commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Teori Medis
1. Bayi Baru Lahir
a. Pengertian Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusia 0- 28 hari. BBL memerlukan penyesuaian fisiologis berupa maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstrauterine) dan toleransi bagi BBL untuk dapat hidup dengan baik (Marni, 2012).
b. Ciri- Ciri Bayi Baru Lahir Normal
Ciri-ciri bayi baru lahir normal adalah bayi yang mempunyai berat badan 2500 - 4000 gram, panjang badan 48- 52 cm, lingkar dada 30-38 cm, lingkar kepala 33-35 cm, frekuensi jantung 120-160 kali/menit, pernafasan ± 40-60 kali/menit, kulit kemerahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup, lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna, kuku agak panjang dan lemas, genitalia : perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora dan laki–laki testis sudah
turun, skrotum sudah ada, reflek (morro, rooting, sucking, tonicneck,
dan bainsky) baik, mekonium keluar dalam 24 jam pertama, dan
mekonium berwarna hitam kecoklatan (Dewi,2010). 5
commit to user
2. Ikterus
a. Pengertian Ikterus
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl (Kosim, 2012).
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit darah. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg%, maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah masih melampaui 5 mg%.
Ikterus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek (unconjugated)
dan atau kadar bilirubin direk (Abdoerrachman, 2007).
b. Klasifikasi Ikterus
1) Ikterus fisiolois
Ikterus fisiologis ialah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi
menjadi kern icterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada
commit to user
Pada lingkungan normal, kadar bilirubin dalam serum tali pusat yang bereaksi indirek adalah 1-3 mg/dL dan naik dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dL/24 jam. Dengan demikian ikterus dapat dilihat pada hari ke-2 sampai ke-3, biasanya berpuncak pada hari ke-2 dan ke-4 dengan kadar 5-6 mg/dL dan menurun sampai di bawah 2 mg/dL antara umur hari ke-5 dan ke-7. Ikterus yang di sertai dengan perubahan- berubahan ini di sebut fisiologis dan di duga akibat kenaikan produksi bilirubin pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasi dengan keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati (Nelson, 2012).
2) Ikterus patologis
Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia (Prawirohardjo S, 2009).
Ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis. Keadaan di bawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut (Kosim, 2012):
a) Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam.
b) Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan
fototerapi.
commit to user
d) Adanya tanda- tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi
muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil.
e) Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau
setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala fisiologis atau dapat merupakan hal
yang patologis, misalnya pada inkomatibilitas Rhesus dan ABO, sepsis,
penyumbatan saluran empedu, dan sebagainya (Prawirohardjo S, 2009).
3. Etiologi
Menurut Abdoerrahchman, (2007) secara garis besar etiologi ikterus dapat dibagi sebagai berikut :
a. Produksi bilirubin yang berlebihan, lebih dari kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya misalnya pada kasus hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, golongan darah lain, defisiensi enzim
G6PD, pyruvate kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini
dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia
dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glucoronil transferase
commit to user
dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel–sel
hepar.
c. Gangguan dalam transportasi. Bilirubin dalam darah terikat oleh
albumin kemudian di angkut ke hepar. Ikatan bilirubin dan albumin
ini dapat dipengaruhi oleh obat–obat misalnya salisilat, sulfaforazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi
dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar.
