• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah

Pendidikan Kewarganegaraan yang dibina oleh

Bapak Rasyid Fadholi, IR.,MS.

Oleh

Kelompok 3

Maya Damayanti

125030500111027

Tunggal Agus Setyawan

125030500111030

Ahmad Rochim

125030500111031

Lenny Erricha Putri

125030500111032

ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan bimbinganNya, saat ini kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Pancasila Sebagai Sistem Filsafat”. Makalah ini disusun berdasarkan fakta dengan menggunakan beberapa artikel yang membahas tentang topik ini. Penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberi penjelasan mengenai apa itu filsafat dan mengapa pancasila bisa menjadi sistem filsafat bangsa Indonesia.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Administrasi Pemerintahan Universitas Brawijaya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini bisa memberikan informasi mengenai Pancasila sebagai sistem filsafat dan bermanfaat bagi para pembacanya. Atas perhatian dan kesempatan yang diberikan untuk membuat makalah ini kami ucapkan terima kasih.

Malang, 14 Februari 2013

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i Daftar Isi ... ii BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1.Latar Belakang ... 1 1.2.Topik Bahasan ... 1 1.3.Tujuan Penulisan ... 2 BAB II PEMBAHASAN ... 3 2.1Pengertian Filsafat ... 3

2.2Pancasila Sebagai Suatu Sistem... 4

2.3Kesatuan Sila-Sila Pancasila ... 7

2.4Pancasila Sebagai Sistem Filsafat ... 8

BAB III PENUTUP ... 13

3.1. Kesimpulan ... 13

3.2. Saran ... 13

Daftar Pustaka... 14

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap negara harus mempunyai dasar negara. Dasar negara merupakan fundamen atau pondasi dari bangunan negara. Kuatnya fundamen negara akan menguatkan berdirinya negara itu. Kerapuhan fundamen suatu negara, beraikbat lemahnya negara tersebut. Sebagai dasar negara Indonesia, Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah negara (filosofische gronslag dari negara), Staats fundamentele norm, weltanschauung dan juga diartikan sebagai ideologi negara (staatsidee).

Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Pancasila merupakan suatu cirri yang khas dari bangsa Indonesia, yang membedakan dengan bangsa lainnya, dan dalam pembuatannya membutuhkan proses yang cukup panjang.

Pancasila adalah dasar Negara republik Indonesia yang secara resmi di sahkan oleh PPKI pada tanggal 18 agustus 1945 dan tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Dan nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia mendirikan Negara, yang berupa nilai-nilai adat istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religious.

Dan filsafat itu sendiri mempunyai makna sebagai pemikiran fundamental dan tertinggi manusia, terutama mencari kebenaran hakiki dan universal; yang dijadikannya

pandangan hidup (filsafat hidup, Weltanschauung), sekaligus sebagai filsafat negara

(ideologi negara).

1.2 Topik Bahasan

Masalah yang nantinya akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1.2.1 Pengertian Filsafat

1.2.2 Pancasila Sebagai Suatu Sistem 1.2.3 Kesatuan Sila-Sila Pancasila 1.2.4 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

(5)

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu: 1.3.1 Untuk mengetahui pengertian filsafat 1.3.2 Mengetahui Pancasila sebagai suatu sistem 1.3.3 Mengetahui Kesatuan Sila-Sila Pancasila

1.3.4 Mengetahui bahwa Pancasila sebagai sistem filsafat bangsa Indonesia adalah benar

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Filsafat

Filsafat berasal dari bahasa Yunani “philein” yang berarti cinta dan “shopia” yang berarti kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan kebijaksanaan atau mencintai kebenaran/pengetahuan. Dengan demikian,filsafat secara sederhana dapat di artikan sebagai keinginan yang sungguh- sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati. Filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan menurut J. Gredt dalam bukunya “elementa philosophiae” , filsafat sebagai “ilmu pengetahuan yang timbul dari prinsip – prinsip mencari sebab musebabnya yang terdalam”. Sedangkan Filsafat Menurut Tokoh-Tokoh Filsafat adalah sebagai berikut :

a. Socrates (469-399 s.M.)

Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahagia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau melakukan peninjauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif.

b. Plato (472-347 s.M.)

Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah

pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato, filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.

