• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM PERKEBUNAN TEH DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM PERKEBUNAN TEH DI INDONESIA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM PERKEBUNAN TEH DI

INDONESIA

2.1. Sejarah Perkebunan Teh di Indonesia

Pengenalan tanaman teh di Indonesia dimulai sejak Andreas Cleyer tiba di Batavia di tahun 1686. Negara Indonesia yang tropis dianggap baik beberapa wilayah propinsinya untuk ditanami tanaman teh. Sedangkan untuk daerah Jawa Barat, yang mengambil porsi 45 % dari seluruh luas areal perkebunan teh Indonesia, lahan yang pertama kali ditanami adalah daerah Bandung Selatan tepatnya daerah Gunung Patuha dan Ranca Bali. Hal ini dikarenakan kondisi dan iklim daerah tersebut yang dianggap tepat oleh Junghun, ahli botani Belanda. Sampai saat ini pun masi melekat anggapan bahwa teh produksi daerah ini adalah yang terbaik. Untuk perkebunan milik swasta saja, daerah tersebut dapat menghasilkan 3669 ton per hektarnya dalam setahun.1

Gambar 2.1 Kepemilikan Kebun Teh di Kab.Bandung - Jawa Barat ( Sumber : Koleksi Penulis )

3

(2)

Perkebunan teh merupakan salah satu peninggalan penjajahan pemerintahan Belanda yang masih terlestarikan di Indonesia. Pada masa penjajahan itu, sebagian besar perkebunan tersebut adalah milik orang Belanda yang bertugas di Indonesia. Akan tetapi lambat laun kepemilikan kebun teh tersebut kebanyakan berpindah ke tangan masyarakat pribumi dan negara.

Berdasarkan kepemilikannya, perkebunan teh terbagi menjadi tiga jenis yaitu perkebunan teh negeri yang dimiliki PTP Nusantara, perkebunan swasta, dan perkebunan rakyat. Di Kab. Bandung, perkebunan teh negara menguasai 55,43 persen dari total areal, 23,3 persen perkebunan rakyat, dan 21,27 persen perkebunan swasta.

Meski menduduki peringkat kedua setelah luas perkebunan negara, perkebunan rakyat pada umumnya berskala kecil, tetapi jumlahnya banyak dan tersebar. Rata-rata perkebunan teh rakyat luasnya hanya 1 atau dua hektare saja.

Sejak lima tahun lalu, luas areal perkebunan rakyat meningkat dari luas areal perkebunan teh rakyat pada Semester I tahun 2001 seluas 3.055 hektare. Pada tahun 2005 meningkat 20,5 hektare menjadi 3.075,5 hektare.

Setiap harinya, pabrik teh masyarakat mampu mengolah empat ton pucuk daun teh, menjadi satu ton teh hijau kering. Untuk memperoleh pucuk daun, dibeli dari bandar atau petani teh rakyat senilai Rp 800,00 per kilogram. Setelah itu, dipasarkan ke kota-kota besar seperti Jakarta, kota-kota di Jawa Tengah, dan Jawa Timur

Akan tetapi teknologi perkebunan untuk petani rakyat sampai saat ini dinilai kurang mendapat perhatian. Permasalahan yang kerap muncul adalah petani teh rakyat ini masih menggunakan teknik pengolahan yang belum juga beranjak dari dulu. Karena masalah pembibitan dan perawatan yang tidak baik, akhirnya berdampak pula pada kualitas teh yang dihasilkan.

(3)

Dengan adanya masalah kekurangan hasil produksi yang dialami oleh beberapa pabrik pengolahan kini mulai dikembangkan teknologi permesinan untuk mengatasi masalah tersebut.

Beberapa perkebunan mulai mengurangi sebagian besar pekerja pemetik teh dan menggantikannya dengan mesin. Pemakaian mesin petik teh itu dilakukan untuk efisiensi biaya produksi. Perampingan dilakukan terhadap 60 persen dari para pemetik teh yang jumlahnya mencapai ribuan orang.

pengurangan pekerja itu akan dilakukan secara bertahap tanpa pemecatan massal. Para pekerja lama akan dibiarkan terus bekerja sampai memasuki usia pensiun. Adapun perekrutan pekerja baru dihentikan sama sekali. Saat ini rata-rata usia para pemetik daun teh 40-50 tahun. Perampingan dengan cara itu diharapkan tidak akan menciptakan keresahan di antara para pekerja.

