• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Saintech Vol No.02-Juni 2014 ISSN No

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Saintech Vol No.02-Juni 2014 ISSN No"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

18

PERBAIKAN AKTIVITAS BELAJAR BIOLOGI SISWA MELALUI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STAD (

Student Teams Achievement Division

)

PADA SISWA KELAS X-3 SMA NEGERI 12 MEDAN

Oleh :

Drs. Lurbin Haloho

*)

*) Guru Mata Pelajaran Biologi SMA Negeri 12 Medan

Abstract

This study aims to improve learning activities and student learning outcomes in biology subjects by applying models education STAD in class X-3 SMAN 12 North Sumatera. The study of this class action will be taken within two cycles. From cycle to cycle using STAD learning model with continuously improving the quality of student learning-oriented activity. Research subject in class X-3 SMAN 12 North Sumatera with number of 46 students.

After the study lasted for two cycles can be concluded that; 1). implementation of STAD models for teaching and learning in the subject matter of Biodiversity in class X-3 SMAN 12 North Sumatera managed to improve student learning activities visible improvement in the quality of each criterion for each activity cycle. In Cycle I read activity by 40%, 28% work, ask peers by 12%, ask the teacher by 10%, and that is not relevant to teaching by 10%, while in the second cycle of reading activities by 24%, work for 44%, ask peers by 16%, ask the teacher by 12%, and that is not relevant to the teaching of 4%; 2). mastery learning outcomes of students in the subject matter of biological diversity by applying the model STAD in Cycle I reached an average of 68.9 with classical completeness Cycle II 50% and reach 84.6 to 91.3% classical completeness. Thus an increase in classical completeness student learning outcomes.

Keywords: Learning activities, learning outcomes, Type STAD Cooperative Learning Model

Student Teams Achievement Division

I. Pendahuluan

Pendidikan mempunyai arti yang sangat penting dalam kehidupan kita, baik dalam kehidupan individu, bangsa maupun negara. Oleh karena itu pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sehingga sesuai dengan tujuan. Keberhasilan suatu bangsa terletak pada mutu pendidikan yang dapat meningkatkan kualtias sumber daya manusianya.

Dewasa ini pembelajaran mengemban tugas pada pencapaian kompetensi dengan berorientasi pada aktivitas belajar siswa, siswa sebagai pusat pembelajaran. Namun pada kenyataannya pembelajaran seperti ini belum

terlaksana pada prakteknya. Kondisi yang sama juga terjadi dalam pembelajaran biologi di SMA Negeri 12 Medan. Pembelajaran masih berorientasi pada upaya penguasaan materi sebanyak-banyaknya pada siswa. Akibatnya, pembelajaran cenderung berlangsung satu arah dengan guru sebagai sumber belajar utama. Prosesnya adalah guru sebagai pusat pembelajaran yang aktif menyampaikan materi dengan metode ceramah, latihan dan penugasan sebagai pilihan utama. Sementara guru aktif, siswa pasif menerima materi menjadi pendengar yang budiman. Dengan kata lain pembelajaran tidak berpusat pada siswa, tidak berorientasi pada aktivitas belajar siswa.

(2)

19 Padahal KTSP saat ini menghendaki

pembelajaran berorientasi pada aktivitasbelajar siswa sehingga memberi kesan dan kebermaknaan dibenak siswa. Siswa membentuk pemahaman sendiri melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar bukan hanya sekedar membentuk daya ingat melalui pemindahan informasi dari guru ke siswa. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

Sementara itu pembelajaran rumpun ilmu pengetahuan alam seperti biologi mengemban tugas memberikan penguasaan keterampilan disamping kompetensi yang harus dicapai. Sehingga pembelajaran bukan hanya sekedar menuangkan bahan pelajaran, tetapi teaching is primarily and always the stimulation of

learner (Wetherington, 1986:131-136), dan

mengajar tidak hanya dapat dinilai dengan hasil penguasaan mata pelajaran, tetapi yang terpenting adalah perkembangan pribadi anak, sekalipun mempelajari pelajaran yang baik, akan memberikan pengalaman membangkitkan bermacam-macam sifat, sikap dan kesanggupan yang konstruktif.