(7)

2.2Pancasila Sebagai Suatu Sistem

Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem. Sistem adalah suatu keseluruhan yang bagian-bagiannya merupakan saling kerjasama untuk tujuan tertentu & secara keseluruhan merupakan satu kesatuan utuh. Sistem yang dimaksud dalam hal ini adalah satu-kesatuan bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu. Lazimnya sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Suatu kesatuan bagian-bagian

b. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri c. Saling berhubungan dan saling ketergantungan

d. Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan sistem) e. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks

Pancasila memiliki tiga macam rumusan sistem yang disebabkan oleh hubungan antar sila-sila Pancasila yang memiliki banyak sifat. Rumusan kesatuan sila-sila Pancasila antara lain bersifat organis, hierarkis dan berbentuk piramidal dan memiliki hubungan yang saling mengisi dan mengaktualisasi.

Rumusan sistem yang pertama adalah rumusan sila-sila Pancasila yang bersifat organis. Rumusan sistem organis memiliki makna bahwa antarsila di dalam Pancasila memiliki fungsi-fungsi yang saling berhubungan dan keterkaitan seperti hakikat tubuh manusia monopluralis. Manusia menjadi pokok pendukung Pancasila mengandung analogi bahwa setiap bagian tubuh menopang bagian tubuh yang lain, sama seperti sila-sila di dalam Pancasila-sila.

Rumusan yang kedua adalah Pancasila yang bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal. Maksud dari pernyataan ini adalah kelima sila dalam Pancasila memiliki urutan yang hierarkhis piramidal dan memiliki kesatuan yang bulat. Pancasila tidak bisa dipandang sebagai kesatuan yang tidak mutlak, karena apabila tidak demikian maka Pancasila akan terpecah belah dan tidak mungkin menjadi dasar negara. Berikut ini merupakan rumusan Pancasila yang bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal: sila pertama; Ketuhanan yang Maha Esa meliputi dan menjiwai keempat sila yang lain. Sila kedua; Kemanusiaan yang adil dan beradab, sila ini dijiwai oleh sila pertama dan menjiwai sila ketiga, keempat, dan kelima. Begitu seterusnya dengan sila pertama

(8)

menempati bagian teratas. Bentuk piramid ini menggambarkan sila pertama sebagai basis dan sila kelima sebagai tujuannya.

Rumusan yang terakhir adalah hubungan yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi. Hubungan yang saling mengisi dan saling mengkualifikasi merupakan cerminan dari satu sila yang mengandung dan mengisi sila yang lain. Dengan kata lain bahwa sebuah sila pasti mengandung intisari dari sila-sila yang lain.

Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem yang pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Sila-sila dalam Pancasila saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa dikualifikasikan oleh sila-sila lainnya. Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dengan masyarakat bangsa dan negara.

Kenyataan Pancasila yang demikian ini disebut kenyataan yang obyektif, yaitu bahwa kenyataan itu ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain atau terlepas dari pengetahuan orang. Sehingga Pancasila sebagai suatu sistem filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistem-sistem filsafat yang lain misalnya: liberalisme, materialisme, komunisme, dan aliran filsafat yang lain.

Pancasila memenuhi syarat sebagai sistem, karena :

a. Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan yang bulat dan utuh

b. Sila-sila Pancasila bereksistensi dalam keteraturan. Bersusun hierarki dan berbentuk piramidal

c. Ada keterkaitan antar sila Pancasila

d. Ada kerjasama antar sila Pancasila untuk mencapai tujuan e. Ada tujuan bersama (Alinea IV Pembukaan UUD NKRI 1945)

Susunan Pancasila sebagai sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:

 Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;

 Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;

 Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5;

(9)

 Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5;  Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.

Selain itu inti sila-sila Pancasila menjadi alasan yang kuat jika Pancasila menjadi suatu sistem. Inti sila-sila tersebut meliputi:

 Tuhan, yaitu sebagai kausa prima.

 Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial.  Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri.

 Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong.

 Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.

Nilai-nilai Pancasila bukan diambil dari pemikiran tunggal atau suatu ajaran dari siapa pun melainkan digali dari nilai-nilai sosio-budaya bangsa Indonesia. Pancasila adalah pedoman sekaligus cita-cita bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara formal, yuridis-konstitusional, kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara bersifat imperatif. Namun, kita juga menyadari bahwa pengamalannya dalam keseharian hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara masih akan selalu menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Demikian pula tentang pelestarian dan pewarisannya kepada generasi penerus.

Dalam era kesemrawutan global sekarang, ideologi asing mudah bermetamorfosa dalam aneka bentuknya dan menjadi pesaing Pancasila. Hedonisme (aliran yang mengutamakan kenikmatan hidup) dan berbagai isme penyerta, misalnya, semakin terasa menjadi pesaing yang membahayakan potensialitas Pancasila sebagai kepribadian bangsa. Nilai intrinsik Pancasila pun masih sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor kondisional. Padahal, gugatan terhadap Pancasila sebagai dasar negara dengan sendirinya akan menjadi gugatan terhadap esensi dan eksistensi kita sebagai manusia dan warga bangsa dan negara Indonesia.

