• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kartina A.M. 1) Tirtayasa, Jl. Raya Jakarta Km.4 Pakupatan Serang Banten Telp ext. 132, Fax

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kartina A.M. 1) Tirtayasa, Jl. Raya Jakarta Km.4 Pakupatan Serang Banten Telp ext. 132, Fax"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

18 Jur. Agroekotek. 2 (2): 18-23, Desember 2010

EVALUASI POTENSI GENETIS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI VARIETAS UNGGUL BARU TANAMAN PADI (Oryza sativa) DI KECAMATAN BANJAR

KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

Evaluation of Growth and Production Genetic Potential of New Superior Variety of Rice Plant (Oryza sativa) in Banjar Sub District Pandeglang Regency of Banten Province

Kartina A.M.1)

1)Dosen pada Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Unviversitas Sultan Ageng Tirtayasa, Jl. Raya Jakarta Km.4 Pakupatan Serang Banten Telp. 0254 280330 ext. 132,

Fax. 0254 8285293

Email: kartina_plg@yahoo.com

ABSTRACT

The research was aimed to know genetic potential of growth and production of four new superior varieties of rice plants grown in the village Kadu Bale in Banjar sub-district pandeglang Regency of Banten Province. Research was conducted in the village Kadu Bale Banjar District Pandeglang in May until September 2010. The research used a randomized block design with new superior varieties as factor, which consisted of 4 levels with six replications. Parameters were observed: 1) The number of tillers (stems), 2) plant height (cm), 3) Age of panicle appear (HSS), 4) Age of harvest (days), 5) production per ha, and 6) The percentage of empty grains per clump (%). 7) The percentage of attacks Bacterial Leaf Light. The result showed that each variety (Ciherang, Inpari 1, Inpari 7, and Inpari 8 ) had potential interaction to abiotic and biotic environment during the period of its life (one season). Inpari 8 showed the best potential interactions of abiotic and biotic environment during the period of its life (one season).

Keywords: rice, production potential, new superior varieties.

PENDAHULUAN

Kontinyuitas menanam padi di Indonesia merupakan aktivitas yang harus dijamin untuk dapat terus berlangsung pada areal spesifik lokasi sesuai kultur sosial budaya masyarakat setempat. Terhentinya aktivitas penanaman padi di masa mendatang bukan merupakan hal yang mustahil akan terjadi di beberapa Provinsi di Indonesia tidak terkecuali di Provinsi Banten.

Sesungguhnya, telah diketahui bahwa predikat sebagai petani bukan merupakan hal yang membanggakan di kalangan masyarakat modern merupakan salah satu “sinyal” akan berhentinya aktivitas penanam padi. Untuk kontinyuitas penanaman padi maka penghormatan atas harkat dan martabat petani harus dapat mulai dilakukan secara nyata dan berkesinambungan dan bukan dalam bentuk seremonial sesaat.

Petani padi terutama petani gurem masih berhadapan dengan sejumlah kesulitan, diantaranya biaya produksi tinggi, harga jual tertekan dengan berlimpahnya produksi saat musim panen dan umumnya petani kita (Provinsi Banten) belum sepenuhnya mampu untuk melakukan tunda jual. Kenyataan demikian, memberikan implikasi “meskipun jumlah produksi padi meningkat tidak menjamin pendapatan petani akan meningkat” (Lebih dari 65 % Penerima Raskin adalah Petani dan tingginya permintaan BLBU). Implikasi positif peningkatan produksi padi hanya memberikan keberuntungan kepada segelintir orang (penguasa, petani-petani pemilik dan perusahaan yang bergerak di bidang pertanian).

Untuk meningkatkan produksi beras sekaligus diikuti peningkatan pendapatan petani, pada wilayah spesifik (Lahan Pertanaman Padi) perlu diupayakan

(2)

19 Jur. Agroekotek. 2 (2): 18-23, Desember 2010

penggunaan teknologi benih. Benih bermutu merupakan salah satu hasil teknologi benih. Benih bermutu spesifik harus didapat dari pengalaman menanamnya (uji coba). Ketersediaan benih bermutu harus memenuhi syarat tujuh tepat yaitu: tepat mutu, tepat varietas, tepat jumlah, tepat waktu, tepat tempat, tepat jenis, dan tepat harga (Balitpa, 2001).

