• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN KONSERVASI DESA MAMBURUNGAN KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN KONSERVASI DESA MAMBURUNGAN KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN KONSERVASI DESA MAMBURUNGAN KOTA TARAKAN KALIMANTAN TIMUR

(The Assesment of Mangrove Forest Management in Conservation Area, Mamburungan Village Tarakan City-East Kalimantan)

Dhimas Wiharyanto dan Asbar Laga

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo, Tarakan

ABSTRACT

Mangrove forest have many important function, like ecology and economic function. It’s have an attractive potential of tourism too, such special roots, flower have a special fruits, and supported by the uniqe of flora fauna. The Assesment of Mangrove Forest management was conducted in mangrove forest conservation Mamburungan Village during Mei until September 2009. The aims of this research are: to asses potential value of mangrove forest in Mamburungan Village, and to formulate the strategies management of mangrove forest. SWOT analysis used to take for certain management strategies of mangrove forest. Management strategies priority for ecotourism are : 1) monitoring and Saving of natural resource, 2) Law improvement, 3) working together of all steakholder in area of location, 4) human resources improvement and involving local society, and 5) Ecotorism development programme.

Keyword: Mangrove forest, management strategies PENDAHULUAN

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut, pantai berlumpur (Bengen, 2003). Ekosistem ini mempunyai sifat yang unik dan khas, dengan fungsi dan manfaat yang beraneka ragam bagi manusia serta mahluk hidup lainnya. Dalam rangka melestarikan fungsi biologis dan ekologis ekosistem hutan mangrove, maka diperlukan suatu pendekatan yang rasional di dalam pemanfaatannya, dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan. Pelibatan masyarakat dalam pengeloaan hutan mangrove merupakan salah satu langkah awal dalam mewujudkan pelestarian hutan mangrove yang berkelanjutan.

Ekosistem mangrove di Kelurahan Mamburungan merupakan salah satu hutan konservasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kota Tarakan sejak tahun 2006.

Pengelolaan hutan mangrove di kawasan ini belum dilakukan secara optimal. Pelibatan masyarakat sekitar dalam kegiatan hutan mangrove di kawasan ini masih sangat minim. Akibatnya, masih terjadi perusakan mangrove secara tidak langsung, dimana masih terjadi penebangan pohon mangrove secara langsung, pembuangan sampah, limbah aktivitas masyarakat dan konversi mangrove untuk peruntukan lain di sekitar lokasi. Sebagai langkah awal pengelolaan, maka perlu diketahui presepsi masyarakat terhadap keberadaan hutan mangrove di sekeliling mereka. Selanjutnya diperlukan suatu strategi pengelolaan yang tepat untuk pengembangan hutan mangrove secara berkelanjutan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi hutan mangrove dan presepsi masyarakat di kawasan konservasi desa serta menentukan strategi pengelolaan hutan mangrove di kawasan konservasi desa Mamburungan. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

(2)

sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pengambilan keputusan dalam mengelola hutan mangrove secara terpadu dan berkelanjutan dengan melihat kondisi kelestarian ekologi dan sosial, ekonomi masyarakat setempat serta Memberikan informasi ilmu pengetahuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

METODE PENELITIAN

Konsep pembangunan berkelanjutan dalam menggunakan potensi sumberdaya adalah dengan mengikutsertakan masyarakat setempat didalamnya. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove menentukan keberhasilan kegiatan tersebut. Selain untuk pelestarian, upaya pelibatan juga meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat berkaitan dengan hutan mangrove. Diagram alir pemikiran penelitian seperti yang tertera pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Tarakan Propinsi Kalimantan Timur dengan lokasi penelitian kawasan konservasi hutan mangrove yang terletak di desa Mamburungan. Waktu penelitian dimulai Juni – September 2009. Kawasan mangrove yang menjadi lokasi penelitian ini terletak di desa Mamburungan, Kecamatan Tarakan Timur. Di sekitar kawasan ini terdapat pemukiman masyarakat yang mempengaruhi keberadaan hutan mangrove.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan bersifat eksploratif dengan tujuan untuk menggali fakta yang ada. Arah penelitian adalah untuk mendapatkan data

