PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL BERWIRAUSAHA DITINJAU DARI KULTUR KELUARGA, KULTUR SEKOLAH,
DAN BAKAT KEWIRAUSAHAAN
Survei: Siswa-siswa Kelas 3 SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif Di Kotamadya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Dika Mayasari
NIM: 021334121
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
MOTTO
Ya Tuhan, Anugrahilah kami rahmat dari hadirat-Mu dan
berikanlah kepada kami dalam perkara kami jalan yang benar
( Al-Quran 18:10 )
Tuhan, saya akan melewati dunia ini hanya sekali
Jadi, kebaikan dan apa saja yang baik saya bisa perbuat
Biarlah saya melakukannya sekarang saja
Jangan membiarkan saya menunda atau melalaikannya
Sebab saya tidak akan melalui jalan ini lagi
Tuhan, karunialah diriku ketentraman batin
Untuk menerima hal-hal yang takkan mungkin ku ubah
Keberanian untuk mengubah hal-hal yang bisa ku ubah
Dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaannya
Hal-hal yang benar-benar kau yakini pasti akan selalu terjadi
dan keyakinan akan suatu hal menyebabkannya terjadi
Jangan berdo’a agar hidup lebih mudah
Berdo’alah agar kita lebih kuat
Kekuatanku adalah hasil kelemahanku
Kesuksesanku adalah akibat kegagalanku
Karena setiap rintangan merupakan peluang
Untuk memperbaiki keadaan
PERSEMBAHAN
Dengan perasaan cinta dan terima kasih yang tak
terhingga saya persembahkan karya ini untuk:
Bapak Damanhuri dan Ibu Marpu’ah tercinta
yang telah memberikan do’a, cinta, kasih
sayang, serta dorongan material, dan spiritual.
De’ Dwi Aprianto yang telah memberikan do’a,
saran, kasih sayang, dan semangat.
Kasih sayang, cinta kasih, kesabaran, ketulusan,
dan pengorbanan mereka tak akan kulupa...
Almamaterku.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 2 April 2007 Penulis
Dika Mayasari
ABSTRAK
PENGARUH PELAKSANAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL BERWIRAUSAHA DITINJAU
DARI KULTUR KELUARGA, KULTUR SEKOLAH, DAN BAKAT KEWIRAUSAHAAN
Survei: Siswa-siswi Kelas 3 SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kotamadya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Dika Mayasari Universitas Sanata Dharma
2007
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah: (1) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga; (2) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah; (3) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat kewirausahaan.
Penelitian ini dilaksanakan di 6 SMK jurusan teknik mekanik otomotif di Kotamadya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan November sampai dengan Desember 2006. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas 3 SMK jurusan teknik mekanik otomotif di Kotamadya Yogyakarta, Sampel penelitian ini berjumlah 341 siswa. Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan model persamaan regresi yang dikembangkan oleh Chow.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur keluarga (ρ=0,029 < α =0,05); (2) ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur sekolah (ρ=0,047 < α =0,05); (3) tidak ada pengaruh pelaksanaan pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat kewirausahaan (ρ=0,665 > α=0,05).
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF EDUCATION AND TRAINING IMPLEMENTATION TOWARDS EMOTIONAL INTELLIGENCE ON ENTERPREUNEURSHIP
VIEWED FROM FAMILY CULTURE, SCHOOL CULTURE, AND ENTERPRENEUR TALENT
A Survey: Third Graders of Vocational Senior High School Majoring at Automotive Mechanic Technique Program, Yogyakarta Region, Province
of Daerah Istimewa Yogyakarta
Dika Mayasari Sanata Dharma University
2007
The aim of this research was to know whether or not: (1) there was some positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from family culture; (2) there was positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from school culture;(3) there was positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from entrepreneur talent.
This research was carried out in six vocational senior high schools majoring at automotive mechanic technique program, in Yogyakarta Region, The Province of Daerah Istimewa Yogyakarta from November until December 2006. The population of this research was the third graders of vocational senior high school majoring at automotive mechanic technique program in Yogyakarta Region. The samples of this research were 341 students. The technique of sampling taken was purposive sampling. The technique of data gathering used was questionnaire. The technique of data analysis used was equal regression model developed by Chow.
The results of this research showed that: (1) there was positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from family culture (ρ =0,029 < α =0,05); (2) There was positive effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viewed from school culture (ρ =0,047 > α =0,05); (3) There was no effects of education and training implementation towards emotional intelligence on enterpreuneurship viwed from entrepreneur talent (ρ =0,665 > α =0,05).
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terhadap Kecerdasan Emosional Berwirausaha Ditinjau dari Kultur Keluarga, Kultur Sekolah, dan Bakat Kewirausahaan”. Survei terhadap siswa-siswa kelas 3 SMK Jurusan Teknik Mekanik Otomotif di Kotamadya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan, semangat, dan do’a yang sangat mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sbesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo J.R, selaku Ketua Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak S. Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakata.
4. Bapak L. Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran, serta pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini sampai dengan selesai.
5. Bapak A. Heri Nugroho, S.Pd. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, serta saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Maaf sudah merepotkan bapak karena saya pingsan 2 kali saat kuliah dan terima kasih banyak telah mendengarkan cerita, tangis, dan tawa saya selama kuliah.
6. Bapak Drs. FX. Muhadi, M.Pd. selaku dosen penguji yang memberikan saran, bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mencurahkan ilmunya dengan sepenuh hati hati sehingga berguna untuk masa yang akan datang. 8. Mba’ Aris dan Pak Wawi yang telah melayani dan membantu selama
menjalankan pendidikan di Univeritas Sanata Dharma Yogyakarta.
9. Bapak Kepala SMK Negeri 2 Yogyakarta, SMK Perindustrian Yogyakarta, SMK Tamansiswa Yogyakarta, SMK Marsudi Luhur II Yogyakarta, SMK Negeri 3 Yogyakarta, SMK Bopkri 4 Yogyakarta. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian. Teima kasih banyak atas izin dan bantuannya.
10.Para Guru, Staf Karyawan, dan Siswa siswi kelas tiga Jurusan Teknik Mekanik Otomotif Tahun ajaran 2006/2007 di enam SMK Kotamadya Yogyakarta.
11.Papa (You’re my soul...makasih sudah selalu sabar dan menemaniku dalam segala keadaanku), Mama (Thanks tlah menghadirkanku di dunia ini...hidup ini banyak tikungannya...terus dampingi aku...jangan galak-galak ya...a’tut niH,Ok...), dan adikku Dwi Aprianto (Cuma kamu saudaraku di bumi ini...KEEP FIGHTING for u’r life n’ love...jalan kita masih panjang...kita harus bahagiain mama n’ papa), kalian telah memberikan doa, semangat, kasih dan cinta, serta menjadi inspirasi dan penolongku ketika aku jatuh dalam pencarian jati diriku...we are familyforever...Terima kasih semua. Luv you. 12.Ukhan Fernando (u’r my...156...makasih atas kehadirannya dalam
kehidupanku...maaf atas kebodohanku...???) dan Fahmi (kamu kisah yang tak untuk jadi nyata), terimakasih atas kehadiran kalian dalam mimpi-mimpiku...i Love you so so much guys.
13.Teman – teman seperjuanganku Bude Dewi (Ewangi’ Bu Sri masak jeng...semoga langgeng dengan pakde-della), Jeng Risa (Makasih untuk tumpangan kamar selama 1 minggu yang berat dalam hidup aku...semoga awet ma pak pol nya...salam bayangkari...!!!), dan De’ Ezti (Jo’ lali ewangi Pak Pitoyo nandur salak...thanks dah selalu jadi penolong waktu aku pingsan dan tempat berkeluh kesah...makasih dah membaptis aku di mbah gaul...we’ll
find the best man...GOD will help us). Terima Kasih buat doa, semangat, saran, dan keceriaannya selama kita berjuang menempuh hujan dan badai penyusunan skripsi ini.