4. Faktor Predisposisi
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat disebabkan atau di perberat oleh setiap faktor yang menambah beban bilirubin untuk di metabolisasi oleh hati (anemia hemolitik, waktu hidup sel darah menjadi pendek akibat imaturitas atau akibat sel yang di transfusikan, penambahan sirkulasi interohepatik, infeksi). Dapat menciderai atau mengurangi aktivitas enzim transferase (hipoksia, infeksi, kemungkinan hipotermia dan defisiensi tiroid), dapat berkompetisi dengan atau memblokade enzim tranferase (obat-obat dan bahan- bahan lain yang memerlukan konjugasi asam glukuronat untuk ekskresi) atau dapat menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya jumlah enzim yang diambil atau menyebabkan pengurangan reduksi bilirubin oleh sel hepar (cacat genetik, prematuritas). Resiko pengaruh toksik dari meningkatnya kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam
commit to user
serum menjadi bertambah dengan adanya faktor- faktor yang mengurangi retensi bilirubin dalam sirkulasi (hipoproteinemia, perpindahan bilirubin dari tempat ikatannya pada albumin karena ikatan kompetitif obat-obatan seperti sulfisoksazole dan moksalaktam, asidosis, kenaikan sekunder kadar asam lemak bebas akibat hipoglikemia, kelaparan atau hipotermia) atau oleh faktor-faktor yang meningkatkan permeabilitas sawar darah otak atau membran sel saraf terhadap bilirubin atau kerentanan sel otak terhadap toksisitasnya seperti asfiksia, prematuritas, hiperosmolalitas, dan infeksi. Pemberian makan yang awal menurunkan kadar bilirubin serum. Sedangkan ASI dan dehidrasi menaikkan kadar bilirubin serum. Mekonium mengandung 1 mg bilirubin/dL dan dapat turut menyebabkan ikterus melalui sirkulasi enterohepatik pasca dekonjugasi oleh glukoronidase usus. Obat- obat seperti oksitosin dan bahan kima yang diberikan dalam ruang perawatan seperti detergen fenol dapat juga menyebabkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (Nelson, 2012).
5. Patofisiologi
Metabolisme biliruin mempunyai tingkatan sebagai berikut:
a. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikuloendotelial (RES) tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua. 1 mg haemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi
commit to user
tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi Hymato van den
Bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak (Abdoerrachman, 2007).
b. Transportasi
Bilirubin indirek kemudian di ikat oleh albumin. Sel parenkima hepar mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel kedalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Di dalam sel bilirubin akan terikat terutama pada ligandin (-protein Y. Glutation S- transferase B) dan sebagian kecil pada glutation S- Transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak. Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi tempat pegikatan yang lebih banyak untuk bilirubin (Abdoerrachman, 2007).
c. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian di konjugasi menjadi bilirubin di glukoronida walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk mono glukoronida. Glukoronil transferase merubah bentuk monoglukoranida menjadi diglukoronida. Ada dua enzim yang
commit to user
terlibat dalam sistim bilirubin diglukoronida. Pertama-tama ialah uridin difosfat glukoronida tranferase (UDPG:T) yang mengklasifikasi pembentukan bilirubin monoglukoronida. Sistesis dan ekskresi diglukoronida terjadi di membran canaliculus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat di ekskresi langsung ke dalam empedu tanpa konjugsi misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto) (Abdoerrachman, 2007).
d. Ekskresi
Sesudah konjuasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di ekskresi dengan cepat ke sistim empedu kemudian usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak di absorbsi, sebagian kecil bilirubin direk di hidrolisis menjadi bilirubin indirek dan di reabsorbsi. Siklus ini di sebut siklus entero hepatis (Abdoerrachman, 2007).
Pada proses metabolisme di atas dapat terjadi gangguan sehingga menyebabkan ikterus. Penyebab- penyebabnya antara lain:
a. Ikterus prahepatik
Ikterus ini terjadi akibat produksi bilirubin yang meningkat, yang terjadi pada hemolisis sel darah merah yang meningkat (ikterus hemolitik). Kapasitas sel hati untuk mengadakan konjugasi terbatas apalagi bila disertai oleh adanya disfungsi oleh sel hati. Akibatnya bilirubin indirect akan meningkat. Dalam batas tertentu bilirubin
commit to user
direk juga meningkat dan akan segera di ekskresikan ke dalam saluran pencernakan, sehingga akan di dapat peninggian kadar urobilinogen di dalam tinja (Abdoerrachman, 2007).
b. Ikterus pasca hepatik
Bendungan dalam saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Sebagai akibat
bendungan bilirubin ini akan mengalami regurgitasi ke dalam sel
hati dan terus memasuki peredaran darah. Selanjutnya akan masuk ke ginjal dan di ekskresikan oleh ginjal sehingga kita dapat menemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan, sehingga akibatnya tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin. Urobilinogen dalam tinja dan air kemih akan menurun. Akibat penimbunan bilirubin direk, maka kulit dan sklera akan berwarna kuning kehijauan. Kulit akan terasa gatal. Penyumbatan empedu (kolestasis) dibagi dua, yaitu intrahepatik bila penyumbatan terjadi antar sel hati dan duktus kledokus dan ekstrahepatik bila sumbatan pada duktus kelodoktus (Abdoerrachman, 2007).