Untuk menghadapi kedua ekstrim (memandang nilai-nilai Pancasila terlalu sulit dilaksanakan oleh segenap bangsa Indonesia di satu pihak dan di pihak lain memandang nilai-nilai Pancasila kurang efektif untuk memperjuangkan pencapaian masyarakat adil dan makmur yang diidamkan seluruh bangsa Indonesia) diperlukan usaha bersama yang tak kenal lelah guna menghayati Pancasila sebagai warisan budaya bangsa yang bernilai

(10)

luhur, suatu sistem filsafat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, bersifat normatif dan ideal, sehingga pengamalannya merupakan tuntutan batin dan nalar setiap manusia Indonesia.

2.3 Kesatuan Sila-Sila Pancasila

a. Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal

Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan mempunyai bentuk piramidal. Kalau dilihat dari intinya, urut-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi-sifatnya, merupakan pengkhususan dari sila-sila dimukanya. Maka di antara lima sila ada hubungan yang mengikat yang satu kepada yang lain sehingga Pancasila merupakan suatu kesatuan keseluruhan yang bulat.

Dalam susunan hierarkhis dan piramidal in, maka krtuhanan yang Maha Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial. Sebaliknya Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkerimanusiaan, yang membangun, memelihara dan mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial demikian selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila di dalamnya mengandung sila-sila lainnya.

b. Kesatuan Sila-Sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi

Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan pula dalam hubungan saling mengisi atau mengkualifikasi dalam rangka hubungan hierarkhis piramidal tadi. Tiap-tiap sila mengandung empat sila lainnya.

 Sila pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkerimanusiaan yang adil danberadab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 Sila kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan

(11)

yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 Sila ketiga : persatuan Indonesia adalah persatuan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 Sila keempat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan adalah kerakyatan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber persatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

 Sila kelima : keadilan seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber persatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

2.4 Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia pada umumnya. Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan

Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Ketiga bidang tersebut dapat dianggap mencakup kesemestaan.

a. Landasan Ontologis

Menurut Aristoteles ontologis adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensidan disamakan artinya dengan metafisika. Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika. Secara ontologis, penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri, malainkan memiliki satu kesatuan dasar ontologis.

(12)

Manusia adalah subjek pendukung dari sila-sila pancasila. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang bersatu, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial, pada hakikatnya adalah manusia. Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan menjiwai sila-sila Pancasila lainnya

b. Landasan Epistemologis

Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi.

Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya, sehingga dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila.

 Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut merupakan kausa materialis Pancasila.

 Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal.

c. Landasan Aksiologis

Landasan aksiologis yaitu isi Pancasila yang kongkrit dan khusus merupakan realisasi dari berbagai bidang kehidupan. Pancasila mengakui kerangka pikir manusia yang memiliki kebenaran empiris yang ada kaitannya dengan pikiran positif dari manusia itu sendiri. Dasar aksiologis Pancasila adalah Pancasila yang dilihat

(13)

dari teori-teori nilai. Adapun beberapa tokoh yang mengemukakan teori nilai. Diantaranya :

a. Max Scheler mengemukakan bahwa nilai ada tingkatannya dan dapat dikelom-pokkan menjadi empat tingkatan, yaitu:

1. Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat nilai yang mengenakkan dan nilai yang tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita.

2. Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan seperti kesejahteraan, keadilan, dan kesegaran.

3. Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini misalnya, keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.

4. Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkat ini terdapat moralitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi. b. Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan

kelompok yaitu:

1. Nilai-nilai ekonomis: ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli.

2. Nilai-nilai kejasmanian: membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dari kehidupan badan.

3. Nilai-nilai hiburan: nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan.

4. Nilai-nilai sosial: bermula dari berbagai bentuk perserikatan manusia.

5. Nilai-nilai watak: keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan.

6. Nilai-nilai estetis: nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni. 7. Nilai-nilai intelektual: nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran. 8. Nilai-nilai keagamaan.

c. Noto Nagoro membagi teori nilai sebagai berikut:

1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagimanusia (jasmani). 2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat

mengadakan aktivitas.

(14)

3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jiwa/rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dibedakan menjadi 4, yaitu :

 Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.  Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan

manusia.

 Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak manusia.

 Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.