potensi sumberdaya untuk pengelolaan mangrove, tingkat persepsi, partisipasi masyarakat dalam kegiatan tersebut, serta kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove. Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan, dengan melakukan pengukuran potensi hutan mangrove dan melakukan wawancara langsung masyarakat lokal. Pengumpulan data sekunder dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen hasil studi/penelitian, peraturan perundang-undangan dan data pendukung lainnya.

Pengumpulan Data Vegetasi

Pengumpulan data vegetasi dan satwa dilakukan dengan cara pengamatan secara

Analisis Deskriptif Analisis SWOT

Strategi Pengembangan hutan Magrove

Secara Berkelanjutan.

Potensi Biofisik Kawasan Mangrove Masyarakat Lokal

Identitas

Persepsi, partisipasi dan harapan

Kawasan Hutan Mangrove desa Mamburungan

(3)

langsung di lapangan. Pengamatan vegetasi di kawasan hutan mangrove dilakukan dengan cara mengambil contoh bagian-bagian tumbuhan, mencatat nama daerah, ciri-ciri, tempat tumbuhnya yang kemudian diidentifikasi dengan melihat buku petunjuk yang ada, serta menghitung kerapatannya.

Untuk menginventarisasi vegetasi digunakan metode garis berpetak, arah jalur pengamatan tegak lurus terhadap pantai ke arah darat. Pada setiap zona mangrove yang berada di setiap transek garis, diletakkan petak-petak contoh (plot) berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 x 10 m untuk tingkat pohon (diameter >4 cm), 5 x 5 m untuk tingkat pancang ( 1,5 – 4 cm), 2 x 2 (semai atau tumbuhan bawah), dan jarak setiap zona mangrove satu dengan yang lain adalah 50 m.

Pengambilan Data Presepsi Masyarakat Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara dengan responden (interview) dan wawancara mendalam (depth-interview). Pemilihan responden sebagai unit penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive sampling). Responden yang diamati adalah penduduk dewasa yang berdomisili di sekitar lokasi penelitian secara administratif yang terkait dengan kawasan konservasi hutan mangrove. Menurut Kusmayadi dan Endar (2000) rumus pengambilan sampel sebagai berikut :

2 e N 1 N n  

dimana n : ukuran contoh N : ukuran populasi

E : nilai kritis/batas ketelitian (10%)

Metode Analisis Data

Potensi Ekosistem Mangrove (Bengen, 2000) a. Kerapatan Spesies (Ki)

Kerapatan spesies (i) adalah jumlah individu spesies i dalam suatu unit area yang dinyatakan sebagai berikut :

Ki = ni / A

Dimana, Ki adalah kerapatan spesies i, ni adalah jumlah total individu dari spesies dan A adalah luas area total pengambilan contoh (luas total petak/plot/kuadrat contoh).

b. Kerapatan Relatif Spesies (KRi)

Kerapatan relatif spesies (KRi) adalah perbandingan antara jumlah individu spesies i (ni) dan jumlah total individu seluruh spesies (Σn) dengan formula sebagai berikut:

KRi = (ni / Σn) x 100 c. Frekuensi Spesies (Fi)

Frekuensi spesies (Fi) adalah peluang ditemukannya spesies i dalam petak contoh yang diamati :

Fi = pi / Σp

Dimana, Fi adalah frekuensi spesies i, pi adalah jumlah petak contoh dimana ditemukan spesies i dan Σp adalah jumlah total petak contoh yang diamati.

d. Frekuensi Relatif Spesies (FRi)

Frekuensi relatif spesies (FRi) adalah perbandingan antara frekuensi (Fi) dan jumlah frekuensi untuk seluruh spesies (ΣF):

FRi = (Fi / ΣF) x 100 % e. Penutupan Spesies (Ci)

Penutupan spesies (Ci) adalah luas penutupan spesies i dalam suatu unit area :

Ci = ΣBA / A

Dimana, BA = ΠDBH2

/4, (dalam Cm2), Π adalah suatu konstanta (3,14) dan DBH adalah diameter dari jenis i, A adalah luas area total pengambilan contoh (luas total petak/plot/kuadrat contoh).