Untuk kepentingan penguasaan kompetensi dan keterampilan maka sanagat tepat digunakan model pembelajaran kooperatif. Sesungguhnya, bagi guru-guru di negeri ini metode gotong royong tidak terlampau asing dan mereka telah sering menggunakannya dan mengenalnya sebagai metode kerja kelompok. Memang tidak bisa disangkal bahwa banyak guru telah sering menugaskan para siswa untuk bekerja dalam kelompok.

Sayangnya, berbagai sikap dan kesan negatif memang bermunculan dalam pelaksaan pembelajaran kooperatif. Jika kerja kelompok tidak berhasil, siswa cenderung saling menyalahkan. Sebaliknya jika berhasil, muncul perasaan tidak adil. Siswa yang pandai/rajin merasa rekannya yang kurang mampu telah membonceng pada hasil kerja mereka. Akibatnya, model pembelajaran kooperatif yang seharusnya bertujuan mulia, yakni menanamkan rasa persaudaraan dan kemampuan bekerjasama, justru bisa berakhir dengan ketidakpuasaan dan kekecewaaan.

Berbagai dampak negatif dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif tersebut seharusnya bisa dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih banyak waktu dan perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun model pembelajaran kooperatif. Yang diperkenalkan dalam model pembelajaran cooperative learning bukan sekedar kerja kelompok, melainkan pada penstrukturannya. Jadi, sistem pengajaran

cooperative learning bisa didefinisikan sebagai kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Salah satu pembelajaran kooperatif dengan lima unsur ini adalah tipe Student Teams Achievement Division (STAD).

Dari latar belakang masalah tersebut, maka judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah“Perbaikan Aktivitas Belajar Biologi Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada

Siswa Kelas X-3 SMA Negeri 12Medan”.

Merujuk pada uraian latar belakang dan batasan masalah, dapat dikaji ada beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah aktivitas belajar siswa selama mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran biologi di kelas X-3 SMA Negeri 12 Medan meningkat?

2. Apakah hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran biologi di kelas X-3 SMA Negeri 12 Medan meningkat?

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa

selama mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran biologi di kelas X-3 SMA Negeri 12 Medan.

2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran

(3)

20

3. kooperatif tipe STAD pada pembelajaran biologi di kelas X-3 SMA Negeri 12 Medan.

II. Kajian Pustaka

Sanjaya (2005: 101) pembelajaran adalah ”proses penambahan informasi dan kemampuan atau kompetensi baru”. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 297) pembelajaran adalah ”kegiatan guru secara terprogram, dalam disain intruksional, untuk membuat siswa belajar aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”.

Menurut Sanjaya (2006: 242) pengertian pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Wahab dan Solehuddin (dalam Ratnasari, 2007: 11) menyatakan bahwa ”belajar kooperatif dapat merangsang siswa mengoptimalkan dirinya dalam perkembangan intelektual dan selain itu juga dapat meningkatkan ketrampilan siswanya, hal ini disebabkan karena dalam belajar koopertaif siswa dituntut untuk mengimplementasikan penalarannya dan saling membagi-bagikan pengalamannya untuk memecahkan masalah.

Pembelajaran kooperatif model STAD merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa dalam pembelajaran kooperatif model STAD dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Kelompok kecil mempunyai anggota 4-5 siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, rendah, terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan kemungkinan berasal dari suku, agama dan etnis yang berbeda.

Handayanto (dalam Ratnasari, 2007:13) menyatakan bahwa ”pembelajaran kooperatif model STAD menekankan berbagai ciri pembelajaran langsung dan merupakan model yang mudah diterapkan dalam pembelajaran”. Model pembelajaran langsung tersebut terdiri dari lima tahap yaitu:

1. Orientasi, guru menetapkan materi pembelajaran, menelaah singkat materi sebelumnya menetapkan tujuan pembelajaran dan menetapkan prosedur pembelajaran.

2. Presentasi, guru menjelaskan atau mendemonstrasikan konsep atau ketrampilan baru.

3. Latihan struktur, guru membimbing kelompok siswa mulai berlatih contoh dalam langkah tertentu, siswa menanggapi pertanyaan.

