• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SUMBERDAYA PERAIRAN SITU UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI SITU KEDAUNG, KECAMATAN PAMULANG, TANGERANG SELATAN FITRIA DARMAWINSAH SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN SUMBERDAYA PERAIRAN SITU UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI SITU KEDAUNG, KECAMATAN PAMULANG, TANGERANG SELATAN FITRIA DARMAWINSAH SKRIPSI"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN SUMBERDAYA PERAIRAN SITU UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI SITU KEDAUNG, KECAMATAN PAMULANG,

TANGERANG SELATAN

FITRIA DARMAWINSAH

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Kajian Sumberdaya Perairan Situ untuk Pengembangan Ekowisata di Situ Kedaung, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang ditertibkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2010

Fitria Darmawinsah C24053573

(3)

RINGKASAN

Fitria Darmawinsah. C24053573. Kajian Sumberdaya Perairan Situ Untuk Pengembangan Ekowisata Di Situ Kedaung, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan. Di bawah bimbingan Achmad Fachrudin dan M. Mukhlis Kamal.

Situ Kedaung merupakan perairan alami yang terletak di Desa Bambu Apus, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan. Situ ini memiliki nama lain yaitu Situ Sasak atau Situ Pamulang dengan luas sekitar 8,2 hektar dan sumber air berasal dari mata air, air hujan, dan air sungai. Pemanfaatan Situ Kedaung oleh masyarakat sekitar maupun wisatawan menimbulkan dampak terhadap situ, seperti penurunan kualitas perairan dan sumberdaya perairan, pendangkalan serta penurunan volume situ.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan kondisi ekologis Situ Kedaung yang meliputi sumberdaya alam dan manusia yang berada si sekitar kawasan Situ Kedaung, mengidentifikasi lembaga/instansi pengelola yang terkait dalam pengelolaan kawasan, mengidentifikasi kesesuaian dan daya dukung kawasan dan merumuskan alternatif strategi pengelolaan untuk pengembangan ekowisata di Situ Kedaung. Penelitian ini berlangsung sejak bulan Juni sampai September 2009 di Situ Kedaung. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitas air, analisis potensi wisata, kesesuaian wisata, daya dukung kawasan dan SWOT.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kondisi fisika dan kimia Situ Kedaung masih dalam kondisi baik. Akan tetapi secara ekologis keadaan situ telah tertekan, hal ini dapat dillihat dari keberadaan biota khususnya ikan, dimana di dalam perairan tersebut jumlah ikan yang semakin sedikit dan ikan-ikan yang ditemui merupakan ikan-ikan yang dapat hidup pada kondisi perairan yang tidak begitu baik yaitu ikan nila, mujair, betutu dan sapu-sapu. Potensi kawasan Situ Kedaung mencakup kualitas air, pemandangan alam dan daya tarik flora fauna yang ada. Pengelolaan yang telah dilakukan oleh instansi/lembaga pengelola yaitu kegiatan pelestarian situ, seperti penebaran ikan, pembersihan situ, pengerukan dan pengecekan kualitas air. Instansi/lembaga yang berperan antara lain adalah Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Pamulang, Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Tangerang Selatan serta Dinas Pekerjaan Umum Sub-Dinas Pengairan Provinsi Banten. Berdasarkan indeks kesesuaian wisata, didapatkan beberapa kegiatan wisata yang dapat dilakukan di Situ Kedaung, yaitu memancing (areal 1), berperahu kayu (areal 2), bersepeda air (areal 3), duduk santai (areal 4) dan flying fox (areal 5). Daya dukung kawasan Situ Kedaung untuk kegiatan wisata adalah 409 orang/hari. Pengelolaan dan pengembangan kawasan Situ Kedaung sebaiknya menggunakan prioritas utama strategi berdasarkan pada strategi S-O (Strength-Opportunity) yang menggunakan kekuatan untuk memperoleh dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya di kawasan Situ Kedaung.

(4)

KAJIAN SUMBERDAYA PERAIRAN SITU UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI SITU KEDAUNG, KECAMATAN PAMULANG,

TANGERANG SELATAN

FITRIA DARMAWINSAH C24053573

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Kajian Sumberdaya Perairan Situ Untuk Pengembangan Ekowisata Di Situ Kedaung, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan

Nama Mahasiswa : Fitria Darmawinsah Nomor Pokok : C24053573

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui Pembimbing I

Dr. Ir. Achmad Fachrudin, MS. NIP 19640327 198903 1 003

Pembimbing II

Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc NIP 132084932

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,

Dr.Ir.Yusli Wardiatno, M.Sc NIP.19660728 199103 1 002

(6)

vi

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Sumberdaya Perairan Situ untuk

Pengembangan Ekowisata di Situ Kedaung, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan”. Disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni

2009, dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan skripsi ini, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, Januari 2010

(7)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia, rahmat dan hidayah-Nya serta kesempatan kepada penullis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayah dan Ibu serta adikku tercinta sebagai hadiah kecil yang tidak sebanding dengan doa, waktu, kesabaran, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Achmad Fachrudin, MS dan Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc. selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan selama berlangsungnya penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Ir. Sigit Haryadi, M.Sc selaku penguji tamu dan Ir. Zairion M.Sc selaku Komisi Pendidikan Program Studi MSP dalam sidang skripsi atas masukan, arahan, nasehat dan saran dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Niken TM Pratiwi M.Si. selaku pembimbing akademik atas bimbingan yang diberikan kepada penulis baik saran maupun nasehat yang bermanfaat kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

4. Bapak Rusdi atas segala bantuan dalam memberikan data mengenai Situ Kedaung.

5. Para staf Tata Usaha MSP terutama Mba Widar, Bagian Produktivitas dan Lingkungan (terutama Bu Siti, Bu Ana, Bu Wulan, Kak Budi) serta seluruh civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

6. Ikhsan, Achy, Mita, Diamond, Karo, Amir, Sjofran, Dito, Kobul, Deni, Garenk, Icha, Aul, Kiki, Farah, Ka Dita, Penghuni Wisma Rosa dan Wisma Baut, Andra, Rezkita, Silfi, Nota, Wira, Tia, Agus, Ebit, Avie, Lenny, Gita, Erys, Boli, Intan, Mecin, Pipit dan seluruh teman-teman MSP 42 dan seluruh angkatan atas doa, bantuan, dukungan, kesabaran, kerjasama dan semangatnya kepada penulis selama masa perkuliahan hingga pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

(8)

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1987, merupakan putri pertama dari pasangan Bapak Yuwirmal Zamzami dan Ibu Yunidar. Pendidikan formal pertama diawali dari TK Islam Aisyah (1993), SDN 01 Ciputat (1999), SMP Negeri 12 Jakarta (2002), SMA Negeri 46 Jakarta (2005). Pada tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB. Setelah setahun melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata Kuliah Sumberdaya Perikanan (2008/2009). Penulis juga aktif dalam organisasi sebagai staf divisi Minat dan Bakat Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) periode 2006/2007 dan staf divisi Informasi dan Komunikasi HIMASPER periode 2007/2008 serta aktif dalam komunitas tari saman “Bungong Puteh IPB”. Penulis juga aktif mengikuti seminar dan berpartisipasi dalam kepanitiaan di lingkungan kampus IPB.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul “Kajian Sumberdaya Perairan Situ Untuk Pengembangan

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 2 1.3. Tujuan ... 3 1.4. Manfaat ... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5 2.1. Situ ... 5

2.2. Sumberdaya Perairan Situ ... 6

2.3. Ekowisata ... 9

2.4. Situ Sebagai Kawasan Ekowisata ... 11

2.5. Kesesuaian dan Daya Dukung ... 12

3. METODE PENELITIAN ... 14

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 14

3.2. Pengumpulan Data ... 14

3.3. Pengamatan Kondisi Fisika-Kimia-Biologi Perairan... 16

3.4. Pengamatan Kondisi Sosial-Ekonomi Sekitar Situ ... 17

3.5. Pengambilan Contoh Responden ... 18

3.6. Analisis Data ... 19

3.6.1. Kualitas air ... 19

3.6.2. Kelimpahan plankton dan analisis keanekaragaman (H’) ... 19

3.6.3. Analisis potensi dan kesesuaian wisata ... 20

3.6.4. Analisis daya dukung wisata ... 22

3.6.5. Analisis SWOT ... 23

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1. Keadaan Umum Situ Kedaung ... 29