DBH = CBH /Π (dalam Cm), CBH adalah lingkaran pohon setinggi dada.

f. Penutupan Relatif Spesies (RCi)

Penutupan relatif spesies (RCi) adalah perbandingan antara luas area penutupan spesies i (Ci) dan luas total area penutupan untuk seluruh spesies (ΣCi) : RCi = (Ci / ΣCi) x 100 %

g. Nilai Penting Spesies (NPi)

Jumlah nilai kerapatan relatif spesies (RDi), frekuensi relatif spesies (RFi) dan

(4)

penutupan relatif spesies (RCi) menunjukkan Nilai Penting Spesies (Npi): NPi = RDi + RFi + RCi

Nilai penting suatu spesies berkisar antara 0 - 300. Nilai Penting ini memberikan suatu gambaran mengenai pengaruh atau peranan suatu spesies tumbuhan mangrove dalam komunitas mangrove.

Analisis Strategi Hutan Mangrove

Analisis SWOT ini disusun berdasarkan peta logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts), peluang (opportunities) secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakneses) dan ancaman (threat) didalam menentukan strategi terbaik (Rangkuti, 2004). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan data kuantitatif atau deskripsi dengan pendekatan matrik SWOT. Selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya dalam bentuk matrik untuk memperoleh beberapa alternatif strategi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Secara geografis lokasi penelitian berada di Pantai Selatan Pulau Tarakan. Bentuk topografinya merupakan kelurahan pesisir yang membentang dari Tanjung Batu sampai Kelurahan Kampung Empat. Secara admistrasi termasuk ke dalam Kelurahan Mamburungan, Kecamatan Tarakan Timur. Kelurahan Mamburungan berbatasan dengan: Sebelah Timur dengan Kelurahan Pantai Amal dan Kelurahan Mamburungan Timur, sebelah Selatan dengan Laut Sulawesi, sebelah Barat dengan Kelurahan Lingkas Ujung serta sebelah Utara dengan Kelurahan Kampung Empat.

Luas Mangrove Mamburungan yaitu 32 Ha (Dinas Kehutanan, 2005). Berbagai jenis biota yang hidup di kawasan ini, ada yang hidup di darat, substrat lumpur, pasir dan air. Burung raja sering terlihat dan membuat sarang pada pohon mangrove dan berbagai jenis burung lainnya, sedang jenis biota air yang ada adalah beberapa jenis udang, ikan yang ada pada saat pasang naik

maupun pada genangan air pada saat pasang surut. Selain itu terdapat jenis ikan yang spesifik yang membuat lubang di substrat lumpur dan berjalan seperti katak yakni ikan glodok atau tempakul (Periothalmus sobrinus). Jenis biota lain yang menempati substrat lumpur maupun pasir adalah beberapa jenis kepiting, siput-siput, serta berbagai jenis kerang-kerangan.

Kondisi Hutan Mangrove di Kawasan Desa Mamburungan

Berdasarkan pada hasil pengambilan data Hutan Mangrove di kawasan konservasi desa Mamburungan, diketahui bahwa terdapat tiga jenis vegetasi mangrove primer. Mangrove tersebut terdiri dari beberapa jenis yaitu Rhizopora sp, Sonneratia sp, dan Avicennia sp. Secara lengkap keanekaragaman hayati Hutan Mangrove dapat dilihat pada Gambar 2.