4. Latihan terbimbing, siswa berlatih semi independent.

5. Latihan bebas, siswa berlatih secara mandiri di rumah atau kelas.

Pembelajaran koopertaif model STAD menekankan pada pemberian penghargaan sebagai bentuk reinforcement, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan semangat belajar siswa yang akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran kooperatif model STAD merupakan model pembelajaran yang cocok diterapkan dalam kelas yang memilki karakteristik yang heterogen, baik dalam kemampuan akademis, jenis kelamin, suku, motivasi dan lain-lain. Dalam pembelajaran koopertaif model STAD ini tanggung jawab siswa terhadap proses belajar lebih besar karena siswa lebih banyak bekerja dari pada sekedar mendengarkan informasi sehingga metode pembelajaran ini dapat melatih tanggung jawab siswa terhadap proses belajarnya.

Dalam STAD semua siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih keberhasilan, karena semua anggota kelompok mempunyai kesempatan mengkontribusikan nilai pada kelompok sebagai hasil peningkatan kemampuan dari waktu sebelumnya. Jadi, tuntutan yang diminta pada setiap siswa adalah perlunya selalu meningkatkan kemampuannya dari waktu ke waktu. Pada awal-awal pelaksanaan pembelajaran kooperatif model STAD diperlukan adanya diskusi dengan siswa tentang ketentuan-ketentuan yang dalam kelompok kooperatif

Slavin (dalam Isjoni, 2007: 51-54) menyebutkan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran kooperatif model STAD adalah sebagai berikut:

1. Penyajian kelas

Penyampaian materi secara klasikal oleh guru tentang materi yang akan dipelajari oleh siswa. Penyajian ditekankan pada materi yang akan dibahas saja. Selanjutnya siswa disuruh

(4)

21 belajar dalam kelompok kecil untuk

mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. 2. Belajar kelompok

Setiap kelompok terdiri atas 4-5 siswa (1 siswa dari kelompok atas, 2 siswa dari kelompok sedang dan sisanya berasal dari kelompok bawah) yang dikelompokkan berdasarkan kemampuan akademik dan jenis kelamin. Caranya dengan merangking siswa berdasarkan nilai rapor atau nilai terakhir sebelum pembelajaran kooperatif model STAD. Kemudian dibagi dalam tiga kelompok (kelompok atas, tengah dan bawah). Adapun tujuan pengelompokan ini adalah untuk mendorong adanya kerjasama kelompok dalam mempelajari materi dan menyelesaikan tugas yang diberikan guru serta menyiapkan semua anggota untuk menghadapi tes individual dengan baik.

3. Soal Tes Hasil Belajar

Setelah belajar kelompok diadakan tes hasil belajar untuk mengukur kemajuan belajar siswa terhadap materi yang baru saja dipelajarinya. Dalam hal ini siswa tidak dibenarkan untuk kerjasama dengan temannya. Tujuan kuis atau tes adalah untuk memotivasi siswa agar berusaha dan bertanggung jawab secara individual. Siswa dituntut untuk melakukan yang terbaik sebagai hasil belajar kelompoknya. Selain bertanggung jawab secara individual, siswa juga harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberi sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompoknya. 4. Skor kemajuan individu

Skor kemajuan individu siswa ditentukan berdasarkan selisih skor kuis atau tes dahulu (skor dasar) dengan skor kuis atau tes (skor yang diperoleh setelah pembelajaran kooperatif model STAD). Bagi siswa yang tidak dapat meraih poin yang lebih baik dari skor kuis atau tes terdahulu, maka siswa tersebut juga tetap diberikan poin peningkatan individual (lihat tabel 2.3), agar siswa tetap termotivasi belajar. Dengan cara ini setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk menyumbangkan poin maksimal bagi kelompok. Adapun kriteria dari poin kemajuan individu dan skor kemajuan kelompok adalah sebagai berikut:

Skor Tes PerkemNilai

bangan - Lebih dari 10 poin di bawah

skor dasar

- 10 sampai dengan 1 poin dibawah skor dasar

- Sama dengan skor dasar sampai dengan 10 poin diatasnya

- Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 0 10 20 30 Sumber: Ibrahim, 2000:57 5. Penghargaan kelompok