c. Ikterus hepatoseluler
Kerusakan sel hati akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direct akan meningkat. Kerusakan hati juga akan menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin
commit to user
akan menyebabkan peningkatan kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Bilirubin direk ini larut dalam air sehingga mudah di ekskresikan oleh ginjal ke dalam air kemih. Adanya sumbatan intra hepatik akan menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin dalam saluran pencernakan yang kemudian akan menyebabkan tinja berwarna pucat, karena sterkobilirubin menurun (Abdoerrachman, 2007).
6. Prognosis
Kern-icerus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak. Resiko pada bayi dengan
eritroblastosis foetalis secara langsung berkaitan dengan kadar bilirubin serum hubungan kadar bilirubin serum dan kern-icterus pada bayi cukup bulan yang sehat masih belum pasti. Bilirubin indirect yang larut dalam lemak dapat melewati sawar darah otak dan masuk ke otak dengan cara difusi apabila kapasitas albumin untuk mengikat bilirubin dan protein plasma lainnya terlampaui, dan kadar bilirubin bebas dalam plasma bertambah. Cara lain, bilirubin dapat memasuki otak pasca-kerusakan sawar darah otak karena asfiksia atau hiperosmolalitas (Nelson, 2012).
Pada kern-icterus, gejala klinik pada permulaan tidak jelas, antara lain
dapat disebutkan yaitu bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar,
gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang, tonus otot
commit to user
7. Tanda Klinis/ Laboratoris
Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dalam cahaya buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dalam cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah (Prawirohardjo S, 2009).
Daerah kulit bayi yang berwarna kuning untuk penerapan rumus
Kremer seperti dibawah ini :
Tabel 2.1
Rumus Kramer
Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (Mg%)
1 Kepala dan Leher 5
2 Daerah 1 (+)
Badan bagian atas
9
3 Daerah 1, 2 (+)
Badan Bagian bawah dan tungkai
11
4 Daerah 1, 2, 3 (+)
Lengan dan kaki di bawah dengkul
12
5 Daerah 1, 2, 3, 4 (+)
Tangan dan kaki
16 Sumber :(Prawirohardjo S, 2009)
commit to user
8. Penanganan
Mencegah terjadinya kern icterus (ensefalopati biliaris), dalam hal ini
yang penting ialah pengamatan yang ketat dan cermat perubahan peningkatan kadar ikterus/ bilirubin bayi baru lahir, khususnya ikterus yang kemungkinan besar menjadi patologis, yaitu :
a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama.
b. Ikterus dengan kadar bilirubin > 12,5mg pada neonatus cukup bulan
atau > 10 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin > 5 mg%/hari.
Penatalaksanaan ikterus yang bisa dilakukan oleh bidan yakni (ten teacher, 2012):
a. Bidan rumah sakit/ klinik bersalin harus memastikan:
1)Usia bayi ketika sakit kuning pertamakali mulai terlihat.
2)Apakah bilirubin lebih mungkin terkonjugasi atau tidak
terkonjugasi.
3)Apakah ada potensial resiko kerusakan neurologi.
4)Apakah penyebabnya fisiologis atau patologi.
5)Jalur-jalur rujukan / panduan terpercaya apa yang harus dipakai jika
bayi memerlukan perawatan.
commit to user
b. Pertama-tama bidan harus memperhatikan dengan seksama riwayat
bayi akan adanya faktor resiko:
1)Apakah ada riwayat sakit kuning dalam keluarga, terutama anemia
hemolitik?
2)Riwayat penyakit hati dalam keluarga.
3)Variasi etnis atau geografis untuk mendeteksi sakit kuning
berdasarkan pigmentasi kulitnya.
4)Riwayat ibu selama hamil ada tidaknya infeksi viral kongenital atau
infeksi toksoplasmosis.
5)Riwayat sakit sebelum melahirkan, apakah bayi mengalami
resusitasi seelumnya? Apakah penjepitan tali pusatnya terlambat/ tidak.
6)Muntah kemungkinan karena sepsis, atau gangguan metabolisme
saat lahir.