Kerapatan Relatif

Kerapatan relatif pada lokasi Mamburungan untuk jenis Avicennia sp relatif tinggi terlihat dari hasil penelitian dengan nilai kerapatan yaitu, 80,392% sedangkan jenis mangrove Sonneratia sp dan Rhizophora sp relatif sangat rendah dengan nilai 9,803% dan 7,843%, ini disebabkan karena letak zonasi Avicennia sp berada paling depan sehingga sedikit sekali terjadinya pengambilan/perusakan jenis ini. Jumlah pohon mangrove yang ada di Mamburungan terdapat sekitar 519 pohon/Ha, Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201, (2004) menyatakan bahwa Kondisi hutan mangrove yang sangat baik adalah ≥1500 pohon/Ha. Ini menunjukkan kondisi hutan mangrove di kawasan desa Mamburungan tergolong kurang baik.

Frekuensi Relatif

Frekuensi relatif untuk lokasi Mamburungan dengan jenis Avicennia sp sangat tinggi mencapai 93,603 sedangkan jenis Sonneratia sp dan Rhizophora sp relatif

(5)

rendan dengan nilai 25,585 dan 24,137, terdapat dominansi dari jenis Avicennia sp. Frekuensi relatif terendah ditemukan dari jenis Sonneratia sp 21,427% dan Rhizophora

sp 35,714%, sedangkan pada jenis Avicennia sp nilai frekuensi relatif pada tajuk sangat tinggi yaitu 92,856%.

Gambar 2. Diagram pohon, Kerapatan Relatif, Frekuensi Relatif dan Penutupan Relatif

Penutupan Relatif

Penutupan relatif di kawasan konservasi mangrove Mamburungan sangat di pengaruhi oleh ekosistem mangrove jenis Avicennia sp karena dari hasil penelitian, jenis ini mempunyai nilai yang paling tinggi di antara jenis-jenis yang lain seperti Sonneratia sp dan Rhizophora sp. Jenis Avicennia sp mempunyai nilai penutupan relatif adalah 81,551% sedangkan nilai pada Sonneratia sp dan Rhizophora sp adalah 8,643% dan 7,477%.

Proporsi penutupan lahan oleh tajuk mangrove di Kawasan Konservasi Mangrove Mamburungan untuk jenis Avicennia sp adalah 68,376 %. Kisaran ini dikategorikan dalam ukuran sedang (50 – 70 %) sesuai dengan ketetapan Dinas Kehutanan dan Perkebunan (2006). Penutupan tajuk ini tidak merata di semua pantai, sedangkan jenis Sonneratia sp dan Rhizophora sp mempunyai nilai 12,665 % dan 18,275%.

Indeks Nilai Penting

Berdasarkan hasil perhitungan, Indeks Nilai Penting di daerah Mamburungan dengan jenis Avicennia sp mempunyai nilai yang paling tinggi yaitu 255,5% sedangkan Sonneratia sp dan Rhizophora sp adalah 44,5%.

Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi dan Sikap Masyarakat

Jumlah penduduk Kelurahan Mamburungan tahun 2001 yaitu 5.617 jiwa dan tahun 2007 bertambah menjadi 8.100 jiwa (Badan Pusat Statistik). Penduduk Mamburungan umumnya didominasi oleh penduduk asli yakni Suku Tidung yang bermata pencaharian sebagai nelayan, petambak, PNS dan lain-lain.

