• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBERHASILAN KEBUNTINGAN PADA SAPI MADURA MELALUI PENERAPAN KAWIN ALAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBERHASILAN KEBUNTINGAN PADA SAPI MADURA MELALUI PENERAPAN KAWIN ALAM"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERHASILAN KEBUNTINGAN PADA SAPI MADURA

MELALUI PENERAPAN KAWIN ALAM

(The Success of Conception in Madura Cattle

Through the Application of Natural Mating)

Jauhari Efendy, Mariyono

Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No. 2 Grati Pasuruan, Jawa Timur Email: lolitsapi_litbang@yahoo.co.id

ABSTRACT

Currently, the natural breeding programme in cattle is used by some farmers on the island of Madura. In some areas, Madura bulls is still needed as a precaution against pregnancy failure in the AI program. The purpose of this research was to investigate the effectiveness of natural mating on Madura cattle in four-livestock farmer groups in the region of Pamekasan Madura. The research method was a survey observation on the application of natural mating using eight Madura bulls. The parameters observed were: (i) the number of cows that were mated; and (ii) service per conception (S/C). Data were analyzed using descriptive statistics. The Madura bulls were introduced from the District of Waru, Pasean and Pakong which is the center of bulls with good quality. The results shows that cows mated by Madura bulls from January to December 2012 was 328 head, or on average males mating 3-4 cows per month. S/C, was 261 head of cows (79.57%) were successfully pregnant by only one mating.

Key Words: Madura Cattle, Natural Mating, Service Per Conception (S/C)

ABSTRAK

Saat ini program kawin alam pada sapi Madura masih dijadikan alternatif oleh sebagian peternak di Pulau Madura. Pada beberapa wilayah layanan IB keberadaan pejantan sapi Madura terpilih masih dibutuhkan sebagai langkah antisipasi terjadinya kegagalan kebuntingan pada program IB. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas kawin alam dalam mengatasi terjadinya kegagalan kebuntingan pada sapi Madura yang sebelumnya telah di IB minimal 2 kali. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pamekasan, Madura, Provinsi Jawa Timur yang berlangsung dari bulan Januari sampai Desember 2012. Metode penelitian adalah observasi terhadap aplikasi kawin alam menggunakan 8 ekor pejantan sapi Madura terpilih introduksi Loka Penelitian Sapi Potong dan 328 ekor sapi Madura induk dan calon induk. Parameter yang diamati: (i) jumlah sapi betina yang dikawin; dan (ii) service per conception (S/C). Data hasil penelitian dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Pejantan sapi Madura yang diintroduksikan berasal dari Kecamatan Waru, Pasean dan Pakong yang merupakan wilayah penghasil bibit berkualitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi Madura (induk dan calon induk) yang dikawin oleh pejantan sapi Madura terpilih sebanyak 328 ekor atau rata-rata perekor pejantan mengawini 3-4 ekor sapi betina/bulan. Rendahnya jumlah kawin alam disebabkan ternak yang dikawinkan dengan pejantan sapi Madura hanyalah sapi-sapi yang gagal bunting setelah sebelumnya di-IB minimal dua kali. Berdasarkan perhitungan S/C, sebanyak 261 ekor (79,57%) sapi betina berhasil bunting hanya dengan satu kali kawin.

Kata Kunci: Sapi Madura, Kawin Alam, Service Per Conception (S/C)

PENDAHULUAN

Performans reproduksi pejantan sapi Madura baik sebagai donor semen beku dalam program inseminasi buatan (IB) maupun untuk melayani kawin alam sangat berperan dalam meningkatkan produktivitas dan keberhasilan

konservasi sapi Madura di Pulau Madura (Affandhy et al. 1995). Sampai saat ini beberapa kalangan masyarakat (peternak) di Pulau Madura masih menghendaki adanya perkawinan alam menggunakan pejantan unggul sapi Madura terutama pada wilayah sentra pengembangan sapi sonok seperti di

(2)

Kecamatan Waru dan Pasean, Kabupaten Pamekasan.