14.Teman – teman seangkatanku PAK ’02, Khususnya PAK C (Dian “sastro” (thanks telah menemani perjalanan awal kuliahku n’ ngajarin naik motor...u’r still my best friend), Tante Tuti, Ima, SPT “Mpok Oneng”, Dita, Lina “ciplux” (Diet yuuukzz), Nina “kokom”, Putri, Banu, Su-Toro (ma’acih dah sabar n’ selalu nolongin aku dengan masalah tekhnologiku selama ini...moga langeng ma jeng sari), Thomas (KEEP FIGHTING), Candra, Satya, Valent, Cat (maksih mba’ dah membagi banyak pengalaman hidup untuk aku...maafin aku kalo mengecewakan dan merepotkan selama ini...we’re still friend...Ok), Tiara-Tobing, “mpok” MM, Sari, Ivon, Andre “bang roma”, Uchi, Lia, Dewi-cilik, Heri-ratna, Sigit “frater”, Terima kasih atas kebersamaan dan bantuan kalian semua. Sukses buat kalian semua kisah kita akan menjadi kenangan indah selamanya.
15.Bule’ Titi (u’r my 2nd mom), Dr. Nukek (Perjalanan kita masih panjang ya de’...jangan lelah...your love will find u), Vita (Go go girl), Tyas (i wish all the best for u), Mba’ Dina (u’r ma big sista’), Marsya (Ta’ ta’ wawat), Rizky (my pray just for u’r goodnest), Anne the’ (Kita hanya boleh takut pada tuhan), Bul-bul (moga impianmu bisa tercapai...u’r my best friend), teman-teman kost (mba’ sisil, Bun-bun “nana”, kak erni, kak yeni, kak ima, erin, reni, nurul) dan orang-orang kompleks. Terima kaih atas kebersamaannya selama ini. Maafkan...aku selalu merepotkan.
16.Eta “Tiger”(u’r ma best Friend), Yulia “kelly” (walau jauh tapi lo ngasih semangat untuk gue...I Miss You), Santi (Lo temen sejati dari kecil sampai akhir...kapan ya kita married...???), Anca, E’nde, Yudi, Desy, Agi “endut”, Renny, Halim, a’yat, Eko,...semua anggota SMUNTA di jogja..., Mba’ No, dan Mba’ Merry (working girl...sukses ya bisnisnya),n’ Mas Anto”Kanisius”. Terima kasih atas doa, semangat, keceriaan, dan dukungannya...kalian adalah teman terbaikku.
17.Seseorang yang dipilihkan Allah SWT. untukku (...where are you ?...)
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga masih perlu dikaji dan dikembangkan secara lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstuktif. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan ... 9
B. Kecerdasan Emosional Berwirausaha ... 19
C. Kultur Keluarga ... 27
D. Kultur Sekolah ... 31
E. Bakat Kewirausahaan ... 35
F. Kerangka Berfikir ... 39
G. Perumusan Hipotesis ... 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 47
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 47
C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 48
D. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 48
E. Variabel Penelitian dan Pengukuran ... 50
F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen ... 55
G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 56
H. Teknik Analisis Data ... 63
BAB IV ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 70
B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 85
C. Pengujian Hipotesis ... 87
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 91
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 102
B. Keterbatasan Penelitian ... 102
C. Saran ... 103 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Hasil Pengujian Validitas Variabel Pelaksanaan Pendidikan dan
Pelatihan... 57
Tabel 3.2 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kecerdasan Emosional Berwirausaha... 57
Tabel 3.3 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Keluarga ... 58
Tabel 3.4 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kultur Sekolah... 59
Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Variabel Bakat Kewirausahaan ... 59
Tabel 3.6 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian ... 61
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden ... 70
Tabel 4.2 Pekerjaan Orang Tua Responden ... 71
Tabel 4.3 Deskripsi Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan ... 72
Tabel 4.4 Deskripsi Kecerdasan Emosional Berwirausaha... 73
Tabel 4.5 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Power Distance... 74
Tabel 4.6 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Collectivism vs Individualism... 76
Tabel 4.7 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Masculinity vs Femininity ... 77
Tabel 4.8 Deskripsi Kultur Keluarga Pada Dimensi Uncertainty Avoidance... 78
Tabel 4.9 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Power Distance ... 79
Tabel 4.10 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Collectivism vs Individualism ... 81
Tabel 4.11 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Masculinity vs Femininity ... 82
Tabel 4.12 Deskripsi Kultur Sekolah Pada Dimensi Uncertainty Avoidance ... 83
Tabel 4.13 Deskripsi Bakat Kewirausahaan ... 84
Tabel 4.14 Hasil Pengujian Normalitas ... 86
Tabel 4.15 Hasil Pengujian Linieritas ... 86
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner ... 105
Lampiran 2 Data Induk ... 117
Lampiran 3 Validitas dan Reliabilitas ... 145
Lampiran 4 Normalitas, Linieritas, dan Regresi ... 150
Lampiran 5 Perhitungan Mean, Median, Modus, dan Standar Deviasi ... 156
Lampiran 6 Kategori KecenderunganVariabel ... 165
Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian ... 168
Lampiran 8 Tabel Statistik ... 177
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia membutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas di berbagai bidang. SDM tersebut diperlukan untuk mendukung
upaya pencapaian efisiensi dan efektifitas penyelesaian pekerjaan-pekerjaan.
Satu sektor yang dapat menjadi pendukung utama mewujudkan SDM
berkualitas adalah pendidikan, baik formal maupun non formal.
Sebagai salah satu jenjang pendidikan formal,sekolah menengah
kejuruan (SMK) bertujuan menghasilkan lulusan yang siap kerja dan
mempunyai keterampilan. Sayangnya, realitas di lapangan menunjukkan
kondisi yang tidak ideal sesuai tujuan tersebut. Jumlah lulusan SMK masih
banyak yang menganggur. Pada tahun 2004 misalnya, jumlah pengangguran
dari berbagai jenjang pendidikan untuk daerah perkotaan berjumlah 5.433.944
orang. Sedangkan untuk daerah pedesaan sebanyak 4.817.407 orang. Dari
jumlah tersebut, jumlah lulusan SMK yang menganggur untuk daerah
perkotaan berjumlah 906.845 orang. Sedangkan jumlah pengangguran lulusan
SMK dari daerah pedesaan berjumlah 347.498 orang (BPS,2004: 264,267).
Berdasarkan data-data tersebut tampak jelas bahwa kemampuan pihak SMK
untuk mewujudkan tujuannya masih diragukan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan lulusan SMK masih banyak
sinambungnya keluaran pendidikan dengan keterampilan yang dibutuhkan di
dunia kerja, kecilnya keinginan untuk mengembangkan diri, dan terbatasnya
informasi tentang dunia kerja. Padahal sekolah menengah kejuruan (SMK)
memiliki peran yang strategis. SMK dapat menghasilkan lulusan yang lebih
terampil jika dibandingkan sekolah menengah umum dan mampu membuka
lapangan kerja sendiri dengan bekal kemampuan dan keterampilan yang
dimilikinya. Bekal kemampuan dan keterampilan lulusan SMK bukan hanya
didapatnya melalui pendidikan dan pelatihan di sekolah tetapi juga pada dunia
kerja/dunia usaha. Dengan demikian dapat dikatakan semakin baik
pelaksanaan diklat di sekolah dan dunia usaha, maka akan semakin
memperbaiki pengetahuan dan keterampilan lulusan yang selanjutnya
berdampak pada kecerdasan emosional siswa untuk berwirausaha.