4.1.1. Luas dan letak ... 29

4.1.2. Sumber air dan manfaat Situ Kedaung ... 30

4.2. Karakteristik Sumberdaya Alam ... 31

4.2.1. Kualitas air ... 31

4.2.1.1. Parameter fisika ... 32

4.2.1.2. Parameter kimia ... 33

4.2.1.3. Parameter biologi ... 36

4.3. Keadaan Sosial-Ekonomi Penduduk di Kelurahan Bambu Apus ... 39

4.3.1. Jumlah dan umur penduduk ... 39

4.3.2. Mata pencaharian penduduk ... 39

4.3.3. Tingkat pendidikan penduduk ... 40

4.4. Karakteristik Sosial Ekonomi ... 41

(10)

x

4.4.1.1. Karakteristik responden masyarakat sekitar ... 41

4.4.1.2. Manfaat dan pengaruh wisata terhadap masyarakat sekitar Situ Kedaung ... 44

4.4.1.3. Aktifitas masyarakat dengan kawasan Situ Kedaung ... 45

4.4.1.4. Keterlibatan masyarakat sekitar dalam menjaga kelestarian Situ Kedaung, pengetahuan megenai istilah ekowisata dan hubungan ekowisata dengan konservasi ... 46

4.4.1.5. Aspirasi dan persepsi pedagang terhadap kegiatan wisata di Situ Kedaung ... 48

4.4.2. Karakteristik wisatawan ... 49

4.4.2.1. Karakteristik responden wisatawan ... 49

4.4.2.2. Motivasi wisatawan berkunjung ke kawasan Situ Kedaung ... 52

4.4.2.3. Persepsi wisatawan mengenai Situ Kedaung ... 54

4.4.2.4. Aktifitas wisatawan di kawasan Situ Kedaung ... 57

4.5. Instansi/Lembaga Pengelola Situ Kedaung ... 60

4.6. Potensi Wisata ... 61

4.6.1. Kualitas air ... 61

4.6.2. Pemandangan alam ... 61

4.6.3. Daya tarik flora dan fauna yang berada di sekitar kawasan Situ Kedaung ... 62

4.7. Kesesuaian Wisata ... 63

4.8. Daya Dukung ... 65

4.9. Strategi Pengelolaan Kawasan Untuk Wisata ... 67

4.9.1. Penentuan kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang kawasan Situ Kedaung ... 68

4.9.2. Analisis dan penilaian faktor internal dan eksternal ... 72

4.9.3. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE) ... 73

4.9.4. Matriks SWOT ... 75

4.9.5. Tabel rangking alternatif strategi ... 76

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

5.1. Kesimpulan ... 80

5.2. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Zonasi di kawasan ekowisata ... 12

2. Jenis data dan informasi yang dibutuhkan ... 16

3. Alat dan metode yang digunakan untuk mengukur kualitas air ... 17

4. Matriks kesesuaian untuk setiap kegiatan yang akan dikembangkan ... 21

5. Tingkat kepentingan faktor internal ... 24

6. Tingkat kepentingan faktor eksternal ... 24

7. Penilaian bobot faktor sinergis internal/eksternal ... 25

8. Skala penilaian peringkat untuk Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE) ... 26

9. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ... 26

10. Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) ... 26

11. Matriks SWOT ... 27

12. Perangkingan alternatif strategi berdasarkan matriks SWOT pada kawasan Situ Kedaung ... 28

13. Tata guna lahan di kawasan Situ Kedaung ... 29

14. Kualitas air Situ Kedaung ... 31

15. Jumlah dan sebaran umur penduduk kelurahan Bambu Apus ... 39

16. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Bambu Apus ... 40

17. Tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Bambu Apus ... 40

18. Indeks kawasan wisata di Situ Kedaung ... 63

19. Indeks keseseuaian wisata (IKW) di Situ Kedaung ... 65

20. Daya dukung kawasan Situ Kedaung ... 67

21. Tingkat kepentingan faktor internal kawasan Situ Kedaung ... 72

22. Tingkat kepentingan faktor eksternal kawasan Situ Kedaung ... 73

23. Penilaian bobot faktor strategis internal kawasan Situ Kedaung ... 73

24. Penialian bobot faktor strategis eksternal kawasan Situ Kedaung ... 73

25. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ... 74

26. Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) ... 74

27. Matriks SWOT ... 75

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram perumusan masalah ... 4

2. Peta lokasi penelitian ... 15

3 . Jenis kelamin masyarakat di sekitar kawasan Situ Kedaung ... 42

4. Kelompok umur masyarakat di sekitar kawasan Situ Kedaung ... 42

5. Tingkat pendidikan masyarakat di sekitar kawasan Situ Kedaung ... 42

6. Jenis pekerjaan masyarakat di sekitar kawasan Setu Kedaung ... 43

7. Tingkat pendapatan per bulan masyarakat di sekitar kawasan Situ Kedaung ... 44

8. Manfaat dan pengaruh wisata terhadap masyarakat di Situ Kedaung .... 45

9. Aktifitas masyarakat di Situ Kedaung ... 46

10. Keterlibatan masyarakat dalam menjaga kelestarian Situ Kedaung ... 47

11. Keuntungan yang didapat wisatawan dengan adanya pengembangan ekowisata di Situ Kedaung ... 48

12. Jenis kelamin wisatawan ... 49

13. Kelompok umur wisatawan ... 50

14. Asal wisatawan ... 50

15. Tingkat pendidikan wisatawan ... 50

16. Jenis pekerjaan wisatawan ... 51

17. Tingkat pendapatan perbulan wisatawan ... 51

18. Biaya yang dikeluarkan wisatawan untuk berwisata di Situ Kedaung ... 52

19. Motivasi wisatawan mengunjungi Situ Kedaung ... 53

20. Persepsi wisatawan (1) ... 55

21. Persepsi wisatwan terhadap fasilitas dan lingkungan di kawasan Situ Kedaung ... 56

22. Persepsi wisatawan (2) ... 57

23. Aktifitas wisatawan di Situ Kedaung (1) ... 58

24. Aktifitas wisatawan di Situ Kedaung (2) ... 59

25. Pemandangan alam di Siru Kedaung ... 62

26. Diagram mengenai posisi analisis SWOT untuk pengelolaan dan pengembangan kawasan Situ Kedaung ... 79

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Gambar lokasi penelitian ... 86

2. Alat dan bahan yang digunakan untuk pengamatan kualitas air ... 89

3. Prosedur kerja pengamatan parameter kualitas air ... 90

4. Panduan wawancara dengan pengelola Situ Kedaung ... 93

5. Panduan wawancara dengan Kecamatan Pamulang ... 94

6. Kuisioner untuk masyarakat Situ Kedaung ... 95

7. Panduan wawancara dengan masyarakat yang berdagang di sekitar kawasan Situ Kedaung ... 97

8. Kuisioner untuk wisatawan Situ Kedaung ... 98

9. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air ... 102

10. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata ... 104

11. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) ... 104

12. Kelimpahan plankton dan indeks keanekaragaman (H’) ... 105

13. Karakteristik masyarakat di sekitar kawasan Situ Kedaung ... 107

14. Karakteristik wisatawan kawasan Situ Kedaung ... 111

15. Areal/lokasi penelitian untuk ekowisata ... 116

16. Indeks kesesuaian wisata di kawasan Situ Kedaung ... 117

17. Kategori kesesuaian wisata untuk masing-masing areal/lokasi di kawasan Situ Kedaung ... 119

18. Peta kesesuaian wisata memancing di Situ Kedaung ... 120

19. Peta kesesuaian wisata perahu kayu di Situ Kedaung ... 121

20. Peta kesesuaian wisata sepeda air di Situ Kedaung ... 122

21. Peta kesesuaian wisata duduk santai di Situ Kedaung ... 123

22. Peta kesesuaian wisata flying fox ... 124

(14)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perairan situ merupakan salah satu tipe ekosistem perairan tawar tergenang dengan ukuran relatif kecil. Ukurannya yang relatif kecil mengakibatkan situ mengalami proses perubahan dan pemusnahan yang relatif cepat, terutama akibat laju pendangkalan yang tinggi karena meningkatnya gangguan di wilayah situ tersebut. Definisi situ menurut Puspita et al (2005) adalah wadah genangan air diatas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan, dengan sumber air berasal dari mata air, air hujan, dan/atau limpasan air permukaan.

Situ Kedaung merupakan perairan alami yang terletak di Desa Bambu Apus, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan. Situ Kedaung memiliki nama lain yaitu Situ Sasak atau Situ Pamulang dengan sumber air berasal dari mata air, air hujan dan air sungai. Situ ini memiliki peranan penting baik secara ekologis maupun ekonomis. Peran Situ Kedaung sebagai daerah resapan air dapat menjamin ketersediaan air tanah bagi daerah sekitarnya, yaitu pengendali banjir, irigasi, pengendap lumpur dan habitat biota perairan (Dinas Pekerjaan Umum 1999 in Sutanti 2005).