Tingginya preferensi peternak terhadap kawin alam karena dua alasan yaitu: 1) Pertama pejantan yang digunakan sebagai pemacek dapat diketahui dan dilihat secara langsung performansnya dan 2) Alasan kedua secara alamiah ternak memiliki kebebasan hidup di alam bebas, sehingga dengan sikap alamiahnya ini perkembangbiakannya terjadi secara normal mendekati sempurna dan ternak jantan mampu mengetahui ternak betina yang birahi. Dengan demikian sedikit kemungkinan terjadinya keterlambatan perkawinan yang dapat merugikan peningkatan populasi (Direktorat Budidaya Ternak 2011).

Disisi lain, dalam beberapa dekade terakhir banyak peternak sapi di Pulau Madura tertarik untuk melakukan perkawinan silang secara tidak terkontrol antara induk sapi Madura dengan semen sapi impor seperti Limousin dan Simmental. Dalam jangka panjang, program persilangan tersebut pada kondisi peternakan dengan input biaya rendah (low input production) sebenarnya tidak dapat meningkatkan produksi secara lestari, bahkan dapat menurunkan masa produktivitas dari ternak yang bersangkutan (Hammond dan Galal 2000).

Mutu genetik inferior merupakan salah satu faktor dominan yang menyebabkan penurunan produktivitas ternak sapi potong akibat tidak adanya sistem pemuliaan yang konsisten dan terarah. Perhatian akan pentingnya pemuliaaan (culling and selction) dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak ruminansia besar khususnya sapi potong dan kerbau masih sangat rendah. Hal ini dapat terlihat dengan kurangnya jumlah pejantan berkualitas yang digunakan sebagai pemacek baik dalam perkawinan alam maupun IB (Situmorang dan Gede 2004). Dengan demikian introduksi pejantan sapi Madura terpilih pada wilayah pembibitan rakyat merupakan langkah yang tepat dan strategis guna mengatasi meluasnya program perkawinan silang sapi Madura yang pada akhirnya justru akan mengancam kemurnian dari sapi Madura tersebut.

Idealnya aplikasi kawin alam dilakukan di wilayah yang belum terlayani atau minim layanan IB. Namun demikian, di wilayah IB pun kawin alam sebetulnya masih tetap dibutuhkan mengingat sampai saat ini tingkat

keberhasilan program IB di beberapa daerah masih relatif rendah. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas kawin alam dalam mengatasi terjadinya kegagalan kebuntingan pada sapi Madura yang sebelumnya telah di-IB minimal dua kali.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di tiga wilayah kecamatan di Kabupaten Pamekasan, Madura, Provinsi Jawa Timur, yaitu Kecamatan Waru (Desa Waru Timur pada Kelompok Tani– Ternak Pancong Jaya, Desa Waru Barat pada Kelompok Tani-Ternak Sari Murni), Batumarmar (Desa Bujur Timur pada Kelompok Tani-Ternak Sanggar Tani) dan Kecamatan Pasean (Desa Tlonto Raja pada Kelompok Tani-Ternak Abadi). Penentuan lokasi berdasarkan pertimbangan bahwa tiga wilayah kecamatan tersebut merupakan penghasil bibit sapi Madura serta merupakan daerah layanan IB. Introduksi pejantan sapi Madura terpilih dijadikan sebagai alternatif apabila sapi mengalami gagal bunting setelah beberapa kali di-IB. Waktu penelitian dari bulan Januari sampai Desember 2012.

Materi yang digunakan adalah pejantan sapi Madura terpilih introduksi dari Loka Penelitian Sapi Potong sebanyak delapan ekor berumur antara 2,5-3 tahun dan 328 ekor sapi Madura induk/calon induk yang dipelihara oleh peternak rakyat. Sapi induk/calon induk yang kawin dengan pejantan sapi Madura tidak terbatas hanya pada sapi-sapi milik anggota kelompok tani-ternak, tetapi juga mencangkup sapi milik masyarakat sekitar di luar anggota kelompok.

Metode penelitian yang digunakan adalah observasi terhadap aplikasi kawin alam pada sapi Madura induk dan calon induk yang sebelumnya telah di IB. Sistem kawin alam yang diaplikasikan adalah sapi induk/calon induk yang estrus dan siap kawin dibawa ke tempat pejantan. Parameter yang diamati adalah:

1. Jumlah sapi betina yang kawin

2. Service per conception (S/C) (jumlah pelayanan (kawin) per kebuntingan). Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil pejantan sapi madura

Pada aplikasi kawin alam pemilihan pejantan unggul secara genetik dan bebas penyakit reproduksi menjadi sangat penting untuk meningkatkan produktivitas ternak baik secara kuantitas maupun kualitas (Situmorang dan Gede 2004). Disamping itu, penilaian performans pejantan diperlukan antara lain untuk mengetahui kondisi kaki, testis, penis, internal genetalia (melalui palpasi rektal), kualitas semen dan cacat Hubungan antara lingkar testis (scrotum) dilaporkan oleh Reddy et al. (1996).