Derajat hubungan antara pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan
tingkat kecerdasan emosional siswa dalam berwirausaha diduga berbeda pada
kultur keluarga yang berbeda. Keluarga merupakan faktor utama dalam
perkembangan berwirausaha siswa karena keberadaan siswa di rumah lebih
lama dibandingkan dengan keberadan siswa di sekolah. Orang tua dapat
membantu anak dengan menciptakan situasi belajar kewirausahaan di
lingkungan keluarga (Wasty Soemanto, 2002:96). Setiap keluarga
menjalankan kultur yang berbeda sehingga nilai-nilai yang dianut tiap siswa
akan berbeda. Pada kultur keluarga yang bercirikan power distance kecil yang
tampak pada berani mengatakan yang benar, menghormati secara formal dan
individualism yang tampak pada demokratis dalam keluarga, mampu
mengelola keuangan, tidak diwajibkan mengikuti perayaan atau pesta dalam
keluarga, dan merasa bersalah jika melanggar peraturan, yang bercirikan
masculinity yang tampak pada adanya jarak antara orang tua dan anak,
perbedaan peran orang tua, dan suka tantangan, yang bercirikan uncertainty
avoidance lemah yang tampak pada mampu bertoleransi terhadap situasi yang
tidak pasti, dan memiliki aturan, maka derajat pengaruh pelaksanaan
pendididikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan
cenderung tinggi. Sedangkan, pada kultur keluarga yang bercirikan power
distance sangat besar yang tampak pada adanya otoritas orang tua
berpengaruh terus menerus sepanjang hidup, ketaatan kepada norma keluarga,
dan bergantung pada orang lain, yang bercirikan collectivism yang tampak
pada kesetiaan pada kelompok, upacara keagamaan yang tidak boleh
dilupakan, merasa malu jika melanggar peraturan, dan keluarga menjadi
tempat bersatunya anggota keluarga, yang bercirikan femininity yang tampak
pada peran wanita yang lebih rendah dari pria dan belajar bersama menjadi
rendah hati, yang bercirikan uncertainty avoidance kuat yang tampak dari
keluarga menjadi tempat belajar dan kurang mampu menghadapi situasi yang
tidak pasti, maka derajat pengaruh pelaksanaan pendididikan dan pelatihan
terhadap kecerdasan emosional berwirausaha akan cenderung rendah.
Sebagian waktu anak juga dihabiskan didalam lingkungan sekolah
sehingga sekolah berperan penting dalam perkembangan emosional anak.
tidak hanya mendapatkan pengetahuan yang berupa teori tetapi juga
menerapkannya dalam dunia usaha. Setiap sekolah mempunyai kultur yang
berbeda sehingga nilai-nilai yang diacu pada tiap siswa akan berbeda.
Pada kultur sekolah yang bercirikan power distance kecil yang tampak
dari perlakuan guru terhadap siswa sama, proses pemelajaran terpusat pada
siswa, dan kesempatan bertanya, yang bercirikan individualism yang tampak
dari kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru,
tingkat penerimaan diri oleh orang lain, dan sikap positif dalam mengerjakan
tugas, yang bercirikan masculinity yang tampak dari suka kompetisi dan
berorientasi pada prestasi, yang bercirikan uncertainty avoidance lemah yang
tampak dari kejelasan guru dalam menerangkan materi pelajaran dan
kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua, maka derajat pengaruh
pelaksanaan pendididikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional
berwirausaha akan cenderung tinggi. Sedangkan, pada kultur sekolah yang
bercirikan power distance besar yang tampak dari adanya komunikasi satu
arah di kelas, kurang berani mengembangkan kemampuan dan bakat, dan
adanya hukuman fisik jika melanggar peraturan, yang bercirikan collectivism
yang tampak dari kurang berani dalam mengungkapkan pendapat dan
tergantung pada orang lain, yang bercirikan femininity yang tampak dari lebih
mengutamakan kinerja kelompok dan kurang berani mengambil resiko, yang
bercirikan uncertainty avoidance kuat yang tampak dari siswa menganggap
pelaksanaan pendididikan dan pelatihan terhadap kecerdasan emosional
berwirausaha akan cenderung rendah.
Bakat kewirausahaan adalah kemampuan untuk kreatif dan inovatif
yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencapai peluang untuk
menuju sukses, yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan dan
dilatih. Bakat merupakan faktor intern yang mempengaruhi perkembangan
emosional siswa. Setiap siswa mempunyai bakat yang berbeda pada bakat
kewirausahaan yang bercirikan kreatif, berani menanggung resiko, rasa
inisiatif yang tinggi, kemampuan bekerjasama dalam kelompok, percaya diri,
mandiri, mampu menyesuaikan diri, mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi,
mampu mengenali masalah, semangat yang tinggi, mempunyai alternatif
keputusan, disiplin, mementingkan hasil pekerjaan, menyukai kegiatan
intelektual, berorientasi pada hasil, mampu bertahan dalam tekanan, dan
mampu mengendalikan aktivitas maka derajat pengaruh pelaksanaan diklat
terhadap kecerdasan emosional siswa akan lebih tinggi. Sebaliknya, pada
bakat yang bercirikan tidak kreatif, takut menanggung resiko, tidak bisa
berinovasi, tidak suka membantu orang lain, pesimis, ketergantungan pada
orang lain, tidak mampu menyesuaikan diri, kurangnya wawasan, tidak peka
terhadap masalah, tidak adanya inisiatif, tidak mampu mengatur waktu,
sombong, mementingkan diri sendiri, tidak suka kegiatan intelektual, dan
berorientasi jangka pendek maka derajat pengaruh pelaksanaan diklat terhadap
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi faktor yang
menentukan tingkat kecerdasan siswa untuk berwirausaha. Peneliti lebih lanjut
ingin menginvestigasi apakah pada kutur keluarga, kultur sekolah dan bakat
yang berbeda derajat hubungan antara pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
dengan tingkat kecerdasan emosional dalam berwirausaha berbeda. Penelitian
ini akan dituangkan dalam judul “Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) terhadap Kecerdasan Emosional ditinjau dari Kultur Keluarga, Kultur Sekolah dan Bakat Kewirausahaan”. Penelitian ini merupakan survei terhadap siswa-siswa pada 6 SMK jurusan teknik mekanik
otomotif di Kotamadya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
yang telah menjalankan pendidikan dan pelatihan (diklat).
B. Batasan Masalah
Kecerdasan emosional berwirausaha dipengaruhi oleh banyak faktor.
Penelitian ini memfokuskan faktor pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
(diklat). Lebih lanjut penelitian ini dimaksudkan untuk menginvestigasi
apakah ada pengaruh kultur keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan
pada hubungan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan kecerdasan
C. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
(diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur
keluarga ?
2. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
(diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur
sekolah ?
3. Apakah ada pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
(diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat
kewirausahaan?
D. Tujuan Penelitian.
Berdasarkan rumusan masalah, maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
(diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur
keluarga.
2. Untuk mengetahui pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
(diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari kultur
3. Untuk mengetahui pengaruh positif pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
(diklat) terhadap kecerdasan emosional berwirausaha ditinjau dari bakat
kewirausahan.
E. Manfaat Penelitian.
1. Bagi Sekolah dan Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh sekolah untuk
mengetahui tingkat kecerdasan emosional dalam berwirausaha yang
dimiliki siswanya. Sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan
kualitas lulusannya serta mengembangkan program pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan agar bisa lebih memupuk dan menunjang
kecerdasan emosional siswa dalam berwirausaha.
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran dan
inspirasi bagi peneliti yang lain tentang pengaruh pelaksanaan diklat
terhadap kecerdasan emosional berwirausaha. Bila ditinjau dari kultur
keluarga, kultur sekolah dan bakat kewirausahaan sehingga dapat
melakukan penelitian lebih lanjut dengan lebih baik lagi. Serta
mengembangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kecerdasan
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kecerdasan
intelektual serta kecerdasan emosional seseorang. Di era globalisasi seperti
sekarang ini, pendidikan dirasa sebagai sarana untuk meningkatkan
kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada. Oleh karena
itu banyak orang berlomba-lomba untuk mencapai jenjang pendidikan yang
tinggi.