Secara ekonomis situ berperan dalam kegiatan perikanan dan pariwisata. Pada awalnya, Situ Kedaung mempunyai luas 31 hektar dan pada tahun 2007 luasan situ mengalami penyusutan menjadi sekitar 8,2 hektar (Dinas Pekerjaan Umum 2007). Situ ini memliki kedalaman 7-8 meter, akan tetapi pertengahan tahun 2003 kedalamannya berkurang menjadi 3-4 meter (Dinas Pekerjaan Umum 2007) dan kini kedalamannya menjadi < 3 meter. Penyusutan lahan ini diakibatkan oleh adanya pendangkalan karena beban masukan yang cukup besar di daerah situ dan penyusutan lahan serta adanya perubahan sebagian lahan di sekitar situ yang dialihfungsikan menjadi empang atau kolam untuk budidaya ikan maupun wisata memancing bagi pengunjung dan masyarakat setempat.

Situ Kedaung memiliki potensi wisata yang cukup besar. Panorama alam yang indah dan menarik menambah daya tarik bagi para wisatawan. Kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan adalah menikmati pemadangan situ dan sekitarnya, duduk santai dan memancing. Adanya aktifitas-aktifitas tersebut, akan

(15)

memberikan dampak secara langsung terhadap Situ Kedaung. Contoh dampaknya antara lain pendangkalan, penurunan kualitas perairan dan penurunan volume situ.

Pengelolaan yang telah dilakukan di Situ Kedaung hanya sebatas pelestarian lingkungan, seperti membersihkan situ dan kawasan sekitar situ. Akan tetapi, kegiatan tersebut tidak dilakukan secara rutin, terakhir adalah pada tahun 2007. Saat ini hanya masyarakat sekitar yang melakukan upaya pelestarian di sekitar situ, seperti pembersihan di dalam situ maupun disekitar situ.

Pengembangan ekowisata merupakan konsep kegiatan wisata yang terkait dengan alam dan budaya, karena sumberdaya dan kegiatannya tidak terlepas dari alam dan budaya, sehingga aspek kelestarian lingkungan alam dan kelestarian budaya harus diperhatikan pengelolaanya (Fandeli dan Mukhlison 2000).

Untuk itu, diperlukan upaya pengelolaan yang tepat bagi Situ Kedaung agar dapat memanfaatkan potensi yang ada secara optimal dan berkelanjutan serta dapat mengurangi dampak negatif yang dapat ditimbulkan serta menemukan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam upaya pengembangan wisata bagi kawasan wisata Situ Kedaung.

1.2. Perumusan Masalah

Situ Kedaung merupakan suatu kawasan yang memiliki fungsi penting bagi masyarakat sekitar, yang digunakan untuk beberapa kegiatan seperti perikanan, pengairan dan wisata. Kegiatan-kegiatan yang berlangsung di sekitar maupun di dalam Situ Kedaung berpotensi dalam mempengaruhi kondisi ekologis Situ Kedaung. Berikut adalah beberapa permasalahan yang terdapat di Situ Kedaung :

1. Penurunan kualitas lingkungan dan sumberdaya perairan

Situ Kedaung terletak di dekat jalan raya, pemukiman warga dan pabrik kayu. Hal itu membuat banyak terdapat sampah di pinggiran situ dan masukan limbah rumah tangga ke dalam situ, hal tersebut membuat kualitas perairan situ menurun.

2. Pendangkalan dan Penurunan Volume Situ

Pendangkalan yang terjadi di situ dipengaruhi oleh lumpur akibat erosi tanah maupun kegiatan warga sekitar situ. Tingginya aktifitas pembangunan di sekitar situ menyebabkan luasan situ semakin menyempit setiap tahunnya sehingga

(16)

berpengaruh terhadap volume air situ yang semakin menurun dan tempat resapan air pun ikut berkurang.

3. Lembaga/ instansi Pengelolaan Situ

Peranan lembaga pengelola dalam mengelola dan mengembangkan potensi yang ada di situ sangat diperlukan, akan tetapi selama ini pengelolaan belum optimal dan adanya berbagai kepentingan sehingga situ tersebut tidak hanya dikelola oleh satu lembaga melainkan terdiri dari beberapa lembaga.

Dari permasalahan-permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu pengelolaan, salah satu nya dengan ekowisata. Kegiatan ekowisata merupakan upaya untuk pengembangan kawasan situ berdasarkan pendekatan konservasi dan ekonomi sehingga kelestarian situ tetap terjaga serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, diperlukan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan wisata. Seperti potensi dan kondisi Situ Kedaung, faktor-faktor yang menjadi kelebihan dan kekurangan serta ancaman dan peluang dalam pengelolaan, sehingga didapatkan alternatif strategi pengembangan kawasan wisata Situ Kedaung yang berkelanjutan (Gambar 1).

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi potensi dan kondisi ekologis Situ Kedaung

2. Mengidentifikasi lembaga/instansi pengelola Situ Kedaung sebagai kawasan ekowisata

3. Mengidentifikasi kesesuaian dan daya dukung kawasan Situ Kedaung

4. Merumuskan alternatif strategi pengelolaan untuk pengembangan ekowisata di Situ Kedaung.

1.4. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu warga sekitar, pengusaha, dan pemerintah untuk memperoleh informasi mengenai kondisi dan potensi Situ Kedaung serta bahan pertimbangan dalam menyusun strategi pengelolaan dan pengembangan ekowisata Situ Kedaung secara optimal dan berkelanjutan.

(17)

Gambar 1. Diagram perumusan masalah Faktor alamiah Kegiatan wisata yang telah ada Kegiatan lain

Situ Kedaung

Kondisi saat ini

Strategi Alternatif Pengelolaan dan Pengembangan Situ Kedaung yang

berkelanjutan Identifikasi Potensi Sumberdaya Kajian kegiatan wisata

(18)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Situ

Situ adalah wadah genangan air diatas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan, sumber airnya berasal dari mata air, air hujan, dan/atau limpasan air permukaan (Puspita et al. 2005). Situ memiliki berbagai fungsi dan manfaat bagi berbagai makhluk hidup. Fungsi ekologis dari situ antara lain sebagai hábitat bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan, sebagai pengatur fungsi ekologis karena situ dapat menampung air tanah dan limpasan air permukaan, serta dapat menjaga sistem dan proses-proses alami seperti kelangsungan proses ekologi, geomorfologi dan geologi di alam. Selain itu, situ juga memiliki manfaat ekonomis antara lain sebagai penghasil berbagai jenis sumberdaya alam bernilai ekonomis, penghasil energi, sebagai sarana wisata dan olahraga, serta merupakan sumber air. Keberadaan situ juga sangat mempengaruhi kondisi sosial budaya masyarakat sekitar (Puspita et al. 2005).

Dari fungsi-fungsi tersebut, keberadaan danau dan situ akan terancam akibat berbagai masalah seperti eutrofikasi dan kontaminasi logam berat. Selain itu, ekosistem situ dan danau sering mengalami permasalahan dalam waktu yang bersamaan dan sulit sekali di prediksi akan tetapi permasalahan tersebut akan berkurang tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama (Brőnmark and Hansson 2002). Masalah lain yang terdapat di sekitar kawasan situ adalah tingginya pembangunan sehingga dapat menyebabkan erosi dari adanya penebangan hutan di sekitar kawasan. Sehingga menimbulkan dampak lain seperti banjir, kerugian ekonomi global, lingkungan dan masyarakat sekitar (mongabay.com).

Menurut Ubaidillah dan Maryanto (2003) situ-situ menghadapi permasalahan yang sangat kompleks yang mencakup permasalahan aspek kelembagaan, aspek hukum, aspek fisik hidrologis, aspek tata ruang dan aspek sosial kemasyarakatan. Makin tingginya tingkat kerusakan situ, serta kebutuhan terhadap keterpaduan penanganannya maka perlu ditetapkan suatu kebijakan pengelolaan situ-situ. Kebijakan ini mencakup keterpaduan, kemitraan, keseimbangan, kesejahteraan dan keberlanjutan.