7)Pemberian air susu ibu.
c. Ananamnesis terhadap ibu mengenai:
1) Bagaimana bayi anda hari ini?
2) Bagaimana bayi anda bila dibanding dengan kemarin?
3) Bagaimana bayi anda menyusu?
4) Apa warna kotoran berubah dari warna kuning menjadi pucat?
5) Apakah sakit kuning semakin memburuk atau semakin ringan?
commit to user
d. Pemeriksaan fisik:
1) Ukuran bayi, bayi yang ukuran kecil untuk usia gestasinya
kemungkinan terjai infeksi di dalam kandungan.
2) Adanya microcepal/ katarak kongenital untuk mengetahui adanya
infeksi.
3) Variasi warna kulit.
4) Darah ekstra vaskuler.
5) Liver yang membesar.
6) Infeksi umbilikus.
7) Tanda- tanda neurologis.
e. Screening test
1) Golongan darah: untuk menentukan golongan darah dan status Rh
bayi bila transfusi sulih diperlukan.
2) Uji coombs direk: untuk menegakkan diagnosis penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, hasil positif mengindikasikan sel darah merah bayi telah terpajan (diselimuti antibodi).
3) Uji coombs indirek: mengukur antibodi Rh positif dalam darah ibu.
4) Bilirubin total dan direk: untuk meegakkan diagnosis
hiperbilirubinemia, kadar bilirubin serum total lebih dari 12 hingga 13 mg/dL, peningkatan bilirubin total lebih dari 5mg/dL/hari, dan bilirubin direk lebih dari 1,5 hingga 2mg/dL memastikan diagnosis hiperbilirubinemia, kadar bilirubin serum saja tidak dapat
commit to user
berkaitan dengan kadar lebih dari 20mg/dL pada bayi cukup bulan yang normal.
5) Darah periksa lengkap dengan diferensial: untuk mendeteksi
hemolisis, anemia (Hb kurang dari 14gr/dL), atau polisitemia (Ht lebih dari 65%), Ht kurang dari 40% (darah tali pusat) mengindikasikan hemolisis berat (Green, 2012).
Dalam penanganan ikerus cara yang digunakan adalah cara untuk mencegah dan cara untuk mengobati, di antaranya ialah:
a. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin dengan
menyusui bayi dengan ASI (air susu ibu). Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urine. Untuk itu bayi harus mendapat cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar BAB dan BAK (Marni, 2012).
b. Terapi sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya
dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya bisa di jemur selama setengah jam degan posisi yang berbeda. Lakukan pada jam 07.00- 09.00 karena inilah waktu dimana sinar ultraviolet belum cukup efektif mengurangi kadar bilirubin. Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke arah matahari karena dapat merusak matanya (Marni, 2012).
c. Fototerapi tidak berkonjugasi dengan cara yang sama seperti hepatosit
dan bagaimana cara kerjanya tidak dipahami dengan jelas. Bilirubin bersifat fotolabil yang berarti mengabsorbsi dan di ubah oleh cahaya.
commit to user
Hal ini berarti bahwa cahaya dapat berhasil digunakan untuk mengobati hiperbilirubinemia ringan sampai sedang/ moderat. Dekomposisi bilirubin tak terkonjugasi ketika terkena fototerapi berlangsung di kulit pada kapiler- kapiler yang berada di permukaan bagian atas/ superfisial dan ruang- ruang interstisial (Ten Teachers, 2013).
d. Transfusi tukar (exchange transfusion) cara yang paling tepat untuk
mengobati hiperbilirubinemia pada neonatus adalah tranfusi tukar. Dalam beberapa hal terapi sinar dapat menggantikan transfusi tukar darah akan tetapi pada penyakit hemolitik neonatus transfusi tukar darah adalah tindakan yang paling tepat(Marni, 2012).
Tabel 2.2
Pedoman pengelolaan Ikterus menurut waktu timbulnya dan kadar bilirubin
Bilirubin (Mg%) < 24 jam 24 – 48 jam 49 – 72 jam > 72 jam
< 5 Pemberian Makanan yang dini
5 – 9 Terapi sinar bila
hemolisis Kalori cukup 10 – 14 Transfusi tukar* bila hemolisis Terapi sinar 15 – 19 Transfus tukar* Transfusi tukar bila hemolisis Terapi sinar+ + > 20 Transfusi tukar +
Sumber :modifikasi dari Maisels (Prawirohardjo S, 2009)
* sebelum dan sesudah transfusi tukar, dengan memberi terapi sinar. + Bila tak berhasil, dengan transfus tukar.