Mahalnya biaya pendidikan yang mengakibatkan orang tidak dapat
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, akhirnya alternatif yang dipilih
yaitu mereka mencari sekolah yang tidak hanya mengajarkan teori saja tetapi
juga keterampilan. Sekolah menengah kejuruan merupakan alternatif yang
tepat bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan ke perguruan tinggi tetapi
mereka juga akan mendapatkan ketrampilan. Sekolah menengah kejuruan juga
merupakan sistem, masukannya adalah siswa-siswi lulusan dari SMP/MTs,
kegiatan pembelajaran merupakan proses sedangkan keluarannya adalah
lulusan SMK yang kompeten.
Sekarang ini tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang
berkompeten dibidangnya dan loyal dengan pekerjaannya tersebut. Oleh
karena itu SMK merupakan tempat yang tepat untuk menciptakan lulusan
SMK proses pembelajarannya mengikuti program pendidikan dan pelatihan
(diklat) dengan acuan kurikulum. Lulusan yang kompeten ini diharapkan
dapat membangun daerahnya masing-masing. Oleh karena itu perlu adanya
pengkajian mengenai perlu tidaknya membuka atau menutup suatu program
keahlian. Hal tersebut dimaksudkan untuk melihat dan menyesuaikan potensi
suatu daerah, agar siswa SMK tersebut kelak merupakan sumber daya
manusia yang dapat berguna untuk membangun daerahnya.
Pengembangan potensi akademis dan kepribadian siswa merupakan
tujuan pembelajaran di sekolah yang dapat meningkatkan kecerdasan
emosional siswa. Peningkatan kecerdasan emosional diharapkan agar mereka
dapat bergabung kedalam dunia kerja yang kompetitif sehingga mereka dapat
mengenali emosinya, mengelola emosi, motivasi diri, dan mengatasi
masalah-masalah yang dihadapi dari waktu ke waktu serta dapat bekerja sama atau
berempati dengan rekan kerjanya atau bawahannya.
1. Pengertian Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Pelaksanaan pembelajaran/diklat adalah proses kegiatan belajar peserta
didik sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mencapai
penguasaan kompetensi. Pembelajaran bisa dilaksanakan di sekolah atau
di dunia kerja (Kurikulum SMK, 2004:16). Proses pembelajaran di
sekolah dimaksudkan untuk mengembangkan potensi akademis dan
kepribadian siswa, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. Proses
kompetensi terstandar, mengembangkan dan menginternalisasi sikap dan
nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, baik
bekerja pada pihak lain maupun sebagai pekerja mandiri.
2. Tujuan Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Pelaksanaan pembelajaran/diklat dimaksudkan untuk mengembangkan
potensi akademis dan kepribadian siswa, menguasai kompetensi
terstandar, serta menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai
tenaga kerja yang berkualitas unggul, sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan dunia kerja (Kurikulum SMK, 2004:16). Kompetensi
lulusan terdiri dari kompetensi umum yang mengacu pada tujuan
pendidikan nasional dan kecakapan hidup generik dan kompetensi
kejuruan yang mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (Bagian II Kurikulum SMK, 2004:6)
3. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan
Pelaksanaan pembelajaran yang menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran
berbasis kompetensi dilakukan dengan pengaturan sebagai berikut
(Kurikulum SMK, 2004:19-21):
a. Pembelajaran di Sekolah
Ciri/operasionalisasi pembelajaran di sekolah:
1) Pembelajaran di sekolah meliputi pembelajaran program normatif,
adaptif, dan produktif. Program normatif adalah kelompok mata
diklat yang berfungsi membentuk peserta didik menjadi pribadi
individu maupun makhluk sosial (anggota masyarakat) baik
sebagai warga negara Indonesia maupun sebagai warga dunia.
Program adaptif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi
membentuk peserta didik sebagai individu agar memiliki dasar
pengetahuan yang luas dan kuat untuk menyesuaikan diri atau
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial,
lingkungan kerja, serta mampu mengembangkan diri sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Program produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi
membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (Bagian I
Kurikulum SMK, 2004:8-9).
2) Pembelajaran program produktif ditekankan pada penguasaan
dasar-dasar keahlian yang luas, kuat, mendasar, serta penguasaan
alat dan teknik bekerja yang tepat.
3) Industri dapat dilibatkan dalam proses pembelajaran di SMK
terutama untuk meningkatkan penguasaan peserta terhadap
dasar-dasar keahlian yang benar serta memberikan wawasan tentang
dunia kerja.
4) Keterlaksanaan program di SMK, baik akademis maupun
administratif menjadi tanggung jawab kepala sekolah dengan
5) Siswa yang berminat untuk bekerja mandiri (berwirausaha), perlu
mendapatkan bimbingan khusus yang memadai dari pihak
sekolah. Siswa yang bersangkutan tidak cukup diberikan
pengetahuan bisnis secara teoritis. Tetapi ia harus dibina dan
dilatih dengan pengalaman berwirausaha atau berbisnis secara
nyata dan bertahap.
6) Bimbingan berwirausaha antara lain mencakup aspek
menganalisis pasar, merencanakan, melaksanakan produksi
(barang dan jasa), memasarkan hasil, mengevaluasi, dan membuat
laporan hasil usaha serta membuka jaringan kerja dengan pihak
lain.
7) Apabila praktik berwirausaha tersebut membutuhkan waktu
pembelajaran yang lebih banyak, maka sekolah dapat
menyesuaikan jumlah jam yang ada di dalam Struktur Kurikulum
Pendidikan dan Pelatihan, baik program diklat normatif, adaptif,
maupun produktif. Pengaturan tersebut dilakukan secara rasional,
selaras, dan seimbang.
8) Pengalaman berwirausaha dapat dilaksanakan di sekolah melalui
pembukaan kelas wirausaha yang sesuai dengan minat siswa dan
b. Pembelajaran di Industri (Dunia Kerja)
Ciri/operasionalisasi pembelajaran di dunia kerja/industri:
1) Peserta diklat yang mengikuti pelatihan di industri adalah
mereka yang memenuhi persyaratan minimal yang telah
ditetapkan, baik pada saat penerimaan maupun pada saat
pemilihan program diklat.
2) Industri dapat melakukan pemilihan peserta dan memberikan
pembekalan kemampuan tambahan, agar benar-benar siap dan
memenuhi standar minimal sesuai dengan persyaratan kerja
yang ada.
3) Kegiatan pelatihan di industri dilaksanakan sesuai dengan
program bersama yang telah disepakati.
4) Kegiatan peserta di industri merupakan kegiatan bekerja
langsung pada pekerjaan yang sesungguhnya, untuk menguasai
kompetensi yang benar dan terstandar, sekaligus
menginternalisasi sikap dan etos kerja yang positif sesuai dengan
persyaratan tenaga kerja profesional pada bidangnya.
5) Lamanya peserta berada di suatu industri, ditentukan atas dasar
jumlah waktu latihan yang dipersyaratkan untuk menguasai
kompetensi yang akan dipelajarinya. Waktunya berkisar antara 4
bulan sampai dengan 12 bulan.
6) Pelaksanaan pembelajaran di industri dilengkapi dengan
kemajuan hasil belajar peserta; perangkat monitoring; kontrak
kerja/perjanjian peserta (jika diperlukan); asuransi kecelakaan
kerja bagi peserta; lain-lain yang dianggap perlu.
7) Kegiatan pembelajaran berbasis kompetensi dilakukan setelah
penyiapan komponen-komponen/sarana pembelajaran dipastikan
kesiapannya, untuk mengantisipasi terjadinya hambatan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran.