(19)

2.2. Sumberdaya Perairan Situ

Sumberdaya merupakan komponen penting yang harus dimasukkan dalam pembuatan rencana pengembangan maupun pengelolaan. Pembahasan sumberdaya Situ Kedaung meliputi pembahasan keanekaragaman hayati Situ Kedaung antara lain : organisme renik (fitoplankton), ikan, tanaman air, vegetasi sekitar situ dan kualitas air. Selain itu, dibahas juga tentang lokasi, visual situ, sarana dan prasarana di kawasan situ dan lembaga yang mengelola situ.

Perubahan yang terjadi di situ dipengaruhi oleh faktor alami dan faktor manusia. Salah satu contohnya adalah perubahan vegetasi yang berada di sekitar kawasan situ. Keberadaan vegetasi di sekitar situ sifatnya penting, karena dapat menjaga kestabilan ekosistem di sekitar situ (Goldyn et al. 2008). Selain itu, keberadaan vegetasi juga dapat mempengaruhi keindahan sebuah situ.

Pengelolaan situ di daerah tropis dan temperate menggunakan pendekatan pengelolaan yang berbeda. Situ di daerah tropis lebih sensitif dibandingkan di negara temperate, untuk itu diperlukan pengelolaan yang tepat sehingga keberadaan situ tetap dalam kondisi baik. Lebih dari setengah situ yang berada di daerah tropis mengalami penurunan kualitas air hal itu dapat dipengaruhi dari masukan sungai yang telah mengalami penurunan kualitas air sehingga situ ikut terkena dampaknya (Lewis 2000). Pengelolaan situ dan waduk menggunakan pendekatan perspektif biofisik. Pengelolaan dilakukan dengan melihat dari segi ekologi maupun ekonomi. Biasanya nilai sosial budaya dari situ itu sendiri tidak begitu diperhatikan. Pertama kali yang dilakukan dalam pengelolaan situ adalah dengan melihat keadaan situ kemudian keadaan dari lingkungan sekitar situ (Klessig 2001).

Ekowisata atau wisata yang berbasis ekologi, merupakan bagian dari wisata yang tetap memperhatikan kondisi ekologi dan sosial dari suatu kawasan wisata. Ekowisata bertanggung jawab dalam meminimalisasi aspek negatif dari wisata konvensional yang semata-mata hanya melihat suatu perjalanan wisata dari segi ekonomi dan tetap menjaga budaya masyarakat sekitar kawasan ekowisata (Ryngnga 2008). Untuk pengembangan ekowisata dan upaya konservasi perairan, diperlukan melihat beberapa parameter kunci seperti kualitas air yang merupakan hal utama dan berpengaruh terhadap nilai keindahan perairan serta keberlangsungan hidup biota yang terdapat didalam situ.

(20)

Parameter fisika yang dianalisis antara lain : suhu, kecerahan, warna, bau dan TSS (Padatan tersuspensi total atau Total Suspended Solid). Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman badan air. Suhu sangat berperan dalam mengendalikan ekosistem perairan. Perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi (Wetzel 2001).

Di danau yang dangkal, morfometrik dan kondisi iklim berhubungan dengan tingkatan trofik dan kecerahan, sehingga terjadi pengadukkan dan menyebabkan naiknya ukuran transparansi air akibat partikel tersuspensi dari sedimen dan nutrien (Cristofor et al. 1994). Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, padatan tersuspensi dan ketelitian orang yang melakukan pengukuran (Effendi 2003).

Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya (true colour) dan warna tampak (apparent colour). Pada penentuan warna sesungguhnya, bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi (Effendi 2003).

Aroma atau bau bersifat “chemical senses” karena merupakan suatu kontak langsung bahan air sampel dengan receptor cell yang terletak di hidung. Mekanisme kerja receptor cell ini belum terungkap dengan baik. Oleh karena itu penilaian aroma atau bau ini sangat relatif. Senyawa organik dan anorganik yang ada diperairan sangat berpengaruh terhadap aroma atau bau.

Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid/TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi berdiameter>1µm yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 µm (Effendi 2003).

Parameter kimia yang dianalisis antara lain: DO, BOD, pH, N total dan P total. Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut merupakan indikator penting bagi proses–proses kimia dan biologi. Oksigen di perairan berasal dari difusi udara maupun dari proses fotosintesis oleh organisme nabati seperti fitoplankton dan tumbuhan air. Difusi oksigen dari

(21)

atmosfer ke air bisa terjadi secara langsung pada kondisi air diam (stagnant) atau pergolakan massa air akibat adanya arus (Wetzel 2001).

Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (Biochemical Oxygen Demand/BOD) merupakan gambaran kadar bahan organik yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Davis and Cornwell 1991 in Effendi 2003).

Nilai pH didefinisikan sebagai negatif logaritma dan konsentrasi ion hidrogen. pH sering juga dipakai sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan air sebagai lingkungan hidup, walaupun baik buruknya suatu perairan itu tergantung pula dari faktor lain (Wetzel 2001).

Nitrogen merupakan senyawa yang banyak terdapat di atmosfer. Nitrogen tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh organisme perairan. Pemanfaatan nitrogen oleh organisme perairan harus melalui proses fiksasi terlebih dahulu. Nitrogen anorganik terdiri atas amonia (NH3), amonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3), dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas (Goldman & Horne 1983). Nitrogen berpengaruh terhadap produktivitas suatu perairan. Dan merupakan faktor pembatas selain fosfat. Penyebaran nitrogen di situ dapat terjadi secara cepat (Wetzel 2001).

Fosfor total menggambarkan jumlah fosfor baik berupa partikulat maupun terlarut, berupa anorganik maupun organik. Diperairan, bentuk dari unsur fosfor secara terus menerus berubah akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan (algae bloom) (Mackkereth et al. 1989 in Effendi 2003).

Indikator biologis dalam mencakup berbagai kelompok organisme mikro (bakteri, jamur, mikroalgae, protozoa) ataupun organisme makro (makrofita, serangga, moluska, cacing, ikan). Tapi umumnya satu spesies pendugaan kualitas air hanya menggunakan satu kelompok komunitas, yaitu plankton, perifiton, mikrobentos (mikrozoobentos), makrobentos (makrozoobentos) atau ikan (Loeb dan Spacie 1994 in Ubaidillah & Maryanto 2003).

Perubahan terhadap kualitas perairan erat kaitannya dengan potensi perairan ditinjau dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton. Fitoplankton dapat dijadikan

(22)

indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan suatu perairan serta merupakan penyumbang oksigen terbesar didalam perairan (Fachrul et al. 2005). Pencemaran dapat mengubah struktur ekosistem dan mengurangi jumlah spesies dalan suatu komunitas sehingga keragamannya berkurang. Dengan demikian indeks keragaman ekosistem yang tercemar selalu lebih kecil daripada ekosistem alami. Diversitas suatu perairan biasanya dinyatakan dalam jumlah spesies yang terdapat di tempat tersebut. Semakin besar jumlah spesies maka semakin besar pula diversitasnya. Hubungan antara spesies dengan jumlah individu dapat dinyatakan dengan indeks diversitas (Astirin et al. 2001).

Tanaman air yang umumnya banyak dijumpai di perairan danau adalah eceng gondok. Eceng gondok merupakan salah satu tumbuhan air yang berpotensi menjadi gulma. Keberadaan eceng gondok yang tumbuh subur diperairan dapat menyulitkan laju transportasi di perairan dan mengganggu perikanan. Perairan yang tertutup lapisan eceng gondok, kandungan oksigennya sangat rendah dan mendekati nol meskipun di permukaan (Masifwa et al. 2001).

E.coli merupakan suatu bakteri pathogen yang dapat membawa penyakit

kedalam tubuh manusia. Bakteri ini ditemukan pada usus dan kotoran manusia maupun hewan, yang dapat menyebabkan diare pada manusia. Bakteri dapat masuk ke perairan melalui aliran sungai serta limpasan air hujan. Kelimpahan bakteri akan semakin tinggi pada kawasan yang banyak dipengaruhi daratan dan pada saat hujan. Keadaan itu disebabkan oleh konsentrasi materi organik, perubahan salinitas, suhu maupun intensitas cahaya (Lalibertet & Grimes 1982). Dengan banyaknya zat organik (kotoran manusia dan hewan) yang dibuang ke lingkungan perairan, maka perairan tersebut akan semakin tercemar yang biasanya menimbulkan bau yang menyengat sehingga dapat mengurangi estetika lingkungan (Warlina 2004).

