• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Menurut UU No. 32 Tahun 2004, kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Dalam rangka mempercepat pembangunan pertanian dan perdesaan, pada tahun 2002 pemerintah mencanangkan program pengembangan kawasan agropolitan, sebagai basis pengembangannya pada daerah pusat pertumbuhan perdesaan, yaitu daerah-daerah pemasok hasil produksi pertanian atau sentra produksi pertanian (Deptan, 2002).

Percepatan yang dilakukan melalui berbagai program pembangunan pertanian, tidak akan terlepas dari proses pemberdayaan masyarakat, pengembangan pengetahuan serta informasi potensi sumberdaya lokal yang terus didayagunakan dan ditingkatkan kapasitasnya. Pembangunan nasional yang dilakukan dalam beberapa dasawarsa terakhir menghasilkan efek negatif dalam upaya pembangunan itu sendiri, pembangunan yang hanya terarah pada kawasan perkotaan, telah memberikan berbagai dampak, diantaranya seperti terjadinya urbanisasi yang tak terkendali, polusi, kemacetan lalu lintas, pengkumuhan kota, kehancuran massif sumberdaya alam serta pemiskinan desa, dalam ekonomi hal ini terjadi karena adanya transfer netto sumberdaya alam dari wilayah perdesaan ke kawasan perkotaan secara besar-besaran (Serageldin, 1996).

Konsep agropolitan dipandang sebagai konsep yang menjanjikan akan teratasinya berbagai permasalahan ketidakseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan selama ini. Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Kawasan agropolitan merupakan kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis. Pendekatan agropolitan juga dipandang sesuai dengan semangat desentralisasi dan demokratisasi yang didengung-dengungkan sebagai peta perubahan politik di Indonesia sekarang, karena konsep agropolitan memberikan ruang yang layak terhadap perencanaan pembangunan perdesaan

(2)

yang mengakomodir dan mengembangkan kapasitas lokal (local capacity building) serta menuntut partisipasi masyarakat dalam suatu program yang menumbuhkan manfaat timbal balik bagi masyarakat perdesaan dan perkotaan (Douglas, 1998).

Pembangunan perdesaan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara lahir dan batin serta mempercepat industrialisasi perdesaan. Pembangunan itu sendiri merupakan proses pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berpotensi untuk dikembangkan guna meningkatkan dinamika ekonomi daerah (perdesaan).

Sektor lain yang dianggap dapat menunjang pembangunan ekonomi nasional yaitu sektor perikanan, dimana sektor perikanan ini merupakan salah satu sektor yang sangat penting untuk dikembangkan di Indonesia, dengan jumlah penduduk yang mencapai 250 juta jiwa, Indonesia merupakan pasar yang besar bagi produk perikanan Indonesia, terlebih lagi konsumsi ikan perkapita nasional masih sangat rendah selain itu, sebagai negara kepulauan terbesar dengan potensi kelautan dan perikanan yang melimpah, sektor perikanan memiliki potensi yang sangat besar dan dapat menjadi sumber devisa bagi negara serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam ketersediaan sumberdaya alam perikanan yang menjadi penyangga utama bagi kegiatan perikanan Indonesia baik perikanan tangkap maupun darat dan pembangunan nasional. Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menyatakan bahwa pihaknya akan menargetkan peningkatan konsumsi ikan dalam lima tahun ke depan menjadi 38,67 Kg per kapita per tahun dan mencapai target sebagai negara penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar di dunia dengan program Revolusi Biru pada tahun 2015. Dalam rangka mempercepat pembangunan perikanan dan perdesaan, pada tahun 2009 pemerintah mencanangkan program pengembangan kawasan minapolitan, sebagai basis pengembangannya pada daerah pusat pertumbuhan perdesaan, yaitu daerah-daerah pemasok hasil produksi perikanan atau sentra produksi perikanan. Konsep pengembangan Kawasan Minapolitan itu sendiri mengacu kepada konsep Agropolitan yang dikeluarkan oleh Deptan pada tahun 2002 dan diterapkan di 41 Kabupaten/Kota dan 33 Provinsi berdasarkan SK. Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 41/MEN/2009 dengan tujuan untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan revitalisasi perikanan. Prinsip dasar konsep

(3)

Minapolitan ini ialah adanya pengembangan dalam kawasan, pengembangan komoditas unggulan, dan pengembangan usaha.