Gambar 2.2 Perkebunan Teh Kebun Ciater di Kab.Subang-Jawa Barat ( Sumber : Koleksi Penulis )

(4)

2.2. Tanaman Teh

Taksonomi tanaman teh adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Pucuk Daun Teh ( Sumber : www.agroindustri.com ) • Kingdom : Plantae

• Diviso : Spermatophyte • Sub division : Angiospermae • Claas : Dicotyledoneae • Ordo : Guttiferales • Famili : Theaceae • Genus : Camelia

• Spesies : Camelia sinensis

Berbagai macam teh yang dapat ditemukan di pasaran adalah spesies teh yang sama, hanya dengan cara pengolahan yang berbeda. Untuk di daerah Indonesia, ada tiga macam teh yang diproduksi, yaitu dibagi menjadi golongan :

1. Teh hijau (green tea / unfermented tea) 2. Teh hitam (black tea / fermented tea) 3. Teh wangi (jasmine tea)

(5)

4. Teh Jepang (sencha tea)

Dari tiap golongan tersebut, setiap golongan teh memiliki beberapa jenis sebagai berikut :

1. Teh Daun

Teh daun merupakan bubuk teh yang berasal dari daun teh yang selama pengolahannya mengalami penggulungan secara sempurna. Jenis tersebut dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu :

a) Teh daun orange peko (OP) merupakan teh berbentuk gulungan, potongannya cukup panjang dan berpucuk emas panjang, terdapat banyak tulang daun muda dan lemah.

b) Pecco (P) adalah teh yang mirip dengan OP, tetapi lebih pendek, lebih kasar dan sedikit mengandung pucuk.

c) Souchon (S) merupakan jenis teh yang berbutir dan potongannya teratur. d) Pecco Souchon (PS) merupakan jenis teh yang tebal dan kasar serta potongannya pendek, terutama pada daun yang agak tua. Sifatnya berada diantara P dan S.

2. Teh Remuk/Pecah

Teh Remuk/Pecah merupakan bubuk teh yang berwarna hitam, kasar seperti pasir. Jenis teh tersebut dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu :

a) Broken Orange Pecco (BOP) merupakan jenis teh yang keriting dengan potongan halus dan teratur. Jenis ini banyak mengandung pucuk berwarna kuning emas.

b) Broken Pecco (BP) merupakan jenis teh yang lebih kasar dibandingkan BOP dan tidak mengandung pucuk sama sekali.

c) Broken Tea (BT) merupakan jenis teh yang tidak menggulung waktu penggulungan sehingga teh ini datar (pipih) seperti sisik dan potongannya kecil.

3.Teh Bubuk

Teh bubuk merupakan bubuk teh halus seperti bubuk kopi. Jenis teh tersebut dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu :

a) Fanning (F) merupakan jenis teh yang asal dan bentuknya sama seperti BT tetapi potongannya jauh lebih kecil.

(6)

b) Dust (D) atau debu teh merupakan jenis teh yang berbentuk seperti tepung.

c) Bohea atau Bui (B) merupakan jenis teh buangan yang terdiri dari batang-batang teh.

Gambar 2.4 Teh remuk dan teh bubuk ( Sumber : www.indotea.org ) Faktor-faktor yang mempengaruhi susunan kimia daun teh :

• Susunan kimia daun teh amat bervariasi menurut beberapa faktor, yaitu :

9 jenis klok,

9 variasi musim dan kondisi tanah,

9 perlakuan kultur teknis,

9 umur daun dan

9 banyaknya sinar matahari yang diterima.

• Variasi yang demikian sukar diatasi apalagi yang bersifat genetis dan alamiah. Variasi tersebut masih dapat diterima sepanjang komposisi tersebut diusahakan masih dalam keadaan sebaik-baiknya, artinya tidak berubah akibat perlakuan pengangkutan yang salah sebelum diolah.