2.3. Ekowisata

Ekowisata memiliki beragam definisi namun, pada dasarnya memiliki konsistensi di dalam isinya, yaitu konsep keberlanjutan. Beberapa pandangan melihat ecotourism sebagai suatu kegiatan atau perilaku wisatawan dalam melakukan perjalanan, seperti yang didefinisikan oleh Ceballos-Lascurain (1987) in Fandeli dan Muchlison (2000) yaitu perjalanan ke tempat alami yang relatif belum

(23)

terganggu dan terpolusi, dengan tujuan spesifik untuk belajar, mengagumi pemandangan alam dengan tumbuhan dan satwa liar serta budaya yang ada di tempat tersebut. Kepariwisataan merupakan sumber devisa negara yang potensial. Untuk itu dibutuhkan pengelolaan yang berkelanjutan (Garrod 1998). Dalam perkembangan kepariwisataan secara umum, muncul pula istilah susteinable tourism atau wisata berkelanjutan. Wisata berkelanjutan dipandang sebagai suatu langkah untuk mengelola semua sumberdaya yang secara sosial dan ekonomi dapat dipenuhi dengan memelihara integritas budaya, proses ekologi yang mendasar, keragaman hayati dan unsur-unsur pendukung kehidupan (Urquico 1998 in Razak 2008).

The International Ecotourism Society in Fandeli dan Muchlison (2000)

mendefinisikan ecotourism sebagai penyelenggaraan kegiatan yang bertanggung jawab ke tempat-tempat alami, yang mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Ditinjau dari segi pengelolaan ekowisata dapat didefinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara ekonomi berkelanjutan, yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (Fandeli dan Muchlison 2000).

Ekowisata bukan merupakan wisata berpetualang maupun wisata alami, akan tetapi lebih menawarkan kondisi dari wisata. Didalam ekowisata semua pihak bekerja sama, fokus dalam keberlanjutan dan terdapat program edukasi (Bjork 2000).

Ekowisata juga diyakini beberapa pihak memiliki kemampuan untuk membangun pariwisata yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Hal-hal yang mendukung penyataan tersebut adalah: (1) Ekowisata sangat bergantung pada kualitas sumber daya alam, peninggalan sejarah dan budaya; (2) Ekowisata meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya; (3) Ekowisata memprioritaskan partisipasi masyarakat, sebagai salah satu prinsip dalam mencapai keberlanjutan (Wall 1997).

Perkembangan ekowisata berbeda dengan perkembangan wisata yang kebanyakan dalam ukuran skala kecil, bertanggung jawab terhadap lingkungan dan memiliki pasar tertentu, setidaknya untuk kalangan muda (Boyd & Bulter 1996).

(24)

Dalam upaya mencapai tujuan maka penerapan ekowisata sebaiknya mencerminkan tiga prinsip utama (Fandeli dan Muchlison 2000), yaitu prinsip konservasi, partisipasi masyarakat dan ekonomi. Selain ketiga prinsip tersebut, produk ekowisata juga harus mencerminkan dua prinsip pendukung lainnya, yaitu prinsip edukasi dan wisata. Kegiatan ekowisata juga akan memberikan dampak pada suatu kawasan, untuk itu diperlukan pengelolaan agar dapat meminimalisasi dampak kerjasama antara para pihak pengelola, masyarakat sekitar dan para pengunjung.

Wisatawan adalah setiap orang yang berpergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungannya itu (Instruksi Presiden No.9 Tahun 1969 in Yoeti 2000). Berdasarkan pengetahuan dan motivasinya dalam kegiatan wisata, wisatawan dapat dibedakan menjadi dua ketgori, yaitu wisatawan biasa dan wisatawan ekowisata. Ekowisatawan atau wisatawan ekowisata dapat diartikan seseorang yang memilih alam sebagai tujuan wisata di kawasan yang alami (Holden & Sparrowhawk 2002). Berdasarkan minatnya tersebut, ekowisatawan dapat dibedakan menjadi beberapa tipe (Hakim 2004) sebagai berikut:

a. Hard core nature tourist, yaitu peneliti atau anggota tur/perjalanan yang memang kegiatannya untuk pendidikan alam atau penelitian.

b. Dedicated nature tourist, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan, terutama untuk mengunjungi atau melihat kawasan-kawasan lindung. Selain itu mereka ingin mengetahui keindahan lanskap dan kekayaan hayati serta budaya lokal.

c. Mainstream nature tourist, yaitu wisatawan yang ingin mendapatkan pengalaman yang lain daripada yang telah didapatkan sebelumnya dengan menjelajahi alam yang belum pernah dijamah atau dikunjungi sebelumnya. d. Cassual nature tourist, yaitu wisatawan yang menginginkan pengalaman

menikmati alam sebagai bagian dari perjalanan yang besar.

2.4. Situ Sebagai Kawasan Ekowisata

Situ memiliki nilai ekonomis yang dapat digunakan sebagai sarana wisata dan olahraga (Puspita et al. 2005), karena keberadaan situ identik dengan keberadaan air, kawasan hutan dan pemandangan alam yang indah maka dengan pengelolaan dan

(25)

tata ruang yang baik dapat digunakan sebagai kawasan ekowisata. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama, yaitu keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Khan 2003 in Razak 2008).

Kawasan ekowisata sebagian besar memanfaatkan potensi sumberdaya alam sebagai daya tarik wisata. Sistem zonasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi sumberdaya alam dan mempermudah pelaksanaan pengelolaan. Menurut Yulianda (2007), zonasi ekowisata dapat ditentukan sebagai zona inti, zona khusus, zona penyangga, zona pemafaatan (Tabel 1).

Tabel 1. Zonasi di kawasan ekowisata

No Zona Tujuan Keterangan

1. Zona inti (10-20%)

Melindungi satwa dan ekosistem yang sangat rentan

Dilarang untuk masuk ke dalam

2. Zona khusus (10-20%)

Pemanfaatan terbatas dengan tujuan khusus (peneliti, pencinta alam, petualang, dll)

Jumlah pengunjung terbatas dengan ijin dan aturan-aturan khusus agar tidak menimbulkan gangguan terhadap ekosistem 3. Zona

penyangga (40-60%)

Sebagai kawasan penyangga yang dibuat untuk perlindungan terhadap zona-zona inti dan khusus.

Dapat dimanfaatkan terbatas untuk ekowisata dengan batasan miunimal gangguan terhadap zona inti dan khusus.

4. Zona Pemanfaatan (10-29%)

Pengembangan kepariwisataan alam, termasuk pengembangan fasilitas-fasilitas wisata alam

Persyaratan: kestabilan bentang alam dan ekosistem, resisten terhadap berbagai kegiatan manusia yang berlangsung di dalamnya

Sumber: Modifikasi Yulianda (2007)

2.5. Kesesuaian dan Daya Dukung

Setiap daerah mempunyai kemampuan tertentu untuk menerima wisatawan, yaitu yang disebut dengan daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan dinyatakan dalam jumlah wisatawan per satuan luas persatuan waktu. Tetapi baik

(26)

luas maupun waktu umumnya tidak dapat dirata-ratakan, karena penyebaran wisatawan dalam ruang dan waktu tidak merata (Soemarwoto 2004).

Menurut Soemarwoto (2004), daya dukung lingkungan pariwisata dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu tujuan wisatawan, faktor lingkungan biofisik lokasi pariwisata dan sikap wisatawan. Daya dukung badan air yang digunakan untuk pariwisata dan dipengaruhi oleh luas dan volume badan air dan gerak air. Misalnya, sebuah danau yang luas, dalam, pencampuran air yang baik dan pergantian air yang cepat mempunyai daya dukung yang lebih besar dari pada danau yang sempit, dangkal, airnya tenang dan mengalami pergantian air yang pelan. Hal ini disebabkan karena di danau dengan volume air yang besar yang tercampur oleh gelombang atau arus dan cepat diganti, zat pencemar akan mengalami pengenceran dan terbawa keluar danau oleh adanya aliran keluar. Faktor biofisik yang mempengaruhi daya dukung lingkungan bukan hanya faktor alamiah, melainkan juga faktor buatan manusia. Misalnya, adanya perkampungan penduduk di dekat lokasi pariwisata yang limbahnya terbuang langsung atau terbawa oleh arus ke lokasi itu akan menurunkan daya dukung lingkungan pariwisata tersebut.

(27)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Situ Kedaung, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan, Banten. Peta lokasi penelitian beserta lokasi pengambilan air sampel dan areal wisata dapat dilihat pada Gambar 2. Kawasan Situ Kedaung sebagian besar dikelilingi oleh pemukiman penduduk. Lokasi pengambilan sampel kualitas air dilakukan pada tiga stasiun. Stasiun 1 merupakan daerah yang dekat dengan inlet, stasiun 2 merupakan daerah tengah dan stasiun 3 merupakan daerah dekat outlet. Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu penelitian pendahuluan yang dilakukan pada bulan Juni 2009, pengumpulan data primer dan sekunder serta analisis data dilaksanakan pada bulan Juli-September 2009.