Pejantan sapi Madura yang diintroduksi pada empat kelompok tani-ternak di wilayah Kabupaten Pamekasan berumur antara 24-28 bulan (I-1 sampai I-2). Ternak berasal dari Kecamatan Waru, Pasean dan Pakong yang merupakan wilayah sentra pengembangan sapi sonok dimana peternaknya sangat memperhatikan performans dan kualitas sapi. Beberapa keuntungan penggunaan pejantan dari wilayah setempat adalah bisa mendapatkan anak sapi (pedet) dengan kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungannya (Situmorang dan Gede 2004). Disamping itu, sapi Madura sebagai plasma nutfah indigenous merupakan salah satu kekayaan nasional yang perlu dipertahankan keberadaannya (Hartono 2012). Profil dan data fisik pejantan sapi Madura yang diintroduksi

oleh Loka Penelitian Sapi Potong disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3735/Kpts/HK.040/11/2011 tentang Penetapan Rumpun Sapi Madura maka pejantan sapi Madura terpilih yang diintroduksi pada empat kelompok tani-ternak di Kabupaten Pamekasan Madura termasuk dalam kategori kelas II dan telah memenuhi syarat sebagai pejantan (pemacek). Dalam surat keputusan tersebut dinyatakan bahwa pejantan sapi Madura pada kisaran umur 24-36 bulan dengan kategori II memiliki ukuran eksterior minimal seperti lingkar dada, tinggi gumba, panjang badan dan lingkar scrotum masing-masing 184, 132, 142 dan 25 cm (Badan Standardisasi Nasional 2013).

Pemanfaatan pejantan sapi madura terpilih sebagai pemacek

Tingkat pemanfaatan pejantan sebagai pemacek didasarkan pada perhitungan jumlah sapi betina yang kawin dan bunting (Tabel 2). Jumlah sapi betina yang kawin dengan pejantan sapi Madura terpilih dari bulan Januari sampai Desember 2012 sebanyak 328 ekor; atau rata-rata per ekor pejantan mengawini 3-4 ekor sapi betina per bulan. Jumlah kawin alam di empat lokasi (kelompok tani-ternak) ini relatif sedikit apabila dibandingkan dengan populasi sapi betina (induk dan calon induk) yang dimiliki oleh

Tabel 1. Ukuran tubuh dan kondisi scrotum pejantan sapi Madura introduksi No. Pejantan Tinggi badan

(cm) Panjang badan (cm) Lingkar dada (cm) Lingkar scrotum (cm) Bentuk scrotum 0381 127 137 169 28 Normal 0382 131 140 171 32 Normal 0371 132 142 170 30 Normal 0372 130 139 169 29 Normal 0383 131 142 170 30 Normal 0385 130 142 172 31 Normal 0373 131 139 170 29 Normal 0374 130 140 171 29 Normal

0381 dan 0382: Kelompok Tani–Ternak Pancong Jaya 0371 dan 0372: Kelompok Tani–Ternak Sanggar Tani 0383 dan 0385: Kelompok Tani–Ternak Sari Murni 0373 dan 0374: Kelompok Tani–Ternak Abadi

(4)

Tabel 2. Jumlah sapi betina yang dikawini pejantan sapi Madura tahun 2012

Bulan Nomor pejantan

0381 0382 0371 0372 0383 0385 0373 0374 Januari - 5 4 4 5 2 4 1 Pebruari 4 2 3 2 5 1 5 2 Maret 3 4 4 5 7 3 5 1 April - 7 3 4 7 3 2 1 Mei 4 2 3 2 2 3 4 2 Juni 4 5 3 3 4 4 3 3 Juli 3 2 4 1 6 3 3 2 Agustus 3 3 2 1 8 2 3 1 September 2 4 2 3 7 3 4 2 Oktober 4 7 2 3 6 3 4 1 Nopember 6 7 1 1 7 3 2 3 Desember 5 5 6 5 4 4 4 4 Jumlah (ekor) 38 53 37 34 67 33 43 23 Rata-rata ekor/bulan) 3,67 4,36 2,82 2,64 5,73 2,64 3,55 1,73

seluruh anggota kelompok dan masyarakat di sekitarnya yaitu kurang lebih 950 ekor.