Setelah dilakukan penghitungan baru peningkatan individu, langkah selanjutnya adalah pemberian pengakuan sebagai bentuk penghargaan terhadap kelompok yang berhasil mencapai kriteria tertentu. Skor kelompok diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh point peningkatan individu siswa dalam satu kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Kelompok yang memperoleh skor berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan berhak memperoleh penghargaan. Berdasarkan skor kelompok yang diperoleh, terdapat tiga tingkatan penghargaan yang diberikan, yaitu: 1. Kelompok dengan skor rata-rata > 25,

sebagai kelompok super

2. Kelompok dengan skor rata-rata 20-24, sebagai kelompok hebat

3. Kelompok dengan skor rata-rata <19, sebagai kelompok baik

III. Metodelogi Penelitian

A. Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X-3 Negeri 12 Medan dengan jumlah siswa yang terikut dalam penelitian sebanyak 46 siswa.

B. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah; 1). tes hasil belajar; 2). lembar observasi aktivitas siswa.

C. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK pertama kali diperkenalkan oleh psikologi sosial Amerika

(5)

22

yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946 (Aqib, 2006 :13).

Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau disekolah dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran. Menurut Lewin dalam Aqib (2006 : 21) menyatakan bahwa dalam satu Siklus terdiri atas empat langkah, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), observasi (observing) dan refleksi (reflecting).

D. Teknik Analisis Data

Metode Analisis Data pada penelitian ini digunakan metode deskriptif dengan membandingkan hasil belajar siswa sebelum tindakan dengan hasil belajar siswa setelah tindakan.

Langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut:

1. Merekapitulasi nilai pretes sebelum tindakan dan nilai tes akhir Siklus I dan Siklus II.

2. Menghitung nilai rerata atau persentase hasil belajar siswa sebelum dilakukan tindakan dengan hasil belajar setelah dilakukan tindakan pada Siklus I dan Siklus II untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar.

E. Kriteria Keberhasilan

Berkaitan dengan indikator kinerja Suwandi dan Madyo Eko Susilo (2007:36) menyatakan bahwa ”Indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang akan dijadikan dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian. Dalam penelitian ini indikator pencapaian apabila nilai siswa secara individu mencapai KKM biologi kelas X yang ditetapkan sekolah sebesar 71 dan secara klasikal ≥85% siswa mencapai KKM tersebut.

IV. Hasil Dan Pembahasan

Sebelum dilakukan KMB Siklus I dilakukan tes hasil belajar sebagai tes kemampuan awal siswa. Merujuk pada lampiran data Pretes diperoleh nilai terendah siswa 50, sedangkan nilai tertingginya 75. Dengan rata-rata 62,4 sedangkan KKM adalah 71 maka hanya terdapat 12 siswa yang lulus yang memperoleh nilai tuntas atau ketuntasan

klasikal 26 %. Dapat dipahami karena memang

siswa belum diajarkan materi ini, akan tetapi rendahnya kemampuan awal menggambarkan bahwa siswa malas membaca dari rumah sebelum belajar di sekolah.

A. Data Siklus I 1. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk Siklus I dilaksanakan pada KBM I tanggal 2 Oktober 2013 di Kelas X-3 dengan diikuti 46 siswa. Materi yang dibahas adalah keanekaragaman hayati. KBM II hari selasa tanggal 9 Oktober 2013 di Kelas X-3 dengan diikuti 46 siswa. Materi yang dibahas adalah memahami manfaat keanekaragaman hayati. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengajar. Sedangkan yang bertindak sebagai pengamat adalah dua orang guru sejawat yaitu ibu Dra.Robiah Flora dan ibu Dra. Betsaida.