Pengembangan kawasan memiliki maksud untuk mendorong penerapan manajemen hamparan untuk mencapai skala ekonomi, mencegah penyebaran penyakit, meningkatkan efisiensi dalam penggunaan air, sekaligus mengintegrasikan pemenuhan kebutuhan sarana produksi, proses produksi, pemasaran hasil dan pengelolaan lingkungan dalam suatu kesisteman yang mapan. Pengembangan komoditas unggulan memiliki maksud untuk lebih memacu pengembangan komoditas yang memiliki kriteria: a) bernilai ekonomis tinggi, b) teknologi tersedia, c) permintaan pasar besar, dan d) dapat dikembangkan secara masal. Pengembangan usaha dimaksudsan agar seluruh usaha perikanan budidaya dilakukan dengan menggunakan prinsip bisnis secara profesional dan berkembang dalam suatu kemitraan usaha yang saling memperkuat dan menghidupi. Dengan adanya program minapolitan ini diharapkan akan terbentuk keterkaitan dan kemakmuran antar wilayah-sinergis serta saling memperkuat sehingga nilai tambah yang diperoleh akan terbagi secara adil dan proporsional berdasarkan atas potensi sumberdaya yang ada, sehingga akan tercipta pembangunan yang berimbang secara spatial dan secara makro akan menjadi prasyarat bagi tumbuh berkembangnya perkonomian nasional yang lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan, dan akan terciptanya pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah sesuai dengan kapasitasnya.

Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu dari Kabupaten di Indonesia yang menitikberatkan kebijakan pembangunan daerahnya pada sektor perikanan, salah satunya dengan penetapan Kawasan Minapolitan Bontonompo sejak tahun 2008 berdasarkan SK Bupati Gowa No. 362/VII/2008. Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan mencakup 5 (lima) kecamatan minapolis yaitu Kecamatan Pallangga, Kecamatan Bajeng, Kecamatan Bajeng Barat, Kecamatan Bontompo, dan Kecamatan Bontonompo Selatan, dan 5 (lima) Kecamatan hinterland yaitu Kecamatan Somba Opu, Kecamatan Barombong, Kecamatan Bontomarannu, Kecamatan Parangloe, dan kecamatan Tinggimoncong dengan wilayah kawasan seluas 600 Ha dan Ikan Mas, Ikan Nila, Ikan Bandeng, Udang dan Kepiting sebagai komoditas unggulannya yang ditunjang dengan Ikan Tawes, Ikan Gabus, Ikan Sepat Siam, Ikan Sidat, dan Ikan Belanak.

(4)

Jenis perikanan yang terdapat di Kabupaten Gowa pada umumnya adalah budidaya darat sedangkan perikanan laut hanya sebagian kecil saja karena pelabuhan hanya berlokasi di Selat Makassar dan sebagian kecil Bontonompo Selatan. Luas areal budidaya perikanan darat pada Tahun 2007 tercatat seluas 648,40 Ha dibanding Tahun 2006 dan mengalami penurunan sekitar 7,13%.

Produksi perikanan pada Tahun 2007 tercatat sebesar 762,19 ton dibanding Tahun 2006 sebesar 760,33 ton yang berarti mengalami penurunan sebesar 0.93%. Pemerintahan daerah Kabupaten Gowa mencatat, sektor perikanan belum memberikan kontribusi yang cukup besar dalam PDRB dalam beberapa tahun terakhir, dan bahkan cendrung terjadi penurunan, sejak tahun 2006 hingga tahun 2007 rata-rata hanya mencapai 0,26%, menurun dari tahun-tahun sebelumnya rata-rata mencapai angka diatas 0.27% (BPS Gowa, 2008). Hal ini selaras dengan besarnya kapasitas sumberdaya alam perikanan yang dimiliki Kabupeten tersebut. Luasan sektor perikanan di Kabupaten Gowa khususnya pada Kawasan Minapolitan Bontonompo mencapai ± 600 Ha, yang menggantungkan ± 1,37% keluarga pada sektor perikanan tersebut. Kenyataan ini menunjukkan bahwa sektor perikanan belum menjadi suatu potensi terbesar baik dari sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang dimiliki, diharapkan pengembangan pada sektor ini akan dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat setempat secara signifikan.