Rendahnya jumlah kawin alam disebabkan wilayah tersebut merupakan daerah layanan IB yang sudah eksis sejak tahun 1992 dengan jumlah akseptor yang cukup tinggi. Kawin alam baru digunakan oleh peternak apabila sapi betina miliknya gagal bunting setelah di-IB minimal dua kali. Namun demikian, sasaran dan target utama dalam penelitian ini bukan semata-mata pada banyaknya sapi betina yang kawin dengan pejantan sapi Madura terpilih, tetapi untuk mengurangi jumlah sapi betina yang mengalami kegagalan kebuntingan pada program IB. Dengan demikian peternak terhindar dari timbulnya kerugian yang lebih besar baik waktu, biaya dan tenaga.

Service per conception (S/C)

Service per conception pada sapi Madura sebagian besar (79,57%) adalah satu kali. Artinya, sebanyak 261 ekor sapi betina berhasil bunting hanya dengan satu kali kawin. Menurut Chenoweth (1981) salah satu faktor penentu keberhasilan sapi pejantan mengawini

sapi betina adalah dengan mempertahankan kondisi tubuh dalam keadaan prima. Hal ini disebabkan karena sapi pejantan harus memproduksi semen yang berkualitas dan mempunyai libido yang tinggi serta kondisi fisik yang memungkinkan untuk mendeteksi birahi dan mengawini betina. Hasil penelitian O’Marry dan Dyer (1978) maupun Hafez (1993) menunjukkan sekitar 95% perkawinan pada ternak sapi potong yang terjadi di Amerika Serikat dan Australia adalah secara alam.

Sementara itu, penerapan kawin IB pada ternak yang sama mengalami kegagalan kebuntingan walaupun sudah di-IB lebih dari 2 kali. Fenomena ini cukup menarik mengingat semua persyaratan teknis IB sudah terpenuhi. Demikian juga inseminator yang menangani pada umumnya memiliki kemampuan teknis yang baik dan berpengalaman. Terjadinya kegagalan kebuntingan pada kasus ini diduga disebabkan oleh (i) kurang tepatnya waktu inseminasi akibat jauhnya jarak tempuh ditambah lagi dengan kondisi medan yang cukup sulit untuk menuju lokasi sapi betina, sehingga terjadi keterlambatan serta (ii) kualitas semen (straw) yang kurang baik.

(5)

Tabel 3. Service per conception sapi Madura No. Pejantan Jumlah betina yang dikawin (ekor)

Service per conception (S/C) Catatan frekuensi kawin IB sebelumnya 1 kali 2 kali 2 kali (ekor) 3 kali (ekor) >3 kali (ekor) Jumlah (ekor) Persentase (%) Jumlah (ekor) Persentase (%) 0381 38 35 92,11 3 7,90 9 19 10 0382 53 44 83,02 9 17,00 12 34 7 0371 37 35 94,59 2 5,40 20 11 6 0372 34 33 97,06 1 2,90 11 19 4 0383 67 60 89,55 7 10,40 25 32 7 0385 33 29 87,88 4 12,10 7 20 6 0373 43 39 90,70 4 9,30 19 14 9 0374 23 19 82,61 4 17,39 5 14 4

Pakan dan suplemen (jamu) pejantan sapi Madura

Dalam pemeliharaan sapi pejantan (pemacek), faktor pakan menjadi kunci utama untuk menghasilkan performans yang optimal disamping kebutuhan terhadap kenyamanan lingkungan hidup. Pemberian pakan seimbang akan menghasilkan pertumbuhan yang baik dan kesehatan ternak menjadi terjaga; sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok (maintenance) dan berproduksi. Disamping itu, pemberian suplemen berupa jamu juga dilakukan pada sapi pejantan (pemacek) dengan harapan untuk mempertahankan dan meningkatkan libido serta kualitas semen. Jenis pakan dan jamu sapi Madura pejantan yang diberikan di empat kelompok tani-ternak disajikan pada Tabel 4.