Pemuliaan tanaman bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul yang baru, sertifikasi benih bertujuan untuk mempertahankan keunggulan suatu varietas yang sudah ada. Varietas baru suatu tanaman yang dihasilkan oleh Balai Penelitian ataupun Lembaga Penelitian, baik milik pemerintah maupun swasta melalui kegiatan pemuliaan tanaman berkembang. Pemuliaan tanaman berkembang seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara pemilihan dari keragaman populasi baik yang alami, hasil persilangan, penggandaan kromosom, dan mutasi, serta yang secara inkonvensional dengan cara rekayasa genetika (Balitpa, 2001; Sulistianingsih et al., 2004.).

Keunggulan suatu varietas tanaman padi tidak bersifat universal dan tidak kekal sepanjang masa. Untuk itu mutu genetis suatu varietas tanaman padi harus selalu diperbaharui melalui penyediaan benih sumber. Penyediaan benih sumber kelas Benih Dasar merupakan tugas pokok Balai Benih Provinsi. Untuk menjamin ketersediaan benih tanaman padi siap tanam (Benih Sebar) sebanyak 12.000. Ton, Balai Benih Provinsi hanya berkewajiban menanam benih penjenis (Breeder Seed) Label Kuning sebanyak 10 Kg.

Produksi benih dalam skala luas dengan mekanisme pengendalian mutu harus menjadi prioritas. Untuk menjaga keaslian dan kemurnian varietas selama proses produksi dan distribusi “Benih” memerlukan keahlian dan manajemen khusus (Kropff et al., 1994).

Peranan Teknologi Varietas Padi, menurut Kepala Balitbang Pertanian Gatot Irianto (24/4/2009 dalam Harian Umum Kompas), penanaman padi empat kali dalam setahun dapat dilakukan dengan pendekatan sistem pertanaman intensif mulai dari pemilihan

varietas, pengolahan lahan, pesemaian, hingga pemanenan.

Penggunaan benih unggul merupakan kunci sukses dalam sapta usaha tani dalam bertani secara intensifikasi, Benih sumber (BS) menempati posisi strategis dalam industri perbenihan nasional, karena menjadi sumber bagi produksi benih kelas-kelas di bawahnya yang akhirnya digunakan petani. Benih bermutu adalah benih yang baik dan bermutu tinggi yang menjamin pertanaman bagus dan hasil panen tinggi. Saat ini, benih bermutu dicerminkan oleh keseragaman biji, daya tumbuh, dan tingkatkemurnian yang tinggi. (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, 2009).

Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil panen yang tinggi dengan kualitas beras yang diterima pasar, maka varietas yang digunakan sebaiknya yang beradaptasi baik di lingkungan sawah.

Dalam Evaluasi Varietas Unggul Baru (EVUB) mempunyai 3 prinsip dalam pelaksanaan nya, yaitu:

1). Suatu varietas sebaiknya diuji selama paling sedikit 3 musim tanam di lahan petani untuk menjamin kesesuaiannya dalam hal stabilitas hasil dan ketahanan terhadap hama/penyakit utama.

2). Evaluasi varietas unggul baru dengan menggunakan cara tanam yang dilakukan oleh petani. Misalnya, kalau petani biasa menggunakan tanam pindah, jangan evaluasi dengan cara tabela atau kalau petani biasa menggunakan pupuk dalam takaran sedang jangan gunakan pupuk dalam takaran tinggi.

3). Petani sebaiknya menguji suatu varietas pada sebagian kecil lahannya untuk mengurangi risiko.

Varietas baru suatu tanaman akan mempunyai arti, nilai, dan manfaat jika petani berminat memakai (menanam) benih varietas tersebut dan merasakan nilai tambahnya. Serangkaian kegiatan di tingkat lapang yang menuntut untuk dapat dilakukan institusi perbenihan pemerintah (Balai Benih) untuk

(3)

20 Jur. Agroekotek. 2 (2): 18-23, Desember 2010

mempopulerkan manfaat varietas baru dan mengetahui kemunduran potensi genetis suatu varietas tanaman padi (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2001).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi genetis terhadap pertumbuhan dan produksi empat varietas unggul baru tanaman padi yang ditanam di desa Kadu Bale Kecamatan Banjar Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Kadu Bale Kecamatan Banjar Kabupaten Pandeglang pada bulan Mei sampai September 2010.

Bahan-bahan yang digunakan adalah: 1) benih padi varietas Inpari 1, Inpari 7, Inpari 8, dan Ciherang yang berasal dari benih penjenis (label kuning), 2) pupuk Urea, TSP dan KCl, dan3) Fungisida. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah: 1) alat pengolah tanah, 2) sabit, dan 3) alat-alat tulis.