Kebijakan pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo telah berjalan kurang lebih dua tahun. Latar belakang dari penetapan kebijakan kawasan tersebut adalah potensi sumberdaya alam untuk dikembangkan, khusunya sektor perikanan yang sangat didukung oleh kondisi topografi dan klimatologi wilayah. Kebijakan penetapan Kawasan Minapolitan melalui pengembangan produk unggulan yang kompetitif dan berdaya saing tinggi selama ini diharapkan akan menjadi motor pengerak roda pembangunan daerah dengan memberikan dampak positif secara luas, khususnya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berada di kawasan Minapolitan.

Lemahnya menajeman pengelolaan usahatani, penguasaan lahan petani yang semakin sempit, keterbatasan informasi pasar, ketidakberadaan lembaga keuangan mikro, dan kurangnya sarana prasarana pendukung produksi perikanan, merupakan sebagian permasalahan yang telah lama dihadapi masyarakat petani dan pemerintah daerah Kabupaten Gowa. Telah banyak upaya yang dilakukan mayarakat bersama pemerintah daerah selama ini,

(5)

beberapa kegiatan yang telah dilakukan diantaranya seperti perbaikan jalan usaha dan desa, pemberian bantuan (bibit dan pakan), program penyuluhan dan pelatihan, serta penerapan beberapa teknologi pengelolaan pasca panen, namun upaya-upaya tersebut dirasakan belum begitu menyentuh dan memberi pengaruh yang besar dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat petani di Kawasan Minapolitan Bontonompo.

Tekanan luar negeri (dunia internasional) dalam kancah perdagangan bebas seperti perdagangan bebas China-ASEAN (ACFTA) merupakan tantangan tersendiri dalam upaya pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo ke depan, sebab dalam era pasar bebas, kualitas dan kuantitas produksi perikanan akan menjadi tolak ukur utama suatu produk dapat menembus, bersaing dan bertahan di pasar internasional selain itu untuk mengurangi dampak negatif dari pelaksanaan ACFTA bagi produk perikanan dibutuhkan adanya peningkatan pengawasan dan pengendalian impor melalui penyusunan peraturan menteri mengenai pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. Selain itu, Menteri Kelautan dan Perikanan bersama dengan Menteri Perdagangan juga perlu untuk menerbitkan dan mengawasi pelaksanaan Surat Keputusan Bersama tentang larangan sementara impor udang vaname. Disamping itu, pembentukan tim pemantau ACFTA serta kampanye secara masal dan berkelanjutan tentang promosi cinta produk dalam negeri terutama produk perikanan juga termasuk upaya untuk mengeliminir dampak negatif diberlakukannya ACFTA. Di sisi lain, tantangan dari dalam, diantaranya adalah ketersediaan sumberdaya manusia, daerah pemilihan dan penggunaan teknologi yang sesuai, ancaman penurunan daya dukung lahan hingga pertambahan jumlah penduduk. Kesemuanya merupakan tantangan-tantangan yang harus menjadi perhatian semua kalangan di daerah. Melalui pemanfaatan dan pengembangan yang optimal, dari semua keunggulan komparatif maupun kompetitif yang dimiliki adalah modal utama dalam upaya pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonmpo ke depan.

Upaya dalam memperoleh manfaat yang optimal, dapat diperoleh melalui penerapan konsep pembangunan perikanan yang berkelanjutan (fisheriesculture sustainable development), yaitu dengan mengutamakan keseimbangan berbagai dimensi dalam pembangunan berkelanjutan tersebut antara lain dimensi ekonomi, sosial budaya serta kelestarian atau ekologi. Keberadaan potensi sumberdaya alam dengan bebagai macam tekanan atau tantangan di depan