Dari hasil wawancara, menunjukkan bahwa masyarakat sekitar kawasan hutan mangrove sebagian besar kurang mengerti tentang istilah konservasi sebanyak 20 %, tidak mengerti sebanyak 60 % dan tidak tahu sebanyak 30 %. Namun, jika memilih pengertian konservasi masyarakat lebih

(6)

banyak mengerti secara tepat sebanyak 20 % dan tidak tahu sebanyak 80%. Setelah mengetahui pengertian konservasi ini, sebagian besar masyarakat menyetujui untuk melakukan konservasi terhadap hutan mangrove di daerah tersebut sebanyak 40 %. Analisis SWOT dan Strategi Pengelolaan

Untuk menentukan strategi pelestarian hutan mangrove di kawasan konservasi desa

Mamburungan dilakukan dengan metode KEKEPAN atau analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) yang didasarkan pada penilaian kriteria sebelumnya, selanjutnya dilakukan pemilihan faktor internal dan eksternal. Setelah faktor internal dan eksternal diketahui, selanjutnya menyusun faktor-faktor strategis internal dan eksternal dalam matrik SWOT (Tabel 1).

Tabel 1. Matrik SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats) pengelolaan hutan mangrove desa Mamburungan

Unsur internal

Unsur eksternal

Kekuatan (S)

1. Peraturaran pemerintah Pusat tentang pelestarian mangrove

2. Peraturan Pemerintah daerah tentang larangan konversi mangrove Tarakan 3. Peraturan Pemerintah daerah tentang

kawasan konservasi

4. keindahan dan keunikan sumberdaya alam 5. banyaknya potensi sumber daya alam 6. status lahan

Kelemahan (W)

1. kepekaan sumberdaya alam 2. kerawanan kawasan 3. pendidikan rendah 4. lemahnya keamanan

5. rendahnya tingkat keanekaragaman mangrove

6. rendahnya tingkat kerapatan mangrove

Peluang (O) 1. Dukungan masyarakat 2. Mata pencaharian penduduk 3. Luasan mangrove 4. Komitmen pemerintah Tarakan

5. Penerimaan pihak swasta

Strategi (SO)

1. Penyuluhan dan pembinaan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat masyarakat lokal dan melibatkan mereka dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove (1.1+1.2+1.4+2.3+3.4+4.1+4.3+5.3+ 6.3+6.4)

2. Pengembangan Program Ekowisata hutan mangrove berbasis

masyarakat.(4.1+4.4+4.5+5.2+5.3)

Strategi (WO)

1. Melakukan kerja sama dengan semua pihak dalam menjaga dan

mengembangkan program kelestarian hutan mangrove

(1.1+1.3+2.1+2.3+3.1+3.2+4.1+4.3+4.4 +5.3+6.3)

Ancaman (T)

1. Limbah rumah tangga 2. Limbah industri 3. Penebangan/perusakan

mangrove

4. Jumlah penduduk 5. adanya pemukiman liar

Strategi (ST)

1. Penegakan hukum dan peraturan secara tegas

(1.1+1.2+1.3+1.5+2.3+2.5+3.3+3.5+4.3+5. 3+5.5+6.3+6.5)

Strategi (WT)

1. Meningkatkan pengamanan dan pengawasan terhadap kelestarian ekosistem hutan mangrove

(1.1+1.2+1.3+2.3+2.4+2.5+3.4+4.3+4.4 +4.5+5.3+6.3)

Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove di Kawasan Konservasi Desa Mamburungan: 1.Meningkatkan Pengamanan dan

Pengawasan Terhadap Kelestarian Hutan Mangrove.

Pengawasan terhadap sumberdaya alam terutama ekosistem hutan mangrove di kawasan konservasi desa Mamburungan terhadap aktivitas yang ada merupakan langkah awal yang perlu diambil dalam

menjaga keberlanjutan hutan mangrove di lokasi ini. Pelarangan pembuangan sampah, penebangan pohon, pemukiman dan aktivitas masyarakat lain di sekitar hutan mangrove yang merusak. Pengawasan aktivitas lain yang bersifat vandalis, pengawasan terhadap limbah buangan pabrik, pasar, dan aktivitas pelabuhan. Pengawasan ini harus melibatkan semua pihak yang terkait dengan mengadakan pembagian tugas yang sesuai dengan bidangnya masing-masing.