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan satu faktor yaitu Varietas Unggul Baru (VUB) yang terdiri dari 4 taraf dengan enam ulangan. Selanjutnya dilakukan uji lanjut Beda Nyata Jujur jika dari hasil sidik ragam berbeda nyata atau sangat nyata. Parameter yang diamati: 1) Jumlah anakan (batang), 2) Tinggi tanaman (cm), 3) Umur keluar malai (HSS), 4) Umur panen (hari), 5) produksi per Ha, dan 6) Persentase gabah hampa per rumpun (%).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian terhadap pengamatan Jumlah anakan (batang), Tinggi tanaman (cm), Umur keluar malai (HSS), Umur panen (hari), produksi per Ha, dan Persentase gabah hampa per rumpun disajikan pada Tabel 1, 2, 3, 4, 5,dan 6.

1. Jumlah anakan (batang)

Jumlah anakan terlihat dari hasil penelitian untuk varietas Inpari 8 rata-rata

lebih banyak (34,6) dibandingkan dengan tiga varietas lainnya, hal ini menunjukkan bahwa daya adaptasi varietas Inpari 8 terhadap lingkungan tumbuh terutama pada fase vegetatif baik. Hal ini didukung juga berdasarkan deskripsi varietas dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009), bahwa varietas Inpari 8 mempunyai jumlah anakan produktif lebih banyak (19±3), dibandingkan dengan varietas inpari 7 (16±3), Inpari 1 (16) dan Ciherang (14-17).

Berdasarkan uji lanjut BNJ 5 % varietas Inpari 8 berbeda nyata dengan varietas Inpari 1 dan Ciherang, namun tidak berbeda nyata dengan varietas Inpari 7. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 1 berdasarkan uji lanjut BNj 5 %.

Tabel 1. Rata-rata Jumlah anakan (batang) pada beberapa perlakuan varietas

Perlakuan (Varietas) Rata-rata jumlah anakan BNJ 5 % ( 6,356) A (Ciherang) 23,400 A B (Inpari 1) 30,000 B D (Inpari 7) 30,000 b c C (Inpari 8) 34,600 C Keterangan:

Perlakuan yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf BNJ 5 %

2. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman terlihat dari hasil penelitian untuk varietas Ciherang rata-rata lebih tinggi (99,95 cm) dibandingkan dengan tiga varietas lainnya. Hal ini didukung juga berdasarkan deskripsi varietas dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009), bahwa varietas Ciherang mempunyai tinggi tanaman 107-115 cm, Inpari 8 (113±8), Inpari 7 (104±7 cm), dan Inpari 1 (93 cm).

Berdasarkan uji lanjut BNJ 5 % varietas Ciherang tidak berbeda nyata dengan ke tiga varietas lainnya. Data selengkapnya

(4)

21 Jur. Agroekotek. 2 (2): 18-23, Desember 2010

disajikan pada Tabel 2 berdasarkan uji lanjut BNj 5 %.

Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman (cm) pada beberapa perlakuan varietas

Perlakuan (Varietas) Rata-rata tinggi tanaman BNJ 5 % ( 4,6652) C (Inpari 8) 95,900 a B (Inpari 1) 96,660 a D (Inpari 7) 97,700 a A (Ciherang) 99,950 a Keterangan:

Perlakuan yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf BNJ 5 %

3. Umur keluar malai (Hari)

Umur keluar malai terlihat dari hasil penelitian untuk varietas Inpari 1rata-rata lebih cepat (78,800 hari) dibandingkan dengan tiga varietas lainnya. Hal ini didukung juga berdasarkan deskripsi varietas dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009), bahwa varietas Inpari 1 mempunyai umur panen lebih cepat (108 hari), Inpari 7 (110-115 hari)), Ciherang (116-125 hari), dan Inpari 8 (125 hari).

Berdasarkan uji lanjut BNJ 5 % varietas Inpari 1tidak berbeda nyata dengan varietas Inpari , namun berbeda nyata dengan varietas Ciherang dan Inpari 8. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 3 berdasarkan uji lanjut BNj 5 %.

Tabel 3. Rata-rata umur keluar malai (hari) pada beberapa perlakuan varietas

Perlakuan (Varietas) Rata-rata umur keluar malai BNJ 5 % ( 2,7332) B (Inpari 1) 78,800 a D (Inpari 7) 79,800 a A (Ciherang) 85,600 b C (Inpari 8) 94,400 c Keterangan:

Perlakuan yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf BNJ 5 %

4. Umur panen (hari)

Umur panen terlihat dari hasil penelitian untuk varietas Inpari 1rata-rata lebih cepat (108,800 hari) dibandingkan dengan tiga varietas lainnya (Inpari 7=.109,800; Ciherang = 115,600, dan Inpari 8 =124,400).