Secara umum pakan hijauan yang rutin diberikan pada sapi Madura pejantan terdiri atas rumput gajah dan rumput lapang dengan rasio 50 : 50, 40 : 60 atau 60 : 40 tergantung ketersediaan di lokasi (musim). Dedak padi diberikan pada pagi hari sekitar jam 06.30-07.00 sebelum diberi pakan hijauan. Pada beberapa lokasi, kadang-kadang dedak padi dicampur dengan limbah rumah tangga dalam bentuk comberan.

Pakan suplemen atau jamu yang diberikan pada sapi Madura pejantan di empat kelompok tani-ternak di Kabupaten Pamekasan Madura

relatif berbeda dengan di beberapa tempat pada umumnya yaitu adanya campuran minuman bir. Menurut peternak, formulasi dan komposisi jamu yang diberikan tersebut sudah berlangsung secara turun-temurun. Adanya campuran minuman bir pada jamu sapi Madura pejantan diyakini dapat menghangatkan tubuh ternak sehingga dapat melancarkan aliran darah yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya stamina tubuh dan libido.

Temu kunci (Boesenbergia pandurata) merupakan salah satu bahan tanaman dari jenis temu-temuan yang biasa diberikan sebagai campuran jamu pada sapi Madura pejantan. Temu kunci mengandung minyak atsiri (borneol, kamfer, sineol, ethil-alkohol), pati,

saponin dan favonoid. Beberapa jenis minyak atsiri mengandung bahan aktif sehingga memiliki aktivitas sebagai obat untuk mengatasi penyakit tertentu (Agusta 2000). Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) rimpang temu kunci berkhasiat sebagai obat cacing dan penambah nafsu makan.

Penggunaan kunyit tidak hanya sebatas sebagai bumbu untuk menambah rasa dan memberi warna, tetapi juga sebagai bahan baku minuman sehat seperti kunyit asam atau kunyit instan. Komponen aktif dalam kunyit yang berperan adalah kurkuminoid yang memberikan warna kuning dan bersifat sebagai antioksidan (Winarti dan Nurdjanah 2005).

(6)

Tabel 4. Beberapa jenis bahan pakan dan suplemen (jamu) pada sapi Madura pejantan

Jenis pakan/suplemen Jumlah Frekuensi pemberian Keterangan Pakan:

Rumput gajah + rumput lapang Dedak padi +limbah rumah tangga (sisa nasi, sisa sayuran, ikan, dan lain-lain)

25-30 kg 5 kg

2 kali (pagi dan sore hari) 1 kali (pagi hari)

Kelompok Tani-Ternak Pancong Jaya; Desa Waru Timur Kecamatan Waru

Jamu:

Telur ayam 3 butir+ minyak arsani (10 ml)+bir cap ayam (250 ml)

- 2-3 jam setelah mengawini betina atau 2 kali seminggu jika tidak mengawini Pakan:

Rumput gajah + rumput lapang Dedak padi

Jamu:

Telur ayam 3 butir+bir cap ayam (250 ml)

25-30 kg 3-4 kg

-

2 kali (pagi dan sore hari) 1 kali (pagi hari)

2-3 jam setelah mengawini betina atau 2 kali seminggu jika tidak mengawini

Kelompok Tani-Ternak Sari Murni; Desa Waru Barat Kecamatan Waru dan Sanggar Tani; Desa Bujur Timur Kecamatan Batumarmar

Pakan:

Rumput gajah + rumput lapang Dedak padi

Jamu:

Telur ayam 3 butir+ temu kunci/kunyit (0,25 kg) +degan (3 buah)/bir cap ayam (250 ml)

25-30 kg 2 kali (pagi dan sore hari) 1 kali (pagi hari)

2-3 jam setelah mengawini betina atau 2 kali seminggu jika tidak mengawini

Kelompok Tani-Ternak Abadi; Desa Tlonto Raja Kecamatan Pasean

KESIMPULAN

Introduksi pejantan sapi Madura terpilih dapat memperbaiki kinerja reproduksi berupa keberhasilan kebuntingan pada sapi Madura induk dan calon induk. Dari sejumlah 328 ekor sapi betina, sebanyak 261 ekor (79,57%) berhasil bunting hanya dengan satu kali kawin. Dengan demikian, peternak terhindar dari kerugian biaya, waktu dan tenaga serta mendapatkan pedet (turunan) dengan kualitas atau mutu genetik yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Agusta A. 2000. Minyak atsiri tumbuhan tropika. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Affandhy L, Yusran MA, Maksum K. 1995. Studi libido dan produksi semen sapi madura jantan dewasa dengan skor kondisi tubuh tinggi pada pelbagai tingkatan energi ransum. J Ilmiah Penelitian Ternak Grati. 4(1).