(7)

2. Penegakan Hukum dan Peraturan Secara Tegas

Hutan mangrove di kawasan konservasi desa Mamburungan merupakan salah satu kawasan lindung berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tarakan No. 21 tahun 1999 Tentang Hutan Kota dan No. 04 Tahun 2002 Tentang Larangan dan Pengawasan Hutan Mangrove di Kota Tarakan. Hutan ini berada dekat dengan pusat Kota Tarakan, sehingga aktivitas di sekitar lokasi berpengaruh terhadap kelestariannya. Penyediaan informasi tentang status lahan dan batasannya merupakan hal yang penting untuk diketahui oleh masyarakat melalui media penyampaian secara langsung maupun melalui perwakilan penduduk. Selain itu, limbah aktivitas di sekitarnya seperti sampah yang bertumpuk akan mengganggu ekosistem mangrove, tanah yang banyak mengandung sampah akan mengganggu perkembangan mangrove dan dapat mengancam kelestariannya. Perambakan hutan untuk kebutuhan pemukiman bisa saja akan merebak jika tidak ada pengawasan penegakan hukum yang dilakukan secara tegas.

3. Bekerjasama Dengan Berbagai Pihak Dalam Menjaga Kelestarian Ekosistem Hutan Mangrove.

Keseluruhan aktifitas yang berada di lingkungan hutan mangrove sangat berpotensi untuk menimbulkan kerusakan bagi lingkungan pada saat ini dan masa mendatang, terlebih lagi jika tidak segera diadakan koordinasi pada semua pihak yang terkait dalam pelestarian lingkungan. Untuk menjaga agar ekosistem mangrove di kawasan ini tetap utuh, maka harus melibatkan semua pihak dalam menjaga lingkungan disekitarnya. Perusahaan dilarang membuang limbah di perairan dekat hutan mangrove tetapi menampungnya terlebih dahulu kemudian dibuang ketempat yang aman. Masyarakat sekitar memiliki peran sangat penting terhadap keberadaan mangrove, dengan tidak membuang sampahnya sembarangan di lingkungan

sekitarnya, hal ini akan sangat membantu terhadap usaha pelestarian mangrove.

4. Penyuluhan dan Pembinaan Bagi Masyarakat Lokal Untuk Terlibat Secara Langsung Dalam Kegiatan Pelestarian Hutan Mangrove.

Dari hasil wawancara secara umum masyarakat sekitar mengetahui peranan dari hutan mangrove yaitu sebagai pelindung pantai. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa kegiatan penanaman dan pelestarian terhadap hutan mangrove itu merupakan tanggung jawab Pemerintah Kota Tarakan. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan untuk kegiatan pelestarian hutan mangrove dimasa mendatang, masyarakat dapat merupakan ancaman bagi kelangsungan mangrove seperti pengambilan dan penebangan mangrove yang bisa saja terjadi setiap saat. Untuk mencegah hal ini terjadi, maka Pemerintah Kota harus bekerja sama dengan instansi terkait mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya mangrove bagi kehidupan manusia serta hal-hal yang berkaitan dengan perusakan dan pemeliharaan hutan. Selanjutnya, melibatkan mereka dalam kegiatan untuk menjaga dan melestarikan hutan mangrove di kawasan mereka. Sebagai langkah awal adalah dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berperan dalam pengembangan ekowisata hutan mangrove dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat sekitar mengenai kegiatan usaha yang dapat membantu meningkatkan kesejahteraan dan mendukung pengembangan wisata.