(7)

Berikut adalah kandungan yang ada dalam komposisi teh, yaitu: a. Substansi fenol : tannin/catechin,theaflavin dan thearubigin

b. Substansi bukan fenol : Karbohidrat, substansi pektin, protein, asam amino, klorofil dan zat warna lain, asam organic, substansi resin, vitamin-vitamin serta substansi mineral.

c. Substansi aromatis : fraksi karboksilat, karbonil, netral bebas karbonil (sebagian besar terdiri atas alcohol).

d. Enzim : invertase, amylase, B – glukosidase, protease dan peroksidase. Substansi Tidak Larut

dalam air (%)

Larut dalam air (%)

Protein 16 -

Lemak 8 -

Klorofil dan pigmen lain 1.5 - Pektin 4 -

Pati 0.5 - Serat kasar, selulosa, lignin 22 - Polifenol terfermentasi - 20 Polifenol lain - 10

Kafein (theine) - 4

Gula dan getah - 3

Asam amino - 7

Mineral - 4

Jumlah 52 48

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Daun Teh Segar ( Sumber : www.indotea.org )

(8)

2.2.1 Manfaat Teh

a) Kaya akan vitamin C dan vitamin B terutama thiamin dan riboflavin yang dibutuhkan tubuh.

b) Bahan polifenol punya vitamin p aktif yang dapat membantu mengurangi kerapuhan dinding kapiler (capillary fragility) dari aliran darah, sebab vitamin p aktif mampu menstabilkan vitamin C dalam tubuh, juga menormalkan hiperfungsi kelenjar gondok.

c) Teh memiliki kemampuan mengantisipasi pengaruh yang merugikan karena aktifitas bakteri maupun hasil disentri.

Gambar 2.5 Teh hijau merupakan jenis teh yang memiliki banyak manfaat bagi peminumnya

( Sumber : www.chakratea.com ) 2.2.2 Pengolahan Daun Teh

Pengolahan teh umumnya di Indonesia ditangani oleh pabrik pengolah teh yang kapasitas produksinya dapat mencapai 20 ton per harinya. Kebanyakan pabrik perkebunan di Indonesia mengolah pucuk teh menjadi teh hitam yang memiliki pangsa pasar lebih besar walau sebagian perkebunan milik swasta dan perkebunan milik rakyat memproduksi lebih dari 80 % hasil panen teh untuk dijadikan teh hijau.

(9)

Berikut adalah proses pengolahan daun teh dari mulai pemetikan sampai pengiriman produk jadi :

Gambar 2.6 Proses Produksi / Pengolahan Daun Teh ( Sumber :Koleksi Penulis )

Untuk melaksanakan manufaktur teh, berikut adalah diagram kerja di perkebunan:

Gambar 2.7 Flow pengolahan teh ( Sumber : www.chakratea.com )

(10)

• Pengolahan Teh Hijau

Pengolahan teh menjadi teh hijau memerlukan waktu yang relatif cepat dari sejak dipetik hingga sampai ke tempat pemrosesan yaitu 2 jam. Hal ini untuk mencegah daun teh terfermentasi yang akan mengurangi kualitas teh hijau yang akan didapatkan

Gambar 2.8 Flow pengolahan teh hijau ( Sumber : www.chakratea.com )

• Pengolahan Teh Hitam

Produksi teh hitam memiliki kapasitas produksi terbesar di Indonesia, teh ini memakan proses pengeringan lebih lama dari pada waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk memanufaktur teh hijau. Dari penampakannya, teh hitam memiliki warna yang lebih tua dan aroma yang lebih kental daripada teh hijau.

(11)

Gambar 2.9 Flow pengolahan teh hitam ( Sumber : www.chakratea.com )

• Pengolahan Teh Jepang / Teh Sencha

Porsi kapasitas teh sencha umumnya hanya 15 % dari total produksi meskipun belakangan ini mulai meningkat berhubung permintaan konsumen dari Jepang yang menyukai jenis teh ini. Perawatan dan kontrol kualitas produksi teh jenis ini cenderung lebih ketat antara lain kontrol sejumlah tertentu klorofil yang ada pada pucuk daun. Untuk mencapai jumlah klorofil yang banyak, pengelola perkebunan melakukan

maintenance berupa pemasangan terpal atau tutup plastik yang dibentang di atas hamparan tanaman teh yang ada.

(12)

Gambar 2.10 Flow pengolahan teh sencha ( Sumber : www.chakratea.com ) 2.2.3 Umur Panen

Tanaman teh memiliki masa produktif dimana dapat dipetik daunnya, tidak terus menerus dapat menghasilkan pucuk daun yang banyak. Umumnya umur produktif tanaman teh dapat mencapai ratusan tahun. Meskipun dalam setahun tidak penuh dapat menghasilkan. Tanaman yang sudah tua dan tidak produktif lagi akan dicabut dan oleh masyarakat setempat dipergunakan menjadi kayu bakar.