(6)

dalam upaya pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo, membutuhkan suatu instrumen kebijakan yang cepat dan tepat, yaitu dengan menyesuaikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat dengan tetap berorientasi global. Kajian komprehensif, mendalam dan terintegral merupakan suatu upaya yang logis dan sangat dibutuhkan dalam mewujudkan hal tersebut. Oleh karena itu kebijakan yang dilahirkan haruslah dapat memberikan pengaruh positif secara luas, khususnya untuk kesejahteraan masyarakat petani ikan di kawasan Minapolitan, terlebih dalam mendukung pembangunan perekonomian Kabupaten Gowa.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi kinerja dan status kawasan Minapoltian Bontonompo yang dapat digunakan sebagai masukan agar pembangunan Kawasan Minapolitan ini dapat berjalan secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Dalam upaya mencapai tujuan utama tersebut, maka ada beberapa kegiatan yang perlu dilakukan sebagai tujuan khusus, antara lain:

1. Menganalisis kinerja Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa.

2. Menganalisis status keberlanjutan Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa.

3. Membentuk skenario untuk keberlanjutan Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa.

1.3. Perumusan Masalah

Pelaksanaan pengembangan Kawasan Minapolitan terkait dengan kegiatan pra-pelaksanaan, pelaksanaan dan pasca pelaksanaan (pengembangan). Penerapan konsep Minapolitan diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam pembangunan nasional dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam perikanan khususnya pada Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa. Pembangunan kawasan yang berbasis perikanan tersebut dinilai belum berjalan optimal, dengan kata lain selama dua tahun perjalanannya, keberadaan Kawasan Minapolitan ini belum memberi pengaruh yang signifikan terhadap pembangunan wilayah tersebut, khususnya pada peningkatan kesejahteraan

(7)

masyarakat petani ikan, hal ini terlihat dari berbagai permasalahan dan hambatan yang masih ditemui.

Masalah yang berpotensi untuk terjadi dalam pelaksanaan kegiatan perintisan program Minapolitan adalah menyangkut dimensi infrastruktur dan teknologi, dimensi ekonomi, dimensi ekologi, dimensi hukum dan kelembagaan dan dimensi sosial budaya. Potensi permasalahan yang sering timbul dalam penerapan program dan konsep Minapolitan ini antara lain: kurangnya pasokan pakan dan kebutuhan akan benih, pemanfaatan air yang beum optimal, teknoloi budidaya yang belum intensif, industri hasil pengolahan hasil perikanan belum berkembang, kurangnya tenaga pendamping teknis, informasi dan penyuluhan dalam kegiatan budidaya perikanan, belum adanya tempat atau sarana khusus seperti balai atau pasar untuk penjualan hasil produksi perikanan, belum adanya sarana gudang penyimpanan hasil panen, kurang optimalnya fungsi kelembagaan yang ada, serta sistem budidaya sebelumnya (minapadi) kurang berkembang.

Berbagai permasalahan diatas merupakan permasalahan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh berbagai pihak terkait, terutama masyarakat yang berada dikawasan yang merupakan subjek sekaligus objek dalam pembangunan daerah. Pengembangan suatu Kawasan Minapolitan sangat menuntut kemandirian masyarakat selain dari peran pemerintah daerah dalam hal ini berbagai instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, BAPEDA dan Pekerjaan Umum. Peran penting pemerintah daerah antara lain memberikan proteksi, menyelenggarakan pembangunan, melaksanakan fungsi fasilitasi, regulasi dan distribusi (Rustiadi, 2007).

Mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan dengan berbagai dimensi-dimensinya, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang terkait dengan upaya pengembangan Kawasan Minapolitan berkelanjutan Bontonompo, Kabupaten Gowa antara lain:

1. Dimensi ekologi seperti ancaman daya dukung sumber daya lahan dan lingkungan, ketersediaan air, adopsi manajeman usaha tani modern. 2. Dimensi ekonomi seperti rendahnya tingkat pendapatan masyarakat

petani ikan, ancaman dari kepemilikan lahan yang sempit, rendahnya harga komoditas perikanan.

(8)

3. Dimensi sosial seperti pertambahan jumlah penduduk, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, rendahnya pastisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan kawasan.