Bil < 5mg% selalu observasi
commit to user
Bagan penanganan ikterus bayi baru lahir sebagai berikut : Tabel 2.3Bagan Penanganan Ikterus Bayi Baru Lahir
Tanda-tanda Warna kuning pada kulit dan sklera mata (tanpa hepatomegali,
perdarahan kulit, dan kejang-kejang) Kategori
Normal Fisiologik Patologik
Penilaian a. Daerah Ikterus (Rumus Kramer) b. Kuning hari ke: c. Kadar bilirubin 1 1 – 2 ≤ 5 mg% 1 + 2 > 3 5-9 mg% 1 – 4 > 3 11-15mg% 1 – 5 > 3 >15-20mg% 1 – 5 > 3 > 20mg% PENANGANAN Bidan atau Puskesmas Terus diberi ASI
a. Jemur di matahari pagi jam
7-9 selama 10 menit.
b. Badan bayi telanjang, mata
ditutup
c. Terus diberi ASI
d. Banyak minum a. Rujuk ke rumah sakit b. Banyak minum
Rumah sakit Sama
dengan diatas Sama dengan diatas Terapi sinar Terapi sinar
a. Periksa golongan darah ibu dan bayi
b. Periksa kadar bilirubin
Nasihat bila semakin kuning kembali Waspadai bila kadar bilirubin naik > 0,5mg/jam comb’s test Tukar darah Sumber :Prawirohardjo S, 2009
C. Teori Manajemen Kebidanan
1. Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan dengan urutan logis dan perilaku yang diharapkan dari pemberi asuhan
commit to user
yang berdasarkan ilmiah, penemuan, dan ketrampilan dalam tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2007).
2. Penatalaksanaan Manajemen Kebidanan Pada Kasus Bayi Baru Lahir
dengan Ikterus Neonatorum Berdasarkan 7 Langkah Varney
a. Langkah I Pengumpulan/ Penyajian Data Dasar secara Lengkap
Untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara:
1) Data subyektif (Anamnesa):
a) Biodata atau identitas
Identitas yang perlu dikaji adalah nama digunakan sebagai identitas untuk pembeda bayi satu dengan lainnya, umur bayi yang menentukan apakah termasuk ikterus fisiologis atau patologis, agama, suku/bangsa, alamat (Varney, 2008).
b) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah munculnya tanda penyakit yang
mendasari pada setiap bayi antara lain muntah, letargis, malas
menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea,
atau suhu yang tidak stabil (Kosim, 2012).
c) Riwayat penyakit
Apakah terdapat riwayat gangguan hemolisis darah
inkompabilitas Rh atau ABO ibu/ janin, infeksi, defisiensi
glukoronil transferse, polisitemia, atresia bilier, kerusakan hati, hipoglikemia, kelahiran kurang bulan (Green, 2012).
commit to user
d) Data kebiasaan sehari-hari
(1) Nutrisi : Susu yang diberikan, ASI maupun PASI.Bila
PASI perluditanyakan cara pemberian,
frekuensi pemberian dan jumlah setiap kali pemberian.
(2) Aktifitas : Gerakan lemah, tidak aktif dan letargi.
(3) Eliminasi : BAK biasanya pada bayi ikterus warna urin
lebih kuning (Varney, 2008). Tinja berwarna pucat(Abdoerrachman, 2007).
2) Data Objektif
a) Keadaan umum
Pengkajian ini terdiri dari pemeriksaan status kesadaran, status hidrasi yang mencakup nutrisi bayi (ASI) (Hidayat, 2009).
b) Vital Sign
(1) Frekuensinadi : 120-160 kali/menit (Varney, 2008).
(2) Pernapasan : 30-60 kali/menit (Varney, 2008).