Berikut ini adalah tabel silabus pembelajaran di SMK jurusan teknik mekanik
otomotif (Bagian II Kurikulum SMK, 2004:7-9) :
Level
Kualifikasi Kompetensi Sub Kompetensi Pelaksanaan pemeliha-raan/servis
komponen
Pelaksanaan pemeliharaan/servis komponen
Identifikasi dan penggunaan pelumas/cairanpemebrsih yang benar
Pemasangan sistem hidrolik Pemasangan sistem hidrolik
Pengujian sistem hidrolik Pemeliharaan/service sistem
hidrolik
Pemeliharan/servis dan pengujian sistem hidrolik
Pemeliharaan/service dan perbaikan kompre-sor udara dan kompo-nen-komponennya
Pemeliharaan/service dan perbaikan kompresor udara dan komponen - komponennya
Pelaksanaan prosedur pengelasan
Pelaksanaan prosedur pematrian
Pelaksanaan prosedur pemotongan dengan panas Melaksanakan prosedur
pengelasan, pematrian, pemotongan dengan panas dan
pemanasan Pelaksanaan prosedur pemanasan Pembacaan dan pema-haman
gambar teknik
Membaca dan memahami gambar teknik
Penggunaan dan pemeliharaan alat ukur
Pengukuran dimensi dan variabel menggunakan perlengkapan yang sesuai
Mengikuti prosedur pada tempat kerja untuk mengidentifikasi bahaya dan penghindarannya
Pemeliharaan kebersihan perlengkapan dan area kerja
Penempatan dan pengidentifikasian jenis pemadam kebakaran,penggunaan dan prosedur pengoperasian ditempat kerja
Pelaksanaan prosedur darurat
Menjalankan dasar dasar prosedur keamanan Mengikuti prosedur kesehatan dan
keselamatan kerja
Pelaksanaan prosedur penyelamatan pertama dan Cardio Pulmonary Resusciation (CPR)
Memilih dan menggunakan secara aman peralatan tempat kerja
Penggunaan dan peme-liharaan peralatan dan perlengkapan
tempat kerja Pemeliharaan/servis pada peralatan dan perlengkapan tempat kerja
Teknisi Yunior
Pelaksanaan operasi penanganan secara manual
Level
Kompetensi Sub Kompetensi
Kualifikasi
Mengidentifikasi konstrusksi jenis roda dan sistem pemasangannnya
Melepas roda-roda
Pemeriksaan roda dan pemasangannya Melepas, memasang dan
menyetel roda
Memasang roda
Membongkar,memasang dan mengganti dan dalam dan luar
Memeriksa ban dalam dan luar untuk menentukan perbaikan Pembongkaran, perbai-kan dan
pemasangan ban luar dan ban
dalam Melaksanakan perbaikan ban dalam dan ban luar
Menguji baterai
Melepas dan mengganti baterai
Memelihara/servis dan mengisi baterai Pengujian, pemelihara-an/servis
dan penggan-tian baterai
Membantu start
Memelihara,memahami dan menyampaikan informasi tempat kerja
Konstribusi komunikasi di tempat kerja
Mempertahankan prestasi tempat kerja Pemeliharaan/servis sistem
pendingin dan komponen– komponennya
Memelihara/servis sistem pendingin dan komponennya
Perbaikan sistem pendi-ngin dan komponen– komponennya
Memperbaiki sistem pendingin dan komponennya
Pemeliharaan/servis sistem bahan bakar bensin
Memelihara/servis komponen sistem bahan bakar bensin
Pemeliharaan/servis sistem injeksi bahan bakar diesel
Memelihara/servis sistem dan komponen injeksi bahan bakar diesel
Pemeliharaan/servis unit kopling dan kom-ponen-komponennya sistem pengoperasian
Memelihara/servis unit kopling dan komponen-komponen sistem pengoperasian
Perbaikan kopling dan komponen– komponenya
Memperbaiki sistem kopling dan komponennya
Pemeliharaan/servis transmisi manual
Memperbaiki,melepas dan mengganti transmisi manual dan komponennya
Pemeliharaan/servis poros penggerak roda
Memelihara/servis poros penggerak roda/drive shaft dan komponen-komponennya
Merakit dan memasang sistem rem dan komponennya Perakitan dan pema-sangan
sistem rem dan komponen– komponenya
Menguji sistem rem dan komponennya
Pemeliharaan/servis sistem rem Memelihara/servis sistem rem dan komponennya Pemeriksaan sistem kemudi Memeriksa dan menguji kondisi sistem/komponen kemudi Pemeriksaan sistem suspensi Memelihara/servis sistem suspensi dan atau
komponen-komponenya Perbaikan ringan pada
rangkaian/sistem kelistrikan
Menguji dan mengidentifikasi kesalahan sistem/komponen
Memasang sistem penerangan dan wiring kelistrikan
Menguji sistem kelistrikan Pemasangan, pengujian dan
perbaikan sistem penerangan dan
wiring Memperbaiki sistem kelistrikan Pemasangan keleng-kapan
kelistrikan tambahan (Assesoris)
Memasang perlengkapan kelistrikan tambahan
Pemeliharaan/servis engine dan kompo-nen–komponennya
Memelihara/servis engine dan komponen-komponennya
Overhaul komponen sistem pendingin
Overhaul komponen sistem pendingin
Overhaul kopling dan komponennya
Overhaul kopling dan komponen-komponennya
Pemeliharaan/servis transmisi otomatis
Pemeliharaan/servis transmisi otomatis dan atau komponen yang berhubungan
Pemeliharaan/servis unit final drive/gardan
Level
Kompetensi Sub Kompetensi
Kualifikasi
Perbaikan poros penggerak roda Memperbaiki poros penggerak roda/drive shaft dan komponen-komponennya
Perbaikan sistem rem Memperbaiki melepas dan mengganti sistem rem dan atau komponen lain yang bersangkutan
Overhaul komponen sistem rem Overhaul komponen sistem rem dan bagian-bagiannya Perbaikan sistem kemudi Memperbaiki membongkar dan mengganti sistem kemudi dan
komponennya Pemeliharaan/servis sistem
suspensi
Memelihara/servis sistem suspensi dan atau komponen-komponennya
Balans roda/ban Membalans roda
Memasang sistem pengaman kelistrikan/komponen
Menguji sistem pengaman kelistrikan/komponen Pemasangan, pengujian dan
perbaikan sistem pengaman
kelistrikan dan komponennya Memperbaiki sistem pengaman kelistrikan/komponen Perbaikan sistem pengapian Memperbaiki sistem pengapian dan komponennya Memelihara/servis sistem AC (Air
Conditioner)
Memelihara/servis sistem AC
Berikut ini adalah struktur kurikulum bidang keahlian teknik mesin program
keahlian teknik mekanik otomotif (Bagian II Kurikulum SMK, 2004:17-18) :
NO PROGRAM / MATA DIKLAT DURASI /
WAKTU (jam)
I PROGRAM NORMATIF:
1 Pendidikan Agama 192
2 Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarah 288
3 Bahasa Indonesia 192
4 Pendidikan Jasmani dan Olah Raga 288
II PROGRAM ADAPTIF :
1 Matematika 516
2 Bahasa Inggris 440
3 Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI) 202
4 Kewirausahaan 192
5 Fisika 192
6 Kimia 192
7 Pengetahuan Dasar Teknik Mesin 240
III PROGRAM PRODUKTIF :
1 Pelaksanaan pemeliharaan/servis komponen 40 2 Pemasangan sistem hidrolik 30 3 Pemeliharaan/service sistem hidrolik 30 4 Pemeliharaan/service dan perbaikan kompresor udara dan
komponen-komponennya
20
5 Melaksanakan prosedur pengelasan, pematrian, pemotongan dengan panas dan pemanasan
80
NO PROGRAM / MATA DIKLAT DURASI / WAKTU (jam) 13 Pengujian, pemeliharaan/servis dan penggantian baterai 30 14 Konstribusi komunikasi di tempat kerja 18 15 Pemeliharaan/servis sistem pendingin dan komponen – komponennya 40 16 Perbaikan sistem pendingin dan komponen – komponennya 40 17 Pemeliharaan/servis sistem bahan bakar bensin 60 18 Pemeliharaan/servis sistem injeksi bahan bakar diesel 60 19 Pemeliharaan/servis unit kopling dan komponen- komponennya sistem
pengoperasian
60
20 Perbaikan kopling dan komponen – komponenya 60 21 Pemeliharaan/servis transmisi manual 60 22 Pemeliharaan/servis poros penggerak roda 40 23 Perakitan dan pemasangan sistem rem dan komponen – komponennya 60 24 Pemeliharaan/servis sistem rem 60 25 Pemeriksaan sistem kemudi 40 26 Pemeriksaan sistem suspensi 40 27 Perbaikan ringan pada rangkaian/sistem kelistrikan 60 28 Pemasangan, pengujian dan perbaikan sistem penerangan dan wiring 60 29 Pemasangan kelengkapan kelistrikan tambahan ( Assesoris ) 60 30 Pemeliharaan/servis engine dan komponen – komponennya 80 31 Overhaul komponen sistem pendingin 40 32 Overhaul kopling dan komponennya 60 33 Pemeliharaan/servis transmisi otomatis 60 34 Pemeliharaan/servis unit final drive/gardan 60 35 Perbaikan poros penggerak roda 40
36 Perbaikan sistem rem 40
37 Overhaul komponen sistem rem 40
38 Perbaikan sistem kemudi 40
39 Pemeliharaan/servis sistem suspensi 40
40 Balans roda/ban 20
41 Pemasangan, pengujian dan perbaikan sistem pengaman kelistrikan dan komponennya
60
42 Perbaikan sistem pengapian 60 43 Memelihara/servis sistem AC ( Air Conditioner ) 60
JUMLAH 4970
Keterangan:
1. Durasi pemelajaran per jam @ 45 menit.
B. Kecerdasaan Emosional Berwirausaha
1. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan yang dimiliki seseorang bermacam-macam seperti
kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, dan juga kecerdasan
emosional. Kecerdasan emosional sangat dibutuhkan bagi manusia,
karena seringnya berhubungan dengan orang lain atau sebagai makhluk
sosial. Adanya hubungan dengan orang lain maka kecerdasaan emosional
mencakup kemampuan membedakan dan menanggapi dengan tepat
suasana hati, temperamen, motivasi, serta hasrat keinginan diri sendiri dan
orang lain (Agus Efendi, 2005:170).
Emosi pada dasarnya adalah suatu perasaan dan pikiran-pikiran
khasnya, suatu keadaan biologi dan psikologi, serta serangkaian
kecenderungan untuk bertindak (Agus Efendi, 2005:176). Orang yang
dapat mengenali dan mengelola emosi berarti menuju ke arah kebaikan
dan hal tersebut dapat diterapkan untuk mulai merintis menjadi seorang
wirausahawan.
Menurut Reuven Bar-On (http://www.psikoutama.com/id/
service13.php), kecerdasan emosi didefinisikan sebagai mata rantai
keahlian, kompetensi, dan kemampuan non-cognitive yang mempengaruhi
keberhasilan seseorang dalam menghadapi tuntutan dan tekanan
lingkungannya. Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence) adalah
kemampuan untuk mengerti dan mengendalikan emosi. Termasuk
disekitarnya (http://www.sekolahindonesia.com/). Seseorang yang
mempunyai kecerdasaan emosional yang tinggi dapat membangun relasi
sosial dalam lingkungan keluarga, kantor, bisnis, maupun sosial.
Menurut Daniel Goleman (2004:45), kecerdasan emosional adalah
kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan
bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar
beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati, dan
berdoa. Salovey dan Mayer (Shapiro, 1997:8) juga mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial
yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri
sendiri maupun orang lain, memilah-milah semuanya, dan menggunakan
informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.
Kecerdasan emosional menurut Ge Mozaik (Juni 2005) adalah
kemampuan untuk mengenali, mengekspresikan dan mengendalikan
emosi, baik emosi dirinya sendiri maupun emosi orang lain, dengan
tindakan konstruktif, yang mempromosikan kerjasama sebagai tim yang
mengacu pada produktivitas dan bukan pada konflik
(http://www.ganeca.blogspirit.com/archive/2005/06/23/ge_mozaik_juni_2
005_pentingnya_pendidikan_kecerdasan_emos.html). Senada dengan Ge
Mozaik, Cooper dan Sawaf mengatakan bahwa kecerdasan emosional
adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif
pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menutut penilikan perasaan,
untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain,
serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan cara efektif energi emosi
dalam kehidupan sehari-hari (http://ahmadchoironudin.blogspot.com/
2004_12_10_ahmadchoironudin).
Menurut Agus Efendi (2005:171), kecerdasan emosional adalah
kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.
Kecerdasan emosional juga merupakan komponen yang membuat
seseorang menjadi pintar menggunakan emosi (Howes dan Herald,
http://ahmadchoironudin.blogspot.com/2004_12_10_ahmadchoironudin).
Jadi kecerdasan emosional perlu dikembangkan dalam pendidikan
diantaranya empati, kemandirian, ketekunan kesetiakawanan, keramahan,
sikap hormat, kemampuan beradaptasi, kemampuan memecahkan
masalah, kecakapan sosial, komitmen jujur, berpikir terbuka, memiliki
prinsip, kreatif, bersikap adil, bijaksana, kemampuan berkomunikasi,
motivasi, dan kemampuan bekerja sama (Zakarilya, Januari 2004).
2. Kewirausahaan
Kewirausahaan adalah kesatuan terpadu dari semangat, nilai-nilai
dan prinsip serta sikap, kuat, seni, dan tindakan nyata yang sangat perlu,
tepat dan unggul dalam menangani dan mengembangkan perusahaan atau
dan pihak-pihak lain yang berkepentingan termasuk masyarakat, bangsa
dan negara (http://www.webpost.net/as/asmatweb/apotret.htm).
Menurut Zimmerer (Suryana, 2003:10) kewirausahaan adalah
penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan upaya
untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari. Pendapat tersebut
sejalan dengan pendapat Suryana (2003:1) bahwa kewirausahaan diartikan
sebagai kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan
sumber daya untuk mencapai peluang untuk menuju sukses. Proses kreatif
dan inovatif biasanya diawali dengan memunculkan ide-ide dan pemikiran
baru untuk menciptakan yang baru dan berbeda.
3. Kecerdasan Emosional Berwirausaha
Berdasarkan pengertian kecerdasan emosional dan kewirausahaan
diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional berwirausaha
adalah kemampuan mengenali, mengekspresikan, dan mengendalikan
emosi dalam menerapkan kreatifitas dan inovasi baik bagi dirinya sendiri
maupun orang lain.
4. Dimensi Kecerdasan Emosional Berwirausaha
Dimensi kecerdasan emosional berwirausaha mempunyai 5 (lima)
komponen dasar (http://www.ganeca.blogspirit.com/archive/2005/06/23/
ge_mozaik_juni_2005_pentingnya_pendidikan_kecerdasan_emos.html)
a. Self-awareness (pengenalan diri)
Mampu mengenali emosi diri dan penyebab dari pemicu emosi
tersebut. Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan
itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosional.
b. Self-regulation (penguasaan diri)
Seseorang yang mempunyai pengenalan diri yang baik dapat lebih
terkontrol dalam membuat tindakan agar lebih hati-hati. Penguasaan
diri berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan
tepat. Hal ini merupakan kecakapan yang sangat tergantung pada
kesadaran diri.
c. Self-motivation (motivasi diri)
Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui
hal-hal sebagai berikut: 1) cara mengendalikan dorongan hati; 2) derajat
kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang; 3)
kekuatan berpikir positif; 4) optimisme; 5) keadaan flow (mengikuti
aliran). Ketika sesuatu berjalan tidak sesuai dengan rencana, seseorang
yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi tidak akan bertanya
“Apa yang salah dengan saya atau kita?” Sebaliknya, ia bertanya “Apa
yang dapat kita lakukan agar kita dapat memperbaiki masalah ini?”.
d. Emphaty (empati)
Kemampuan untuk mengenali perasaan orang lain dan merasakan apa
yang orang lain rasakan jika dirinya sendiri yang berada pada posisi
berdasarkan pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi
sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca
perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu
menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak
akan mampu menghormati perasaan orang lain.
e. Social Skill (ketrampilan sosial)
Dengan adanya 4 kemampuan tersebut, seseorang dapat berkomunikasi
dengan orang lain secara efektif. Kemampuan untuk memecahkan
masalah bersama-sama lebih ditekankan dan bukan pada konfrontasi
yang tidak penting yang sebenarnya dapat dihindari. Orang yang
mempunyai kemampuan intelegensia emosional yang tinggi
mempunyai tujuan konstruktif dalam pikirannya. Membina hubungan
dengan orang lain merupakan keterampilan sosial yang mendukung
keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki
keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan
sosial.