3.2 Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan dengan melakukan wawancara dengan masyarakat maupun wisatawan serta wawancara dengan pengelola sehingga diperoleh informasi tambahan yang dapat mendukung data yang telah ada. Data-data primer yang dibutuhkan meliputi data mengenai kondisi umum Situ Kedaung, permasalahan-permasalahan dalam pengelolaan, karakteristik potensi sumberdaya alam, karakteristik pengunjung (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, intensitas kunjungan, daerah asal, persepsi dan apresiasi terhadap kawasan situ) dan tanggapan masyarakat mengenai kawasan Situ Kedaung.

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka. Studi pustaka merupakan suatu kegiatan pengumpulan data sekunder dengan cara mempelajari buku-buku laporan, penelitian-penelitian sebelumnya, peraturan-peraturan yang berlaku, peta, buku-buku penunjang dan bentuk-bentuk publikasi lainnya. Selain itu, data sekunder juga dapat diperoleh melalui informasi pendukung dari instansi terkait seperti Kecamatan Situ Kedaung dan lembaga-lembaga pengelolaan yang mengelola situ tersebut (Tabel 2).

Ga mbar 2. P eta Lo k asi P ene li ti an

(28)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

(29)

Tabel 2. Jenis data dan informasi yang dibutuhkan

No Komponen data Jenis data Sumber data Teknik pengambilan data 1 Keadaan umum kawasan Situ Kedaung

a. Luas dan letak Primer dan sekunder

Lapangan dan laporan

Observasi lapang dan studi pustaka b.Sumber air dan manfaat Situ Kedaung

Primer dan sekunder

Responden dan laporan

Studi pustaka dan wawancara c. Bentang alam Primer dan sekunder Lapangan dan Laporan

Observasi lapang dan stdi pustaka

d. Keadaan sosial dan ekonomi penduduk

di Kelurahan Pamulang Sekunder Laporan Studi pustaka 2 Karakteristik sumberdaya alam Situ Kedaung

a. Kualitas air Primer Lapangan Observasi lapang b. Flora dan Fauna disekitar Situ Kedaung Sekunder Responden dan

laporan

Studi pustaka dan wawancara 3 Karakteristik sosial-ekonomi

a. Masyarakat sekitar kawasan Situ

Kedaung Primer Responden Wawancara

b. Wisatawan Primer Responden Wawancara

c. Instansi-instansi terkait Primer Responden Wawancara

5 Potensi wisata Primer dan

sekunder

Lapangan dan laporan

Observasi lapang dan studi pustaka 6 Data kesesuaian wisata Primer Lapangan Observasi lapang 7 Data daya dukung kawasan Primer Lapangan Observasi lapang

3.3. Pengamatan Kondisi Fisika-Kimia-Biologi Perairan

Pengamatan kualitas air dilakukan secara langsung di lapangan dan laboratorium. Pengamatan langsung di lapangan dilakukan terhadap parameter warna, kecerahan, suhu, pH dan DO sedangkan yang diamati di laboratorium adalah parameter TSS, kekeruhan, BOD, Ptotal, Ntotal, plankton dan E.coli. Analisis laboratorium dilakukan di laboratorium Produktifitas dan Lingkungan Perairan, Manajemen Sumberdaya Perairan dengan mengambil sampel air di tiga titik pengamatan. Pengumpulan data kualitas air dilakukan pada tanggal 18 Juni 2009 antara pukul 07.00 WIB hingga 09.30 WIB di tiga titik lokasi yang diperkirakan dapat mewakili keadaan kawasan Situ Kedaung, dengan titik koordinat stasiun pengambilan air contoh sebagai berikut (Gambar 2):

Stasiun 1 (inlet) : 6°19'56.01" LS dan 106°44'35.28" BT Stasiun 2 (tengah) : 6°19'50.18" LS dan 106°44'29.35" BT Stasiun 3 (outlet) : 6°19'39.67" LS dan 106°44'26.04" BT

Pengambilan air contoh dilakukan secara vertikal, yaitu pada bagian permukaan dan dekat dasar perairan. Parameter kualitas air yang diamati adalah warna, kecerahan, suhu, TSS, kekeruhan, DO, BOD, Ptotal, Ntotal, pH, plankton dan

(30)

E.coli. Prosedur kerja untuk pengamatan parameter kualitas air menggunakan

referensi APHA (1998) edisi 20. Pengambilan data ikan diperoleh dengan cara wawancara terhadap 30 orang masyarakat dan wisatawan yang sedang memancing dan menjala ikan serta lembaga/instansi pengelola Situ Kedaung.

Alat dan metode yang digunakan menganalisis kualitas air dapat dilihat pada Tabel 3. Alat untuk mengambil contoh air adalah Van dorn water sampler dan alat untuk mengukur kedalaman adalah tali tambang berskala yang diberi pemberat. Pada saat pengambilan titik sampling digunakan peta dasar dan GPS (Global

Positioning System) untuk mengetahui posisi pengambilan sampel. Adapun

bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain Sulfamic acid, MnSO4, NaOH+KI, H2SO4 pekat, Na2S2O3, amylum, KmnO4, Asam Oksalat dan lugol, brucin. Gambar alat dan prosedur kerja parameter kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3.

Tabel 3. Alat dan metode yang digunakan untuk mengukur kualitas air

3.4. Pengamatan Kondisi Sosial-Ekonomi di Sekitar Situ

Pengamatan kondisi sosial-ekonomi sekitar situ dilakukan dengan pengambilan data primer dan sekunder. Metode pengambilan data sosial-ekonomi yaitu dengan cara wawancara dan penyebaran kuesioner. Panduan wawancara

No Parameter Alat Metode

Fisika

1. Warna - Visual

2. Kecerahan (m) Secchi disk

3. Temperatur (ºC) Thermometer Pemuaian

4. TSS (mg/l) Kertas filter millipore, vacuum pump, dessikator, Timbangan

Gravimetrik

5. Kekeruhan Turbidimeter Spektrofotometrik

Kimia

1. DO (mg/l) Botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer, pipet dan syringe (sebagai pengganti buret)

Winkler 2. BOD (mg/l) Botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer, buret,

plastik hitam, inkubator

Winkler

3. N total (mg/l) Spektrofotometer Brucine methode 4. P total (mg/L) Spektrofotometer Digestion 5. pH pH meter Eutech Instruments Cyberscan pH

II

Potensiometer

Biologi

1. Plankton Planktonet, botol film dan mikroskop SRC

2. E. coli

(ml/1000ml)

Botol steril MPN (Most Probable

Number) 3. Ikan Alat tulis dan perekam suara Wawancara

(31)

dengan pihak Kelurahan Bambu Apus, Kecamatan Pamulang dan instansi terkait serta lembaran kuesioner bagi pengunjung dan masyarakat, secara berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 4, 5, 6, 7 dan 8.

Alat yang digunakan untuk mengamati aspek sosial-ekonomi adalah kamera digital (untuk mengambil foto kawasan Situ Kedaung), tape recorder (untuk merekam wawancara) dan alat tulis (untuk mencatat data). Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah peta lokasi kawasan wisata Situ Kedaung, kuesioner, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Situ Kedaung dan literatur-literatur yang mendukung penelitian.

Untuk data sekunder dilakukan pengumpulan data berasal dari studi pustaka, laporan, hasil penelitian dan data penunjang lain yang berkaitan dengan masalah yang dikaji diperoleh dari perpustakaan Institut Pertanian Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Cibinong), instansi-instansi terkait dan internet

3.5. Pengambilan Contoh Responden

Penentuan responden menggunakan metode purposive sampling. Purposive

sampling yaitu anggota populasi dipilih untuk memenuhi tujuan tertentu

mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku yang didasari semata-mata dari judgement peneliti. Dengan demikian, responden yang dipilih diharapkan mampu menjawab pertanyaan yang diajukan dimana persepsi responden pada sesuatu sudah terbentuk (Fauzi 2001).