Selain ketiga dimensi tersebut diatas, dimensi lainnya yang dibutuhkan sebagai perangsang (stimulus) dan pendukung dalam pengembangan Kawasan Minapolitan yaitu dimensi infrastruktur dan teknologi serta dimensi hukum dan kelembagaan, berikut beberapa permasalahan menyangkut kedua dimensi tersebut, antara lain:

1. Dimensi infrastruktur dan teknologi seperti kurang strategisnya akses jalan ke sentra-sentra produksi, penggunaan teknologi sederhana serta sarana dan prasarana pendukung produksi usaha tani.

2. Dimensi hukum dan kelembagaan seperti minimnya lembaga pemerintahan di bidang perikanan, lembaga pemasaran, dan minimnya akses informasi pasar.

Proses pelaksanaan mewujukan pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo yang berkelanjutan, dilakukan dengan memperhatikan berbagai dimensi terkait yaitu dimensi ekologi, sosial, ekonomi, infrastruktur dan teknologi dan hukum dan kelembagaan, setiap dimensi tersebut harus berjalan/berada pada kondisi optimal dan seimbang, serta dengan tetap didukung oleh perkembangan sistem agribisnis yang optimal juga. Kebijakan yang sesuai dan tepat dengan kondisi di kawasan, memerlukan pengkajian dan penilaian terhadap perkembangannya, hal ini melingkupi bagaimana kinerja kawasan, bagaimana status keberlanjutan kawasan tersebut serta apa prioritas kebijakan yang dibutuhkan saat ini dan kedepannya. Secara garis besar, perumusan masalah yang terjadi dalam pembangunan Kawasan Minapolitan disajikan dalam Gambar 1.

(9)

Pengembangan Kawasan Kesenjangan Pembangunan Wilayah Perkotaan  Disparitas Pembangunan  Tingkat Kesejahteraan  Urbanisasi  Perekonomian Analisis Kinerja Perkembangan Kawasan Analisis Status Keberlanjutan Kawasan Minapolitan Pengembangan Kawasan Minapolitan Wilayah Perdesaan  Kualitas SDM  Infrastruktur  Sarana/ Prasarana

Gambar 1. Skema Perumusan Masalah.

Rumusan permasalahan pengembangan Kawasan Minapolitan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah kinerja Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten Gowa saat ini?

2. Bagaimanakah status keberlanjutan atas konsep pengembangan Kawasan Minapolitan Bontonompo, Kabupaten gowa ini?

Ruang lingkup penelitian ini mengkaji pengembangan Minapolitan di kawasan perdesaan dengan komoditas unggulan di bidang perikanan berupa Ikan Mas, Ikan Nila, Ikan Bandeng, Udang dan Kepiting. Minapolitan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kota di daerah pertanian dengan kegiatan berbasis perikanan, konservasi sumberdaya alam dan pengembangan potensi daerah dengan bingkai pembangunan berwawasan lingkungan. Ruang lingkup analisis dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif yang dilakukan yakni dengan analisis kinerja kawasan dan analisis status keberlanjutan.

(10)

1.4. Kerangka Pemikiran

Konsep pembangunan nasional secara komprehensif meliputi pembangunan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Pembangunan nasional secara umum dapat dikelompokkan sebagai pembangunan perkotaan (urban) dan daerah perdesaan (rural). Daerah perkotaan selama ini telah diarahkan sebagai pusat industri dan perdagangan, disamping sebagai pusat pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dari pesatnya pembangunan sarana dan prasarana perdagangan, perkantoran dan industri di daerah perkotaan. Sementara ini daerah perdesaan diarahkan sebagai pusat produksi pertanian dan turunannya seperti produksi perikanan. Peningkatan produksi perikanan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian perdesaan.

Konsep pembangunan tersebut di atas cenderung menyebabkan kesenjangan antara wilayah perkotaan dengan perdesaan. Ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah tentunya akan berdampak semakin buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya yang menciptakan inefisiensi dan tidak optimalnya sistem ekonomi, serta potensi konflik yang cukup besar, dimana wilayah yang dulunya kurang tersentuh pembangunan mulai menuntut hak-haknya. Di sisi lain, akumulasi pembangunan di wilayah perkotaan mendorong terjadinya krisis urbanisasi, sementara di perdesaan mengalami krisis tenaga kerja.