Gambar 2.11 Tanaman teh yang sudah tidak produktif ( Sumber : Koleksi Pribadi )

(13)

Tidak produktifnya suatu tanaman teh dapat diliat dari daunnya yang meranggas dan pucuk yang berkurang. Sedangkan areal kebun yang telah dicabut tanamannya akan ditata ulang untuk menanam kembali tanaman teh yang baru.

Gambar 2.12 Penataan ulang areal perkebunan teh ( Sumber : Koleksi Pribadi )

2.2.4 Cara Panen

Cara panen dilakukan dengan 2 cara yaitu manual dan mesin. Cara manual adalah pemanfaatan tenaga pemetik yang disebar yang dikepalai 1 orang mandor petik. Panen dengan mesin adalah dengan cara penggunaan mesin pemetik teh yang dioperasikan 2 orang.

Gambar 2.13 Pemetik menggunakan gunting petik ( Sumber : Koleksi Pribadi )

(14)

• Pemetikan manual ( baik dengan tangan maupun dengan gunting petik) Kualitas pemetikan pucuk lebih terjaga, layaknya sistem tebang pilih • Pemetikan menggunakan mesin petik teh

Kualitas pemetikan pucuk agak rendah, tenaga buruh lebih sedikit

2.3 Survei Lapangan

Survei dilakukan di lokasi yang yang berbeda : • Perkebunan Ciater – PTP. Nusantara VII

Gambar 2.14 Pabrik pengolahan PTPN VII ( Sumber : Koleksi Pribadi )

• Perkebunan Dewata – Ciwidey milik PT. CHAKRA Luas area : 624 ha, Produksi : 1600 ton / tahun

Gambar 2.15 Kantor KBP CHAKRA, di daerah Cilampeni-Kopo ( Sumber : Koleksi Pribadi )

(15)

AKTIVITAS DI PERKEBUNAN TEH • Pemetikan

• Perawatan

-Penyiangan

-Pengendalian Hama & Penyakit -Pemangkasan

Gambar 2.16 Penyemprotan pestisida nabati ( Sumber : Koleksi Pribadi )

Dalam operasional pengelolaan perkebunan terdapat struktur kerja dan hirarki perkebunan. Adalah sebagai berikut :

State Manager, mengepalai sebuah areal perkebunan yang disebut estate yang kurang lebih berkisar 600 hektar

• Mandor Petik, mengontrol kualitas pemetikan pucuk daun teh

• Mandor Rawat, berfungsi melakukan perawatan / maintenance pada tanaman teh

Tiap sektor dikepalai seorang mandor besar petik beserta wakil mandor yang membawahi rata-rata 200 orang pemetik, dimana 70 % pemetiknya adalah perempuan.

(16)

Jam kerja pemetik setiap harinya adalah 7 jam ( 07.00-14.00 WIB ) Estimasi produktivitas pemetik daun teh

• Pemetik Perempuan : 40-50 kg / orang / hari • Pemetik Laki-laki : 70 kg / hari / orang / hari

Proses pemetikan pucuk dilakukan dilakukan dengan dua cara yaitu pemanenan manual dan otomatis. Pemetik daun teh rata-rata berusia 20-55 tahun, laki-laki dan perempuan. Kapasitas keranjang pucuk adalah 10 kilogram.

Gambar 2.17 Keranjang teh yang disebut jurak ( Sumber : Koleksi Pribadi )

Dari survei lapangan didapatkan flow kegiatan panen pada dua buah perkebunan tersebut. Waktu yang dicantumkan dicatat sebagai pengukur efektivitas waktu dan mencatat masa yang dibutuhkan pada tiap fasenya.

KAPASITAS PERKEBUNAN TEH

Sebuah areal perkebunan teh umumnya dibagi menjadi beberapa afdeling, yang memiliki luas sekitar 264 hektar.

Untuk melaksanakan produksi dan perawatan, satu satuan luas afdeling dibagi menjadi 7 sektor, dimana 1 sektornya berkapasitas +/- 37 ha.

(17)

Gambar 2.18 Flow panen di Kebun Ciater ( Sumber : Koleksi Pribadi )

Gambar 2.19 Flow kegiatan panen di Kebun Dewata milik PT.CHAKRA ( Sumber : Koleksi Pribadi )

Setelah diukur waktu dan masa pertahapan panennya, didapat ukuran estimasi produktivitas produksi.