Telah dijabarkan pada keempat paragraf pembukaan UUD 1945 tentang kelima sila Pancasila. Paragraf pertama merupakan buah dari penjabaran sila ketiga; Persatuan Indonesia. Paragraf kedua merupakan penjabaran dari sila keempat; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat/kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Paragraf ketiga merupakan penjabaran sila kelima; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan paragraf keempat adalah penjabaran sila pertama dan kedua; Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Pembukaan UUD 1945 adalah dasar fundamental mengingat nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila memiliki nilai-nilai yang sangat mendasar. Namun, kelima sila Pancasila tidak serta merta dijadikan sebagai dasar fundamental Indonesia. Barulah melalui pembukaan UUD 1945 Pancasila direalisasikan ke dalam pasal-pasal UUD 1945. Dengan demikian, Pancasila merupakan dasar dari penyelanggaraan dan pelaksanaan negara. Dasar fundamental filsafat berfungsi membentuk bangsa Indonesia yang sejahtera.

Sebagai dasar filsafat negara, setiap sila dalam Pancasila memiliki inti yang memiliki nilai-nilai yang sangat berarti. Nilai - nilai tersebut antara lain:

a. Sila pertama: sebagai manusia, kita harus mempertanggung jawabkan semua tindakan kita kepada Tuhan YME, termasuk pelaksanaan dan penyelenggaraan negara bahkan moral negara, hukum dan peraturan perundang-undangan, dan lain sebagainya.

(15)

b. Sila kedua: negara harus menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Hak asasi haruslah terjamin. Kehidupan kenegaraan harus berdasar pada moral kemanusiaan yang adil dan beradab agar tercapainya negara bermoral dan beragama.

c. Sila ketiga: Negara harus menjadi penyatu dari segala macam bentuk masyarakat Indonesia. Nasionalisme juga harus ditanamkan pada setiap individu agar cita-cita tentang persatuan tercapai.

d. Sila keempat: Demokrasi merupakan perwujudan dari perwakilan masyarakat. Rakyat adalah sumber dari kekuasaan negara, maka dari itu pemerintahan haruslah dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.

e. Sila kelima: Keadilan hendaknya terwujud dari kehidupan sosial agar tujuan negara tercapai. Karena dengan adanya keadilan dari negara, maka seluruh elemen masyarakat akan berusaha bahu membahu untuk mencapai cita - cita bangsa.

(16)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah cinta akankebijakan. Sedangkan Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama antara sila yang satu dengan sila yang lain untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh yang mempunyai beberapa inti sila, nilai dan landasan yang mendasar.

3.2 Saran

Dengan disusunnya makalah ini diharapkan para pembaca ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana kita mempelajari tentang filsafat, Pancasila adalah suatu sistem, dan Pancasila sebagai sistem filsafat. Semoga dengan makalah ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.

(17)

DAFTAR PUSTAKA http://edukatif.blogspot.com/2012/10/pancasila-sebagai-sistem-filsafat.html http://hildameilyana.blogspot.com/2011/10/pancasila-sebagai-sistem-filsafat.html http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila http://kutukuliah.blogspot.com/2012/07/pancasila-sebagai-sistem-filsafat.html http://www.docstoc.com/docs/28429365/PANCASILA-SEBAGAI http://www.g-excess.com/id/kedudukan-fungsi-serta-implementasi-pancasila-sebagai-dasar-negara.html

Zubaidi, Achmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta: Paradikma.

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah karyawan dengan status lajang tersebut nampaknya hampir separuh lebih yakni sebanyak 66 orang atau 50.77% menginginkan atau memiliki intensi untuk

- Penyerahan bendera UIN Walisongo dari Rektor kepada Ketua Panitia.. - Laporan Ketua Panitia OPAK 2016 - Pengarahan Rektor UIN Walisongo - Penabuhan Gong

Peta Zona Gempa tidak dapat digunakan bagi bendungan tinggi dan sangat tinggi yang terletak di daerah yang memiliki kondisi geologi khusus seperti kekar,

Perbedaan table layout dan relative layout adalah di pengaturan posisi antar muka, kalau kalian menginginkan tampilan antar muka tersusun dengan rapih

Wajah mereka seperti anak kembar, potongan rambut mereka pun seperti sengaja disamakan, panjang dan seperti anak kembar, potongan rambut mereka pun seperti sengaja disamakan,

memiliki kinerja lebih baik dari metode lainnya, sedangkan konfigurasi yang memiliki nilai latency tercepat yang dihasilkan adalah konfigurasi dengan web

Studi Potensi Investasi Komoditi Kopi di Kabupaten Intan Jaya dimaksudkan untuk mewujudkan kesinambungan pengembangan komoditi lokal yang layak investasi sebagai

Kriteria yang kedua yaitu penurunan minimum dan maksimum dalam arah lateral dan vertikal memanjang jalan yang disyaratkan pada kondisi batas ekstrimnya atau disebut juga sebagai