Unsur-unsur kurikulum yang dapat dicakup kecerdasan emosional adalah
(Agus Efendi, 2005:203-204):
1) Kesadaran diri: a) Pengetahuan diri; b) Mengamati diri sendiri; c)
Mengenali perasaan sendiri; d) Menghimpun kosakata perasaan; e)
Menerima diri sendiri; f) Mengenali hubungan antara gagasan,
perasaan, dan reaksi; g) Mengenali hubungan antara diri, lingkungan,
2) Pengambilan keputusan pribadi: a) Mencermati tindakan diri sendiri
dan akibat-akibatnya; b) Mengetahui apa yang menguasai sebuah
keputusan, pikiran, dan perasaan.
3) Pengelolaan perasaan: a) Memahami apa yang ada dibalik perasaan;
b) Cara menangani kecemasaan, amarah, dan kesedihan; c) Tanggung
jawab keputusan dan tindakan; d) Tindak lanjut kesepakatan.
4) Motivasi: a) Memotivasi diri sendiri; b) Memotivasi orang lain.
5) Menangani stres: a) Pentingnya olah raga; b) Refleksi terarah; c)
Relaksasi.
6) Kemampuan bergaul: a) Empati; b) Memahami perasaan orang lain;
c) Menerima sudut pandang orang lain; d) Menghargai perbedaan
pendapat; e) Komunikasi; f) Membina hubungan dengan orang lain;
g) cara mengungkapkan perasaan yang baik; h) Menjadi pendengar
yang baik; i) Bertanya yang baik; j) Ketegasan; k) Membedakan
antara apa yang dikatakan dan penilaian kita atasnya; l) Kerja sama;
m) Dinamika kelompok; n) Konflik dan pengelolaannya; o)
Tanggung jawab pribadi; p) Membuka diri; q) Menerima diri sendiri;
Tujuh (7) kiat meningkatkan kecerdasan emosional, yaitu
(http://www.glorianet.org/lowongan/tips_35.html):
1) Mengenali emosi diri
Keterampilan ini meliputi kemampuan seseorang untuk
mengidentifikasi apa yang sesungguhnya ia rasakan. Setiap kali
suatu emosi tertentu muncul dalam pikiran, seseorang harus dapat
menangkap pesan apa yang ingin disampaikan.
2) Melepaskan emosi negatif
Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
memahami dampak dari emosi negatif terhadap dirinya sendiri.
3) Mengolah emosi diri sendiri
Kemampuan untuk mengendalikan dan mengelola emosi.
4) Memotivasi diri sendiri
Keterampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja
yang tinggi dalam segala bidang.
5) Mengenali emosi orang lain
Berusaha mengerti terlebih dahulu sebelum dimengerti.
Keterampilan ini merupakan dasar dalam berhubungan dengan
6) Mengelola emosi orang lain
Keterampilan mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan
yang dahsyat jika seseorang bisa mengoptimalkannya.
7) Memotivasi orang lain
Keterampilan memotivasi orang lain adalah bentuk lain dari
keterampilan kepemimpinan yaitu kemampuan menginspirasi,
memotivasi, dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
bersama.
C. Kultur Keluarga
1. Pengertian Kultur
Kultur atau kata lainnya budaya berasal dari ilmu antropologi.
Kultur merupakan keunikan sekelompok masyarakat dibandingkan
sekelompok masyarakat lainnya; bertahannya perilaku masyarakat dari
satu generasi ke generasi berikutnya (Kotter dan Heskett, 1992:3-4).
Kultur juga dapat didefinisikan sebagai:
“the totally of socially transmitted behavior pattern, arts, beliefs, institusions, and all other product of human work and thought characteristics of the community or population”.
Sejak kecil seorang yang tinggal dalam suatu lingkungan akan
mempelajari kultur di mana ia tinggal. Kultur mengajarkan cara pandang,
pola pikir, dan perasaan yang benar ketika menghadapi masalah yang
Kultur menurut Hofstede (1995:5) adalah
“… a collective phenomenon, because it is at least partly shared with people who live or lived within the same social environment, which is there it was learned. It is the collective programming of the mind which distinguishes the members of the one group or category of people from another”
Menurut Sugiarto (http://www.waspada.co.id/serba_serbi/
pendidikan), kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh
suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap,
nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Cakupan
unsur kultur tersebut selanjutnya membedakan anggota kelompok satu
dengan yang lain (Hofstede, 1994:4). Karenanya Hofstede (1994:4)
menyebutkan kultur sebagai “software of the mind”. Kultur sebagai
bentuk pemrograman mental secara kolektif, kultur cenderung sulit
berubah. Perubahan bersifat evolutif atau perlahan-lahan. Hal ini
disebabkan bukan semata-mata karena kultur tersebut telah menjadi bagian
dari diri para anggota kelompok, tetapi kultur telah terkristalisasi ke dalam
lembaga yang mereka bangun.
2. Pengertian dan Dimensi Kultur Keluarga
Kultur keluarga adalah kebiasaan-kebiasaan dan kebudayaan
keluarga akan menjadi pola pikir tersendiri yang digunakan sebagai dasar
seseorang bertindak dan mengambil keputusan. Kultur sebagai bentuk
pemrograman mental secara kolektif suatu kelompok cenderung sulit
berubah. Jikalau pun berubah, maka perubahan akan berlangsung secara
telah menjadi bagian dari diri anggota para kelompok, tetapi kultur telah
terkristalisasi ke dalam lembaga yang mereka bangun.
Substansi perbedaan kultur antar kelompok akan lebih tampak pada
praktik kultur daripada nilai-nilai (Hofstede, 1994:5). Perbedaan kultur
antar kelompok tersebut dapat dianalisis pada tingkatan unit atau bahkan
sub-sub unit dalam suatu organisasi (Hofstede, 1994:181-182). Kultur
dapat diklasifikasikan ke dalam 6 (enam) tingkatan atau lapisan (layers)
yaitu: (1) a national level, (2) a regional level etc, (3) agender level, (4) a
generation level, (5) a social class level, dan (6) an organization or
corporate level (Hofstede, 1994:10). Pada tingkat nasional, kultur dapat
dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance (from small
to large), collectivism versus individualism, femininity versus masculinity,
dan uncertainty avoidance (from weak to strong) (Hofstede, 1994:14).
Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat
dalam nama kekuasaan anggota dalam institusi didistribusikan secara
berbeda. Dimensi individualism (individualisme) menggambarkan suatu
masyarakat di mana pertalian antar individu cenderung menghilang
suatu kondisi kelompok dalam mana individu-individu sejak lahir
diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal terhadap
kelompok tersebut. Dimensi masculinity (maskulinitas) menunjukkan
suatu kelompok di mana peran sosial gender terhadap perbedaan yang
jelas. Sementara, dimensi femininity menunjukan suatu kelompok dimana
avoidance (ketidakpastian) menunjukan suatu kelompok masyarakat
dimana individu-individu akan merasa terancam dalam suatu kondisi
ketidakpastian (ketidaktahuan situasi).