Adapun data yang di peroleh pada siklus I yakni data aktivitas belajar dan hasil belajar siswa yang dapat kita lihat pada tabel 1 dan 2 berikut:

Tabel 1. Aktivitas Belajar Siswa Siklus I

No Aktivitas Skor Proporsi

1 Menulis,membaca 24,25 40%

2 Mengerjakan LKS 16,0 28%

3 Bertanya pada teman 7 12% 4 Bertanya pada guru 6 10% 5 Yang tidak relevan 6,25 10%

Jumlah 50 100%

Tabel 2. Distribusi Hasil Formatif I

2. Tahap Refleksi I dan Revisi

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:

a. Beberapa siswa kurang aktif apabila guru menyuruh menyelesaikan soal didepan. Siswa yang maju didominasi oleh siswa

Nilai Frekuensi Rata-rata

80 23

68,7

60 17

50 6

(6)

23 yang pandai dalam menyelesaikan

masalah.

b. Kurangnya latihan soal, karena waktu terpotong untuk tes dan menjelaskan materi pelajaran.

c. LKS dikerjakan kurang optimal karena guru tidak memberitahukan kepada siswa pada pertemuan sebelumnya bahwa akan diberikan LKS pada setiap pertemuan. d. Siswa belum memahami penjelasan guru,

sehingga guru dan peneliti harus berkeliling untuk mengetahui pemahaman siswa.

e. Ketika mengerjakan latihan soal, masih ada siswa yang berbicara sendiri dengan temannya.

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.

1) Guru menampilkan pelajaran melalui media pembelajaran (infocus) sehingga memudahkan siswa untuk memahami materi pelajaran.

2) Guru memberikan nilai plus (tambahan) untuk siswa yang dapat mengerjakan soal di depan dengan benar.

3) Latihan soal yang dibahas merupakan latihan soal yang tidak dapat dikerjakan oleh siswa dan latihan soal ditambah dengan memberikan pekerjaan rumah. 4) Guru memberitahukan untuk mengulang

materi sebelumnya dan mempelajari materi berikutnya, karena setiap pertemuan akan diberikan LKS.

B. Data Siklus II 1. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk Siklus II dilaksanakan pada KBM III hari selas tanggal 23 Oktober 2013 di Kelas X-3 dengan diikuti 46 siswa. Materi yang dibahas adalah Mendeskripsikan ciri-ciri devisio dalam dunia tumbuhan dan peranannya bagi kelangsungan hidup bumi. KBM IV tanggal 30 Oktober 2013 di Kelas X-3 dengan diikuti 46 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pengajar, sedangkan yang bertindak sebagai pengamat adalah dua orang guru sejawat. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada RPP 3 dan 4 dengan memperhatikan revisi

pada Siklus I, sehingga kesalahan atau kekurangan pada Siklus I tidak terulang lagi pada Siklus II.

Adapun data yang diperoleh pada siklus II yakni data aktivitas belajar dan hasil belajar siswa pada siklus II seperti pada tabel 3 dan 4 berikut ini:

Tabel 3. Aktivitas Belajar Siswa Siklus II

No Aktivitas Skor Proporsi

1 Menulis,membaca 13,25 24%

2 Mengerjakan LKS 24 44% 3 Bertanya pada teman 9 16% 4 Bertanya pada guru 6,5 12% 5 Yang tidak relevan 2,25 4%

Jumlah 55 100%

Tabel 4. Distribusi Hasil Formatif II

Nilai Frekuensi Rata-rata

100 10 84,6 90 5 80 27 65 4 Jumlah 46

2. Tahap Refleksi II dan Revisi

Beberapa hal yang dapat dicatat dalam refleksi pembelajaran Siklus II adalah sebagai berikut:

1). Siswa mulai aktif dalam diskusi dengan ditunjukkan oleh hasil observasi aktivitas belajarnya yang sedikit lebih baik dari pada Siklus I

2). Ketuntasan hasil belajar siswa meningkat dari 50% atau gagal menjadi 91,3% atau

dalam ketogori berhasil

3). Siswa mulai terbiasa mengungkapkan pendapatnya terlihat dari dokumentasi penelitian dan aktivitas belajar siswa dimana aktivitas diskusi meningkat dan mencapai dominan, berarti media belajar menggunakan infocus membantu dalam memicu keinginan/minat siswa dalam belajar.