Hal ini didukung juga berdasarkan deskripsi varietas dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009), bahwa varietas Inpari 1 mempunyai umur panen lebih cepat (108 hari), Inpari 7 (110-115 hari), Ciherang (116-125 hari), dan Inpari 8 (125 hari).

Berdasarkan uji lanjut BNJ 5 % varietas Inpari 1tidak berbeda nyata dengan varietas Inpari 7 , namun berbeda nyata dengan varietas Ciherang dan Inpari 8. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 4 berdasarkan uji lanjut BNj 5 %.

Tabel 4. Rata-rata umur panen (hari) pada beberapa perlakuan varietas

Perlakuan (Varietas) Rata-rata umur panen BNJ 5 % ( 2,7332) B (Inpari 1) 108,800 a D (Inpari 7) 109,800 a A (Ciherang) 115,600 b C (Inpari 8) 124,400 c Keterangan:

Perlakuan yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf BNJ 5 %

5. Produksi padi per ha (ton/ha)

Produksi padi per ha terlihat dari hasil penelitian untuk varietas Inpari 8 rata-rata lebih tinggi (7,8624 ton) dibandingkan dengan

(5)

22 Jur. Agroekotek. 2 (2): 18-23, Desember 2010

tiga varietas lainnya (Inpari 7= 6,6456 ton; Inpari 1(6,3536 ton), dan Ciherang (6,0176 ton).

Berdasarkan uji lanjut BNJ 5 % varietas Inpari 8 tidak berbeda nyata dengan varietas Inpari 7 , namun berbeda nyata dengan varietas Inpari 1 dan Ciherang. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 4 berdasarkan uji lanjut BNj 5 %.

Tabel 5. Rata-rata produksi padi per ha (ton) pada beberapa perlakuan varietas

Perlakuan (Varietas) Rata-rata produksi padi per ha BNJ 5 % ( 0,9332) A (Ciherang) 6,0176 a B (Inpari 1) 6,3536 a D (Inpari 7) 6,6456 a b C (Inpari 8) 7,8624 b Keterangan:

Perlakuan yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf BNJ 5 %

6. Persentase gabah hampa per rumpun (%)

Persentase gabah hampa per rumpun (%) terlihat dari hasil penelitian untuk varietas Inpari 8 rata-rata lebih rendah (22,196 %) dibandingkan dengan tiga varietas lainnya (Inpari 7= 30,132 %; Inpari 1(38,600 %;, dan Ciherang (48,276 %).

Berdasarkan uji lanjut BNJ 5 % varietas Inpari 8 tidak berbeda nyata dengan varietas Inpari 7 , namun berbeda nyata dengan varietas Inpari 1 dan Ciherang. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 4 berdasarkan uji lanjut BNj 5 %.

Tabel 6. Rata-rata persentase gabah hampa per rumpun (%) pada beberapa perlakuan varietas Perlakuan (Varietas) Rata-rata gabah hampa per rumpun BNJ 5 % ( 10,9400) C (Inpari 8) 22,196 A D (Inpari 7) 30,132 Ab B (Inpari 1) 38,600 Bc A (Ciherang) 48,276 Cd Keterangan:

Perlakuan yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada taraf BNJ 5 %

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, jumlah anakan padi varietas Inpari 8 lebih banyak dibandingkan dengan tiga varietas lainnya. Menurut Yoshida (1981), bahwa anakan padi merupakan indikator pertumbuhan suatu tanaman dan merupakan salah satu sifat utama yang penting pada varietas-varietas unggul. Lebih lanjut dikemukakan oleh Makarim et al. (2004) dan Samsudin (2008) menyatakan bahwa morfologi suatu tanaman sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya.

Keragaan morfologi varietas Inpari 8 lebih kokoh. Hal ini didukung oleh pendapat Kropff et al. (1994) bahwa suatu varietas dengan genetik tertentu akan memiliki potensi hasil tertentu pula yang sangat dipengaruhi oleh faktor iklim.

Potensi padi di daerah tropis beragam antara 7,5 – 11 ton Gabah Kering Giling per ha yang sangat tergantung pula pada waktu tanam (Makarim et al., 2000). Lebih lanjut menurut Makarim et al., (2004), bahwa produktivitas suatu penanaman padi merupakan hasil akhir dari pengaruh interaksi antara faktor genetik varietas tanaman dengan lingkungan dan pengelolaan melalui suatu proses fisiologis dalam bentuk pertumbuhan tanaman.