Elemen-elemen masyarakat sebagaimana diklasifikasikan Hofstede
(1994:28) mencakup: keluarga, sekolah, dan komunitas (organisasi)
tempat seseorang melaksanakan aktivitasnya. Pada tingkat keluarga,
dimensi power distance (jarak kekuasaan) mencakup indikator antara lain:
ketaatan kepada norma keluarga, menghormati orang tua dan yang lebih
tua sebagai dasar kebaikan, otoritas orang tua berpengaruh terus menerus
sepanjang hidup, dan ketergantungan. Dimensi collectivism versus
individualism mencakup indikator antara lain: demokrasi dalam keluarga,
kesetiaan kepada kelompok adalah sumber daya bersama, mampu
mengelola keuangan, perayaan keluarga tidak boleh dilupakan, merasa
bersalah jika melanggar peraturan, dan keluarga menjadi tempat
bersatunya anggota keluarga. Dimensi femininity versus masculinity
mencakup indikator antara lain: relasi anak dan orang tua ada jarak,
perbedaan peran orang tua, peran wanita yang lebih rendah dari pria, dan
belajar bersama menjadi rendah hati. Sedangkan dimensi uncertainty
avoidance mencakup indikator yang meliputi: toleransi terhadap situasi
yang tidak pasti dan mempunyai inisiatif, keluarga menjadi tempat belajar,
D. Kultur Sekolah
1. Pengertian Kultur Sekolah
Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh
suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap,
nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak (Sugiarto,
http://www.waspada.co.id/serba_serbi/pendidikan). Menurut Dapiyanta
(2005:92), kultur sekolah adalah perilaku lahir dan batin dari komunitas
sekolah dalam menjalankan kehidupan sekolah yang berpola dan
mentradisi. Mentradisi di sini tidak berarti berhenti, melainkan dinamis
dan selalu berproses.
Menurut Clifford Geertz seperti yang dikutip oleh Siti Sumarni
kultur sekolah merupakan pola nilai, norma, sikap hidup, ritual, dan
kebiasaan yang baik dalam lingkungan sekolah, sekaligus cara
memandang persoalan dan pemecahannya. Sedangkan Arief Achmad
(http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1004/11/0310.htm), kultur sekolah
merupakan faktor esensial dalam membentuk siswa menjadi manusia yang
optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan
akademik.
Sergiovanni menyimpulkan bahwa ada korelasi positif yang
signifikan antara kultur sekolah dan kualitas lulusan. Senada dengan
temuan Frymier dkk. (Arief Achmad, http://www.pikiran-rakyat.com/
cetak/1004/11/0310.htm) bahwa iklim sekolah seperti hubungan
spirit berkorelasi secara signifikan dengan kepribadian dan prestasi
akademik sekolah.
Sebuah kultur sekolah akan terwujud jika semua komponen turut
ikut andil didalamnya, karena hubungan kekerabatan individu merupakan
kunci sebuah sistem. Suasana disiplin, keakraban, saling menghargai, dan
menghormati tentunya tidak boleh diabaikan. Peran kultur sekolah adalah
untuk memperbaiki kinerja sekolah, membangun komitmen warga
sekolah, serta membuat suasana kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan
belajar, semangat terus maju, dorongan bekerja keras dan tidak mudah
mengeluh (Arief Achmad, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/
1004/11/0310.htm).
Kultur sekolah yang positif menghargai kesuksesan, menekankan
pencapaian dan kolaborasi, serta mengikat suatu komitmen pada staf dan
siswa untuk belajar. Menyalahkan siswa atas prestasinya, menghindari
kolaborasi, dan selalu ada pertentangan antar warga sekolah merupakan
kultur sekolah yang negatif. Kultur sekolah yang negatif mestinya diubah
kearah positif. Untuk mengubahnya kepala sekolah harus memahami
kultur yang ada, mengubah variasi hubungan antar warga sekolah,
perubahan dilakukan melalui dialog, perlahan-lahan dengan kesabaran,
dan komitmen, serta perubahan dimulai dari atas dengan contoh perubahan
yang bersifat keteladanan. Kultur sekolah yang positif akan menghasilkan
produk kultur yang baik pula, seperti peningkatan kinerja individu dan
yang sinergis diantara warga sekolah, tugas dilaksanakan dengan perasaan
senang, timbul iklim akademik, kompetisi dengan kolaborasi, serta
interaksi yang menyenangkan.
Kultur sekolah yang kondusif, antara lain, ditandai dengan adanya
iklim terbuka (open climate), budaya positif (positive culture), budaya
terbuka (open culture), dan suasana batin yang menyenangkan (enjoyable
spiritual atmosphere) diantara warga sekolah. Kultur sekolah yang
kondusif akan tampak dan tercermin dalam struktur organisasi sekolah,
deskripsi tugas sekolah, kebijakan dan aturan, tata tertib sekolah,
kepemimpinan dan hubungan, acara atau ritual, serta penampilan fisik
(Arief Achmad, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1004/11/0310.htm).
2. Dimensi Kultur Sekolah
Kultur dapat diklasifikasikan ke dalam 6 (enam) tingkatan atau
lapisan (layers) yaitu: (1) a national level, (2) a regional level etc, (3) a
gender level, (4) a generation level, (5) a social class level, dan (6) an
organization or corporate level (Hofstede, 1994:10). Pada tingkat
nasional, kultur dapat dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup:
power distance (from small to large), collectivism versus individualism,
femininity versus masculinity, dan uncertainty avoidance (from weak to
strong) (Hofstede, 1994:14).
Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat
dalam nama kekuasaan anggota dalam institusi didistribusikan secara
masyarakat dalam mana pertalian antar individu cenderung menghilang
(artinya: individu cenderung memikirkan dirinya sendiri dan setelahnya
orang lain). Sedangkan dimensi collectivism (kolektivisme) menunjukkan
suatu kondisi kelompok dimana individu-individu menjadi anggota
sekolah kemudian diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi
sangat loyal terhadap kelompok tersebut. Dimensi masculinity
(maskulinitas) menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender
terhadap perbedaan yang jelas. Sementara, dimensi femininity (feminitas)
menunjukan suatu kelompok dimana peran sosial gender terhadap
perbedaan tidak jelas. Dimensi uncertainty avoidance (ketidakpastian)
menunjukan suatu kelompok masyarakat dimana individu-individu akan
merasa terancam dalam suatu kondisi ketidakpastian (ketidaktahuan
situasi).
Menurut Hofstede (1994:33,61,90,119) pada tingkat sekolah,
dimensi power distance (jarak kekuasaan) mencakup indikator antara lain:
perlakuan guru terhadap para siswa sama, proses pemelajaran terpusat
pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik,
komunikasi dua arah di kelas, peran orang tua pada anak di sekolah, aturan
dan norma dalam sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan
orang tua diuntungkan dengan proses pembelajaran di sekolah. Dimensi
collectivism versus individualism mencakup indikator antara lain:
kebebasan mengemukakan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat
dan tujuan berprestasi. Dimensi femininity versus masculinity mencakup
indikator antara lain: suasana kompetisi di kelas, berorientasi pada prestasi
dan kompetensi guru. Sedangkan dimensi uncertainty avoidance
mencakup indikator yang meliputi: tingkat penerimaan siswa pada
kekurangan guru, kejelasan guru dalam menerangkan, dan adanya
kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua.
E. Bakat Kewirausahaan
1. Bakat
Setiap manusia yang terlahir pasti memiliki bakat, dan antara satu
orang dengan yang lain bakatnya pun berbeda-beda. Bakat dapat juga
diartikan sebagai kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang
masih perlu dikembangkan atau dilatih (Conny Semiawan dkk., 1984:1).
Sedang menurut Roy Sembel, bakat merupakan pola pikir, perasaan,
perilaku alami yang kita miliki (Paulus Winarto, http://www.pembelajar.
com/). Menurut Paulus Winarto (Januari 2006), yang menyebutkan bahwa
bakat adalah sesuatu yang sudah kita bawa sejak lahir dan merupakan
anugerah Tuhan yang harus kita syukuri (http://www.pembelajar.com/).
Kemampuan alamiah tersebut dapat bersifat umum misalnya
intelektual umum, atau dapat bersifat khusus misalnya intelektual
akademik khusus (Conny Semiawan dkk, 1984:2). Bakat memungkinkan
seseorang mencapai prestasi tertentu. Hal yang perlu dilakukan yaitu