Pada siklus II guru telah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil

(7)

24

belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Merujuk pada Gambar 1, peningkatan kualitas aktivitas belajar ditunjukkan dengan perubahan aktivitas Siklus I ke Siklus II. Rata-rata aktivitas menulis dan membaca mengalami perubahan dari proporsi 40%

menjadi 24%. Aktivitas mengerjakan dalam

diskusi naik dari 28% menjadi 44%. Aktivitas

bertanya pada teman naik dari 12% menjadi 16%. Aktivitas bertanya kepada guru naik dari

10% menjadi 12%. Dan aktivitas yang tidak

relevan dengan KBM turun dari 10% menjadi

4%.

Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa pada Siklus II lebih baik dari pada Siklus I, perubahan aktivitas individual seperti menulis dan membaca terjadi perubahan pada Siklus II yakni siswa semain mempersiapkan diri dari rumah, namun aktivitas kerja mengalami kenaikan karna siswa semain mengetahui apa yang harus dikerjakannya. Keberanian siswa bertanya kepada guru meningkat, siswa tidak lagi merasa takut/canggung, dan diikuti naiknya ketergantungan positif antar siswa dengan naiknya aktivitas bertanya sesama siswa. Kesimpulan ini diperkuat dengan temuan bahwa aktivitas yang tidak relevan dengan KBM pada Siklus II menyusut sedikit dari Siklus I.

Berdasarkan data penelitian dapat dilihat bahwa nilai rata-rata sebelum penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu berupa nilai pretes adalah 62,4 dengan

ketuntasan belajar yang dicapai 26%, setelah

penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD nilai siswa mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil tes pada Siklus I, nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai siswa adalah 68,7 dengan persentasi 50%, untuk nilai rata -rata hasil belajar dan persentasi ketuntasan klasikal yang dicapai belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan karena

masih banyak siswa memperoleh nilai yang di bawah kriteria ketuntasan minimum.

Setelah dilaksanakan Siklus II, maka hasil belajar siswa menurut Formatif II adalah rata-rata 84,6 dengan ketuntasan klasikal mencapai

91,3%. Karena nilai rata-rata di atas KKM

sebesar (71) dan ketuntasan klasikal telah

mencapai 85%. Maka tindakan Siklus II dapat

dikatakan berhasil meningkatkan hasil belajar siswa samapai pada kriteria ketuntasan yang ditetapkan.

Kegagalan mencapai ketuntasan belajar pada Siklus I, diakibatkan beberapa kekurangan, yaitu:

1. Beberapa siswa kurang aktif apabila guru menyuruh menyelesaikan soal di depan. Siswa yang maju didominasi oleh siswa yang pandai dalam menyelesaikan masalah.

2. Kurangnya latihan soal, karena waktu terpotong untuk tes dan menjelaskan materi pelajaran.

3. LKS dikerjakan kurang optimal karena guru tidak memberitahukan kepada siswa pada pertemuan sebelumnya bahwa akan diberikan LKS pada setiap pertemuan. 4. Siswa belum memahami penjelasan guru,

sehingga guru dan peneliti harus berkeliling untuk mengetahui pemahaman siswa.

5. Ketika mengerjakan latihan soal, masih ada siswa yang berbicara sendiri dengan temannya.

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.

1) Guru memberikan nilai plus (tambahan) untuk siswa yang dapat mengerjakan soal di depan dengan benar.

2) Latihan soal yang dibahas merupakan latihan soal yang tidak dapat dikerjakan oleh siswa dan latihan soal ditambah dengan memberikan pekerjaan rumah. 3) Guru memberitahukan untuk mengulang

materi sebelumnya dan mempelajari materi berikutnya, karena setiap pertemuan akan diberikan LKS.

4) Guru menggunakan infocus ketika mengajar untuk lebih memudahkan siswa.

Pembelajaran yang diterapkan pada Siklus II sama seperti pada Siklus I, yaitu penerapan pembelajaran tipe STAD pada mata pelajaran

(8)

25 biologi. Tahapan pembelajaran juga masih

sama yaitu dengan menggunakan tiga tahapan sebagai berikut: tahap awal (persiapan), tahap inti (pelaksanaan), dan tahap akhir (penutup).