Badan Standardisasi Nasional. 2013. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3735/Kpts/HK.040/11/2011 Tentang Penetapan Rumpun Sapi Madura. Diterbitkan oleh Badan Standardisasi Nasional Tahun 2013. Bibit Sapi Potong Bagian 2: Sapi Madura.

Chenoweth PJ. 1981. Libido and mating behaviour in bulls, boars and rams. Theriogenology. 16:155.

Direktorat Budidaya Ternak. 2011. Pedoman intensifikasi kawin alam (INKA). Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Jakarta.

(7)

Hafez ESE. 1993. Reproduction in farm animals. 6th Ed. Lea & Febiger Philadelphia, USA. Hartono B. 2012. Peran daya dukung wilayah

terhadap pengembangan usaha peternakan sapi Madura. J Ekonomi Pembangunan. 13:316-326.

Hammond K, Galal S. 2000. Developing breeding strategies for lower input animal production environments. An Introduction. ICAR Technical Series3:13-20.

O’Marry CC, Dyer AJ. 1978. Commercial beef cattle production, 2nd Ed. Lea and Febiger Philadelphia, USA.

Reddy M, Davis ME, Simmen RCM. 1996. Correlated response in scrotal circumferences, semen trends and reproductive due to selection

for increased or decreased blood serum IGF-I concentration in Angus Beef Cattle. J Anim Sci Suppl. 74:108.

Syamsuhidayat SS, Hutapea JR. 1991. Inventarisasi tanaman obat Indonesia (I). Departemen Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Situmorang P, Gede IP. 2004. Peningkatan efisiensi reproduksi melalui perkawinan alam dan pemanfaatan inseminasi buatan (IB) untuk mendukung program pemuliaan. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi, Bengkulu 9-10 September 2003. Winarti C, Nurdjanah N. 2005. Peluang tanaman

rempah dan obat sebagai sumber pangan fungsional. J Litbang Pertanian. 24:47-55.

Gambar

Tabel 1. Ukuran tubuh dan kondisi scrotum pejantan sapi Madura introduksi  No. Pejantan  Tinggi badan
Tabel 2. Jumlah sapi betina yang dikawini pejantan sapi Madura tahun 2012
Tabel 3. Service per conception sapi Madura  No.  Pejantan  Jumlah betina yang  dikawin  (ekor)
Tabel 4. Beberapa jenis bahan pakan dan suplemen (jamu) pada sapi Madura pejantan

Referensi

Dokumen terkait

Reflektif jurnal tersebut menunjukkan bahwa peserta didik berusaha untuk mengembangkan sikap jujur pada dirinya dengan menyampaikan apa yang dirasakan oleh peserta

Secara rinci tulisan ini bertujuan untuk menganalisis (1) seberapa besar sumbangan produksi kabupaten kawasan ubi kayu terhadap produksi ubi kayu di tingkat wilayah dan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Hasil belajar fisika yang menggunakan model PBL-BL lebih tinggi dibandingkan siswa

Pada penelitian ini akan dilakukan pengaruh aktivasi secara kimia menggunakan larutan asam klorida (HCl) dan natrium hidroksida (NaOH) agar sejumlah kelemahan dari zeolit alam dapat

Berdasarkan hasil citra satelit, di perairan Teluk Gerupuk memiliki wilayah 697,51 ha yang sesuai untuk kegiatan budidaya rumput laut berdasarkan nilai muatan padatan

Adalah merupakan kegiatan yang berisi dan menilai serta memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki oleh suatu perusahaan. Apabila perusahaan ingin menentukan segmen

Pengaruh Perceived Value terhadap keputusan membeli sepeda motor Yamaha Matik dapat dilihat dari kepercayaan konsumen terhadap perusahaan produsen sepeda motor Yamaha Matik

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyususnan skripsi