Interview atau wawancara pengunjung dilakukan dengan menggunakan metode accidental sampling yaitu proses pengambilan sampel dilakukan tanpa perencanaan, dari responden yang pertama kali dijumpai dapat dipilih dan langsung diwawancarai. Pengunjung yang menjadi responden berjumlah 30 orang yang didasarkan atas pertimbangan kemampuan responden dalam memahami dan menjawab kuesioner yang diajukan.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan pengisian kuesioner sebagai data pokok. Data ini digunakan untuk memperoleh data karakteristik pengunjung dan masyarakat, persepsi serta apresiasinya terhadap kawasan Situ Kedaung. Data-data tersebut dikumpulkan lalu dianalisa, sehingga bisa menentukan alternatif strategi dalam upaya pengelolaan Situ Kedaung.

(32)

3.6. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis kualitas air, kelimpahan plankton, kesesuaian wisata, daya dukung dan SWOT.

3.6.1. Kualitas air

Kualitas air Situ Kedaung dibandingkan dengan baku mutu kualitas air menurut PP No.82 tahun 2001 kelas 2 (Lampiran 9) dan data-data lain yang didapat dari Dinas Pekerjaan Umum serta penelitian mengenai Situ Kedaung.

3.6.2. Kelimpahan plankton dan keanekaragaman (H’)

Pencacahan organisme plankton dilakukan dengan menggunakan metode sensus, setelah terlebih dahulu diidentifikasi dengan buku identifikasi plankton (Needham 1962). Menurut APHA (1979), jumlah individu plankton per liter air dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

a A x cg V x u cg A x t V x n N Keterangan :

N = Jumlah total fitoplankton (ind/l)

n = Jumlah rataan individu yang teramati (ind) u = Ulangan (3)

Vt = Volume air tersaring (30 ml)

Vcg = Volume air dibawah coverglass ( 1 ml) Aa = Luas satu lapang pandang (20x50 mm2) Acg = Luas coverglass/ SRC (20x50mm2)

Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis biota perairan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung indeks ini adalah persamaan Shanon-Wiener (Krebs 1989).

𝐻′= 𝑃𝑖 ln 𝑃𝑖 𝑠 𝑡=1 , 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖 =𝑛𝑖 𝑁 Dimana :

H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener ni = jumlah inividu jenis ke-i

N = jumlah total individu S = jumlah genera

(33)

Menurut Stirn (1981) apabila H’ < 1, maka komunitas biota dinyatakan tidak stabil, apabila H’ berkisar 1-3 maka stabilitas komunitas biota tersebut adalah moderat (sedang) dan apabila H’ > 3 berarti stabilitas komunitas biota berada dalam kondsi prima (stabil). Semakin besar nilai H’ menunjukkan semakin beragamnya kehidupan di perairan tersebut, kondisi ini merupakan tempat hidup yang lebih baik.

3.6.3 Analisis potensi dan kesesuaian wisata

Analisis potensi mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang berada didalam maupun di sekitar Situ Kedaung. Potensi sumberdaya alam mencakup kualitas air, keindahan alam, daya tarik flora dan fauna di sekitar Situ Kedaung. Adapun sumberdaya manusia meliputi pengunjung, masyarakat sekitar dan instansi-instansi yang terkait dalam pengelolaan kawasan Situ Kedaung.

Kesesuaian mencakup kesesuaian sumberdaya atau potensi yang dikaitkan dengan luas areal bagi setiap peruntukan wisata. Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan kegiatan wisata yang dikembangkan. Persamaan yang digunakan untuk kesesuaian wisata adalah (Yulianda 2007):

IKW = Σ (Ni / Nmaks) x 100% Keterangan:

IKW : Indeks Kesesuaian Wisata

Ni : Nilai Parameter ke-I (bobot x skor)

Nmaks : Nilai maksimum dari suatu kategori wisata (bobot maksimum x skor maksimum)

Matriks kesesuaian wisata yang digunakan berdasarkan matriks kesesuaian menurut Yulianda (2007) yang telah dimodifikasi dan dibuat berdasarkan hasil studi pustaka dan subjektifitas dari pakar yang ahli dalam bidangnya. Parameter yang dimaksud adalah parameter yang berpengaruh terhadap kegiatan wisata yang akan dikembangkan di Situ Kedaung. Kegiatan yang dapat dilakukan dan dikembangkan di Situ Kedaung adalah mengelilingi Situ Kedaung dengan berjalan kaki, menggunakan perahu kayu, bersepeda air, memancing dan duduk santai. Matriks kesesuaian lahan untuk setiap kategori kegiatan yang dilakukan wisatawan di Situ Kedaung dapat dilihat pada Tabel 4.

(34)

Tabel 4. Matriks kesesuaian untuk setiap kegiatan yang akan dikembangkan

No Parameter Bobot Kategori Skor Kategori Skor Kategori Skor Kategori Skor

S1 S2 S3 N 1. Perahu kayu a. Kedalaman perairan (m) 5 2≤x≤6 3 0,3≤x<2 2 x>6 1 x<0,3 0 b. Kecepatan arus (m/s) 5 0<x≤0,15 3 0,15<x≤0,5 2 0,5<x≤0,7 1 x>0,7 0

c. Bau 3 Tidak berbau 3 Sedikit

berbau 2 berbau 1 Sangat berbau 0

d. Vegetasi yang hidup di tepi situ 1 Aren, Pinus, Meranti 3 2 dari 3 vegetasi 2 1 dari 3 vegetasi 1 Belukar tinggi 0 e. Warna

perairan 1 Hijau jernih 3

Hijau

kecokelatan 2 Cokelat 1 Hitam 0

2 Sepeda air

a. Kedalaman

perairan (m) 5 2≤x≤6 3 0,3≤x<2 2 x>6 1 x<0,3 0

b. Kecepatan

arus (m/s) 5 0<x≤0,15 3 0,15<x≤0,5 2 0,5<x≤0,7 1 x>0,7 0

c. Bau 3 Tidak berbau 3 Sedikit

berbau 2 berbau 1 Sangat berbau 0

d. Vegetasi yang hidup di tepi situ 1 Aren, Pinus, Meranti 3 2 dari 3 vegetasi 2 1 dari 3 vegetasi 1 Belukar tinggi 0 e. Warna

perairan 1 Hijau jernih 3

Hijau

kecokelatan 2 Cokelat 1 Hitam 0

3 Memancing

a.Kelimpahan ikan

5

Banyak 3 Sedang 2 Sedikit 1 Tidak ada

ikan 0

b. Jenis ikan 3 Lebih dari 4 3 3 s/d 2 2 1 1 Tidak ada

ikan 0 c. Kedalaman perairan (m) 3 2≤x≤6 3 0,3≤x<2 2 x>6 1 x<0,3 0 4 Flying fox a. Pemandangan 5 Situ, hutan, sawah 3 2 dari 3 pemandangan 2 1 dari 3 pemandangan 1 pemukiman 0 5 Duduk santai a. Lebar tepi situ (m) 5 x≥8 3 5≤x<8 2 3≤x<5 1 x<3 0 b. Pemandangan (objek view) 5 Situ, hutan, pegunungan, sungai 3 2 dari empat pemandangan 2 1 dari empat pemandangan 1 Tidak ada pemandangan 0 c. Vegetasi yang hidup di tepi situ 5 Aren, Pinus, Meranti 3 2 dari 3 vegetasi 2 1 dari 3 vegetasi 1 Belukar tinggi 0 d. Hamparan dataran 3 rumput/tanah

liat 3 lumpur 2 batu 1

Tidak ada dataran 0 e. Biota

Berbahaya 1 Tidak ada 3 1-2 jenis 2 2-3 jenis 1 >3 jenis 0

Ket : - Bobot : 5 = sangat penting; 3 = penting; 1= kurang penting

- Skor : 3 = sangat sesuai; 2 = sesuai; 1 = sesuai bersyarat; 0 = Tidak sesuai - Skor maksimum = skor pada tingkat kesesuaian tertingggi

Berdasarkan nilai indeks kesesuaian wisata tersebut maka masing-masing kegiatan wisata yang akan dikembangkan di kawasan wisata air Situ Kedaung dapat dimasukkan kedalam empat kategori, yaitu nilai IKW antara 83%-100% (sangat sesuai), IKW antara 50-<83% (sesuai), IKW antara 17-<50% (sesuai bersyarat), dan nilai IKW<17% (tidak sesuai).

(35)

Kegiatan-kegiatan wisata yang termasuk dalam kategori sesuai dan sangat sesuai merupakan kegiatan yang dapat direkomendasikan kepada pengelola untuk di kembangkan di kawasan Situ Kedaung.