Selama pengamatan terhadap kegiatan siswa Siklus II (aktivitas siswa), penilaian terhadap tes hasil belajar (ranah kognitif), dan dokumentasi terhadap pelaksanaan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD Siklus II, meski masih terlihat hal-hal yang harus diadakan perbaikan, namun secara keseluruhan tahapan pembelajaran sudah berlangsung cukup baik. Karena keterbatasan waktu dan biaya maka penelitian ini direncanakan dalam dua siklus saja. Hasil belajar siswa sudah menunjukkan peningkatan dan semua siswa dikatakan tuntas. Secara keseluruhan semua aspek dalam hasil belajar mengalami peningkatan dari Siklus I ke Siklus II. Karena proses pelaksanaan pada Siklus I dan Siklus II telah dapat mencapai hasil dari pembelajaran yang diharapkan dan telah dapat menjawab rumusan masalah pada penelitian ini, maka tidak diadakan Siklus selanjutnya.

IV. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penerapan model kooperatif tipe STAD selama kegiatan belajar mengajar biologi di kelas X-3 SMA Negeri 12 Medan sebagai berikut:

a) Data aktivitas siswa rata-rata menurut pengamatan pengamat pada Siklus I antara lain menulis / membaca (40%), bekerja (28%), bertanya sesama teman (12%), bertanya kepada guru (10%), dan yang

tidak relevan dengan KBM (10%).

b) Data aktivitas siswa rata-rata menurut pengamatan pada Siklus II antara lain menulis / membaca (24%), bekerja (44%), bertanya sesama teman (16%), bertanya kepada guru (12%), dan yang tidak

relevan dengan KBM (4%). Sehingga

terjadi perbaikan aktivitas belajar siswa selama dua siklus.

c) Hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada Formatif I dan Formatif II menunjukkan rata-rata 67,8 dan 84,6 dari data tersebut menunjukkan tuntas sesuai dengan KKM dengan ketuntasan klasikal

60% dan 91,3% atau ketuntasan klasikal

tercapai pada Siklus II.

Daftar Pustaka

Ali, M. 1996. Guru Dalam Proses Belajar

Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algesindon.

Arikunto, S. 1999. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineksa

Cipta.

Combs. A.W. 1984. The Profesional

Education of Teachers. Allin and

Bacon, Inc. Boston.

Djamarah, S.B. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Hamalik, O. 1999. Kurikulum dan

Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi

Aksara.

Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses

Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Mukhlis, Al. (Ed). 2000. Penelitian Tindakan

Kelas. Makalah Panitian Pelatihan

Penulisan Karya Ilmiah untuk Guru-guru se-Kabupaten Tuban.

Murdiyatmoko, J. 2009. Biologi Untuk SMA Kls. X. Jakarta: Erlangga.

Nur, M. 2001. Pemotivasian Siswa untuk

Belajar. Surabaya. University Press.

Universitas Negeri Surabaya.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi

Belajar Mengajar. Jakarta: Bina

Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan

Model Pembelajaran. Jakarta:

PAU-PPAI, Universitas Terbuka.

Taupan, M. 2007. Biologi Untuk SMA Kls. X. Jakarta: Bumi Aksara

Gambar

Tabel 3. Aktivitas Belajar Siswa Siklus II

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pelaksanaan teknik budidaya tanaman cabai merah ( Capsicum annum L)

1) Menyiapkan wadah/tempat untuk media limbah yang digunakan dalam proses fitoremediasi. Wadah yang digunakan berupa ember plastik berukuran sedang sebanyak 6 buah

memberikan arahan, masukan dalam mengambil mata kuliah serta bimbingan mengenai akademik selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Pada era modern seperti sekarang ini, jilbab ataupun niqab mengalami evolusi dalam pemakaiannya. Penggunaan niqab mengalami banyak perubahan mulai dari segi bahan

Tidak banyak orang yang mengetahui kemunduran ekonomi mereka juga mempengaruhi sisi sosial dan budaya.. Menurut Claude Guillot seorang peneliti yang pernah mengkaji

Kekuatan yang dimiliki Unit Pengelola Kegiatan (UPK) antara lain: prosedur dan syarat pengajuan kredit mudah dan ringan, ada pendampingan kelompok, pelaksanaan

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya kelekatan adalah kecenderungan perilaku anak atau individu untuk mencari dan berusaha mempertahankan kedekatan

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan pedoman informasi serta mengembangkan pengetahuan perusahaan segi faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen. Penelitian