, diikuti agama Kristen, Hindu, Budha, Kongfuchu, dan aliran

kepercayaan.

D. Pemerintahan

Kecamatan Medan Selayang yang dipimpin oleh seorang camat,

saat ini terdiri 6 kelurahan yang terbagi atas 63 lingkungan, 69 RW, 208

RT dan 241 blok sensus. Untuk struktur organisasi pemerintahannya

dapat dilihat sebagai berikut.

STRUKTUR ORGNISASI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

CAMAT SUTAN TOLANG LUBIS KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SEKCAM

(57)

2.2 Kecamatan Medan Johor

A. Sejarah Kecamatan Medan Johor

Kecamatan Medan Johor adalah salah satu dari Kecamatan yang berada

di Wilayah Kota Medan berad pada ketinggian 12 M dari permukaan laut, yang

sebelumnya termasuk Kecamatan Tanjung Morawa, Kecamatan Patumbak dan

Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang. Masuknya Kecamatan Medan

Johor ke Wilayah Kotamadya Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.22

Tahun 1973 tanggal 10 Mei 1973 yang luas arealnya ±3.228 Ha dan terdiri dari 10

Kelurahan.

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I

Sumatera Utara, tanggal 19 Oktober 1987 Nomor : 140/4078/K/1978 tentang

Pemekaran Kelurahan di Wilayah Kota Medan, yang salah satu diantaranya

terdapat di Kecamatan Medan Johor. Dengan demikian jumlah Kelurahan yang

tadinya hanya 10 maka setelah keluarnya SK tersebut jumlah Kelurahan di

Kecamatan Medan Johor menjadi 11 Kelurahan.

Terakhir dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor : 50 Tahun

1991, Kecamatan Medan Johor mengalami pemekaran sehingga jumlah kelurahan

menjadi 6 kelurahan, yaitu : Kelurahan Suka Maju, Kelurahan Titi Kuning,

Kelurahan Kedai Durian, Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kelurahan Gedung

Johor dan Kelurahan Kwala Bekala.

(58)

B. Letak & Geografis Kecamatan Medan Johor

Medan johor mempunyai luas sekitar 16,96 km2 dimana Kecamatan

Medan Johor berbatasan langsung dengan Kecamatan Medan Polonia di sebelah

utara, Kabupaten Deli Serdang di sebelah selatan, Kecamatan Medan Amplas di

sebelah timur, dan Kecamatan Medan Tuntungan di sebelah Barat.38

C. Kependudukan

Kecamatan Medan Johor memiliki penduduk yang berjumlah 126.667

jiwa. Jumlah penduduk paling banyak berada di Kelurahan Kwala Bekala yaitu

sebanyak 33.230 jiwa, sedangkan jumlah penduduk paling sedikit berada di

Kelurahan Kedai Durian dengan jumlah 6.788 jiwa. Sedangkan untuk komposisi

penduduk berdasarkan jenis kelamin, dari total 126.667 jiwa penduduk

Kecamatan Medan Johor terdapat 62.331 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan

64.336 perempuan. Komposisi penduduk Kecamatan Medan Johor didominasi

oleh penduduk pada kelompok umur 20-49 tahun sebanyak 6.893 jiwa

(48,86%)39

Kelurahan

[image:58.595.123.510.584.669.2]

. Untuk lebih rinci dapat dilihat menurut tabel di bawah ini.

Tabel 1.7. Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Johor Menurut Jenis Kelamin

dirinci menurut kelurahan tahun 2013 (jiwa)

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-Laki Perempuan

1. Kwala Bekala 15.963 17.267 33.230

38

Gambar

Tabel 1.1:Perempuan dalam DPR-RI 1955-2004
Tabel 1.2. Perbandingan Jumlah Anggota DPRD Kota Medan Terpilih
tabel tersebut, ada 2 dapil yang tidak memiliki anggota DRPD perempuan, yaitu
Tabel 1.3 Jumlah Pemilih (Perempuan) pada Pemilu Legislatif 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adalah dalam pemantauan terhadap penelitian berlangsung, peneliti tidak patuh dengan protokol, CUKB, Pedoman penelitian FKUH, dan aturan lain atau tidak memenuhi persyaratan KEPK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan kondisi ekologis Situ Kedaung yang meliputi sumberdaya alam dan manusia yang berada si sekitar kawasan Situ

Pada percobaan yang dilakukan jumlah cluster paling banyak pada nilai MinPts = 1 dan dimana sebuah cluster paling sedikit memiliki anggota 1 teks tweet dan

Perkembangan penduduk yang cepat dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir termasuk terumbu karang mengalami

Menyelenggarakan Konsinyering bagi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di lingkungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan mengundang PPID Pelaksana

Area penyimpanan, persiapan, dan aplikasi harus mempunyai ventilasi yang baik , hal ini untuk mencegah pembentukan uap dengan konsentrasi tinggi yang melebihi batas limit

Selanjutnya untk memberikan arah dan sasaran yang jelas serta sebagai pedoman dan tolok ukur kinerja Pengadilan Agama Pariaman diselaraskan dengan arah kebijakan

Remediasi adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk membetulkan kekeliruan yang dilakukan siswa (Sutrisno, Kresnadi, dan Kartono, 2007: 20). Kegiatan remediasi dapat