(3) Suhu tubuh : Pemeriksaan suhu melalui aksila untuk
mendapatkan apakah bayi dalam keadaan hipo atau hipertermi. Dalam kondisi ini normal suhu bayi antara 36,5-37,5 derajat celcius (Abdoerrachman, 2007). Pantau suhu sampai stabil minimal tiap 4 jam (Green, 2012).
commit to user
c) Pemeriksaan Fisik :
(1) Kepala : Normosefalik jika dibandingkan dengan
ukuran tubuh (lingkar kepala untuk bayi baru lahir cukup bulan rata-rata adalah 32-38cm) (Varney, 2008).
(2) Muka : Tampak kuning terang atau orange
(Nelson, 2012).
(3) Mata : Sklera bayi berwarna kuning ikterus
(Varney, 2008).
(4) Kulit : Pantau di siang hari atau menggunakan
sinar floresen putih, kulit keputihan pucat
pada tulang yang menonjol, untuk
melenyapkan pengaruh vaskularisasi,
kemudian mengkaji tingkat penurunan warna kekuningan (Ladewig,2006).
(5) Dada : Dada berbentuk simetris, mammae dapat
berbentuk datar atau melebar sedikit karena efek estrogen ibu (Ladewig, 2006). Perhatikan adanya warna kuning pada dada (Sarwono P, 2009)
(6) Abdomen : Pemeriksaan secara inspeksi untuk melihat
bentuk dari abdomen, apabila didapatkan abdomen membuncit dapat diduga
commit to user
kemungkinan disebebkan
hepatosplenomegali (Abdoerrachman,
2007).
(7) Ekstremitas : Perhatikan apakah kaki dan tangan
berwarna kuning (Sarwono P, 2009).
(10)Genetalia : Pada bayi perempuan labia mayora
menutupi labia minora (Varney, 2007).
d) Reflek
(1) Reflek morro didapat dengan cara memukul meja
pemeriksaan di dekat kepala bayi(Varney, 2007).
(2) Reflek babynsky dapat dilakukan dengan cara menggores
telapak kaki sepanjang tepi luar, dimulai dari tumit (Hidayat, 2008).
(3) Reflek tonick neck dapat dilakukan dengan memutar
kepala bayi ke salah satu sisi dengan cepat. (Hidayat, 2008).
(4) Reflek rooting yaitu mencari puting susu dengan rangsang
taktil pada pipi dan daerah mulut. (Dewi, 2012).
(5) Refleks sucking yaitu reflek menghisap atau menelan.
(Dewi, 2012).
Reflek-reflek neurologis diatas akan nampak lemah pada bayi baru lahir dengan ikterus.
commit to user
3) Pemeriksaan Penunjang Laboratorium
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada bayi dengan hiperbilirubinemia adalah pemeriksaan golongan darah, uji coombs direk, uji coombs indirek, kadar bilirubin total dan direk, darah periksa lengkap dengan diferensial, protein serum total, dan glukosa serum(Green, 2012).
b. Langkah II. Interpretasi Data Dasar
1) Diagnosis Kebidanan
Diagnosis kebidanan pada bayi baru lahir dengan ikterus adalah Bayi Ny.X dengan ikterus neonatorum derajat III. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan data subyektif, obyektif, dan pemeriksaan laboratorium (Ngastiyah, 2010).
2) Masalah
Masalah pada bayi baru lahir dengan ikterus adalah gangguan pernapasan, kurangnya masukan dan nutrisi karena bayi malas minum, gangguan rasa nyaman akibat pengobatan karena pemberian terapi sinar, dan transfusi tukar (Ngastiyah, 2010).
3) Kebutuhan
Kebutuhan pada bayi baru lahir dengan ikterus adalah memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi dengan memberikan ASI secara adekuat dengan cara ASI dimasukkan dalam botol susu jika tidak mau menghisap dot berikan pakai sendok dan jika tidak dapat habis berikan melalui sonde, mengusahakan agar bayi tidak
commit to user
kepanasan atau kedinginan, memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannnya dan mencegah terjadinya infeksi (Green, 2012).
c. Langkah III. Mengidentifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial dan Mengantisipasi Penanganannya.
Diagnosis potensial pada bayi baru lahir dengan ikterus adalah
potensial terjadi Kern-Ikterus iyalah kerusakan otak akibat perlekatan
bilirubin indirect pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nucleus merah di bawah ventrikel IV (Ngastiyah, 2005).