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

1). Masing-masing varietas (Ciherang, Inpari 1, Inpari 7, dan Inpari 8) memiliki potensi tersendiri terhadap lingkungan abiotik maupun biotik selama periode kehidupannya (satu musim tanam).

2). Inpari 8 memiliki potensi interaksi terbaik terhadap lingkungan abiotik maupun biotik (Nilai Ubinan

(6)

23 Jur. Agroekotek. 2 (2): 18-23, Desember 2010

Tertinggi) selama periode kehidupannya (satu musim tanam).

B. Saran

1). Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang evaluasi genetis pertumbuhan dan Potensi Produksi VUB Tanaman Padi pada masing-masing wilayah sentra produksi padi di Provinsi Banten;

2). Perlu ditambahkan dat-data tentang lingkungan mikro dan makro (Curah Hujan, suhu, kelembaban, Intensitas Sinar Matahari dan Tingkat Kesuburan Tanah)

DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2001.

Pengembangan dan Evaluasi

Pengelolaan Tanah dan Sumberdaya Terpadu pada Padi sawah Irigasi.

Balai Penelitian Tanaman Padi

Sukamandi. P. 2-4.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009.

Deskripsi Varietas Padi. Balai

Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Departemen Pertanian. 105 hal.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. 2009. Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesiahttp://pustaka.litbang.deptan. go.id/bppi/lengkap/bpp09034.pdf

Kropff, M.J. et al. 1994. Quantitative

Understanding of Yield Potential. In Cassman K.G. (Ed). Breaking the Yield Barrier Proc. Workshop on Rice

Yield Potential in Favorable

Environments. P.21-38.

Makarim, A.K. et al. 2000. Pengujian Sistem

Prescription Farming pada Pola IP

Padi 300. Jurnal Penelitian Pertanian

Tanaman Pangan. ISSN 0216-9959

vol 19(3): (3-21). Puslitbangtan,

Badan Litbang Pertanian.

Makarim, A.K. et al. 2004. Padi Tipe Baru.

Budidaya dengan Pendekatan

Pengelolaan Tanaman Terpadu. Balai Penelitian Tanaman Padi. ISBN 979-540-021-5. 48 hal.

Samsudin. 2008. Resistensi Tanaman

Terhadap Serangga Hama.

http://www.pertaniansehat.or.id/index. php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat &id=75. [Diakses tanggal 22 Oktober 2010].

Sulistianingsih, R.,Suyanto, Z.A. dan N. Anggia E. 2004. Peningkatan kualitas anggrek dendrobium hibrida dengan pemberian kolkhisin. Ilmu Pertanian Vol. 11 No.1, 2004 : 13-21

Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. International Rice Research Institute. Los Banos, Philippines.

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Jumlah anakan (batang) pada  beberapa   perlakuan varietas
Tabel 2.  Rata-rata tinggi tanaman (cm) pada  beberapa perlakuan varietas
Tabel  5.  Rata-rata  produksi  padi  per  ha  (ton)  pada beberapa perlakuan varietas

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut menyebabkan pabrik Cold Rolling Mill (CRM) mengeluarkan biaya yang lebih besar dari seharusnya.Sehigga tujuan dari penelitian adalah Mencari selisih antara penggunaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman sirsak mempunyai pertumbuhan yang sama dengan tanaman sirsak gunung pada umur 6 bulan, yang dicerminkan oleh tinggi tanaman,

Penanganan :Gunakan pakaian dan peralatan safety dengan benar ,Jangan tinggalakan drum kosong diudara terbuka, tampung drum kosong dilokasi yang tetap, peralatan

255 Penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu penyisipan yang efektif sebelum panen untuk mendapatkan cahaya yang optimal untuk pertumbuhan tanaman jagung, menentukan

Respon Kombinasi Varietas dan Jarak tanam terhadap pertumbuhan dan bobot hasil tanaman wortel ( Daucus carota. L) pada parameter persentase tanaman yang tumbuh, garis tengah

Selain ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva dan nilai nutrisi yang baik bagi pertumbuhan, kelebihan lain dari zooplankton sebagai pakan alami adalah

2) Ijazah yang diperoleh dari Perguruan Tinggi Luar Negeri, yang telah mendapatkan penetapan penyetaraan dari Panitia Penilaian Ijazah Luar Negeri Kementerian Pendidikan

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,