(18)

Hasil individu Hasil total ( 70 % perempuan ) Hasil total perbulannya Pemetik Perempuan 50 kg 7000kg 138600 kg Pemetik Laki-laki 70kg 4200 kg 126000 kg Total 11200 kg 336000 kg

Tabel 2.2 Estimasi produktivitas panen ( Sumber : Koleksi Pribadi )

Estimasi produktivitas di atas adalah perkiraan untuk 1 afdeling perkebunan, dengan 200 orang pemetik. Hasil perkiraan di atas adalah produksi teh basah yang setelah diolah nantinya memiliki perbandingan 1:4 misalnya 4 ton teh basah dapat menghasilkan 1 ton kering kering.

KONTUR TANAH JALUR PERKEBUNAN Kondisi lapangan perkebunan teh yang ada adalah:

• Ketinggian +/- 1350-1600 meter diatas permukaan laut • Kemiringan yang cukup curam

• Medan cukup ekstrim dan berbukit-bukit • Penampang jalan berbatu-batu

(19)

Sedangkan untuk pembagian jalur perkebunan, terdapat tiga jalur yang ada yang digolongkan berdasarkan lebar jalurnya :

1. Jalur Primer

-Lebar Jalur +/- 2,5 meter

-Dapat dilalui manusia, kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat atau lebih

Gambar 2.20 Jalur primer dalam lapangan perkebunan ( Sumber : Koleksi Pribadi )

2. Jalur Sekunder

-Lebar Jalur +/- 1,5 meter

-Dapat dilalui manusia, kendaraan roda dua dan mobil kecil

Gambar 2.21 Jalur sekunder dalam lapangan perkebunan ( Sumber : Koleksi Pribadi )

(20)

3. Jalur Tersier

-Lebar jalur +/- 1 meter

-Dapat dilalui manusia dan sepeda motor

Gambar 2.22 Jalur tersier dalam lapangan perkebunan ( Sumber : Koleksi Pribadi )

Setelah didapatkan data jalur yang ada, dibuat pemetaan pengguna tiap jalur untuk menentukan batasan pemakaian jalur perkebunan yang ada.

Gambar 2.23 Denah areal perkebunan teh ( Sumber : Koleksi Pribadi )

(21)

Gambar 2.24 Jarak pertahapan panen ( Sumber : Koleksi Pribadi )

Gambar

Gambar 2.1  Kepemilikan Kebun Teh di Kab.Bandung - Jawa Barat  ( Sumber : Koleksi Penulis )
Gambar 2.2  Perkebunan Teh Kebun Ciater di Kab.Subang-Jawa Barat  ( Sumber : Koleksi Penulis )
Gambar 2.3  Pucuk Daun Teh  ( Sumber :  www.agroindustri.com  )
Gambar 2.4  Teh remuk dan teh bubuk  ( Sumber :  www.indotea.org  )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam skripsi sarjana mudanya tersebut Rohyani mengkaji variasi bentuk atap candi-candi di Jawa Tengah berdasarkan komponen atap candi, seperti: denah atap,

Oleh karena timbul panas, artinya reaksi tersebut melepaskan kalor atau reaksinya eksoterm, ini berarti kalor hasil reaksi lebih rendah dari pereaksi.. Jika reaksi itu dilakukan

Penelitian ini adalah kelanjutan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Prasetya(2012) tentang “Pemanfaatan Lumpur Sidoarjo (Lusi) Bakar untuk Beton Ringan dengan

Berdasarkan evaluasi kehadiran jemaat pada Ibadah Keluarga Sektoral (IKS) masih jauh dari yang diharapkan, maka mulai hari Rabu, 21 April 2021 Ibadah Keluarga

Analytical Hierarchy Process adalah metode keputusan multikriteria untuk pemecahan masalah yang kompleks atau rumit, dalam situasi tak terstruktur menjadi bagian-bagian

Menentukan metode penyuluhan (ceramah, tanya jawab atau diskusi) sesuai dengan jenis penyuluhan, apakah penyuluhan langsung perorangan, kelompok atau mayarakat/massa.

Uji test pembebanan pasangan bata triplet (dengan variasi warna-warna bata, mutu komposisi mortar dan beban prekompresi) di Lab, dilakukan dengan memberikan beban

Menginggat belum terdapatnya wahana rekreasi berbasis edukasi ternak sekaligus alam, Rabbit garden diproyeksikan dapat menjadi wahana rekreasi edukasi sebagai