5. Pengembangan Program Ekowisata Hutan Mangrove

Hutan mangrove dengan keunikan yang dimilikinya, merupakan sumberdaya alam yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat kunjungan wisata. Hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang dapat di manfaatkan menjadi salah satu objek wisata yang menarik bagi pengunjung. Penerapan sistem ekowisata di ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu

(8)

pendekatan dalam pemanfaatan ekosistem hutan mangrove secara lestari. Dengan adanya ekowisata akan memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat di sekitar kawasan tersebut dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tarakan, selanjutnya berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah (Wiharyanto, 2007).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Ekosistem hutan mangrove di kawasan konservasi desa Mamburungan dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 3 jenis yang sebagian besar didominasi oleh dan Avicennia sp., Sonneratia sp., dan Rhizophora sp.. Avicennia sp mempunyai peran penting dalam pembentukan ekosistem mangrove di kawasan perluasan lahan konservasi Desa Mamburungan Kota Tarakan yang ditunjukkan oleh indeks nilai penting yang didapat. Avicennia sp. memiliki indeks nilai penting terbesar yaitu 255.5%.

Susunan urutan strategi pengelolaan hutan mangrove di kawasan konservasi desa Mamburungan sebagai berikut :

1. Meningkatkan pengamanan dan pengawasan terhadap kelestarian hutan mangrove

2. Penegakan hukum dan peraturan secara tegas

3. Bekerjasama dengan berbagai pihak dalam menjaga kelestarian ekosistem hutan mangrove

4. Penyuluhan dan pembinaan bagi masyarakat lokal untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove.

5. Pengembangan program ekowisata hutan mangrove

Saran

Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan yang dikhususkan pada lokasi ini berkaitan dengan kondisi biologi dan fisik sebagai data base untuk mendukung program pengembangan ekowisata mangrove.

DAFTAR PUSTAKA

Bengen. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ihsan, B. 2009. Studi Kondisi Hutan

Mangrove di Kawasan Konservasi Desa Maburungan (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo Tarakan. Tarakan.

Kusmayadi, dan Endar, S. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang kepariwisataan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Dinas Kehutanan. 2005. Luas Mangrove Mamburungan. Tarakan.

Rangkuti, F. 1999. Analisis SWOT. Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Utama Jakarta. Tahir, A. dan Baharudin. 2002. Pengelolaan

Kawasan Konservasi. Dalam Darmawan, M.A. (editor), 2002. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Secara Terpadu. Modul Pelatihan Bagi Perencana dan Pengambil Keputusan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. V-1 hal.

Wiharyanto, D. 2007. Kajian Pengembangan Ekowisata Hutan Mangrove di Kawasan Konservasi Pelabuhan Tengkayu II Kota Tarakan Kalimantan Timur (Thesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2.  Diagram pohon, Kerapatan Relatif, Frekuensi Relatif dan Penutupan Relatif
Tabel  1.  Matrik  SWOT  (Strenghts,  Weaknesses,  Opportunities,  Threats)  pengelolaan  hutan  mangrove desa Mamburungan

Referensi

Dokumen terkait

Langkah kerja menutup outdoor unit seperti posisi semula memiliki hasil yang lebih baik dengan peserta didik 3, 4, 5 dan 6 memiliki rata-rata waktu yang

seperti yang dipikirkan atau diharapkannya. Ban- dingkan dengan definisi kata “sesal” dan “menyesal” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Penjelasan menurut Kamus Webster

---, 2008e, Panduan Umum Pengembangan Silabus, Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Teknik Pengumpulan Data pada penelitian ini terdiri dari observasi yang dilakukan melalui pengumpulan data dari instansi yang terkait peraturan yang berlaku yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika pada pokok bahasan segitiga melalui strategi Think- Pair-Square dan Explicit

Sehingga, apabila sepasang titik sudut yang berhadapan memiliki warna yang sama, maka jika satu titik dipilih dari empat titik yang lain pada lingkaran berwarna sama, maka jelas

memungkinkan termasuk kegunaan dari tugas tersebut. Peserta didik tipe guardian sangat patuh kepada guru. Segala pekerjaan yang diberikan kepada guardian dikerjakan

harimau putih yang akan dibawa oleh Gusti Bambang Widyaka?” tanya Legi..