Menyadari adanya ketidakseimbangan pembangunan, maka pemerintah mulai menyelenggarakan program pengembangan kawasan yang didasarkan atas keunggulan-keunggulan komparatif berupa upaya-upaya peningkatan produksi dan produktivitas kawasan yang didasarkan atas pertimbangan optimalisasi daya dukung, kapabilitas dan kesesuaian sumberdaya wilayah diantaranya melalui pembangunan kawasan dengan pendekatan pengembangan kawasan minapolitan. Selain penyesuaian sumberdaya dan sosial masyarakat setempat, ketersediaan berbagai fasilitas publik seperti sumber air bersih, tenaga listrik, pusat pasar, lembaga perbankan dan keuangan, sekolah atau pusat pendidikan dan pelatihan, jaringan jalan, sistem transportasi dan komunikasi merupakan beberapa fasilitas yang diperlukan guna mendorong dan mendukung dalam tercapainya strategi pembangunan pertanian dan ekonomi perdesaan dan penyumbang peningkatan kinerja sistem perekonomian nasional. Pandangan tersebut memberikan penjelasan bahwa aspek sosial, ekonomi, ekologi, teknologi dan infrastruktur dan kelembagaan merupakan aspek-aspek yang

(11)

harus menjadi pertimbangan atau perhatian penting dalam upaya penjaminan keberlanjutan pengembangan suatu kawasan (Rustiadi et al., 2003).

Pengembangan minapolitan ini lebih menekankan kepada pengembangan wilayah, kelestarian lingkungan, kelembagaan, peningkatan produk lokal dan partisipasi masyarakat. Model pengembangan seperti ini merupakan alternatif yang dapat digunakan dalam pembangunan perdesaan yang berkelanjutan. Untuk mengetahui model pembangunan tersebut benar-benar berjalan dengan prinsip keberlanjutan, maka dari itu diperlukan evaluasi kinerja dan suatu analisis bagi status keberlanjutan yang ditinjau dari segi hukum dan politik, lingkungan, sosial budaya, ekonomi dan teknologi. Secara garis besar, kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

(12)

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan membangun kasanah keilmuan dalam analisis kebijakan yang terkait dengan pemberdayaan kegiatan pengembangan perdesaan.

Manfaat lain dari hasil penelitian ini diharapkan:

1. Bagi pemerintah daerah, dapat dijadikan bahan masukan dalam penyusunan perencanaan pembangunan kawasan khususnya melalui pengembangan Minapolitan secara berkelanjutan.

2. Bagi masyarakat, dapat memberikan sumbangan kontribusi hasil pemikiran secara ilmiah dalam pengembangan kawasan Minapolitan.

Gambar

Gambar 1. Skema Perumusan Masalah.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk keperluan air minum, sumber air harus mempunyai kadar sulfat tidak lebih dari 200 mg/L hal ini dikarenakan kandungan konsentrasi yang tinggi dalam air minum dapat menyebabkan

Nilai ekonomis dari ampas tebu akan semakin tinggi apabila dilakukan proses lanjutan yaitu dengan memanfaatkan limbah tebu menjadi membran silika nanopori yang

yang sangat besar seperti: (1) pengembangan kompetensi guru (matematika) dalam pendidikan dan pengajaran serta pengabdian kepada masyarakat merefleksikan pada

Hubungannya sementara itu dalam Pasal 37A khususnya ayat (3), menjelaskan bahwa sistem terbalik menurut Pasal 37 berlaku dalam hal pembuktian tentang sumber

Penataan promosi statis ialah suatu kegiatan untuk mempertunjukkan, memamerkan atau memperlihatkan hasil praktek atau produk lainnya berupa merchandise kepada masyarakat

Pendapat tersebut juga sesuai dengan pendapat Sudjana (2008, p.56) bahwa evaluasi produk mengukur dan menginterpretasi penca- paian program selama pelaksanaan program

3 Scatter plot hasil clustering algoritme PAM untuk k=17 7 4 Scatter plot hasil clustering algoritme CLARA untuk k=19 9 5 Plot data titik panas tahun 2001 sampai dengan

Setelah melihat kasus pada gambar, siswa dapat menuliskan contoh sikap-sikap yang mencerminkan nilai-nilai sila keempat Pancasila dengan tepat.. Setelah mendengarkan dan mengamati