Antisipasi tindakan yang dilakukakan yaitu dengan cara perbaikan KU dengan pemberian ASI sedini mungkin dan lanjutkan setiap 2-4 jam
(Ladewig, 2006).
d. Langkah IV. Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera
Kebutuhan terhadap tindakan segera pada kasus ikterus neonatorum adalah kolaborasi maupun konsultasi terhadap tim kesehatan lain dapat dilakukan dengan cepat dan tepat. Kolaborasi mungkin dapat dilakukan dengan dokter spesialis anak dalam pemberian terapi (fototerapi, transfusi tukar), serta petugas laboratorium untuk pemeriksaan penunjang (Green, 2012).
e. Langkah V. Menyusun Rencana Asuhan Yang Menyeluruh
Rencana asuhan yang dapat dilakukan oleh bidan dalam penanganan Ikterus antara lain :
commit to user
1) Lakukan perawatan seperti bayi baru lahir normal lainnya.
2) Jelaskan pentingnya memberikan ASI sedini dan sesering
mungkin.
3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi dan obat.
4) Jika bayi dilakukan fototerapi, usahakan seluruh tubuh bayi terkena
sinar, kedua mata dan gonad di tutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya, posisi bayi selalu dirubah untuk mencegah
decubitus dan sinar ultraviolet merata ke seluruh tubuh.
5) Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya
sekali dalam 24 jam.
6) Hemoglobin juga harus diperiksa secara berkala terutama pada
penderita dengan hemolisis.
7) Perhatikan hidrasi bayi bayi, bila perlu konsumsi cairan bayi
dinaikkan.
8) Lamanya terapi sinar di catat (Abdoerrachman, 2007; Dewi, 2012).
f. Langkah VI. Pelaksanaan Langsung Asuhan Dengan Efisien dan Aman.
Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau dilakukan sebagian oleh ibu atau orang tua, bidan, atau anggota tim kesehatan lain. Apabila tidak dapat melakukannya sendiri, bidan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa implementasi benar – benar dilakukan (Varney, 2008).
commit to user
g. Langkah VII. Mengevaluasi
Evaluasi yang dilakukan meliputi penilaian berat badan bayi dan perubahan presentase berat lahir, asupan yang adekuat, pola buang air besar dan pola buang air kecil, serta ada tidaknya kuning. Penilaian klinis harus digunakan untuk menentuka perlunya pemeriksaan bilirubin. Jika penilaian visual meragukan kadar bilirubin transkutaneus dan bilirubin total serum harus diperiksa. Perkiraan kadar bilirubin secara visual dapat keliru, terutama pada bayi dengan kulit hitam (Kosim, 2012).
2. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Klien
Dalam pendokumentasian pada asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan ikterus neonatorum, penulis menggunakan metode pendokumentasian yang disebut dengan SOAP ( subjektif, objektif, analisa, dan penatalaksanaan) S : Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah I Varney.
Data subjektif pada kasus bayi baru lahir dengan ikterus neonatorum, didapatkan dari hasil wawancara dengan keluarga mengenai perubahan setelah dilakukan evaluasi.
O : Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan tes diagnosis lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney.
commit to user
Data objektif pada kasus bayi baru lahir dengan ikterus
neonarorum adalah berupa hasil observasi keadaan umum dan vital
sign, berat badan, reflek menghisap, keaktifan gerak, pola nutrisi,
eliminasi, dan hasil laboratorium kadar bilirubin bayi. A : Assesment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi dan masalah kebidanan serta kebutuhan, sebagai langkah II Varney.
Pada kasus bayi baru lahir ikterus neonatorum, diagnosis yang dapat ditegakkan berdasarkan data subjektif dan objektif adalah bayi Ny.X dengan ikterus neonatorum patologis derajat III. Masalah yang dapat timbul yaitu keadaan umum lemah dan malas minum.
P :Plan
Penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi,
evaluasi atau follow up dari rujukan sebagai langkah III,IV,V,VI dan
VII Varney.
Dalam plan terdapat juga intervensi yaitu data subjektif, objektif
berubah atau tidak tergantung data yang ada. Dilanjutkan evaluasi untuk menganalisis respon klien terhadap intervensi yang diberikan.