3.6.4. Analisis daya dukung wisata

Daya Dukung Kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Analisis daya dukung ditujukan pada pengelolaan kawasan wisata air Situ Kedaung dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada secara lestari. Perhitungan DDK dalam bentuk persamaan (Yulianda 2007) : 𝐷𝐷𝐾 = 𝐾 𝑥𝐿𝑝 𝐿𝑡𝑥 𝑊𝑡 𝑊𝑝 Keterangan :

DDK : Daya dukung kawasan

K : Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp : Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan

Lt : Unit area untuk kategori tertentu (perahu kayu dan getek, memancing dan duduk santai)

Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari

Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu (perahu kayu dan getek, memancing dan duduk santai). Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan wisata yang sudah ada dan akan dikembangkan di kawasan wisata air Situ Kedaung (Lampiran 11). Luas area yang digunakan pengunjung dan mempertimbangkan kemampuan alam dalam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga.

Daya dukung kawasan disesuaikan dengan karakteristik sumberdaya dan peruntukannya, misalnya daya dukung untuk berperahu dengan perahu kayu ditentukan oleh kebutuhan manusia akan ruang dan kondisi air. Kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan dengan keperluan ruang horizontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh keberadaan manusia (pengunjung lain). Kegiatan berperahu kayu diasumsikan setiap orang membutuhkan luas 625 m2.

(36)

Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu kawasan (Wt) adalah lamanya waktu areal dibuka dalam satu hari yaitu sekitar 8 jam (jam 8.00-16.00). Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk mengelilingi situ dengan perahu kayu dan getek, memancing dan duduk santai (Lampiran 10).

3.6.5. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi dan digunakan untuk mengetahui atau melihat kondisi suatu objek wisata secara sistematik berdasarkan faktor internal Kekuatan (strengths) dan Kelemahan (weaknesses) dengan faktor eksternal Peluang (opportunities) dan Ancaman (threats) dengan membandingkan dengan faktor internal dan eksternal (Rangkuti 2006). Analisis data yang digunakan adalah analisis data secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap faktor-faktor internal dan faktor eksternal. Sedangkan analisis secara kuantitatif dilakukan dengan pembobotan dan pemberian rating. Penentuan berbagai faktor, bobot setiap faktor dan tingkat kepentingan setiap faktor didapatkan dari hasil wawancara dengan orang-orang yang berkompeten dibidangnya dan disesuaikan dengan kondisi di lapang.

Dari analisis SWOT akan dihasilkan matriks SWOT. Matriks ini dapat menghasilkan empat strategi alternatif. Keempat strategi tersebut adalah:

1. SO yaitu memanfaatkan seluruh kekuatan untuk memperoleh dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya

2. ST yaitu strategi menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman 3. WO yaitu strategi memanfaatkan peluang dengan cara meminimalkan kelemahan 4. WT yaitu strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan

berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Kerangka kerja analisis SWOT adalah sebagai berikut:

a. Analisis dan penilaian faktor internal dan eksternal

Penilaian faktor internal (IFE) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dengan cara mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan. Sedangkan penilaian faktor eksternal (EFE) adalah untuk

(37)

mengetahui sejauh mana ancaman dan peluang yang dimiliki dengan cara mendaftarkan semua ancaman dan peluang (David 2006).

Diawali dengan melakukan identifikasi terhadap faktor internal dan menganalisis faktor eksternal. Kemudian menentukan tingkat kepentingan tiap faktor internal maupun eksternal (Tabel 5 dan 6).

Tabel 5. Tingkat kepentingan faktor internal

Simbol Faktor kekuatan (Strength) Tingkat kepentingan

S1 Kekuatan yang sangat besar

S2 Kekuatan yang besar

S3 Kekuatan yang sedang

Sn

Faktor kelemahan (Weakness)

W1 Kelemahan yang tidak berarti

W2 Kelemahan yang kurang berarti

W3 Kelemahan yang berarti

W4 Kelemahan yang sangat berarti

Wn

Tabel 6. Tingkat kepentingan faktor ekstenal

Simbol Faktor peluang (Opportunities) Tingkat kepentingan

O1 Peluang sangat tinggi

O2 Peluang tinggi

O3 Peluang rendah

On

Faktor ancaman (Threats)

T1 Ancaman besar

T2 Ancaman sedang

T3 Ancaman kecil

Tn

Setelah itu dilakukan langkah penentuan bobot setiap variabel. Bentuk pembobotan faktor strategis internal/eksternal (Tabel 7). Bentuk pembobotan faktor strategis eksternal sama dengan pembobotan pada faktor strategis internal. Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor stategis internal dan eksternal kepada pihak pengelola. Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap

(38)

  n i xi xi 1 

jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus (Kinnear dan Taylor 1991 in Nancy 2007)

Keterangan:

α : bobot variabel ke-i xi : nilai variabel ke-i i : 1,2,3,...,n

n : jumlah variabel

Skala yang digunakan untuk mengisi kolom dalam menentukan bobot setiap faktor (David 2006), yaitu :

1. Bobot 1, jika indikator faktor horizontal kurang penting dibandingkan indikator faktor vertikal

2. Bobot 2, jika indikator faktor horizontal sama penting dengan indikator faktor vertikal

3. Bobot 3, jika indikator faktor horizontal lebih penting dibandingkan indikator faktor vertikal

4. Bobot 4, jika indikator faktor horizontal sangat penting dibandingkan indikator faktor vertikal

Tabel 7. Penilaian bobot faktor strategis internal/eksternal

Simbol faktor internal/eksternal A B C D E Total

A B C D E Total

Sumber : Kinnear dan Taylor (1991) in Prakoso (2007)

b. Pembuatan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan matriks EFE (External Factor Evaluation)

Pengaruh masing-masing variabel terhadap kondisi objek diukur dengan menggunakan nilai peringkat dengan skala 1 – 4 terhadap masing-masing faktor strategis yang dimiliki Situ Kedaung.

(39)

Skala penilaian peringkat untuk matriks faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal adalah sebagai berikut :

Tabel 8. Skala penilaian peringkat untuk Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Eksternal Factor Evaluation (EFE)

Nilai Matriks IFE Matriks EFE

Peringkat Strengths (S) Weakness (W) Opportunities (O) Threats (T) 1 Kekuatan yang kecil Kelemahan yang sangat berarti Peluang rendah, respon kurang Ancaman sangat besar 2 Kekuatan sedang Kelemahan yang

berarti

Peluang sedang,

respon rata-rata Ancaman besar 3 Kekuatan yang

besar

Kelemahan yang kurang berarti

Peluang tinggi, respon di atas rata-rata Ancaman sedang 4 Kekuatan yang sangat besar Kelemahan yang tidak berarti

Peluang sangat tinggi, respon superior

Ancaman sedikit

Nilai dari pembobotan dikalikan dengan peringkat pada setiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Matriks IFE dan matriks EFE dapat dilihat dari Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Faktor strategis

internal

Bobot Rating Skor

bobot x rating Kekuatan 1. . . Kelemahan 1. . . Total Sumber: Rangkuti (2006)

Tabel 10. Matriks External Factor Evaluation (EFE) Faktor strategis

eksternal

Bobot Rating Skor

bobot x rating Peluang 1. . . Ancaman 1. . . Total Sumber: Rangkuti (2006)

Gambar

Gambar 1.  Diagram perumusan masalah Faktor alamiah Kegiatan wisata yang telah ada  Kegiatan lain Situ Kedaung
Tabel 1. Zonasi di kawasan ekowisata
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Tabel 2. Jenis data dan informasi yang dibutuhkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil laboraturium berupa urin lengkap pada tanggal 6 Februari 2014 bakteri positif, bilirubin urin negatif, cast negatif, silinder eritrosit negatif, silinder

Sedangkan Menurut Kasmir (2018; 233) “Kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawannya, baik bersifat keuangan maupun non

Tahapan persiapan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum untuk pelaksanaan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota

Dilakukan uji kesetaraan kedua kelas dengan tujuan untuk mengetahui tidak ada perbedaan hasil belajar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen sebelum diberikan

Agar sebuah iklan dapat menarik perhatian konsumen, maka diperlukan daya tarik ( appeals ). Ada banyak daya tarik yang dapat digunakan dalam sebuah iklan. Daya

Untuk pencapaian visi tersebut pihak stmik prabumulih sudah menerapkan satu persatu sistem berbasis teknologi informasi, misalnya Sistem Akademik, Sistem Pendataan

Cakra Mata Ketiga (Ajna) ; terletak di titik antara 2 alis, berbentuk seperti Bunga Teratai transparan dengan warna dominant ungu yang memikiki 2 kelopak bunga teratai

Aura yang merupakan pancaran energi atau lapisan cahaya yang berada di luar tubuh manusia, secara tidak langsung memang sudah dapat membahasakan dampak atau efek sesuai